Kualitas Air Lindi pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah galuga Kabupaten Bogor

(1)

KUALITAS AIR LINDI PADA TEMPAT PEMBUANGAN

AKHIR SAMPAH GALUGA

KABUPATEN BOGOR

KRISMONO PRIAMBODHO

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

KUALITAS AIR LINDI PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pergurua n tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Oktober 2005

Krismono Priambodho C02400062


(3)

ABSTRAK

KRISMONO PRIAMBODHO. Kualitas Air Lindi pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENDARTI MULUK dan HEFNI EFFENDI.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Galuga berlokasi di Desa Galuga, kecamatan Cibungbulang, kabupaten Bogor telah beroperasi menerima buangan sampah Kota Bogor sejak tahun 1992. Salah satu dampak yang dihasilkan adalah air lindi (leachate). Pengambilan contoh sebanyak 2 kali pada 5 stasiun pengamatan. Hasil yang didapatkan kemudian dianalisis menggunakan analisa beban pencemar dan analisa STORET. Secara umum pola fluktuasi suhu pada saluran perairan tersebut adalah rendah pada pagi hari, naik pada siang hari, dan berangsur-angsur menurun pada sore sampai malam hari. Nilai TSS pada saluran pembuangan lindi ini berkisar antara 4 - 68 mg/l. Kondisi pH perairan sebesar 6,02 - 7,58. Rata -rata kandungan oksigen terlarut yang tertinggi ada pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4. Dari perbandingan kandungan BOD5 dan COD, diketahui bahwa bahan organik yang tidak dapat didegradasi secara biologis jauh lebih besar dari pada bahan organik yang dapat didegradasi secara biologis. Dari pengamatan amonia total, nitrat, sulfat dan besi terlihat rata-rata kadar terendah pada stasiu n 1 dan tertinggi pada stasiun 2. Jumlah total coliform pada saluran pembuangan lindi TPA Galuga sebesar > 1,1 x 103 MPN/100ml. Kualitas air sumur dengan kondisi pH asam, BOD5, COD, dan total coliform sangat tinggi. Kualitas perairan saluran buangan lindi dan perairan umum sekitarnya termasuk kriteria sedang sampai dengan buruk.


(4)

KUALITAS AIR LINDI PADA TEMPAT PEMBUANGAN

AKHIR SAMPAH GALUGA

KABUPATEN BOGOR

KRISMONO PRIAMBODHO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Kualitas Air Lindi pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Krismono Priambodho

NIM : C02400062

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Hj. Hendarti Muluk Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil

NIP. 130 234 861 NIP. 131 841 731

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031


(6)

PRAKATA

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Kualitas Air Lindi pada

Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor” ini dapat

diselesaikan oleh penulis. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gela r Sarjana Perikanan pada program sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Hj. Hendarti Muluk dan Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ir. I. N. N. Suryadiputra dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc, sebagai penguji tamu dan wakil departemen yang telah memberikan arahan, masukan dan kritik yang membangun.

2. Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku dosen pembimbing aka demik yang telah banyak memberikan perhatian, semangat dan masukan saran selama penulis menjalankan studi.

3. Keluarga tercinta di rumah (Papa, Mama, dan Astri) yang senantiasa memberikan doa, nasehat, semangat, kesabaran dan kasih sayang kepada penulis.

4. Ari Anggraini atas dorongan semangat, perhatian dan kasih sayangnya. 5. Keluarga Besar MSP’37 dan Keluarga Besar Rumah Qta Ciputih Gugahsari

(Dandy, Feri, Moko, Oliz, Bram, Zahid, Heriman, Jimmy, Luke, Rudi, Nanda, Chie2, Desyi, Lelyana, Intan, Ayu dan semua yang tidak bisa disebutkan) yang telah menjadi teman dan sahabat sejati penulis selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2005


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Pencemaran Air ... 5

B. Karakteristik Air Lindi ... 5

C. Parameter Kualitas Air Lindi (leachate) ... 8

1. Parameter Fisika ... 8

a. Suhu ... 8

b. TSS (Total Suspended Solid) ... 8

2. Parameter kimia ... 8

a. pH ... 8

b. DO (Dissolved Oxygen) ... 8

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) ... 9

d. COD (Chemical Oxygen Demand) ... 9

e. Amonia total ... 10

f. Nitrat ... 10

g. Sulfat ... 11

h. Besi ... 12

3. Parameter mikrobiologi ... 12

III. METODE PENELITIAN ... 13

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

B. Alat dan Bahan ... 13

C. Metode Kerja ... 13

1. Stasiun penelitian dan pengambilan contoh ... 13

2. Pengukuran parameter fisika, kimia dan mikrobiologi ... 14

D. Analis is Data ... 16

1. Analisis beban bahan pencemar ... 16

2. Metode STORET ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 18

B. Lindi Sampah TPA Galuga ... 20

C. Pengolahan Air Lindi ... 20

D. Kualitas Air Lindi ... 21


(8)

a. Suhu ... 21

b. TSS (Total Suspended Solid) ... 21

2. Parameter kimia air lindi ... 22

a. pH ... 22

b. DO (Dissolved Oxygen) ... 23

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) ... 25

d. COD (Chemical Oxygen Demand) ... 27

e. Amonia total ... 28

f. Nitrat ... 29

g. Sulfat ... 29

h. Besi ... 30

3. Parameter mikrobiologi air lindi ... 31

E. Kualitas air sumur ... 32

F. Analisis beban pencemaran ... 33

G. Analisis STORET kualitas air lindi ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori sumber dan tipe limbah ... 6 2. Komposisi kimia air lindi TPA Bantar Gebang ... 7 3. Kategori kekuatan organik lindi ... 7 4. Perbandingan rata -rata angka BOD5/COD untuk beberapa

jenis air ... 10 5. Parameter yang dianalisa ... 14 6. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu perairan

berdasarkan metode STORET (Canter, 1977) ... 17 7. Klasifikasi mutu air berdasarkan US-EPA ... 17 8. Timbulan dan jumlah sampah terangkut per hari berdasarkan sumber

sampah... 19 9. Komposisi dan timbulan sampah yang terangkut per hari pada

tahun 2001 ... 19 10. Hasil analisis total coliform air lindi ... 31 11. Hasil analisis kualitas air sumur ... 32 12. Beban bahan pencemar air lindi TPA Galuga pada saluran

pembuangan lindi ... 33 13. Hasil analisis STORET ... 35


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan alir perumusan masalah ... 4

2. Sketsa lokasi stasiun penelitian ... 15

3. Hasil pengukuran suhu tiap pengamatan ... 21

4. Hasil pengukuran TSS tiap pengamatan ... 22

5. Hasil pengukuran pH tiap pengamatan ... 23

6. Hasil pengukuran oksigen terlarut tiap pengamatan ... 24

7. Hasil pengukuran BOD5 tiap pengamatan ... 25

8. Hasil pengukuran COD tiap pengamatan ... 27

9. Hasil pengukuran amonia total tiap pengamatan ... 28

10. Hasil pengukuran nitrat tiap pengamatan ... 29

11. Hasil pengukuran sulfat tiap pengamatan ... 30

12. Hasil pengukuran besi tiap pengamatan ... 31


(11)

KUALITAS AIR LINDI PADA TEMPAT PEMBUANGAN

AKHIR SAMPAH GALUGA

KABUPATEN BOGOR

KRISMONO PRIAMBODHO

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

KUALITAS AIR LINDI PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pergurua n tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Oktober 2005

Krismono Priambodho C02400062


(13)

ABSTRAK

KRISMONO PRIAMBODHO. Kualitas Air Lindi pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENDARTI MULUK dan HEFNI EFFENDI.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Galuga berlokasi di Desa Galuga, kecamatan Cibungbulang, kabupaten Bogor telah beroperasi menerima buangan sampah Kota Bogor sejak tahun 1992. Salah satu dampak yang dihasilkan adalah air lindi (leachate). Pengambilan contoh sebanyak 2 kali pada 5 stasiun pengamatan. Hasil yang didapatkan kemudian dianalisis menggunakan analisa beban pencemar dan analisa STORET. Secara umum pola fluktuasi suhu pada saluran perairan tersebut adalah rendah pada pagi hari, naik pada siang hari, dan berangsur-angsur menurun pada sore sampai malam hari. Nilai TSS pada saluran pembuangan lindi ini berkisar antara 4 - 68 mg/l. Kondisi pH perairan sebesar 6,02 - 7,58. Rata -rata kandungan oksigen terlarut yang tertinggi ada pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4. Dari perbandingan kandungan BOD5 dan COD, diketahui bahwa bahan organik yang tidak dapat didegradasi secara biologis jauh lebih besar dari pada bahan organik yang dapat didegradasi secara biologis. Dari pengamatan amonia total, nitrat, sulfat dan besi terlihat rata-rata kadar terendah pada stasiu n 1 dan tertinggi pada stasiun 2. Jumlah total coliform pada saluran pembuangan lindi TPA Galuga sebesar > 1,1 x 103 MPN/100ml. Kualitas air sumur dengan kondisi pH asam, BOD5, COD, dan total coliform sangat tinggi. Kualitas perairan saluran buangan lindi dan perairan umum sekitarnya termasuk kriteria sedang sampai dengan buruk.


(14)

KUALITAS AIR LINDI PADA TEMPAT PEMBUANGAN

AKHIR SAMPAH GALUGA

KABUPATEN BOGOR

KRISMONO PRIAMBODHO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(15)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Kualitas Air Lindi pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Krismono Priambodho

NIM : C02400062

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Hj. Hendarti Muluk Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil

NIP. 130 234 861 NIP. 131 841 731

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031


(16)

PRAKATA

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Kualitas Air Lindi pada

Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor” ini dapat

diselesaikan oleh penulis. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gela r Sarjana Perikanan pada program sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Hj. Hendarti Muluk dan Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ir. I. N. N. Suryadiputra dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc, sebagai penguji tamu dan wakil departemen yang telah memberikan arahan, masukan dan kritik yang membangun.

2. Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku dosen pembimbing aka demik yang telah banyak memberikan perhatian, semangat dan masukan saran selama penulis menjalankan studi.

3. Keluarga tercinta di rumah (Papa, Mama, dan Astri) yang senantiasa memberikan doa, nasehat, semangat, kesabaran dan kasih sayang kepada penulis.

4. Ari Anggraini atas dorongan semangat, perhatian dan kasih sayangnya. 5. Keluarga Besar MSP’37 dan Keluarga Besar Rumah Qta Ciputih Gugahsari

(Dandy, Feri, Moko, Oliz, Bram, Zahid, Heriman, Jimmy, Luke, Rudi, Nanda, Chie2, Desyi, Lelyana, Intan, Ayu dan semua yang tidak bisa disebutkan) yang telah menjadi teman dan sahabat sejati penulis selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2005


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Pencemaran Air ... 5

B. Karakteristik Air Lindi ... 5

C. Parameter Kualitas Air Lindi (leachate) ... 8

1. Parameter Fisika ... 8

a. Suhu ... 8

b. TSS (Total Suspended Solid) ... 8

2. Parameter kimia ... 8

a. pH ... 8

b. DO (Dissolved Oxygen) ... 8

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) ... 9

d. COD (Chemical Oxygen Demand) ... 9

e. Amonia total ... 10

f. Nitrat ... 10

g. Sulfat ... 11

h. Besi ... 12

3. Parameter mikrobiologi ... 12

III. METODE PENELITIAN ... 13

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

B. Alat dan Bahan ... 13

C. Metode Kerja ... 13

1. Stasiun penelitian dan pengambilan contoh ... 13

2. Pengukuran parameter fisika, kimia dan mikrobiologi ... 14

D. Analis is Data ... 16

1. Analisis beban bahan pencemar ... 16

2. Metode STORET ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 18

B. Lindi Sampah TPA Galuga ... 20

C. Pengolahan Air Lindi ... 20

D. Kualitas Air Lindi ... 21


(18)

a. Suhu ... 21

b. TSS (Total Suspended Solid) ... 21

2. Parameter kimia air lindi ... 22

a. pH ... 22

b. DO (Dissolved Oxygen) ... 23

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) ... 25

d. COD (Chemical Oxygen Demand) ... 27

e. Amonia total ... 28

f. Nitrat ... 29

g. Sulfat ... 29

h. Besi ... 30

3. Parameter mikrobiologi air lindi ... 31

E. Kualitas air sumur ... 32

F. Analisis beban pencemaran ... 33

G. Analisis STORET kualitas air lindi ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori sumber dan tipe limbah ... 6 2. Komposisi kimia air lindi TPA Bantar Gebang ... 7 3. Kategori kekuatan organik lindi ... 7 4. Perbandingan rata -rata angka BOD5/COD untuk beberapa

jenis air ... 10 5. Parameter yang dianalisa ... 14 6. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu perairan

berdasarkan metode STORET (Canter, 1977) ... 17 7. Klasifikasi mutu air berdasarkan US-EPA ... 17 8. Timbulan dan jumlah sampah terangkut per hari berdasarkan sumber

sampah... 19 9. Komposisi dan timbulan sampah yang terangkut per hari pada

tahun 2001 ... 19 10. Hasil analisis total coliform air lindi ... 31 11. Hasil analisis kualitas air sumur ... 32 12. Beban bahan pencemar air lindi TPA Galuga pada saluran

pembuangan lindi ... 33 13. Hasil analisis STORET ... 35


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan alir perumusan masalah ... 4

2. Sketsa lokasi stasiun penelitian ... 15

3. Hasil pengukuran suhu tiap pengamatan ... 21

4. Hasil pengukuran TSS tiap pengamatan ... 22

5. Hasil pengukuran pH tiap pengamatan ... 23

6. Hasil pengukuran oksigen terlarut tiap pengamatan ... 24

7. Hasil pengukuran BOD5 tiap pengamatan ... 25

8. Hasil pengukuran COD tiap pengamatan ... 27

9. Hasil pengukuran amonia total tiap pengamatan ... 28

10. Hasil pengukuran nitrat tiap pengamatan ... 29

11. Hasil pengukuran sulfat tiap pengamatan ... 30

12. Hasil pengukuran besi tiap pengamatan ... 31


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta lokasi TPA Sampah Galuga ... 39

2. Data hasil pengamatan tiap parameter ... 40

3. Data hasil analisis STORET ... 42

4. Data debit aliran tiap stasiun ... 44

5. Data beban bahan pencemar ... 44

6. Gambar stasiun penelitian ... 45


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Azwar (1990), sampah merupakan sebagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang dan biasanya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (domestik). Sampah terdiri dari 2 jenis, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan dengan proses alami. Sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari sumberdaya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam jangka waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik dan kaleng (Syahrulyati, 2005).

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya terutama di Kota Bogor, jumlah sampah yang dihasilkan terus bertambah dari waktu ke waktu dan jenisnya semakin beragam. Menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor (2001), sampah yang dihasilkan Kota Bogor berasal dari aktivitas pemukiman, sampah pasar, sampah pertokoan, sampah fasilitas umum dan sampah industri. Sampah ini sebelum dibuang ketempat pembuangan akhir biasanya ditampung pada tempat pembuangan sementara yang berbentuk bak-bak sampah atau menggunakan kontainer sampah yang dapat langsung dibawa oleh truk sampah. Kemudian oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, sampah disetiap penampungan sementara diangkut ke pembuangan akhir di Tempat Pembuangan Akhir sampah Galuga.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Galuga dengan luas 9,8 Ha yang berlokasi di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor telah menerima buangan sampah dari kota Bogor sejak tahun 1992. Pada tahun 1997 Pemerintah Kota Bogor mengalihkan pembuangan sampah ke TPA Rancamaya, tetapi karena terjadi bencana alam di TPA Rancamaya pada tahun 1999 maka


(23)

pembuangan sampah pun dialihkan kembali ke TPA Galuga (DKP Kota Bogor, 2003) .

Sistem pembuangan yang diterapkan pada TPA sampah Galuga adalah sistem pembuangan terbuka (open dumping). Sistem pembuangan terbuka ini merupakan sistem pembuangan yang paling sederhana dan murah, yaitu menumpukkan sampah pada sebuah cekungan pada lahan yang luas dan dibiarkan terbuka bebas. Salah satu dampak negatif yang dihasilkan adalah air lindi (leachate), yaitu cairan yang dikeluarkan dari sampah akibat proses degradasi biologis. Lindi juga dapat pula didefinisikan sebagai air atau cairan lainnya yang telah tercemar sebagai akibat kontak dengan sampah (Rustiawan et al., 1993). Lindi ini dapat mencemari lingkungan khususnya lingkungan perairan, baik air permukaan maupun air tanah dangkal. Terbentuknya air lindi merupakan hasil dari proses infiltrasi air hujan, air tanah, air limpasan atau air banjir yang menuju dan melalui lokasi pembuangan sampah (Nemerow dan Dasgupta , 1991).

Pembentukan air lindi dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik-anorganik). Sampah yang masuk kedalam TPA Galuga sebesar 75,2% merupakan sampah organik (DKP Kota Bogor, 2001). Pada penelitian sebelumnya, Sulinda (2004) menyatakan bahwa pada musim hujan kuantitas air lindi lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi iklim akan mempengaruhi kuantitas air lindi yang dihasilkan. Pada daerah dengan curah hujan yang tinggi akan membentuk kuantitas air lindi yang lebih banyak, walaupun konsentrasi kontaminannya (bahan organik, anorganik dan lain-lain) akan lebih sedikit daripada di daerah yang curah hujannya rendah (Pohland dan Harper, 1985).

Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu kegiatan penelitian mengenai kondisi air lindi (leachate) pada saluran pembuangan lindi TPA sampah Galuga untuk mengetahui karakteristik kandungan bahan pencemar dan beban pencemaran yang diterima perairan umum di sekitar TPA. Sehingga didapatkan gambaran kondisi pencemaran perairan yang diakibatkan adanya TPA dan dapat dijadikan acuan bagi pengelolaan TPA selanjutnya.


(24)

B. Perumusan Masalah

TPA Galuga yang telah digunakan se bagai tempat pembuangan sampah sejak tahun 1992, menerapka n sistem pembuangan secara terbuka (open dumping). Volume sampah yang diterimanya berdasarkan data DKP Kota Bogor (2003) pada tahun 2001 sebesar 507.795 m3/tahun dan meningkat menjadi 514.500 m3/tahun pada tahun berikutnya. Sebanyak 64,2% sampah yang dibuang berasal dari pemukiman (rumah tangga), 12,5% berasal dari pasar, dan sisanya berasal dari pertokoan, restoran, hotel, sarana umum, kegiatan industri dan lain-lain. Sedangkan sebanyak 75,2% komposisi sampah yang dibuang berupa sampah organik dan sebanyak 24,8% berupa bahan anorganik dan lain -lain (DKP Kota Bogor , 2001).

Selain itu berdasarkan data BMG Bogor (2002) in DKP Kota Bogor (2003), Kabupaten Bogor mempunyai curah hujan rata-rata bulanan sebesar 287,5 mm dengan kelembaban yang cukup tinggi sepanjang tahun sebesar 70 – 98%. Keadaan ini akan memicu terbentuknya air lindi yang kemudian akan menimbulkan beberapa dampak terhadap perairan umum apabila tidak diolah secara benar, seperti menambah beban pencemaran bagi perairan umum disekitarnya, bau tidak sedap, munculnya bibit penyakit, dan rusaknya lahan pertanian.

Keterangan : (+) Telah memenuhi baku mutu air buangan (-) Belum memenuhi baku mutu air buangan

Gambar 1. Bagan alir perumusan masalah

Sistem pembuangan sampah terbuka Infiltrasi air hujan Peningkatan jenis dan volume sampah

Air lindi

perairan umum

(-)

(+) Pengolahan

Pengukuran kualitas air


(25)

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

ü Menganalisa kualitas air lindi secara fisika (suhu dan TSS); kimia (DO, pH, BOD5, COD, ammonia total, nitrat, sulfat, dan besi); dan mikrobiologi perairan (Total coliform).

ü Membandingkan dengan baku mutu Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air; dan menghitung beban pencemaran yang dihasilkan.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran Air

Menurut Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta upaya pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air yang berlaku.

Pembuangan sampah secara rutin ke dalam TPA dapat menimbulkan pencemaran terhadap perairan baik di permukaan maupun di dalam tanah. Sampah yang bertambah secara terus-menerus akan mempengaruhi tingkat degradasi dari sampah tersebut (Pohland dan Harper, 1985). Penguraia n sampah organik bisa menghasilkan zat hara, zat-zat kimia yang bersifat toksik dan bahan-bahan organik terlarut. Semua zat tersebut akan mempengaruhi kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah dan perubahan tersebut berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia , dan biologi perairan (Pohland dan Harper, 1985).

B. Karakteristik Air Lindi

Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, yang mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik (Suprihatin 2002 in Sulinda, 2004). Pada umumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD5/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan organik yang sulit terurai tinggi (Alaerts dan Santika, 1984).

Komposisi air lindi sangat bervariasi karena proses pembentukannya dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik-anorganik), mudah tidaknya penguraian (larut -tidak larut), kondisi tumpukan sampah (suhu, pH, kelembaban, umur), karakteristik sumber air (kuantitas dan kualitas air yang dipengaruhi iklim


(27)

dan hidrogeologi), komposisi tanah penutup, ketersediaan nutrien dan mikroba, dan kehadiran in hibitor (Diana, 1992). Selain itu Sulinda (2004) menyatakan bahwa proses penguraian bahan organik menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroorganisme aerobik dan anaerobik pada lokasi pembuangan sampah dapat menjadi penyebab terbentuknya gas dan air lindi.

Sebagian besar limbah yang dibuang pada lokasi pembuangan sampah adalah padatan. Limbah tersebut berasal dari berbagai sumber yang berbeda dengan tipe limbah yang berbeda pula, sehingga setiap air lindi memiliki karakteristik tertentu (Pohland da n Harper, 1985).

Tabel 1. Kategori sumber dan tipe limbah

Kategori Sumber

Limbah Tipe Limbah Utama

Perumahan Produk kertas , plastik, gelas, abu, limbah makanan

Pertanian Limbah hasil panen, limbah makanan, sampah, kimia

Komersial Produk kertas, limba h makan, rongsokan, reruntuhan konstruksi,

abu

Kota Produk kertas, abu, limbah makanan, sludge selokan

Industri Sludge biologis dan kimia (lumpur biologis hasil pengolahan

limbah), produk kertas, abu, reruntuhan konstruksi

Sumber : Pohland dan Harper, 1985

Kuantitas dan kualitas air lindi juga dapat dipengaruhi oleh iklim. Infiltrasi air hujan dapat membawa kontaminan dari tumpukan sampah dan memberikan kelembaban yang dibutuhkan bagi proses penguraian biologis dalam pembentukan air lindi (Pohland dan Harper, 1985). Meskipun sumber dari kelembabannya mungkin dibawa oleh sampah masukkannya, tetapi sumber utama dari pembentukkan air lindi ini adalah adanya infiltrasi air hujan. Jumlah hujan yang tinggi dan sifat timbunan yang tidak solid akan mempercepat pembentukkan dan meningkatkan kuantitas air lindi yang dihasilkan (Pohland dan Harper, 1985).

Pohland dan Harper (1985) menyatakan bahwa umur tumpukan sampah juga bisa mempengaruhi kualitas air lindi dan gas yang terbentuk. Perubahan kualitas air lin di dan gas menjadi parameter utama dalam mengetahui tingkat stabilisasi tumpukan sampah. Oleh karena itu, komposisi kimiawi air lindi dan


(28)

kekuatan bahan pencemar organik yang dihasilkannya bervariasi untuk tiap lokasi pembuangan sampah (Tabel 2 dan 3).

Tabel 2. Komposisi kimia air lindi TPA Bantar Gebang

Parameter Konsentrasi

Biochemical Oxygen Demand (BOD5) 4500 – 13000 mg/l Chemical Oxygen Demand (COD) 11000 – 22000 mg/l

Suspended Solid 550 – 2000 mg/l

Dissolved Solid 11000 – 14450 mg/l

pH 6,5 – 7,6

Hardness as CaCO3 3100 – 5200 mg/l

Calcium 650 – 900 mg/l

Magnesium 450 – 650 mg/l

Phospor 2,6 – 3 mg/l

NH3-N 700 – 2000 mg/l

Kjehldal – N (NO3-N) 600 – 1750 mg/l

Sulfat 110 – 700 mg/l

Chloride 3000 – 5000 mg/l

Sodium 1150 – 1400 mg/l

Potassium 950 – 970 mg/l

Cadmium 0,045 – 0,09 mg/l

Chromium 0,23 – 0,4 mg/l

Sumber : Widyatmoko dan Moerdjoko, 2002

Tabel 3. Kategori kekuatan organik lindi

Kisaran konsentrasi (mg/l) Kategori kekuatan lindi

COD BOD5

Rendah < 1.000 220 – 750

Sedang 1.000 – 10.000 750 – 1.500 Tinggi > 10.000 1.500 – 36.000 Sumber : Pohland dan Harper, 1985


(29)

C. Parameter kualitas air lindi (leachate) 1. Parameter fisika

a. Suhu

Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2 dan sebagainya (Haslam 1995 in Effendi, 2003).

b. TSS (Total Suspended Solid)

Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm (Effendi, 2003). TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.

2. Parameter Kimia a. pH

Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1,5 – 9,5.

b. DO (Dissolved oxygen)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara


(30)

(Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke bada n air, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan (Wetzel, 2001).

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5 (APHA, 1989). Nilai BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses biologi.

d. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan, menjadi CO2 dan H2O (Hariyadi, 2001). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air sampel (Boyd, 1982). Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan organik yang dapat terurai secara biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter), maka COD memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non biodegradable) (Hariyadi, 2001).

Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD5 dapat ditetapkan (Tabel 4). Angka perbandingan yang semakin rendah menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Alaerts dan Santika, 1984).


(31)

Tabel 4. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air

Jenis air BOD5/COD

Air buangan domestik (penduduk) 0,40 – 0,60

Air buangan domestik setelah

pengendapan primer 0,60

Air buangan domestik setelah

pengolahan secara biologis 0,20

Air sungai 0,10

Sumber : Alaerts dan Santika,1984

Perairan yang memiliki COD yang tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/ l, pada perairan tercemar bisa melebihi 200 mg/l dan bahkan pada limbah industri bisa mencapai 60.000 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP 1992 in Effendi, 2003).

e . Amonia total

Amonia pada perairan dihasilkan oleh proses dekomposisi, reduksi nitrat oleh bakteri, kegiatan pemupukan dan ekskresi organisme yang ada di dalamnya (Boyd, 1982). Amonia (NH3) yang disebut juga nitrogen amonia dihasilkan dari pembusukan zat-zat organik oleh bakteri. Setiap amonia yang dibebaskan kesuatu lingkungan akan membentuk reaksi keseimbangan dengan ion amonium (NH4+). Amonium ini yang kemudian mengalami proses nitrifikasi membentuk nitrit dan nitrat. Amonia dalam keadaan tidak terdisosiasi akan lebih berbahaya untuk ikan daripada dalam bentuk amonium (Pescod, 1973). Nilai amonia memiliki hubungan dengan nilai pH perairan, yaitu makin tinggi pH air maka makin besar kandungan amonia dalam bentuk tidak terdisosiasi (Wardoyo, 1975). Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran ba han organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).

f. Nitrat

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan dan merupakan nutrien utama bagi tumbuhan dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di


(32)

perairan (Effendi, 2003). Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung dalam kondisi aerob.

2 NH3 + 3 O2 Nitrosomonas 2 NO2- + 2 H+ + 2 H2O 2 NO2- + O2 Nitrobacter 2 NO3

-Effendi (2003) juga menyatakan bahwa kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia (pencucian dan pengolahan makanan) serta tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang selanjutnya memacu pertumbuhan algae serta tumbuhan air lain menjadi pesat (blooming).

g. Sulfat

Sulfat adalah bentuk sulfur utama dalam perairan dan tanah. Di perairan yang diperuntukkan bagi air minum sebaiknya tidak mengandung senyawa natrium sulfat (Na2SO4) dan magnesium sulfat (MgSO4) (Hariyadi et al., 1992). Di perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Reduksi (pengurangan oksigen dan penambahan hidrogen) anion sulfat menjadi hidrogen sulfida pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organik menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam (Effendi, 2003).

SO42- + bahan organik bakteri S2- + H2O + CO2 S2- + 2 H+ anaerob H2S

Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemuka n H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2 – 80 mg/liter. Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak melebihi 400 mg/liter (WHO, 1984 in Effendi, 2003).


(33)

h. Besi

Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya, besi yang ada di dala m air dapat bersifat: (1) terlarut sebagai Fe2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri); (2) tersuspensi sebagai butiran koloidal (diameter <1µm) atau lebih besar, seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3 dan sebagainya; (3) tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (Alaerts dan Santika, 1984). Besi dalam bentuk ferro maupun ferri tergantung pada nilai pH dan kandungan oks igen terlarut (Welch, 1952). Pada pH normal dan terdapat oksigen yang cukup, kandungan besi ferro yang terlarut akan dioksidasi menjadi ferri yang mudah terhidrolisa membentuk endapan ferri hidroksida yang tidak larut dan mengendap di dasar perairan sehingga membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Kadar besi yang tinggi terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung oksigen (Wetzel, 2001).

Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05 - 0,2 mg/l (Boyd, 1988 in Effendi, 2003) pada air tanah dalam dengan kadar oksigen yang rendah kadar besinya dapat mencapai 10 – 100 mg/l. Kadar besi > 1,0 mg/l dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore, 1991). Sedangkan bagi perairan yang diperuntukkan bagi keperluan pertanian sebaiknya memiliki kadar besi yang tidak lebih dari 20 mg/liter (McNeely et al, 1979 in Effendi, 2003).

3. Parameter mikrobiologi

Alaerts dan Santika (1984) menyatakan bahwa bakte ri yang sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kualitas perairan adalah bakteri koliform, fecal koliform, dan fecal streptococcus. Bakteri koliform merupakan bakteri yang berasal dari tinja manusia, hewan berdarah panas, hewan berdarah dingin, dan dari tanah. Bakteri koliform mudah dideteksi, sehingga jika bakteri tersebut ditemui dalam sampel air berarti air tersebut tercemar oleh tinja dan kemungkinan besar perairan tersebut mengandung bakteri patogen. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kadar maksimum total koliform yang diperbolehkan pada perairan umum yang diperuntukkan untuk mengairi pertanaman dan peternakan sebesar 10.000 MPN/100ml.


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16 Januari – 12 Februari 2005 bertempat pada saluran pembuangan air lindi TPA sampah Galuga, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor (Lampiran 1 dan Gambar 2). Kemudian sampel yang didapatkan dianalisis pada Laboratorium Produktifitas dan Lingkungan Perairan, serta Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel air, botol gelap steril untuk sampel mikrobiologi, botol BOD 125 ml, termometer alkohol, tongkat berskala, stopwatch, vacuum pump, spektrofotometer, pH-meter , kertas millipore 0,45 µm, kertas saring Whatman no. 42, plastik polybag hitam, kertas alumunium dan coolbox.

Bahan yang dipakai adala h bahan kimia untuk titrasi DO dan bahan-bahan kimia untuk analisis laboratorium.

C. Metode Kerja

1. Stasiun penelitian dan pengambilan contoh

Air contoh yang diteliti diambil dari 5 stasiun pengamatan (Gambar 2). Stasiun 1 merupakan saluran irigasi yang mengalirkan air ke persawahan penduduk. Stasiun 2 adalah saluran pembuangan air lindi menuju ke perairan umum dari kolam-kolam pengendapan lindi TPA Galuga. Stasiun 3 merupakan saluran pertemuan air irigasi dengan air lindi. Air irigasi masuk kedalam saluran melalui pipa paralon dengan ketinggian yang sedikit lebih tinggi dari pada saluran air lindi. Stasiun 4 merupakan saluran perairan umum yang ditutupi dengan pepohonan rimbun di sepanjang pinggir saluran. Jarak antara stasiun 1, 2, 3 dan 4 sekita r 15 – 25 meter. Stasiun 5 merupakan sumur penduduk yang terdekat (± 20 m) dengan TPA Galuga dengan kedalaman 3 m.


(35)

Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan 4 (empat) kali pengulangan pada setiap stasiun. Pada setiap stasiun dilakukan pe ngamatan langsung parameter suhu, oksigen terlarut, dan debit aliran air buangan lindi. Pengambilan contoh dilakukan pada pukul 06.00 (pagi), 11.00 (siang), 18.00 (sore) dan 24.00 (malam). Pada stasiun 5 dilakukan hanya pada pukul 11.00 WIB. Setiap pengambilan contoh, parameter yang langsung diukur adalah suhu, debit, dan oksigen terlarut, kemudian air contoh dimasukkan kedalam botol sampel untuk dilakukan analisa parameter yang lain pada laboratorium.

2. Pengukuran parameter fisika, kimia dan mikrobiologi

Pengukuran dan analisa parameter fisika, kimia, dan biologi dilakukan secara in-situ maupun di laboratorium. Parameter-parameter yang dianalisa dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Parameter yang dianalisa

Parameter Satuan Metode/Alat Keterangan

Fisika

1. Suhu 0C Pemuaian / Termometer alkohol In-situ

2. TSS mg/l Gravimetrik / millipore 0,45µm Laboratorium

Kimia

1. pH - Potensiometrik / pH-meter Laboratorium

2. Oksigen terlarut mg/l Modifikasi Winkler / botol DO In-situ

3. BOD5 mg/l

Modifikasi Winkler dan inkubasi 5 hari / botol DO

Laboratorium

4. COD mg/l Titrimetrik K2Cr2O7 / buret

titran

Laboratorium

5. Amonia total mg/l Phenate/ Spektrofotometer ë =

640 nm

Laboratorium

6. Nitrat mg/l Brucine/ Spektrofotometer ë =

410 nm

Laboratorium

7. Sulfat mg/l Turbidimetrik/ Spektrofotometer

ë = 420 nm

Laboratorium

8. Besi mg/l Phenantroline/ Spektrofotometer

ë = 510 nm

Laboratorium Mikrobiologi


(36)

Gambar 2. Sketsa lokasi stasiun penelitian Keterangan :

Tumpukan sampah

Batas tumpukan sampah Tempat pengolahan sampah menjadi kompos

Pos jaga TPA Ga luga Rumah penduduk Kampung Lalamping Kolam pengumpul air lindi

Penyekat

Kolam pengolahan A Kolam pengolahan B Kolam pengolahan C Kolam pengolahan D

Stasiun 1 (saluran irigasi) Stasiun 2 (saluran air lindi) Stasiun 3

(saluran pertemuan air lindi dengan air irigasi) Stasiun 4

(saluran perairan umum)

Sumur penduduk

Persawahan

A B C D


(37)

D. Analisis Data

1. Analisis beban bahan pencemar

Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya beban bahan pencemar parameter tertentu (BOD, COD atau TSS) pada air lindi yang terbuang keperairan umum (Metcalf dan Eddy, 1991).

Beban bahan pencemar tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:

L = C x Q

Keterangan :

L = Beban bahan pencemar dari parameter tertentu ( kg/hari) C = Konsentrasi bahan pencemar dari parameter tertentu (mg/l) Q = Debit air limbah (m3/hari)

2. Metode STORET

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran air akibat masuknya air lindi pada saluran perairan umum. Penggunaan metode STORET memberikan keuntungan dalam mengetahui baik buruknya kualitas badan air untuk suatu peruntukkan, serta dapat diketahui pula parameter yang tidak memenuhi persyaratan baku mutu tertentu (Canter, 1977).

Langkah-langkah dalam penggunaan STORET antara lain :

1. Membuat tabel hasil analisis kualitas fisika, kimia, biologis yang terukur selama pengamatan yang mencakup nilai maksimum, minimum dan rata-rata.

2. Pada tabel yang sama, dicantumkan nilai baku mutu (kelas III untuk budidaya perikanan dan pengairan tanaman, sesuai dengan Peraturan Pemerintah R.I. No. 82 tahun 2001) untuk masing-masing parameter.

3. Membandingkan nilai minimum, maksimum dan rata-rata dengan nilai baku mutu yang ditetapkan.

4. Memberikan skor terhadap masing-masing parameter tersebut sebagai berikut:

a. Skor nol (0), jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran memenuhi baku mutu atau masih dibawah nilai baku mutu.


(38)

b. Skor (-1 s/d -9), jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran telah melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan dan jumlah contoh air yang diukur <10.

c. Skor (-2 s/d -18), jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran telah melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan dan jumlah contoh air yang diukur lebih dari atau sama dengan 10 ( 10). Untuk rincian pemberian skor pada butir b dan c dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu perairan berdasarkan metode STORET (Canter, 1977)

Parameter Jumlah contoh Nilai

Fisika Kimia Biologi

Minimum -1 -2 -3

maksimum -1 -2 -3

< 10

Rata -rata -3 -6 -9

Minimum -2 -4 -6

maksimum -2 -4 -6

10

Rata -rata -6 -12 -18

d. Setelah masing-masing memiliki skor, nilai-nilai skor dari seluruh parameter fisika, kimia, biologi tersebut dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai berdasarkan baku mutu air yang ditentukan US-EPA (United State-Environmental Protection Agency) seperti tercantum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi mutu air berdasarkan US-EPA

Kelas Jumlah total skor Mutu air

A 0 Baik sekali

B -1 s/d -10 Baik

C -11 s/d -30 Sedang

D -31 Buruk


(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Tempat Penampungan Akhir (TPA) sampah Galuga terletak di Kampung Lalamping, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sekitar 25 km dari pusat kota Bogor. TPA sampah Galuga ini sudah beroperasi menerima buangan sampah dari kota Bogor sejak tahun 1992. Secara administratif TPA sampah Galuga ini berbatasan dengan :

Sebelah utara : Areal pertanian Desa Cijujung, Kecamatan Cibungbulang

Sebelah timur : Perbukitan Kampung Cimangir

Sebelah selatan : Kampung Moyan, Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang

Sebelah barat : Kampung Lalamping, Desa Galuga

Keseluruhan luas TPA sampah Galuga sebesar 9,8 Ha, dengan luas areal buang (areal pembongkaran dan penampungan sampah) sebesar 8,24 Ha. Sedangkan luas infrastruktur penunjang lainnya sebesar 1,56 Ha.

Sebagai tempat pembuangan akhir, TPA sampah Galuga menerima masukan sampah dari Kota Bogor dan sebagian sampah dari Kabupaten Bogor. Berdasarkan sumbernya sampah yang masuk TPA sampah Galuga sangat beragam, seperti sampah pemukiman, sampah pasar, pertokoan, sampah sapuan jalan raya dan sampah dari kawasan industri. Sampah tersebut kemudian diangkut ke TPA sampah Galuga dengan armada truk yang berjumlah 65 - 70 unit. Berdasarkan data dari DKP (2001) sampah yang dapat terangkut per harinya sebesar 1.391 m3 (Tabel 8). Sebesar 1.092 m3 per hari jenis sampah yang masuk merupakan sampah organik (Tabel 9). Sampah yang masuk kedalam TPA langsung diratakan oleh petugas dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor dengan alat berat dan sebagian pemulung melakukan penyortiran barang-barang yang dapat didaur ulang.

Kampung Lalamping merupakan pemukiman penduduk yang letaknya paling dekat dengan TPA sampah Galuga. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Kampung Lalamping adalah sebagai pemulung yang bergantung


(40)

hidupnya dari keberadaan TPA sampah Galuga. Untuk kebutuhan sehari-harinya mereka menggunakan sumber air dari sumur dan tangki air bersih yang disediakan Pemerintah Kota Bogor. Penduduk Kampung Lalamping yang berada di sebelah barat TPA Galuga sering mengeluhkan mengenai bau yang ditimbulkan TPA Galuga yang sesekali terasa sangat menyengat, akan tetapi karena sudah turun temurun menempati daerah tersebut mereka menganggap sudah biasa dan mereka harus menjalaninya. Salah satu kompensasi yang diterima penduduk Kampung Lalamping dari Pemerintah Kota Bogor adalah adanya pengobatan gratis setiap tiga bulan sekali.

Tabel 8. Timbulan dan jumlah sampah terangkut per hari ber dasarkan sumber sampah

Terangkut

Sumber sampah Timbulan

(m3) (m3) %

Pemukiman (64,2 %) 1.347 765 36,4

Pasar (12,5 %) 262 233 11,1

Pertokoan, restoran dan hotel

(7,1 %) 149 125 6,0

Fasilitas umum dan sosial (4,2 %) 88 73 3,5

Sapuan jalan (7,3 %) 154 120 5,7

Kawasan industri (4,7 %) 99 75 3,6

Jumlah 2099 1.391 66,3

Sumber : DKP Kota Bogor, 2001

Tabel 9. Komposisi dan timbulan sampah yang terangkut per hari berdasarkan jenis sampah

Terangkut

Jenis sampah Timbulan

(m3) (m3) (%)

Organik (75,2 %) 1.580 1.092 52,0

Kertas (6,05 %) 127 79 3,8

Plastik (8,53 %) 179 86 4,1

Logam (1,76 %) 37 22 1,0

Kaca/gelas (2,10 %) 44 29 1,4

Karet (1,67 %) 35 26 1,2

Kain/tekstil (1,91 %) 40 25 1,2

Kayu (1,91 %) 25 15 0,7

Lain- lain (1,52 %) 32 17 0,8

Jumlah 2.099 1.391 66,3


(41)

B. Lindi Sampah TPA Galuga

Lindi sampah TPA Galuga dihasilkan oleh tumpukan sampah yang ditampung. Komposisi lindi yang terbentuk akan sesuai dengan jenis sampah yang masuk kedalam TPA. Air lindi yang terbentuk berwarna hitam kemerahan dengan bau menyengat. Secara gravitasi air lindi yang terbentuk mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui saluran permanen yang terbuat dari tembok beton dengan panjang saluran sekitar 400 m, lebar 1 – 1,5 m dan dalam 0,5 – 1 m. Lindi tersebut kemudian masuk kedalam kola m pengolahan (pengendapan) permanen sebanyak 4 buah (Lampiran 7). Pada keempat kolam pengolahan ini, lindi yang masuk akan diendapkan dan selanjutnya dikeluarkan kesaluran pembuangan. Saluran pembuangan ini dibuat tidak permanen dengan lebar 1 m dan tinggi air sekitar 10 - 25 cm yang langsung berhubungan dengan saluran irigasi penduduk.

C. Pengolahan Air Lindi

TPA sampah Galuga mempunyai 4 buah kolam pengolahan. Sebelum air lindi hasil buangan sampah terbuang keperairan umum, lindi tersebut diolah terlebih dahulu pada kolam-kolam pengolahan. Menurut DKP (2003) keempat kolam tersebut dirancang dengan fungsi tertentu. Kolam pengolahan pertama mempunyai fungsi sebagai kolam aerasi dengan ukuran ± 20 m3. Kolam pengolahan kedua dan ketiga sebagai kolam flokulasi dengan ukuran masing-masing ± 40 m3 dan kolam keempat sebagai kolam pengendapan mempunyai ukuran ± 12 m3 (Lampiran 7). Kenyataannya pada saat pengamatan setiap bak pengolahan tersebut tidak difungsikan sesuai dengan seharusnya. Pada setiap bak pengolahan, air lindi yang masuk hanya dialirkan, diendapkan, kemudian dikeluarkan kesaluran perairan umum tanpa ada proses pengolahan lebih lanjut. Hal ini sangat disayangkan, karena bak pengolahan yang telah dirancang tidak dioperasikan sesuai dengan fungsinya.


(42)

D. Kualitas Air Lindi

1. Parameter Fisika Air Lindi a. Suhu

Pada tiap stasiun terlihat penyebaran suhu yang hampir sama, dari Gambar 3 terlihat sebaran suhu tertinggi pada setiap stasiun adalah pada pengamatan siang hari yaitu berkisar antara 30 – 32 oC. Sedangkan sebaran suhu terendah terjadi pada pa gi hari yang berkisar antara 23 – 26,5 oC. Gambar 3 juga menunjukkan bahwa pola fluktuasi suhu pada saluran perairan tersebut adalah rendah pada pagi hari, kemudian terjadi kenaikan suhu yang drastis pada siang hari, dan selanjutnya berangsur -angsur menurun pada sore sampai malam hari. Suhu dipengaruhi oleh faktor penyinaran sinar matahari dan proses dekomposisi yang terjadi pada tiap stasiun. Apabila dibandingkan dengan baku mutu kelas III Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, pada pengamatan pagi dan siang hari telah melebihi baku mutu sehingga perairan ini tidak sesuai untuk pengairan tanaman dan budidaya perikanan.

Baku mutu

Gambar 3. Hasil pengukuran suhu tiap pengamatan

b. TSS (Total Suspended Solid)

Pada Gambar 4, TSS tiap pengamatan menunjukan nilai yang beragam. Pada stasiun 1 terlihat, nilai TSS dari pengamatan pagi sampai sore hari mengalami kenaikan dar i 14 mg/l sampai 41 mg/l, akan tetapi pada malam hari terjadi penurunan sampai 4 mg/l. Hal ini diduga karena pada pagi sampai siang hari komposisi pasir dan lumpur akibat limpasan dari persawahan meningkat sedangkan pada malam hari komposisi pasir dan lumpurnya berkurang dapat

22 24 26 28 30 32 34

pagi siang sore malam

waktu

Suhu (oC)


(43)

dilihat dari penampakan air contoh yang lebih jernih daripada pagi, siang, dan sore.

Gambar 4. Hasil pengukuran TSS tiap pengamatan

Pada stasiun 2 terlihat pola yang terus meningkat, pagi hari sebesar 23 mg/l sampai 27 mg/l pada malam hari. Kondisi ini diduga karena adanya peningkatan kandungan pasir halus, lumpur, dan bahan organik tidak terlarut yang ikut terbawa air lindi. Lain halnya dengan stasiun 3 dan 4, pada pengamatan pagi sampai sore hari cenderung konstan, ke mudian mengalami kenaikan pada waktu malam hari sampai 76 mg/l (stasiun 3) dan 68 mg/l (stasiun 4). Nilai TSS yang lebih tinggi pada malam hari ini diduga karena sebelum pengamatan terjadi hujan sehingga sedimen dasar yang berupa lumpur dan pasir terangka t kepermukaan.

Secara keseluruhan nilai TSS pada saluran pembuangan lindi ini berkisar antara 4 mg/l (terendah) sampai 68 mg/l (tertinggi). Apabila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilainya masih di bawah 400 mg/l. Oleh karena itu, dalam hal ini perairan tersebut masih sesuai digunakan untuk budidaya ikan dan pengairan tanaman.

2. Parameter Kimia Air Lindi a. pH

Terlihat pada Gambar 5 adanya perbedaan nilai pH perairan pada stasiun 1 (saluran irigasi) dengan stasiun pengamatan yang lain. Pada stasiun 1 kondisi nilai pH perairannya sebesar 6,44 pada pagi hari (tertinggi) dan 6,02 pada malam hari (terendah). Pada stasiun pengamatan yang lainnya menunjukkan nilai pH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

pagi siang sore malam

waktu

TSS (mg/l)


(44)

yang konstan antara 7,36 – 7,58 yang masih bisa digolongkan dalam nilai pH yang netral.

Baku mutu

Gambar 5. Hasil pengukuran pH tiap pengamatan

Pada stasiun 1 nilai pHnya sedikit lebih rendah diduga karena adanya run off pupuk pertanian dan humus (unsur hara) yang terlarut masuk kedalam perairan. Pada stasiun 2, 3 dan 4 karena sudah adanya masukan lindi kedalam perairan, maka perubahan nilai pH sangat tergantung kepada proses dekomposisi di dalam air lindi tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) seiring dengan pertambahan umur tumpukan sampah, pada tumpukan sampah akan terjadi fase fermentasi metana sebagai hasil dekomposisi biologis anaerobik yang hampir sempurna dengan nilai pH yang berfluktuasi antara 7,5 – 9.

b. DO (Dissolved Oxygen)

Pada Gambar 6 terlihat bahwa pada stasiun 1 kandungan oksigen terlarut dipagi hari sebesar 5,06 mg/l dan menunjukkan pola harian yang terus menurun menjadi 3,67 mg/l (siang hari), 3,37 mg/l (sore hari), dan 2,18 mg/l pada malam hari. Pada pagi hari sebelum pengamatan, terjadi hujan yang diduga meningkatkan oksigen terlarut di perairan karena bertambahnya ketinggian air dan kecepatan aliran air sehingga difusi oksigen dari udara meningkat, walaupun proses fotosintesis masih sedikit terjadi.

Pada siang hari, karena kondisi stasiun 1 yang teduh, masukan sinar mataharinya sedikit mengakibatkan proses fotosintesis yang terjadi pun sedikit.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

pagi siang waktu sore malam

pH


(45)

Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa masukan oksigen hasil dari fotosintesis sedikit dan difusi dari udara pun berkurang karena menurunnya kecepatan aliran, sehingga oksigen yang ada akan menurun karena terpakai oleh dekomposisi bahan organik dari limpasan persawahan.

Baku mutu

Gambar 6. Hasil pengukuran oksigen terlarut tiap pengamatan

Kandungan oksigen pada stasiun 2 yang terlihat pada Gambar 6 menunjukkan nilai yang sangat rendah, pagi dan siang hari sebesar 0,79 mg/l kemudian naik pada sore hari (1,29 mg/l) dan malam hari turun sampai 0,49 mg/l. Kondisi stasiun 2 yang terbuka memungkinkan penetrasi sinar matahari yang cukup untuk proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Kandungan bahan organik yang tinggi dari buangan lindi menyebabkan pemakaian oksigen untuk menguraikan bahan organik oleh mikroba pada perairan juga tinggi, sehingga oksigen dari hasil fotosintesis akan terpakai yang mengakibatkan oksigen yang terlarut di perairan tetap rendah.

Begitu pula yang terjadi pada stasiun 4, yang kandungan oksigen terlarut yang terukur sebesar 0,79 mg/l (pagi); 0,89 mg/l (siang dan sore); dan 0,39 mg/l (malam). Kondisi stasiun 4 yang teduh menyebabkan proses fotosintesis yang terjadi hanya menghasilkan sedikit oksigen. Bahan organik yang melewati stasiun 4 merupakan akumulasi dari stasiun 1, 2 dan 3, sehingga banyaknya bahan organik yang terakumulasi akan mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut. Implikasinya kandungan oksigen terlarut dalam perairan akan semakin rendah. Terlebih lagi pada

0 1 2 3 4 5 6

pagi siang sore malam

waktu

DO (mg/l)


(46)

pengamatan malam hari dengan tidak adanya masukan dari proses fotosintesis, maka oksigen akan semakin rendah.

Pada stasiun 3, kandungan oksigen terlarutnya cenderung fluktuatif, tertinggi pada pagi hari (3,18 mg/l) kemudian menurun menjadi 0,7 mg/l pada siang hari, tetapi pada sore hari naik sedikit menjadi 1,3 mg/l dan kembali menurun menjadi 0,7 mg/l pada malam hari. Kondisi kandungan oksigen terlarut yang seperti ini diduga karena stasiun 3 merupakan pertemuan massa air dari saluran irigasi (stasiun 1) dengan saluran pembuangan lindi (stasiun 2) sehingga kondisinya selalu berubah-ubah. Secara keseluruhan kandungan oksige n terlarut pada saluran yang sudah tercampur dengan air lindi menunjukkan kondisi yang kurang dari 2 mg/l. Apabila air tersebut digunakan untuk budidaya perikanan akan mengakibatkan kematian pada ikan.

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pada Gambar 7, terlihat kebutuhan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik secara biologis sangat bervariasi tiap waktu pengamatan. Pada stasiun 1 dan 2 membentuk pola fluktuasi kandungan BOD5 yang sama, pada pagi hari sebesar 69,43 mg/l (stasiun 1), dan 99,18 mg/l (stasiun 2); pada siang hari naik menjadi 74,39 mg/l (stasiun 1), dan 119,02 mg/l (stasiun 2); kemudian sore hari turun menjadi 39,67 mg/l (stasiun 1), dan 54,55 mg/l (stasiun 2); dan malam harinya naik kembali menjadi 59,51 mg/l (stasiun 1), dan 99,18 mg/l (stasiun 2).

baku mutu

Gambar 7. Hasil pengukuran BOD5 tiap pengamatan

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

pagi siang sore malam

waktu

BOD (mg/l)


(47)

Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa pada siang hari suhu pada permukaan perairan yang meningkat dapat memicu aktivitas mikroba dalam menguraikan bahan organik yang berada dalam perairan, sehingga kebutuhan oksigen untuk menguraikannya pun semakin besar. Kemudian pada sore hari terlihat nilai BOD5 menurun, hal ini diduga karena intensitas aktivitas mikroba yang menguraikan bahan organik menurun, sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik juga menurun. Peningkatan BOD5 pada malam hari diduga karena bertambahnya masukan bahan organik pada stasiun 1 akibat limpasan dari persawahan karena terjadi hujan dan pada stasiun 2 bertambahnya bahan organik dari lindi tidak terendapkan pada kolam pengendapan, sehingga kebutuhan untuk mendekomposisikannya pun bertambah.

Pada stasiun 3 yang merupakan daerah pertemuan massa air dari saluran irigasi dengan saluran pe mbuangan lindi menunjukkan nilai BOD5 sebesar 34,71 mg/l (pagi hari), 54,55 mg/l (siang hari), kemudian naik menjadi 173,57 mg/l (sore hari) dan turun menjadi 54,55 mg/l (malam). Fluktuasi kenaikan yang terjadi pada sore hari diduga karena adanya masukan limpasan bahan organik akibat dari kegiatan penduduk Kampung Lalamping. Pada malam harinya nilai BOD5nya kembali turun, hal ini diasumsikan bahwa pada malam hari keberadaan mikroba di stasiun 3 lebih sedikit, sehingga nilai BOD5nya pun lebih rendah. Secara umum pada kondisi stasiun 3 yang merupakan daerah pertemuan, keadaan nilai – nilai parameter yang diamati tidak menentu.

Pada stasiun 4 terlihat pola yang relatif tidak jauh berubah sejak pagi hari niali BOD5 sebesar 104,14 mg/l lalu menurun pada siang hari menjadi 79,35 mg/l dan naik kembali menjadi 99,28 mg/l (sore hari) dan 94,22 mg/l (malam hari). Kondisi stasiun 4 yang tidak mengalami banyak perubahan dengan masukan hanya dari stasiun 3, mengambarkan bahwa besarnya bahan organik yang dapat terurai secara biologis karena masukkan air lindi berkisar antara 79,35 mg/l sampai dengan 104,14 mg/l.

Apabila dibandingkan dengan baku mutu kualitas air kelas III (kegiatan perikanan dan pengairan tanaman) nilai BOD5 tersebut sudah jauh melebihi baku mutu (Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001). Hal ini terlihat nyata pada lingkungan sekitar saluran pembuangan lindi, bahwa persawahan yang diairi


(48)

dengan air irigasi yang tercampur dengan air lindi tidak produktif lagi. Oleh karena itu, perairan pada saluran pembuangan lindi ini dapat dianggap telah mengalami pencemaran.

d. COD (Chemical Oxygen Demand)

Pada Gambar 8 COD pada stasiun 1 menunjukkan nilai yang lebih rendah dan pola yang terus menurun dari pagi hari (2002,15 mg/l) sampai malam hari (706,34 mg/l). Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa COD stasiun 1 lebih besar dari pada nilai BOD5nya, tingginya nilai COD ini diduga karena adanya bocoran atau rembesan air lindi yang mempengaruhi kandungan bahan organik pada stasiun 1 ini. Oleh karena itu bahan organik yang melewati stasiun 1 berupa bahan organik yang sukar didegradasi secara biologis lebih banyak dari pada bahan organik yang mudah terdegradasi secara biologis.

Pada stasiun 2, 3, dan 4 terlihat pola yang sama, terjadi kenaikan nilai COD masing-masing stasiun pada siang hari, menurun pada sore dan malam hari. Hal ini berarti pada siang hari kandungan bahan organik yang dapat dioksidasi dengan dikromat lebih banyak. Selain itu dapat menggambarkan bahwa pada siang hari di stasiun tersebut bahan organik yang sukar di degradasi secara biologis lebih banyak dan semakin besar pada stasiun 4 (5541,55 mg/l). Nilai COD yang meningkat pada siang hari ini diduga karena terjadinya masukan air hujan pada lahan TPA pada pagi harinya yang melarutkan bahan organik pada timbunan sampah dan membawa bahan organik terlarut tersebut melewati stasiun 2, 3 dan 4 pada siang harinya.

baku mutu

Gambar 8. Hasil pengukuran COD tiap pengamatan

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

pagi siang sore malam

waktu

COD (mg/l)


(49)

Menurut Pohland dan Harper (1985) dengan nilai COD rata-rata pada saluran pembuangan lindi seperti diatas dapat dikategorikan bahwa kekuatan organik air lindinya dalam kategori menengah. Apabila dibandingkan dengan baku mutu (Peraturan Pemerintah No. 82, 2001), keadaan perairan seperti ini dengan kandungan bahan organik yang telah melebihi 50 – 100 mg/l sangat tidak cocok untuk kegiatan budidaya perikanan dan pengairan tanaman.

e. Amonia total

Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+). Pada Gambar 9 terlihat bahwa kadar amonia total pada stasiun 1 (saluran irigasi) berkisar 2,15 - 4,12 mg/l dengan rata -rata 2,97 mg/l. Sedangkan pada stasiun 2 (saluran buangan lindi) rata-rata kadar amonia totalnya 138,19 mg/l, stasiun 3 (pencampuran antara air irigasi dan air lindi) dan stasiun 4 berturut -turut berkadar rata-rata 122,13 mg/l dan 123,82 mg/l.

Kadar amonia total yang terendah pada stasiun 1 berkaitan erat dengan tingginya oksigen terlarut, serta suhu dan bahan organik yang lebih rendah daripada stasiun lainnya. Kondisi oksigen terlarut yang lebih rendah, pH, dan bahan organik yang lebih tinggi menyebabkan pada stasiun 2 rata-rata amonia totalnya tertinggi. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).

Gambar 9. Hasil pengukuran amonia total tiap pengamatan

0 50 100 150 200

pagi siang sore malam

waktu

Amonia total (mg/l)


(50)

f. Nitrat

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Pada Gambar 10 terlihat bahwa nilai nitrat hasil pengamatan pada setiap stasiun berkisar antara 0,09 – 0,23 mg/l.

Gambar 10. Hasil pengukuran nitrat tiap pengamatan

Kadar oksigen terlarut yang rendah di setiap stasiun dan kadar bahan organik yang tinggi, akan memperlambat proses oksidasi amonia menjadi nitrat sehingga pembentukan nitrat pun terhambat. Dalam keadaan terdapat oksigen yang cukup, amonia akan diubah oleh bakteri nitrosomonas menjadi nitrit dan oleh bakteri nitrobacter menjadi nitrat (Wetzel, 2001).

Menurut Davis dan Cornwell (1991) in Effendi (2003), kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l, sedangkan apabila lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan.

g. Sulfat

Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO42 -). Dari Gambar 11 diketahui bahwa kadar sulfat pada stasiun 1 secara keseluruhan paling rendah dengan nilai rata -rata 8,82 mg/l. Pada stasiun pengamatan lainnya berkisar 22,7 – 32,9 mg/l. Perbedaan ini diduga karena pada stasiun 1 merupakan saluran irigasi penduduk yang mempunyai kandungan sulfat dan bahan organik yang lebih sedikit. Pada stasiun

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

pagi siang sore malam

waktu

Nitrat (mg/l)


(51)

2, 3, dan 4 kandungan sulfat (SO42 -) dan bahan organik pada lindi hasil buangan TPA Galuga cukup banyak.

Gambar 11. Hasil pengukuran sulfat tiap pengamatan

Pada perairan yang mengandung banyak bahan organik dan sedikit kandungan oksigen, sulfat berperan sebagai sumber oksigen dalam proses oksidasi yang dilakukan bakteri anaerob. Pada kondisi ini, ion sulfat direduksi menjadi ion sulfit yang membentuk kesetimbangan dengan ion hidrogen untuk membentuk hidrogen sulfida (H2S) (Effendi, 2003). Menurut Rump dan Krist (1992) in Effendi (2003), kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2 - 80 mg/l. Secara keseluruhan kadar sulfat pada saluran pembuangan ini masih dibawah toleransi kadar baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 (400 mg/l), sehingga masih sesuai dipergunakan untuk pengairan tanaman dan budidaya perikanan.

h. Besi

Kadar besi pada tiap pengamatan berkisar antara 2,63 - 3,89 mg/l. Menurut Rump dan Krist (1992) in Effendi (2003), kadar besi pada perairan yang cukup aerasi (aerob) hampir tidak pernah lebih dari 0,3 mg/l. Sehingga dapat dikatakan bahwa kadar besi pada tiap stasiun pengamatan cukup tinggi yang disebabkan oleh banyaknya bahan organik dan kandungan oksigen terlarut yang rendah.

5 10 15 20 25 30 35

pagi siang waktu sore malam

sulfat (mg/l)


(52)

Gambar 12. Hasil pengukuran besi tiap pengamatan

Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah juga mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam. Kadar besi melebihi 1,0 mg/l dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore 1991). Dalam Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kadar besi yang diperbolehkan dalam baku mutu kualitas air kelas I sebesar 0,3 mg/l. Oleh karena itu air buangan lindi ini sebaiknya tidak digunakan untuk kegiatan rumah tangga dan konsumsi air minum, serta penga iran dan budidaya perikanan.

3. Parameter mikrobiologi air lindi

Dari hasil pengamatan mikrobiologi pada saluran pembuangan lindi TPA Galuga didapatkan jumlah total coliform sebanyak lebih dari 1,1 x 103 MPN/100ml. Hal ini mengindikasikan bahwa pada air lindi tersebut juga mengandung bakteri patogen yang cukup banyak dan apabila digunakan untuk keperluan sehari-hari akan sangat membahayakan bagi kesehatan penduduk sekitarnya.

Tabel 10. Hasil analisis total coliform air lindi

Total coliform Jumlah

Pengamatan 1 > 1,1 x 103 MPN/100ml Pengamatan 2 > 1,1 x 103 MPN/100ml

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

pagi siang sore malam

waktu

Fe (mg/l)


(53)

E. Kualitas air sumur

Masyarakat Kampung Lalamping, Desa Galuga yang merupakan daerah pemukiman yang letaknya sebelah barat TPA Galuga masih menggunakan air sumur untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Di lain pihak Dinas Kebersihan Kota Bogor telah menyediakan tangki penampungan air bersih yang dipasok dari mata air disekitar Desa Galuga dengan harapan masyarakat Kampung Lalamping dapat menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang masih menggunakan air sumurnya untuk kebutuhan sehari-harinya.

Tabel 11. Hasil analisis kualitas air sumur

Parameter Satuan Konsentrasi

Baku mutu kelas I PP No. 82 tahun 2001

Kesesuaian

Suhu oC 27,00 Alami ± 3 ü

TSS mg/l 5,00 50 ü

pH - 4,92 6 - 9 x

DO mg/l 3,17 6 x

BOD5 mg/l 34,72 2 x

COD mg/l 1557,87 10 x

Amonia total mg/l 1,28 0,5 x

Nitrat mg/l 0,91 -

Besi mg/l 0,06 0,3 ü

Total coliform MPN/100ml > 1,1 x 103 1000 x

Keterangan : ü = sesuai dengan baku mutu x = tidak sesuai baku mutu

Kualitas air sumur masyarakat di Kampung Lalamping yang terletak dekat dengan saluran pembuangan lindi (sekitar 15 - 20 m, kedalaman 3 meter), terlihat jelas pada Tabel 11 bahwa nilai kualitas air sumur yang s udah tidak sesuai dengan baku mutu adalah parameter pH, DO, BOD5, COD, amonia total dan total coliform. Nilai pH yang asam, BOD5 dan COD sangat tinggi, dan total coliform yang cukup banyak, mengindikasikan bahwa air sumur tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Apabila air sumur ini masih digunakan, maka akan menimbulkan dampak negatif seperti gangguan pencernaan, gatal-gatal pada kulit dan penyakit yang lainnya.


(54)

F. Analisis beban pencemaran

Analisis beban bahan pencemar merupakan analisis untuk mengetahui seberapa besar kontribusi lindi hasil buangan TPA Galuga dalam mempengaruhi perubahan kualitas air irigasi penduduk dan untuk mengetahui ada tidaknya masukan bahan pencemar dari sumber lain selain dari masukan TPA Galuga.

Tabel 12. Beban bahan pencemar air lindi TPA Galuga pada saluran pembuangan lindi

Sebelum sumber Tepat di sumber Setelah sumber

Parameter Stasiun 1

(kg/hari)

Stasiun 2 (kg/hari)

Stasiun 3 (kg/hari)

Stasiun 4 (kg/hari)

BOD5 117 340 490 542

COD 2423 12909 20698 20860

TSS 45 91 232 177

Keterangan : hasil diatas merupakan pembulatan hasil dari Lampiran 5.

Berdasarkan Tabel 12 dan Gambar 13 terlihat bahwa beban BOD5 pada lokasi sebelum menerima buangan sebesar 117 kg/hari dan setelah sumber buangan (stasiun 3 dan 4) sebesar 490 dan 541 kg/hari. Keadaan ini mengindikasikan bahwa ada kontribusi beban pencemaran bahan organik dari luar saluran pembuangan lindi sebesar 33 kg/hari, padahal kontribusi dari buangan lindi sendiri (stasiun 2) hanya sekitar 340 kg/hari. Dari keadaan tersebut dapat diketahui bahwa kontribusi beban pencemar bukan saja karena masuknya lindi, akan tetapi ada sumber pencemar lainnya.

Begitu pula yang terjadi pada beban COD, terlihat pada Tabel 12 dan Gambar 13, beban COD meningkat cukup besar pada saluran setelah sumber buangan (20.698 kg/hari), dibandingkan dengan beban COD pada lokasi sebelum menerima buangan yaitu 2.423 kg/hari. Dengan kontribusi langsung oleh air buangan lindi sebesar 12.909 kg/hari, berarti terjadi penambahan beban bahan organik sebesar 5.365 kg/hari ke dalam saluran setelah sumber buangan. Keadaan ini mengindikasikan bahwa selain adanya kontribusi beban bahan organik dari buangan lindi tetapi juga diketahui adanya beban masukan bahan organik dari saluran buangan penduduk walaupun jumlahnya relatif lebih sedikit daripada buangan lindi.


(55)

Gambar 13. Beban pencemaran tiap stasiun pengamatan

Kemudian apabila dilihat dari beban TSS, keadaan yang sama juga terlihat, pada saluran setelah buangan beban TSS menjadi meningkat cukup besar (232 kg/hari), padahal sebelum menerima buangan beban TSSnya sebesar 45 kg/hari dan kontribusi dari buangan lindi sebesar 91 kg/hari. Beban TSS yang lebih tinggi ini karena kondisi stasiun 3 yang memungkinkan untuk terjadi pengadukan dasar perairan, sehingga komposisi pasir halus dan lumpur yang teramati lebih banyak. Pada stasiun 4 beban TSSnya berkurang menjadi 177 kg/hari, diperkirakan karena kecepatan arusnya lebih rendah, sehingga terjadi proses pengendapan kembali pasir dan lumpur yang teraduk pada stasiun 3.

Secara keseluruhan beban bahan pencemar pada saluran setelah buangan sumber selalu lebih besar daripada beban pencemar sebelum dan pada sumbernya itu sendiri. Keadaan ini terjadi karena adanya kontribusi beban pencemar bukan saja dari sumber buangan (air lindi), akan tetapi adanya kontribusi dari buangan rumah tangga penduduk sekitar TPA Galuga.

G. Analisis STORET kualitas air lindi

Tingkat pencemaran perairan secara keseluruhan pada sa luran pembuangan lindi ini dapat ditentukan dengan metode analisis STORET. Berdasarkan hasil

Beban BOD 0 100 200 300 400 500 600

1 2 3 4

Stasiun kg/hari Beban COD 0 5000 10000 15000 20000 25000

1 2 3 4

Stasiun kg/hari Beban TSS 0 50 100 150 200 250

1 2 3 4

Stasiun


(56)

analisis STORET pada parameter suhu, DO, BOD5, dan COD (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa total skor STORET yang terendah ada pada stasiun 1 dan tertinggi pada stasiun 2 (Tabel 13).

Tabel 13. Hasil analisis STORET

Pengamatan Skor STORET

Kriteria mutu perairan

Stasiun 1 -23 sedang

Stasiun 2 -32 buruk

Stasiun 3 -31 buruk

Stasiun 4 -31 buruk

Nilai STORET pada tiap stasiun dengan perbandingan baku mutu kelas III (Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001) mengindikasikan bahwa pada stasiun 1 kondisi mutu perairannya termasuk kriteria sedang, dan kondisi stasiun 2, 3 dan 4 termasuk perairan dengan mutu buruk. Kondisi kualitas perairan yang buruk ini diakibatkan karena kurang maksimalnya sistem pengolahan lindi yang diterapkan pada TPA Galuga. Pengolahan air lindi dengan cara aerasi dan pengendapan pada kolam-kolam pengolahan tidak sesuai untuk mengolah air lindi yang mengandung bahan organik yang tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa air lindi buangan TPA Galuga tidak sesuai digunakan untuk pembudidayaan ikan dan pengairan tanaman.


(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Fluktuasi kelarutan oksigen yang terus menurun dari pagi hari sampai dengan 0,69 mg/l pada malam hari, kandungan bahan organik yang tinggi setiap pengamatan (COD 706,34 - 5541,55 mg/l) dan nilai amonia total yang tinggi (2,15 – 188,27 mg/l) pada saluran pembuangan lindi dan saluran perairan umum menandakan bahwa air lindi ini berbahaya bagi kehidupan organisme akuatik.

2. Pada air sumur penduduk, kandungan pH sekitar 4 sampai 5, kandungan bahan organik (BOD5 34,72 mg/l dan COD 1557,87 mg/l) dan jumlah total coliform (> 1,1 x 103 MPN/100ml) membuat air sumur ini tidak layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari penduduk sekitar TPA Galuga. 3. Dari analisis beban pencemar, beban pencemar terbesar yang dihasilkan air

lindi adalah COD sebesar 12.909 kg/hari dan BOD5 sebesar 340 kg/hari dengan rasio BOD5/COD sekitar 0,0235.

4. Berdasarkan metode STORET, kualitas air pada saluran irigasi penduduk dan saluran pembuangan lindi termasuk kategori mutu air yang sedang (-23) sampai dengan buruk (-32).

5. Sistem pengolahan lindi pada TPA Galuga tidak berjalan secara maksimal, sehingga air buangannya tidak layak dipergunakan untuk pengairan tanaman dan kegiatan budidaya perikanan.

B. Saran

1. Perlu dilakukan pengolahan yang lebih lanjut (secara fisika, kimia dan biologis) terhadap lindi yang dihasilkan TPA Galuga selain dengan cara pengendapan pada kolam-kolam pengolahan yang sudah ada, agar dapat mengurangi dampak pencemaran yang diakibatkan dari pembuangan lindi. 2. Perlu diperhatikan dampak perembesan lindi ke lingkungan sekitar TPA. 3. Perlu dilakukan pengontrolan yang sifatnya berkelanjutan terhadap kualitas air

lindi yang dihasilkan, maupun dampak terhadap masyarakat akibat adanya TPA Galuga ini.


(1)

Lampiran 2. Data hasil pengamatan tiap parameter (lanjutan)

Amonia total (mg/l)

stasiun

pagi

siang

sore

malam

rata-rata

1

2,154

2,437

3,170

4,120

2,970

2

142,220

188,275

115,970

106,330

138,199

3

159,150

125,190

89,780

114,360

122,120

4

140,515

161,760

95,010

98,000

123,821

Nitrat (mg/l)

stasiun

pagi

siang

sore

malam

rata-rata

1

0,088

0,215

0,152

0,127

0,145

2

0,156

0,230

0,173

0,218

0,194

3

0,188

0,190

0,133

0,192

0,176

4

0,183

0,206

0,159

0,192

0,185

Sulfat (mg/l)

stasiun

pagi

siang

sore

malam

rata-rata

1

8,935

10,105

9.072

7,160

8,818

2

28,141

32,998

25,433

27,529

28,526

3

27,468

30,772

26,489

24,936

27,417

4

28,585

30,329

22,749

25,212

26,719

Besi (mg/l)

stasiun

pagi

siang

sore

malam

rata-rata

1

2,998

3,044

2,772

2,628

2,860

2

2,962

2,830

3,470

3,709

3,243

3

2,789

2,988

3,167

3,323

3,067


(2)

Lampiran 3. Data hasil analisis STORET

Stasiun 1

Parameter Satuan mutu Baku Minimum Maximum Rata-rata minimum Nilai maximum Nilai Nilai

rata-rata

Jumlah

fisika

suhu oC

Alami

± 3 23 30 26,38 -1 0 0 -1

TSS mg/l 400 4 50 23,50 0 0 0 0

kimia

pH - 6 - 8 6,08 6,44 6,26 0 0 0 0

DO mg/l 3 1,98 5,75 3,57 -2 0 0 -2

BOD mg/l 6 29,76 119,02 60,75 -2 -2 -6 -10

COD mg/l 50 669,32 3260,93 1256,14 -2 -2 -6 -10

Amonia-N mg/l - 2,15 4,12 2,97 0 0 0 0

Nitrat-N mg/l 20 0,08 0,24 0,15 0 0 0 0

Besi mg/l - 2,41 3,59 2,86 0 0 0 0

sulfat mg/l - 8,11 32,40 8,82 0 0 0 0

Jumlah Total -23

Stasiun 2

Parameter Satuan Baku mutu Minimum Maximum Rata-rata minimum Nilai maximum Nilai Nilai

rata-rata

Jumlah

fisika

suhu oC

Alami

± 3 24 31,5 27,56 -1 -1 0 -2

TSS mg/l 400 16 32 25,00 0 0 0 0

kimia

pH - 6 - 9 7,48 7,56 7,52 0 0 0 0

DO mg/l 3 0,40 1,79 0,84 -2 -2 -6 -10

BOD mg/l 6 39,67 198,37 92,98 -2 -2 -6 -10

COD mg/l 50 2372,38 6489,34 3525,65 -2 -2 -6 -10

Amonia-N mg/l - 188,28 106,33 138,20 0 0 0 0

Nitrat-N mg/l 20 0,13 0,25 0,19 0 0 0 0

Besi mg/l - 2,43 3,92 3,24 0 0 0 0

sulfat mg/l - 6,46 31,71 28,53 0 0 0 0


(3)

Lampiran 3. Data hasil analisis STORET (lanjutan)

Stasiun 3

Parameter Satuan Baku mutu Minimum Maximum Rata-rata minimum Nilai maximum Nilai Nilai

rata-rata

Jumlah

fisika

suhu oC

Alami

± 3 25,75 31,00 28,13 0 -1 0 -1

TSS mg/l 400 12 132 37,5 0 0 0 0

kimia

pH - 6 - 9 7,48 7,59 7,51 0 0 0 0

DO mg/l 3 0.60 5,55 1,46 -2 -2 -6 -10

BOD mg/l 6 29,76 307,47 79,35 -2 -2 -6 -10

COD mg/l 50 1780,01 6992,85 3347,94 -2 -2 -6 -10

Amonia-N mg/l - 89,78 159,15 122,12 0 0 0 0

Nitrat-N mg/l 20 0,09 0,22 0,18 0 0 0 0

Besi mg/l - 2,53 3,70 3,07 0 0 0 0

sulfat mg/l - 8,20 26,65 27,42 0 0 0 0

Jumlah Total -31

Stasiun 4

Parameter Satuan Baku mutu Minimum Maximum Rata-rata minimum Nilai maximum Nilai Nilai

rata-rata

Jumlah

fisika

suhu oC

Alami

± 3 26,25 32 28,63 0 -1 0 -1

TSS mg/l 400 12 120 30,75 0 0 0 0

kimia

pH - 6 - 9 7,37 7,56 7,47 0 0 0 0

DO mg/l 3 0,40 1,19 0,74 -2 -2 -6 -10

BOD mg/l 6 29,76 168,61 94,22 -2 -2 -6 -10

COD mg/l 50 2076,20 7229,80 3627,46 -2 -2 -6 -10

Amonia-N mg/l - 95,01 161,76 123,82 0 0 0 0

Nitrat-N mg/l 20 0,13 0,21 0,19 0 0 0 0

Besi mg/l - 2,51 4,02 3,21 0 0 0 0

sulfat mg/l - 6,53 28,56 26,72 0 0 0 0


(4)

Lampiran 4. Data debit aliran tiap stasiun

Stasiun

Kecepatan

rata – rata

(m/dt)

Kedalaman

rata – rata (m)

Luas

penampang

(m

2

)

Debit (m

3

/dt)

1

0,16

0,14

0,14

0,02

2

0,24

0,18

0,18

0,04

3

0,44

0,16

0,16

0,07

4

0,42

0,16

0,16

0,07

Lampiran 5. Data beban bahan pencemar

Beban BOD

stasiun

Konsentrasi

rata – rata

(mg/l)

Debit

(m

3

/hari)

Beban

(kg/hari)

1

60,75

1929,33

117,21

2

92,98

3661,40

340,45

3

79,35

6182,16

490,54

4

94,22

5750,53

541,84

Beban COD

Stasiun

Konsentrasi

rata – rata

(mg/l)

Debit

(m

3

/hari)

Beban

(kg/hari)

1

1256,14

1929,33

2423,50

2

3525,65

3661,40

12908,80

3

3347,94

6182,16

20697,48

4

3627,46

5750,53

20859,80

Beban TSS

Stasiun

Konsentrasi

rata – rata

(mg/l)

Debit

(m

3

/hari)

Beban

(kg/hari)

1

23,5

1929,33

45,34

2

25,0

3661,40

91,53

3

37,5

6182,16

231,83


(5)

Lampiran 6. Gambar stasiun penelitian

Stasiun 1

Stasiun 2


(6)

Lampiran 7. Skema pengolahan air lindi

Terbentuk air lindi

Saluran permanen

Kolam pengolahan (A)

Kolam pengolahan (B)

Kolam pengolahan (C)

Kolam pengolahan (D)

Saluran buangan lindi

(perairan umum)