Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Gizi Ibu dengan Konsumsi Pangan Sumber Yodium dan Penggunaan Jenis Garam Rumah Tangga di Wilayah Pegunungan Kabupaten Cianjur

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK GIZI IBU

DENGAN KONSUMSI PANGAN SUMBER YODIUM DAN

PENGGUNAAN JENIS GARAM RUMAH TANGGA DI WILAYAH

PEGUNUNGAN KABUPATEN CIANJUR

INKE INDAH PERMATASARI

a

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

ABSTRACT

INKE INDAH PERMATASARI. The Consumption Pattern of Iodine Source Food and Consumption of Salt for Household and its Relation with Mother Nutrition Knowledge, Attitude, and Practice in Cianjur Highland Area. Under direction of LEILY AMALIA

This study aimed to analyze relationship between mother nutrition knowledge, attitude, and practice and consumption of iodine source and consumption of salt among households in Cianjur highland area. This study was a cross-sectional study, conducted on 153 mother of 4th and 5th grades elementary school students. Iodine source food which frequently consumed were salted fish (68.8%) and eggs (66.7%). Spearman Rank correlation test showed that there ware significant correlations between nutrition knowledge and nutrition attitude (p=0.001; r=0.263), nutrition knowledge and nutrition practice (p=0.003; r=0.221), nutrition practice and food consumption (p=0.064; r=0.124), nutrition attitude and consumption of salt (p=0.064; r=-0.124), and nutrition practice and selection kinds of salt (p=0.004; r=0.216). No significant correlation between nutrition knowledge and consumption of salt (p=0.156); nutrition attitude and nutrition practice (p=0.103); nutrition knowledge and consumption iodine food (p=0.349); and nutrition attitude and consumption iodine food (p= 0.201).

Keywords: iodine, nutrition knowledge, nutrition attitude, nutrition practice, household


(3)

RINGKASAN

INKE INDAH PERMATASARI. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Gizi Ibu dengan Konsumsi Pangan Sumber Yodium dan Penggunaan Jenis Garam Rumah Tangga di Wilayah Pegunungan Kabupaten Cianjur. Di bawah bimbingan LEILY AMALIA

Berdasarkan survei nasional, sekitar 35.8% daerah di Indonesia termasuk ke dalam daerah endemik gangguan akibat kurang yodium (GAKY) ringan, 13.1% termasuk ke dalam daerah endemik GAKY sedang, dan 8.2% termasuk ke dalam daerah endemik GAKY berat (Rencana Aksi Nasional Kurang Kalori Protein Gangguan Akibat Kurang Yodium 2004). Program yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah GAKY tersebut yaitu yodisasi pada garam sebagai program penanggulangan jangka panjang (Depkes RI 2002 dan Kartono et al 2004). GAKY dapat disebabkan oleh asupan yodium dalam makanan kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu lama. Penggunaan garam beryodium di Kabupaten Cianjur masih rendah. Hal ini terlihat dari data riskesdas 2007 yang menunjukkan bahwa cakupan garam beryodium di Kabupaten Cianjur hanya mencapai 47.2%, lebih rendah dibandingkan level nasional yang mencapai 62.3%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kabupaten Cianjur masih kurang dalam mengonsumsi garam beryodium. Pengetahuan dan sikap gizi ibu merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pola konsumsi pangan secara umum, pangan sumber yodium maupun dalam pemilihan jenis garam yang digunakan dalam rumah tangga sehingga akan berdampak pada status yodium anggota rumah tangga. Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik gizi ibu dengan pola konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam tingkat rumah tangga di wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu terhadap konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam rumah tangga di wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang berjudul “Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) pada Anak Sekolah Dasar: Studi tentang Konsumsi Pangan, Aspek Sosio Budaya dan Prestasi Belajar di Wilayah dengan

Agroekologi Berbeda”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di Cianjur pada bulan Mei 2012. Pemilihan Cianjur sebagai lokasi penelitian diseleksi secara purposive didasarkan pada data riskesdas 2007. Dalam penelitian ini, jumlah contoh yang digunakan adalah 153 ibu. Contoh merupakan pengasuh dari siswa kelas 4 atau 5 sekolah dasar terpilih dengan kategori dewasa dini sebanyak 71.2%. Berdasarkan besar anggota keluarga, sebagian besar keluarga contoh merupakan keluarga kecil (≤ 4 orang). Umumnya pendidikan suami contoh adalah 51.6% dan contoh 61.4% adalah SD. Pekerjaan suami sebagian besar sebagai buruh tani (39.9%) dan contoh sebagai ibu rumah tangga (IRT) (73.9%). Sebagian besar contoh (73.2%) berada pada tingkat ekonomi miskin, dengan pendapatan perkapita keluarga contoh <1GK atau sama dengan kurang dari Rp. 231.438,-/kapita/bln. Hanya 10.5% contoh yang tingkat ekonominya menengah ke atas.

Pangan sumber yodium yang sering dikonsumsi contoh adalah ikan asin (68.8%) dan telur (66.7%). Asupan yodium contoh sebagian besar (83%) belum memenuhi kecukupan asupan yodium harian, sedangkan yang memenuhi baru mencapai 13.7%, dan selebihnya sebanyak 3.3% asupan yodiumnya sudah berlebih. Konsumsi pangan sumber yodium contoh sebagian besar juga belum mencukupi tingkat kecukupan yodium (TKY) contoh terlihat dari persentasenya


(4)

yang mencapai 71.2%.

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara pengetahuan gizi dengan sikap gizi (p=0.001; r=0.263) dan praktik gizi (p=0.003; r=0.221); serta antara praktik gizi dengan penggunaan garam beryodium (p=0.004; r=0.216). Sementara itu, terdapat hubungan yang cukup signifikan antara praktik gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium (p=0.064; r=0.124) dan antara sikap gizi dengan penggunaan garam beryodium (p=0.064; r=-0.124). Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan penggunaan garam beryodium (p=0.156), sikap gizi dengan praktik gizi, pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium, dan sikap gizi dengan konsumsi pengan sumber yodium.

Terdapat hubungan positif antara sikap gizi dengan penggunaan garam beryodium, dan antara praktik gizi dengan penggunaan garam beryodium. Terdapat hubungan negatif di antara sikap gizi dengan penggunaan garam beryodium. Tidak terdapat hubungan di antara sikap gizi dengan praktik gizi, pengetahuan gizi dengan penggunaan garam beryodium, pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium, sikap gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium.

Ahli gizi perlu melakukan penyuluhan gizi tentang yodium karena masih banyak rumah tangga yang belum mengetahui yodium. Perlu adanya pemantauan dan pengawasan yang khusus oleh pemerinah terkait klaim pada

kemasan garam beryodium yang mencantumkan garam dengan kadar yodium ≥

30 ppm padahal ketika dilakukan pengujian kadar yodiumnya tidak sampai 30 ppm. Selain itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai cara penyimpanan garam rumah tangga dan penelitian tentang menghitung berapa besar jumlah kehilangan yodium pada saat pemasakan pada pangan sumber yodium.


(5)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK GIZI IBU

DENGAN KONSUMSI PANGAN SUMBER YODIUM DAN

PENGGUNAAN JENIS GARAM RUMAH TANGGA DI WILAYAH

PEGUNUNGAN KABUPATEN CIANJUR

INKE INDAH PERMATASARI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Gizi Ibu dengan Konsumsi Pangan Sumber Yodium dan Penggunaan Jenis Garam Rumah Tangga di Wilayah Pegunungan Kabupaten Cianjur

Nama Mahasiswa : Inke Indah Permatasari

NRP : I14080035

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Leily Amalia, S.TP., M.Si NIP. 19721209 200501 2 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP 1962 1218 198 703 1001


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Gizi Ibu dengan Konsumsi Pangan Sumber Yodium dan Penggunaan Jenis Garam Rumah Tangga di Wilayah Pegunungan Kabupaten Cianjur“ yang diharapkan dapat memberikan informasi gizi masyarakat di wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur sehingga pemerintah dapat membuat program gizi yang tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Leily Amalia, S.TP., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan yang selama ini diberikan

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS, selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi

3. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, Dr. Hadi Riyadi, Dr. Tin, Reisi M.Si, sebagai tim peneliti payung yang telah membimbing dalam pengambilan data lapang 4. Bapak yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dimasa hidupnya

dan mamah yang selalu mendoakan penulis sampai penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini

5. Ibu Diah Nurdiana, S.Si selaku orang tua kedua di Bogor yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual kepada penulis

6. Teman-teman satu payung penelitian (Fannisa, Anisah, Puspita), yang telah menemani dan bersama-sama melewati suka dan duka dalam turun lapang penelitian

7. Sahabatku Wulan Agustina, S.Pd, yang selalu bersedia mendengarkan keluh-kesah penulis dan selalu memberikan motivasi

8. Sahabatku Titi Rohmayanti, yang selalu memberikan perhatian kepada penulis

9. Sahabatku Sri Anom Amongjati yang selalu memberikan motivasi dan penguatan kepada penulis

10. Bunda-bunda mentor asrama YAAB (mba Aini, mba Ida, dan mba Afifah), yang selalu menjadi tempat berkeluh-kesah penulis dan telah menyediakan sarana untuk menulis skripsi

11. Sahabat-sahabat FEMA (Yusti, Mifta, Rida, Rahmi, Ulfa, Septian, Teguh, Ai, Suci, Armina, Alna, Nopi, Ilma), teman-teman SMA ( Ahmad, Edo, Diinar dan


(8)

Bauroh) yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk dapat segera menyelesaikan penelitiannya

12. Teman-teman IPB (Cici, Geri, Okta, Eko, Edy, Desi, Zaiful, Leni, Rani, Tika, Eni, Febri, Gita), teman-teman LDK Al-Hurriyyah, serta kakak-kakak ( ka Hadi, ka Anas, ka Kindy, mba Sri, mba Yuni, mba Pita, mba Sisi, A Anjar, ka Roby, ka Budi) yang telah membantu baik moril dan materil serta selalu memberikan motivasi kepada penulis

13. Kepada pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun agar penelitian ini menjadi lebih baik.

Bogor, Januari 2013


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara lahir di Serang, 08 Oktober 1990 dari pasangan (Alm) Saiful dan Iis Aisyah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Cipare (1996-2002), dilanjutkan ke SMP Negeri 4 Serang (2002-2005) dan SMA Negeri 1 Kramatwatu (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama berada di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis pernah menjadi pengurus LDK Al-Hurriyyah (2008-2010) di Departemen Keuangan, dan (2010-2011) staff ahli LDK Al-Hurriyyah di Islamic Student Center (ISC). Penulis juga pernah menerima beasiswa prestasi peningkatan akademik (PPA) pada tingkat 3 di IPB. Selain itu, penulis juga mengikuti pekan kreativitas mahasiswa (PKM), berhasil lolos didanai oleh Dikti pada tingkat 3 dan tingkat empat. Tahun 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) Departemen Gizi Masyarakat di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, dan pada tahun 2012 penulis mengikuti kegiatan Internship Dietetik Departemen Gizi Masyarakat di RSUD Cibinong.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Kegunaan... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Karakteristik Yodium ... 5

Fungsi Yodium ... 5

Proses Metabolisme Yodium ... 5

Kecukupan Yodium ... 6

Gangguan Akibat Kurang Yodium ... 7

Sumber Yodium ... 7

Garam Beryodium ... 8

Distribusi dan Penyimpanan Garam Beryodium ... 9

Pengetahuan Gizi ... 10

Sikap Gizi ... 11

Praktik Gizi ... 12

KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

METODE PENELITIAN ... 17

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh... 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 18

Pengolahan dan Analisis Data ... 18

Definisi Operasional ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Kondisi Geografis Wilayah ... 25

Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Contoh ... 26

Usia Contoh dan Suami ... 29


(11)

Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Yodium ... 34

Konsumsi Garam ... 36

Asupan Yodium ... 37

Tingkat Kecukupan Yodium ... 38

Hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam beryodium ... 39

SIMPULAN DAN SARAN ... 45

Simpulan ... 45

Saran ... 46


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Angka Kecukupan Gizi untuk Indonesia dan RDA ... 6

2 Kandungan yodium pangan sumber yodium per URT ... 8

3 Jenis dan cara pengumpulan data ... 18

4 Pengkategorian variabel data yang dianalisis dan sumber acuannya ... 18

5 Teknik penskoran data praktik gizi ... 22

6 Gambaran wilayah Kabupaten Cianjur ... 26

7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 26

8 Sebaran contoh dan suami berdasarkan tingkat pendidikan ... 27

9 Sebaran contoh dan suami berdasarkan jenis pekerjaan ... 28

10 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan keluarga ... 29

11 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan keluarga ... 30

12 Sebaran contoh yang menjawab dengan benar pada tingkat pengetahuan gizi ... 30

13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ... 31

14 Sebaran contoh yang menjawab dengan benar pada tingkat sikap gizi ... 32

15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat sikap gizi ... 33

16 Sebaran contoh yang menjawab dengan benar pada tingkat praktik gizi ... 33

17 Sebaran contoh berdasarkan praktik gizi ... 34

18 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber yodium ... 35

19 Sebaran contoh berdasarkan jenis garam dan kadar yodium garam yang dikonsumsi ... 36

20 Sebaran contoh berdasarkan asupan yodium ... 37

21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan yodium (TKY) ... 39

22 Hubungan pengetahuan gizi dengan sikap gizi ... 39

23 Hubungan pengetahuan gizi dengan praktik gizi ... 40

24 Hubungan sikap gizi dengan praktik gizi ... 40

25 Hubungan pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium ... 41

26 Hubungan pengetahuan gizi dengan penggunaan jenis garam beryodium ... 41

27 Hubungan sikap gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium ... 42

28 Hubungan sikap gizi dengan penggunaan jenis garam beryodium ... 42

29 Hubungan praktik gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium ... 42


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu

terhadap konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam rumah tangga……… 16 2 Teknik pengambilan contoh ... 18


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Uji korelasi spearman hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik

gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam ... 51


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki prevelensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY) yang masih cukup tinggi. Gangguan akibat kurang yodium ini dapat menyebabkan beberapa dampak, diantaranya penyakit gondok, lemahnya fungsi mental, terhambatnya perkembangan motorik, terhambatnya pertumbuhan, stunting, kerusakan syaraf, serta kerusakan pada pendengaran dan kemampuan berbicara (ACC/SCN 1997). Berdasarkan survey nasional GAKY (2004), sekitar 35.8% daerah di Indonesia termasuk kedalam daerah endemik GAKY ringan, 13.1% termasuk kedalam daerah endemik GAKY sedang, dan 8.2% termasuk ke dalam daerah endemik GAKY berat (Mutalazimah & Setya 2009).

Program yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah GAKY tersebut adalah iodisasi pada garam sebagai program penanggulangan jangka panjang. P6bahan yodium pada garam yang dikonsumsi telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan untuk mencapai asupan yodium yang optimal bagi semua rumah tangga dan masyarakat (Depkes 2002). Akan tetapi kadar yodium dalam garam akan turun bila terjadi kerusakan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu garam pada tingkat rumah tangga. Kerusakan ini dapat terjadi selama penyimpanan di gudang atau di warung (Arisman 2004). Teknik penyimpanan yang kurang memadai akan mempengaruhi kualitas garam beryodium. Menurut Noviani (2007) bila kualitas garam beryodium (kadar yodium) menurun maka akan mempengaruhi asupan yodium dan pada akhirnya mempengaruhi status yodium seseorang. Selain itu, berdasarkan praktik gizi ibu dalam memiih garam akan menentukan asupan yodium pada anggota keluarga (Sumarno 1997, diacu dalam Chairunnisa 2011). Penggunaan garam beryodium di rumah tangga mempunyai manfaat yang penting untuk mencegah penyakit gondok dalam keluarga (Noviani 2007).

Gangguan akibat kurang yodium (GAKY) dapat disebabkan oleh asupan yodium dalam makanan yang kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu lama. Kurangnya asupan yodium baik secara individu maupun kelompok pada suatu populasi dapat pula dipengaruhi oleh kondisi geografis. Penderita GAKY umumnya ditemukan di pegunungan karena kandungan yodium dalam air dan tanah yang rendah ataupun tidak mengandung yodium sama sekali. Kandungan yodium dalam tanah dan air di pegunungan yang rendah disebabkan oleh aliran


(16)

air, yodium terbawa ke dataran rendah atau daerah pantai. Faktor lain penyebab gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah kelompok pangan goitrogenik, golongan tiosianat atau senyawa mirip tiosianat yang dapat menghambat metabolisme yodium di dalam tubuh. Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor yang secara tidak langsung dapat menyebabkan terhambatnya metabolisme yodium di dalam tubuh yaitu pola konsumsi rendah protein dan status gizi. Asupan protein yang rendah dan adanya zat goitrogenik dalam makanan akan menyebabkan gangguan pengambilan yodium oleh kelenjar tiroid (Gaitan & Cooksey 1989).

Lingkungan goitrogenik merupakan faktor penyebab tidak langsung berkembangnya gondok endemik di suatu wilayah. Zat goitrogenik adalah senyawa yang dapat mengganggu struktur dan fungsi tiroid secara langsung dan tidak langsung. Tiosianat dan isotiosianat yang terdapat dalam sayuran kol, sawi, lobak, brokoli, secara langsung menghambat uptake iodida organik oleh kelenjar tiroid, flavanoids yang terdapat dalam kacang tanah menghambat oksidasi iodida organik dan inkorporasi yodium yang sudah teroksidasi dengan asam amino tirosin untuk membentuk monoiodotironin (MIT) dan diodotironin (DIT) serta menghambat proses coupling yang dimediasi oleh enzim tiroid peroksidase (TPO) (Gaitan & Cooksey 1989).

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah yang cakupan penggunaan garam beryodiumnya masih rendah. Hal ini terlihat dari data Riskesdas (2007) yang menunjukkan bahwa cakupan garam beryodium di Kabupaten Cianjur hanya mencapai 47.2%, lebih rendah dibandingkan level nasional yang mencapai 62.3%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daerah Kabupaten Cianjur masih kurang dalam mengonsumsi garam beryodium. Hal ini diduga selain karena lokasi dan keterbatasan akses terhadap garam beryodium, bisa juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu yang masih belum baik.

Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu merupakan faktor yang dapat menentukan pola konsumsi pangan secara umum dan pangan sumber yodium serta dalam penggunaan jenis garam yang digunakan dalam rumah tangga sehingga akan berdampak pada status yodium anggota rumah tangga. Selain itu, yang dapat berpengaruh dalam pola konsumsi rumah tangga adalah karakteristik rumah tangga tersebut seperti disebutkan dalam Suhanda et al. 2009 yaitu terdapat hubungan antara pendapatan dan pola konsumsi pangan rumah tangga.


(17)

Adapun pendidikan ibu akan berkolerasi positif terhadap perbaikan pola konsumsi rumah tangga. Kekurangan bahan pangan di dalam rumah tangga berhubungan dengan pendidikan ibu dan kepemilikan aset (Rusnelly 2006).

Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik gizi ibu dengan konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam tingkat rumah tangga di wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu dengan konsumsi pangan sumber yodium serta penggunaan jenis garam rumah tangga di wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus diadakannya penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi rumah tangga contoh 2. Mengidentifikasi konsumsi pangan sumber yodium rumah tangga contoh 3. Mengidentifikasi jenis garam yang dikonsumsi ditingkat rumah tangga

contoh

4. Menganalisis pengetahuan gizi contoh, khususnya tentang pangan sumber yodium dan GAKY

5. Menganalisis sikap gizi contoh terhadap pangan sumber yodium dan GAKY

6. Menganalisis praktik gizi contoh dalam membeli dan menggunakan garam beryodium

7. Menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh dengan konsumsi pangan sumber yodium

8. Menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh dengan penggunaan jenis garam rumah tangga

Hipotesis

Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu berhubungan dengan konsumsi pangan yodium serta penggunaan jenis garam rumah tangga.

Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk mengidentifikasi pengetahuan, sikap dan praktik gizi masyarakat setempat, khususnya terkait


(18)

yodium sehingga dapat menjadi landasan dalam penyusunan materi penyuluhan gizi terkait kepentingan yodium. Memberikan informasi kepada pemerintah Kabupaten Cianjur mengenai kandungan yodium pada beberapa jenis garam yang dikonsumsi oleh masyarakat. Sehingga dengan adanya informasi tersebut diharapkan pemerintah Cianjur dapat membuat kebijakan yang tepat untuk kondisi wilayahnya.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Yodium

Yodium terdapat di tanah dan di laut dalam bentuk iodida. Tahun 1811 yodium ditemukan dalam ganggang laut oleh Bernard Courtois. Iodida berasal dari kata iode yang dalam bahasa Yunani artinya berwarna ungu. Wilayah yang paling memungkinkan untuk melepaskan yodium di permukaan bumi adalah wilayah pegunungan. Oleh karena itu, defisiensi yodium lebih banyak terjadi pada daerah pegunungan yang mempunyai curah kemasan hujan yang lebih tinggi, sehingga yodium akan terbawa bersama aliran air menuju ke muara terakhir yaitu laut (Picauly 2004).

Yodium di udara dikembalikan lagi ke tanah oleh air hujan dengan proses yang sangat lambat dan konsentrasinya terbatas. Dengan demikian semua tanaman hasil panen yang tumbuh di lahan ini akan mempunyai kandungan yodium yang rendah (Hetzel et al 1996).

Fungsi Yodium

Yodium merupakan mineral yang termasuk unsur gizi esensial meskipun jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh yaitu sekitar 20-30 µg. Oleh sebab itu yodium sering disebut sebagai mineral mikro atau trace element. Walaupun demikian, yodium sangat berfungsi dalam proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan otak manusia maupun hewan (Linder 1992 & Astawan 2003).

Yodium merupakan bagian integral dari kedua hormon tiroksin triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi utama hormon-hormon ini adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid mengontrol kecepatan tiap sel menggunakan oksigen. Dengan demikian hormon tiroid mengontrol kecepatan pelepasan energi dari zat gizi yang menghasilkan energi. Tiroksin dapat merangsang metabolisme sampai 30%. Disamping itu kedua hormon ini mengatur suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan saraf. Yodium berperan pula dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A; sintesis protein dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna. Yodium berperan pula dalam sintesis kolesterol darah (Almatsier 2006).

Proses Metabolisme Yodium

Yodium yang masuk ke dalam tubuh akan melewati tahap pencernaan sampai tahap ekskresi. Ganong (1989) menjelaskan bahwa yodium dalam bahan makanan setelah dicerna akan diubah menjadi iodida, selanjutnya proses


(20)

penyerapan akan terjadi dengan cepat dalam waktu 3 sampai 6 menit. Sebagian besar yodium yang telah diubah menjadi iodid diserap melalui usus kecil, kemudian langsung dibawa menuju kelenjar tiroid, tetapi beberapa diantaranya langsung masuk ke dalam saluran darah melalui dinding lambung.

Yodium bergabung dengan molekul tirosin dan membentuk tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) di kelenjar tiroid. Hormon tersebut dikeluarkan ke dalam saluran darah sesuai dengan kebutuhan dan permintaan tubuh. Komposisi T4 sekitar 95% dari hormon tiroid dalam darah atau lebih besar dari T3. Dalam kelenjar gondok, T4 dan T3 bergabung dengan sebuah molekul protein menjadi tiroglobulin dan merupakan bentuk yodium yang siap untuk disimpan (Sauberlich 1999 & Linder 1992).

Selanjutnya T4 dan T3 mengalami metabolisme dalam hati dan dalam kelenjar lainnya, sehingga dari sini dikeluarkan sekitar 60 µg ke dalam cairan ekstra sel. Beberapa derivat hormon tiroid diekskresikan ke dalam empedu, kemudian dikeluarkan ke dalam lumen usus. Dari sini sebagian mengalami sirkulasi enterohepatik, yang lepas dari reabsorpsi akan diekskresikan bersama feses hampir mencapai 20% µg/hr. Pembuangan yodium sebagian besar dilakukan melalui ginjal, sedangkan dalam jumlah yang lebih kecil dikeluarkan juga melalui usus dan keringat. Yodium yang tidak dapat diserap atau yang berasal dari empedu akan dikeluarkan bersama feses (Winarno 1997 & Brody 1999).

Kecukupan Yodium

Konsumsi yodium sangat bervariasi di semua belahan dunia. Adapun kecukupan yodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia antara lain:

Tabel 1 Angka Kecukupan Gizi untuk Indonesia dan RDA

No. Kelompok Usia Kecukupan Indonesia (AKG) RDA (µg)

(UNICEF/WHO/ICCIDD)

1 0-9 tahun 50-120 90-120

2 10-59 tahun 150 120-150

3 Wanita hamil 150 (+50) 220

4 Ibu menyusui 150 (+50) 290

Sumber: Risalah WNPG 2000 dan Food and Nutrition (FNB) Institute of Medicine 2001

Defisiensi yodium dapat terjadi pada saat penerimaan yodium kurang dari 50 µg/hr. Asupan yodium pada manusia berasal dari makanan dan minuman yang berasal dari alam sekitarnya. Di Indonesia, sejak tahun 1780 telah ditemukan prevalensi gondok yang cukup tinggi terutama didataran pulau Jawa dan Sumatra (92.5%) serta daerah pegunungan lainnya. Hal ini disebabkan


(21)

karena makanan yang dikonsumsi masyarakat tersebut sangat tergantung dari produksi makanan setempat yang tumbuh atau hidup pada kondisi tanah dengan kadar yodium yang rendah (Brody 1999).

Gangguan Akibat Kurang Yodium

Kekurangan yodium yang mengakibatkan gondok telah diketahui sejak lama (Djokomoeljanto 1974). Masalah berkurangnya yodium pada tanah menimbulkan berkurangnya semua bentuk yodium dalam tanaman yang tumbuh. Jadi kerusakan lingkungan akan membuat lingkungan yang kaya yodium menjadi berkurang (Picauly 2004). Masalah GAKY timbul disebabkan penduduk yang tinggal di wilayah dengan lapisan tanah berkadar yodium rendah yang disebabkan banjir, hujan dan proses glasiasi. Gangguan akibat kurang yodium (GAKY) disebabkan karena kurangnya yodium pada saat tumbuh kembang manusia. Gangguan akibat kurang yodium terdiri dari gondok dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa. Ibu hamil dengan kadar tiroksin rendah mempunyai risiko abortus dan kematian bayi (Supariasa dkk 2002).

Sumber Yodium

Yodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya berbeda-beda tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan. Kandungan yodium pada buah dan sayur tergantung pada jenis tanah; jaringan hewan serta produk susu tergantung pada kandungan yodium dari pakan ternaknya; sedangkan pangan asal laut diperoleh dari air laut (Djokomoeljanto 1993).

Seafood merupakan pangan sumber yodium alamiah yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena yodium dalam tanah dapat terbawa pada saat banjir menuju sungai dan pada akhirnya ke laut, sehingga bahan pangan seperti rumput laut; berbagai jenis ikan laut; kepiting; udang dan sampai pada tanaman lain yang tumbuh dan hidup pada daerah sekitar pantai termasuk sumber air minum yang dimiliki mempunyai kandungan yodium yang tinggi (Djokomoeljanto 1993 & Astawan 2003).

Sumber yodium lain adalah garam dan air yang difortifikasi. Garam termasuk dalam sembilan bahan pangan pokok yang diperlukan masyarakat dan oleh karenanya merupakan bahan makanan yang penting. Jenis garam yang di produksi berbeda tiap daerah dalam kandungan yodium dan bentuknya, hal ini tentunya berhubungan dengan kesukaan masyarakat sekitar. Konsumsi garam


(22)

beryodium per hari per orang mendekati 10-12 g dimana garam tersebut mengandung 76 µg yodium per g (Picauly 2004). Adapun kandungan yodium dari pangan sumber yodium disajikan dalam tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Kandungan yodium pangan sumber yodium per URT

Bahan Pangan g/takaran saji Kandungan yodium/takaran saji (µg)

Hati sapi 50 6

Ikan asin 25 23.3

Ikan pindang 50 41.9

Ikan laut 82 61.0

Kerang 90 16

Udang 30 24

Telur 60 5.4

Susu 200 14

Bayam 100 13

Agar-agar 95 4.8

Sumber: Nutrisurvey 2007

Defisiensi yodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKY dan merupakan kasus yang umum di dunia dimana sebagian besar adalah penderita gondok dan kekerdilan pada anak. Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur yodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya (Djokomoeldjanto 1994). Faktor kelebihan yodium terjadi apabila yodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus-menerus. Kelebihan yodium dalam tubuh dikenal sebagai hipertiroid, dimana kelenjar tiroid terlalu aktif memproduksi hormon tiroid. Tanda-tanda yang dapat dikenal adalah merasa gugup, lemah, sensitif terhadap panas, sering berkeringat, hiperaktif, berat badan menurun, nafsu makan bertambah, jari-jari tangan bergetar, jantung berdebar-debar, bola mata menonjol dan denyut nadi bertambah cepat dan tidak beraturan (Soekirman 2000).

Garam Beryodium

Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) dapat berlanjut menjadi masalah nasional, karena berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia yang akhirnya akan menghambat tujuan pembangunan nasional. Upaya yang dilakukan untuk menangani masalah tersebut adalah dengan upaya jangka pendek dan upaya jangka panjang. Upaya jangka pendek dilakukan melalui penyuntikan larutan lipiodol (1974-1991), dan pemberian kapsul minyak beryodium (1992-sekarang). Suplemen kapsul minyak beryodium diberikan kepada kelompok resiko tinggi atau sasaran stategis yaitu wanita usia subur (WUS), ibu hamil, ibu menyusui dan anak sekolah pada daerah yang masuk kategori endemik berat dan sedang. Upaya ini sangat mahal sehingga tidak dapat dilakukan secara berkesinambungan, untuk itu upaya yang paling efektif


(23)

dan memungkinkan untuk dilakukan secara berkesinambungan adalah dengan upaya jangka panjang (Suherman 2008).

Adapun upaya jangka panjang yang dilakukan adalah dengan fortifikasi garam konsumsi atau yodisasi garam. Garam yang sudah difortifikasi dengan yodium disebut garam beryodium. Program ini pertama dilakukan pada tahun 1976 dengan bantuan UNICEF. Tujuan program yodisasi garam adalah mentargetkan konsumsi garam beryodium sesuai persyaratan yaitu sebesar 30 – 80 ppm (part per million) di tatanan rumah tangga minimum 90% (Suherman 2008). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka memasyarakatkan garam beryodium adalah pemantauan status yodium di masyarakat, peningkatan konsumsi garam beryodium, peningkatan pasokan garam beryodium, penegakan norma sosial dan hukum, dan pemantauan koordinasi lintas sektor, swasta dan penguatan kelembagaan penanggulangan GAKY (Suherman 2008).

Garam beryodium adalah garam yang diperkaya dengan KIO3 (kalium iodat) dalam bentuk larutan pada lapisan tipis garam, sehingga diperoleh campuran yang merata sesuai dengan standar nasional indonesia (SNI) dan mengandung yodium antara 30-80 ppm untuk konsumsi manusia atau ternak, pengasinan ikan dan bahan penolong industri kecuali pemboran minyak, chlor alkali plan (CAP) dan industri kertas pulp. SNI garam konsumsi diterapkan secara wajib terhadap produsen dan distributor sesuai dengan Kepres no 69 tahun 1994 tentang pengadaan garam beryodium untuk melindungi kesehatan masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari sekitar 6 g atau satu sendok teh setiap hari (Depkes 1997).

Setiap orang dianjurkan mengonsumsi garam beryodium sekitar 6 g atau satu sendok teh setiap hari. Dalam kondisi tertentu, dimana keringat keluar berlebihan, dianjurkan untuk mengonsumsi garam beryodium dua sendok teh sehari. Bagi orang yang menderita hipertensi atau yang harus mengurangi konsumsi garam, tetap mengonsumsi garam beryodium tetapi dalam jumlah yang sedikit dan dianjurkan mengonsumsi makanan dari laut yang kaya akan yodium seperti ikan, udang, ganggang laut (Depkes 1997).

Distribusi dan Penyimpanan Garam Beryodium

Mengingat keterbatasan yang dialami dalam program pemberian kapsul minyak beryodium, pencegahan gondok endemik lebih diarahkan dalam jangka panjang yaitu dengan distribusi garam beryodium dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi zat yodium melalui makanan. Karena produksi garam


(24)

beryodium berpusat di suatu tempat, maka untuk menjadi kesinambungan persediaan di daerah perlu dikembangkan jaringan distribusi garam beryodium lintas daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota (Suherman 2008).

Berbagai upaya pencegahan defisiensi yodium pemerintah menganjurkan kepada masyarakat luas agar mampu dan mau menggunakan garam beryodium secara benar. Selain cara penggunaan garam beryodium masyarakat juga diharapkan mengerti cara menyimpan garam beryodium secara baik dan benar yaitu ditempatkan pada tempat yang kering dan ditaruh pada tempat tertutup agar kandungan yodium tidak hilang. Dalam pengolahan garam beryodium dimasukkan setelah diangkat dari perapian dan tertutup (Depkes 1997).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan merupakan hasil pengindraan seseorang terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2007). Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal. Selain itu juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan atau gizi (Suhardjo 1989)

Pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi pangan rumah tangga. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya didalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi bisa lebih terjamin (Khomsan 2000). Salah satu hal yang turut mempengaruhi ketersediaan pangan adalah pengetahuan gizi dalam memilih makanan yang bergizi tinggi. Orang yang tingkat pengetahuannya tinggi cenderung akan memilih dan menyediakan makanan yang lebih murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, upaya meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi makanan memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang bergizi, perubahan sikap serta perubahan praktik sehari-hari dalam menentukan, memilih dan mengonsumsi makanannya (Muniarti 2011).


(25)

Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan, kemiskinan dan kekurangan faktor persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Penyebab lain gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan gizi merupakan landasan penting untuk terjadi perubahan sikap dan praktik gizi. Praktik yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih lama, oleh sebab itu penting bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan gizi dari berbagai sumber seperti sekolah, media cetak maupun media elektronik. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan praktik dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan (Maria 2012).

Pengetahuan ibu, termasuk pengetahuan tentang gizi diperoleh melalui pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan dan tempat kronologis yang ketat untuk tingkatan umur populasi sasarannya. Pendidikan informal adalah jenis pendidikan yang berlangsung seumur hidup yang mempelajari seluruh aspek kehidupan (Pranadji 1988, diacu dalam Pratiwi 2006). Tingkat pengetahuan gizi ini, dibagi kedalam 3 kategori, yaitu baik, sedang, dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut-off point dari skor yang telah dijadikan persen. Adapun pengkategorian pengetahuan

gizi tersebut adalah kategori baik memiliki skor ≥80%, kategori sedang memiliki

skor 60-79.9%, kategori kurang memiliki skor <60% (Khomsan 2000). Sikap Gizi

Sikap belum merupakan suatu perbuatan (action), tetapi dari sikap seseorang dapat diramalkan perbuatannya. Sikap akan sangat berguna bagi seseorang sebab sikap akan mengarahkan praktik secara langsung. Sikap negatif akan menumbuhkan praktik yang negatif, seperti menolak, menjauhi, meninggalkan, bahkan sampai hal-hal yang merusak. Sikap seseorang terhadap obyek menentukan praktik yang akan timbul dari orang tersebut terhadap obyek. Sikap merupakan fungsi dari pengetahuan, pendapat, keyakinan, penilaian seseorang terhadap obyek tertentu (Pratiwi 2006). Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain pengalaman


(26)

pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan agama, serta faktor emosional (Maria 2012).

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, yaitu: (1) menerima (receiving) diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek) (2) menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi (3) menghargai (valuing) diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon (4) bertanggungjawab (responsible) adalah sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya.

Pengukuran sikap ini dapat dilakukan dengan menggunakan skala

hedoniclikert type yaitu kepada contoh ditanyakan apakah setuju, ragu-ragu atau tidak setuju terhadap pernyataan yang diberikan (Sanjur 1982).

Praktik Gizi

Berdasarkan Notoatmodjo (2005) suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (cover behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) daripihak lain. Praktik dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

1. Praktik terpimpin yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. 2. Praktik secara mekanis yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan

atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis

3. Adopsi yaitu suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, perilakunya sudah berkualitas.

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005) praktik ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu sebagai berikut:

Faktor-faktor predisposisi (disposing faktors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya praktik seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

Faktor-faktor pemungkin (enabling faktors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi praktik atau tindakan, yang dimaksud


(27)

faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya suatu praktik.

Faktor-faktor penguat (reinforcing faktors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya praktik.


(28)

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik sosial ekonomi keluarga yang meliputi tingkat pendidikan ibu, tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga dapat berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu. Tingkat pendidikan seorang ibu akan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan gizinya, hal ini dikarenakan jika seorang ibu memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka ibu tersebut akan cenderung untuk dapat selalu mau menerima pengetahuan yang baru, salah satunya adalah pengetahuan gizi. Selanjutnya jika pengetahuan gizi seorang ibu sudah baik maka akan berpengaruh terhadap sikap gizi lalu outputnya adalah praktik gizi yang baik. Tingkat pendapatan rumah tangga dapat berpengaruh terhadap pola konsumsi suatu keluarga, dengan semakin besarnya pendapatan suatu keluarga maka pola konsumsi keluarga tersebut akan semakin baik dengan pola konsumsi yang baik maka status gizi keluargapun akan baik. Ibu yang memiliki pendidikan yang tinggi akan dapat memilih jenis pangan yang kandungan gizinya baik dengan harga yang murah. Jumlah anggota keluarga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi keluarga karena dengan semakin besarnya jumlah anggota keluarga maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan bagian makanan yang lebih sedikit dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit.

Selain dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi keluarga, faktor yang juga berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu. Faktor yang mempengaruhi itu adalah media informasi gizi seperti televisi/ radio, majalah/ koran, kader posyandu, puskesmas/ petugas kesehatan. Saat ini media-media tersebut memegang perannya untuk menyampaikan berbagai informasi dan masyarakat pun sudah terbiasa akan media-media tersebut. Pengetahuan gizi seorang ibu pun dapat diperoleh dari berbagai media tersebut, sehingga media tersebut berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan gizi seorang ibu.

Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu selanjutnya akan mempengaruhi frekuensi konsumsi pangan sumber yodium, konsumsi pangan goitrogenik, dan penggunaan jenis garam rumah tangga. Frekuensi konsumsi pangan sumber yodium, konsumsi pangan goitrogenik, dan penggunaan garam rumah tangga akan dapat mempengaruhi asupan dan tingkat kecukupan yodium rumah tangga yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status yodium rumah tangga. Semakin baik pengetahuan gizi seorang ibu maka sikap gizi ibu tersebut akan baik dan pada akhirnya praktik gizi ibu pun akan baik. Praktik gizi yang baik akan


(29)

mempengaruhi konsumsi pangan yodium dan penggunaan jenis garam rumah tangga. Konsumsi pangan yodium dan penggunaan jenis garam dapat dikatakan baik jika konsumsi yodiumnya telah mencapai angka kecukupan gizi. Sedangkan untuk pangan goitrogenik mempunyai hubungan yang negatif terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik gizi. Jadi semakin baik pengetahuan, sikap, dan praktik gizi seorang ibu maka konsumsi pangan sumber goitrogeniknya akan semakin berkurang. Karena didalam pangan goitrogenik terdapat zat-zat yang dapat menghambat penyerapan yodium.


(30)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu terhadap konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam rumah tangga

Sosial Ekonomi Keluarga Tingkat Pendidikan contoh dan suami Tingkat Pendapatan Rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga

Media Informasi Gizi Televisi/ Radio Majalah/ Koran Kader Posyandu Puskesmas/ Petugas kesehatan

Pengetahuan Gizi Ibu Sikap Gizi Ibu Praktik Gizi Ibu

Konsumsi Pangan Goitrogenik

Konsumsi Pangan Sumber Yodium

Penggunaan jenis garam beryodium

atau tidak beryodium

Status Yodium Anggota Rumah

Tangga Asupan dan Tingkat Kecukupan


(31)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan judul “Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) pada Anak Sekolah Dasar: Studi tentang Konsumsi Pangan, Aspek Sosio Budaya dan Prestasi Belajar di Wilayah dengan

Agroekologi Berbeda”. Penelitian ini menggunakan desain study cross-sectional

dan pemilihan tempat secara study purposive. Penelitian dilakukan di 6 sekolah dasar di 3 kecamatan wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur. Pemilihan tempat tersebut didasarkan karena daerah Cianjur merupakan daerah yang cakupan konsumsi garam beryodiumnya masih rendah (47.2%) dibandingkan dengan cakupan konsumsi garam nasional (62.3%). Hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan daerah rawan terjadinya GAKY. Contoh pada penelitian ini merupakan ibu atau pengasuh siswa dari 6 sekolah dasar di 3 kecamatan wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur yaitu SDN Kertaharja desa Kertaharja dan SDN Pasirpari desa Sindangkerta di kecamatan Pagelaran, SDN Sukajaya desa Pusakajaya dan SDN Gunung Kembang desa Kalibaru di kecamatan Pasir Kuda, SDN Jembar desa Sukaresmi dan SDN Gandasari desa Gandasari di kecamatan Kadupandak. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Juli 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi dari penelitian ini adalah semua ibu atau pengasuh yang tinggal di wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur dan contoh dalam penelitian ini adalah semua ibu atau pengasuh yang memiliki anak sekolah dasar yang duduk di kelas 4 atau 5 dari sekolah dasar yang terpilih. Cara pengambilan contoh adalah dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

Z(1-α/2) = Level signifikansi 95% (α=0.05)= 1.96

P = Cakupan konsumsi garam beryodium 47.2% (Riskesdas 2007) d = Ketelitian (0.08)

Dengan demikian contoh minimum yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah sebanyak 149.5 orang dibulatkan menjadi 150 orang. Setiap SD diambil 25 contoh ibu dari siswa yang duduk di kelas 4 dan 5. Setelah melalui proses

cleaning maka diperoleh contoh sebanyak 153 orang. Kerangka sampling dari masing-masing kecamatan dan SD adalah sebagai berikut:


(32)

Gambar 2 Teknik pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil meliputi data primer. Adapun penjelasan mengenai jenis dan cara pengambilan data disajikan pada tabel 3.

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

No. Jenis Data Cara Pengumpulan

1 Karakteristik Contoh dan Rumah Tangga

Wawancara terhadap ibu rumah tangga menggunakan kuesioner

2 Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Yodium

Wawancara terhadap ibu rumah tangga menggunakan kuesioner

3 Konsumsi Pangan Sumber

Yodium

Wawancara terhadap ibu rumah tangga menggunakan kuesioner

4 Konsumsi Garam Wawancara terhadap ibu rumah tangga

menggunakan kuesioner 5 Jenis Garam Tingkat Rumah

Tangga

Wawancara terhadap ibu rumah tangga menggunakan kuesioner

6 Pengetahuan, Sikap dan Praktik Gizi Ibu

Tes garam menggunakan iodine test dan titrasi 7 Karakteristik Wilayah Kabupaten

Cianjur

Data sekunder

Pengolahan dan Analisis Data

Data karakteristik rumah tangga disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan dalam bentuk paparan. Data tersebut disajikan dalam 4.

Tabel 4 Pengkategorian variabel data yang dianalisis dan sumber acuannya

Jenis Variabel Kategori Sumber

Usia Contoh Remaja < 18 tahun

Dewasa dini 18-40 tahun Dewasa madya 40-60 tahun Dewasa lanjut ≥ 60 tahun

Hurlock 2004

Besar Keluarga Kecil ≤4 orang

Sedang 5-6 orang

Besar ≥7 orang

Hurlock 2004

Tingkat Pendidikan Contoh dan Suami

Tidak sekolah Tidak tamat SD SD

Kuesioner Pendidikan Contoh dan Suami Wilayah pegunungan di Kabupaten Cianjur

Kecamatan Kadupandak Kecamatan Pasir Kuda Kecamatan Pagelaran SDN Kertaharja SDN Pasirpari SDN Gandasari SDN Jembar SDN Gunung Kembang SDN Sukajaya


(33)

Jenis Variabel Kategori Sumber SLTP

SLTA D3/PT Jenis Pekerjaan

Contoh dan Suami

Wiraswasta Buruh PNS/ABRI Pegawai honorer TKI/TKW IRT Tidak bekerja Lainnya Kuesioner Pekerjaan Contoh dan Suami

Pendapatan Keluarga Miskin < 1 GK

Hampir miskin 1GK – 2GK Menengah ke atas >2GK

Puspitawati 2010

Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Yodium

Tidak pernah = 0 x/bulan Sangat jarang <1x/bulan Jarang 1-8x/bulan Sering 9-30x/bulan

Nutrisurvey 2007

Konsumsi pangan sumber yodium

Kurang < 150 µg Cukup 150-300 µg Lebih >300 µg

AKG Yodium (WNPG 2004) Konsumsi garam

beryodium

Kurang < 150 µg Cukup 150-300 µg Lebih >300 µg

AKG Yodium (WNPG 2004) Jenis Garam yang

digunakan

Kurang < 30 ppm

Cukup ≥ 30 ppm Depkes 2000

Asupan Yodium (perkapita/hari)

Kurang < 150 µg Cukup 150-300 µg Lebih >300 µg

AKG Yodium (WNPG 2004) Tingkat Kecukupan Yodium Cukup ≥77% Kurang <77% Gibson 2005

Pengetahuan Gizi Baik ≥ 80

Sedang 60-79.9 Kurang < 60

Khomsan 2000

Sikap Gizi Positif > 75

Negatif ≤ 75 Alibas 2002

Praktik Gizi Baik ≥ 80

Sedang 60-79.9 Kurang < 60

Khomsan 2000

Usia contoh dikategorikan berdasarkan Hurlock 2004. Menurut pengkategorian Hurlock, usia contoh yang termasuk ke dalam kategori remaja yaitu berusia dibawah 18 tahun, ketegori dewasa dini berusia 18-40 tahun, kategori dewasa madya berusia 40-60 tahun, dan dewasa tua berusia lebih dari 60 tahun.

Besar keluarga diketahui dengan menghitung jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan kemudian dikelompokkan menurut Hurlock


(34)

(2004) yaitu kecil jika ≤4 orang, sedang jika 5-6 orang dan besar jika ≥7 orang. Pendidikan suami dan contoh merupakan jenjang pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh suami dan contoh. Pendidikan suami dan contoh dibagi dalam 6 kelompok, yaitu: tidak sekolah, tidak tamat SD, SD, SLTP, SLTA dan D3/PT.

Pekerjaan suami dan contoh terdiri dari pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Jenis pekerjaan dibagi dalam 9 kelompok yaitu petani, wiraswasta, buruh, PNS/ABRI, pegawai honorer, TKI/TKW, IRT, tidak bekerja dan lainnya.

Pendapatan keluarga diperoleh dengan menjumlahkan semua pendapatan yang diperoleh oleh anggota keluarga yang bekerja. Untuk melihat tingkat kesejahteraan keluarga maka dilihat pendapatan perkapita dengan membagi total pendapatan keluarga dengan jumlah anggota keluarga dan kemudian digolongkan menjadi 3 tingkatan menurut Puspitawati (2010) yaitu: miskin jika pendapatan perkapita <1 GK, hampir miskin jika pendapatan pekapita 1GK–2GK dan menengah ke atas jika pendapatan perkapita >2GK. Garis kemiskinan yang digunakan adalah GK Jawa Barat di pedesaan yaitu Rp. 231.438/kap/bulan (Badan Pusat Statisti Jawa Barat 2012).

Untuk melihat tingkat keseringan konsumsi, maka frekuensi konsumsi pangan sumber yodium dihitung dalam rentang bulanan dengan pengkategorian : tidak pernah jika frekuensi=0, sangat jarang jika frekuensi <1x/bulan, jarang jika frekuensi 1-8x/bulan, dan sering jika frekuensi 9-30x/bulan.

Konsumsi pangan sumber yodium diperoleh dengan melakukan pendekatan melalui rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber yodium sehari dalam satu takaran saji dikali dengan kandungan yodium dari bahan pangan yang mengacu pada Nutrisurvey (2007). Hasilnya kemudian digolongkan menjadi 3 berdasarkan angka kecukupan yodium sehari kelompok umur contoh, yaitu <150 µg/kapita/hari, 150-300 µg/kapita/hari dan >300 µg/kapita/hari.

Konsumsi garam beryodium diperoleh dari jawaban pertanyaan kuisioner praktik gizi contoh pada soal no. 7 yang kemudian data tersebut diolah. Pengolahan data dilakukan dengan membagi jumlah garam yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam 1 bulan dan dengan jumlah anggota keluarga. Setelah dibagi dengan jumlah anggota jumlah anggota keluarga maka akan didapatkan hasil konsumsi garam beryodium perkapita dalam 1 bulan. Untuk mencari konsumsi perhari maka hasil tersebut dibagi kembali oleh angka 30. Hasil dari perhitungan ini kemudian dikalikan dengan kadar yodium pada masing-masing


(35)

garam beryodium yang digunakan, hal ini dilakukan untuk mengetahui secara detail berapa besar jumlah yodium yang dikonsumsi contoh dalam satuan µg/kapita/hr. Langkah selanjutnya hasil pengolahan tersebut digolongkan menjadi 3 berdasarkan angka kecukupan yodium sehari kelompok umur contoh, yaitu <150 µg/kapita/hari, 150-300 µg/kapita/hari dan >300 µg/kapita/hari.

Jenis garam yang digunakan diperoleh dari hasil uji titrasi. Hasilnya

kemudian dikelompokkan menjadi ≥30 ppm, dan <30 ppm (Depkes 2000).

Asupan yodium, diperoleh dengan menjumlahkan asupan yodium yang berasal dari pangan sumber yodium dan garam beryodium. Hasilnya kemudian digolongkan menjadi 3 berdasarkan angka kecukupan yodium sehari kelompok umur contoh, yaitu <150 µg/kapita/hari, 150-300 µg/kapita/hari dan >300 µg/kapita/hari.

Tingkat kecukupan yodium (TKY) diperoleh dengan membandingkan konsumsi yodium dengan angka kecukupan gizi (AKG) untuk yodium, yaitu sebagai berikut:

TKY = Konsumsi yodium total x 100% AKG untuk yodium

TKY dikatakan cukup jika asupan yodiumnya sudah ≥77% dari AKG, dan

dikatakan kurang jika asupannya <77% dari AKG (Gibson 2005).

Data pengetahuan ibu tentang garam beryodium dan GAKY diperoleh dari hasil wawancara, lalu diberi skor, disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi dan dideskripsikan. Skor untuk jawaban yang benar adalah 1 dan jawaban yang salah adalah 0. Tingkat pengetahuan ibu dapat dihitung dengan membandingkan jumlah skor yang diperoleh ibu dengan jumlah skor maksimum dikalikan 100 (Khomsan 2000).

Data sikap gizi contoh terhadap garam beryodium yang diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner, diberi skor kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Skor untuk jawaban benar adalah 2. ragu-ragu adalah 1 dan jawaban salah adalah 0. Tingkat sikap gizi contoh dapat dihitung dengan membandingkan jumlah skor yang diperoleh ibu dengan jumlah skor maksimum dikalikan 100 (Alibas 2002).

Data tentang praktik gizi ibu dalam pengelolaan garam beryodium yang terdiri dari pemilihan jenis garam dan cara menggunakan garam beryodium, diperoleh dari hasil wawancara kemudian diberi skor. Tingkat praktik gizi ibu dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah skor yang diperoleh dengan


(36)

skor maksimum dikalikan 100. Masing-masing pertanyaan didalam kuisioner memiliki skor nilai masing-masing dengan rentang nilai skor di antara 0-2. Adapun teknik penskoran praktik gizi ibu disajikan pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Teknik penskoran data praktik gizi

No. Pertanyaan Skor

0 1 2

1 Informasi yodium 0 media 1-2 media lebih dari 2

media 2 Jenis lauk pauk yang

dikonsumsi

0 lauk-pauk 1-2 jenis lauk pauk

>2 jenis lauk pauk

3 Konsumsi ikan laut dalam satu bulan

0 kali/bln 1-3 kali/bln >3 kali/bln

4 Konsumsi kol dalam

satu minggu

>2 kali/minggu 1-2 kali/minggu <1 kali/minggu

5 Konsumsi singkong

dalam satu minggu

>2 kali/minggu 1-2 kali/minggu <1 kali/minggu

6 Konsumsi garam

beryodium

tidak pernah kadang-kadang setiap hari

7 Konsumsi garam

contoh dalam sehari

<75

µg/kapita/hari

≥75

µg/kapita/hari

8 Alasan membeli

garam Selain jawaban dapat mencegah gondok Dapat mencegah gondok

9 Tempat ibu membeli

garam beryodium

Semua jawaban

10 Cara memasukkan

garam beryodium saat pemasakan Saat masakan belum matang atau saat masakan dimasak Saat masakan sudah matang

11 Cara mengetahui

garam beryodium

Bentuknya Harganya Keterangan

dalam kemasannya

12 Tindakan yang

dilakukan ketika ada anggota keluarga yang terkena gondok

Jawaban selain dibawa ke puskesmas/dokt er/mantri/bidan Dibawa ke puskesmas/dokt er/mantri/bidan

Analisis statistik yang digunakan adalah uji korelasi tata jenjang Spearman. Uji korelasi tata jenjang Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik dengan konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam di rumah tangga. Data yang telah didapatkan melalui kuesioner dianalisis secara deskriptif dan analitik. Data karakteristik contoh dan data keluarga disajikan secara deskriptif sedangkan data yang dianalisis melalui uji Spearman adalah pengetahuan, sikap, praktik terhadap kosumsi pangan yodium, pangan dan penggunaan garam beryodium rumah tangga.


(37)

Definisi Operasional

Asupan yodium adalah jumlah asupan yang diperoleh dari pangan sumber yodium ditambah dengan asupan yodium dari garam beryodium

Besar rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga yang hidup dalam satu sistem manajemen rumah tangga

Cakupan garam beryodium adalah banyaknya jumlah keluarga yang mengonsumsi garam beryodium

Contoh adalah ibu yang mengasuh anak sekolah dasar yang duduk di kelas 4 atau 5 pada 6 sekolah dasar terpilih di Kabupaten Cianjur

Frekuensi konsumsi adalah seringnya rumah tangga dalam mengonsumsi suatu bahan pangan dalam peride waktu tertentu

Garam beryodium adalah senyawa NaCl dalam bentuk kristal dengan kandungan KIO3 antara 30-80 ppm dan dapat diperdagangkan untuk kebutuhan konsumsi manusia, ternak, pengasinan ikan dan industri pangan lainnya

Jenis garam adalah garam yang tersedia dan dikonsumsi rumah tangga, dikelompokkan menjadi garam beryodium dan tidak beryodium

Karakteristik rumah tangga adalah suatu bentuk atau suatu ciri khusus yang melekat pada suatu rumah tangga meliputi jenis pekerjaan, jumlah pendapatan, pendidikan ibu, jumlah anggota rumah tangga yang tinggal di rumah

Pangan goitrogenik adalah pangan yang dapat menyebabkan penyerapan yodium menjadi terhambat

Pangan sumber yodium adalah pangan yang memiliki kandungan yodium >4.8 µg per takaran saji bahan pangan

Pendapatan perkapita rumah tangga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil atau upah dari pekerjaannya yang dinyatakan dalam pendapatan perkapita

Pengetahuan gizi ibu terhadap garam beryodium dan GAKY adalah kemampuan seorang ibu menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan garam beryodium dan GAKY. Tingkat pengetahuan ibu dikelompokkan menjadi baik, sedang, dan kurang

Praktik gizi ibu terhadap garam beryodium dan GAKY adalah tindakan yang dilakukan oleh ibu dalam membeli dan menggunakan garam beryodium.


(38)

Praktik gizi ibu dikelompokkan menjadi baik, sedang, dan kurang

Sikap gizi ibu terhadap garam beryodium dan GAKY adalah kecendrungan ibu dalam memilih, menggunakan, menerima atau menolak garam beryodium sebagai garam konsumsi dalam rumah tangga dalam rangka penanggulangan GAKY. Sikap ibu dikelompokkan menjadi positif dan negatif

Tingkat kecukupan yodium adalah tingkat perbandingan konsumsi yodium dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG)


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Geografis Wilayah

Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Provinsi Jawa Barat, dengan jarak sekitar 65 km dari ibu kota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 km dari ibu kota negara (Jakarta) dan terletak di antara 6º21’-7º25’ LS

dan 106º42’-107º25’ BT. Kabupaten Cianjur yang luasnya 350.148 ha, terdiri dari 32 kecamatan, 354 desa dan 6 kelurahan yang mencakup 2.746 RW serta 10.384 RT. Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2011 adalah 2.740.779 jiwa terdiri dari 1.412.454 laki-laki dan 1.328.325 perempuan. Sebanyak 63.9% penduduk terkonsentrasi di wilayah utara dengan luas wilayah 30.8%, dan 19.1% mendiami berbagai kecamatan di wilayah tengah dengan luas wilayah 28.5% dan sisanya sebanyak 17.0% berada di berbagai kecamatan di wilayah selatan dengan luas wilayah 40.8% (ILLPD Kabupaten Cianjur 2011). Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta

Sebelah Barat berbatasan denga wilayah Kabupaten Sukabumi Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut

Keadaan alam daerah Kabupaten Cianjur terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian sekitar 7-2.962 m di atas permukaan laut. Secara geografis wilayah ini terbagi dalam 3 bagian, yaitu:

1. Cianjur bagian utara: merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.962 m, sebagian besar ini merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan persawahan.

2. Cianjur bagian tengah: merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dikelilingi dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering terjadi tanah longsor, merupakan daerah gempa bumi, dataran lainnya terdiri dari areal perkebunan dan daerah persawahan.

3. Cianjur bagian selatan: merupakan dataran rendah akan tetapi terdapat banyak bukit-bukit kecil yang diselingi oleh pegunungan yang melebar sampai ke daerah pantai Samudera Indonesia, seperti halnya daerah Cianjur bagian tengah, bagian selatan pun tanahnya labil dan sering terjadi longsor


(40)

dan gempa bumi, disini terdapat pula areal untuk perkebunan dan persawahan tetapi tidak bagitu luas.

Kabupaten Cianjur secara geografis terbagi dalam 3 wilayah yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan dengan jumlah kecamatan sebanyak 32 kecamatan dan 342 desa dan 6 kelurahan di kota Cianjur. Sebagai gambaran wilayah Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Gambaran wilayah Kabupaten Cianjur

Wilayah Selatan Wilayah Tengah Wilayah Utara

Kecamatan Agrabinta, Kecamatan Leles, Kecamatan Sindang Barang, Kecamatan Cidaun, Kecamatan Naringgul, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Cikadu Kecamatan Tanggeung, Kecamatan Pasir Kuda, Kecamatan Pegelaran, Kecamatan Kadupandak, Kecamatan Cijati, Kecamatan Takokak, Kecamatan Sukanegara, Kecamatan Campaka, Kecamatan Campaka Mulya

Kecamatan Cibeber, Kecamatan Bojongpicung, Kecamatan

Haurwangi, Kecamatan Ciranjang, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Cianjur, Kecamatan Warung Kondang, Kecamatan Gekbrog, Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, Kecamatan Cipanas, Kecamatan Mande, Kecamatan Cikalongkulon, Kecamatan Sukaluyu, Kecamatan Sukaresmi

Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Contoh

Karakteristik sosial dan ekonomi rumah tangga contoh dilihat berdasarkan besar keluarga, tingkat pendidikan contoh dan suami, pekerjaan contoh dan suami, dan tingkat pendapatan keluarga.

Besar Keluarga

Besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Menurut Suhardjo (1996) jumlah keluarga akan berpengaruh terhadap konsumsi keluarga tersebut, semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang berkurang. Adapun data sebaran besar/jumlah anggota keluarga dapat dilihat dalam tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga n %

Kecil (≤4) 72 47.1

Sedang (5-6) 62 40.5

Besar (≥7) 19 12.4

Total 153 100

Tabel 7 menunjukkan bahwa besar keluarga contoh umumnya kategori


(41)

40.5%, dan besar keluarga dengan kategori besar hanya 12.4%. Dengan demikian meskipun kategori keluarga di daerah Cianjur lebih banyak termasuk ke dalam keluarga kecil, hal ini bukan merupakan satu-satunya faktor yang membuat konsumsi keluarga contoh disana baik, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan rumah tangga di wilayah tersebut. Adapun faktor lainnya adalah pendapatan. Semakin besar pendapatan maka konsumsi pangan rumah tangga itu akan semakin baik begitupun sebaliknya, semakin kecil pendapatan maka konsumsi pangan rumah tangga pun akan semakin berkurang.

Pendidikan dan Pekerjaan Contoh dan Suami

Seseorang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, tingkat pendidikan contoh akan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga dan selanjutnya pendapatan keluarga akan mempengaruhi pola konsumsi keluarga. Dibawah ini merupakan data tingkat pendidikan contoh dan suami.

Tabel 8 Sebaran contoh dan suami berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Terakhir Contoh Suami

n % n %

Tidak sekolah 5 3.3 2 1.3

Tidak tamat SD 42 27.5 41 26.8

SD 94 61.4 79 51.6

SLTP 6 3.9 11 7.2

SLTA 3 2.0 8 5.2

D3/PT 3 2.0 4 2.6

(n. a.) * 0 0.0 8 5.2

Total 153 100 153 100

Keterangan :

(n. a.) * not available (cerai/meninggal)

Tabel di atas menunjukan bahwa tingkat pendidikan contoh paling besar presentasinya berada pada sebaran sekolah dasar yaitu sebanyak 61.4% dan tidak tamat sekolah dasar yaitu 27.5%. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan belum menjadi prioritas untuk contoh dan suami, terlihat dari presentasi tingkat pendidikan yang masih rendah. Sebagian besar pendidikan suami adalah rendah yaitu sebesar 51.6% tingkat pendidikannya adalah SD. Persentasi pendidikan suami contoh yang tidak tamat SD juga cukup banyak, yaitu 26.8% dan ada pula suami contoh yang sama sekali tidak merasakan pendidikan formal meskipun


(42)

persentasinya kecil yaitu 1.3%. Secara umum tingkat pendidikan contoh cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan suami. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar yang nantinya akan mempengaruhi sosial ekonominya. Adapun sebaran pekerjaan suami contoh dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh dan suami berdasarkan jenis pekerjaan

Jenis Pekerjaan Contoh Suami

n % n %

Petani 3 2.0 5 3.3

Nelayan 0 0.0 0 0.0

Pedagang 10 6.5 16 10.5

Buruh tani 24 15.7 68 44.4

Buruh nelayan 0 0.0 0 0.0

PNS/ABRI 3 2.0 5 3.3

Lainnya 0 0 51 33.3

IRT 113 73.9 0 0

(n. a.) * 0 0.0 8 5.2

Total 153 100.0 153 100.0

Keterangan :

(n. a.) * not available (cerai/meninggal)

Pekerjaan contoh akan menentukan pendapatan yang diterima, dengan semakin besarnya pendapatan contoh maka kehidupan ekonomi suatu rumah tangga itu pun akan semakin baik. Sebagian besar contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 73.9% dan sebagian besar suami 44.4% bekerja sebagai buruh tani. Sebanyak 33.3% suami bekerja sebagai lainnya yaitu tukang ojeg, supir, ustad, bengkel, ketua RT, buruh pabrik, wiraswasta, mandor, guru honorer, pegawai desa, dan buruh bangunan. Pekerjaan suami contoh sebagian besar adalah buruh. Jenis pekerjaan ini merupakan implikasi dari pendidikan contoh dan suami yang masih rendah, dengan begitu maka kemungkinan pendapatan yang diterima suami contohpun terbatas sehingga akan berpengaruh pada konsumsi pangan keluarga.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil atau upah dari pekerjaannya yang dinyatakan dalam pendapatan perkapita. Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Garis kemiskinan propinsi Jawa Barat di daerah pedesaan yang ditetapkan oleh badan pusat statistik (BPS) Jabar 2012 yaitu Rp. 231.438/kap/bulan.


(43)

Tabel 10 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga n %

Miskin (< 1GK) 112 73.2

Hampir miskin (1GK-2GK) 25 16.3

Menengah Atas (>2GK) 16 10.5

Total 153 100.0

Min-max (Rp) 10.000-1.933.333

Rataan±SD (Rp) 193.224 ± 252.660

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan keluarga/kapita/bulan. Pendapatan keluarga/kapita terletak pada rentang Rp 10.000,- sampai Rp 1.933.333,-. Sebagian besar contoh (73.2%) mempunyai pendapatan keluarga <1GK atau berada pada tingkat ekonomi miskin, sebesar 16.3% keluarga contoh tergolong hampir miskin, dan hanya 10.5% keluarga contoh dengan tingkat ekonomi menengah atas. Rata-rata pendapatan per kapita keluarga contoh berada di bawah garis kemiskinan yaitu Rp 193.224,- dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu Rp 252.660,-. Selain menjadi indikator kesejahteraan ekonomi keluarga, pendapatan juga merupakan indikator yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik.

Dibandingkan dengan tingkat pendidikan dan pekerjaan contoh dan suami maka pendapatan keluarga contoh sebagian besar adalah rendah. Ketika pendidikan contoh dan suami itu rendah maka sebagian besar jenis pekerjaan suami adalah buruh, sehingga pendapatan yang diperolehpun rendah. Pendapatan yang rendah tersebut akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan yang belum mencukupi dan hal ini akan berpengaruh terhadap status gizi anggota rumah tangga khususnya status yodium rumah tangga.

Usia Contoh dan Suami

Contoh yang diambil dalam penelitian ini merupakan pengasuh siswa/siswi sekolah dasar yang duduk di kelas 4 atau kelas 5 di 6 sekolah dasar terpilih Kabupaten Cianjur. Jumlah contoh yang diambil sebanyak 153 orang ibu atau pengasuh. Usia contoh dan suami akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam kehidupan rumah tangga, termasuk ke dalam keputusan dalam memilih jenis pangan atau makanan. Adapun sebaran usia contoh dan suami dapat dilihat pada tabel 11.


(44)

Tabel 11 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan keluarga

Usia Contoh Suami

n % n %

Dewasa dini 109 71.2 73 47.7

Dewasa madya 43 28.1 68 44.4

Dewasa lanjut 1 0.7 4 2.6

(n. a.) * 0 0 8 5.2

Total 153 100 153 100

Keterangan :

(n. a.) * not available (cerai/meninggal)

Usia contoh dan suami sebagian besar berada pada kategori dewasa dini yaitu sebanyak 71.2% untuk contoh dan 47.7% untuk suami. Namun demikian untuk suami rentang usia pada kategori dewasa madya jumlahnya pun tergolong tinggi yaitu 44.4%. Contoh yang sebagian besar tergolong dalam usia dewasa dini, cenderung memiliki pengalaman berumah tangga yang masih terbatas. Dengan demikian pengalaman berumah tangga yang masih terbatas ini menyebabkan rata-rata pengetahuan, sikap, dan praktik gizi contoh masih tergolong rendah (Tabel 13, 15, dan 17).

Pengetahuan, Sikap dan Praktik Gizi Ibu Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi pangan rumah tangga. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya didalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi bisa lebih terjamin (Khomsan 2000). Adapun sebaran contoh yang menjawab benar pada tingkat pengetahuan gizi disajikan pada tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh yang menjawab dengan benar pada tingkat pengetahuan gizi

No. Pernyataan pengetahuan gizi n %

1 Penyakit gondok disebabkan karena kurang makan telur 85 55.6

2 Ikan laut kaya akan gizi yodium 47 30.7

3 Kurang yodium dapat menyebabkan anak tidak cerdas 34 22.2

4 Garam krosok lebih baik daripada garam beryodium 78 51.0

5 Terlalu banyak makan kol (kubis) dapat menyebabkan gondok 88 57.5

6 Gondok adalah penyakit berbahaya sehingga harus di cegah dan diobati

12 7.8 7 Gangguan yang dapat ditimbulkan akibat kekurangan yodium adalah

cebol, kerdil, gondok, dan bodoh

39 25.5 8 Kekurangan yodium dapat dicegah dengan makan makanan yang

berasal dari laut dan mengonsumsi garam beryodium

33 21.6

9 Penyakit gondok hanya dapat terjadi pada anak-anak 78 51.0

10 Kita dianjurkan untuk mengonsumsi garam beryodium sebanyak 1 sendok teh per hari

54 35.3


(45)

dijawab benar oleh contoh yaitu meliputi pernyataan penyakit gondok bukan disebabkan karena kurang makan telur, garam krosok lebih baik daripada garam beryodium, terlalu banyak makan kol (kubis) dapat menyebabkan gondok dan penyakit gondok tidak hanya dapat terjadi pada anak-anak. Sebagian besar contoh lebih banyak mengetahui tentang gangguan akibat kurang yodium (GAKY) dibandingkan dengan garam beryodium itu sendiri. Hal ini dikarenakan contoh mendapatkan informasi GAKY lebih banyak dibandingkan dengan informasi tentang garam beryodium itu sendiri. Contoh mendapatkan informasi GAKY dan yodium dari beberapa media diantaranya adalah televisi dan posyandu. Ketika diketahui bahwa contoh kurang mengetahui akan yodium maka diharapkan ahli gizi dapat melakukan penyuluhan tentang yodium di Kabupaten Cianjur. Dari pertanyaan-pertanyaan maka dapat diketahui tingkat pengetahuan gizi contoh. Adapun tingkat pengetahuan gizi contoh adalah sebagai berikut.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi

Pengetahuan Gizi n %

Kurang 34 22.2

Sedang 76 49.7

Baik 43 28.1

Total 153 100.0

min-max 0-100

Rata-rata ± st dev 64.2±19.6

Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa sebagian besar contoh memiliki pengetahuan gizi yang sedang yaitu sebanyak 49.7% dengan nilai minimum adalah 0 dan nilai maksimum adalah 100. Rata-rata pengetahuan gizi contoh berada pada kisaran 64.2 dengan standar deviasi sebesar 19.6. Banyaknya pengetahuan gizi contoh dalam kategori sedang disebabkan karena dari 10 pertanyaan yang diajukan ada 4 pertanyaan banyak dijawab benar oleh contoh. Namun disamping sebagian besar pengetahuan gizi contoh termasuk kedalam kategori sedang adapula contoh yang masih memiliki pengetahuan gizi yang kurang. Ketika banyak contoh yang pengetahuan gizinya kurang maka ini merupakan ancaman untuk terjadinya GAKY, menurut Suhardjo (1989) menyatakan penyebab lain gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kurangnya kemampuan menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pengetahuan gizi contoh tersebut masih harus terus ditingkatkan dengan upaya melakukan penyuluhan atau pendidikan gizi agar resiko untuk terjadinya GAKY menjadi sedikit.


(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK GIZI IBU

DENGAN KONSUMSI PANGAN SUMBER YODIUM DAN

PENGGUNAAN JENIS GARAM RUMAH TANGGA DI WILAYAH

PEGUNUNGAN KABUPATEN CIANJUR

INKE INDAH PERMATASARI

a

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

DAFTAR PUSTAKA

ACC/SCN. Desember 1997. Third Report on The World Nutrition Situation

Alibas S. 2002. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dan Praktik Konsumsi Garam Beryodium dengan Mutu Garam ditingkat Rumah Tangga [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB

Almatsier. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gedia Pustaka Utama Arisman .2004. Pengaruh Penggunaan garam beryodium dengan GAKY.

http://www.scribd.com [3 Januari 2013]

Astawan. 16 Januari 2003. Iodium Cegah Lost Generation. Kompas : rubrik gizi. Jakarta

[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa barat. 2 Januari 2012. Berita Resmi Statistik. No. 04/01/32/Th. XIV

Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. Second edition. Berkeley: University of California.

Chairunnisa. 2011. Pengaruh Penggunaan Garam Beryodium terhadap Status Gizi Balita Pendek Di Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2010 [skipsi]. Banjarbaru: Program Studi S1 Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo Banjarbaru

Dewi Sri WA. 2000. Studi hubungan konsumsi dengan status yodium dan selenium pada anak SD didaerah pantai [skripsi]. Bogor: Fakultas

Pertanian, IPB. [Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 1997. Strategi

mobilisasi Sosial dalam rangka meningkatkan konsumsi garam beryodium di masyarakat. Jakarta: Komite Nasional Garam Tingkat Pusat. Dirjen PKM

________________________________. 2002. Pedoman Pemantauan Garam Beryodium. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

________________________________. 2005. Gangguan akibat kekurangan yodium dan garam beryodium. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Djokomoeljanto R, Hadisaputro S, Darmono, Soetardjo, Toni S. 1993. Laporan penelitian pengalaman penggunaan yodium dalam minyak yodiol di daerah gondok endemik . Konggres Nasional III. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Dunn JT. 1996. Iodine deficiency and thyroid function. University of Virginia

Health Sciences Centre. Merck European thyroid Symposium, May 16 – 18, 1996. Warsaw. p. 1 – 6

Gaitan Eduardo, 1989. Goitrogens in The Etiology of Endemic Goiter. A Wiley


(3)

Ganong WF. 1989. Review of Medical Phisiology, 14th Ed. A Lange Medical Book. Prentice Hall International Inc.

Gibson. 2005. Principles of Nutritional Assesment. Oxford: Oxford University Press

Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press

Hetzel. BS. 1996. For a billion – the nature and magnitude of the iodine deficiency disorder. In Hetzel BS, Pandav CS (eds). The conquest of

iodine deficiency disorder. 2 ed. Oxford UNIV Press. p. 18

Hurlock EB. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Khomsan. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Rumah tangga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Linder MC. 1992. Biokimia dan Nutrisi Metabolism. Dengan Pemakaian secara Klinis. Jakarta: UI Press

Maria A. 2012. Pengetahuan, sikap dan praktik gizi seimbang serta hubungannya dengan status gizi mahasiswa Institut Pertanian Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB

Muniarti D. 2011. Pengetahuan, sikap dan praktik tentang kebiasaan sarapan dan status gizi siswa sekolah dasar negeri Kebon Kopi 2 Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB Mutalazimah dan Asyanti Setya. 2009. Status Yodium dan Fungsi Kognitif Anak

Sekolah Dasar di SDN Kiyaran 1 Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol. 10. No. 1 2009:50-60 Notoatmodjo S. 2005. Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi). Depok: Rineka

Cipta

____________. 2007. Kesehatan Mayarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

Noviani I. 2007. Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penggunaan Garam Beryodium di Rumah Tangga di desa Sumurgede. http:www.digilib.unnes.ac.id/ doc.pdf. [3 Januari 2013]

Nurlaila. 1997. Studi Pengembangan menu makanan rakyat kaya yodium dengan substitusi rumput laut dan analisa daya terima. Makasar: Laporan akhir penelitian hibah bersaing bidang kesehatan dan gizi masyarakat

Picauly I. 2004. Mengenal Yodium Lebih Jauh dan Masalah Gangguan Akibat

Kurang Yodium GAKY). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Program Studi

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Rumah Tangga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor


(4)

Pratiwi WE. 2006. Analisis hubungan pengetahuan gizi, sikap dan preferensi dengan kebiasaan makan sayuran ibu rumah tangga di perkotaan dan perdesaan Bogor [skripsi]. Bogor: Program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Puspitawati H. 2010. Pengaruh sosial ekonomi keluarga terhadap pola asuh belajar. Jurnal Ilmiah Keluarga dan konsumen. ISSN: 1907-6037. p: 46-55

Rusnelly. 2006. Determinan Kejadian GAKY pada Anak Sekolah Dasar Dataran Tinggi Kota Pagar Alam Propinsi Sumatera Selatan [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Sanjur. 1982. Sosial and Cultural Prespectives in Nutrition. USA: Prentice Hall Saurberlich. 1998. Assesment of Nutritional Status. Second Edition. Washington

DC: CRC Press. Boca Raton London New York.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. DirJen pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Suhardjo. 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara

Suherman. 2008. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu tentang Garam Beryodium dengan Kadar Yodium Garam yang di Konsumsi pada Rumah Tangga di Desa Wonokerso Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung [tesis]. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang Supariasa, Bakri, Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: penerbit Buku

kedokteran EGC

Sutomo. 2007. Prestasi belajar anak yang menderita GAKY dan tidak menderita GAKY di daerah endemic berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gedia Pustaka Utama [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan


(5)

(6)

Lampiran 1 Uji korelasi spearman hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik gizi dengan konsumsi pangan sumber yodium dan penggunaan jenis garam

Pengetahuan Sikap Praktik

Pengetahuan

Correlation Coefficient 1.000 .263** .221**

Sig. (1-tailed) . .001 .003

N 153 153 153

Sikap

Correlation Coefficient .263** 1.000 .103

Sig. (1-tailed) .001 . .103

N 153 153 153

Praktik

Correlation Coefficient .221** .103 1.000

Sig. (1-tailed) .003 .103 .

N 153 153 153

Iodium

Correlation Coefficient .032 .068 .124

Sig. (1-tailed) .349 .201 .064

N 153 153 153

Garam

Correlation Coefficient .082 -.124 .216**

Sig. (1-tailed) .156 .064 .004

N 153 153 153

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).


Dokumen yang terkait

Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Status Yodium Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pegunungan Kabupaten Cianjur

0 9 70

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TENTANG HIV/AIDS DAN VCT DENGAN KEINGINAN Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Tentang HIV/AIDS Dan VCT Dengan Keinginan Melakukan Tes VCT Di Wilayah Kecamatan Kartasura.

0 7 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENGELOLAAN GARAM DENGAN EKSKRESI YODIUM URIN IBU HAMIL DI PUSKESMAS MUSUK 1 Hubungan Pengetahuan Dan Pengelolaan Garam Yodium Dengan ekskresi Yodium Urin Ibu Hamil Di Puskesmas Musuk 1 Kecamatan Usuk Kabupaten Boyolali.

1 5 14

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENGELOLAAN GARAM YODIUM Hubungan Pengetahuan Dan Pengelolaan Garam Yodium Dengan ekskresi Yodium Urin Ibu Hamil Di Puskesmas Musuk 1 Kecamatan Usuk Kabupaten Boyolali.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGGUNAAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Dengan Penggunaan Garam Beryodium Di Desa Selo, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.

0 1 15

PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Dengan Penggunaan Garam Beryodium Di Desa Selo, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.

0 2 5

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM DI Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Dengan Penggunaan Garam Beryodium Di Desa Selo, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.

0 2 12

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGELOLAAN GARAM DI DESA JONO KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN.

0 1 8

Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Penggunaan Garam Beryodium pada Ibu Rumah Tangga Desa Agungmulyo Juwana Pati.

0 1 71

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI IBU TERKAIT IODIUM DAN PEMILIHAN JENIS GARAM RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEGUNUNGAN CIANJUR

0 0 8