2.4. Analisis Sefalometri
Ada banyak analisis sefalometri dapat membantu menentukan hubungan antara fasial dengan skeletal, seperti Downs, Steiner, Koski, Ricketts dan sebagainya.
Analisis yang digunakan harus dapat menilai hubungan anterior-posterior antara maksila dan mandibula dengan basis kranial, dan juga hubungan vertikal antara
mandibula dengan basis kranial sehingga diagnosis yang dihasilkan akurat. Menurut Jefferson, analisis sefalometri yang ideal harus mudah di-tracing, mudah untuk
mendiagnosis, efisien, universal dapat digunakan pada individu siapapun tanpa melihat ras, jenis kelamin, umur, dan sebagainya, akurat, dan sesuai dengan proporsi
biologis.
2,4,17
2.4.1. Analisis Steiner
Steiner cit, Singh 2007 mengembangkan analisis ini untuk memperoleh informasi klinis dari pengukuran sefalometri lateral. Steiner membagi analisisnya atas
3 bagian yaitu skeletal, dental dan jaringan lunak.
2
1. Analisis skeletal mencakup hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang tengkorak.
2. Analisis dental mencakup hubungan insisivus rahang atas dan rahang bawah.
3. Analisis jaringan lunak mencakup keseimbangan dan estetika profil wajah bagian bawah.
Gambar 3 menunjukkan analisis skeletal Steiner dengan 5 sudut pengukuran yang digunakan antara lain:
2
a. Sudut SNA Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion -
titik A. Besar sudut SNA menyatakan hubungan anteroposterior maksila terhadap basis kranium. Nilai normal rata-rata SNA adalah 82° ± 2°. Apabila nilai SNA lebih
besar, maka maksila diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNA lebih kecil, maka maksila diindikasikan mengalami retrognasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Sudut SNB Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion -
titik B. Besar sudut SNB menyatakan hubungan antero-posterior mandibula terhadap basis kranium. Nilai normal rata-rata SNB adalah 80° ± 2°. Apabila nilai SNB lebih
besar, maka mandibula diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNB lebih kecil, maka mandibula diindikasikan mengalami retrognasi.
c.Sudut ANB Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Nasion - titik A dan garis Nasion -
titik B. Besar sudut ANB menyatakan hubungan maksila dan mandibula. Nilai normal rata-rata ANB adalah 2° ± 2°. Apabila nilai ANB lebih besar, maka
diindikasikan kecenderungan hubungan klas II skeletal. Apabila nilai ANB lebih kecil, maka diindikasikan kecenderungan hubungan klas III skeletal.
d. Sudut MP-SN Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan dataran mandibula
Gonion-Gnathion. Nilai normal rata-rata sudut MP-SN adalah 32° ± 5°. Besar sudut MP- SN menyatakan indikasi pola pertumbuhan wajah seseorang. Nilai sudut MP-
SN yang lebih kecil mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah horizontal sedangkan nilai sudut MP-SN yang lebih besar mengindikasikan pola pertumbuhan
wajah ke arah vertikal. Inklinasi bidang mandibula sangat menentukan dimensi vertikal wajah tinggi, sedang atau pendek. Tipe vertikal wajah menurut Steiner
dibagi menjadi 3 yaitu tipe pendek dengan besar sudut MP-SN 27°, tipe normal dengan MP-SN 27°-37° dan tipe panjang dengan MP-SN 37°.
e. Sudut Dataran Oklusal Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella-Nasion dan dataran oklusal
Nilai normal rata-rata sudut ini adalah 14,5°. Besar sudut ini menyatakan hubungan dataran oklusal terhadap kranium dan wajah serta mengindikasikan pola pertumbuhan
wajah seseorang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3. A Sudut SNA, B Sudut SNB, C Sudut ANB, D Sudut MP-SN, E Sudut Bidang Oklusal
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.2. Analisis Jefferson