Subjek Hak Tanggungan Eksekusi Hak Tanggungan

4 ayat 4 UUHT. Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana disebut diatas tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dilakukan dengan penandatanganan serta bersama pada APHT yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa oleh pemilik benda-benda tersebut untuk menandatangani serta bersama APHT dengan akta otentik. Yang dimaksud akta otentik di sini adalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT atas benda-benda di atas tanah tersebut yang dibebani Hak Tanggungan Pasal 4 ayat 5 UUHT. 21 Objek Hak Tanggungan menjadi lebih luas jika dikaitkan dengan Pasal 12 UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 UUHT, yang menyatakan bahwa ketentuan Hak Tanggungan berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas rumah susun. Hak jaminan atas rumah susun tersebut meliputi: a. Rumah susun yang berdiri atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai yang diberikan oleh negara; dan b. Hak milik atas satuan rumah susun yang bangunannya berdiri di atas tanah hak-hak yang tersebut di atas.

4. Subjek Hak Tanggungan

Yang dimaksud subjek Hak Tanggungan dalam hal ini adalah pemberi dan pemegang Hak Tanggungan. a. Pemberi Hak Tanggungan 21 Subekti, Op.Cit, hal. 45-46 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pemberi Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan. Kewenangan tersebut harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan Pasal 8 UUHT. Dari penjelasan umum UUHT antara lain dijelaskan bahwa pada saat pembuatan SKMHT dan APHT, harus sudah ada keyakinan pada Notaris atau PPAT yang bersangkutan bahwa pemberi Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang dibebankan. Meskipun kepastian mengenai dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggungan itu didaftar. b. Pemegang Hak Tanggungan Pemegang Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang Pasal 9 UUHT. Karena Hak Tanggungan sebagai lembaga hak atas tanah tidak mengandung kewenagan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang dijadikan pemberi Hak Tanggungan kecuali dalam keadaan yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat 2 huruf c, maka pemegang Hak tanggungan dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia atau Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing. 22

5. Proses Pembebanan Hak Tanggungan

22 M.Bahsan Op. Cit, hal.29-30 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Secara umum prosedur pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang diajukan calon debitur kepada kreditur, yang dalam hal ini adalah pihak bank yaitu dengan melalui tahap sebagai berikut: a. Calon debitur mengajukan permohonan kredit dan menyerahkan berkas- berkas yang diperlukan dan telah ditentukan pihak bank dalam pengajuan kredit; b. Calon debitur mengisi formulir permohonan kredit yang telah disediakan oleh pihak bank. Setelah formulir diisi dengan lengkap dan benar, formulir tersebut kemudian diserahkan kembali kepada bank; c. Pihak bank kemudian melakukan analisis dan evaluasi kredit atas dasar data yang tercantum dalam formulir permohonan kredit tersebut. Tujuan analisis ini adalah untuk memastikan kebenaran data dan informasi yang diberikan dalam permohonan kredit. Selain itu, hasil analisis dan evaluasi kredit ini digunakan sebagai dasar pertimbangan akan diterima atau ditolaknya permohonan kredit tersebut.; d. Apabila terhadap hasil analisis dan evaluasi kredit calon debitur dinyatakan layak oleh pihak bank untuk memperoleh kredit, maka kemudian dilakukan negosiasi antara kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan calon debitur. Negosiasi kredit ini antara lain mengenai maksimal kredit yang akan diberikan, keperluan kredit, jangka waktu kredit, biaya administrasi, denda, bunga dan sebagainya; e. Apabila telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak maka dilakukan penandatanganan perjanjian kredit yang berupa surat pengakuan hutang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dengan pengikatan jaminan, dalam hal ini berupa jaminan Hak Tanggungan, dihadapan PPAT dan pejabat bank; f. Setelah dilakukan pengikatan jaminan Hak Tanggungan dan PPAT telah memberikan keterangan bahwa calon debitur dinyatakan telah memenuhi persyaratan, baru kemudian bank merealisasikan kredit kepada calon debitur. 23 Pengikatan jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan dalam perjanjian kredit yang dimaksud di sini adalah melalui proses pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana telah ditentukan dalam UUHT yaitu melalui dua tahap berupa: a. Tahap pemberian Hak Tanggungan yang dilakukan di hadapan PPAT; b. Tahap pendaftaran Hak tanggungan yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota setempat, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan. Menurut Pasal 1 angka 4 UUHT disebutkan bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan Hak Tanggungan. Dalam penjelasan umum angka 7 dijelaskan pula bahwa dalam kedudukan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 4, maka akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik.

a. Tahap Pemberian Hak Tanggungan

23 Thomas Suyatno, 1993, Dasar-dasar Hukum Perkreditan Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 32 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sesuai dengan sifat Accecoir dari Hak Tanggungan, Maka pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 10 ayat 1 UUHT yang menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagaimana jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan. Menurut ketentuan Pasal 10 ayat 2 UUHT pemberian Hak Tanggungan yang wajib dihadiri oleh pemberi Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan dan dua orang saksi, dilakukan dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. APHT yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan akta otentik Penjelasan Umum angka 7 UUHT. Terhadap objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, artinya hak atas tanah tersebut belum bersertifikat, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Hak lama yang dimaksud disini adalah hak yang kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam UNIVERSITAS SUMATERA UTARA konversinya belum selesai dilaksanakan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. 24 Terhadap objek Hak Tanggungan yang terdiri lebih dari satu bidang tanah dan diantaranya ada yang letaknya diluar daerah kerjanya, untuk pembuatan pemberian APHT yang bersangkutan PPAT memerlukan ijin dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional BPN Propinsi. Dengan ketentuan bahwa bidang-bidang tanah tersebut harus terletak dalam satu daerah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Kota Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 dan Pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Agraria No. SK. 67DDA1968. 25 1. Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan; Selanjutnya Undang-undang menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya APHT. Dengan tidak mencantumkannya secara lengkap hal- hal yang wajib disebut dalam APHT. Maka mengakibatkan akta yang bersangkutan menjadi batal demi hukum. Dalam Pasal 11 ayat 1 UUHT disebutkan hal-hal yang wajib dicantumkan dalam APHT, yaitu: 2. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia. Apabila domisili pilihan itu tidak dicantumkan dalam APHT maka kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai domisili yang dipilih; 24 M. Bahsan, Op. Cit, hal. 31 25 Bambang Setijoprodjo dalam Lembaga Kajian Hukum dan Bisnis Fakultas Hukum USU Medan, 1996, Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan Hasil Seminar, Citra Aditya Bakti,Bandung, hal. 58-59 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Penunjukan secara jelas hutang atau hutang-hutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dan meliputi juga nama dan identitas debitur yang bersangkutan; 4. Nilai tanggungan; 5. Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan, yakni meliputi rincian mengenai sertfikat hak atas tanah yang bersangkutan, atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai pemilikan, letak, batas-batas, dan luas tanah. Selain hal tersebut di atas, dalam APHT dapat dicantumkan janji- janji yang sifatnya fakultatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya APHT Pasal 11 ayat 2 UUHT. Dalam hal ini pihak-pihak bebas menentukan untuk menyebutkan atau tidak menyebutkan janji-janji tersebut dalam APHT. Dalam dimuatnya janji-janji itu dalam APHT yang kemudian di daftar pada Kantor Pertanahan, maka janji-janji terdebut juga mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. 26 1. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan objek Hak Tanggungan dan atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; Adapun janji-janji yang disebutkan dalam APHT sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat 2, antara lain: 26 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 110 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; 3. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi objek Hak Tanggungan apabila debitur sungguh-sungguh cidera janji; 4. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan Undang-undang; 5. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji; 6. Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan; 7. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; 8. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek Hak Tanggungan dilepaskan dari UNIVERSITAS SUMATERA UTARA haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum; 9. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek Hak Tanggungan diasuransikan; 10. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan; 11. Janji bahwa sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan tetap berada di tangan kreditur sampai seluruh kewajiban debitur dipenuhi sebagaimana mestinya. Ada janji yang dilarang untuk dilakukan, yaitu janji yang disebutkan dalam Pasal 12 UUHT, yaitu dilarang diperjanjikan pemberian kewenangan kepada debitur untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji. Ketentuan tersebut diadakan dalam rangka melindungi kepentingan debitur dan pemberi Hak Tanggungan lainnya, terutama jika nilai objek Hak Tanggungan melebihi besarnya hutang yang dijamin. Oleh karena itu pemegang Hak Tanggungan dilarang untuk serta merta menjadi pemilik objek Hak Tanggungan jika debitur cidera janji.

b. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

Menurut Pasal 13 UUHT, pamberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penandatanganan APHT. PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan berkas lainnya yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan pengiriman oleh PPAT berarti akta dan berkas lain yang diperlukan itu disampaikan ke Kantor Pertanahan melalui petugasnya atau dikirim melalui pos tercatat. PPAT wajib menggunakan cara yang paling baik dan aman dengan memperhatikan kondisi di daerah dan fasilitas yang ada, serta selalu berpedoman pada tujuannya untuk didaftarkannya Hak Tanggungan itu secepat mungkin. Berkas lain yang dimaksud di sini adalah meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan objek Hak Tanggungan, dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk di dalamnya sertifikat hak atas tanah dan atau surat-surat keterangan mengenai objek Hak Tanggungan. PPAT wajib melaksanakan ketentuan tersebut karena jabatannya. Sanksi atas pelanggarannya akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan PPAT. 27 Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan atas dasar data di dalam APHT serta berkas pendaftaran yang diterimanya dari PPAT, dengan dibuatkan buku tanah Hak Tanggungan. Bentuk dan isi buku tanah Hak Tanggungan telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 3 Tahun 1997. 28 Menurut Pasal 13 ayat 4 UUHT tanggal pembuatan buku tanah Hak Tanggungan adalah hari ke-7 setelah penerimaan secara lengkap surat- Dengan dibuatnya buku tanah tersebut, Hak Tanggungan lahir dan kreditur menjadi kreditur pemegang Hak Tanggungan, dengan kedudukan mendahului dari kreditur-kreditur lain. 27 Bambang Setijoprodjo dalam Lembaga Kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum USU Medan, Op.Cit, hal. 69 28 J. Satrio, 1998, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 143 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA surat yang diperlukan bagi pendaftaran Hak Tanggungan. Jika hari ke-7 jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Kepastian tanggal buku tanah itu dimaksudkan agar pembuatan buku tanah Hak Tanggungan tidak berlarut-larut sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi jaminan kepastian hukum. Dalam hal hak atas tanah yang dijadikan jaminan belum bersertifikat terlebih dahulu sebelum dilakukan pendaftaran Hak Tanggungan. Waktu hari ketujuh yang ditetapkan sebagai tanggal buku tanah Hak Tanggungan tersebut dalam hal yang demikian, dihitung sejak selesainya pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sertifikat Hak Tanggungan diberi irah-irah dengan membubuhkan pada sampulnya kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pasal 14 ayat 2 dan 3 UUHT. Dengan pencantuman irah-irah tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan, maka untuk itu dapat dipergunakan Lembaga Parate Eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan 258 Rbg. Setelah sertifikat Hak Tanggungan selesai dibuat, kemudian sertifikat Hak Tanggungan tersebut diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan yang bersangkutan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6. Eksekusi Hak Tanggungan

Salah satu ciri dari Hak Tanggungan adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya apabila dikemudian hari debitur wanprestasi. Eksekusi Hak Tanggungan yaitu terjadi apabila debitur cidera janji sehingga objek Hak Tanggungan kemudian dijual melalui pelelangan umum menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemegang Hak Tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan piutangnya dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lain. 29 a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas dasar kewenangan dan janji yang disebut dalam Pasal 6 UUHT; Menurut Pasal 20 ayat 1 UUHT, eksekusi Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan: b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 UUHT. Berdasarkan Pasal 6 UUHT disebutkan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Penjualan objek Hak Tanggungan dapat juga dilakukan di bawah tangan asalkan atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan. 29 Habib Ajie, 2000, Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, hal. 22 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penjualan barang secara prosedural ini dimungkinkan dapat diperoleh harga yang tertinggi sehingga menguntungkan semua pihak. Hal ini dilakukan setelah lewat 1 satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan dalam 2 dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan atau media masa setempat, serta tidak ada pernyataan keberatan Pasal 22 ayat 2 dan 3 UUHT. Eksekusi Hak Tanggungan dengan titel eksekutorial dapat dilakukan karena berdasarkan Pasal 14 ayat 2 UUHT, sertifikat Hak Tanggungan sebagai tanda atau alat bukti adanya Hak Tanggungan yang memuat irah-irah yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Dengan irah-irah tersebut, sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan dapat dilakukan melalui 3 tiga cara, yaitu: a. Parate Eksekusi Pasal 14 ayat 2 UUHT Dalam hal ini kreditur pemegang Hak Tanggungan harus menunjukkan bukti bahwa debitur ingkar janji dalam memenuhi kewajibannya dan dengan menyerahkan sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan sebagai dasarnya. Permohonan eksekusi ini diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Eksekusi kemudian dilakukan atas dasar perintah dan dengan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri tersebut, melalui pelelangan umum yang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara. b. Pelelangan Umum Pasal 6 UUHT Pelaksanaan pelelangan umum berdasarkan pada Pasal 6 UUHT ini lebih mudah daripada “Parate Eksekusi”, karena dalam pelelangan ini tidak diperlukan perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan penjualan terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Pelelangan ini langsung dapat dilakukan karena dimilikinya kekuatan eksekutorial yang termuat pada irah-irah sertfikat Hak Tanggungan tersebut, sehingga dalam hal ini kreditur pemegang Hak Tanggungan langsung dapat mengajukan permintaan penjualan objek Hak Tanggungan yang bersangkutan kepada Kantor Lelang Negara. c. Penjualan di Bawah Tangan Pasal 6 UUHT Dalam keadaan tertentu apabila melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, maka atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, dimungkinkan eksekusi dilakukan dengan cara penjualan di bawah tangan, jika dengan cara demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak Tanggungan ini wajib dilakukan menurut ketentuan PP No. 14 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yaitu harus dilakukan dihadapan PPAT yang membuat aktanya dan diikuti dengan pendaftarannya di Kantor Pertanahan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT FENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BADAN KREDIT KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG A. Gambaran Umum BPR Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan Tengaran PD BPR BKK Tengaran adalah sebuah perusahaan daerah milik pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Semarang yang berkedudukan dan melaksanakan operasionalnya di kecamatan Tengaran. Secara resmi berdiri pada tanggal 21 Juni 1976 dengan nama Badan Kredit Pedesaan BKPD, atas dasar Surat Keputusan Bupati Daerah Tingkat II Semarang Nomor 1BKPD 1971. Pada tanggal 1 Januari 1973 BKPD diubah menjadi Badan Kredit Kecamatan BKK atas dasar Surat Keputusan Bupati Daerah Tingkat II Semarang Nomor G3221970 yang didukung Peraturan Daerah Nomor II Tahun 1981. Pada Tanggal 8 Oktober 1991 BKK Tengaran dikukuhkan sebagai Bank Perkreditan Rakyat BPR atas dasar Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 330km.B1991. Pada tanggal 18 April 1995 PD BPR BKK dalam pelaksanaan operasionalnya diatur Peraturan Daerah Provinsi Dati II Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 1995. PD BPR BKK Tengaran merupakan suatu usaha pemerintah dibidang perbankan yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan. Tugas UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pokok PD BPR BKK Tengaran hampir sama dengan tugas-tugas bank-bank lain pada umumnya, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Latar belakang dibentuknya PD BPR BKK Tengaran adalah untuk “Pembangunan Desa” Rural Development. Khususnya diwilayah kecamatan Tengaran. Tujuan PD BPR BKK Tengaran antara lain: 30 a. Memberikan modal pada golongan masyarakat ekonomi lemah di wilayah pedesaan melalui kredit; b. Melindungi pengusaha kecil dari jeratan lintah darat; c. Menggerakkan prinsip gemar menabung pada masyarakat pedesaan. Untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya PD BPR BKK Tengaran membutuhkan sarana yang dapat menunjang tujuan pokoknya yaitu pembangunan BKK secara merata dan seragam yang ditinjau dari aspek filosofis, fungsi, dan fisik di seluruh wilayah jawa tengah. 31 Struktur organisasi dapat menggambarkan kedudukan masing-masimg jabatan dalam suatu badan usaha sehubungan dengan wewenang dan tanggung jawab yang ada pada masing-masing bidang kerja. Sementara itu, struktur Struktur organisasi dapat diperlukan sebagai gambaran secara sistematis tentang hubungan-hubungan kerjasama dari orang-orang dalam rangka mencapai suatu tujuan. Setiap badan usaha harus mempunyai struktur organisasi yang tepat dan memuat pembagian tugas serta wewenang . 30 Hasil wawancara dengan bapak Edy Suprobo, selaku Kasie Kredit, Tanggal 4 Pebruari 2008. 31 Hasil wawancara dengan bapak Edy Suprobo, selaku Kasie Kredit, tanggal 4 Pebruari 2008. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA organisasi yang tepat dan jelas akan memudahkan pimpinan dalam mengadakan pengawasan maupun meminta pertanggung jawaban pada bawahannya. Adapun bentuk struktur organisasi PD BPR BKK Tengaran adalah sebagai berikut: 32 Keterangan: 32 Arsip PD BPR BKK Tengaran. DIREKSI PEMBUKUAN DEWAN KOMISARIS BAGIAN BUPATI SEMARANG KASIE KASIE DANA PIT SEKSI UMUM BAGIAN PEMASARAN PIT KASIE KREDIT PIT SEKSI KASIR PIT KASIE KREDIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Bupati Semarang Bupati Semarang merupakan pemilik sekaligus pemegang saham PD BPR BKK. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa PD BPR BKK adalah suatu perusahaan daerah yang dimiliki oleh pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Semarang. b. Dewan Komisaris Dewan Komisaris merupakan pengawas yang mempunyai tugas menetapkan kebijaksanaan umum yang digariskan oleh pemegang saham, melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, dan pembinaan terhadap PD BPR BKK. Dewan komisaris mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut: 1 Menyusun tata cara pengawasan dan pengelolaan PD BPR BKK; 2 Melakukan pengawasan terhadap pengurusan PD BPR BKK; 3 Menetapkan kebijaksanaan anggaran dan keuangan PD BPR BKK; 4 Melakukan pembinaan dan pengembangan PD BPR BKK. c. Direksi Direksi mempunyai tugas menyusun perencanaan, melaksanakan koordinasi dalam pelaksanaan tugas antar anggota Direksi dan melakukan pembinaan serta pengendalian terhadap bidang, sekretariat, sub bagian, seksi, cabang atau unit pelayanan berdasarkan azas keseimbangan dan keserasian. Fungsi Direksi adalah sebagai berikut: 1 Pelaksanaan manajemen PD BPR BKK berdasarkan kebijaksanaan umum pemegang saham yang ditetapkan oleh dewan pengawas; UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2 Penetapan kebijaksanaan untuk melaksanakan pengurusan dan pengelolaan PD BPR BKK berdasarkan kebijaksanaan umum pemegang saham yang ditetapkan oleh dewan pengawas; 3 Penyusunan dan penyampaian RKAP dan perubahannya kepada BupatiWalikota melalui dewan pengawas untuk mendapatkan pengesahan setelah melalui pembahasan dalam rapat pemegang saham; 4 Penyusunan dan penyampaian laporan bulanan, laporan keuangan tahunan, dan laporan-laporan lainnya yang diperlukan kepada kantor Bank Indonesia setempat dan tindasannya disampaikan kepada Badan Pembina Propinsi dan Badan Pembina KabupatenKota; 5 Penyusunan dan pengumuman laporan keuangan publikasi dan melaporkannya kepada kantor Bank Indonesia setempat dan tindasannya disampaikan kepada Badan Pembina Propinsi dan Badan Pembina KabupatenKota; 6 Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban tahunan kepada pemegang saham; 7 Penyusunan dan penyampaian laporan akhir masa jabatan kepada pemegang saham. d. Bagian Pemasaran Bagian pemasaran mempunyai tugas menghimpun dana dan menyalurkannya dalam bentuk kredit sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Bagian pemasaran membawahi bagian-bagian sebagai berikut: 1 Seksi Kredit UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Seksi kredit mempunyai tugas melaksanakan segala kegiatan yang berhubungan dengan usaha perkreditan diantaranya pemasaran, pemberian kredit, penagihan, pengadministrasian, dan pemantauan kolektibilitas. Untuk melaksanakan tugasnya seksi kredit mempunyai fungsi sebagai berikut: a Pelaksanaan perencanaan kredit; b Penyelenggaraan usaha dengan kolektibilitas yang tinggi; c Pemberian penjelasan tentang syarat-syarat dan prosedur kepada calon nasabah; d Penelitian syarat-syarat calon nasabah kredit; e Penganalisaan calon nasabah yang mengajukan kredit; f Pemberian rekomendasi permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah; g Pelaksanaan administrasi kredit, mempersiapkan, dan meneliti perjanjian kredit; h Pelaksanaan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen; i Pembinaan kredit usaha kecil, kredit investasi, kredit konsumsi, program hubungan PD BPR BKK dengan kelompok peminjam, dan penanganan kredit bermasalah; j Pembinaan nasabah yang kreditnya dihapusbukukan; k Penagihan secara intensif dan semaksimal mungkin atas kredit yang telah dihapusbukukan; l Pemberian saran dan pertimbangan mengenai langkah-langkah dan atau tindakan-tindakan yang perlu diambil di bidang tugasnya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2 Seksi Dana Seksi dana mempunyai tugas melakukan usaha dan koordinasi pengembangan dana dan pembinaan hubungan nasabah PD BPR BKK. Dalam melakukan tugasnya seksi dana mempunyai fungsi sebagai berikut: a Penyelenggaraan usaha pengembangan dana; b Pelaksanaan administrasi keluar masuk dana; c Pengelolaan rekening nasabah; d Pemberian saran dan pertimbangan mengenai langkah-langkah dan atau tindakan-tindakan yang perlu diambil di bidang tugasnya. e. Bagian Pelayanan Bagian pelayanan mempunyai tugas melakukan pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pemasukan dan pengeluaran dana serta melakukan pembukuan dan penerimaan laporan dari bagian-bagian lain. Bagian pelayanan membawahi bagian-bagian sebagai berikut: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1 Pembukuan Seksi pembukuan mempunyai tugas melakukan pembukuan dan menerima laporan dari bagian-bagian lain. Dalam melaksanakan tugasnya seksi pembukuan mempunyai fungsi sebagai berikut: a Pencatatan atas seluruh transaksi; b Penyusunan laporan keuangan; c Pemberian saran dan pertimbangan-pertimbangan mengenai langkah-langkah dan atau tindakan-tindakan yang perlu diambil di bidang tugasnya. 2 Kasir Seksi kas mempunyai tugas melaksanakan koordinasi kegiatan- kegiatan pemasukan dan pengeluaran uang. Dalam melaksanakan tugasnya seksi kas mempunyai fungsi sebagai berikut: a Pengkoordinasian pengawasan, pengarahan terhadap kegiatan dan pelaksanaan tugas: b Penelitian kebenaran laporan kas harian; c Penyetoran dan penarikan uang antar bank; d Pemegang kunci brankas; e Pemberian saran dan pertimbangan-pertimbangan mengenai langkah-langkah dan atau tindakan-tindakan yang perlu diambil di bidang tugasnya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA B. Tata Cara Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan 1. Pemberian Kredit oleh PD BPR BKK Tengaran PD BPR BKK dalam memberikan kredit harus mendasarkan pada prinsip kehati-hatian. Sebagai lembaga keuangan yang melepaskan uangnya kepada masyarakat, PD BPR BKK Tengaran harus bertindak hati-hati dalam menentukan siapa yang patut untuk diberikan kredit dan berapa besarnya jumlah kredit yang diberikan setelah mengetahui apa jaminan yang diberikan oleh calon debitur dan juga penerapan prinsip 5 C Collateral, Capital, Capacity, Character, Condition of Economy 33 Di dalam praktik permohonan yang diajukan oleh calon debitur terlalu berlebihan. Oleh karena itu dalam mengajukan permohonan kredit perlu diperhitungkan tentang adanya penyimpangan atau hal-hal yang tidak diinginkan. dengan baik. Selain hal tersebut, PD BPR BKK Tengaran juga harus menjaga bahwa perjanjian yang dibuat dengan calon debitur tidak cacat dan memenuhi syarat-syarat sah perjanjian. Apabila sejak dini bank sudah bertindak hati-hati, dapatlah diharapkan bahwa kredit yang diberikan kepada debitur terjamin dalam pengembaliannya, yaitu dikembalikan sebelum atau tepat pada waktu yang telah diperjanjikan. 34 33 Hasil wawancara dengan bapak Sudanar, selaku Direktur, Tanggal 6 Pebruari 2008 34 Hasil wawancara dengan bapak Edy Suprobo, selaku Kasie Kredit, Tanggal 13 Pebruari 2008 Dalam menyikapi hal ini PD BPR BKK Tengaran mengadakan “Survey on The Spot” atau peninjauan tempat dimana barang jaminan berada. Dari hasil “Survey on The Spot” petugas dapat membuat laporan penilaian UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jaminan kredit yang kemudian diserahkan kepada direksi. Syarat calon debitur yang mengajukan kredit antara lain: 35 a. Syarat Permohonan Kredit 1 Calon debitur merupakan penduduk yang berdomisili di kecamatan Tengaran dan sekitarnya yang berpenghasilan rendah; 2 Calon debitur memiliki usaha yang produktif. b. Syarat Pengajuan Kredit 1 Calon debitur mengisi formulir pengambilan kredit yang telah disediakan; 2 Formulir diketahui dan diperkuat oleh Kepala Desa atau Kepala Kelurahan setempat. Selain syarat tersebut calon debitur juga harus melengkapi syarat sebagai berikut: a. Formulir tanda penerimaan jaminan yang berisi tentang barang yang dijadikan jaminan, apabila barang jaminan berupa hak atas tanah maka terlebih dahulu harus dibuatkan SKMHT Surat Kuasa Membebankan Hak tanggungan atau APHT Akta Pemberian Hak Tanggungan pada Notaris yang ditunjuk; b. Formulir penyerahan hak milik jaminan. Formulir ini berisi daftar barang- barang jaminan. Selanjutnya yang menerangkan sebagai kuasa adalah PD BPR BKK Tengaran dan surat ini dikuatkan oleh pihak yang berwenang; 35 Hasil wawancara dengan bapak Edy Suprobo, selaku Kasie kredit, Tanggal 13 Pebruari 2008 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Surat kuasa menjual. Yaitu surat yang menerangkan kesanggupan calon debitur apabila ia tidak dapat melunasi hutangnya setelah jatuh tempo maka barang yang dijadikan jaminan tersebut menjadi milik PD BPR BKK, yang kemudian jaminan tersebut dapat dilelang secara umum. Dari hasil pelelangan tersebut, digunakan untuk melunasi biaya pokok kredit dan kelebihannya dikembalikan kepada debitur. Pada saat pengambilan kredit oleh debitur tidak dapat dikuasakan kepada orang lain namun harus secara langsung oleh yang bersangkutan dan harus menunjukkan identitas diri. Jika ingin mengajukan tambahan kredit maka debitur harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pinjaman kredit yang terdahulu telah lunas; b. Angsuran kredit yang terdahulu baik, lancar, dan pengembaliannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan; c. Usaha yang dilakukan debitur mengalami perkembangan dengan pemberian kredit yang terdahulu. Apabila syarat-syarat tersebut telah dipenuhi maka untuk selanjutnya surat perjanjian pinjaman penandatanganannya dilakukan oleh petugas dan surat kuasa tidak berlaku lagi. Pemberian kredit oleh PD BPR BKK Tengaran kepada masyarakat dilaksanakan dengan mudah, murah, dan cepat hal ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat menengah ke bawah. 36 Di dalam pelaksanaan perjanjian kredit tersebut menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu kreditur PD BPR BKK Tengaran dan 36 Hasil wawancara dengan bapak Edy Suprobo, selaku Kasie Kredit, Tanggal 13 Pebruari 2008. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA debitur memiliki beberapa hak dan terikat pada beberapa kewajiban yang wajib dipenuhi guna menjamin rasa saling percaya oleh para pihak serta kegiatan perkreditan dapat dilaksanakan dengan lancar. Beberapa hak dan kewajiban tersebut antara lain sebagai berikut: 37 a. Hak Kreditur 1 Menerima bunga sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama; 2 Menegur atau memperingatkan apabila dalam pembayaran angsuran kredit dinyatakan kurang lancar atau diragukan; 3 Menerima administrasi dan provisi. b. Kewajiban Kreditur 1 Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada debitur; 2 Memberikan informasi mengenai kredit; 3 Mematuhi segala ketentuan yang termuat di dalam perjanjian kredit; c. Hak Debitur 1 Menerima Kredit yang diberikan oleh kreditur; 2 Menerima tabungan di akhir pelunasan; 3 Debitur diasuransikan. Artinya, kredit yang ditanggung oleh pihak asuransi. Yang dijaminkan adalah jumlah plafon kreditnya. Apabila debitur meninggal dunia sebelum jatuh tempo pembayaran kredit maka kredit dapat diklaim oleh pihak asuransi. d. Kewajiban Debitur 1 Membayar kredit dengan tertib; 37 Hasil wawancara dengan bapak Edy Suprobo, selaku Kasie Kredit, Tanggal 22 Pebruari 2008. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2 Membayar kredit tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang telah diperjanjikan; 3 Mematuhi segala ketentuan yang termuat di dalam perjanjian kredit.

2. Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT