37 sebelum hari H. Selain itu seting sound-system, seting lokasi, dan persiapan lain
juga dilakukan oleh pihak panitia. Kira-kira pukul 08.00 WIB Grup Tari “Laskar
Tidar”, Group “Orkes Kluntung Topeng Ireng”, Grup Tari “Undhuk” , Grup “Sendratari Mantyasih”, Grup Karawitan Pengiring “Sendratari Mantyasih”, Tim
Palawija 17 kelurahan menempatkan diri di tempat yang sudah disediakan untuk mengisi hiburan-hiburan dalam rangkaian Grebeg Gethuk. Tidak lupa juga ada
tim Gunungan Gethuk di Masjid Agung yang terdiri dari Sanggar Roro Jongrang, Sanggar Lagrangan, Sanggar Kokab Budaya, yang kemudian dilanjutkan dengan
serah terima dan adaptasi pengusungan Gunungan Gethuk antara tim pembuat dan pengusung.
1. Sebelum Upacara
Sambil menunggu kehadiran tamu undangan maka dihibur oleh Group Orkes Kluntung Topeng Ireng dengan maksud untuk mempersiapkan perhatian
masyarakat pengunjung Alun-Alun. Topeng Ireng adalah satu bentuk tradisi seni pertujukan yang berasimilasi dengan budaya lokal Jawa Tengah. Topeng Ireng
yang juga dikenal sebagai kesenian Dayakan. Ini adalah bentuk tarian rakyat kreasi baru yang merupakan hasil kreasi dari kesenian Kubro Siswo. Hal ini dapat
menarik perhatian karena setiap pertunjukan Topeng Ireng akan riuh rendah diiringi berbagai bunyi-bunyian dan suara. Mulai dari suara hentakan kaki yang
menimbulkan bunyi gemerincing berkepanjangan, suara teriakan para penari, suara musik yang mengiringi, hingga suara penyanyi dan para penonton. Musik
yang biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan Topeng Ireng adalah alat musik sederhana seperti gamelan, kendang, terbang, bende, seruling, dan rebana.
38 Alunan musik ritmis yang tercipta akan menyatu dengan gerak dan teriakan para
penari sehingga pertunjukan Topeng Ireng terlihat atraktif, penuh dengan kedinamisan dan religiusitas.
Setelah para tamu undangan hadir maka ditampilkan Tari “Laskar Tidar” sebagai tarian “Selamat Datang”. Tari “Laskar Tidar” sebuah kreasi tarian hasil
kegiatan ektrakurikuler tari SMA Negeri 2 Magelang. Setelah Tarian “Laskar
Tidar” selesai maka upacara akan segera dimulai.
2. Prosesi Upacara
Acara dalam Grebeg Gethuk ini menggunakan bahasa jawa dan menggunakan pakaian adat jawa. Setelah acara dimulai dan aba-aba hingga
laporan selesai maka ada pembacaan “Ringkesan Carios Ari Madeging Kitha
Magelang” yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan “Tanggap Warsa Pengetan Adeging Kitha Magelang” oleh Walikota.
“Hari Jadi Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989. Ditetapkan tanggal 11 April 907 Masehi
berdasarkan peresmian daerah perdikan yang menjadi cikal bakal Kota Magelang. Daerah perdikan yang dimaksud adalah Desa Mantyasih Desa
Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang
batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan.
Ada tiga sumber yang dapat digunakan untuk melacak hari jadi tersebut, yaitu Prasasti Poh, Prasasti Gilikan, Prasasti Mantyasih I. Ketiga
prasasti tersebut tertulis diatas lempeng tembaga, atau sering disebut prasasti tembaga. Prasasti Poh dan Prasasti Mantyasih I ditulis pada zaman
Mataram Hindu, khususnya pada masa pemerintahan Raja Watukara Dyah Balitung 898-910 M.
Prasasti Mantyasih juga menyebut nama dua gunung yaitu Susundara dan Wukir Sumbing. Sekarang “gunung kembar” itu dikenal dengan nama
Sindoro dan Sumbing, yang terletak di sebelah barat Meteseh. Ini menambah keyakinan bahwa Mantyasih identik dengan Meteseh. Nama
Mantyasih bersama dua desa di sekitarnya juga disebut dalam Prasasti Poh. Dua desa yang dimaksud adalah Glangglang sekarang menjadi Kelurahan
Magelang dan Galang sekarang Kelurahan Gelangan.
39 Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota
selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. Suara Merdeka, 11 April 2006.
Setelah pembacaan selesai maka Doa yang kemudian dilanjutkan dengan laporan dan penghormatan pasukan upacara sebagai tanda bahwa upacara selesai.
Masih dalam suasana upacara maka acara dilanjutkan dengan penampilan “Tari
Undhuk” kolosal yang merupakan tarian khas Kota Magelang dan dilanjutkan dengan tar
ian “Sendratari Mantyasih” yang merupakan cerita dari “Dumadine Kutha Magelang
” Hari Jadi Kota Magelang yang kemudian diikuti keluarnya gunungan palawija dari 17 kelurahan yang ada di kota Magelang.
Kira-kira pukul 10.45 WIB sementara gamelan terus berbunyi yang dibarengi narasi dalang dan tembang-tembang maka arak-arakan Gunungan
Gethuk akan segera dimulai dan personel “Wadyabala Jin Tidar” Pasukan Jin
dari Tidar mulai bergerak dari Masjid Agung, menyibakkan penonton, membuka jalan bagi Gunungan Gethuk. “Wadyabala Jin Tidar” ini menggambarkan
keberingasan dan kejorokan para Jin Tidar pada zaman sebelum kedatangan Syekh Subakir. Perjalanan pengusung Gunungan Gethuk dari Masjid Agung
memasuki Alun-alun. Dan ketika sudah ada perintah untuk masyarakat dengan kalimat,
“Saking kersa lan pangestuning Gusti Ingkang Maha Agung, Para Kawula Kutha Magelang, Ayo gethuke digrebeg”. Atas berkat dan rahmat
Tuhan Yang Maha Agung, mari kita nikmati gethuk bersama-sama. Maka gamelan dimainkan dengan irama rancak meriah dan masyarakat
“merayah” merebut gunungan gethuk dan palawija tersebut. Dalam beberapa menit saja, semua gethuk telah habis, hanya tinggal kerangka gunungan.
40
3. Sesudah Upacara