Potret Perilaku Korupsi Dalam Film Kita Versus Korupsi (KvsK) Sebagai Media Kampanye Anti Korupsi

(1)

PORTRAIT OF BEHAVIOR OF CORRUPTION IN KITA VERSUS

KORUPSI (KvsK) FILM, AS ANTI-CORRUPTION CAMPAIGN MEDIA

Oleh Sigit Pamungkas

The purpose of this research is: 1 Knowing and explaining the elements of corruption in the movie We versus Corruption (Kita versus Korupsi KvsK),2. Knowing and explaining Type Campaign, Campaign Characteristics and Campaign Goal contained in the film We versus Corruption (Kita versus Korupsi KvsK). This study uses the theory of hermeneutics. Films (Kita versus Korupsi KvsK) manufactured with omnibus concept, the concept of the development is currently writhing in Indonesian film world. four movies in it is an anthology of the best stories contest held before the Commission. four of four short films directed by four different stories. However, all are in the same tangle of red thread: we fight corruption. The main purpose of making this film as a medium that is an anti-corruption campaign was initiated in part by the KPK (Corruption Eradication Commission). 4 (four) inside the movie title is: Films First Home Case (Ruman Perkara), was produced by Emil Heradi. The second film I am into you (Aku Padamu), was produced by Lasya F Susatyo. Third movie good afternoon Risa (Selamat Siang, Risa), directed by Ine Febriyanti. Fourth Film Psst .. Do not Tell anyone (Psst.. Jangan Bilang Siapa-siapa) directed by Chairunnisa every single movies telling us about little corrupton in society.


(2)

(3)

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ... 42

Gambar 2. Cover Film Kita versus Korupsi ... 51

Gambar 3. Teuku Rifnu Wikana ... 54

Gambar 4. Ranggani Puspandya ... 55

Gambar 5. Nicholas Saputra ... 55

Gambar 6. Revalina S Temat ... 57

Gambar 7. Ringgo Agus Rahman ... 57

Gambar 8. Tora Sudiro ... 59

Gambar 9. Medina Kamil ... 60

Gambar 10. Natasha Abigail ... 62

Gambar 11. Siska Selvi Dawsen ... 63

Gambar 12. Ence Bagus ... 63

Gambar 13. Sinopsis Film Kita versus Korupsi ... 64

Gambar 14. Emil Heradi Sutradara Film Rumah Perkara ... 66

Gambar 15. Lasja F Susatyo Sutradara Film Aku Padamu ... 66

Gambar 16. Ine Febriyanti Sutradara Film Selamat Siang, Risa... 67


(5)

DAFTAR ISI

Halaman BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik ... 8

1. Tinjauan Potret ... 8

2. Tinjauan Tentang Perilaku ... 8

2.1Perilaku ... 8

3. Tinjauan Tentang Korupsi ... 9

3.1Pengertian Korupsi... 9

3.2Delik dan Unsur-unsur Korupsi ... 10

3.3Bentuk-bentuk Korupsi ... 16

4. Tinjauan Tentang Kampanye... 18

4.1Kampanye ... 18

4.2Karakteristik Kampanye... 19

4.3Jenis Kampanye... 19

4.4Tujuan Kampanye... 21

5. Tinjauan Tentang Film... 22

5.1Pengertian Film... 22

5.2Jenis Film... 23

5.3Bahasa Film... 27

5.4Unsur Film... 28

5.5Peranan Film... 31

B. Landasan Teori... 34

I. Teori Hermeneutika ... 34

C. Tinjauan Terdahulu ... 36

D. Kerangka Pikir ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ………43

B. Metode Penelitian ………...44

C. Fokus Penelitian ……….47

D. Sumber Data ………...47


(6)

F. Teknik Pengolahan Data ……….48

BAB IV GAMBARAN UMUM, HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 50

a. Profil Film Kita versus Korupsi ... 50

b. Daftar Pemeran Film Kita versus Korupsi ... 54

1. Film Rumah Perkara ... 54

2. Film Aku Padamu ... 55

3. Film Selamat Siang, Risa... 59

4. Film Psst.. Jangan Bilang Siapa-Siapa... 62

c. Sinopsis Film Kita versus Korupsi... 64

d. Sutradara Film... 66

1. Film Rumah Perkara... 66

2. Film Aku Padamu... 66

3. Film Selamat Siang, Risa... 67

4. Film Psst.. Jangan Bilang Siapa-Siapa... 69

B. Hasil penelitian ... . 70

1. Pemahaman Keseluruhan ... 71

1.1. Identifikasi Karakter Penokohan, Latar Tempat, dan Waktu ... 71

1.2. Penelusuran Alur ... 71

1.3. Pemahaman Bagian ... 71

1. Film Rumah Perkara ... 71

2. Film Aku Padamu ... 82

3. Film Selamat Siang, Risa ... 96

4. Film Psst.. Jangan Bilang Siapa-Siapa ... 109

C. Pembahasan ... 122

1. Potret Perilaku Korupsi Dalam Film Kita versus Korupsi ... 122

1.1.Berdasarkan Jenis Kampanye ... 124

1.2.Berdasarkan Karakteristik Kampanye ... 126

1.3.Berdasarkan Tujuan Kampanye ... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 130

B. Saran ... 133 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Matrik Penelitian Terdahulu …….……… 39

Tabel 2 Identifikasi Karakter Penokohan ... 73

Tabel 3 Identifikasi Karakter Penokohan ... .... 85

Tabel 4 Identifikasi Karakter Penokohan ... ... 98


(8)

(9)

(10)

(11)

MOTO

Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan / diperbuatnya. ( Ali Bin Abi Thalib )

La Tahzan Innallaha Ma'ana "Jangan bersedih, Sesungguhnya ALLAH bersama kita"

Sesuatu yang baik pasti akan selalu dilancarkan dan dipermudah oleh-Nya. (Dendi)

HARDWORK WILL NEVER BETRAY YOU (Me)


(12)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupanjatkan kehadirat Allah S.W.T, sholawat dan salam tercurahkan kehadirat Nabi besar Muhammad S.A.W atas segala cinta kasih, nikmat serta berkah-Nya kepadaku dan keluargaku yang hingga saat ini kami masih diberi kesehatan, serta kelancaran dalam menyelesaikan karya ini. Segala puji hanya untuk Allah S.W.T, kupersembahkan karya kecilku ini kepada orang-orang yang kukasihi serta mengasihiku :

 Ayahandaku H. Matcik yang telah bersama Allah di

surga. Sosok seorang ayah dan pahlawan satu-satunya bagiku. Orang yang paling kuhormati dan sayangi lebih dari apapun. Mengajari anak-anaknya lewat contoh teladan bukan tanpa kata-kata, mengajarkan ketaatan pada Allah adalah sebuah jalan kewajiban bagi seluruh anak-anaknya.

 Ibuku Hj. Rosnani, seorang ibu yang selalu sabar

menghadapi tingkah laku anak-anaknya, selalu bekerja keras setiap hari dan menolong seluruh keluarga dan saudara-saudaranya tanpa pamrih. Sesungguhnya letak surga seorang istri adalah lewat jalan ketaatan kepada suaminya.

 Kakak-kakakku tercinta, Marsadat Latis, Meri Alkoni,

Depi Damayanti, Marlin Kartikawati, dan Jon Muhammad Akbar. Ngah Tini, Bang Wilson, Yuk Sabil, Zalfa, kania, Dek Ila, Dhafir, Akbar, Azzam, Uwah Icha, Versa, Deni, Bella, Beben, Serli. Sosok-sosok yang selalu mensupport dan memberikan nasihat dikala ku bingung dan saudara sekaligus teman yang paling berharga.


(13)

besar ini dalam duka maupun suka. Keluarga adalah tempat dimana kamu akan kembali, tak peduli seberapa jauh kau kan pergi.

 Teman-temanku, mulai dari ketika SD di Ogan Lima,

SMP dan SMA dulu di Cirebon (MAS Manba’ul Ulum).

Dan ketika menjalani masa-masa kuliah di Unila, Ilmu Komunikasi angkatan 2010 bagaikan keluarga kedua ketiga dan keempatku. Teman KKN ku ketika di Sukorahayu Labuhan Maringgai. Dan masih banyak lagi.

 Seluruh dosen dan kakat tingkatku di Jurusan Ilmu

Komunikasi Unila. Yang telah membagi ilmu dan membimbing sampai akhirnya dapat menyelesaikan studiku ini.

Dan


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ogan Lima, 21 Nopember 1990 oleh pasangan H. Matcik dan Hj. Rosnani.

Penulis menamatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri 1 Ogan Lima pada tahun 2003. Pendidikan menengah diselesaikan di Madrasah Tsanawiyah Sindang Jawa Cirebon tahunn 2006. Pendidikan menengah atas diselesaikan di Madrasah Aliyah Negeri Cirebon pada tahun 2009.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung pada tahun 2010. Penulis selain beraktivitas pada perkuliahan penulis juga aktif di organisasi internal kampus pada Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Komunikasi:

yaitu sebgai berikut :

1. Anggota Bidang Jurnalistik HMJ Ilmu Komunikasi th. 2011-2012. 2. Kepala Bidang Jurnalistik HMJ Ilmu Komunikasi th.2012-2013.

3. Anggota di LPM (Lembaga Penerbitan Mahasiswa) Republica FISIP Unila Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata di desa Sukorahayu, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2013.


(15)

(16)

(17)

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak 15 april 1969 pemerintah melalui militer mulai memahami kekuatan film sebagai alat propaganda dan kampanye, baik itu propaganda demi kepentingan politik dan kampanye dengan tujuan pencitraan. Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) mengeluarkan keputusan tentang dibentuknya “Proyek Film Kopkamtib” untuk memproduksi film dokumenter sebagai “media psywar”.

Melihat pada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini yang berkembang dengan sangat cepat, maka kita sebagai manusia yang diberkahi akal haruslah menyelaraskan diri dengan perkembangan jaman itu, kalau tidak mau tertinggal.

Fakta inilah yang akhirnya muncul banyak kalangan yang memiliki kepedulian lebih terhadap masalah yang sedang dihadapi bangsa ini sekarang memulai sebuah gerakan untuk ikut berperan setidaknya dalam memulai suatu perubahan kearah yang lebih baik lagi, yaitu diantaranya dengan membuat suatu karya yang menggunakan media film sebagai alat untuk kampanye salah satunya.


(19)

Penggunaan media komunikasi yang tepat dapat menjadi kunci sejauh mana pesan (kampanye) yang ingin disampaikan dapat diterima khalayak dengan baik. Salah satu jenis komunikasi yang dianggap mampu menumbuh kembangkan pandangan positif dalam masyarakat yang kaya akan pendapat dan kepentingan ialah Komunikasi Massa.

Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah siaran radio dan televisi, keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah, keduanya disebut dengan media cetak, serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop.

Film sebagai media kampanye bukan kali ini saja dilakukan, sudah sejak bangsa Indonesia merdeka pemerintah sudah menggunakan film untuk alat propaganda, kampanye, dan pembentukan citra.

Film penghianatan G 30-S PKI, dan Djakarta 1966 (Arifin C. Noer, 1982). Sejak awal berkuasa, militer memahami kekuatan film sebagai alat propaganda. Pada 15 April 1969, Panglima Komanda Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) mengeluarkan keputusan tentang dibentuknya “Projek Film Kopkamtib” untuk memproduksi film dokumenter sebagai “media psywar”.


(20)

3

Menurut laporan Komnas HAM 2012, Kopkamtib merupakan lembaga yang paling bertanggungjawab atas kejahatan berat kemanusiaan dalam kurun 1965-1966. (Pengakuan Algojo 1965. Investigasi TEMPO Perihal Pembantaian 1965). Masing-masing media massa memiliki karakteristik tertentu yang tidak dapat disamakan satu dengan yang lainnya. Film mempunyai sisi menarik karena selain sebagai media massa, film sebenarnya memiliki kekuatan lebih dibandingkan media lain dalam menampilkan potret terhadap kenyataan ini dikarenakan film merupakan media massa yang untuk menikmatinya memerlukan penggabungan antara dua indera yakni indra penglihatan dan indera pendengaran. Maka dari itu film merupakan media komunikasi yang efektif dan kuat dengan penyampaian pesannya secara audiovisual.

Menurut Heru Effendy dalam bukunya “Mari Membuat Film” : Panduan Menjadi Produser, jenis film dibagi menjadi film dokumenter / documentary films, film cerita pendek (short film), film cerita panjang (feature-length film), dan film jenis lain (profil perusahaan / corporate profile, iklan televisi / Tv commercial, program televisi / Tv programme, video klip / music video).

Kampanye diartikan sebagai sebuah aktivitas komunikasi yang ditujukan untuk memengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap, dan perilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan penyebar atau pemberi informasi (Cangara, 2011). Dalam kommunikasi massa orang yang berpidato didepan orang banyak tanpa menggunakan media massa sebagai perantaranya, bukanlah disebut komunikasi massa.


(21)

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai lembaga negara terdepan dalam aksi pemberantasan korupsi kali ini menggunakan media yang tidak biasa yaitu film. Bersama Transparency International Indonesia, Anti Corruption Information Centre (ACIC) dan para pekerja film yang peduli akan pemberantasan korupsi di Indonesia, KPK memproduksi sebuah film berjudul Kita versus Korupsi.

"Film ini lahir dari kontempelasi teman-teman di KPK, bagaimana memberantas korupsi yang telah menggurita secara sistemik selain dengan cara berbasis hukum tapi juga budaya, pilihannya jatuh ke film," kata pimpinan KPK, Busyro Muqodas dalam acara press screening film Kita versus Korupsi di Jakarta, Kamis (26/01/2012). (kapanlagi.com 12/06/2014 14:03).

Kita versus Korupsi diproduksi dengan konsep omnibus, konsep yang perkembangannya saat ini sedang menggeliat di dunia film Indonesia. empat film di dalamnya adalah antologi dari cerita-cerita terbaik sayembara yang diselenggarakan KPK sebelumnya. empat film pendek dari empat sutradara dengan empat cerita yang berbeda. Namun, semuanya berada dalam satu jalinan benang merah yang sama: kita melawan korupsi.

Konsep omnibus pertama kali diperkenalkan lewat film Kuldesak pada tahun 1998. Istilah film omnibus yaitu berarti sebuah film yang memiliki beberapa film pendek (segmen) di dalamnya dengan jalinan cerita yang berbeda, sutradara dan pemain yang berdeda, namun memiliki satu benang merah, misalnya kesamaan genre. Sedangkan antologi adalah kumpulan karya sastra bisa dalam bentuk seperti cerita pendek, novel, prosa dan lain-lain.


(22)

5

Dalam film ini digambarkan apa saja dan bagaimana suatu praktek korupsi bisa terjadi dilingkungan sosial kita, bukan hanya dikantor-kantor pemerintahan bahkan dirumah pun suatu praktek korupsi dapat terjadi. Praktek korupsi yang digambarkan lewat film ini seperti penyuapan, gratifikasi, dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat pemerintah demi meraup untung pribadi.

Gambaran praktek korupsi yang coba disajikan para sutradara dari keempat film dengan cerita yang berbeda-beda ini yaitu praktek korupsi sederhana yang selama ini dipandang sebelah mata, karna orang atau oknum yang terlibat dan uang yang menjadi inti transaksi bernilai kecil. Walau tanpa disadari dari praktek kecil tadi akan tumbuh terus menjadi besar apabila tidak ada tindakan dan dibiarkan saja. Film Kita versus Korupsi mencoba menyuguhkan kasus-kasus korupsi sederhana yang terjadi disekitar kita agar masyarakat peduli dan sadar kalau ini dibiarkan terus-menerus akan merusak generasi selanjutnya. Tidak lupa juga digambarkan apa saja akibatnya bagi pelaku dan orang-orang yang bahkan tidak bersalah yang ada disekitarnya.

Dalam film Kita versus Korupsi yang menjadi objek penelitian kali ini peneliti akan memotret gambaran praktik korupsi yang biasa terjadi dilingkungan kita dan digambarkan lewat empat film yang membentuk satu kesatuan yaitu film Kita versus Korupsi (KvsK) dengan ceritanya yang berbeda-beda, baru dari situ akan muncul konsep kampanye yang ada di film sebagai hasil dari kesimpulan keseluruhan scene atau adegan yang menggambarkan praktek korupsi dalam film Kita versus Korupsi.


(23)

Untuk kasus-kasus korupsi di Indonesia bisa kita lihat dalam beberapa tahun terkahir seakan tidak ada penurunan, bahkan semakin bertambah. Berikut beberapa data kasus korupsi yang tergolong besar dan sampai sekarang belum selesai sepenuhnya yang sedang ditangani KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Yang pertama kasus Hambalang. Kasus yang sampai menyeret mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Malarangeng ini masih terus bergulir sampai hari ini dan terus memakan korban, tak tanggung-tanggung sejumlah nama besar ikut dijadikan tersangka. Melibatkan mantan bendahara Partai Demokrat Nazaruddin yang menyebutkan ada aliran uang Hambalang ke kongres Partai Demokrat Rp 100 miliar dan digunakan Anas untuk pemenangannya dalam bursa calon ketua umum Partai Demokrat. (Merdeka.com 17/06/2014 17:16)

Juga ada kasus korupsi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). kasus korupsi yang diduga menimbulkan kerugian negara terbesar di negeri ini -versi BPK (Badan Pengawas Keuangan)-, yakni Rp 84 triliun. Melibatkan David Nusa Widjaya, terpidana kasus korupsi BLBI Bank Servitia Rp 1,29 Triliun. Dan masih banyak lagi yang terlibat. (Indonesia corruption watch.com 17/06/2014 16:35) Yang terbaru adalah korupsi dana haji yang melibatkan Menteri Agama Suryadharma Ali dan kini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Oleh KPK, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana.


(24)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat ditarik rumusan masalah yang akan di teliti yaitu :

1. Apa saja unsur-unsur korupsi dalam Film Kita Versus Korupsi?

2. Kampanye seperti apa yang tergambar dalam film Kita Versus Korupsi (berdasarkan Jenis Kampanye, Karakteristik Kampanye, dan Tujuan Kampanye?)

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dan menjelaskan mengenai unsur-unsur korupsi dalam Film

Kita versus Korupsi.

2. Mengetahui dan menjelaskan Jenis Kampanye, Karakteristik Kampanye, dan Tujuan Kampanye yang terdapat dalam film Kita versus Korupsi. D. Manfaat Penelitian

Adapaun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah kekayaan studi ilmu komunikasi terutama berkaitan dengan media-media dalam menyalurkan pesan

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan tambahan wawasan bagi mahasiswa mengenai kajian ilmu komunikasi massa dan juga sebagai sumber referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Teoritik

1. Tinjauan Tentang Potret

Potret menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:789) merupakan keadaan yang tidak dapat diperkirakan.

Artinya dimana sebuah keadaan yang tidak dapat diprediksi apa dan bagaimana karena berkaitan dengan situasional sekitarnya dan bersifat tentatif.

2. Tinjauan Tentang Perilaku 2.1.Perilaku

Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit), Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup (Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1).


(26)

9

Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.

3. Tinjaun Tentang Korupsi 3.1. Pengertian Korupsi

Korupsi menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara…”

Korupsi menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Gambaran terjadinya praktik korupsi di Indonesia setidaknya tercermin dalam indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan beberapa lembaga survei, diantaranya Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) yang dikeluarkan oleh Transparancy International dan Politically and Economic Risk Consultancy (PERC). Survei yang dilakukan oleh Tranparancy International menunjukkan skor Indonesia sangat rendah dan tidak mengalami kenaikan signifikan sampai


(27)

dengan tahun 2010. PERC bahkan menempatkan Indonesia menjadi negara terkorup di Asia Pasifik pada tahun 2009 dan 2010.

Korupsi ditempatkan sebagai salah satu kejahatan terorganisasi dan bersifat transnasional berdasarkan United Nations Convention Againts Transnational Organized Crime (UNTOC) atau konvensi kejahatan transnasional terorganisasi pada tahun 2000. (Muhammad Yusuf, 2013:1).

3.2 Macam Delik dan Unsur-Unsur Korupsi.

Dalam undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat diketahui tujuh macam kelompok delik korupsi dan unsur-unsurnya. (Surachmin, 2011; 8).

1. Tindak Pidana Korupsi Yang Merugikan Keuangan Negara Atau Perekonomian Negara

Diatur dalam :

Pasal 2 ayat (1) No. 31 tahun 1999

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Unsur-unsurnya:

a) Pelaku (manusia dan korporasi) b) Melawan hukum


(28)

11

c) Memperkaya diri sendiri atau orang lain

d) Dapat merugikan negara atau perekonomian Negara 2. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan

Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU No. 20 Tahun 2001

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Unsur-unsur untuk pasal 5 ayat (1) huruf a: a) Setiap orang

b) Memberi atau menjanjikan sesuatu

c) Pegawai negara atau penyelenggara negara

d) Dengan maksud supaya pegawai negeri tau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

3. Tindak Pidana Korupsi yang Berkaitan dengan Pembangunan, Leveransir, dan Rekanan

Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, dan hurup d UU No. Tahun 2001

a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan


(29)

keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam perang.

b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau

d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

4. Tindan Pidana Korupsi Penggelapan Pasal 8 UU No. Tahun 2001

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.


(30)

13

a) Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu

b) Dengan sengaja

c) Menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

5. Tindak Pidana Korupsi Kerakusan

Pasal 12 huruf e, f, h, dan huruf i UU No. 20 Tahun 2001

d) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

e) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

f) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau


(31)

penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

g) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ; atau ;

h) Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Unsur-unsur untuk pasal 12 huruf e:

a) Pegawai negeri atau penyelenggara negara

b) Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum

c) Dengan menyalahgunakan kekuasaannya.

d) Memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

6. Tindak Pidana Korupsi Tentang Gratifikasi Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2002


(32)

15

1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelanggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya

2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal ini merupakan tambahan yang dirumuskan dalam undang-undang nomor 20 tahun tahun 2001.

Unsur-unsurnya: a) Gratifikasi

b) Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

c) Berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasya.

Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12 B ayat (1) adalah “pemberian dalam arti luas”, yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

7. Tindak Pidana Korupsi Pemberian Hadiah Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999

Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau


(33)

kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)

Unsur-unsurnya: a) Setiap orang

b) Memberi hadian atau janji c) Kepada pegawai negeri

d) Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan pegawai negeri yang bersangkutan; atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan pegawai negeri tersebut.

3.3 Bentuk-bentuk Korupsi

Bentuk-bentuk korupsi yang sudah lazim dilakukan dilingkungan instansi pemerintah pusat maupun daerah, BUMN dan BUMD serta yang bekerjasama dengan pihak ketiga antara lain sebagai berikut.

1. Transaksi luar negeri ilegal, dan penyelundupan.

2. Menggelapkan dan manipulasi barang milik lembaga, BUMN/BUMD, swastanisasi anggaran pemerintah.

3. Penerimaan pegawai berdasarkan jual beli barang. 4. Jual beli jabatan, promosi nepotisme dan suap promosi.

5. Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga kerekening pribadi,


(34)

17

menggelapkan pajak, jual beli besaran pajak yang harus dikenali, dan menyalahgunakan keuangan.

6. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah mencurangi dan memperdaya serta memeras.

7. Mengabaikan keadilan, memberi kesaksian palsu menahan secara tidak sah dan menjebak.

8. Mencari-cari kesalahan orang yang tidak salah.

9. Jual beli tuntutan hukuman, vonis, dan surat keputusan. 10.Tidak menjalankan tugas, desersi.

11.Menyuap, menyogok, memeras, mengutip pungutan secara tidak sah dan meminta komisi.

12.Jual beli objek pemeriksaan, menjual temuan, memperhalus dan mengaburkan temuan.

13.Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi dan membuat laporan palsu.

14.Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemerintah.

15.Manipulasi peraturan, meminjamkan uang negara secara pribadi. 16.Menghindari pajak, meraih laba secara berlebihan.

17.Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan. 18.Menerima hadiah uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang

tidak pada tempatnya.

19.Penempatan uang pemerintah kepada Bank tertentu yang berani memberikan budget yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.


(35)

20. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap. 21.Perkoncoan, menutupi kejahatan.

22.Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos untuk kepentingan pribadi.

23.Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan.

24.Memperbesar pendapatan resmi yang ilegal.

25.Pimpinan penyelenggara negara yang meminta fasilitas yang berlebihan dan double atau triple. (Surachmin, 2011: 43)

4. Tinjauan Tentang Kampanye 4.1 Kampanye

Kampanye pada prinsipnya merupakan suatu proses kegiatan komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu. Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu” (Venus, 2004:7).

Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa definisi yang diberikan Rogers dan Storey adalah yang paling popular dan dapat diterima dikalangan ilmuwan komunikasi (Grossberg, 1998; Snyder, 2002; Klingemann & Rommele, 2002). Hal ini didasarkan kepada dua alasan. Pertama, definisi tersebut secara tegas menyatakan bahwa kampanye merupakan wujud tindakan komunikasi, dan alasan


(36)

19

kedua adalah bahwa definisi tersebut dapat mencakup keseluruhan proses dan fenomena praktik kampanye yang terjadi dilapangan.

Sedangkan kampanye anti korupsi yaitu kampanye dengan tujuan untuk mempengaruhi dan merubah cara pandang pendengar, dan penonton yang melihat kampanye itu tentang bahaya laten korupsi bahwasannya korupsi telah menyebar keberbagai lini kehidupan di negeri ini dan yang paling penting ikut dalam barisan orang-orang yang menentang keras dengan praktik korupsi.

Merujuk pada definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan Kampanye adalah sebuah tindakan konkret bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh peorangan atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan guna memengaruhi, penghambatan, pembelokan pencapaian.

Dalam sistem politik demokrasi, kampanye politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian dukungan, dimana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis tindakan politik berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di dalam suatu institusi.

4.2 Karakteristik Kampanye

kampanye juga memiliki ciri atau karakteristik yang lainnya, yaitu sumber yang jelas, yang menjadi penggagas, perancang, penyampai sekaligus penanggung jawab suatu produk kampanye (campaign makers), sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye dapat mengidentifikasi bahkan mengevaluasi kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat.


(37)

Selain itu pesan-pesan kampanye juga terbuka untuk didiskusikan, bahkan gagasan-gagasan pokok yang melatarbelakangi diselengarakannya kampanye juga terbuka untuk dikritisi. Keterbukaan seperti ini dimungkinkan karena gagasan dan tujuan kampanye pada dasarnya mengandung kebaikan untuk publik. Segala tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh prinsip persuasi, yaitu mengajak dan mendorong publik untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan.

Dengan demikian kampanye pada prinsipnya adalah contoh tindakan persuasif secara nyata. Dalam ungkapan Perloff (1993) dikatakan “Campaigns generally exemplify persuasion in action”. (Venus, 2004:7)

4.3Jenis-jenis Kampanye

Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) N0. 35 Tahun 2004 Tentang Kampanye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden mengatur semua jenis atau bentuk kampanye. Ada 9 jenis kampanye yaitu:

1. Pertemuan Terbatas 2. Tatap muka dan dialog

3. Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik 4. Penyiaran melalui radio dan atau televisi

5. Penyebaran bahan kampanye kepada umum 6. Pemasangan alat peraga di tempat umum 7. Rapat umum

8. Debat publik / debat terbuka antar calon


(38)

21

Selain itu terdapat pula jenis-jenis kampanye oleh (Larson, 1993:75) yaitu:

1) Product Oriented Campaigns

Kampanye yang berorientasi pada produk, umumnya terjadi di lingkungan bisnis, berorientasi komersial, seperti peluncuran produk baru. Kampanye ini biasanya sekaligus bermuatan kepentingan untuk membangun citra positif terhadap produk barang yang diperkenalkan ke publiknya. Contoh: Kampanye motor baru Yamaha lewat ajaran nonton bareng, Kampanye Telkom Flexi.

2) Candidate Oriented Campaigns

Kampanye yang berorientasi pada kandidat, umumnya dimotivasi karena hasrat untuk kepentingan politik. Contoh : Kampanye Pemilu, Kampanye Penggalangan Dana bagi partai politik.

3) Ideologically or cause oriented campaigns

Jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi sosial atau Social Change Campaigns (Kotler), yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah- masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait. Contoh: Kampanye AIDS, Kampanye Menyusui dengan ASI, Keluarga Berencana dan Donor Darah.

4.4. Tujuan Kampanye

Upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu terkait aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku (behavioural) (Pfau dan Parrot, 1993:10). Ostergaard (2002) menyebutkan ketiga aspek tersebut dengan ketiga aspek ini bersifat saling terkait dan merupakan sasaran pengaruh (target of influences) yang mesti dicapai secara bertahap agar satu kondisi perubahan dapat tercipta.


(39)

1) Memobilisasi dan melibatkan orang-orang untuk terlibat dalam menyebarluaskan informasi tertulis melalui media atau media tidak tertulis (langsung dengan publik) untuk mencegah dan mendorong sikap individu atau publik untuk melakukan dan tidak melakukan suatu tindakan tertentu demi kesejahteraan individu maupun publik pada umumnya.

2) Memberikan tekanan kepada para pemegang kekuasaan atau dari para pembuat keputusan (pressurising decision makers) untuk mencari solusi yang bermanfaat bagi kesejahteraan individu atau publik pada umumnya. 3) Menginformasikan dan memberikan pendidikan kepada individu atau

publik.

4) Melakukan perubahan terhadap perilaku dan sikap demi kesejahteraan hidup.

5) Mempersuasi orang-orang utuk mengerti, memahami, dan melakukan suatu tindakan tertentu.

5. Tinjauan Tentang Film 5.1 Pengertian Film

Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. (Effendy, 1986:134). Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi. Pesan dalam film adalah menggunakan mekanisme lambang-lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan, percakapan dan sebagainya.


(40)

23

Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat.Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi audiens.

Dewasa ini terdapat berbagai ragam film, meskipun cara pendekatannya berbeda-beda, semua film dapat dikatakan mempunyai satu sasaran, yaitu menarik perhatian orang terhadap muatan-muatan masalah yang dikandung. Selain itu, film dapat dirancang untuk melayani keperluan publik terbatas maupun publik yang seluas-luasnya.

Pada dasarnya film dapat dikelompokan ke dalam dua pembagian dasar, yaitu kategori film cerita dan non cerita. Pendapat lain menggolongkan menjadi film fiksi dan non fiksi. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang, dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Pada umumnya film cerita bersifat komersial, artinya dipertunjukan di bioskop dengan harga karcis tertentu atau diputar di televisi dengan dukungan sponsor iklan tertentu. Film non cerita adalah film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya, yaitu merekam kenyataan dari pada fiksi tentang kenyataan. (Sumarno, 1996:10)

5.2Jenis Film

Film sebagai media komunikasi massa pada hakikatnya menyampaikan pesan atau materi komunikasi. Untuk menyampaikan pesannya, film terbagi beberapa jenis. Film dapat dibedakan menurut karakter, ukuran, dan segmentasi. Beberapa jenis film menurut Akurifai Baksin (2003:93-95) :


(41)

1. Action (Aksi)

Film aksi ini bertujuan membuat tegang penontonnya seperti pada jenis film petualangan. Tapi, film ini lebih menekankan pada aksi kekerasan fisik, tembak menembak, maupun kejar – kejaran mobil. Terkadang jenis film ini terkait dengan unsur spionase.

2. Drama

Film drama adalah film yang banyak bercerita mengenai kehidupan. Film ini bertujuan untuk membawa penonton pada alur ceritanya sehingga penonton mampu merasakan apa yang dirasakan tokoh dalam cerita.

3. Komedi

Film komedi ditujukan untuk menghibur penontonnya dengan aksi komedi yang mampu mengundang tawa. Film komedi banyak digemari penonton karena ceritanya yang ringan dan mudah dimengerti.

4. Film fantasi (Fantasy)

Film fantasi umumnya menggunakan sihir dan kekuatan supranatural dalam ceritanya. Film jenis ini tidak didasari pemikiran ilmiah sehingga untuk ceritanya murni tentang imajinasi dari sang pembuatnya.

5. Film animasi (Animation)

Film animasi merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Untuk memberikan suara pada film ini menggunakan pengisi suara yang seolah – olah menjadi tokoh utama dan ikut dalam cerita.


(42)

25

6. Horor

Film horor merupakan film yang berusaha memancing emosi berupa ketakutan dan rasa ngeri penontonnya. Alur cerita mereka sering melibatkan tema – tema seperti kematian, supranatural, atau penyakit mental.

7. Petualangan (Adventure)

Film petualangan adalah film yang dibuat untuk memberikan pengalaman yang menegangkan dari film. Jenis film ini mirip dengan film aksi. Daripada unsur kekerasan yang lebih ditonjolkan film aksi, film ini lebih menampilkan petualangan melalui perjalanan maupun perjuangan.

Sedangkan jenis film menurut Heru Effendy (2002:11-14) adalah: 1. Film Dokumenter (Documentary Films):

Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui film dokumenter tidak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin. Seiring dengan perjalanan waktu muncul berbagai aliran dari film dokumenter misalnya dokudrama (docudrama). Dalam dokudrama, terjadi reduksi realita demi tujuan-tujuan estetis, agar gambar dan cerita lebih menarik. Sekalipun demikian, jarak antara kenyataan dan hasil yang tersaji lewat dokudrama biasanya tidak berbeda jauh. Dalam dokudrama, realita tetap menjadi pegangan.

2. Film Cerita Pendek (Short Films) :

Durasi film cerita pendek biasanya dibawah 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada dan Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan


(43)

laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang.

3. Film Cerita Panjang (Feature-Length Films) :

Adalah film dengan durasi lebih dari 60 menit, lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini.

Kalau dilihat dari isi dan jalan ceritanya, jenis-jenis film terbagi menjadi dua aliran besar yaitu fiksi dan non fiksi :

1. Fiksi

Film fiksi adalah suatu tayangan audio visual yang mengangkat sebuah cerita karangan manusia. Saat ini film fiksi merajai dunia pertelevisian Indonesia, bahkan beberapa film tersebut mengangkat kisah berdasarkan cerita sebenarnya. Film fiksi merupakan film yang dibuat secara imajinasi, terkadang film ini diterapkan dalam bentuk animasi. Contoh seperti, sinetron, telenovela, drama, film drama, film komedi, film horor, film laga. Ciri-ciri dari film fiksi adalah melebih-lebihkan, tidak sesuai dengan kenyataan, bersifat menghibur.

2. Non Fiksi

Film non fiksi adalah jenis film yang isinya bukan fiktif, bukan hasil imajinasi/rekaan. Dengan kata lain film non fiksi adalah film yang bersifat faktual, hal-hal yang terkandung di dalamnya adalah nyata, benar-benar ada dalam kehidupan kita. Sebagai contoh, untuk film non fiksi adalah film dokumenter yang menjelaskan tentang dokumentasi sebuah kejadian alam, flora, fauna maupun manusia


(44)

27

Berdasarkan penjabaran mengenai jenis-jenis film tersebut, film Kita versus Korupsi (KvsK) yang merupakan objek dalam penelitian ini termasuk kedalam jenis film Fiksi yaitu Drama, serta termasuk film cerita panjang.

5.3Bahasa Film

Bentuk representasi dalam film dapat berhubungan melalui bahasa film sebagai berikut:

1. Close Up adalah sudut pandang dimana kamera menyorot bagian dari tubuh seseorang.

2. Extreme Close Up adalah bentuk close up dengan jarak yang lebih dekat dan memiliki sebuah bentuk perwakilan kedaan dimana menggambarkan ekspresi apa adanya seorang tokoh dalam film.

3. Long Shot adalah sorotan kamera dari jarak yang jauh dan memiliki sebuah bentuk perwakilan keadaan dimana usaha seseorang menarik diri dari lingkungan sekitarnya.

4. Low Angle adalah dimana kamera ditempatkan lebih rendah dari objek dan melihatnya dari bawah keatas objek berada dan menunjukkan sebuah superioritas seseorang dan menggambarkan keadaan seseorang atau penampilan seseorang.

5. Straight On adalah posisi kamera yang umum digunakan dan merekam dengan posisi sejajar dengan pandangan mata yang menunjukkan sebuah kesetaraan atau kedudukan yang sama antara objek.

6. Point of View adalah kamera bertindak sebagai mata dari sesuatu atau seseorang sebagai sebuah bentuk sarana representasi penglihatan manusia terhadap suatu hal.


(45)

7. Panning adalah kamera bergerak secara horizontal dan objek digambarkan memiliki kedudukan yang sejajar.

8. Tilting adalah kamera bergerak secara vertical dari atas ke bawah atau sebaliknya atau merepresentasikan sebuah tindakan untuk memandang tinggi suatu objek atau sebaliknya memandang rendah kedudukan objek tertentu.

5.4Unsur-Unsur Film

Film terdiri dari produser, penulis skenario, sutradara, asisten sutradara (astrada), aktor atau aktris (pemeran), ahli make up, ahli property, hingga musik pengiring (soundtrack). Pembuatan film berjalan dengan kerja efektif dan kolaboratif, melibatkan orang-orang yang kreatif yang kemudian menghasilkan suatu film yang baik dan layak tonton.

Menurut Sumarno (1996:34) unsur film terdiri dari: 1. Produser

Unsur paling utama (tertinggi) dalam suatu tim kerja produksi atau pembuatan film adalah produser. Karena produserlah yang menyandang atau mempersiapkan dana yang dipergunakan untuk pembiayaan produksi film. Produser merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap berbagai hal yang diperlukan dalam proses pembuatan film. Selain dana, ide atau gagasan, produser juga harus menyediakan naskah yang akan difilmkan, serta sejumlah hal lainnya yang diperlukan dalam kaitan proses produksi film.

2. Sutradara

Sutradara merupakan pihak atau orang yang paling bertanggungjawab terhadap proses pembuatan film di luar hal-hal yang berkaitan dengan dana dan properti


(46)

29

lainnya. Karena itu biasanya sutradara menempati posisi sebagai “orang penting kedua” di dalam suatu tim kerja produksi film. Di dalam proses pembuatan film, sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah skenario ke dalam aktivitas produksi.

3. Penulis Skenario

Skenario film adalah naskah cerita film yang ditulis dengan berpegang pada standar atau aturan-aturan tertentu. Skenario atau naskah cerita film itu ditulis dengan tekanan yang lebih mengutamakan visualisasi dari sebuah situasi atau peristiwa melalui adegan demi adegan yang jelas pengungkapannya. Jadi, penulis skenario film adalah seseorang yang menulis naskah cerita yang akan difilmkan. Naskah skenario yang ditulis penulis skenario itulah yang kemudian digarap atau diwujudkan sutradara menjadi sebuah karya film.

4. Penata Kamera (Cameraman)

Penata kamera atau popular juga dengan sebutan kameramen adalah seseorang yang bertanggungjawab dalam proses perekaman (pengambilan) gambar di dalam kerja pembuatan film. Karena itu, seorang penata kamera atau kameramen dituntut untuk mampu menghadirkan cerita yang menarik, mempesona dan menyentuh emosi penonton melalui gambar demi gambar yang direkamnya di dalam kamera. Di dalam tim kerja produksi film, penata kemera memimpin departemen kamera.

5. Penata Artistik

Penata artistik (art director) adalah seseorang yang bertugas untuk menampilkan cita rasa artistik pada sebuah film yang diproduksi. Sebelum suatu cerita divisualisasikan ke dalam film, penata artistik setelah terlebih dulu mendapat


(47)

penjelasan dari sutradara untuk membuat gambaran kasar adegan demi adegan di dalam sketsa, baik secara hitam putih maupun berwarna. Tugas seorang penata artistik di antaranya menyediakan sejumlah sarana seperti lingkungan kejadian, tata rias, tata pakaian, perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan para pelaku (pemeran) film dan lainnya.

6. Penata Musik

Penata musik adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pengisian suara musik tersebut. Seorang penata musik dituntut tidak hanya sekadar menguasai musik, tetapi juga harus memiliki kemampuan atau kepekaan dalam mencerna cerita atau pesan yang disampaikan oleh film.

7. Editor

Baik atau tidaknya sebuah film yang diproduksi akhirnya akan ditentukan pula oleh seorang editor yang bertugas mengedit gambar demi gambar dalam film tersebut. Jadi, editor adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab dalam proses pengeditan gambar.

8. Pengisi dan Penata Suara

Pengisi suara adalah seseorang yang bertugas mengisi suara pemeran atau pemain film. Jadi, tidak semua pemeran film menggunakan suaranya sendiri dalam berdialog di film. Penata suara adalah seseorang atau pihak yang bertanggungjawab dalam menentukan baik atau tidaknya hasil suara yang terekam dalam sebuah film. Di dalam tim kerja produksi film, penata suara bertanggungjawab memimpin departemen suara.


(48)

31

9. Bintang Film (Pemeran)

Bintang film atau pemeran film dan biasa juga disebut aktor dan aktris adalah mereka yang memerankan atau membintangi sebuah film yang diproduksi dengan memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita film tersebut sesuai skenario yang ada. Keberhasilan sebuah film tidak bisa lepas dari keberhasilan para aktor dan aktris dalam memerankan tokoh-tokoh yang diperankan sesuai dengan tuntutan skenario (cerita film), terutama dalam menampilkan watak dan karakter tokoh-tokohnya. Pemeran dalam sebuah film terbagi atas dua, yaitu pemeran utama (tokoh utama) dan pemeran pembantu (figuran).

5.5 Peranan Film

Selain sebagai media hiburan, kini film juga memiliki peranan yang cukup penting. Berikut peranan film dilihat dari segi perkembangannya:

a. Film Sebagai Karya Seni

Perpaduan yang kreatif dari seni musik, seni rupa, seni suara, seni teater, seni fotografi dan seni memadupadankan perkembangan teknologi dan corak-corak kebudayaan, memberikan kekuatan visualisasi sebuah film sebagai karya seni. Kematangan perpaduan kreatif tersebut, akan mengajak masyarakat untuk memahami sebuah film dengan lebih cepat dan tepat. Sebuah film menjadi media yang cocok dalam penciptaan sebuah maha karya dalam nilai-nilai kesenian, dimana setiap penikmatnya seakan dapat menjadi bagian dari alur cerita dan hidup di dalamnya melalui dialog tokoh dan gambar-gambar menarik yang divisualisasikan. Saat film sudah berada pada titik seperti ini, maka film telah berhasil menjalankan perannya sebagai media penghasil karya seni yang memiliki nilai estetika yang unggul.


(49)

b. Film Sebagai Realitas Sosial

Revolusi informasi dan komunikasi zaman ini telah menyampaikan kita pada situasi yang tidak lagi mengenal batasan ruang dan waktu dan sebuah tayangan film menjadi salah satu bentuk dari media yang difungsikan untuk menggambarkan hal tersebut.

Para programmer menyatukan kembali fragmen-fragmen simbolik yang menciptakan suatu citra atau kenyataan yang mirip dengan lingkungan sekitar, sehingga tema-tema, aliran, gaya dan bintang-bintang tertentu menimbulkan reaksi yang diharapkan dengan menggemakan identitas, emosi, opini, selera dan ambisi-ambisi khalayak (Lull, 1998:87).

Tema-tema yang diangkat pada sebuah film, dapat menghasilkan nilai-nilai yang biasanya didapat dari proses pencarian yang panjang tetang peristiwa kehidupan, pengalaman, realitas sosial, serta kreasi imajinasi dari penciptanya dengan tujuan dalam rangka memasuki ruang kosong khlayak tentang sesuatu yang belum diketahuinya sama sekali, sehingga tujuan yang ingin dicapainya pun sangat tergantung pada seberapa antusias masyarakat terhadap tema-tema yang diangkat di dalam film tersebut agar dapat merepresentasikan realitas dalam masyarakat.

c. Film Sebagai Media Komunikasi dan Potret

Dalam berkomunikasi menurut Edward Sapir terdapat dua tipe, yakni tipe komunikasi primer dan komunikasi sekunder. Tipe komunikasi primer adalah komunikasi yang bersifat langsung, face to face baik dengan menggunakan bahasa, gerakan yang diartikan secara khusus maupun aba-aba.


(50)

33

Sementara tipe komunikasi sekunder adalah komunikasi yang menggunakan alat atau media. Sedangkan jaringan komunikasi sendiri terbagi jadi jaringan komunikasi tradisional (lama) dan jaringan komunikasi modern (baru).

Jaringan komunikasi tradisional (lama) cirinya adalah berlangsung secara tatap muka. Berbeda dengan jaringan komunikasi modern, cirinya adalah adanya innovator (pengagas, pencipta media) dan melalui media massa (Dennis Mc Quail 1991:13).

Media massa yang paling banyak digunakan antara lain televisi, radio, surat kabar, majalah, buku, hasil rekaman audio (kaset), piringan hitam, compact disk, dan film (DeVito 1997:507). Berdasarkan sekian media massa tersebut, film mempunyai sisi menarik karena selain sebagai media massa, film sebenarnya memiliki kekuatan lebih dibandingkan media lain dalam menampilkan potret terhadap kenyataan.

Film merupakan media massa yang untuk menikmatinya memerlukan penggabungan antara dua indra yakni indra penglihatan dan indra pendengaran. Maka dari itu film merupakan media komunikasi yang efektif dan kuat dengan penyampaian pesannya secara audiovisual.

Film sebagai media komunikasi massa menggambarkan dan menampilkan tanda-tanda gambar dan suara yang langsung ditujukan kepada khalayaknya sebagai media komunikasi. Selain itu, film adalah wahana yang efektif dalam membentuk persepsi melalui Potret yang disajikannya kepada sebuah kelompok atau individu. Hal ini disebabkan oleh karakteristik film yang dianggap memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosianal dan popularitas yang hebat.


(51)

a. To inform : Untuk memberikan informasi kepada masyarakat/khalayak. b. To influence : Untuk mempengaruhi baik secara eksplisit maupun implisit. c. To educate : Untuk mendidik khalayak, memeang merupakan hal yang

abstrak tetapi khalayak dapat merasakannya.

d. To entertaint : memberi hiburan kepada khalayak agar merasa senang dan terhibur, sehingga khalayak akan merasa senang dengan keberadaaan media massa itu sendiri.

Jadi, film adalah media komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan tetapi untuk penerangan dan pendidikan. Dalam ceramah-ceramah penerangan atau pendidikan kini banyak digunakan film sebagai alat bantu untuk memberikan penjelasan (Effendy, 2004:209).

B.Landasan Teori

I. Teori Hermeneutika

Kata “Hermeneutika”, secara etimologi berasal dari istilah Yunani, dari kata kerja hermeneuein, yang berarti “menafsirkan”, dan kata benda Hermeneia, “interpretasi”. Asal kata itu berarti ada dua perbuatan; menafsirkan dan hasilnya, penafsiran (interpretasi), Kata tersebut layaknya kata-kata kerja dan kata bendanya dalam semua bahasa. Kata Yunani hermeios mengacu pada seorang pendeta bijak, Delphic. Kata hermeios dan kata kerja yang lebih umum Hermeneuein dan kata benda Hermeneia diasosiasikan pada Dewa Hermes, dari sanalah kata itu berasal. (Gordin, 2007:34).

Dewa Hermes mempunyai kewajiban untuk menyampaikan pesan (wahyu) dari Jupiter kepada manusia. Dewa Hermes bertugas untuk menerjemahkan pesan Tuhan dari gunung Olympus ke dalam bahasa yang dimengerti oleh manusia. Jadi


(52)

35

hermeneutika ditujukan kepada suatu proses mengubah sesuatu atau situasi yang tidak bisa dimengerti sehingga dapat dimengerti (Richard E. Palmer).

Ada tiga komponen dalam proses tersebut; mengungkapkan, menjelaskan, dan menerjemahkan.

Filsafat Yunani kuno sudah memberikan sinyal mengenai “interpretasi”. Dalam karyanya Peri Hermeneias atau De Interpretatione, Plato menyatakan “kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita dan kata yang kita tulis adalah simbol dari kata yang kita ucapkan”. Sehingga dalam memahami sesuatu perlu adanya usaha khusus, karena apa yang kita tafsirkan telah dilingkupi oleh simbol-simbol yang menghalangi pemahaman kita terhadap makna.

Ilmu komunikasi yang terus berkembang turut memberi andil kepada dunia perfilman nasional, melihat kenyataan atau fakta dilapangan dimana Film menjadi salah satu media massa yang efektif menyampaikan pesan yang telah dikemas sedemikian rupa untuk menampilkan sebuah potret atau kerangka ide dan pemikiran kedalam sebuah cerita yang diangkat menjadi sebuah film. Film pun menjadi sarana ampuh untuk mengekspresikan setiap kegelisahan anak-anak bangsa mengenai problematika yang mereka anggap dapat mengancam cita-cita Indonesia kedepan.

Ekspresi yang ditampilkan tampak dalam berbagai bentuk dan cerita, seperti mengangkat tema budaya, ekonomi, bahkan politik. Diharapkan dari film inilah penonton mendapatkan pelajaran dari apa yang mereka lihat bahwasannya itu merefleksikan keadaan masyarakat tempat masyarakat itu hidup. Ditinjau dari fenomena itulah peran yang dimainkan dalam sebuah film menjadi sarana


(53)

komunikasi massa yang efektif dan mampu memunculkan makna yang tersembunyi dari sebuah teks, tayangan/scene, atau dialog.

Disini Hermeneutika akan mengambil peran mengupas tentang makna tersembunyi dalam teks, dialog dan adegan pada film, karena setiap interpretasi adalah usaha untuk memahami makna-makna yang masih terselubung dalam sebuah tayangan film.

Hermeneutika juga tidak berdiri sendiri tapi ikut melibatkan berbagai disiplin yang relevan agar tafsir yang nantinya diharapkan dapat menjadi acuan yang terpercaya. Karna setiap elemen atau struktur yang bersifat simbolik tidak bisa dipahami dengan sekedar melihat hubungan antar bagian elemen tersebut.

Di sisi inilah hermeneutika berperan penting untuk menafsirkan makna dan pesan yang tersembunyi dalam sebuah film menurut pandangan peneliti film.

Teks dalam film sendiri tidak hanya terbatas pada apa yang ditayangkan, tetapi selalu berkaitan dengan konteks, seperti yang terdapat dalam film Kita versus Korupsi, konteks dapat terlihat dari penggunaan setting tempat, baju yang dipakai yang menandakan jabatan seseorang, konteks Perilaku Korupsi yang dikemas dengan rapi dalam film tersebut.

Juga terdapat berbagai aspek yang bisa mendukung pemahaman makna lebih dalam lagi. Dalam penelitian ini, hermeneutika menjadi sebuah analisis sekaligus teori yang digunakan untuk menemukan makna yang terkandung mengenai kampanye anti korupsi sekaligus jenis-jenis korupsi yang ada dalam film Kita versus Korupsi.


(54)

37

C. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya, penelitian terdahulu memudahkan penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep. Iksan (1996) menyatakan bahwa tinjauan pustaka harus mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan permasalahan penelitian : teori, konsep-konsep, analisa, kesimpulan, kelemahan, dan keunggulan pendekatan yang dilakukan orang lain. Peneliti harus belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh peneliti sebelumnya. (Masyhuri dan Zainuddin, 2008).

Adapun penelitian sebelumnya dipakai sebagai acuan dan referensi penulis untuk memudahkan penulis dalam membuat penelitian ini. Penulis telah menganalisan 3 (tiga) penelitian terdahulu yang berkaitan dan sejenis bentuk dan metode penelitiannya.

Yang pertama yaitu penelitian dengan judul Potret Kekerasan di Sekolah (Studi Pada Film Serdadu Kumbang, Sang Pemimpi, dan Ekskul) oleh Yulia Hertina, jurusan Ilmu Komunikasi dari Universitas lampung tahun 2013. Dalam penelitiannya Yulia meneliti tiga film yang didalamnya mengandung unsur kekerasan yang terjadi dalam lingkungan sekolah dimana pelaku dan korbannya merupakan siswa-siswi sekolah.Sedangkan penelitian kedua, dengan judul Potret Pluralitas Dalam Film Tanda Tanya (Analisis Hermeneutika Agama dan Budaya dalam Film Tanda Tanya) oleh Stella Marito Simanjuntak, jurusan Ilmu


(55)

Komunikasi dari Universitas Lampung tahun 2013. Dalam penelitian nya ini Stella menyoroti kemajemukan keyakinan yang sebenarnya menjadi gambaran sederhana dari keseluruhan bangsa Indonesia, lewat film ini yang digambarkan bagaimana hubungan yang terjadi di suatu lingkungan rumah tempat tinggal dimana masyarakat nya sangat plural terdiri dari berbagai macam perbedaan latar belakang budaya dan terutama keyakinan atau agamanya. Kemudian yang terakhir dari penelitian Ricky Ferryan Panji, jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Lampung tahun 2013 dengan judul Potret Propaganda Politik dalam Film Republik Twitter. Dalam penelitiannya ini Panji memotret sebuah fenomena di film yang dijadikan objek penelitiannya, yaitu ketika ada seseorang menggunakan sosial media dalam hal ini Twitter, sebagai ajang untuk mempropaganda atau mempengaruhi orang-orang yang menjadi followernya untuk memilih seorang kandidat tertentu (yang telah direncanakan dengan sangat matang sebelumnya) demi keuntungan politik sebagian kecil orang, dimana itu telah diatur sebagai propaganda politik untuk memuluskan langkahnya maju menjadi orang nomor satu dikota itu. Itulah beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi utama penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, walau tidak ada kesamaan dalam hal materi pokok pembahasan yang menjadi objek penelitian, namun kesamaan metode dan jenis penelitiannya banyak membantu penulis dalam menyusun dan menentukan langkah selanjutnya dalam meneruskan penelitian ini sampai selesai.


(56)

8

NO JUDUL PENULIS METODE HASIL PERBEDAAN PENELITIAN

1 Potret Propaganda Politik dalam Film Republik Twitter

Ricky Ferryan Panji, Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Lampung tahun 2013

Kualitatif Deskriptif

Representasi propaganda politik melalui sosial media yang sedang hangat dan digandrungi banyak orang, yaitu Twitter.

Memiliki perbedaan dalam segi objek penelitian, dalam film ini Panji meneliti tentang propaganda sedangkan dalam penelitian ini penulis meneliti mengenai praktik korupsi.

2 Potret Kekerasan di Sekolah (Studi Pada Film Serdadu Kumbang, Sang Pemimpi, dan Ekskul)

Yulia Hertina,

jurusan Ilmu Komunikasi dari Universitas lampung tahun 2013

Kualitatif Deskriptif

Memotret kekerasan yang ada dalam tiga film berbeda. Dan dalam penelitiannya berfokus pada kekerasan dalam bentuk adegan dan verbal.

Memiliki perbedaan dalam segi objek penelitian, dalam film ini Yulia meneliti tentang kekerasan dalam dunia sekolah mulai dari pelaku,korban, dan aspek-aspek

mengenainya. sedangkan dalam penelitian ini penulis meneliti mengenai praktik korupsi. 3 Potret Pluralitas Dalam Film

Tanda Tanya (Analisis Hermeneutika Agama dan Budaya dalam Film Tanda Tanya)

Stella Marito Simanjuntak, jurusan Ilmu Komunikasi dari Universitas Lampung tahun 2013.

Kualitatif Deskriptif

menyoroti kemajemukan keyakinan yang sebenarnya menjadi gambaran sederhana dari keseluruhan bangsa Indonesia, lewat film ini yang digambarkan melalui tiga situasi atau latar belakang keluarga yang menjadi titik sentral cerita. Yaitu keluarga Cina, Islam, dan seorang janda yang berpindah keyakinan karna masalah poligami.

Memiliki perbedaan dalam segi objek penelitian, dalam film ini Stellah meneliti tentang gambaran Pluralitas dalam suatu lingkup sosial yang merepresentasikan keadaan di Indonesia. Dengan berlatar belakangkan cerita dari tiga keluarga dengan keyakinan dan masalah yang berbeda. sedangkan dalam penelitian ini penulis meneliti mengenai praktik korupsi dalam film Kita versus Korupsi.


(57)

D. Kerangka Pikir

Potret menjadi landasan dasar yang digunakan dalam usaha pemaknaan sosial melalui sistem penandaan yang tersedia seperti dialog, teks, video, film, fotografi dan sebagainya. Potret diartikan sebagai proses sosial yang timbul dalam interaksi antara pembaca atau penonton dan sebuah teks.

Melalui film dapat digambarkan proses sosial yaitu dari tindakan dan interaksi yang tergambar dari para pemainnya, setiap personal yang terlibat akan menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara objektif. Dalam film juga terangkum pesan-pesan dan nilai-nilai yang berusaha disampaikan dan digambarkan kepada para penonton dengan adanya suatu gambaran suatu realitas masyarakat Indonesia.

Kita dapat menyaksikan realitas objektif dan representasi realitas dalam suatu film melalui sebuah proses interpretasi, dalam hal ini hermeneutik merupakan sebuah teori yang mampu membantu peneliti memahami dan menemukan makna atau ideologi yang terkandung dalam suatu film melalui proses penafsiran pada adegan dan dialog yang diperankan para tokoh dalam film Kita Versus Korupsi, sehingga setiap penonton dapat melihat dengan pasti bagaimana representasi perilaku korupsi dan Kampanye Anti Korupsi, yang mungkin terjadi secara nyata dalam kehidupan masyarakat dan dunia politik di Indonesia.


(58)

41

Maka berdasarkan tugas hermeneutika sebagai teori untuk membentuk sebuah penafsiran makna dan pesan demi menemukan bagaimana Potret Perilaku Korupsi yang tergambar dari film Kita Versus Korupsi, kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


(59)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Film Kita Versus Korupsi (KvsK)

Gambaran Praktek Korupsi

Teori Hermeneutika

Potret Perilaku Korupsi dalam Film Kita Versus Korupsi (KvsK) dan Fungsinya Sebagai Media Kampanye Anti

Korupsi


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Penelitian yang akan penulis lakukan berdasarkan pada apa yang ada di Film Kita Versus Korupsi sebagai bahan utama dari penelitian ini, mulai dari teks, adegan, dan dialog. Berdasarkan objek penelitian yang akan diteliti yaitu fenomena yang diangkat melalui film ini dan isi pesan film yang menggambarkan Perilaku Korupsi, maka penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif juga dapat diartikan sebagai suatu penelitian yang dilakukan untuk melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada (Rakhmat, 1999:25).


(61)

Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005:53).

Komunikatornya bersifat aktif, kreatif, dan memiliki kemauan bebas dan perilaku (komunikasi) secara internal dikendalikan oleh individu (Mulyana, 2004:147). Penelitian deskriptif ini dipakai untuk meneliti objek dengan cara menuturkan, menafsirkan data yang ada, dan dalam pelaksanaannya melalui pengumpulan, penyusunan, analisa dan intepretasi data yang diteliti pada masa sekarang. Tipe penelitian deskriptif kualitatif ini dianggap sangat relevan untuk digunakan karena menggambarkan keadaan objek yang ada pada masa sekarang secara kualitatif berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.

B. Metode Penelitian

Metode (method), secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau metodik berasal dari bahasa Greeka, metha, (melalui atau melewati), dan hodos (jalan atau cara), jadi metode bisa berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004:1).

Dalam konteks pendekatan kualitatif ini alat yang digunakan untuk menganalisa adalah dengan memakai Hermeneutika. Pada penelitian ini penulis mencoba menetapkan cara kerja lingkaran hermeneutik untuk mendapatkan pemahaman yang optimal.


(62)

45

Lingkaran yang dimaksudkan disini yaitu suatu bentuk pengukuran ketika satu keseluruhan menentukan arti masing-masing bagian, dan bagian-bagian tersebut secara bersama membentuk lingkaran. Suatu kata ditentukan artinya lewat arti fungsionalnya dalam kalimat sebagai keseluruhan, dan kalimat ditentukan maknanya lewat arti satu persatu kata yang membentuknya. Maka dari situ dapat kita simpulkan bahwa hermeneutika bersifat melingkar.

Lingkaran hermeneutik adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam setiap proses interprestasi. Untuk bisa memahami satu bagian dari teks yang diinterpretasi, kita harus memahami teks secara keseluruhan supaya bisa menempatkan bagian teks tersebut ke dalam konteksnya. Namun untuk memahami keseluruhan isi teks tentu saja dibutuhkan pemahaman dari seluruh bagian-bagiannya. Ini terlihat seperti sebuah paradoks, namun tidak begitu kenyataannya. Lingkaran hermeneutik ini tetap perlu dimasuki pada titik tertentu dengan hipotesis tertentu dengan pemahaman yang belum sempurna, yang akan terus-menerus diuji dengan keseluruhan isi teks untuk melihat apakah ia bisa dipertahankan atau tidak.

Interpretasi pesan dengan menggunakan lingkaran hermeneutik dipecahkan secara dialektis, bertetangga, dan bersifat spiral. Dimulai dari interpretasi menyeluruh yang bersifat sementara dan kemudian dilanjutkan dengan menafsirkan bagian-bagiannya, begitu juga sebaliknya. Apabila pemahaman bagian tidak cocok dengan pemahaman keseluruhan dapat diatasi dengan meninjau kembali salah satu diantaranya atau kedua-duanya. Sehingga akhirnya kita mencapai integrasi makna total dan makna bagian yang optimal.


(63)

Friedrich Ernst Schleiermacher adalah orang yang memulai tradisi hermeneutika modern. Ia sendiri dipengaruhi oleh dua pemikir pendahulunya yaitu Friedrich Ast and Friedrich August Wolf. Dari Ast ia mengambil ide tentang lingkaran hermeneutika. Ast juga mengatakan bahwa setiap teks memiliki dua dimensi yaitu dimensi linguistik dan dimensi historis. Ast juga melihat bahwa untuk bisa menafsirkan sebuah teks, sang penafsir harus menyamakan horizon pemikirannya dengan horizon pemikiran sang pengarang teks yang akan ia tafsirkan.

Dari Wolf ia mengambil ide bahwa bisa didapatkan prinsip-prinsip umum untuk menafsirkan suatu teks. Mengacu pada apa yang dikatakan oleh Schleimeimacher bahwa “Lingkaran Hermeneutik” tidak bisa dipecahkan melalui cara intituitif ataupun penafsiran secara psikologis. Penafsiran psikologis itu penulis mencoba menuangkannya ke dalam dua tahap, yaitu pemahaman keseluruhan dan pemahaman bagian.

Karena sifatnya yang melingkar tersebut dan seringkali menimbulkan kerancuan maka menggunakan lingkaran Hermeneutik ini dimulai dari totalitas atau bagian yang dianggap penting, yang mengacu pada fokus masalah, yaitu tentang adanya potret dan indikasi-indikasi yang merujuk pada proses praktik korupsi di film yang menjadi objek penelitian, dan diakhiri dengan munculnya pemahaman baru yang merupakan hasil potret Perilaku Korupsi dalam film Kita versus Korupsi (KvsK), Sebagai Media Kampanye Anti Korupsi.


(64)

47

C.Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif adalah fokus kajian penelitian atau pokok soal yang hendak diteliti, mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian dan hal yang kelak dibahas secara mendalam dan tuntas (Bungin, 2003:41). Adapun fokus penelitian pada penelitian ini adalah adegan atau scene dalam film Kita versus Korupsi yang menggambarkan sifat jenis dan macam delik dan unsur-unsur Korupsi.

D.Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini meliputi :

1) Data primer : data yang berupa Soft Copy Film Kita Versus Korupsi

2) Data Sekunder : Studi kepustakan, yaitu dengan membaca dan mengutip sumber-sumber tertulis seperti buku, arsip, artikel, surat kabar, dll yang berkaitan dengan penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Dokumentasi

Untuk memperoleh data dari penelitian ini maka digunakan teknik pendokumentasian dengan cara mencari, menonton dan menyimak, serta menganalisa isi film Kita Versus Korupsi.


(65)

2) Analisis Teks

Menganalisis setiap teks yang ada dalam objek penelitian, menurut Van Dijk Ia membaginya dalam tiga tingkat. Pertama, struktur makro, ini merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu teks. Kedua, superstruktural yaitu merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks. Bagaimana bagian-bagian teks tersusun secara utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang diamati dari bagian terkecil dari suatu teks semisal, kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar. (Eriyanto, 2011:22)

3) Studi Pustaka

Bertujuan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis yang berasal dari buku-buku yang mendukung dan berkaitan dengan penelitian ini. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalisis berbagai literatur serta bacaan yang berkaitan dengan penelitian ini.

F. Teknik Pengolahan Data

1. Melakukan pengamatan terhadap keseluruhan isi film Kita Versus Korupsi dari awal hingga akhir.

2. Membagi isi film kedalam unit analisis terkecil yakni adegan per adegan atau scene per scene.


(66)

49

3. Reduksi data, yaitu bagian dari analisis data dengan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang data yang tidak sesuai dengan fokus penelitian dan tidak diperlukan.

4. Interpretasi data yaitu memaparkan fenomena yang ada dalam film Kita Versus Korupsi, agar penulis dapat menemukan makna atau isi pesan atas bentuk kampanye yang ditafsirkan menggunakan analisis hermeneutika terhadap adegan-adegan yang ada dalam film Kita Versus Korupsi.

5. Kesimpulan, dalam tahap ini peneliti mencoba membuat ringkasan dan gagasan pokok yang terdapat dari tahap-tahapan yang telah dijalani untuk menemukan bagaimana representasi itu digambarkan oleh sebuah media yaitu film Kita Versus Korupsi.


(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Fokus penelitian ini adalah mengenai gambaran praktik-praktik tindak pidana korupsi dan film ini sebagai media kampanye anti korupsi dengan sumber data yang berasal dari film Indonesia, yaitu “Kita Versus Korupsi (KvsK)”. Penulis menggunakan Lingkaran Hermeneutik dalam melihat fokus masalah ini.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang menggambarkan bentuk dan pola praktik tindak pidana korupsi dan film sebagai media kampanye anti korupsinya dalam film tersebut, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1. Film Kita Versus Korupsi bersama empat film lain dalam judul ini mengkomunikasikan tentang adanya praktik-praktik tindak pidana korupsi yang kian parah di masyarakat mulai dari yang bawah sampai kalangan atas.

2. Potret tindak pidana korupsi yang menampilkan unsur-unsur, jenis dan sanksinya. Unsur yaitu bagaimana sebuah tindakan itu dapat dusebut sebagai sebuah tindakan korupsi apabila didalamnya mendasari beberapa unsur.


(68)

131

Orang yang terlibat (jabatannya, posisinya, dll) bentuknya dan tujuannya. Jenisnya yaitu mengacu pada tujuh bentuk korupsi yang diatur oleh undang-undang yaitu: penyuapan, penggelapan, pemerasan, perbuatan curang, kepentingan dalam pengadaan, kerugian uang negara, dan gratifikasi. Kemudian sangsi, setiap jenis korupsi ada jenis sangsinya masing-masing yang berbeda.

Dari perbuatan melanggar hukum yaitu korupsi yang diambil dari film Kita Versus Korupsi yang menjadi objek penelitian ini memperlihatkan adanya pembiaran atau sikap acuh tak acuh yang akhirnya berubah menjadi tindak kejahatan yang dianggap kecil dan dimaklumkan. Tampak dari sudah semakin menjangkitnya penyakit korupsi ini yang menjangkiti semua kalangan tidak pandang usia, tua, muda, kaya, orang biasa, sampai pejabat negara.

3. Film Kita Versus Korupsi menampilkan sebanyak 12 adegan/scene yang menampilkan praktik-praktik korupsi yang didalamnya terdapat jenis, unsur dan sanksinya. Didapat dari empat film diantaranya film Rumah Perkara 2 adegan/scene, film Aku Padamu 4 adegan/scene, film Selamat Siang, Risa! 3 adegan/scene, film Pssst... Jangan Bilang Siapa-siapa 3 adegan/scene.

4. Berdasarkan jenisnya film Kita Versus Korupsi ini termasuk dalam jenis kampanye Ideologically Or Cause Oriented Campaigns yaitu jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi sosial atau Social Change Champaigns (Kotler):


(1)

132

5. Berdasarkan karakteristik kampanye yaitu sumber yang jelas, yang menjadi penggagas, perancang, penyampai sekaligus penanggung jawab suatu produk kampanye (campaign makers) dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Yang menjadi penggagas adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama lembag-lembaga lain seperti Transparency International Indonesia, Anti Corruption Information Centre (ACIC), dan Cangkir Kopi.

b. Perancang, dan penyampai dalam arti adalah orang-orang yang membuat film ini mulai dari produser, sutradara, pemain dan kru. c. Penanggung jawabnya yaitu Dedie A Rachim, Ary Nugroho, Ilham B.

Soenang.

6. Berdasarkan tujuannya ternyata terdapat 3 tujuan yang ingin dicapai dalam kampanye lewat film Kita Versus Korupsi ini yaitu:

1. Menginformasikan dan memberikan pendidikan kepada individu atau publik

2. Melakukan perubahan terhadap perilaku dan sikap demi kesejahteraan hidup

3. Mempersuasi orang-orang untuk mengerti, memahami, dan melakukan suatu tindakan tertentu.


(2)

133

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai praktik-praktik tindak pidana korupsi dan potret kampanye anti korupsi dalam film Kita Versus Korupsi yang merupakan film Indonesia. Peneliti memiliki beberapa saran, antara lain:

1. Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dan apabila nantinya ada yang ingin melanjutkan penelitian ini bisa lebih menyempurnakannya dengan lebih mendalam dalam menganalisis dan memahami praktik-praktik korupsi dan media film sebagai media kampanye efektif.

2. kepada masyarakat sebagai penonton atau audiens, sebaiknya tidak hanya menjadi seorang penonton yang pasif dan hanya mampu menerima apa yang diberikan oleh orang lain, namun masyarakat diharapkan juga mampu mengkritisi dan memilih film-film yang akan di tontonnya sesuai dengan sagmentasi serta konten yang terkandung dalam film tersebut.

3. Untuk para sineas ataupun calon sineas dapat membuat atau memproduksi film-film yang berkualitas yang jalan ceritanya terdapat banyak unsur edukasi yang nantinya dapat memberikan banyak informasi yang kemudian akan memperkaya dan memperluas pengetahuan serta mencerdaskan siapapun yang menonton film tersebut.


(3)

134

4. Bagi para penegak hukum dalam hal ini adalah polisi, hakim-hakim dan pemerintah selaku yang berwenang membuat aturan atau undang-undang agar masalah korupsi yang semakin tak terkendali di negara ini harus ditindak tegas para pelakunya, yaitu dengan memberikan hukuman yang mempunyai efek jera. Pemerintah harus berani membuat undang-undang baru yang mengatur tentang hukuman bagi para koruptor agar lebih berat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Cangara, Hafied. 2011. Komunikasi Politik Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Gordin, Jean. 2007. Sejarah Hermeneutika, terj. Inyiak Ridwan Muzir,Jakarta: ar-Ruzz Media,

Moeleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaludin. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Subiakto, Henry, dan Ida, Rachmah. 2012. Komunikasi Politik, Media, & Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Surachmin dan Suhandi. 2011. Strategi dan Tekhnik Korupsi (Mengetahui Untuk Mencegah). Jakarta: Sinar Grafika.

Schroeder, William R. 2005.Continental Philosophy, A Critical Approach. Oxford: Blackwell Publishing,

Santoso, Topo. 2007. Hukum dan Proses Demokrasi (Problematika Seputar Pemilu dan Pilkada). Jakarta: Kemitraan.

Palmer, Richard E. 2003. Hermeneutika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pengakuan Algojo 1965. Investigasi TEMPO Perihal Pembantaian 1965. Jakarta: PT. Tempo Inti Media Tbk.

Yusuf, Muhammad. 2013. Merampas Aset Koruptor (Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia). Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

PASAL-PASAL Pasal 2 Undang-undang No. 31 Tahun 1999

Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) No. 31 Tahun 1999

Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU No. 20 Tahun 2001

Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, dan huruf d UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 8 UU No. Tahun 2001


(5)

Pasal 12 huruf e, f, h, dan huruf i UU No. 20 tahun 2001 Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2002

Pasal 13 UU No, 31 Tahun 1999

SUMBER INTERNET

www.indonesiabersih.org (official website film Kita versus Korupsi). www.academia.edu

www.mitrabuku.wordpress.com. www.kapanlagi.com

www.liputan6.com www.merdeka.com

www.indonesiacorruptionwatch.com www.wikipedia.com


(6)