Studi Perbandingan Efektivitas Infus Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) yang Segar dan Kering terhadap Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut

(1)

STUDI PERBANDINGAN EFEKTIVITAS INFUS KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn.) YANG SEGAR DAN

KERING TERHADAP KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH MARMUT

SKRIPSI

DISUSUN OLEH:

ANDI JOSEP NICOLAS HUTAHAEAN NIM 050804066

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI PERBANDINGAN EFEKTIVITAS INFUS KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn.) YANG SEGAR DAN

KERING TERHADAP KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH MARMUT

Oleh :

ANDI JOSEP NICOLAS HUTAHAEAN NIM 050804066

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: April 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji

(Dr. Ginda Haro, M.Sc.,Apt.) (Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP. 195108161980031002 NIP. 195311281983031002

Pembimbing II, (Dr. Ginda Haro, M.Sc.,Apt.) NIP. 195108161980031002

(Drs. Saiful Bahri, MS., Apt.) (Dra. Saodah M.Sc., Apt.) NIP. 195208241983031001 NIP. 194901131976032001

(Dra. Herawaty M.Si., Apt.) NIP. 195112231980032002 Dekan,


(3)

Studi Perbandingan Efektivitas Infus Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) yang Segar dan Kering terhadap Kadar

Kolesterol Serum Darah Marmut Abstrak

Hibiscus sabdariffa L., merupakan tumbuhan yang telah lama digunakan sebagai minuman ringan dan herba pengobatan, telah ditemukan dapat menurunkan kolesterol darah hewan. Umumnya Hibiscus sabdariffa L. digunakan dengan cara menyeduh kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang telah dikeringkan, namun penggunaan rosella yang segar jarang dilaporkan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas dari kelopak bunga rosela yang segar dan kering dalam menurunkan kolesterol darah.

Telah dilakukan studi efek penurunan kolesterol darah dalam kelompok-kelompok dari hewan marmut dengan pemberian infus kelopak bunga rosella. Kelompok 1 (kelompok kontrol) mendapat jumlah yang sesuai dengan air secukupnya. Kelompok 2 diberikan dosis dari ekstrak air kelopak bunga rosella segar dan kelompok 3 diberikan dosis dari ekstrak air kelopak bunga rosella kering. Infus dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 90oC selama 15 menit.

Marmut diberikan makanan yang mengandung kolesterol selama 5 minggu untuk meningkatkan kadar kolesterol darah marmut menjadi hiperkolesterolemia. Kemudian marmut diberi perlakuan dengan infus dari kelopak bunga rosella yang segar dan kering, setelah 6 jam serum kolesterol darah ditentukan. Hasilnya menunjukkan infus kelopak bunga rosella segar menurunkan kadar kolesterol hingga 1,66 mg/dl serum kolesterol darah dan kelopak bunga rosella kering menurunkan kadar kolesterol hingga 4,50 mg/dl serum kolesterol darah. Secara statistic kelompok dengan pemberian infuse kelopak bunga rosella segar dan kering tidak menunjukkan perbedaan. Baik kelopak bunga rosella yang segar maupun yang kering menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan hingga mencapai 20 mg/dl kolesterol serum darah, 6 jam setelah perlakuan dengan hanya aquadest (tanpa dosis ekstrak Hibiscus sabdariffa L.)


(4)

Kata Kunci : Hibiscus sabdariffa L., Kolesterol, ekstrak air, hiperkolesterolemia, kelopak bunga yang segar dan kering.

Study of Comparison of Fresh and Dried Roselle calyces (Hibiscus sabdariffa Linn.) Infusion Effectivity on Guinea Pigs

Blood Serum Cholesterol Level. Abstract

Hibiscus sabdariffa L., a plant long used as a soft drink and medical herb, has been found to reduce blood cholesterol in animals. Commonly Hibiscus sabdariffa L. were used by brewing the dried roselle calyces (Hibiscus sabdariffa L.) but the fresh roselle calyces were reported uncommonly in Indonesia. The aim of this research is to compare the effectivity of fresh to dried roselle calyx in reducing blood cholesterol.

It has been conducted study of cholesterol reducing effect in groups of guinea pigs given infusion of roselle calyces. Group 1 (control group) received an equivalent volume of water ad libitum. Group 2 were given dose of fresh calyces aqueous extract and group 3 were given dose of dry calyces aqueous extract. The infusion were done by means of heat in 90oC for 15 minutes.

The guinea pigs were fed cholesterol containing food during 5 weeks to increase guinea pigs blood cholesterol level become hypercholesterolemia. Then the guinea pigs were treated with aqueous extract of fresh and dry calyces of roselle, after 6 hours serum cholesterol were determined. The result shows that aqueous extract of fresh calyces of roselle decrease to 1.66 mg/dl blood serum cholesterol and dry calyces of roselle decrease serum cholesterol to 4.50 mg/dl blood serum cholesterol. Statistically groups that were given infusion of fresh and dry roselle calyces didn’t showed a difference. Both fresh and dry calyces of roselle show a significant difference compared to control group. The control group show elevated level reached to 20 mg/dl of blood serum cholesterol after 6 hours treated with only aquadest (no dose of Hibiscus sabdariffa L. extract).


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Hipotesis ... 3

1.4.Tujuan Penelitian... 4

1.5.Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1. Sistematika Tumbuhan ... 5

2.1.2. Nama Lain (Sinonim) ... 6


(6)

2.1.4. Khasiat dan Penggunaan ... 6

2.2. Ekstraksi ... 7

2.3. Kolesterol ... 9

2.4. Hiperkolesterolemia ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1. Alat dan Bahan Penelitian... 16

3.1.1. Alat-alat ... 16

3.1.2. Bahan-bahan ... 16

3.2. Hewan Percobaan ... 17

3.3. Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 17

3.3.1. Pengumpulan Sampel ... 17

3.3.2. Identifikasi Tumbuhan... 17

3.3.3. Pengolahan Sampel ... 17

3.3.3.1. Pengolahan Sampel Segar ... 17

3.3.3.2. Pengolahan Sampel Kering ... 17

3.4. Karakterisasi Simplisia ... 18

3.4.1. Pemeriksaan Makroskopik... 18

3.4.2. Penetapan Kadar Air ... 18

3.4.3. Penetapan Kadar Sari Yang Larut dalam Air ... 19

3.4.4. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 19

3.4.5. Penetapan Kadar Abu Total ... 20


(7)

3.5.2. Pembuatan Infus Kelopak Bunga Rosella 10% ... 21

3.5.3.Pemberian Infus Rosella pada Marmut yang Hiperkolesterolemia ... 21

3.5.4. Pengambilan Darah ... 22

3.5.5. Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut ... 22

3.6. Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 24

4.2. Hasil Karakterisasi Simplisia ... 24

4.3. Hasil Penentuan Kadar Kolesterol ... 25

4.4. Perbandingan Efek Antikolesterol Dari Infus Rosella Kering Dan Segar... 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

5.1. Kesimpulan ... 30

5.2. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia ... 24 Tabel 2. Kadar Kolesterol Darah Marmut Normal, Hiperkolesterolemia dan Setelah Pemberian infus rosella ... 25 Tabel 3. Kandungan Ekstrak Air Hibiscus sabdariffa L. Dengan Menggunakan

HPLC dengan Deteksi Sinar Dioda yang digabung dengan ESI dan Ion Trap MS ... 27


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut Normal, Hiperkolesterolemia, dan setelah Pemberian Infus Rosella

± SD ... 25

Gambar 2. Grafik Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut Normal, Hiperkolesterolemia, Dan Setelah Pemberian Infus Rosella ± SD ... 26

Gambar 3. Gambar Tumbuhan Rosella ... 35

Gambar 4. Gambar Kelopak Bunga Rosella Segar ... 36

Gambar 5. Gambar Sabdariffa Calyx ... 36

Gambar 6. Bagan Pengolahan Sampel ... 34

Gambar 7. Bagan Alur Penyiapan Hewan Uji Hiperkolesterolemia ... 42

Gambar 8. Bagan Alur Pembuatan Infus Rosella Kering 10% ... 43

Bagan Alur Pembuatan Infus Rosella Segar 10% ... 43

Gambar 9. Bagan Alur Pengambilan Darah Marmut ... 44

Gambar 10. Bagan alur Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut 45

Gambar 11. Alat Vitros ... 49


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan ... 33

Lampiran 2. Bagan Pengolahan Sampel ... 34

Lampiran 3. Morfologi Kelopak dan Makroskopik Simplisia ... 35

Lampiran 4. Perhitungan Penetapan Kadar Air... 37

Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 38

Lampiran 6. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 39

Lampiran 7. Penetapan Kadar Abu ... 40

Lampiran 8. Bagan Alur Penyiapan Hewan Uji Hiperkolesterolemia ... 42

Lampiran 9. Bagan Alur Pembuatan Infus Rosella 10% ... 43

Lampiran 10. Bagan Alur Pengambilan Darah Marmut ... 44

Lampiran 11. Bagan Alur Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut ... 45

Lampiran 12. Data Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut ... 46

Lampiran 13. Hasil Uji Statistika dengan Program SPSS ... 47

Lampiran 14. Gambar Alat Vitros ... 49


(11)

Studi Perbandingan Efektivitas Infus Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) yang Segar dan Kering terhadap Kadar

Kolesterol Serum Darah Marmut Abstrak

Hibiscus sabdariffa L., merupakan tumbuhan yang telah lama digunakan sebagai minuman ringan dan herba pengobatan, telah ditemukan dapat menurunkan kolesterol darah hewan. Umumnya Hibiscus sabdariffa L. digunakan dengan cara menyeduh kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang telah dikeringkan, namun penggunaan rosella yang segar jarang dilaporkan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas dari kelopak bunga rosela yang segar dan kering dalam menurunkan kolesterol darah.

Telah dilakukan studi efek penurunan kolesterol darah dalam kelompok-kelompok dari hewan marmut dengan pemberian infus kelopak bunga rosella. Kelompok 1 (kelompok kontrol) mendapat jumlah yang sesuai dengan air secukupnya. Kelompok 2 diberikan dosis dari ekstrak air kelopak bunga rosella segar dan kelompok 3 diberikan dosis dari ekstrak air kelopak bunga rosella kering. Infus dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 90oC selama 15 menit.

Marmut diberikan makanan yang mengandung kolesterol selama 5 minggu untuk meningkatkan kadar kolesterol darah marmut menjadi hiperkolesterolemia. Kemudian marmut diberi perlakuan dengan infus dari kelopak bunga rosella yang segar dan kering, setelah 6 jam serum kolesterol darah ditentukan. Hasilnya menunjukkan infus kelopak bunga rosella segar menurunkan kadar kolesterol hingga 1,66 mg/dl serum kolesterol darah dan kelopak bunga rosella kering menurunkan kadar kolesterol hingga 4,50 mg/dl serum kolesterol darah. Secara statistic kelompok dengan pemberian infuse kelopak bunga rosella segar dan kering tidak menunjukkan perbedaan. Baik kelopak bunga rosella yang segar maupun yang kering menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan hingga mencapai 20 mg/dl kolesterol serum darah, 6 jam setelah perlakuan dengan hanya aquadest (tanpa dosis ekstrak Hibiscus sabdariffa L.)


(12)

Kata Kunci : Hibiscus sabdariffa L., Kolesterol, ekstrak air, hiperkolesterolemia, kelopak bunga yang segar dan kering.

Study of Comparison of Fresh and Dried Roselle calyces (Hibiscus sabdariffa Linn.) Infusion Effectivity on Guinea Pigs

Blood Serum Cholesterol Level. Abstract

Hibiscus sabdariffa L., a plant long used as a soft drink and medical herb, has been found to reduce blood cholesterol in animals. Commonly Hibiscus sabdariffa L. were used by brewing the dried roselle calyces (Hibiscus sabdariffa L.) but the fresh roselle calyces were reported uncommonly in Indonesia. The aim of this research is to compare the effectivity of fresh to dried roselle calyx in reducing blood cholesterol.

It has been conducted study of cholesterol reducing effect in groups of guinea pigs given infusion of roselle calyces. Group 1 (control group) received an equivalent volume of water ad libitum. Group 2 were given dose of fresh calyces aqueous extract and group 3 were given dose of dry calyces aqueous extract. The infusion were done by means of heat in 90oC for 15 minutes.

The guinea pigs were fed cholesterol containing food during 5 weeks to increase guinea pigs blood cholesterol level become hypercholesterolemia. Then the guinea pigs were treated with aqueous extract of fresh and dry calyces of roselle, after 6 hours serum cholesterol were determined. The result shows that aqueous extract of fresh calyces of roselle decrease to 1.66 mg/dl blood serum cholesterol and dry calyces of roselle decrease serum cholesterol to 4.50 mg/dl blood serum cholesterol. Statistically groups that were given infusion of fresh and dry roselle calyces didn’t showed a difference. Both fresh and dry calyces of roselle show a significant difference compared to control group. The control group show elevated level reached to 20 mg/dl of blood serum cholesterol after 6 hours treated with only aquadest (no dose of Hibiscus sabdariffa L. extract).


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia. Kolesterol merupakan komponen struktural dari membran sel dan lipoprotein plasma, dan merupakan starting material dari sintesis asam empedu dan hormon steroid (Ganong, 1979).

Hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai tingkat kolesterol yang lebih tinggi dari normal. Hiperkolesterolemia yang dihasilkan dari perubahan metabolik kolesterol, merupakan penyebab utama dari gangguan kardiovaskular, seperti atherosclerosis dan penyakit jantung koroner (Tzu-Li Lin, et al, 2007) Hiperkolesterolemia akan mengakibatkan terbentuknya Plaque timbunan kolesterol bagian dari Low Density Lipoprotein (LDL), sel otot, beberapa protein, dan kalsium yang akan menghambat aliran darah dalam pembuluh darah dengan cara mempersempit pembuluh darah, mengeraskan dinding pembuluh darah dan menutup pembuluh darah (Wardlaw, 2003). Ketika penimbunan dalam darah ini menjadi cukup besar, kolesterol menghambat aliran darah yang kemudian menimbulkan hipertensi.

Penggunaan tumbuhan secara tradisional dalam pengobatan terhadap tingginya kadar kolesterol dalam darah semakin disukai karena pada umumnya tidak menimbulkan efek samping seperti halnya obat-obatan dari bahan kimia murni atau hasil sintesa.

Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) tumbuh diseluruh bagian dunia dan telah digunakan sebagai minuman kesehatan di banyak Negara. Rosela adalah


(14)

tumbuhan tropis yang memiliki tiga jenis warna kelopak yaitu hijau, merah dan merah tua; kelopak berwarna merah dan merah tua diekstraksi dan diberi pemanis untuk menghasilkan minuman penyegar sedangkan kelopak dan daun yang berwarna hijau digunakan untuk membuat sup sayuran (Babalola, 2001). Ekstrak air Hibiscus sabdariffa L. telah dilaporkan memiliki aktivitas antihipertensif (Onyenekwe et al, 1999; Hajj dan Hajj, 1999). Kandungan kimia dalam Hibiscus sabdariffa L. termasuk antosianin, flavonoid dan polifenol memiliki efek kardioprotektif, mengurangi oksidasi LDL secara in vitro dan mengurangi kadar kolesterol serum darah tikus dan kelinci (Tzu-Li Lin, et al, 2007), efek hipokolesterolemik (Chen, et al., 2003), serta efek anti-oksidatif dan hepatoprotektif (Amin dan Hamza, 2005) pada hewan.

Penggunaan rosella umumnya dengan menyeduh kelopak bunga yang telah dikeringkan sebagai teh. Penggunaan rosella dalam bentuk segar belum banyak dilaporkan di Indonesia, sementara di Malaysia hasil panen rosella segar diproduksi langsung menjadi minuman kesehatan.

Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk membandingkan efek ekstrak air dari kelopak bunga Rosela yang segar dan kering terhadap kadar kolesterol dalam darah.


(15)

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah infus dari kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah marmut yang mengalami hiperkolesterolemia.

2. Apakah ada perbedaan efek yang signifikan antara pemberian infus dari kelopak bunga rosella segar dengan kelopak bunga rosella yang dikeringkan terhadap penurunan kadar kolesterol dalam darah marmut yang mengalami hiperkolesterolemia.

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Infus dari kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah marmut yang mengalami hiperkolesterolemia.

2. Ada perbedaan yang signifikan antara infus dari kelopak bunga rosella segar dengan kelopak bunga rosella yang dikeringkan terhadap penurunan kadar kolesterol dalam darah marmut yang mengalami hiperkolesterolemia.


(16)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini:

1. Untuk mengetahui apakah infus dari rosella yang kering dan yang segar dapat menurunkan kadar kolesterol darah marmut yang mengalami hiperkolesterolemia.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efek antikolesterol dari kelopak bunga rosella segar dan kering.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi penggunaan kelopak bunga rosella yang lebih efisien untuk pengobatan hiperkolesterolemia.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tumbuhan

Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan species dari Hibiscus alami dunia tropis. Rosela merupakan tumbuhan tahunan atau herba perennial atau semak dengan struktur berkayu, tumbuh hingga tinggi 2-2,5 m. daunnya berjari 3 sampai lima, dengan panjang 8-15 cm.

Bunganya berdiameter 8-10cm, putih hingga kuning pucat dengan noda merah pada dasar di setiap lembaran bunga, dan memiliki kelopak berdaging gemuk pada dasarnya; 1,5-2 cm lebarnya; bertumbuh hingga 3-3,5 cm; berdaging dan merah terang seperti matang buah.

(en.wikipedia.com)

2.1.1. Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan rosela : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Malvales Suku : Malvaceae Marga : Hibiscus

Species : Hibiscus sabdariffa L.


(18)

2.1.2. Nama Lain (Sinonim)

Sinonim : Asam paya Nama umum : Rosela

Nama daerah : Dalam bahasa Melayu, tanaman ini dikenal dengan nama Asam Paya, Asam Kumbang atau Asam susur.

2.1.3. Kandungan Kimia

Kelopak bunga rosela mengandung protein, serat, dan asam askorbat. Kandungan mineral dari kelopak rosela kalsium, magnesium, kalium, natrium, besi dan zinc (Babalola, 2001). Asam hidroksisitrat, asam hibiscus, asam klorogenik, Myricetin 3-arabinogalactoside, Quercetin 3-sambubioside, 5-O-Caffeoylshikimic acid, Quercetin 3-rutinoside, Quercetin 3-glucoside, Kaempferol 3-O-rutinoside, N-Feruloyltyramine, Kaempferol 3-(p-coumarylglucoside), Quercetin, Delphinidin 3-sambubioside, Cyanidin 3-sambubinoside, 7-Hydroxycoumarin (Rodríguez-Medina, 2009).

2.1.4. Khasiat dan Penggunaan

kelopak bunga Rosella dapat mengatasi berbagai macam penyakit, di antaranya:

antioksidatif, antimutagenik, antikanker, hipolipidemik, protektif hati (Tzu Li Lin et al., 2007) antihipertensif, retensi garam pada urin (Hussaini, 2004) Hipokolesterolemik (Habibullah, 2007) pengobatan terhadap infeksi saluran kencing (en.wikipedia.com)


(19)

2.2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DitJen POM, 2000). Hasil ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk sediaan kering, kental dan cair. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (DitJen POM, 1979).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara : 1. Maserasi

Maserasi adalah proses pangekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus) (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Ditjen POM, 2000).


(20)

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu selama dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Ditjen POM, 2000).

4. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus yang sampelnya dibungkus dengan kertas saring sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pangadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000).

6. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).

7. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).


(21)

8. Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelupkan ke air yang mendidih, namun dilewati oleh uap air sehingga kandungan senyawa menguap ikut terdestilasi (DitJen POM, 2000).

2.3. Kolesterol

Kolesterol merupakan suatu lipida, alkohol berlilin yang ditemukan dalam membran sel dan ditransportasikan dalam plasma darah dalam semua hewan. Kolesterol merupakan komponen essensial dari membran sel mamalia yang dibutuhkan untuk mengadakan permeabilitas membran dan fluiditas yang tepat. Kolesterol adalah sterol dasar yang disintesa oleh hewan, tetapi jumlah yang kecil disintesa dalam eukaryota yang lain, seperti tumbuhan dan jamur. Kolesterol tidak ditemukan dalam prokariotik, termasuk bakteri.

Kolesterol merupakan bagian dari lipid tetapi memiliki struktur yang bercincin banyak yang membuatnya berbeda dari lipid yang lain. Kolesterol tidak memiliki tulang punggung gliserol ataupun mengandung asam lemak seperti trigliserida. Namun, karena kolesterol tidak larut dalam air maka diklasifikasikan sebagai lipid.


(22)

Walaupun kolesterol essensial untuk kehidupan, jumlah yang tinggi dalam sirkulasi dihubungkan dengan aterosklerosis. Kolesterol dapat termasuk dalam makanan, diolah dalam tubuh melalui reabsorpsi oleh empedu dalam saluran pencernaan dan menghasilkan de novo. Untuk orang dengan berat 68 kg, jumlah total kolesterol tubuh sekitar 35 g, jumlah makanan sehari-hari yang dikomsumsi adalah 200-300 mg dalam pola diet Amerika Serikat dan 1 gr perhari disintesa menjadi de novo.

Nama asli kolesterol berasal dari bahasa Yunani chole (empedu) dan stereos (padat), dan akhiran -ol untuk sebuah alkohol sebagaimana François Poulletier de la Salle pertama sekali mengidentifikasi kolesterol dalam bentuk padat dalam batu empedu pada tahun 1769. Namun, pada tahun 1815 seorang ahli

kimia

Kolesterol dibentuk oleh sel-sel tubuh dan dikonsumsi dalam makanan. Setiap hari tubuh kita menghasilkan hingga 700 miligram kolesterol. Sekitar 10% dari kolesterol ini dihasilkan oleh hati. Dari 700 miligram, sekitar 400 miligram digunakan untuk membentuk asam empedu yang baru untuk menggantikan yang hilang dalam feces, dan sekitar 50 miligram digunakan untuk membentuk hormone-hormon tertentu. Kolesterol merupakan komponen struktur yang dibutuhkan dari sel dan lapisan luar partikel yang menghantarkan lipid dalam darah. Kandungan kolesterol di jantung, hati, ginjal dan otak cukup tinggi, menggambarkan peran pentingnya di organ-organ ini. (Wardlaw et al.,2004)


(23)

penyakit jantung koroner, yang dapat menuju pada serangan jantung. Meningkatnya tingkat dari kolesterol dalam sirkulasi menyebabkan penimbunan pada bagian dalam dari pembuluh darah dan penimbunan ini disebut plaque. Ketika penimbunan dalam darah ini menjadi cukup besar, mereka menghambat pembuluh darah dan kemudian menurunkan aliran darah. Penimbunan ini menghasilkan proses penyakit yang disebut atherosclerosis, yang dapat mengakibatkan penggumpalan darah yang mampu menutup aliran darah. Penimbunannya juga dapat mengeraskan dinding pembuluh dan hal itu meningkatkan tekanan darah.

Hati memproduksi lebih banyak lipid dibanding organ tubuh yang lain. Sumber karbon, hydrogen dan energi yang dibutuhkan untuk membuat senyawa seperti trigliserida dan kolesterol termasuk karbohidrat dan protein diambil dari aliran darah. Asam lemak yang diambil dari aliran darah merupakan sumber utama dari sintesis trigliserida. Alcohol yang dikonsumsi dapat juga digunakan untuk síntesis trigliserida dan colesterol. Hati menyelubungi kolesterol dan trigliserida dengan kulit protein dan lipid. Proses ini menghasilkan apa yang disebut very low density lipoprotein (VLDL).

Ketika VLDL meninggalkan hati, enzim lipoprotein lipase pada pembuluh darah menghancurkan trigliserida dalam VLDL menjadi asam lemak dan gliserol. VLDL yang masih tersisa menjadi partikel yang disebut low density lipoprotein (LDL). Kolesterol merupakan penyusun utama dari LDL. (Wardlaw, 2003)

Partikel LDL diabsorbsi dari aliran darah oleh receptor-receptor pada sel, dimasukkan, dan dihancurkan dalam sel. Kebanyakan LDL diambil oleh receptor-receptor pada sel-sel hati. Makanan rendah lemak jenuh dan colesterol


(24)

mendukung proses ini, makanan tinggi akan lipid ini dapat mengurangi pengambilan LDL oleh hati. Bagian dari colesterol dan protein diabsorbsi kemudian dihantarkan melewati sel. Proses ini disebut receptor pathway for cholesterol uptake.

Proses kedua, disebut scavenger pathway for cholesterol uptake, dapat juga menghilangkan LDL dari sirkulasi. Jalur ini dilakukan oleh sel darah putih ‘scavenger’ tertentu, yang meninggalkan aliran darah dan menguburkan dirinya dalam pembuluh darah. Sel-sel scavenger ini mendeteksi, menghancurkan (oxidasi), menelan, dan mencerna LDL berlebih dalam sirkulasi darah. Ketika dalam sel scavenger, LDL yang dioksidasi dicegah memasuki aliran darah kembali.

Ketika sel scavenger telah mengumpulkan dan menyimpan kolesterol bertahun-tahun pada titik berat, kolesterol dibangun dalam dinding pembuluh darah—terutama dalam arteri—dan plaque pun timbul. Atherosclerosis, juga diartikan sebagai pengerasan dari arteri, terjadi sebagaimana plaque tumbuh dalam pembuluh darah. Hal ini biasanya menghambat supplai ke organ, mengakibatkan tahap untuk serangan jantung dan masalah lain, atau dia koyak dan menuntun kepada pembentukan gumpalan bekupada arteri ini atau arteri lain.

Beberapa makanan memiliki sifat-sifat antioksidan, yang mengurangi oksidasi LDL dalam aliran darah dan kemudian mengurangi pengambilan LDL oleh sel-sel scavenger. Buah dan sayuran kaya akan antioksidan seperti itu sebagaimana beragam karotenoid dan vitamin C dan E. Memakan buah-buahan


(25)

Buah-buahan dan sayuran yang kaya akan antioksidan termasuk plum kering, kismis, beragam berri, jeruk, anggur, bayam, brokoli, cabe merah dan bawang. (Wardlaw et al., 2004)

Marmut adalah hewan asli amerika selatan. Hewan ini masih dapat ditemukan liar di hutan dan padang rumput Peru dan pada umumnya disepakati hewan marmut percobaan merupakan keturunan dari Cavia aperea. Walaupun mencit, tikus dan ayam lebih banyak dipakai dalam percobaan daripada marmut, hewan laboratorium ini masih sangat penting karena marmut mempunyai beberapa sifat yang tidak terdapat pada hewan percobaan lain (Smith, 1988).

Terdapat beberapa kontroversi terhadap marmut (Cavia porcellus) diklasifikasikan sebagai pengerat. Tidak ada aspek dari marmut yang membuat mereka berbeda dari hewan pengerat; tetapi fakta bahwa mereka membawa mayoritas kolesterolnya dalam LDL. Marmut dipengaruhi oleh faktor makanan, perlakuan obat, kekurangan asam askorbat, tekanan oksidatif, latihan,jenis kelamin, dan status hormonal yang tidak diragukan mirip dengan manusia. Sebagai tambahan, banyak mekanisme bagaimana regulasi marmut terhadap metabolisme kolesterol dan Lipoprotein sebagai pengaruh dari makanan atau pemberian obat adalah analog dengan yang dilaporkan dalam percobaan klinis (Fernandez, 2001).

Lemak dan Kolesterol menunjukkan jumlah lipid yang besar di dalam telur dengan jumlah lemak yang mendekati jumlah protein. Kolesterol sebagai makanan sehari-hari menaikkan jumlah kolesterol serum dan asupan yang tinggi menyebabkan atherosclerosis dalam berbagai jumlah model hewan percobaan. Penambahan kuning telur dalam studi makanan sehari-hari (1,3 kuning telur/hari)


(26)

dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi kolesterol LDL sejumlah 8-11%. Karena hal ini dihubungkan dengan total kolesterol plasma dan peristiwa penyakit jantung, orang-orang dianjurkan mengkonsumsi tidak lebih dari 300 mg kolesterol tiap hari dan membatasi asupan telur yang mengandung sekitar 213 mg kolesterol per satu telur (Habibullah et al., 2007).

Marmut meningkatkan ekskresi baik asam empedu maupun steroid netral oleh pemberian 1% kolesterol. Mereka dapat mempertahankan kolesterol hanya bila asupan dari kolesterol relatif sedikit, karena mereka tidak dapat mengontrol absorpsinya. Marmut yang diberi 1% kolesterol mengabsorpsi 100 mg cholesterol per hari lebih dari berbagai bentuk apapun yang mereka ekskresikan. Marmut mengabsorpsi sepuluh kali lebih banyak kolesterol ketika diberi 0,1% kolesterol, tetapi mengekskresikan hanya dua kalinya (69 dan 37 mg/Kg per hari untuk pemberian kolesterol 1% dan 0,1% masing-masingnya (Traber dan Ostwald, 1978).

Pemberian asam lemak jenuh pada marmut menghasilkan efek hiperkolesterolemia. Efek hiperkolesterolemia dari asam lemak jenuh dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh ganda dapat dijelaskan dengan kombinasi dari peristiwa regulasi di hati : 1) pengurangan kolesteryl ester hati, yang akan meningkatkan kemungkinan regulasi dari kolesterol bebas. 2) pengurangan receptor apo B/E. 3) peningkatran aktifitas ACAT, yang akan meningkatkan kolesteryl ester yang tergabung ke dalam VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan menghasilkan partikel LDL yang lebih besar yang


(27)

Asupan asam lemak jenuh menunjukkan FCR (Fractional Catabolic Rate) lambat. Namun sebaliknya asam lemak tak jenuh ganda memiliki LDL FCR yang cepat dan jumlah reseptor LDL yang besar. Asam lemak tak jenuh ganda menghasilkan partikel VLDL kecil yang sudah matang. Marmut dengan pemberian asam lemak jenuh memiliki LDL yang diperkaya kolesteril ester, yang dihubungkan dengan konsentrasi LDL kolesterol yang lebih tinggi. Sebaliknya, marmut dengan makanan mengandung asam lemak tak jenuh ganda memiliki partikel LDL dengan kolesteril ester rendah. Penambahan asam askorbat telah dilaporkan menurunkan kerusakan oksidatif endogenous dalam hati marmut (Fernandez, 2001).


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah metode eksperimental berdasarkan rancangan acak lengkap. Penelitian meliputi penyiapan sampel, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek penurun kadar kolesterol pada hewan percobaan. Data hasil penelitian dianalisis secara Anava (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan meggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 13. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Sintesa Bahan Obat Fakultas Farmasi USU Medan.

3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah Vitros DT 60 (Ortho-Clinical Diagnostics), sentrifuge (swing type model CD-50 SR Tomy Seiko), neraca kasar, neraca analitis (Metler Toledo), mikropipet (Clinicon), termos es, syringe 1 mL, politube, termometer, panci infus, pemotong kuku dan alat-alat lain yang dibutuhkan.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah kelopak bunga rosella, pakan BR 1 CP5 11-B, slide reagensia kolesterol (Ortho-Clinical Diagnostics), kolesterol kontrol, aquadest, hati ayam, kuning telur ayam Eropa. Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa produksi E-Merck: toluen, Klorofom, etanol


(29)

3.2 Hewan Percobaan

Marmut jenis lokal (dengan berat 200-500 gram) yang berumur 3 bulan dan telah dikondisikan selama seminggu.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelopak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) yang masih segar berwarna merah dan cukup tua yang diperoleh dari Pasar I Kampung Tapanuli, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi Tumbuhan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, USU, Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 33.

3.3.3 Pengolahan Sampel

3.3.3.1 Pengolahan Sampel Segar

Sampel kelopak bunga rosela yang masih segar dikumpulkan, dibersihkan (disortasi basah), dicuci dengan air sampai bersih, kemudian ditiriskan lalu disebarkan, setelah itu dikeluarkan bijinya, lalu kelopak ditimbang sebagai berat basah.

3.3.3.2 Pengolahan Sampel Kering

Sampel kelopak bunga rosela yang masih segar dikumpulkan, dibersihkan (disortasi basah), dicuci dengan air sampai bersih, kemudian ditiriskan lalu disebarkan, setelah itu dikeluarkan bijinya, lalu kelopak ditimbang sebagai berat


(30)

basah. Kemudian kelopak dikeringkan di oven dengan suhu ± 50°C sampai kelopak kering dan mudah rapuh, berat kelopak yang kering ditimbang. Kemudian disimpan di tempat yang terlindung dari sinar matahari.

3.4 Karakterisasi Simplisia

Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, dan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan pemeriksaan kadar abu yang tidak larut dalam asam (DitJen POM, 2000).

3.4.1 Pemeriksaan Makrokospik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada simplisia segar yang meliputi pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna. Gambar simplisia dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 35.

3.4.2 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima.

Cara penetapan:

Ke dalam Labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan dan volume air pada tabung penerimaan dibaca. Kemudian ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang lebih 2


(31)

kemudian toluen dibiarkan dingin, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Ditjen POM, 2000).

% kadar air =

x 100%

3.4.3 Penetapan Kadar Sari Yang Larut dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 100 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Ditjen POM, 2000).

% kadar sari larut dalam air =

x

x 100%

3.4.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.


(32)

Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (DitJen POM, 2000).

% kadar sari larut dalam etanol =

x

x 100%

3.4.5 Penetapan Kadar Abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (DitJen POM, 2000).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara (DitJen POM, 2000).

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Penyiapan Hewan Hiperkolesterolemia

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah marmut yang sehat dan dewasa sebanyak 18 ekor yang terlebih dahulu dikondisikan selama 1 minggu


(33)

terlebih dahulu dimasak secara bersama-sama sebagai makanan marmut sehari-hari. Selain itu, setiap pagi marmut juga diberi induksi campuran kuning telur, minyak sisa penggorengan, hati ayam dan air secukupnya yang diblender terlebih dahulu. Marmut diinduksi selama 5 minggu berturut-turut. Diukur kadar kolesterolnya. Bagan alur pengerjaannya dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 42.

3.5.2 Pembuatan Infus Kelopak Bunga Rosella 10%

Untuk pembuatan infus rosella kering dilakukan dengan cara menimbang 10 gram kelopak bunga rosella lalu dimasukkan dalam panci infus, kemudian ditambahkan aquadest 100 ml, setelah itu dipanaskan pada suhu 90oC, ditunggu selama 15 menit sambil diaduk minimal 3 kali, kemudian diserkai dengan kain flanel, kemudian filtrat dicukupkan dengan aquadest melalui ampas sampai diperoleh volume keseluruhan 100 ml. Untuk pembuatan infus rosella segar dilakukan dengan cara yang sama seperti pada rosella kering. Bagan alur pengerjaannya dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 43.

3.5.2 Pemberian Infus Kelopak Bunga Rosella Pada Marmut Hiperkolesterolemia

Marmut dibagi menjadi 3 kelompok:

1. kelompok pertama diberikan aquadest sebagai kontrol

2. kelompok kedua diberikan infus kelopak bunga rosella segar 10% dengan dosis 3,2 g/KgBB secara oral, penentuan dosis dilakukan setelah orientasi.

3. kelompok ketiga diberi infus kelopak bunga rosella kering 10 % dengan dosis 3,2 g/KgBB secara oral, penentuan dosis dilakukan setelah orientasi


(34)

3.5.4 Pengambilan Darah

Waktu pengambilan sampel darah harus dicegah kontaminasi oleh debu, rambut atau pengotor lainnya. Cara pengambilan darah;

Marmut dipuasakan terlebih dahulu selama 10-14 jam. Lalu bulu-bulu kaki marmut dipangkas, kemudian kuku kaki dibersihkan dengan sikat gigi basah untuk membuang pasir dan sisa pengotor lainnya. Lalu kuku dan kaki marmut dibersihkan dengan etanol 70%. Setelah itu kuku marmut dipotong dengan pemotong kuku sampai berdarah kemudian darah yang menetes ditampung hingga 0,5 ml dalam politube berisi heparin, dibiarkan selama 30 menit, dimasukkan dalam pendingin. Bagan alur pengambilan darah marmut dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 44.

3.5.5 Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut

Darah yang telah diambil disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm, maka akan dihasilkan 2 lapisan yaitu bagian serum dan padatan. Dipipet bagian serum sebanyak 20 μl kemudian dimasukkan ke dalam tabung

yang telah berisi 20 μl kolesterol kontrol (perbandingan 1:1). Dihomogenkan

dengan alat vortex lalu dipipet 10 µ l dengan mikropipet, lalu diteteskan pada slide berisi reagen kolesterol yang kemudian diinkubasikan dalam alat vitros DT 60. Diukur kadar kolesterol pada alat vitros DT 60. Bagan alur pengukuran kadar kolesterol darah marmut dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 45.


(35)

2.6 Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan metode ANAVA (analisis variansi). Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 13.


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelopak rosella, yang gambarnya dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 35. Hasil identifikasi yang dilakukan di Laboratorium Taksonomi, Departemen Biologi, FMIPA USU, menunjukkan bahwa rosella termasuk dalam suku Malvaceae spesies Hibiscus sabdariffa L., seperti yang tertera pada lampiran 1 halaman 33.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Hasil karakterisasi simplisia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia

No Karakterisasi simplisia Hasil Persyaratan MMI

1 Pemeriksaan makroskopik Rasa: asam, kelat

Warna: merah kehitaman

2 Kadar air 7,94% < 10%

3 Kadar sari larut dalam air 19,49% > 16%

4 Kadar sari larut etanol 17,53% > 6%

5 Kadar abu total 7,51% < 9 %

6 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,12% < 1,5 %

Dari tabel 1 diperoleh hasil, bahwa simplisia yang digunakan memenuhi persyaratan MMI. Menurut MMI, persyaratan kadar air kurang dari 10%, kadar


(37)

dan perhitungan karakterisasi simplisia dapat dlihat pada lampiran 4 halaman 37 sampai lampiran 7 halaman 40.

4.3 Hasil penentuan kadar kolesterol

Kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia dan setelah pemberian infus rosella dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia dan setelah

pemberian infus rosella Perlakuan

kadar kolesterol (mg/dl)±SD

normal hiperkolesterolemia setelah 6 jam A 4,50±2,22 39,17 ± 13,72 59,17 ± 10,57 B 4,83±2,86 39,83 ± 10,72 38,17 ± 10,25 C 4,50±3,27 39,50 ± 6,66 35,00 ± 6,19

Keterangan :

A: untuk perlakuan tanpa pemberian infus (aquadest)

B: untuk perlakuan dengan pemberian infus rosella segar (dosis 3,2 g/kg BB) C: untuk perlakuan dengan pemberian infus rosella kering (dosis 3,2 g/kg BB) SD: standar deviasi

Gambar1. Diagram kadar kolesterol darah marmut normal, hiperkolesterolemia

(mg/dl) dan setelah Pemberian infus rosella ± SD


(38)

Grafik kadar kolesterol dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik kadar kolesterol darah marmut hiperkolesterolemia (mg/dl)

dan setelah Pemberian infus rosella (mg/dl) ± SD

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa marmut mengalami hiperkolesterolemia pada pemberian campuran telur, hati ayam, minyak sisa penggorengan, pakan dan nasi putih selama 5 minggu berturut-turut jika dibandingkan dengan rata – rata kadar kolesterol darah marmut normal.

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol (pemberian aquadest) mengalami peningkatan kadar kolesterol marmut. Menurut Yakubovskaya (1960), keadaan puasa mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol yang sangat signifikan. Peningkatan kadar kolesterol-LDL plasma pada keadaan puasa disebabkan oleh menurunnya reseptor LDL hepatik (van der wal et al., 1997).


(39)

Rodríguez-Medina, et al., (2009) memeriksa kandungan ekstrak air rosella dengan menggunakan HPLC dengan deteksi sinar dioda yang digabung dengan ESI dan ion trap MS dengan hasil seperti pada tabel 3. Hampir semua kandungan ekstrak air rosella dari tabel 3 bersifat menurunkan dan menghambat peningkatan kadar kolesterol. Kandungan flavonoid yang tinggi dalam ekstrak air rosella bersifat menurunkan peroksidasi lipid dengan cara meningkatkan aktivitas enzim antioksidan sehingga berefek pada menurunnya kadar kolesterol darah.

Tabel 3. Kandungan ekstrak air Sabdariffa calyx dengan menggunakan HPLC dengan deteksi sinar dioda yang digabung dengan ESI dan ion trap MS

Tabel 4.2. Mass spectral and UV data positive mode and negative mode in the Hibiscus sabdariffa aqueous extract DAD-ESITOF/IT

.

Babalola (2001), juga melaporkan adanya kandungan vitamin C yang cukup hingga 54,8 mg/100g untuk rosela berwarna merah gelap. Menurut


(40)

Fernandez (2001), efek antioksidan seperti vitamin C pada marmut dapat meningkatkan jumlah LDL-reseptor hepatik, sehingga dapat menurunkan jumlah kolesterol dalam darah.

4.4 Perbandingan Efek Antikolesterolemia dari Infus Rosella Kering dan Segar

Untuk melihat perbandingan efek antikolesterolemia dari Infus Rosella Kering dan Segar dilakukan uji statistik dengan menggunakan Analisa Variansi (ANAVA). Setelah diuji secara statistik dengan menggunakan ANAVA dengan taraf signifikansi 95 % yaitu bila F hitung > F tabel maka Ho ditolak artinya ada perbedaan nyata antara nilai rata – rata kadar kolesterol darah Marmut.

Dari hasil uji ANAVA pada t0 yaitu sebelum perlakuan (lampiran 13 halaman 47), diperoleh fhitung sebesar 0,006 jauh lebih kecil dari ftabel pada taraf signifikansi 95% (= 2,76). Berarti Ho diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata kadar kolesterol normal dari ketiga kelompok. Sedangkan hasil uji ANAVA pada t6 yaitu 6 jam setelah perlakuan, diperoleh fhitung sebesar 11,819 lebih besar dari ftabel pada taraf signifikansi 95% (= 2,76). Berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata kadar kolesterol dari ketiga kelompok.

Dari hasil beda rata-rata Duncan pada t6 diperoleh kelompok kontrol pada subset 2. Pada pemberian aquadest terjadi peningkatan kadar kolesterol yang


(41)

mg/dL (segar) dan 4,5 mg/dL (kering), namun berdasar hasil statistika dinyatakan bahwa jumlah penurunan oleh pemberian infus rosella segar dan kering tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan meletakkannya pada subset yang sama. Kelompok kontrol terletak pada subset yang berbeda yang memberi arti bahwa ada perbedaan nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok dengan perlakuan, dimana kelompok kontrol tidak menunjukkan penurunan kadar kolesterol namun sebaliknya menunjukkan peningkatan kadar kolesterol darah marmut yang cukup signifikan.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Pemberian infus kelopak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) menyebabkan penurunan kadar kolesterol darah marmut yang mengalami hiperkolesterolemia.

Pemberian infus kelopak bunga rosella segar dengan dosis 3,2g/KgBB menurunkan kadar kolesterol darah marmut hingga 1,66 mg/dl sedangkan infus kelopak bunga rosella kering dengan dosis 3,2 g/KgBB menurunkan kadar kolesterol darah marmut hingga 4,50 mg/dl. Hasil pengujian statistika menggunakan metode ANAVA terhadap efek tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan.

5.2. Saran

• Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengisolasi dan melakukan elusidasi struktur kandungan kelopak bunga rosella yang mempunyai aktifitas menurunkan kadar kolesterol dalam darah.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, A., dan Hamza A. A. (2005). Hepatoprotective effects of Hibiscus, Rosmarinus and Salvia on azathioprine-induced toxicity in rats. Life Sci: 77: 266-278.

Babalola, S. O., Babalola, A. O., dan Aworh, O. C. (2001). Compositional Attributes of the Calyces of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.,). The journal of food and technology in Africa: 6: 133-134.

Chen, C.C., Hsu, J.D., Wang, S.F., Ching, H.C., Yang, M.Y., Kao, E.S., Ho, Y.C. dan Wang, C.J. (2003). Hibiscus sabdariffa extracts inhibits the development of atherosclerosis in cholesterol-fed rabbits. J. agric. food chem: 51: 5472-5477.

Ditjen POM, (2000). PARAMETER STANDAR UMUM EKSTRAK TUMBUHAN OBAT. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 9-11.

Fernandez, M. L. (2001). Guinea Pigs as Models for Cholesterol and Lipoprotein Metabolism. American Society for Nutritional Sciences: 130: 10-20.

Ganong, W. (1979). Energy Balance, Metabolism and Nutrition. Rev. Med. Physiol: (9): 239-240.

Habibulah, S. A., Bilbis, L. S., Ladan, M. J., Ajagbonna, O. P., dan Saidu, Y. (2007). Aqueous Extract of Hibiscus Sabdariffa Calyces Reduces Serum Triglycerides but Increases Serum and Egg Yolk Cholesterol of Shika Brown Laying Hens. Asian Journal of Biochemistry: 2 (1): 42-49.

Hussaini, D. C., Orisakwe, O. E., Akunyili, D. N., Njan, A. A., Akumka, D. D., dan Udemezue, O. O. (2004). Subchronic Administration of Nigerian Species of Aqueous Extract of Hibiscus Sabdariffa in Rats did not Produce Cardiotoxicity. European Bulletin of Drug Research: 12: 1-5.

Hajj dan Hajj, (1999). The effect of Hibiscus sabdariffa on essential hypertension. J ethnopharmacol: 65: 231-236.

Onyenekwe, P. C., Ajani, D. A., Ameh, D. A., dan Gamaniel, K. S. (1999). Antihypertensive effect of Hibiscus sabdariffa infusion in spontaneously hypertensive rats and a comparison of its toxicity with that in wistar rats. Cell biochem: 17: 199-206.

Rodriguez, I. C., Medina, Beltran, R., Debon, Molina, V. M., Alonso, C., Villaverde, Joven, J., Menendez, J. A., Segura, A., Caretero, Fernandez, A., Gutierrez, (2009). Direct Characterization of aqueous extract Hibiscus sabdariffa using HPLC with diode array detection coupled to ESI and ion trap MS. J. Sep. Sci: 32: 3441-3448.


(44)

Tzu-Li Lin et al, (2007). Hibiscus sabdariffa extract reduces serum cholesterol in men and women. Nutrition research: 27: 140-145.

Van der wal, A. M. G., Bakker, O., and Wiersinga, W. M., (1998). The decrease of liver LDL receptor mRNA during fasting is related to decrease in serum T3. The International Journal of Biochemistry and Cell Biology: 30: 209-215.

Wardlaw, (2003). Contemporary Nutrition. 5th ed. New York: Mc Graw-Hill. Hal. 157-162.

Wardlaw, G. M., Hampl, J. S. dan Disilvestro, R. A. (2004). Perspectives in Nutrition. Avenue of the America (NY): Mc Graw-Hill. Hal. 194-196. Yakubovskaya, V. I., (1960). The Effect Of Fasting On The Cholesterol


(45)

(46)

Lampiran 2. Bagan pengolahan sampel

Dibersihkan dari pengotor lain

Dicuci sampai bersih, ditiriskan

Dikeluarkan bijinya Ditimbang

Dikeringkan pada suhu ± 50oC selama ± 2 minggu

Ditimbang Dihaluskan

Berat basah 18 Kg Sampel rosella Bunga rosella segar

Berat kering 3,3 Kg (rendemen = 5,55%)


(47)

Lampiran 3. Morfologi Kelopak dan Mikroskopik Simplisia. Gambar Tumbuhan rosella


(48)

Gambar Kelopak rosella segar


(49)

Lampiran 4. Perhitungan Penetapan Kadar Air

Sampel I : Berat sampel = 5,065 g Volume air = 0,5 ml % kadar air = x 100%

= x 100% = 7,89 %

Sampel II : Berat sampel = 5,030 g Volume air = 0,4 ml % kadar air = x 100%

= x 100% = 7,95%

Sampel III : Berat sampel = 5,007 g Volume air = 0,4 ml

% kadar air = x 100%

= x 100% = 7,98%

% kadar air rata-rata = = 7,94%

Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sampel I : Berat sampel = 5,079 g Berat sari = 0,196 g

% kadar sari larut dalam air = x x 100% = x x 100% = 19,29 %

Sampel II : Berat sampel = 5,075 g Berat sari = 0,194 g


(50)

% kadar air = x x 100% = x x 100%

= 19,113 %

Sampel III : Berat sampel = 5,080 g Berat sari = 0,204 g % kadar air = x x 100%

= x x 100% = 20,078 %

% kadar air rata-rata =

= 19,49%

Lampiran 6. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sampel I : Berat sampel = 5,041 g Berat sari = 0,189 g

% kadar sari larut dalam etanol = x x 100% = x x 100%

= 18,746 %

Sampel II : Berat sampel = 5,038 g Berat sari = 0,178 g % kadar air = x x 100%

= x x 100% = 17,66 %

Sampel III : Berat sampel = 5,038 g Berat sari = 0,163 g


(51)

= 16,177 % % kadar air rata-rata =


(52)

(53)

(54)

Lampiran 8. Bagan Alur Penyiapan Hewan Uji Hiperkolesterolemia

Marmut

Marmut Hiperkolesterolemia

Diberi campuran pakan, nasi putih, telur, dan hati ayam yang dimasak secara bersama-sama; diberikan selama 5 minggu

Diukur kadar kolesterolnya

Diberi induksi kuning tekur, minyak sisa penggorengan, dan hati ayam dengan total 1% berat badan secara oral


(55)

Lampiran 9. Bagan Alur Pembuatan infus rosella 10 % 9.1. Bagan Alur Pembuatan infus rosella kering 10 %

9.2. Bagan Alur Pembuatan Infus Rosella Segar 10 %

Dimasukkan dalam panci infus

Diserkai dengan kain flannel kemudian ditambah aquadest panas melalui ampas sampai diperoleh volume keseluruhan 100 ml

Ditambah aquadest sebanyak 100 ml

Dipanaskan pada suhu 900C selama 15 menit

sambil diaduk minimal 3 kali

Infus rosella kering 10 % 10 gram rosella kering

Dimasukkan dalam panci infus

Diserkai dengan kain flannel kemudian ditambah aquadest panas melalui ampas sampai diperoleh volume keseluruhan 100 ml

Ditambah aquadest sebanyak 100 ml

Dipanaskan pada suhu 900C selama 15 menit

sambil diaduk minimal 3 kali

Infus rosella segar 10 %


(56)

Lampiran 10. Bagan Alur Pengambilan Darah Marmut

Dipuasakan terlebih dahulu selama 10-14 jam

Dipotong kuku marmut dengan gunting kuku sampai berdarah

Dicukur bulu-bulu kaki marmut Dibersihkan kuku kaki marmut dengan menggunakan sikat basah dan etanol 70%

Darah marmut Marmut

Ditampung darah sebanyak 0,5 ml dalam tabung berisi heparin dan dibiarkan selama 30 menit Dimasukkan dalam pendingin


(57)

Lampiran 11. Bagan Alur Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut

Disentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit

Divortex selama 5 menit

Dipipet bagian jernih sebanyak 20 µl Dimasukkan kedalam tabung yang berisi kolesterol kontrol sebanyak 20 µl

Hasil Darah marmut

Dimasukkan slide ke dalam alat vitros

Diteteskan campuran serum darah dan kolesterol kontrol sebanyak 10 µl


(58)

Lampiran 12. Data Kadar Kolesterol Darah Marmut 13.1. Data Kontrol (Aquadest)

Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) setelah 6 jam (mg/dl)

1 7 48 70

2 2 28 56

3 3 34 61

4 4 22 43

5 8 59 71

6 3 44 54

rata-rata 4.5 39.17 59.17

SD 2.22 13.72 10.57

13.2. Data Dengan Pemberian Infus Rosella Segar Dosis 3,2 g/kg BB

Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) Setelah 6 jam (mg/dl)

1 4 31 29

2 5 35 34

3 1 28 27

4 9 55 53

5 7 50 47

6 3 40 39

rata-rata 4.83 39.83 38.17

SD 2.86 10.72 10.25

13.3. Data Dengan Pemberian Infus Rosella Kering Dosis 3,2 g/kg BB

Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) Setelah 6 jam (mg/dl)

1 10 50 47

2 5 37 33

3 3 44 38

4 1 33 29

5 6 40 34

6 2 33 29

rata-rata 4.5 39.5 35


(59)

Lampiran 13. Hasil SPSS Oneway Post Hoc Tests

Descriptives

6 39.17 13.717 5.600 24.77 53.56 22 59

6 39.83 10.722 4.377 28.58 51.09 28 55

6 39.50 6.656 2.717 32.52 46.48 33 50

18 39.50 10.113 2.384 34.47 44.53 22 59

6 59.17 10.572 4.316 48.07 70.26 43 71

6 38.17 10.245 4.183 27.41 48.92 27 53

6 35.00 6.782 2.769 27.88 42.12 29 47

18 44.11 14.108 3.325 37.10 51.13 27 71

1 2 3 Total 1 2 3 Total t0 t6

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

2.057 2 15 .162

.828 2 15 .456

t0 t6

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

1.333 2 .667 .006 .994

1737.167 15 115.811

1738.500 17

2070.111 2 1035.056 11.819 .001

1313.667 15 87.578

3383.778 17 Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total t0 t6 Sum of


(60)

Homogeneous Subsets t0 Duncana 6 39.17 6 39.50 6 39.83 .920 grup 1 3 2 Sig. N 1 Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous s ubsets are displayed. Us es Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

a. t6 Duncana 6 35.00 6 38.17 6 59.17 .567 1.000 grup 3 2 1 Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous s ubsets are displayed. Us es Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(61)

Lampiran 14. Alat Vitros


(62)

(1)

Lampiran 11. Bagan Alur Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Darah Marmut

Disentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit

Divortex selama 5 menit

Dipipet bagian jernih sebanyak 20 µl Dimasukkan kedalam tabung yang berisi kolesterol kontrol sebanyak 20 µl

Hasil Darah marmut

Dimasukkan slide ke dalam alat vitros

Diteteskan campuran serum darah dan kolesterol kontrol sebanyak 10 µl


(2)

Lampiran 12. Data Kadar Kolesterol Darah Marmut

13.1. Data Kontrol (Aquadest)

Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) setelah 6 jam (mg/dl)

1 7 48 70

2 2 28 56

3 3 34 61

4 4 22 43

5 8 59 71

6 3 44 54

rata-rata 4.5 39.17 59.17

SD 2.22 13.72 10.57

13.2. Data Dengan Pemberian Infus Rosella Segar Dosis 3,2 g/kg BB

Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) Setelah 6 jam (mg/dl)

1 4 31 29

2 5 35 34

3 1 28 27

4 9 55 53

5 7 50 47

6 3 40 39

rata-rata 4.83 39.83 38.17

SD 2.86 10.72 10.25

13.3. Data Dengan Pemberian Infus Rosella Kering Dosis 3,2 g/kg BB

Marmut Normal (mg/dl) Hiperkolesterolemia (mg/dl) Setelah 6 jam (mg/dl)

1 10 50 47

2 5 37 33

3 3 44 38

4 1 33 29

5 6 40 34

6 2 33 29

rata-rata 4.5 39.5 35


(3)

Lampiran 13. Hasil SPSS Oneway Post Hoc Tests

Descriptives

6 39.17 13.717 5.600 24.77 53.56 22 59

6 39.83 10.722 4.377 28.58 51.09 28 55

6 39.50 6.656 2.717 32.52 46.48 33 50

18 39.50 10.113 2.384 34.47 44.53 22 59

6 59.17 10.572 4.316 48.07 70.26 43 71

6 38.17 10.245 4.183 27.41 48.92 27 53

6 35.00 6.782 2.769 27.88 42.12 29 47

18 44.11 14.108 3.325 37.10 51.13 27 71

1 2 3 Total 1 2 3 Total t0 t6

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

2.057 2 15 .162

.828 2 15 .456

t0 t6

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

1.333 2 .667 .006 .994

1737.167 15 115.811

1738.500 17

2070.111 2 1035.056 11.819 .001

1313.667 15 87.578

3383.778 17 Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total t0 t6 Sum of


(4)

Homogeneous Subsets t0 Duncana 6 39.17 6 39.50 6 39.83 .920 grup 1 3 2 Sig. N 1 Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous s ubsets are displayed. Us es Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

a. t6 Duncana 6 35.00 6 38.17 6 59.17 .567 1.000 grup 3 2 1 Sig.

N 1 2

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous s ubsets are displayed. Us es Harmonic Mean Sample Size = 6.000.


(5)

Lampiran 14. Alat Vitros


(6)

Dokumen yang terkait

Efek Antidiabetes dari Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L) terhadap Mencit yang Diinduksi Streptozotocin

7 63 129

Uji efek ekstrak etanol bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus putih jantan

8 57 98

DAYA ANTIBAKTERI REBUSAN KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn) TERHADAP PERTUMBUHAN Lactobacillus acidophilus

0 5 15

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK AIR KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH DAN BERAT BADAN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

1 12 77

FORMULASI SEDIAAN COMPRESS LOZENGES EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn.) FORMULASI SEDIAAN COMPRESS LOZENGES EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn.) DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGISI MANITOL-PEG 6000.

0 0 20

FORMULASI SEDIAAN SOFT LOZENGES EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn.) DENGAN BASIS FORMULASI SEDIAAN SOFT LOZENGES EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa Linn.) DENGAN BASIS GELATIN DAN GLISERIN.

0 0 15

Pengaruh Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Kadar Kolesterol Total Darah Tikus Galur Wistar yang Diberi Pakan Tinggi Lemak.

0 2 16

Efek Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) terhadap Kadar Kolesterol LDL Tikus Wistar Jantan yang Diberi Pakan Tinggi Lemak.

0 0 19

Pengaruh Pemberian Infus Kelopak Kering Rosella (Hibiscus sabdariffa) Terhadap Kadar Kolesterol Total Serum Darah Tikus | Octavia | Jurnal Farmasi Sains dan Terapan 1 SM

0 0 5

Macam dan Dosis Pupuk Organik terhadap Hasil dan Kadar Antosianin Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa)

0 0 6