Kajian Pemupukan fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Antosianin Dua Aksesi Rosela (Hibiscus sabdariffa L.).
KAJIAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ANTOSIANIN
DUA AKSESI ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)
Oleh
Kurnia Pratiwi
A24052977
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
KAJIAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ANTOSIANIN
DUA AKSESI ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Kurnia Pratiwi
A24052977
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
i
RINGKASAN
KURNIA PRATIWI. Kajian Pemupukan fosfor Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Antosianin Dua Aksesi Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). (Dibimbing
oleh Sandra Arifin Aziz).
Hibiscus sabdariffa L. merupakan salah satu tanaman obat terpenting karena
mengandung antosianin yang telah teruji klinis untuk mengobati penyakit tumor
atau kanker. Penelitian yang dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan,
Dramaga pada bulan Februari-Agustus 2009 ini bertujuan untuk mengkaji
pengaruh pemupukan fosfor terhadap dua aksesi rosela untuk mendapatkan
pertumbuhan dan produksi antosianin terbaik.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)
dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Petak utama adalah aksesi rosela
yaitu merah dan ungu. Anak petaknya adalah dosis pemupukan yaitu : 0, 18, 36,
dan 54 kg P2O5/ha. Pada saat tanaman berusia 16 MST, kaliks diambil untuk diuji
kandungan antosianinnya menggunakan spektrofotometer dengan metode Sims
dan Gamon (2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pemupukan fosfor
memberikan pengaruh tidak nyata, namun pemupukan fosfor berpengaruh nyata
pada jumlah cabang sekunder per tanaman umur 11 MST, jumlah daun per
tanaman umur 9 MST, bobot basah tajuk per tanaman dan bobot kering per buah.
Pemupukan juga berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi per tanaman umur 11
MST, jumlah cabang primer per tanaman umur 7 MST, bobot kering tajuk per
tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk per petak, serta bobot basah dan
bobot kering kaliks per petak. Terdapat perbedaan secara morfologi maupun
kandungan antosianin antara aksesi rosela merah dan ungu.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa bobot kering kaliks per petak (20m2)
tertinggi didapat dari kombinasi antara aksesi rosela ungu dengan pupuk fosfor
sebanyak 54 kg P2O5/ha yaitu sebesar 3.51 kg/petak, sedangkan rosela merah
sebesar 3.35 kg/petak yang didapat dari perlakuan pupuk fosfor sebanyak 36 kg
P2O5 /ha. Produktivitas tertinggi didapat dari kombinasi antara aksesi rosela ungu
dengan 54 kg P2O5/ha yaitu sebesar 1.76 ton/ha.
Pemupukan fosfor memberikan pengaruh sangat nyata terhadap interaksi
bobot kering tajuk per tanaman, bobot basah tajuk per petak, dan bobot kering
tajuk per petak. Kandungan antosianin per kaliks dan produksi antosianin per
tanaman tertinggi didapat dari perpaduan rosela ungu dengan perlakuan 54 kg
P2O5/ha yaitu sebesar 3.68 mmol/g dan 6.85 mol/tanaman. Kandungan antosianin
per kaliks rosela ungu lebih besar 268-448% dibandingkan kandungan antosianin
per kaliks rosela merah serta terdapat pola bahwa rosela yang mendapat perlakuan
pupuk fosfor dengan dosis tinggi memiliki kandungan dan produksi antosianin
yang juga tinggi.
ii
ABSTRACT
Study of Phosphorus Fertilization to Growth and Anthocyanin Production
Two Roselle Lines (Hibiscus sabdariffa L.)
Kurnia Pratiwi1, Sandra Arifin Aziz2
1
2
Student of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB
Lecture of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB
Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) is a common herb plant that contain high
anthocyanin. This research on roselle was conducted in 2009 at Cikabayan
Research Center, IPB. The purpose of the research was to study the effect of
phosphorus fertilizer on anthocyanin content in two lines of roselle. This research
used Split Plot Design with two factors and three replications. The main plot was
lines of roselle i.e. red and purple.The sub plot was dosage of phosphorus i.e: 0,
18, 36, and 54 kg P2O5/ha. At 16 days after planting, calyx was taken to analyze
anthocyanin content with spectrophotometer using Sims and Gamon (2002)
method. The result of this study showed that dosage of phosphorus has no
significant effect for several vegetative and generative variables on both of red
and purple lines, but it has significant effect for the number of secondary branch
per plant at 11 week after planting (WAP), the number of leaf per plant at 9 WAP,
fresh weight of shoot per plant, and dry weight of fruit. The study also has very
significant effect for the number of height per plant at 11 WAP, the number of
primary branch per plant at 7 WAP, dry weight of shoot per plant, fresh and dry
weight of total shoot per slot (20m2), as well as fresh and dry weight of calyx per
slot (20m2). The optimum content of anthocyanin per calyx and production of
anthocyanin per plant found on purple lines and 54 kg P2O5/ha that were 3.68
mmol/g and 6.85 mol/plant.
Key words: Hibiscus sabdariffa L., phosphorus, fertilizer, production of anthocyanin, lines.
iii
Judul
: KAJIAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ANTOSIANIN
DUA AKSESI ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)
Nama
: Kurnia Pratiwi
NRP
: A24052977
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS.
NIP. 19591026 198503 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.
NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciledug, Propinsi Banten pada tanggal 10 Mei 1987
sebagai anak tunggal pasangan dari H. Sunyoto dan Hj. Rustinah serta istri dari
Tisna Prasetyo, SP, MSi.
Tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Islam Al Afshah
Ciledug. Kemudian menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Kreo
IV pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah
pertama di SLTP Negeri 153 Jakarta dan menyelesaikan pendidikan menengah
atas di SMA Negeri 47 Jakarta pada tahun 2005.
Tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa
program studi Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif dalam beberapa organisasi
mahasiswa. Tahun 2005-2006 menjadi Ketua Asrama Putri TPB dan aktif di
Ikatan Keluarga Muslim TPB, pada tahun 2006-2009 aktif sebagai wakil divisi
eksternal di Himpunan Mahasiswa Agronomi dan anggota divisi internal Forum
Komunikasi Rohis Departemen. Saat ini penulis aktif dalam kegiatan pendidikan
dan pembinaan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga atas
karunia-Nya
skripsi
dengan judul
Kajian Pemupukan Fosfor terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Antosianin Dua Aksesi Rosela (Hibiscus Sabdariffa
L.) ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian mengenai rosela terdorong oleh
ketertarikan penulis terhadap tanaman obat berkhasiat tinggi dengan rasa yang
enak. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Dramaga,
Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada,
1.
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS. atas kesabaran dan bimbingannya selama
penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
2.
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. atas arahan akademik selama penulis
menempuh pendidikan.
3.
Dr. Ani Kurniawati, SP, MSi. atas arahan dan sarannya dalam
penyempurnaan skripsi ini.
4.
Tisna Prasetyo, SP, MSi atas kesabarannya menjawab pertanyaan kritis
penulis.
5.
Bapak, ibu, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
6.
Rekan-rekan atas dukungan dan bantuannya pada penelitian ini.
Penulis berharap, penelitian ini dapat memberikan informasi bermanfaat
terkait tanaman obat khususnya rosela.
Bogor, Maret 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...................................................................................
Halaman
viii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
x
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................
Tujuan .........................................................................................
Hipotesis......................................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Botani dan Morfologi Rosela ......................................................
Budidaya Rosela..........................................................................
Kandungan Bahan Bioaktif dan Kegunaan .................................
Antosianin ...................................................................................
Pemupukan ..................................................................................
Peranan Fosfor bagi Tanaman .....................................................
3
3
5
6
7
9
10
BAHAN DAN METODE .......................................................................
Waktu dan Tempat ......................................................................
Bahan dan Alat ............................................................................
Metode.........................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ................................................................
Persiapan Benih ..................................................................
Persiapan Lahan .................................................................
Penanaman .........................................................................
Pemupukan .........................................................................
Pemeliharaan ......................................................................
Pemanenan .........................................................................
Pengamatan ........................................................................
12
12
12
12
13
13
14
14
14
14
15
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
Kondisi Umum Penelitian ...........................................................
Ciri Morfologi Rosela Merah dan Ungu .....................................
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam..................................................
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ................................................
Tinggi per Tanaman ...........................................................
Jumlah Cabang Primer per Tanaman .................................
Jumlah Cabang Sekunder per Tanaman .............................
Jumlah Buku per Tanaman.................................................
Jumlah Daun per Tanaman.................................................
18
18
19
20
22
22
23
24
24
25
vii
Luas per Daun ....................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar
per Tanaman .......................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk per Petak ...............
Rasio Bobot Tajuk dan Kaliks per Tanaman .....................
Pertumbuhan Generatif Tanaman ...............................................
Jumlah Kaliks per Tanaman ...............................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks
per Tanaman .......................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks
per Petak ............................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Buah
per Tanaman .......................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Per Kaliks Per Buah ........
Kandungan Antosianin per Kaliks .....................................
Produksi Antosianin per Tanaman .....................................
Pembahasan .................................................................................
Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Rosela ....
Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan
Tanaman Rosela .................................................................
Interaksi dan Korelasi Tanaman Rosela .............................
26
30
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
Kesimpulan..................................................................................
Saran ............................................................................................
43
43
43
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
44
LAMPIRAN ............................................................................................
49
26
27
28
28
28
29
31
32
33
34
36
36
37
38
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Ciri Morfologi Rosela Merah dan Ungu .....................................
19
2.
Rekapitulasi Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan
dan Produksi ................................................................................
21
3.
Luas per Daun Rosela Merah dan Ungu .....................................
26
4.
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar
per Tanaman Rosela Merah dan Ungu ........................................
27
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk per Petak
Rosela Merah dan Ungu ..............................................................
27
6.
Rasio Tajuk dan Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu .
28
7.
Jumlah Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu ...............
28
8.
Bobot Basah Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu .......
29
9.
Bobot Kering Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu......
30
10.
Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks per Petak Rosela ..........
Merah dan Ungu ..........................................................................
31
11.
Bobot Basah Buah per Tanaman Rosela Merah dan Ungu .........
31
12.
Bobot Kering Buah per Tanaman Rosela Merah dan Ungu........
32
13.
Bobot Basah dan Kering per Kaliks per Buah Rosela Merah
dan Ungu .....................................................................................
33
14.
Interaksi Pemupukan Fosfor dan Aksesi Rosela .........................
39
15.
Korelasi antara Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif
Tanaman Rosela ..........................................................................
42
5.
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Pertanaman Rosela Ungu dan Merah ..........................................
4
2.
Perbedaan Kaliks antara Rosela Putih, Merah, Ungu,
dan Hitam ....................................................................................
4
3.
Bagian Generatif Rosela ............................................................
5
4.
Rumus Bangun Antosianin .........................................................
8
5.
Lintasan Pembetukan Antosianin................................................
9
6.
Denah Rancangan Percobaan ......................................................
13
7.
Bagan Pengukuran Kandungan Antosianin ................................
17
8.
Perbedaan Bentuk Kaliks serta Daun Rosela Merah dan Ungu ..
20
9.
Perbedaan Warna Kaliks Basah Rosela Merah dan Ungu .........
20
10.
Perbedaan Mahkota Bunga Rosela Merah dan Ungu .................
20
11.
Pertumbuhan Tinggi per Tanaman Rosela Merah dan Ungu
pada 5-13 MST ............................................................................
23
Jumlah Cabang Primer per Tanaman Rosela Merah dan Ungu
pada 5-13 MST ............................................................................
23
Jumlah Cabang Sekunder per Tanaman Rosela Merah
dan Ungu pada 5-13 MST ...........................................................
24
Jumlah Buku per Tanaman Rosela Merah dan Ungu
pada 5-13 MST ............................................................................
25
Jumlah Daun per Tanaman Rosela Merah dan Ungu
pada 5-13 MST ............................................................................
25
Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Kandungan Antosianin
per Kaliks Rosela Merah dan Ungu pada Umur 16 MST ...........
34
Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Produksi Antosianin
per Tanaman Rosela Merah dan Ungu pada Umur 16 MST.......
34
Produktivitas Kaliks Kering Rosela Merah dan Ungu ................
41
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
x
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Data Klimatologi Tahun 2009 .....................................................
49
2.
Hasil Analisis Tanah Awal .........................................................
49
3.
Hasil Analisis Tanah Akhir ........................................................
50
4.
Kriteria secara Umum Penilaian Data Analisis
Sifat Kimia Tanah .......................................................................
50
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai daerah tropis memiliki sekitar 90% dari 7000 spesies
tumbuhan berkhasiat obat. Sebagian besar (hampir 80%) dari tumbuhan obat
tersebut telah digunakan sebagai obat-obatan tradisional meskipun belum diuji
secara klinis. Masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai masalah
kesehatan. Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia secara tradisional semakin
disukai karena efek sampingnya lebih kecil dari obat yang dibuat secara sintesis.
Penggunaan tumbuhan obat di masyarakat terutama untuk mencegah penyakit,
menjaga kesegaran tubuh maupun mengobati penyakit. Banyak jenis tumbuhan
yang digunakan sebagai tumbuhan obat, salah satunya adalah tanaman rosela
(Maryani dan Kristiana, 2008).
Rosela merupakan tanaman herba tahunan yang termasuk famili
Malvaceae dan dapat dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis (Kosakowska
et al., 2005). Rosela dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan.
Seluruh bagian tanaman, mulai buah, kelopak bunga, mahkota bunga, dan
daunnya dapat dimakan (D`Heureux dan Badrie, 2004). Daun rosela dapat
digunakan untuk sayuran hijau dan batangnya merupakan sumber dari industri
kertas (Small dan Rhoden, 1991).
Rosela memiliki daya tarik yang luar biasa. Kelopaknya yang berwarna
merah menyala membuat orang menjadi tertarik. Kelopak bunga rosela ini
mempunyai banyak sekali manfaat untuk bidang kesehatan. Warna merah ini
disebabkan rosela mengandung pigmen antosianin yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan. Kelopak bunga rosela juga memberikan sensasi bunga yang harum
dan rasa asam yang menyegarkan (Mardiah et al., 2009).
Antosianin yang terkandung dalam rosela memiliki kadar yang lebih tinggi
dibandingkan kumis kucing yang terbukti klinis dapat meluruhkan batu ginjal.
Adanya antioksidan rosela seperti gossipetin, antosianin, dan glukosida hibiscin
memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit degeneratif seperti jantung
koroner, kanker, diabetes melitus, dan katarak (Maryani dan Kristiana, 2008).
2
Secara umum, rosela adalah satu dari tanaman obat populer yang dapat digunakan
untuk industri farmasi maupun kosmetik (Ibrahim dan Hussein, 2006).
Fosfor dalam sel tanaman diperlukan untuk fosforilasi dari adenosin
difosfat (ADP) menjadi adenosin trifosfat (ATP)(Suseno, 1974). Glikolisis dan
siklus kreb bukanlah satu-satunya reaksi tanaman dalam memperoleh energi
dari oksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. Lintasan pentosa fosfat
(LPF) merupakan reaksi lainnya dengan senyawa antara adalah gula fosfor
lima-karbon. Fungsi penting dari LPF adalah dihasilkannya eritrosa-4-fosfat
yang merupakan pereaksi awal bagi pembentukan berbagai senyawa fenol
seperti antosianin dan lignin (Salisbury dan Ross, 1992). Untuk memperoleh
kandungan bioaktif (antosianin) yang optimal dari tanaman rosela perlu diteliti
pemberian dosis pupuk fosfor yang tepat guna merangsang aktivitas tanaman
untuk membentuk antosianin.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemupukan fosfor
terhadap pertumbuhan dan produksi antosianin dua aksesi rosela (Hibiscus
sabdariffa L.).
Hipotesis
1. Aksesi rosela ungu berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan
produksi antosianin.
2. Dosis pupuk fosfor 54 kg P2O5/ha berpengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan dan produksi antosianin.
3. Interaksi aksesi rosela ungu dengan dosis pupuk fosfor 54 kg P2O5/ha
berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi antosianin.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Rosela
Menurut Morton (1987) rosela merupakan tanaman asli Afrika dan mulai
menyebar secara luas ke negara-negara tropik dan subtropik seperti Amerika
Tengah dan India Barat. Dalam taksonomi tumbuhan, rosela diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Malvaceales
Famili
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Spesies
: Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa L.
Rosela merupakan tanaman herba tahunan dengan tinggi mencapai 4.5 m.
Batang membulat berwarna keseluruhan hijau, hijau dengan bercak merah atau
seluruhnya merah. Kedudukan daun berseling dan terbagi dalam tiga atau lima
lobi dengan tepi daun bergerigi. Daun yang panjang dan lebar biasanya terdapat
pada rosela batang hijau atau hijau dengan bercak merah, sedangkan daun
berukuran lebih kecil pada rosela batang merah. Tangkai daun berbulu serta
berduri atau berduri saja dan terdapat kelenjar madu pada pangkal tulang daun
(Loebis, 1970). Daun berwarna hijau dengan panjang 7.5-12.5 cm dan urat daun
kemerahan dengan tangkai daun yang panjang atau pendek (Morton, 1987).
Ahmad dan Vossen (2003) menambahkan bahwa rosela memiliki daun yang
panjangnya mencapai 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Sementara tangkai daun
berbentuk bulat, berwarna hijau, dengan panjang 4-7 cm.
Menurut Morton (1987) bunga rosela muncul dari ketiak daun dengan
diameter mencapai 12.5 cm, berwarna kuning atau kekuningan dan berubah
menjadi merah muda saat sore hari. Kaliks rosela berwarna merah, berdaging
renyah namun mengandung banyak air dengan panjang 3.2-5.7 cm. Sastrahidayat
dan Soemarno (1991) menambahkan bunga rosela merupakan bunga hermafrodit.
Bentuk bunga soliter, aksiler, bercuping lima, berwarna hijau, merah atau
4
keputihan. Mahkota bunga berbentuk lonceng, berdaging, ujung membulat,
gundul hingga berambut, berwarna kuning hingga kuning kemerahan pada bagian
tengah dalam.
Menurut Arief (2008), walaupun merupakan kerabat dari bunga sepatu
(Hibiscus rosasinensis), tanaman rosela tidak memiliki jenis yang banyak seperti
kerabatnya. Berikut merupakan jenis rosela yang mulai dibudidayakan di
Indonesia.
1. Rosela merah
Kaliks berwarna merah menyala, panjang dengan tangkai bunga kuat dan
tidak mudah patah serta memiliki daun yang menjari. Kaliks yang sudah kering
akan berwarna merah cerah dan memiliki aroma yang kuat. Rosela merah ini
merupakan jenis yang sering dikonsumsi sebagai tanaman obat.
2. Rosela ungu
Ada yang menyebutnya burgundy, rosela Sudan, maupun rosela ungu.
Kaliks berwarna merah gelap, agak bulat, berbulu lebih banyak dibanding yang
merah, daun menjari tebal dan agak membulat, tangkai bunga mudah patah.
Kaliks kering berwarna merah kehitaman, aromanya cukup kuat. Produksi rosela
ungu lebih tinggi dibandingkan rosela merah.
Gambar 1. Pertanaman : a) Rosela Ungu, b) Rosela Merah
Gambar 2. Perbedaan Kaliks antara Rosela Putih, Merah, Ungu, dan Hitam
(dari kiri ke kanan)
5
Buah rosela beruang lima, tiap ruang terdapat dua barisan biji. Buah muda
diselaputi kulit tipis berwarna hijau serta berbulu halus. Buah berbentuk kapsul
atau bulat telur, tiap buah berisi 30-40 biji. Bentuk biji seperti ginjal dengan
panjang 4-4.5 mm. Biji berwarna hitam kelabu dengan banyak titik-titik kecil
coklat kekuningan (Loebis, 1970).
Gambar 3. Bagian Generatif Rosela : a) Bunga, b) Kaliks dan Buah, c) Biji
Budidaya Rosela
Rosela paling baik dibudidayakan pada daerah tropis dan subtropis dengan
ketinggian mencapai 900 m dpl dengan curah hujan sekitar 182 mm/bulan selama
musim tanam (Morton, 1987). Rosela tumbuh pada berbagai tipe tanah yang
mempunyai tekstur dan drainase yang baik. Tanaman ini toleran pada tanah
dengan kemasaman tinggi dan kadar garam yang cukup, tetapi tidak toleran
dengan hilangnya air (Ahmad dan Vossen, 2003). Menurut Maryani dan Kristiana
(2008) tanaman rosela dapat diusahakan di segala macam tanah, tetapi paling
cocok pada tanah yang subur dan gembur.
Selama pertumbuhan, rosela tidak tahan terhadap genangan air. Curah
hujan yang dibutuhkan hanya berkisar 800-1670 mm/5 bulan atau 180 mm/bulan.
Tanaman rosela dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada
suhu sekitar 23-28°C di siang hari. Kekurangan sinar matahari dapat
menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil). Musim yang ideal
untuk berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan MeiSeptember. Mardiah et al. (2009) menambahkan tanaman rosela toleran terhadap
tanah masam dan agak alkalin, tetapi tidak cocok ditanam di tanah salin atau
6
berkadar garam tinggi. Kemasaman tanah (pH) optimum untuk rosela adalah 5.57 dan masih dapat toleran pada pH 4.5-8.5.
Rosela umumnya diperbanyak dari biji dan dapat ditumbuhkan dari stek
batang, namun perbanyakan dengan biji lebih mudah dan praktis (Morton, 1987;
Sastrahidayat dan Soemarno, 1991; Ahmad dan Vossen, 2003; Mardiah et al.,
2009). Sistem perakaran tanaman yang berasal dari biji memiliki akar tunggang
yang dalam sehingga lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan
tanaman asal stek, sedangkan perbanyakan dengan stek batang menghasilkan
tanaman yang lebih pendek dengan produksi kaliks yang rendah (Mardiah et al.,
2009)
Jarak tanam untuk produksi kaliks rosela ialah 120 cm x 90 cm
(Sastrahidayat dan Soemarno, 1991). Ahmad dan Vossen (2003) menambahkan
bahwa jarak tanam untuk produksi daun maupun kaliks rosela ialah 60 cm x 100
cm dan 120 cm x 90 cm. Menurut Mardiah et al. (2009) jarak tanam rosela yang
cocok untuk di Bogor adalah 100 cm x 100 cm atau 100 cm x 150 cm. Jarak
tanam yang lebih rapat menyebabkan kondisi lahan menjadi lembab sehingga
memicu perkembangan penyakit.
Dinas Pertanian Jawa Timur (2005) merekomendasikan dosis pemupukan
300 kg urea/ha, 150 kg TSP/ha, dan 150 KCl/ha. Pupuk urea diaplikasikan dua
kali pada 3 MST dan 7-8 MST sebanyak 30-40 g/tanaman, kemudian dilakukan
pemanenan sejak umur tiga minggu setelah berbunga dan dapat dipanen terus
menerus dalam jangka waktu 3 bulan sebelum akhirnya diganti bibit baru.
Mardiah et al. (2009) menambahkan pemupukan dapat menggunakan pupuk
hijau (Mimosa invisa) yang dibenamkan pada saat pengolahan tanah, kemudian
diikuti dengan pupuk buatan sebanyak 80 kg N/ha, 36-54 kg P2O5/ha, dan 75-100
kg K2O/ha.
Kandungan Bahan Bioaktif dan Kegunaan
Rosela merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki banyak
kandungan bahan bioaktif. Kandungan bahan bioaktif tersebut memiliki khasiat
sebagai diuretic (peluruh air seni), choleretic (merangsang keluarnya empedu),
febrifugal (menurunkan demam), hypotensive (menurunkan tekanan darah)
7
dengan cara menurunkan kekentalan darah sehingga kerja jantung memompa
darah semakin ringan dan merangsang gerak peristaltik usus (Morton, 1987).
Pada kaliks rosela terkandung 51% antosianin dan 24% antioksidan (Tsai
et al., 2002). Rosela mengandung saponin dan flavonoid (berupa asam
klorogenat, asam kafeat, asam kumarat, asam p-dihidroksi benzoat dan asam
vanilat) (Merken et al., 2001). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari
senyawa fenolik (Harborne, 1983). Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid
untuk tumbuhan antara lain sebagai pengatur tumbuh, penghambat kinerja
mikroba, dan antivirus. Kegunaan dari flavonoid bagi kesehatan diantaranya
adalah aktivitas antioksidan, kemampuan mengikat asam, stimulasi dari sistem
imun, pencegahan nitrasi tirosin, antialergi, antibakterial, dan antikarsinogenik
(Merken et al., 2001).
Rosela memiliki bermacam-macam khasiat untuk kesehatan. Hasil uji
praklinik menemukan bahwa rosela memiliki khasiat sebagai bahan antiseptik,
penambah stamina, dan agen astringen. Tanaman ini juga banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional seperti batuk, lesu, demam, tekanan perasaan, gusi
berdarah (scurvy) dan mencegah penyakit hati (Dalimartha, 2001). Kaliks rosela
banyak digunakan untuk pembuatan jus, saos, sirup dan juga sebagai bahan
pewarna pada makanan (Maryani dan Kristiana, 2008).
Antosianin
Antosianin merupakan pewarna paling penting dan paling luas dalam
tumbuhan yang memberikan hampir semua warna merah jambu, merah,
lembayung muda, ungu dan biru pada kelopak bunga, daun dan buah pada
tumbuhan tingkat tinggi. Semua antosianin memiliki struktur dasar satu gugus
aromatik yaitu sianidin dan turunannya dengan penambahan atau pengurangan
gugus hidroksil melalui metilisasi atau glikosilasi (Harborne, 1983). Fungsi
antosianin pada tanaman adalah dalam hal resistensi terhadap penyakit (Salisbury
dan Ross, 1995).
Menurut Vickery dan Vickery (1981), antosianin pada rosela berada dalam
bentuk glikosida yang terdiri dari pelargonidin, sianidin, peonidin, delphinidin,
petunidin dan malvidin. Mardiah et al. (2009) menambahkan antosianin pada
8
rosela berada dalam bentuk glikosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside,
delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside.
Gambar 4. Rumus Bangun Antosianin
Antosianin merupakan bagian dari flavonoid yang terbentuk melalui
lintasan sikimat. Flavonoid terikat pada sel epidermis dan terhimpun pada vakuola
tengah walaupun disintetis di luar vakuola (Salisbury dan Ross, 1995). Noh dan
Spalding (1998) menambahkan antosianin merupakan produk metabolisme
sekunder yang dibentuk dari asam amino phenylalanine melalui lintasan sikimat
di sitoplasma dan ditimbun dalam vakuola sel parenkim dewasa. PAL
(Phenylalanine Ammonia Lyase) merupakan enzim kunci dalam metabolisme,
aktivitasnya meningkat seiring dengan umur daun dan berhubungan dengan
proses penuaan. Lintasan pembentukan antosianin disajikan pada Gambar 5.
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan terdapat
dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga. Secara struktur flavonoid merupakan
turunan dari flavon dan biasanya terdiri dari beberapa bagian. Telah ada sepuluh
kelompok flavonoid yang dikenali. Flavonoid pada umumnya dapat larut dalam
air. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun, kayu,
kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji (Harbone, 1987). Flavonols
dalam rosela terdiri dari gossypetin, hibiscetine, dan quercetia (Mardiah et al.,
2009)
Menurut Sudiatso (2001), antosianin merupakan pigmen bermutu, larut
dalam air, berwarna jingga, merah, dan biru yang tergabung dalam kelompok
besar pigmen flavonoid. Antosianin terdapat dalam buah dan sayuran, dan
biasanya terdiri dari kombinasi beberapa pigmen (4-6 pigmen). Pigmen ini stabil
dalam lingkungan masam, oleh karena itu sebaiknya disimpan dalam medium
masam.
9
Gambar 5. Lintasan Pembetukan Antosianin (Noh dan Spalding, 1998).
Enzim yang terlibat adalah PAL (Phenylalanine Ammonia Lyase);
CHS (Chalcone synthase); CHI (Chalcone Isomerase);
F3H (Flavanone-3-hydroxylase); DR (Dihydroflavonol 4reductase).
Penelitian oleh Katsube et al. (2003) menyatakan bahwa antosianin
khususnya delphinidin yang diekstrak dari bilberry mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker darah (leukemia). Zhang et al. (2005) menambahkan
bahwa antosianin mampu menghambat pertumbuhan sel kanker di antaranya sel
kanker perut, usus besar, kanker payudara, dan kanker paru-paru.
Pemupukan
Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik
maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara
dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam
keadaan faktor lingkungan yang baik (Sutedjo, 1994). Menurut Leiwakabessy
dan Sutandi (2004), pupuk adalah bahan yang diberikan kepada tanaman baik
langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman,
meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat
perbaikan nutrisi tanaman. Pemupukan artinya pemberian pupuk kepada
tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya. Nasih (2006)
10
menambahkan bahwa yang dimaksud pupuk adalah suatu bahan yang
digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga
menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman.
Dosis, cara, dan waktu aplikasi yang tepat disertai pengolahan tanah yang
baik dapat membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara yang diperlukan
tanaman. Pupuk yang akan diberikan sebaiknya harus sesuai dosis agar dapat
menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman (Supandi, 1988). Leiwakabessy
(1992) menambahkan bahwa aplikasi pemupukan tidak selamanya memberikan
hasil yang efektif karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain takaran,
cara dan waktu pemberian. Menurut Marschner (1995) bahwa studi tentang hara
tanaman telah menunjukkan bahwa mineral tertentu bersifat esensial bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan diklasifikasikan sebagai unsur hara
makro maupun mikro tergantung pada jumlahnya di dalam jaringan tanaman.
Pemupukan pada rosela umumnya dilakukan secara bertahap. Hal ini
dimaksudkan agar unsur hara bagi tanaman tetap tersedia dan untuk mendapatkan
kaliks yang besar. Pupuk yang diperlukan adalah pupuk kandang, urea dan NPK.
Pupuk kandang diberikan sebelum tanah diolah dosisnya 10 ton/ha. Pupuk
lanjutan diberikan 2 kali yakni pada umur 2-3 minggu dan 1.5 bulan setelah
tanam. Pupuk susulan pertama menggunakan urea 20-30 g/lubang tanam dan yang
kedua pupuk NPK 30-50 g/lubang tanam (Maryani dan Kristiana, 2008).
Peranan Fosfor bagi Tanaman
Fosfor (P) berperan menyediakan nutrisi untuk perkembangan akar,
penegakan, pendewasaan, dan reproduksi tanaman (Beard, 1973). Suseno (1974)
menambahkan bahwa fosfor dalam tanaman mempunyai peranan dalam mengatur
banyak reaksi enzimatik. Kekurangan unsur P pada umumnya akan menghambat
reaksi-reaksi sintesis dalam tanaman. Fosfor berguna sebagai penyusun asam
nukleat dan komponen utama inti sel, pemacu pertumbuhan dan pembentukan
akar awal, membuat tanaman tegar, serta merangsang pembungaan dan
membantu pembentukan biji.
Fosfor diserap oleh tanaman hampir seluruhnya dalam bentuk ion hidrogen
dan fosfor, yaitu H+ dan PO42-. Fosfor di dalam tanaman tidak direduksikan dalam
sel menjadi bentuk yang berada pada tingkat oksidasi lebih rendah
11
sebagaimana halnya dengan nitrat dan sulfat. Ketersediaan P di dalam tanah
sangat dipengaruhi oleh pH tanah, kadar Al, Fe serta Mn terlarut, tersedianya
kalsium (Ca), jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta jenis dan
populasi mikroorganisme tanah (Soepardi, 1983).
Fosfor merupakan unsur hara kedua setelah nitrogen (N) yang mutlak
diperlukan oleh tanaman. Keperluan P kadang-kadang lebih kritis daripada N
pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambah oleh mikroba dari udara,
tetapi unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa kecukupan P, berbagai proses di
dalam tanaman dapat terhambat sehingga pertumbuhan dan perkembangan
tanaman tidak berlangsung optimal (Balitpa, 1991).
Fosfor banyak ditemukan dalam bagian tumbuhan yang memiliki aktivitas
fisiologi yang besar. Kekurangan fosfor menyebabkan pembentukan tunas
berkurang, penundaan pembentukan kanopi yang menyebabkan gulma tumbuh
lebih cepat, mengurangi panjang tangkai, daun tumbuh berdekatan, dan muncul
warna hijau-ungu pada daun yang kelebihan residu. Fosfor di dalam tanah dapat
menimbulkan masalah karena dapat mengganggu penyerapan unsur hara (Gardner
et al., 1991).
Kekurangan fosfor dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap
unsur lain. Efek yang dapat terlihat dari kekurangan unsur P adalah daun bawah
berwarna hijau gelap, pinggiran daun berwarna ungu dan ujung daun menjadi layu
atau mati (Suseno, 1974). Menurut Soepardi (1983) bahwa gejala awal
kekurangan fosfor tampak pada daun tua. Pertumbuhan tanaman menjadi lambat,
daun kecil, warna keunguan karena akumulasi pigmen antosianin, tepi daun
cokelat hangus, daun cepat rontok yang dimulai dengan daun tertua, serta seluruh
tanaman tampak kerdil. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menambahkan bahwa
kekurangan fosfor menyebabkan perakaran tidak berkembang dengan baik,
pertumbuhan tanaman terhambat, dan daun tua cepat rontok karena fosfor dalam
tanaman bersifat mobil dan bergerak dari daun tua ke daun muda.
12
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di
Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi
datar dengan jenis tanah Latosol, curah hujan rata-rata 1500-3000 mm/tahun, dan
ketinggian tempat 250 m dpl.
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Bogor dan uji kandungan
antosianin
tanaman
dilakukan
di
Laboratorium
Ekofisiologi
Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB, Dramaga.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih rosela dari dua
aksesi, yaitu rosela merah dan rosela ungu. Pupuk tunggal (urea, SP-18, dan KCl),
pupuk kandang kambing, dan kapur tanah. Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah peralatan budidaya pertanian, meteran, hand tally counter, timbangan,
oven, spektrofotometer dan alat tulis.
Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)
dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Petak utama adalah aksesi rosela :
rosela merah dan rosela ungu. Anak petaknya adalah dosis pupuk fosfor (dalam
bentuk SP-18) yaitu : 0, 18, 36, dan 54 kg P2O5/ha.
Hasil kombinasi perlakuan dengan ulangan terdapat 24 satuan percobaan.
Luas tiap petak percobaan adalah 20 m2, kemudian dikalikan dengan banyaknya
satuan percobaan sehingga luas total adalah 480 m2. Denah petak percobaan dapat
dilihat pada Gambar 6.
Model rancangan linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + Ui + Vj + εij + Dk + (VD)jk + εijk
Keterangan :
Yijk
= nilai pengamatan pada ulangan ke-i, faktor aksesi taraf ke-j,
dan faktor dosis pupuk taraf ke-k.
13
µ
= nilai rataan umum.
Ui
= Pengaruh ulangan ke-i (i:1,2,3).
Vj
= Pengaruh faktor aksesi ke-j (j:1,2).
εij
= Pengaruh galat untuk petak utama aksesi ke-j
pada kelompok ke-i
Dk
= Pengaruh dosis pupuk ke-k (k:0,1,2,3).
(VD)jk
= Pengaruh interaksi antara aksesi ke-j dan pupuk ke-k
εijk
= Pengaruh galat untuk anak petak karena pengaruh
faktor aksesi ke-j dan faktor pupuk ke-k pada kelompok ke-i.
Untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan digunakan uji analisis
ragam, apabila terdapat F hitung > F tabel terhadap parameter yang diamati maka
akan diuji lanjut dengan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada
taraf 5%.
V1D2
V2D1
V2D0
V2D3
V1D3
V1D1
V2D2
V1D0
V2D2
V1D0
V2D3
V1D2
UI
V2D0
V2D1
V1D1
V1D3
U II
V2D1
V1D1
V1D2
V2D3
V2D0
V1D3
V1D0
V2D2
U III
Gambar 6. Denah Rancangan Percobaan
Keterangan :
V1 : Aksesi Rosela Merah
V2 : Aksesi Rosela Ungu
D0 : Dosis pupuk fosfor : 0 kg P2O5/ha
D1 : Dosis pupuk fosfor : 18 kg P2O5/ha
D2 : Dosis pupuk fosfor : 36 kg P2O5/ha
D3 : Dosis pupuk fosfor : 54 kg P2O5/ha
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Benih
Bahan tanaman kedua aksesi rosela adalah benih yang didapat dari
pemasok rosela di daerah Malang. Sebelum disemai, benih rosela direndam dalam
air selama 24 jam. Setelah itu benih dipilih yang bagus dengan ciri benih utuh dan
tenggelam di dasar air.
14
Persiapan Lahan
Sebelum penanaman dilakukan persiapan tanam dengan pembersihan
gulma, pemberian kapur tanah (1 ton/ha) saat 3 minggu sebelum penanaman,
pemberian pupuk kandang dan pembuatan guludan pada lahan. Pengolahan tanah
dilakukan dua kali dengan menggunakan cangkul. Lahan dibuat petakan-petakan
kecil berukuran 5 m x 4 m sebanyak 24 petakan.
Penanaman
Penanaman benih dilakukan secara langsung ke lahan yang telah diolah.
Benih ditanam dengan jarak 1 m x 1 m sebanyak 3-4 benih per lubang dan
diharapkan terdapat satu rosela dalam satu lubang sehingga penjarangan dapat
dilakukan jika tanaman yang tumbuh dalam satu lubang tidak seperti yang
diharapkan.
Pemupukan
Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang kambing sebanyak 15
ton/ha. Pemberian pupuk dasar dilakukan saat persiapan lahan (2 minggu sebelum
penanaman). Pada saat 2 MST (Minggu Setelah Tanam) diberikan pupuk urea,
KCl dan pupuk fosfor (dalam bentuk SP-18). Dosis urea yang digunakan
sebanyak 400 kg/ha, namun hanya diaplikasikan setengahnya pada penanaman
(200 kg/ha), KCl yang diberikan sebanyak 200 kg/ha (Arief, 2008), dan SP-18
diaplikasikan dengan dosis yang berbeda sebagai perlakuan yaitu 0, 18, 36 dan 54
kg P2O5/ha. Sisa pupuk urea diaplikasikan saat 8 MST.
Pemeliharaan
Kegiatan-kegiatan dalam pemeliharaan tanaman meliputi: 1) Penjarangan
tanaman yang dilakukan saat tanaman berusia 1 MST (Minggu Setelah Tanam)
untuk mempertahankan populasi, 2) Pembumbunan dilakukan pada setiap
pengamatan agar tanaman tidak rebah, 3) Penyiangan gulma dilakukan jika lahan
terdapat tumbuhan pengganggu, 4) Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
dilakukan jika terlihat adanya serangan.
15
Pemanenan
Pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 14 MST. Panen dilakukan
secara berkala setiap 2 minggu selama empat kali berturut-turut. Hasil panen
dipisahkan antara kaliks dan buah kemudian masing-masing ditimbang bobot
basah dan bobot keringnya. Selain itu, diamati pula kadar antosianin yang
terkandung dalam kaliks rosela dengan bantuan spektrofotometer dengan metode
Sims dan Gamon (2002).
Pengamatan
Pengamatan meliputi pengamatan pertumbuhan vegetatif, generatif,
korelasi dan interaksi antara pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Analisis tanah dilakukan sebelum dan sesudah penelitian yang digunakan sebagai
data penunjang. Pertumbuhan vegetatif diamati setiap 2 minggu mulai dari 5
MST.
Pertumbuhan vegetatif yang diamati yaitu:
1.
Tinggi per tanaman.
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang utama terdapat kulit
kayu hingga titik tumbuh batang utama tanaman.
2.
Jumlah cabang primer per tanaman.
Jumlah cabang primer dihitung dari cabang yang muncul dari batang
utama pada tiap tanaman.
3.
Jumlah cabang sekunder per tanaman.
Jumlah cabang sekunder dihitung dari cabang yang muncul dari cabang
primer pada tiap tanaman.
4.
Jumlah buku per tanaman.
Jumlah buku dihitung dari banyaknya buku yang ada di batang utama,
cabang primer dan cabang sekunder pada tiap tanaman.
5.
Jumlah daun per tanaman.
Jumlah daun yang telah membuka sempurna dari keseluruhan daun
pada tiap tanaman dari setiap perlakuan. Jumlah daun dihitung
menggunakan hand tally counter.
16
6.
Luas per daun.
Luas per daun ditentukan dengan metode gravimetri. Perhitungan
dilakukan di akhir penelitian dengan merata-ratakan luas tiga daun yang
berbentuk menjari dan membuka sempurna pada setiap tanaman.
7.
Bobot basah dan bobot kering tajuk serta akar per tanaman.
Bobot kering diukur setelah tajuk maupun akar per tanaman
dikeringkan menggunakan oven bersuhu 105oC selama 2 hari.
8.
Bobot basah dan bobot kering tajuk per petak.
Bobot basah dan bobot kering tajuk per petak dihitung dari setiap petak
saat panen terakhir dengan luas per petak 20 m2
9.
Rasio bobot kering tajuk dan kaliks per tanaman.
Pertumbuhan generatif diamati sejak tanaman mulai berbunga 75 % yaitu
saat 14 MST. Pertumbuhan generatif yang diamati yaitu :
1.
Jumlah kaliks per tanaman.
Jumlah kaliks dihitung dari keseluruhan kaliks yang dapat dipanen pada
tiap tanaman saat panen mulai umur 14 MST kemudian berselang
selama 2 minggu.
2.
Bobot basah dan bobot kering kaliks per tanaman.
Bobot basah dan bobot kering kaliks dihitung dari jumlah kaliks pada
tiap tanaman saat panen. Bobot kering kaliks diukur setelah kaliks
dipisahkan dari buahnya, lalu dioven pada suhu 80oC selama 3 hari.
3.
Bobot basah dan bobot kering kaliks per petak.
Kaliks per petak dihitung dengan menjumlahkan bobot basah dan bobot
kering kaliks tiap tanaman pada satu petak (20 m2) .
4.
Bobot basah dan bobot kering buah per tanaman.
Bobot basah dan bobot kering buah dihitung dari jumlah buah segar
yang telah dipisahkan dari kaliks pada tiap tanaman saat panen.
5.
Bobot basah dan bobot kering per kaliks atau per buah.
Bobot basah dan bobot kering per kaliks atau per buah dihitung dari
bobot basah dan bobot kering kaliks atau buah per tanaman dibagi
jumlah kaliks atau jumlah buah per tanaman.
17
6.
Kandungan antosianin per kaliks.
Kandungan antosianin yang terkandung pada kaliks diukur dengan
spektrofotometer. Kaliks yang diambil berasal dari buku ke-5 dari
bagian atas tanaman saat berumur 16 MST. Pengukuran menggunakan
metode Sims dan Gamon (2002). Metode disajikan pada gambar 7.
7.
Produksi antosianin per tanaman.
Produksi antosianin per tanaman dihitung berdasarkan hasil kali antara
bobot basah kaliks per tanaman dengan kandungan antosianin per
kaliksnya.
Pelarut yang digunakan untuk analisis antosianin adalah asetris (aseton dan
tris 1% pH 8 dengan perbandingan 85 : 15). Tahapan kerja yang dilakukan
sebagai berikut :
Gambar 7. Bagan Pengukuran Kandungan Antosianin Metode Sims
dan Gamon (2002)
Perhitungan kandungan antosianin dapat dilakukan dengan menghitung
rumus berikut:
Antosianin : (0.08173 x A537) - (0.00697 x A647) - (0.002228 x A663)
Keterangan :
,
adalah nilai absorban pada panjang
gelombang masing-masing 537 nm, 647 nm, dan 663 nm.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.126.2oC dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu
maksimumnya terjadi pada bulan April. Curah hujan pada saat penelitian berkisar
antara 131.1-570.6 mm/bulan dengan hari hujan antara 12-27 hari (Lampiran 1).
Hasil analisis tanah pada awal penelitian menunjukkan bahwa reaksi tanah
pada lokasi penelitian bersifat agak masam. Kandungan C-organik dalam tanah
tergolong tinggi. Unsur P-tersedia, kandungan N-total, dan kandungan K
tergolong sedang. Sementara itu untuk kondisi unsur-unsur mikro dalam tanah
berada dalam kondisi sangat rendah sampai tinggi (Lampiran 2). Pada analisis
tanah di akhir penelitian kandungan P-tersedia pada semua petak perlakuan berada
pada kondisi tinggi (Lampiran 3). Hal ini karena bertambahnya ketersediaan
fosfor dalam tanah berasal dari residu pemupukan sebelumnya, perlakuan
pemupukan fosfor, dan pemberian pupuk kandang kambing. Kriteria penilaian
sifat tanah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kondisi tanaman pada saat awal penelitian terlihat tidak seragam pada
ulangan 1 dibandingkan ulangan 2 dan 3. Perbedaan ini disebabkan tergenangnya
petakan ulangan 1 sehingga aerasi tanah menjadi buruk dan tidak menguntungkan
bagi pertumbuhan akar tanaman. Sistem drainase yang dibuat pada awal
penelitian belum mampu mengalirkan air secara penuh ketika terjadi hujan lebat
yang berlangsung lama. Pada awalnya sampel yang diamati berjumlah 15 sampel
per petak perlakuan, namun kemudian dikurangi hingga 10 sampel. Hal ini
dilakukan karena hujan lebat sepanjang hari menyebabkan tanaman kerdil, daun
menguning, dan pertumbuhannya tidak seragam.
Selama proses pertumbuhan tanaman, terjadi beberapa serangan hama dan
penyakit. Hama-hama yang menyerang terdiri dari belalang (Valanga mausiena),
ulat pemakan daun, dan kutu pengisap daun (Empoasca sp.). Sementara itu
penyakit yang menyerang yaitu busuk akar yang disebabkan oleh cendawan
Phytophtora parasitica. Serangan hama dan penyakit ini biasanya terjadi karena
adanya genangan air di lahan atau musim hujan yang terlalu lama (Mardiah et al.,
19
2009). Intensitas serangan hama dan penyakit masih dapat diatasi tanpa perlu
menggunakan bahan kimia untuk membasminya. Selain itu, serangan yang terjadi
tidak terlalu memberikan dampak nyata bagi pertumbuhan tanaman.
Pada pertanaman ini, areal juga ditumbuhi oleh beberapa jenis gulma
seperti Ageratum conyzoides, Mimosa invisa, Caladium bicolor dan sebagainya.
Pengendalian gulma dilakukan setiap 2 minggu secara manual dengan mencabut
langsung menggunakan tangan atau alat koret.
Ciri Morfologi Rosela Merah dan Rosela Ungu
Berdasarkan pengamatan, secara penampakkan fisik maupun melalui
pengukuran, rosela merah dan rosela ungu memiliki beberapa ciri morfologi yang
berbeda satu sama lain. Berikut disajikan ciri morfologi rosela merah dan rosela
ungu.
Tabel 1. Ciri Morfologi Rosela Merah dan Ungu
Batang
Daun
Buku
Bunga
Kaliks
Buah
Seduhan
Komponen
Warna
Bentuk
Warna
Jarak antar Buku
Muncul Pertama
Wana Mahkota
Warna
Bentuk
Diameter
Panjang
Bobot Basah dengan
Buah Segar
Bobot Basah tanpa
Buah Segar
Bobot
Warna
Warna
Keasaman
Aroma
Merah
Merah
Menjari agak ramping
Hijau dengan sedikit merah
di bagian belakang
2.5-3 cm
10 MST
Oranye muda
Merah
Menguncup di bagian
ujung
2.5 cm
4-4.5 cm
7-8 g
Ungu
Merah kehitaman
Menjari agak gembung
Merah kehitaman di
seluruh bagian
4-5 cm
11 MST
Merah Muda
Ungu
Membuka di bagian ujung
3-3.5 cm
5 cm
8-10 g
5-6 g
6-8 g
3-3.5 g
Hijau muda dengan sedikit
merah di ujung buah
Merah cerah
Sangat asam
Sangat Harum
3.4 g
Hijau muda dengan sedikit
merah di ujung buah
Hitam pekat
Tidak Asam
Harum
20
Gambar 8. Perbedaan antara Rosela Merah dan Ungu : a) Bentuk Kaliks, b) Daun
Gambar 9. Perbedaan Warna Kaliks Basah Rosela Merah dan Ungu
(dari kanan ke kiri)
Gambar 10. Perbedaan Mahkota Bunga : a) Rosela Merah, b) Rosela Ungu
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Hasil uji F menunjukkan pemberian pupuk fosfor pada empat taraf
berpengaruh tidak nyata, nyata maupun sangat nyata terhadap pertumbuhan
vegetatif dan generatif seperti disajikan pada Tabel 2. Secara umum terdapat
perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif yang
ditunjukkan oleh kedua aksesi rosela merah dan ungu.
21
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif
Peubah
Tinggi per Tanaman
5
7
9
11
13
Cabang Primer per Tanaman
5
7
9
11
13
Cabang Sekunder per Tanaman
5
7
9
11
13
Jumlah Buku per Tanaman
5
7
9
11
13
Jumlah Daun per Tanaman
5
7
9
11
13
Luas per Daun
Jumlah Kaliks
Panen 1
Panen 2
Panen 3
Panen 4
per Tanaman
Bobot Basah
Kaliks
Panen 1
Panen 2
Panen 3
Panen 4
per Tan
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ANTOSIANIN
DUA AKSESI ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)
Oleh
Kurnia Pratiwi
A24052977
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
KAJIAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ANTOSIANIN
DUA AKSESI ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Kurnia Pratiwi
A24052977
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
i
RINGKASAN
KURNIA PRATIWI. Kajian Pemupukan fosfor Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Antosianin Dua Aksesi Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). (Dibimbing
oleh Sandra Arifin Aziz).
Hibiscus sabdariffa L. merupakan salah satu tanaman obat terpenting karena
mengandung antosianin yang telah teruji klinis untuk mengobati penyakit tumor
atau kanker. Penelitian yang dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan,
Dramaga pada bulan Februari-Agustus 2009 ini bertujuan untuk mengkaji
pengaruh pemupukan fosfor terhadap dua aksesi rosela untuk mendapatkan
pertumbuhan dan produksi antosianin terbaik.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)
dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Petak utama adalah aksesi rosela
yaitu merah dan ungu. Anak petaknya adalah dosis pemupukan yaitu : 0, 18, 36,
dan 54 kg P2O5/ha. Pada saat tanaman berusia 16 MST, kaliks diambil untuk diuji
kandungan antosianinnya menggunakan spektrofotometer dengan metode Sims
dan Gamon (2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pemupukan fosfor
memberikan pengaruh tidak nyata, namun pemupukan fosfor berpengaruh nyata
pada jumlah cabang sekunder per tanaman umur 11 MST, jumlah daun per
tanaman umur 9 MST, bobot basah tajuk per tanaman dan bobot kering per buah.
Pemupukan juga berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi per tanaman umur 11
MST, jumlah cabang primer per tanaman umur 7 MST, bobot kering tajuk per
tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk per petak, serta bobot basah dan
bobot kering kaliks per petak. Terdapat perbedaan secara morfologi maupun
kandungan antosianin antara aksesi rosela merah dan ungu.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa bobot kering kaliks per petak (20m2)
tertinggi didapat dari kombinasi antara aksesi rosela ungu dengan pupuk fosfor
sebanyak 54 kg P2O5/ha yaitu sebesar 3.51 kg/petak, sedangkan rosela merah
sebesar 3.35 kg/petak yang didapat dari perlakuan pupuk fosfor sebanyak 36 kg
P2O5 /ha. Produktivitas tertinggi didapat dari kombinasi antara aksesi rosela ungu
dengan 54 kg P2O5/ha yaitu sebesar 1.76 ton/ha.
Pemupukan fosfor memberikan pengaruh sangat nyata terhadap interaksi
bobot kering tajuk per tanaman, bobot basah tajuk per petak, dan bobot kering
tajuk per petak. Kandungan antosianin per kaliks dan produksi antosianin per
tanaman tertinggi didapat dari perpaduan rosela ungu dengan perlakuan 54 kg
P2O5/ha yaitu sebesar 3.68 mmol/g dan 6.85 mol/tanaman. Kandungan antosianin
per kaliks rosela ungu lebih besar 268-448% dibandingkan kandungan antosianin
per kaliks rosela merah serta terdapat pola bahwa rosela yang mendapat perlakuan
pupuk fosfor dengan dosis tinggi memiliki kandungan dan produksi antosianin
yang juga tinggi.
ii
ABSTRACT
Study of Phosphorus Fertilization to Growth and Anthocyanin Production
Two Roselle Lines (Hibiscus sabdariffa L.)
Kurnia Pratiwi1, Sandra Arifin Aziz2
1
2
Student of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB
Lecture of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB
Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) is a common herb plant that contain high
anthocyanin. This research on roselle was conducted in 2009 at Cikabayan
Research Center, IPB. The purpose of the research was to study the effect of
phosphorus fertilizer on anthocyanin content in two lines of roselle. This research
used Split Plot Design with two factors and three replications. The main plot was
lines of roselle i.e. red and purple.The sub plot was dosage of phosphorus i.e: 0,
18, 36, and 54 kg P2O5/ha. At 16 days after planting, calyx was taken to analyze
anthocyanin content with spectrophotometer using Sims and Gamon (2002)
method. The result of this study showed that dosage of phosphorus has no
significant effect for several vegetative and generative variables on both of red
and purple lines, but it has significant effect for the number of secondary branch
per plant at 11 week after planting (WAP), the number of leaf per plant at 9 WAP,
fresh weight of shoot per plant, and dry weight of fruit. The study also has very
significant effect for the number of height per plant at 11 WAP, the number of
primary branch per plant at 7 WAP, dry weight of shoot per plant, fresh and dry
weight of total shoot per slot (20m2), as well as fresh and dry weight of calyx per
slot (20m2). The optimum content of anthocyanin per calyx and production of
anthocyanin per plant found on purple lines and 54 kg P2O5/ha that were 3.68
mmol/g and 6.85 mol/plant.
Key words: Hibiscus sabdariffa L., phosphorus, fertilizer, production of anthocyanin, lines.
iii
Judul
: KAJIAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ANTOSIANIN
DUA AKSESI ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)
Nama
: Kurnia Pratiwi
NRP
: A24052977
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS.
NIP. 19591026 198503 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.
NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciledug, Propinsi Banten pada tanggal 10 Mei 1987
sebagai anak tunggal pasangan dari H. Sunyoto dan Hj. Rustinah serta istri dari
Tisna Prasetyo, SP, MSi.
Tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Islam Al Afshah
Ciledug. Kemudian menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Kreo
IV pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah
pertama di SLTP Negeri 153 Jakarta dan menyelesaikan pendidikan menengah
atas di SMA Negeri 47 Jakarta pada tahun 2005.
Tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa
program studi Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif dalam beberapa organisasi
mahasiswa. Tahun 2005-2006 menjadi Ketua Asrama Putri TPB dan aktif di
Ikatan Keluarga Muslim TPB, pada tahun 2006-2009 aktif sebagai wakil divisi
eksternal di Himpunan Mahasiswa Agronomi dan anggota divisi internal Forum
Komunikasi Rohis Departemen. Saat ini penulis aktif dalam kegiatan pendidikan
dan pembinaan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga atas
karunia-Nya
skripsi
dengan judul
Kajian Pemupukan Fosfor terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Antosianin Dua Aksesi Rosela (Hibiscus Sabdariffa
L.) ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian mengenai rosela terdorong oleh
ketertarikan penulis terhadap tanaman obat berkhasiat tinggi dengan rasa yang
enak. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Dramaga,
Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada,
1.
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS. atas kesabaran dan bimbingannya selama
penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
2.
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. atas arahan akademik selama penulis
menempuh pendidikan.
3.
Dr. Ani Kurniawati, SP, MSi. atas arahan dan sarannya dalam
penyempurnaan skripsi ini.
4.
Tisna Prasetyo, SP, MSi atas kesabarannya menjawab pertanyaan kritis
penulis.
5.
Bapak, ibu, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
6.
Rekan-rekan atas dukungan dan bantuannya pada penelitian ini.
Penulis berharap, penelitian ini dapat memberikan informasi bermanfaat
terkait tanaman obat khususnya rosela.
Bogor, Maret 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...................................................................................
Halaman
viii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
x
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................
Tujuan .........................................................................................
Hipotesis......................................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Botani dan Morfologi Rosela ......................................................
Budidaya Rosela..........................................................................
Kandungan Bahan Bioaktif dan Kegunaan .................................
Antosianin ...................................................................................
Pemupukan ..................................................................................
Peranan Fosfor bagi Tanaman .....................................................
3
3
5
6
7
9
10
BAHAN DAN METODE .......................................................................
Waktu dan Tempat ......................................................................
Bahan dan Alat ............................................................................
Metode.........................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ................................................................
Persiapan Benih ..................................................................
Persiapan Lahan .................................................................
Penanaman .........................................................................
Pemupukan .........................................................................
Pemeliharaan ......................................................................
Pemanenan .........................................................................
Pengamatan ........................................................................
12
12
12
12
13
13
14
14
14
14
15
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
Kondisi Umum Penelitian ...........................................................
Ciri Morfologi Rosela Merah dan Ungu .....................................
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam..................................................
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ................................................
Tinggi per Tanaman ...........................................................
Jumlah Cabang Primer per Tanaman .................................
Jumlah Cabang Sekunder per Tanaman .............................
Jumlah Buku per Tanaman.................................................
Jumlah Daun per Tanaman.................................................
18
18
19
20
22
22
23
24
24
25
vii
Luas per Daun ....................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar
per Tanaman .......................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk per Petak ...............
Rasio Bobot Tajuk dan Kaliks per Tanaman .....................
Pertumbuhan Generatif Tanaman ...............................................
Jumlah Kaliks per Tanaman ...............................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks
per Tanaman .......................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks
per Petak ............................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Buah
per Tanaman .......................................................................
Bobot Basah dan Bobot Kering Per Kaliks Per Buah ........
Kandungan Antosianin per Kaliks .....................................
Produksi Antosianin per Tanaman .....................................
Pembahasan .................................................................................
Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Rosela ....
Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan
Tanaman Rosela .................................................................
Interaksi dan Korelasi Tanaman Rosela .............................
26
30
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
Kesimpulan..................................................................................
Saran ............................................................................................
43
43
43
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
44
LAMPIRAN ............................................................................................
49
26
27
28
28
28
29
31
32
33
34
36
36
37
38
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Ciri Morfologi Rosela Merah dan Ungu .....................................
19
2.
Rekapitulasi Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan
dan Produksi ................................................................................
21
3.
Luas per Daun Rosela Merah dan Ungu .....................................
26
4.
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar
per Tanaman Rosela Merah dan Ungu ........................................
27
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk per Petak
Rosela Merah dan Ungu ..............................................................
27
6.
Rasio Tajuk dan Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu .
28
7.
Jumlah Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu ...............
28
8.
Bobot Basah Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu .......
29
9.
Bobot Kering Kaliks per Tanaman Rosela Merah dan Ungu......
30
10.
Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks per Petak Rosela ..........
Merah dan Ungu ..........................................................................
31
11.
Bobot Basah Buah per Tanaman Rosela Merah dan Ungu .........
31
12.
Bobot Kering Buah per Tanaman Rosela Merah dan Ungu........
32
13.
Bobot Basah dan Kering per Kaliks per Buah Rosela Merah
dan Ungu .....................................................................................
33
14.
Interaksi Pemupukan Fosfor dan Aksesi Rosela .........................
39
15.
Korelasi antara Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif
Tanaman Rosela ..........................................................................
42
5.
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Pertanaman Rosela Ungu dan Merah ..........................................
4
2.
Perbedaan Kaliks antara Rosela Putih, Merah, Ungu,
dan Hitam ....................................................................................
4
3.
Bagian Generatif Rosela ............................................................
5
4.
Rumus Bangun Antosianin .........................................................
8
5.
Lintasan Pembetukan Antosianin................................................
9
6.
Denah Rancangan Percobaan ......................................................
13
7.
Bagan Pengukuran Kandungan Antosianin ................................
17
8.
Perbedaan Bentuk Kaliks serta Daun Rosela Merah dan Ungu ..
20
9.
Perbedaan Warna Kaliks Basah Rosela Merah dan Ungu .........
20
10.
Perbedaan Mahkota Bunga Rosela Merah dan Ungu .................
20
11.
Pertumbuhan Tinggi per Tanaman Rosela Merah dan Ungu
pada 5-13 MST ............................................................................
23
Jumlah Cabang Primer per Tanaman Rosela Merah dan Ungu
pada 5-13 MST ............................................................................
23
Jumlah Cabang Sekunder per Tanaman Rosela Merah
dan Ungu pada 5-13 MST ...........................................................
24
Jumlah Buku per Tanaman Rosela Merah dan Ungu
pada 5-13 MST ............................................................................
25
Jumlah Daun per Tanaman Rosela Merah dan Ungu
pada 5-13 MST ............................................................................
25
Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Kandungan Antosianin
per Kaliks Rosela Merah dan Ungu pada Umur 16 MST ...........
34
Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Produksi Antosianin
per Tanaman Rosela Merah dan Ungu pada Umur 16 MST.......
34
Produktivitas Kaliks Kering Rosela Merah dan Ungu ................
41
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
x
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Data Klimatologi Tahun 2009 .....................................................
49
2.
Hasil Analisis Tanah Awal .........................................................
49
3.
Hasil Analisis Tanah Akhir ........................................................
50
4.
Kriteria secara Umum Penilaian Data Analisis
Sifat Kimia Tanah .......................................................................
50
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai daerah tropis memiliki sekitar 90% dari 7000 spesies
tumbuhan berkhasiat obat. Sebagian besar (hampir 80%) dari tumbuhan obat
tersebut telah digunakan sebagai obat-obatan tradisional meskipun belum diuji
secara klinis. Masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai masalah
kesehatan. Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia secara tradisional semakin
disukai karena efek sampingnya lebih kecil dari obat yang dibuat secara sintesis.
Penggunaan tumbuhan obat di masyarakat terutama untuk mencegah penyakit,
menjaga kesegaran tubuh maupun mengobati penyakit. Banyak jenis tumbuhan
yang digunakan sebagai tumbuhan obat, salah satunya adalah tanaman rosela
(Maryani dan Kristiana, 2008).
Rosela merupakan tanaman herba tahunan yang termasuk famili
Malvaceae dan dapat dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis (Kosakowska
et al., 2005). Rosela dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan.
Seluruh bagian tanaman, mulai buah, kelopak bunga, mahkota bunga, dan
daunnya dapat dimakan (D`Heureux dan Badrie, 2004). Daun rosela dapat
digunakan untuk sayuran hijau dan batangnya merupakan sumber dari industri
kertas (Small dan Rhoden, 1991).
Rosela memiliki daya tarik yang luar biasa. Kelopaknya yang berwarna
merah menyala membuat orang menjadi tertarik. Kelopak bunga rosela ini
mempunyai banyak sekali manfaat untuk bidang kesehatan. Warna merah ini
disebabkan rosela mengandung pigmen antosianin yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan. Kelopak bunga rosela juga memberikan sensasi bunga yang harum
dan rasa asam yang menyegarkan (Mardiah et al., 2009).
Antosianin yang terkandung dalam rosela memiliki kadar yang lebih tinggi
dibandingkan kumis kucing yang terbukti klinis dapat meluruhkan batu ginjal.
Adanya antioksidan rosela seperti gossipetin, antosianin, dan glukosida hibiscin
memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit degeneratif seperti jantung
koroner, kanker, diabetes melitus, dan katarak (Maryani dan Kristiana, 2008).
2
Secara umum, rosela adalah satu dari tanaman obat populer yang dapat digunakan
untuk industri farmasi maupun kosmetik (Ibrahim dan Hussein, 2006).
Fosfor dalam sel tanaman diperlukan untuk fosforilasi dari adenosin
difosfat (ADP) menjadi adenosin trifosfat (ATP)(Suseno, 1974). Glikolisis dan
siklus kreb bukanlah satu-satunya reaksi tanaman dalam memperoleh energi
dari oksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. Lintasan pentosa fosfat
(LPF) merupakan reaksi lainnya dengan senyawa antara adalah gula fosfor
lima-karbon. Fungsi penting dari LPF adalah dihasilkannya eritrosa-4-fosfat
yang merupakan pereaksi awal bagi pembentukan berbagai senyawa fenol
seperti antosianin dan lignin (Salisbury dan Ross, 1992). Untuk memperoleh
kandungan bioaktif (antosianin) yang optimal dari tanaman rosela perlu diteliti
pemberian dosis pupuk fosfor yang tepat guna merangsang aktivitas tanaman
untuk membentuk antosianin.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemupukan fosfor
terhadap pertumbuhan dan produksi antosianin dua aksesi rosela (Hibiscus
sabdariffa L.).
Hipotesis
1. Aksesi rosela ungu berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan
produksi antosianin.
2. Dosis pupuk fosfor 54 kg P2O5/ha berpengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan dan produksi antosianin.
3. Interaksi aksesi rosela ungu dengan dosis pupuk fosfor 54 kg P2O5/ha
berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi antosianin.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Rosela
Menurut Morton (1987) rosela merupakan tanaman asli Afrika dan mulai
menyebar secara luas ke negara-negara tropik dan subtropik seperti Amerika
Tengah dan India Barat. Dalam taksonomi tumbuhan, rosela diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Malvaceales
Famili
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Spesies
: Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa L.
Rosela merupakan tanaman herba tahunan dengan tinggi mencapai 4.5 m.
Batang membulat berwarna keseluruhan hijau, hijau dengan bercak merah atau
seluruhnya merah. Kedudukan daun berseling dan terbagi dalam tiga atau lima
lobi dengan tepi daun bergerigi. Daun yang panjang dan lebar biasanya terdapat
pada rosela batang hijau atau hijau dengan bercak merah, sedangkan daun
berukuran lebih kecil pada rosela batang merah. Tangkai daun berbulu serta
berduri atau berduri saja dan terdapat kelenjar madu pada pangkal tulang daun
(Loebis, 1970). Daun berwarna hijau dengan panjang 7.5-12.5 cm dan urat daun
kemerahan dengan tangkai daun yang panjang atau pendek (Morton, 1987).
Ahmad dan Vossen (2003) menambahkan bahwa rosela memiliki daun yang
panjangnya mencapai 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Sementara tangkai daun
berbentuk bulat, berwarna hijau, dengan panjang 4-7 cm.
Menurut Morton (1987) bunga rosela muncul dari ketiak daun dengan
diameter mencapai 12.5 cm, berwarna kuning atau kekuningan dan berubah
menjadi merah muda saat sore hari. Kaliks rosela berwarna merah, berdaging
renyah namun mengandung banyak air dengan panjang 3.2-5.7 cm. Sastrahidayat
dan Soemarno (1991) menambahkan bunga rosela merupakan bunga hermafrodit.
Bentuk bunga soliter, aksiler, bercuping lima, berwarna hijau, merah atau
4
keputihan. Mahkota bunga berbentuk lonceng, berdaging, ujung membulat,
gundul hingga berambut, berwarna kuning hingga kuning kemerahan pada bagian
tengah dalam.
Menurut Arief (2008), walaupun merupakan kerabat dari bunga sepatu
(Hibiscus rosasinensis), tanaman rosela tidak memiliki jenis yang banyak seperti
kerabatnya. Berikut merupakan jenis rosela yang mulai dibudidayakan di
Indonesia.
1. Rosela merah
Kaliks berwarna merah menyala, panjang dengan tangkai bunga kuat dan
tidak mudah patah serta memiliki daun yang menjari. Kaliks yang sudah kering
akan berwarna merah cerah dan memiliki aroma yang kuat. Rosela merah ini
merupakan jenis yang sering dikonsumsi sebagai tanaman obat.
2. Rosela ungu
Ada yang menyebutnya burgundy, rosela Sudan, maupun rosela ungu.
Kaliks berwarna merah gelap, agak bulat, berbulu lebih banyak dibanding yang
merah, daun menjari tebal dan agak membulat, tangkai bunga mudah patah.
Kaliks kering berwarna merah kehitaman, aromanya cukup kuat. Produksi rosela
ungu lebih tinggi dibandingkan rosela merah.
Gambar 1. Pertanaman : a) Rosela Ungu, b) Rosela Merah
Gambar 2. Perbedaan Kaliks antara Rosela Putih, Merah, Ungu, dan Hitam
(dari kiri ke kanan)
5
Buah rosela beruang lima, tiap ruang terdapat dua barisan biji. Buah muda
diselaputi kulit tipis berwarna hijau serta berbulu halus. Buah berbentuk kapsul
atau bulat telur, tiap buah berisi 30-40 biji. Bentuk biji seperti ginjal dengan
panjang 4-4.5 mm. Biji berwarna hitam kelabu dengan banyak titik-titik kecil
coklat kekuningan (Loebis, 1970).
Gambar 3. Bagian Generatif Rosela : a) Bunga, b) Kaliks dan Buah, c) Biji
Budidaya Rosela
Rosela paling baik dibudidayakan pada daerah tropis dan subtropis dengan
ketinggian mencapai 900 m dpl dengan curah hujan sekitar 182 mm/bulan selama
musim tanam (Morton, 1987). Rosela tumbuh pada berbagai tipe tanah yang
mempunyai tekstur dan drainase yang baik. Tanaman ini toleran pada tanah
dengan kemasaman tinggi dan kadar garam yang cukup, tetapi tidak toleran
dengan hilangnya air (Ahmad dan Vossen, 2003). Menurut Maryani dan Kristiana
(2008) tanaman rosela dapat diusahakan di segala macam tanah, tetapi paling
cocok pada tanah yang subur dan gembur.
Selama pertumbuhan, rosela tidak tahan terhadap genangan air. Curah
hujan yang dibutuhkan hanya berkisar 800-1670 mm/5 bulan atau 180 mm/bulan.
Tanaman rosela dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada
suhu sekitar 23-28°C di siang hari. Kekurangan sinar matahari dapat
menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil). Musim yang ideal
untuk berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan MeiSeptember. Mardiah et al. (2009) menambahkan tanaman rosela toleran terhadap
tanah masam dan agak alkalin, tetapi tidak cocok ditanam di tanah salin atau
6
berkadar garam tinggi. Kemasaman tanah (pH) optimum untuk rosela adalah 5.57 dan masih dapat toleran pada pH 4.5-8.5.
Rosela umumnya diperbanyak dari biji dan dapat ditumbuhkan dari stek
batang, namun perbanyakan dengan biji lebih mudah dan praktis (Morton, 1987;
Sastrahidayat dan Soemarno, 1991; Ahmad dan Vossen, 2003; Mardiah et al.,
2009). Sistem perakaran tanaman yang berasal dari biji memiliki akar tunggang
yang dalam sehingga lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan
tanaman asal stek, sedangkan perbanyakan dengan stek batang menghasilkan
tanaman yang lebih pendek dengan produksi kaliks yang rendah (Mardiah et al.,
2009)
Jarak tanam untuk produksi kaliks rosela ialah 120 cm x 90 cm
(Sastrahidayat dan Soemarno, 1991). Ahmad dan Vossen (2003) menambahkan
bahwa jarak tanam untuk produksi daun maupun kaliks rosela ialah 60 cm x 100
cm dan 120 cm x 90 cm. Menurut Mardiah et al. (2009) jarak tanam rosela yang
cocok untuk di Bogor adalah 100 cm x 100 cm atau 100 cm x 150 cm. Jarak
tanam yang lebih rapat menyebabkan kondisi lahan menjadi lembab sehingga
memicu perkembangan penyakit.
Dinas Pertanian Jawa Timur (2005) merekomendasikan dosis pemupukan
300 kg urea/ha, 150 kg TSP/ha, dan 150 KCl/ha. Pupuk urea diaplikasikan dua
kali pada 3 MST dan 7-8 MST sebanyak 30-40 g/tanaman, kemudian dilakukan
pemanenan sejak umur tiga minggu setelah berbunga dan dapat dipanen terus
menerus dalam jangka waktu 3 bulan sebelum akhirnya diganti bibit baru.
Mardiah et al. (2009) menambahkan pemupukan dapat menggunakan pupuk
hijau (Mimosa invisa) yang dibenamkan pada saat pengolahan tanah, kemudian
diikuti dengan pupuk buatan sebanyak 80 kg N/ha, 36-54 kg P2O5/ha, dan 75-100
kg K2O/ha.
Kandungan Bahan Bioaktif dan Kegunaan
Rosela merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki banyak
kandungan bahan bioaktif. Kandungan bahan bioaktif tersebut memiliki khasiat
sebagai diuretic (peluruh air seni), choleretic (merangsang keluarnya empedu),
febrifugal (menurunkan demam), hypotensive (menurunkan tekanan darah)
7
dengan cara menurunkan kekentalan darah sehingga kerja jantung memompa
darah semakin ringan dan merangsang gerak peristaltik usus (Morton, 1987).
Pada kaliks rosela terkandung 51% antosianin dan 24% antioksidan (Tsai
et al., 2002). Rosela mengandung saponin dan flavonoid (berupa asam
klorogenat, asam kafeat, asam kumarat, asam p-dihidroksi benzoat dan asam
vanilat) (Merken et al., 2001). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari
senyawa fenolik (Harborne, 1983). Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid
untuk tumbuhan antara lain sebagai pengatur tumbuh, penghambat kinerja
mikroba, dan antivirus. Kegunaan dari flavonoid bagi kesehatan diantaranya
adalah aktivitas antioksidan, kemampuan mengikat asam, stimulasi dari sistem
imun, pencegahan nitrasi tirosin, antialergi, antibakterial, dan antikarsinogenik
(Merken et al., 2001).
Rosela memiliki bermacam-macam khasiat untuk kesehatan. Hasil uji
praklinik menemukan bahwa rosela memiliki khasiat sebagai bahan antiseptik,
penambah stamina, dan agen astringen. Tanaman ini juga banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional seperti batuk, lesu, demam, tekanan perasaan, gusi
berdarah (scurvy) dan mencegah penyakit hati (Dalimartha, 2001). Kaliks rosela
banyak digunakan untuk pembuatan jus, saos, sirup dan juga sebagai bahan
pewarna pada makanan (Maryani dan Kristiana, 2008).
Antosianin
Antosianin merupakan pewarna paling penting dan paling luas dalam
tumbuhan yang memberikan hampir semua warna merah jambu, merah,
lembayung muda, ungu dan biru pada kelopak bunga, daun dan buah pada
tumbuhan tingkat tinggi. Semua antosianin memiliki struktur dasar satu gugus
aromatik yaitu sianidin dan turunannya dengan penambahan atau pengurangan
gugus hidroksil melalui metilisasi atau glikosilasi (Harborne, 1983). Fungsi
antosianin pada tanaman adalah dalam hal resistensi terhadap penyakit (Salisbury
dan Ross, 1995).
Menurut Vickery dan Vickery (1981), antosianin pada rosela berada dalam
bentuk glikosida yang terdiri dari pelargonidin, sianidin, peonidin, delphinidin,
petunidin dan malvidin. Mardiah et al. (2009) menambahkan antosianin pada
8
rosela berada dalam bentuk glikosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside,
delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside.
Gambar 4. Rumus Bangun Antosianin
Antosianin merupakan bagian dari flavonoid yang terbentuk melalui
lintasan sikimat. Flavonoid terikat pada sel epidermis dan terhimpun pada vakuola
tengah walaupun disintetis di luar vakuola (Salisbury dan Ross, 1995). Noh dan
Spalding (1998) menambahkan antosianin merupakan produk metabolisme
sekunder yang dibentuk dari asam amino phenylalanine melalui lintasan sikimat
di sitoplasma dan ditimbun dalam vakuola sel parenkim dewasa. PAL
(Phenylalanine Ammonia Lyase) merupakan enzim kunci dalam metabolisme,
aktivitasnya meningkat seiring dengan umur daun dan berhubungan dengan
proses penuaan. Lintasan pembentukan antosianin disajikan pada Gambar 5.
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan terdapat
dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga. Secara struktur flavonoid merupakan
turunan dari flavon dan biasanya terdiri dari beberapa bagian. Telah ada sepuluh
kelompok flavonoid yang dikenali. Flavonoid pada umumnya dapat larut dalam
air. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun, kayu,
kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji (Harbone, 1987). Flavonols
dalam rosela terdiri dari gossypetin, hibiscetine, dan quercetia (Mardiah et al.,
2009)
Menurut Sudiatso (2001), antosianin merupakan pigmen bermutu, larut
dalam air, berwarna jingga, merah, dan biru yang tergabung dalam kelompok
besar pigmen flavonoid. Antosianin terdapat dalam buah dan sayuran, dan
biasanya terdiri dari kombinasi beberapa pigmen (4-6 pigmen). Pigmen ini stabil
dalam lingkungan masam, oleh karena itu sebaiknya disimpan dalam medium
masam.
9
Gambar 5. Lintasan Pembetukan Antosianin (Noh dan Spalding, 1998).
Enzim yang terlibat adalah PAL (Phenylalanine Ammonia Lyase);
CHS (Chalcone synthase); CHI (Chalcone Isomerase);
F3H (Flavanone-3-hydroxylase); DR (Dihydroflavonol 4reductase).
Penelitian oleh Katsube et al. (2003) menyatakan bahwa antosianin
khususnya delphinidin yang diekstrak dari bilberry mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker darah (leukemia). Zhang et al. (2005) menambahkan
bahwa antosianin mampu menghambat pertumbuhan sel kanker di antaranya sel
kanker perut, usus besar, kanker payudara, dan kanker paru-paru.
Pemupukan
Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik
maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara
dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam
keadaan faktor lingkungan yang baik (Sutedjo, 1994). Menurut Leiwakabessy
dan Sutandi (2004), pupuk adalah bahan yang diberikan kepada tanaman baik
langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman,
meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat
perbaikan nutrisi tanaman. Pemupukan artinya pemberian pupuk kepada
tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya. Nasih (2006)
10
menambahkan bahwa yang dimaksud pupuk adalah suatu bahan yang
digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga
menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman.
Dosis, cara, dan waktu aplikasi yang tepat disertai pengolahan tanah yang
baik dapat membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara yang diperlukan
tanaman. Pupuk yang akan diberikan sebaiknya harus sesuai dosis agar dapat
menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman (Supandi, 1988). Leiwakabessy
(1992) menambahkan bahwa aplikasi pemupukan tidak selamanya memberikan
hasil yang efektif karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain takaran,
cara dan waktu pemberian. Menurut Marschner (1995) bahwa studi tentang hara
tanaman telah menunjukkan bahwa mineral tertentu bersifat esensial bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan diklasifikasikan sebagai unsur hara
makro maupun mikro tergantung pada jumlahnya di dalam jaringan tanaman.
Pemupukan pada rosela umumnya dilakukan secara bertahap. Hal ini
dimaksudkan agar unsur hara bagi tanaman tetap tersedia dan untuk mendapatkan
kaliks yang besar. Pupuk yang diperlukan adalah pupuk kandang, urea dan NPK.
Pupuk kandang diberikan sebelum tanah diolah dosisnya 10 ton/ha. Pupuk
lanjutan diberikan 2 kali yakni pada umur 2-3 minggu dan 1.5 bulan setelah
tanam. Pupuk susulan pertama menggunakan urea 20-30 g/lubang tanam dan yang
kedua pupuk NPK 30-50 g/lubang tanam (Maryani dan Kristiana, 2008).
Peranan Fosfor bagi Tanaman
Fosfor (P) berperan menyediakan nutrisi untuk perkembangan akar,
penegakan, pendewasaan, dan reproduksi tanaman (Beard, 1973). Suseno (1974)
menambahkan bahwa fosfor dalam tanaman mempunyai peranan dalam mengatur
banyak reaksi enzimatik. Kekurangan unsur P pada umumnya akan menghambat
reaksi-reaksi sintesis dalam tanaman. Fosfor berguna sebagai penyusun asam
nukleat dan komponen utama inti sel, pemacu pertumbuhan dan pembentukan
akar awal, membuat tanaman tegar, serta merangsang pembungaan dan
membantu pembentukan biji.
Fosfor diserap oleh tanaman hampir seluruhnya dalam bentuk ion hidrogen
dan fosfor, yaitu H+ dan PO42-. Fosfor di dalam tanaman tidak direduksikan dalam
sel menjadi bentuk yang berada pada tingkat oksidasi lebih rendah
11
sebagaimana halnya dengan nitrat dan sulfat. Ketersediaan P di dalam tanah
sangat dipengaruhi oleh pH tanah, kadar Al, Fe serta Mn terlarut, tersedianya
kalsium (Ca), jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta jenis dan
populasi mikroorganisme tanah (Soepardi, 1983).
Fosfor merupakan unsur hara kedua setelah nitrogen (N) yang mutlak
diperlukan oleh tanaman. Keperluan P kadang-kadang lebih kritis daripada N
pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambah oleh mikroba dari udara,
tetapi unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa kecukupan P, berbagai proses di
dalam tanaman dapat terhambat sehingga pertumbuhan dan perkembangan
tanaman tidak berlangsung optimal (Balitpa, 1991).
Fosfor banyak ditemukan dalam bagian tumbuhan yang memiliki aktivitas
fisiologi yang besar. Kekurangan fosfor menyebabkan pembentukan tunas
berkurang, penundaan pembentukan kanopi yang menyebabkan gulma tumbuh
lebih cepat, mengurangi panjang tangkai, daun tumbuh berdekatan, dan muncul
warna hijau-ungu pada daun yang kelebihan residu. Fosfor di dalam tanah dapat
menimbulkan masalah karena dapat mengganggu penyerapan unsur hara (Gardner
et al., 1991).
Kekurangan fosfor dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap
unsur lain. Efek yang dapat terlihat dari kekurangan unsur P adalah daun bawah
berwarna hijau gelap, pinggiran daun berwarna ungu dan ujung daun menjadi layu
atau mati (Suseno, 1974). Menurut Soepardi (1983) bahwa gejala awal
kekurangan fosfor tampak pada daun tua. Pertumbuhan tanaman menjadi lambat,
daun kecil, warna keunguan karena akumulasi pigmen antosianin, tepi daun
cokelat hangus, daun cepat rontok yang dimulai dengan daun tertua, serta seluruh
tanaman tampak kerdil. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menambahkan bahwa
kekurangan fosfor menyebabkan perakaran tidak berkembang dengan baik,
pertumbuhan tanaman terhambat, dan daun tua cepat rontok karena fosfor dalam
tanaman bersifat mobil dan bergerak dari daun tua ke daun muda.
12
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di
Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi
datar dengan jenis tanah Latosol, curah hujan rata-rata 1500-3000 mm/tahun, dan
ketinggian tempat 250 m dpl.
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Bogor dan uji kandungan
antosianin
tanaman
dilakukan
di
Laboratorium
Ekofisiologi
Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB, Dramaga.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih rosela dari dua
aksesi, yaitu rosela merah dan rosela ungu. Pupuk tunggal (urea, SP-18, dan KCl),
pupuk kandang kambing, dan kapur tanah. Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah peralatan budidaya pertanian, meteran, hand tally counter, timbangan,
oven, spektrofotometer dan alat tulis.
Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)
dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Petak utama adalah aksesi rosela :
rosela merah dan rosela ungu. Anak petaknya adalah dosis pupuk fosfor (dalam
bentuk SP-18) yaitu : 0, 18, 36, dan 54 kg P2O5/ha.
Hasil kombinasi perlakuan dengan ulangan terdapat 24 satuan percobaan.
Luas tiap petak percobaan adalah 20 m2, kemudian dikalikan dengan banyaknya
satuan percobaan sehingga luas total adalah 480 m2. Denah petak percobaan dapat
dilihat pada Gambar 6.
Model rancangan linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + Ui + Vj + εij + Dk + (VD)jk + εijk
Keterangan :
Yijk
= nilai pengamatan pada ulangan ke-i, faktor aksesi taraf ke-j,
dan faktor dosis pupuk taraf ke-k.
13
µ
= nilai rataan umum.
Ui
= Pengaruh ulangan ke-i (i:1,2,3).
Vj
= Pengaruh faktor aksesi ke-j (j:1,2).
εij
= Pengaruh galat untuk petak utama aksesi ke-j
pada kelompok ke-i
Dk
= Pengaruh dosis pupuk ke-k (k:0,1,2,3).
(VD)jk
= Pengaruh interaksi antara aksesi ke-j dan pupuk ke-k
εijk
= Pengaruh galat untuk anak petak karena pengaruh
faktor aksesi ke-j dan faktor pupuk ke-k pada kelompok ke-i.
Untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan digunakan uji analisis
ragam, apabila terdapat F hitung > F tabel terhadap parameter yang diamati maka
akan diuji lanjut dengan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada
taraf 5%.
V1D2
V2D1
V2D0
V2D3
V1D3
V1D1
V2D2
V1D0
V2D2
V1D0
V2D3
V1D2
UI
V2D0
V2D1
V1D1
V1D3
U II
V2D1
V1D1
V1D2
V2D3
V2D0
V1D3
V1D0
V2D2
U III
Gambar 6. Denah Rancangan Percobaan
Keterangan :
V1 : Aksesi Rosela Merah
V2 : Aksesi Rosela Ungu
D0 : Dosis pupuk fosfor : 0 kg P2O5/ha
D1 : Dosis pupuk fosfor : 18 kg P2O5/ha
D2 : Dosis pupuk fosfor : 36 kg P2O5/ha
D3 : Dosis pupuk fosfor : 54 kg P2O5/ha
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Benih
Bahan tanaman kedua aksesi rosela adalah benih yang didapat dari
pemasok rosela di daerah Malang. Sebelum disemai, benih rosela direndam dalam
air selama 24 jam. Setelah itu benih dipilih yang bagus dengan ciri benih utuh dan
tenggelam di dasar air.
14
Persiapan Lahan
Sebelum penanaman dilakukan persiapan tanam dengan pembersihan
gulma, pemberian kapur tanah (1 ton/ha) saat 3 minggu sebelum penanaman,
pemberian pupuk kandang dan pembuatan guludan pada lahan. Pengolahan tanah
dilakukan dua kali dengan menggunakan cangkul. Lahan dibuat petakan-petakan
kecil berukuran 5 m x 4 m sebanyak 24 petakan.
Penanaman
Penanaman benih dilakukan secara langsung ke lahan yang telah diolah.
Benih ditanam dengan jarak 1 m x 1 m sebanyak 3-4 benih per lubang dan
diharapkan terdapat satu rosela dalam satu lubang sehingga penjarangan dapat
dilakukan jika tanaman yang tumbuh dalam satu lubang tidak seperti yang
diharapkan.
Pemupukan
Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang kambing sebanyak 15
ton/ha. Pemberian pupuk dasar dilakukan saat persiapan lahan (2 minggu sebelum
penanaman). Pada saat 2 MST (Minggu Setelah Tanam) diberikan pupuk urea,
KCl dan pupuk fosfor (dalam bentuk SP-18). Dosis urea yang digunakan
sebanyak 400 kg/ha, namun hanya diaplikasikan setengahnya pada penanaman
(200 kg/ha), KCl yang diberikan sebanyak 200 kg/ha (Arief, 2008), dan SP-18
diaplikasikan dengan dosis yang berbeda sebagai perlakuan yaitu 0, 18, 36 dan 54
kg P2O5/ha. Sisa pupuk urea diaplikasikan saat 8 MST.
Pemeliharaan
Kegiatan-kegiatan dalam pemeliharaan tanaman meliputi: 1) Penjarangan
tanaman yang dilakukan saat tanaman berusia 1 MST (Minggu Setelah Tanam)
untuk mempertahankan populasi, 2) Pembumbunan dilakukan pada setiap
pengamatan agar tanaman tidak rebah, 3) Penyiangan gulma dilakukan jika lahan
terdapat tumbuhan pengganggu, 4) Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
dilakukan jika terlihat adanya serangan.
15
Pemanenan
Pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 14 MST. Panen dilakukan
secara berkala setiap 2 minggu selama empat kali berturut-turut. Hasil panen
dipisahkan antara kaliks dan buah kemudian masing-masing ditimbang bobot
basah dan bobot keringnya. Selain itu, diamati pula kadar antosianin yang
terkandung dalam kaliks rosela dengan bantuan spektrofotometer dengan metode
Sims dan Gamon (2002).
Pengamatan
Pengamatan meliputi pengamatan pertumbuhan vegetatif, generatif,
korelasi dan interaksi antara pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Analisis tanah dilakukan sebelum dan sesudah penelitian yang digunakan sebagai
data penunjang. Pertumbuhan vegetatif diamati setiap 2 minggu mulai dari 5
MST.
Pertumbuhan vegetatif yang diamati yaitu:
1.
Tinggi per tanaman.
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang utama terdapat kulit
kayu hingga titik tumbuh batang utama tanaman.
2.
Jumlah cabang primer per tanaman.
Jumlah cabang primer dihitung dari cabang yang muncul dari batang
utama pada tiap tanaman.
3.
Jumlah cabang sekunder per tanaman.
Jumlah cabang sekunder dihitung dari cabang yang muncul dari cabang
primer pada tiap tanaman.
4.
Jumlah buku per tanaman.
Jumlah buku dihitung dari banyaknya buku yang ada di batang utama,
cabang primer dan cabang sekunder pada tiap tanaman.
5.
Jumlah daun per tanaman.
Jumlah daun yang telah membuka sempurna dari keseluruhan daun
pada tiap tanaman dari setiap perlakuan. Jumlah daun dihitung
menggunakan hand tally counter.
16
6.
Luas per daun.
Luas per daun ditentukan dengan metode gravimetri. Perhitungan
dilakukan di akhir penelitian dengan merata-ratakan luas tiga daun yang
berbentuk menjari dan membuka sempurna pada setiap tanaman.
7.
Bobot basah dan bobot kering tajuk serta akar per tanaman.
Bobot kering diukur setelah tajuk maupun akar per tanaman
dikeringkan menggunakan oven bersuhu 105oC selama 2 hari.
8.
Bobot basah dan bobot kering tajuk per petak.
Bobot basah dan bobot kering tajuk per petak dihitung dari setiap petak
saat panen terakhir dengan luas per petak 20 m2
9.
Rasio bobot kering tajuk dan kaliks per tanaman.
Pertumbuhan generatif diamati sejak tanaman mulai berbunga 75 % yaitu
saat 14 MST. Pertumbuhan generatif yang diamati yaitu :
1.
Jumlah kaliks per tanaman.
Jumlah kaliks dihitung dari keseluruhan kaliks yang dapat dipanen pada
tiap tanaman saat panen mulai umur 14 MST kemudian berselang
selama 2 minggu.
2.
Bobot basah dan bobot kering kaliks per tanaman.
Bobot basah dan bobot kering kaliks dihitung dari jumlah kaliks pada
tiap tanaman saat panen. Bobot kering kaliks diukur setelah kaliks
dipisahkan dari buahnya, lalu dioven pada suhu 80oC selama 3 hari.
3.
Bobot basah dan bobot kering kaliks per petak.
Kaliks per petak dihitung dengan menjumlahkan bobot basah dan bobot
kering kaliks tiap tanaman pada satu petak (20 m2) .
4.
Bobot basah dan bobot kering buah per tanaman.
Bobot basah dan bobot kering buah dihitung dari jumlah buah segar
yang telah dipisahkan dari kaliks pada tiap tanaman saat panen.
5.
Bobot basah dan bobot kering per kaliks atau per buah.
Bobot basah dan bobot kering per kaliks atau per buah dihitung dari
bobot basah dan bobot kering kaliks atau buah per tanaman dibagi
jumlah kaliks atau jumlah buah per tanaman.
17
6.
Kandungan antosianin per kaliks.
Kandungan antosianin yang terkandung pada kaliks diukur dengan
spektrofotometer. Kaliks yang diambil berasal dari buku ke-5 dari
bagian atas tanaman saat berumur 16 MST. Pengukuran menggunakan
metode Sims dan Gamon (2002). Metode disajikan pada gambar 7.
7.
Produksi antosianin per tanaman.
Produksi antosianin per tanaman dihitung berdasarkan hasil kali antara
bobot basah kaliks per tanaman dengan kandungan antosianin per
kaliksnya.
Pelarut yang digunakan untuk analisis antosianin adalah asetris (aseton dan
tris 1% pH 8 dengan perbandingan 85 : 15). Tahapan kerja yang dilakukan
sebagai berikut :
Gambar 7. Bagan Pengukuran Kandungan Antosianin Metode Sims
dan Gamon (2002)
Perhitungan kandungan antosianin dapat dilakukan dengan menghitung
rumus berikut:
Antosianin : (0.08173 x A537) - (0.00697 x A647) - (0.002228 x A663)
Keterangan :
,
adalah nilai absorban pada panjang
gelombang masing-masing 537 nm, 647 nm, dan 663 nm.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.126.2oC dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu
maksimumnya terjadi pada bulan April. Curah hujan pada saat penelitian berkisar
antara 131.1-570.6 mm/bulan dengan hari hujan antara 12-27 hari (Lampiran 1).
Hasil analisis tanah pada awal penelitian menunjukkan bahwa reaksi tanah
pada lokasi penelitian bersifat agak masam. Kandungan C-organik dalam tanah
tergolong tinggi. Unsur P-tersedia, kandungan N-total, dan kandungan K
tergolong sedang. Sementara itu untuk kondisi unsur-unsur mikro dalam tanah
berada dalam kondisi sangat rendah sampai tinggi (Lampiran 2). Pada analisis
tanah di akhir penelitian kandungan P-tersedia pada semua petak perlakuan berada
pada kondisi tinggi (Lampiran 3). Hal ini karena bertambahnya ketersediaan
fosfor dalam tanah berasal dari residu pemupukan sebelumnya, perlakuan
pemupukan fosfor, dan pemberian pupuk kandang kambing. Kriteria penilaian
sifat tanah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kondisi tanaman pada saat awal penelitian terlihat tidak seragam pada
ulangan 1 dibandingkan ulangan 2 dan 3. Perbedaan ini disebabkan tergenangnya
petakan ulangan 1 sehingga aerasi tanah menjadi buruk dan tidak menguntungkan
bagi pertumbuhan akar tanaman. Sistem drainase yang dibuat pada awal
penelitian belum mampu mengalirkan air secara penuh ketika terjadi hujan lebat
yang berlangsung lama. Pada awalnya sampel yang diamati berjumlah 15 sampel
per petak perlakuan, namun kemudian dikurangi hingga 10 sampel. Hal ini
dilakukan karena hujan lebat sepanjang hari menyebabkan tanaman kerdil, daun
menguning, dan pertumbuhannya tidak seragam.
Selama proses pertumbuhan tanaman, terjadi beberapa serangan hama dan
penyakit. Hama-hama yang menyerang terdiri dari belalang (Valanga mausiena),
ulat pemakan daun, dan kutu pengisap daun (Empoasca sp.). Sementara itu
penyakit yang menyerang yaitu busuk akar yang disebabkan oleh cendawan
Phytophtora parasitica. Serangan hama dan penyakit ini biasanya terjadi karena
adanya genangan air di lahan atau musim hujan yang terlalu lama (Mardiah et al.,
19
2009). Intensitas serangan hama dan penyakit masih dapat diatasi tanpa perlu
menggunakan bahan kimia untuk membasminya. Selain itu, serangan yang terjadi
tidak terlalu memberikan dampak nyata bagi pertumbuhan tanaman.
Pada pertanaman ini, areal juga ditumbuhi oleh beberapa jenis gulma
seperti Ageratum conyzoides, Mimosa invisa, Caladium bicolor dan sebagainya.
Pengendalian gulma dilakukan setiap 2 minggu secara manual dengan mencabut
langsung menggunakan tangan atau alat koret.
Ciri Morfologi Rosela Merah dan Rosela Ungu
Berdasarkan pengamatan, secara penampakkan fisik maupun melalui
pengukuran, rosela merah dan rosela ungu memiliki beberapa ciri morfologi yang
berbeda satu sama lain. Berikut disajikan ciri morfologi rosela merah dan rosela
ungu.
Tabel 1. Ciri Morfologi Rosela Merah dan Ungu
Batang
Daun
Buku
Bunga
Kaliks
Buah
Seduhan
Komponen
Warna
Bentuk
Warna
Jarak antar Buku
Muncul Pertama
Wana Mahkota
Warna
Bentuk
Diameter
Panjang
Bobot Basah dengan
Buah Segar
Bobot Basah tanpa
Buah Segar
Bobot
Warna
Warna
Keasaman
Aroma
Merah
Merah
Menjari agak ramping
Hijau dengan sedikit merah
di bagian belakang
2.5-3 cm
10 MST
Oranye muda
Merah
Menguncup di bagian
ujung
2.5 cm
4-4.5 cm
7-8 g
Ungu
Merah kehitaman
Menjari agak gembung
Merah kehitaman di
seluruh bagian
4-5 cm
11 MST
Merah Muda
Ungu
Membuka di bagian ujung
3-3.5 cm
5 cm
8-10 g
5-6 g
6-8 g
3-3.5 g
Hijau muda dengan sedikit
merah di ujung buah
Merah cerah
Sangat asam
Sangat Harum
3.4 g
Hijau muda dengan sedikit
merah di ujung buah
Hitam pekat
Tidak Asam
Harum
20
Gambar 8. Perbedaan antara Rosela Merah dan Ungu : a) Bentuk Kaliks, b) Daun
Gambar 9. Perbedaan Warna Kaliks Basah Rosela Merah dan Ungu
(dari kanan ke kiri)
Gambar 10. Perbedaan Mahkota Bunga : a) Rosela Merah, b) Rosela Ungu
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Hasil uji F menunjukkan pemberian pupuk fosfor pada empat taraf
berpengaruh tidak nyata, nyata maupun sangat nyata terhadap pertumbuhan
vegetatif dan generatif seperti disajikan pada Tabel 2. Secara umum terdapat
perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif yang
ditunjukkan oleh kedua aksesi rosela merah dan ungu.
21
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif
Peubah
Tinggi per Tanaman
5
7
9
11
13
Cabang Primer per Tanaman
5
7
9
11
13
Cabang Sekunder per Tanaman
5
7
9
11
13
Jumlah Buku per Tanaman
5
7
9
11
13
Jumlah Daun per Tanaman
5
7
9
11
13
Luas per Daun
Jumlah Kaliks
Panen 1
Panen 2
Panen 3
Panen 4
per Tanaman
Bobot Basah
Kaliks
Panen 1
Panen 2
Panen 3
Panen 4
per Tan