Pengelolaan Risiko Produksi Buncis Mini pada PD Pacet Segar, Kabupaten Cianjur

i

PENGELOLAAN RISIKO PRODUKSI BUNCIS MINI
PADA PD PACET SEGAR, KABUPATEN CIANJUR

MARISA IBELA GUSTIANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

ABSTRAK
MARISA IBELA GUSTIANI. Pengelolaan Risiko Produksi Buncis Mini pada
PD Pacet Segar, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh YANTI NURAENI
MUFLIKH.
Salah satu komoditas penting dari subsektor hortikultura dan berpeluang
untuk dikembangkan adalah sayuran. Buncis mini merupakan salah satu

komoditas sayuran yang jumlah produksinya cenderung meningkat setiap
tahunnya. Kegiatan budidaya buncis mini tidak terlepas dari adanya risiko
produksi. PD Pacet Segar merupakan salah satu perusahaan yang mengusahakan
buncis mini di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
sumber risiko produksi buncis mini, menganalisis kemungkinan terjadinya risiko
dan dampak dari sumber risiko produksi buncis mini terhadap penerimaan, serta
menganalisis alternatif strategi yang tepat untuk mengatasi risiko produksi buncis
mini. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis
risiko. Penelitian ini dikaji menggunakan data primer dan data sekunder, kedua
data tersebut bersifat kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil pengamatan di
lokasi penelitian, sumber-sumber risiko produksi buncis mini yang ditemukan
adalah perubahan cuaca, kualitas benih, penyakit, serta adanya serangan hama.
Perubahan cuaca merupakan sumber risiko yang kemungkinan terjadi dan
dampaknya paling besar. Hasil pemetaan risiko menunjukan bahwa terdapat dua
macam penanganan strategi yaitu strategi preventif dan mitigasi.
Kata kunci : Buncis mini, risiko produksi, sumber risiko

ABSTRACT
MARISA IBELA GUSTIANI. Risk Management of Mini Bean Production in PD
Pacet Segar, Cianjur Regency. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH.

One of the important commodities of the horticulture sub-sector and has
the opportunity to be developed includes vegetables. Mini bean, one type of
vegetables, tends to increase its total production annually. Mini bean cultivation
cannot be separated from production risks. PD Pacet Segar is one of the
companies cultivating mini bean in Cianjur. This study is aiming at identifying
risk sources of mini bean production, analyzing the possibility of risk occurrence
and impact of risk source of mini bean production towards its revenue, as well as
analyzing appropriate alternative strategies to address the mini bean production
risks. The data analysis method used descriptive analysis and risk analysis. This
study used primary data and secondary data, all of data is qualitative and
quantitative data. Based on the field observations, the sources of risks in mini
bean production included weather changes, seed quality, diseases, and pest
attacks. Weather changes are a source of risk that may occur and have the
greatest impact. The results of the risk mapping results indicated that there were
two kinds of treatment strategies including preventive and mitigation strategies.
Keywords: mini bean, production risks, sources of risks

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Risiko
Produksi Buncis Mini pada PD Pacet Segar Kabupaten Cianjur adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Agustus 2013

Marisa Ibela Gustiani
NIM H34114020

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.


iv

PENGELOLAAN RISIKO PRODUKSI BUNCIS MINI
PADA PD PACET SEGAR, KABUPATEN CIANJUR

MARISA IBELA GUSTIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


-

Judul Skripsi: Pengelolaan Risiko Produksi Buncis Mini pada PD Pacet Segar,
Kabupaten Cianjur
Nama
: Marisa Ibela Gustiani
: H34114020
NIM

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP., M. Agribuss
Pembimbing

MS

Tanggal Lulus:

o5 SEP


2nn

v

Judul Skripsi : Pengelolaan Risiko Produksi Buncis Mini pada PD Pacet Segar,
Kabupaten Cianjur
Nama
: Marisa Ibela Gustiani
NIM
: H34114020

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP., M. Agribuss
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Pengelolaan Risiko Produksi Buncis Mini pada PD Pacet Segar,
Kabupaten Cianjur, sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Alih Jenis
Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis
yang dilaksanakan di PD Pacet Segar, Desa Ciherang, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Mei 2013.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis
sebagai bentuk penghargaan kepada kedua orang tua serta kedua adik tercinta
yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis
pada satu titik menuju masa depan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu
Yanti Nuraeni Muflikh, SP., M.Agribuss sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Ibu
Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dan dosen penguji
akademik yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk
perbaikan skripsi ini, Bapak Dr. Amzul Rifin, SP., MA. sebagai dosen evaluator
kolokium yang telah memberikan saran sebelum penulis turun lapang.
Penghargaan tak lupa penulis sampaikan kepada Ibu/Bapak dosen yang telah
memberikan bekal pengetahuan kepada penulis, keluarga besar PD Pacet Segar
yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan
telah membantu selama pengumpulan data, serta semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Agustus 2013

Marisa Ibela Gustiani

ii


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber-Sumber Risiko Agribisnis
Metode Analisis Risiko
Strategi Penanganan Risiko
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko
Sumber dan Jenis Risiko
Manajemen Risiko
Teknik Pemetaan

Kerangka Pemikiran Konseptual
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Metode Pengukuran Risiko
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko
Analisis Dampak Risiko
Pemetaan Risiko
Penanganan Risiko
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Lokasi Perusahaan
Struktur Organisasi Perusahaan
Deskripsi Kegiatan Bisnis
Deskripsi Sumber Daya Perusahaan
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko Produksi


iv
iv
v
1
1
6
9
9
9
10
10
11
12
13
13
13
15
16
17
18
20
20
20
20
21
21
22
23
24
25
26
27
27
29
29
31
34
35
40

iii

Analisis Dampak Risiko Produksi
Pemetaan Risiko Produksi
Alternatif Strategi Penanganan Risiko Produksi
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

45
49
51
55
57
59

iv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Nilai PDB hortikultura di Indonesia tahun 2008-2012
1
Perkembangan nilai ekspor dan impor produk hortikultura segar
2
Jumlah penduduk Indonesia tahun 1980, 1990, 1995, 2000, 2010, dan 2012 3
Produksi sayuran di Indonesia tahun 2009 – 2012
3
Tingkat konsumsi buncis mini di Indonesia tahun 2008-2012
4
Produksi buncis mini di Jawa Barat tahun 2009 – 2012
5
Produksi buncis mini di PD Pacet Segar tahun 2011 – 2013
7
Pola tanam buncis mini di PD Pacet Segar
7
Analisis probabilitas sumber risiko perubahan cuaca
41
Analisis probabilitas sumber risiko kualitas benih
42
Analisis probabilitas sumber risiko penyakit
43
Analisis probabilitas sumber risiko serangan hama
44
Hasil perhitungan probabilitas sumber-sumber risiko produksi budidaya 45
Analisis dampak sumber risiko perubahan cuaca
46
Analisis dampak sumber risiko kualitas benih
47
Analisis dampak sumber risiko penyakit
47
Analisis dampak sumber risiko hama
48
Nilai VaR dari masing-masing sumber risiko produksi buncis
48
Status risiko untuk setiap sumber risiko produksi buncis mini pada
PD Pacet Segar
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Risk-Uncertainty Continuum
Proses pengelolaan risiko perusahaan
Peta risiko
Langkah pemikiran operasional penelitian Pengelolaan Risiko Produksi
Buncis Mini pada PD Pacet Segar
5 Penanganan risiko (preventif)
6 Penanganan mitigasi risiko
7 Struktur organisasi PD Pacet Segar tahun 2013
8 Hasil pemetaan sumber-sumber risiko
9 Penanganan risiko dengan strategi preventif
10 Penanganan risiko dengan strategi mitigasi

14
16
17
19
26
27
30
50
53
54

v

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Dokumentasi di lokasi penelitian
Kuesioner Penelitian Pengelolaan Risiko Produksi Buncis Mini
pada PD Pacet Segar, Kabupaten Cianjur
Produksi buncis mini di PD Pacet Segar dalam luas lahan 5 000 meter2
Data kehilangan produksi buncis mini di PD Pacet Segar
Kehilangan produksi buncis mini karena adanya perubahan cuaca
Kehilangan produksi buncis mini karena kualitas benih
Data kehilangan produksi buncis mini karena penyakit
Kehilangan produksi buncis mini yang disebabkan serangan hama

59
62
67
67
67
68
68
68

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertanian telah ikut mendukung kehidupan ekonomi masyarakat
melalui sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, dan
perikanan. Sektor pertanian perlu didukung pengembangannya sebagai penggerak
perekonomian, agar sektor ini memiliki peluang berkembang lebih besar.
Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis mempunyai potensi dan
kesempatan yang cukup besar untuk memanfaatkan peluang usaha di bidang
hortikultura, mengingat masih tersedia lahan yang luas dan masih minimnya
sentuhan teknologi (Hanindita, 2008). Pada sektor pertanian, hortikultura
menempati posisi yang penting sebagai produk yang berpotensi untuk
dikembangkan karena bernilai komersial tinggi dan mempunyai peran strategis
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Keragaman produk hortikultura di
Indonesia juga mulai meningkat. Banyak jenis dan varietas baru ditanam untuk
memenuhi permintaan pasar akan berbagai macam jenis produk hortikultura.
Seiring dengan kemajuan perekonomian, pendidikan, peningkatan pemenuhan
untuk kesehatan dan lingkungan menyebabkan permintaan produk hortikultura
semakin meningkat.
Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang
memiliki peran penting dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan
berpotensi besar untuk dikembangkan. Subsektor ini merupakan salah satu sumber
pendapatan bagi masyarakat, memiliki peran penting dalam kegiatan
perdagangan, serta dalam penyerapan tenaga kerja. Subsektor hortikultura terdiri
dari sayuran, buah-buahan, florikultura, dan biofarmaka yang memberikan banyak
manfaat bagi penggunanya. Komoditas sayuran, buah-buahan, dan biofarmaka
merupakan sumber vitamin, mineral, serta pemenuhan kebutuhan akan serat untuk
kesehatan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Hortikultura, nilai PDB dari
subsektor hortikultura cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini
dapat dilihat pada data yang disajikan dalam Tabel 1 :
Tabel 1 Nilai PDB hortikultura di Indonesia tahun 2008-2012 (milyar)
Komoditas
Buah
Sayuran
Florikultura
Biofarmaka
Total

2008
47 060
28 205
5 085
3 853
84 203

Nilai PDB (Rp)
2009
2010
48 437
45 482
30 506
31 244
5 494
3 665
3 897
6 174
88 334
86 565

2011
46 846
32 181
3 775
6 359
89 162

Rata-rata
2012 (*) pertumbuhan (%)
48 217
0.69
34 807
5.43
4 079
-3.55
6 432
15.93
93 534
2.70

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012 (diolah)
Keterangan :
(*)
Angka sementara

Berdasarkan informasi yang tertera pada Tabel 1, kontribusi dari subsektor
hortikultura terhadap PDB cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2008
hingga tahun 2012 walaupun persentase pertumbuhannya berbeda-beda.
Biofarmaka merupakan bagian dari subsektor hortikultura yang memilik

2

pertumbuhan paling tinggi yaitu 15.93 persen. Komoditas sayuran memiliki
pertumbuhan sebesar 5.43 persen yang merupakan nilai terbesar kedua setelah
komoditas biofarmaka. Kontribusi dari kelompok buah-buahan adalah sebesar
0.69 persen sedangkan untuk kelompok florikultura memiliki nilai PDB yang
cenderung menurun. Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat
prospektif, baik untuk mengisi kebutuhan pasar domestik maupun internasional
mengingat potensi permintaan pasarnya baik di dalam maupun di luar negeri besar
dan nilai ekonominya yang tinggi. Selain itu, potensi dari subsektor hortikultura
dapat dilihat dari peningkatan nilai impor setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 2 :
Tabel 2 Perkembangan nilai ekspor dan impor produk hortikultura segar di
Indonesia tahun 2011-2012 (US$)
Komoditas

2011
Sayuran
Impor
396 192 273
Ekspor
17 771 020
Buah
Impor
627 018 669
Ekspor
9 270 594
Florikultura
Impor
1 274 545
Ekspor
7 614 135
Biofarmaka
Impor
9 534 281
Ekspor
10 177 697
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012 (diolah)
Keterangan :
(*)
Angka sementara

2012 (*)
462 692 841
16 171 628
884 924 028
10 285 654
1 587 290
9 846 080
10 857 035
14 098 475

Pertumbuhan (%)
16.78
-9.30
41.13
10.95
24.54
29.31
13.87
38.52

Berdasarkan informasi pada Tabel 2, laju pertumbuhan nilai impor
komoditas sayuran dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar
16.78 persen dan diikuti oleh penurunan nilai ekspornya. Makna dari nilai ekspor
dan impor produk hortikultura segar tersebut mengindikasikan beberapa
kemungkinan seperti permintaan konsumen dalam negeri belum terpenuhi
seluruhnya oleh produsen sayuran dalam negeri sehingga pemerintah harus
mendatangkan sayuran dari negara lain, konsumen domestik cenderung lebih
menyukai produk luar negeri karena kualitasnya yang lebih baik, atau
ketidakmampuan petani dalam negeri dalam memproduksi atau membudidayakan
komoditas tersebut, terjadinya gagal panen, serta terjadinya penurunan produksi
yang disebabkan oleh beberapa hal seperti serangan hama dan penyakit, pengaruh
faktor alam, ataupun penguasaan teknologi pertanian yang masih minim (Yamin,
2012). Oleh karena itu, komoditas-komoditas hortikultura perlu dikembangkan
selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat juga karena berpotensi dalam
meningkatkan penghasilan petani.
Salah satu komoditas penting dari subsektor hortikultura dan berpeluang
untuk dikembangkan adalah sayuran. Komoditas ini merupakan salah satu jenis
makanan yang sehat karena kaya akan kandungan gizi dan manfaat lainnya untuk
tubuh serta memiliki beberapa keunggulan untuk tubuh. Keunggulan sayuran
antara lain memiliki kandungan nutrisi yang relatif tinggi yang mengandung
vitamin, protein, karbohidrat, air, dan mineral yang sangat berguna bagi tubuh.

3

Kementrian pertanian menyatakan bahwa pada tahun 2012 tingkat konsumsi
masyarakat Indonesia terhadap sayuran adalah sebesar 40 kilogram per kapita per
tahun sedangkan ahli buah tropika IPB menyatakan bahwa tingkat konsumsi
masyarakat Indonesia pada tahun 2012 terhadap buah-buahan hanya sebesar 35.8
kilogram per kapita per tahun1, dengan kata lain bahwa masyarakat Indonesia
mengkonsumsi sayuran cenderung lebih banyak dibandingkan buah-buahan.
Kondisi tersebut disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat
Indonesia untuk mengkonsumsi sayuran sebagai menu pelengkap nasi sebagai
makanan pokok sehingga posisi sayuran lebih penting dibandingkan dengan
konsumsi buah-buahan. Pengetahuan masyarakat terhadap manfaat sayuran serta
perubahan pola konsumsi dan tingkat kesejahteraan masyarakat juga dapat
membuka peluang akan meningkatnya permintaan sayuran.Selain itu konsumsi
masyarakat pun akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1980, 1990, 1995, 2000, 2010, dan
2012 (juta jiwa)
No
Tahun
1
1980
2
1990
3
1995
4
2000
5
2010
6
2012
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Jumlah penduduk
147.49
179.37
194.75
206.26
237.64
255

Setiap daerah di Indonesia memiliki komoditas sayuran unggulan yang
disesuaikan dengan letak geografis daerah tersebut yang dapat dikembangkan bagi
kesejahteraan masyarakat sekitar. Beberapa jenis sayuran yang diproduksi di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4 :
Tabel 4 Produksi sayuran di Indonesia tahun 2009 – 2012 (ton)
Komoditas
Bawang Merah
Bawang Daun
Kentang
Kubis
Petsai
Wortel
Cabe Besar
Tomat
Baby Buncis

Tahun
2012 (*)

Pertumbuhan
(%)

2009

2010

2011

853 615

965 164

1 048 934

877 244

-16.37

547 743
1 071 543
1 323 702
565 636
367 111
695 707
725 973
266 551

549 365
1 176 304
1 358 113
562 838
358 014
787 433
853 061
290 993

541 374
1 060 805
1 385 044
583 770
403 827
807 160
891 616
336 494

493 640
863 680
1 361 874
591 295
526 621
857 191
950 385
337 041

-8.82
-18.58
-1.67
1.29
30.41
6.20
6.59
0.16

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012 (diolah)
Keterangan :
(*) Angka sementara
1

Ekbis.sindonews.com/read/2013/06/30/34/755700/ini-dua-penyebab-konsumsi-buah-ri-rendah
[diakses pada 23 Agustus 2013]

4

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi sayuran di Indonesia memiliki
potensi untuk dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi sayuran
yang cenderung meningkat setiap tahunnya walaupun dengan persentase
pertumbuhan yang berbeda-beda untuk setiap jenis sayuran tersebut. Kementerian
Pertanian mengungkapkan standar konsumsi sayuran yang direkomendasikan oleh
Food and Agricultural Organization (FAO) adalah sebesar 65.75 kilogram per
kapita per tahun, sedangkan tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia pada
tahun 2012 hanya sebesar 40 kilogram per kapita per tahun2. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa kegiatan budidaya sayuran di Indonesia sangat prospektif
karena tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia masih dapat terus
meningkat.
Buncis mini merupakan salah satu komoditas sayuran yang jumlah
produksinya cenderung meningkat setiap tahunnya walaupun pertumbuhannya
sangat kecil jika dibandingkan dengan komoditas lainnya seperti yang tertera pada
Tabel 4. Pertumbuhan produksi buncis mini pada tahun 2012 di Indonesia
meningkat sebesar 0.16 persen, dari jumlah produksi 336 494 ton pada tahun 2011
menjadi 337 041 ton pada tahun 2012. Walaupun komoditas buncis mini bukan
salah satu sayuran unggulan, tetapi komoditas tersebut banyak dicari oleh negara
lain seperti Singapura salah satunya. Adanya peluang untuk mengekspor buncis
mini ke Singapura adalah sebanyak satu sampai dua ton perhari akan tetapi
Indonesia baru bisa memenuhi 20 persen dari total permintaan3.
Buncis mini merupakan tanaman yang berumur pendek dan hanya tumbuh
di dataran menengah (500-900 m dpl) sampai dataran tinggi (1 000-1 500 m dpl).
Budidaya buncis mini tampaknya menjadi pilihan potensial bagi petani, selain
tidak banyak yang mengusahakannya, harga jual buncis mini pun relatif tinggi.
Prospek dari sayuran buncis mini ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi buncis
mini di Indonesia pada Tabel 5.
Tabel 5 Tingkat konsumsi buncis mini di Indonesia tahun 2008-2012
No
Tahun
Tingkat konsumsi per kapita per tahun (kilogram)
1
2008
0.89
2
2009
0.94
3
2010
0.83
4
2011
0.83
5
2012
0.89
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Berdasarkan informasi pada Tabel 5, rata-rata pertumbuhan tingkat
konsumsi buncis mini mulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 yaitu
sebesar 0.26 persen. Tingkat konsumsi buncis mini diperkirakan akan terus
meningkat karena kebutuhan pemenuhan gizi masyarakat. Target pasar untuk
buncis mini ini adalah pasar modern. Saat ini, keberadaan petani yang

2

Prabowo HE. 2010. Tingkat Konsumsi Sayuran Masih Rendah.http;//kesehatan.kompas.com/read
/2010/06/11/0820874/Tingkat.Konsumsi.Sayuran.Masih.Rendah [diakses pada 28 April 2013]
3
Trubus-online. 2011. Kupas Tuntas Sayuran Kelas Premium. http://www.trubus-online.co.id
/index.php/pelatihan/283-kupas-tuntas-sayuran-kelas-premium-html. [diakses pada 28 April 2013]

5

membudidayakan buncis mini telah menyebar di seluruh wilayah Jawa Barat. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 6 :
Tabel 6 Produksi buncis mini di Jawa Barat tahun 2009 – 2012 (ton)
Tahun
Kabupaten/Kota
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Majalengka
Sumedang
Subang
Purwakarta
Kota Sukabumi

2009

2010

2011

5 646
5 462
11 253
8 101
13 676
9 326
1 174
1 706
1 747
528
1 585
1 091
453

3 783
4 683
18 303
7 950
17 977
12 989
1 397
1 551
1 505
768
2 926
1 624
93

5 386
6 984
9 665
10 935
14 108
10 866
1 502
1 417
1 814
1 152
2 393
1 453
451

2012

(*)

10 015
7 614
23 066
13 645
11 419
6 455
2 203
1 063
1 453
1 136
3 943
1 440
340

Pertumbuhan dari
tahun 2011 ke
tahun 2012 (%)
85.95
9.02
138.65
24.78
-19.06
-40.59
46.67
-24.98
-19.90
-1.39
64.77
-0.89
-24.61

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2012 (diolah)
Keterangan :
(*) Angka sementara

Berdasarkan informasi pada Tabel 6, Kabupaten Cianjur merupakan salah
satu sentra produksi buncis mini di Jawa Barat karena kondisi alam kawasan ini
mendukung untuk kegiatan budidaya buncis mini. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari Dinas Pertanian Jawa Barat, produksi buncis di Kabupaten Cianjur
cenderung meningkat setiap tahunnya mulai dari tahun 2009 hingga tahun 2012.
Kabupaten Cianjur merupakan daerah produksi buncis mini yang pertumbuhannya
paling besar diantara daerah lainnya di Jawa Barat yaitu mencapai 138.65 persen.
Buncis mini sudah mulai banyak dibudidayakan di Kecamatan Pacet, sejak
tahun 2000. PD Pacet Segar yang berlokasi di Jalan Raya Ciherang Nomor 48,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu
perusahaan yang membudidayakan buncis mini. Daerah ini cocok untuk kegiatan
budidaya buncis karena letak geografisnya yang sesuai dengan syarat tumbuh
buncis. Kecamatan Pacet terletak diantara ketinggian 900 sampai 1 400 mdpl
dengan jenis tanah latosol, andosol, dan regosol4. Jenis tanah ini cocok untuk
kegiatan budidaya buncis mini karena memiliki drainase yang baik. Jenis buncis
yang diusahakan oleh PD Pacet Segar adalah buncis mini tipe tegak varieras Le
14 yang merupakan salah satu jenis sayuran buncis dengan umur panen lebih
muda dibandingkan jenis buncis pada umumnya. Buncis mini memiliki dua tipe
pertumbuhan, yaitu tipe merambat dan tegak. Buncis mini dengan tipe merambat
memerlukan turus setinggi kurang lebih dua meter dalam pertumbuhannya,
sedangkan untuk buncis mini dengan tipe tegak pada umumnya berbentuk semak
dengan tinggi sekitar 30 centimeter (Setianingsih 2002).

4

Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Pacet

6

Buncis mini memiliki ukuran yang lebih kecil dengan bentuk polong yang
lurus, serta belum memiliki tonjolan biji pada polongnya. Pemilihan PD Pacet
Segar ini dikarenakan luasan lahan yang digunakan untuk budidaya buncis mini
ini paling luas di Desa Ciherang. Selain itu, perusahaan juga selalu melakukan
pencatatan mengenai hasil panen yang diperoleh walaupun pencatatannya belum
begitu rapi.
Secara umum, kegiatan produksi komoditas hortikultura khususnya untuk
kelompok sayuran memiliki risiko yang berasal dari berbagai jenis sumber. Begitu
pula yang terjadi pada kegiatan usaha budidaya sayuran di PD Pacet Segar.
Buncis mini merupakan komoditas unggulan pada perusahaan ini dibandingkan
dengan komoditas lainnya. Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas buncis
di PD Pacet Segar mengalami perkembangan yang fluktuatif. Beberapa faktor
dapat menyebabkan penurunan produksi buncis mini seperti adanya serangan
hama penyakit, sedangkan peningkatan jumlah produksi buncis mini disebabkan
oleh bertambahnya permintaan. Adanya fluktuasi produksi tersebut, maka
diidentifikasi PD Pacet Segar menghadapi risiko produksi dalam
membudidayakan buncis mini. Fluktuasi produksi buncis mini yang terjadi akan
mempengaruhi jumlah penerimaan PD Pacet Segar, meskipun harga jual buncis
mini ini relatif stabil atau tidak mengalami fluktuasi harga karena perusahaan
telah terikat kontrak dengan ICDF (International Cooperation Development
Fund) untuk menjual buncis mini tersebut sehingga harga relatif tetap sesuai
dengan kesepakatan. Risiko produksi yang terjadi tersebut perlu diperhitungkan,
karena risiko akan memberikan dampak kerugian perusahaan. Kerugian
perusahaan dapat diminimalisir ketika kemungkinan terjadinya risiko produksi
dapat diantisipasi, sehingga dampak yang mungkin ditimbulkan juga dapat
diminimalisir.

Perumusan Masalah
PD Pacet Segar yang terletak di Jalan Raya Ciherang Nomor 48 Pacet,
Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat, merupakan salah satu perusahaan yang
membudidayakan buncis mini. Perusahaan masih menggunakan sistem
konvensional dimana tujuan utama usaha ini adalah pencapain keuntungan dengan
menggunakan bahan kimia seperti pestisida, insektisida, dan fungisida dalam
proses budidaya buncis mini tersebut. Komoditas ini merupakan salah satu
komoditas unggulan di PD Pacet Segar. Buncis mini yang dibudidayakan
menghabiskan 10 kilogram benih untuk setiap satu periode produksi dalam luas
lahan 5 000 meter2. Budidaya buncis mini yang dilakukan oleh PD Pacet Segar
menghadapi risiko produksi. Berdasarkan informasi dari pihak manajemen
perusahaan, risiko produksi berpengaruh terhadap penerimaan perusahaan, namun
penanganan terhadap risiko belum dilaksanakan dengan baik, hal ini terbukti dari
produksi yang masih berfluktuasi. Produksi normal buncis mini yang
dibudidayakan secara konvensional adalah 10 000 kilogram per 10 000 meter2
dengan produktivitas satu kilogram buncis mini per meter2 sedangkan berdasarkan
data yang diperoleh terkait produksi buncis mini di PD Pacet Segar sangat

7

berfluktuasi. Data produksi dan produktivitas buncis mini sepuluh periode terakhir
dapat dilihat pada Tabel 7 :
Tabel 7 Produksi buncis mini di PD Pacet Segar tahun 2011 – 2013
Jumlah
benih
(kg)
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Waktu
Januari – Maret 2012
Februari – Mei 2012
April – Juni 2012
Mei – Agustus 2012
Juli – September 2012
Agustus – November 2012
Oktober – Desember 2012
November 2012 – Februari 2013
Januari – Maret 2013
Februari – Mei 2013
Sumber : PD Pacet Segar, 2013

Luas
lahan
(m2)
5 000
5 000
5 000
5 000
5 000
5 000
5 000
5 000
5 000
5 000

Jumlah
produksi
(kg)
4 782
4 669
4 311
4 052
3 641
3 361
3 324
3 675
4 831
4 507

Produktivitas
(kg/m2)
0.96
0.93
0.86
0.81
0.73
0.67
0.66
0.74
0.97
0.90

Berdasarkan data pada Tabel 7, produksi dan produktivitas buncis mini pada
PD Pacet Segar mengalami fluktuasi dalam sepuluh periode terakhir (Januari 2012
– Mei 2013). Namun pada kenyataannya produktivitas buncis mini pada PD Pacet
Segar mengalami penurunan pada musim tanam tertentu. Budidaya buncis mini
pada PD Pacet Segar dilakukan dengan menggunakan pola tanam tertentu. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar panen dapat kontinu setiap dua hari sekali. Proses
pemanenan dilakukan setalah tanaman berumur 45 hari dan dapat dipanen secara
kontinu selama 30 hari. Setelah itu lahan produksi didiamkan (diberakan) selama
15 hari sebelum dilakukan penanaman selanjutnya. Pemanenan pada kondisi
normal dilakukan sebanyak 15 kali penen. Pola tanam buncis mini ini dapat
dilihat pada Tabel 8 berikut :
Tabel 8 Pola tanam buncis mini di PD Pacet Segar
P
er
io
d
e
pr
o
d
u
ks
i
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Waktu

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

10

Sumber : PD Pacet Segar, 2013

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

No
v

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

8

Keterangan :
Masa penanaman buncis mini (lahan a)

Masa panen (lahan a)

Masa bera (lahan a)

Masa penanaman buncis mini (lahan b)

Masa panen (lahan b)

Masa bera (lahan b)

Luas lahan yang digunakan oleh PD Pacet Segar untuk membudidayakan
buncis mini adalah seluas satu hektar pada satu lokasi. Pengaturan pola tanam
pada Tabel 8 dilakukan dengan membagi lahan tersebut menjadi dua bagian, yaitu
lahan a dan lahan b yang masing-masing lahan memiliki luas 5 000 meter2.
Penanaman benih buncis mini pada lahan b dilakukan setelah benih buncis mini
pada lahan a, yang telah ditanam sebelumnya, mulai memasuki waktu panen yaitu
hari ke-46 setelah tanam sehingga pada saat buncis mini pada lahan a telah habis
dipanen, pihak perusahaan dapat melakukan panen untuk pada lahan b, dan begitu
seterusnya untuk menjaga ketersediaan produk.
Fluktuasi produksi yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan adanya risiko
produksi yang dihadapi oleh perusahaan. Penilaian risiko buncis mini dilakukan
dengan melihat nilai variance, standar deviation, dan coefficient variation.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai variance yaitu sebesar 80 558 346
240 000 dan nilai standar deviation diperoleh sebesar 8 975 430. Nilai coefficient
variation yang diperoleh sebesar 0.22, dapat dilihat bahwa nilai variance yang
diperoleh dari penilaian risiko produksi buncis mini ini berbanding lurus dengan
nilai standard deviation yaitu jika nilai variance tinggi maka nilai standard
deviation juga akan tinggi.
Penilaian risiko produksi yang lebih baik adalah dengan menggunakan
coefficient variation karena telah menggunakan ukuran yang sama yaitu risiko
untuk setiap return yang diperoleh perusahaan. Semakin besar coefficient
variation maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Kegiatan
usaha budidaya buncis mini ini memiliki risiko produksi yang cukup tinggi yaitu
dengan nilai coefficient variation sebesar 0.22. Nilai tersebut memiliki arti bahwa
setiap satu kilogram hasil buncis mini yang diperoleh akan menghadapi risiko
sebanyak 0.22 kilogram pada saat terjadinya risiko produksi. Sedangkan nilai
coefficient variation untuk tanaman buncis pada umumnya (non mini) yaitu
sebesar 0.12 (Widasari 2012), artinya bahwa risiko produksi yang dihadapi pada
produksi buncis mini lebih besar jika dibandingkan dengan risiko produksi buncis
pada umumnya (non mini).
Risiko produksi yang dihadapi memiliki dampak bagi perusahaan yaitu akan
mempengaruhi pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
terhadap peluang dan dampak dari sumber risiko tersebut terhadap pendapatan
perusahaan. Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan
yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja sumber-sumber risiko produksi buncis mini pada PD Pacet
Segar?
2. Berapa besar kemungkinan terjadinya risiko dan dampak dari sumbersumber risiko produksi buncis mini terhadap penerimaan PD Pacet Segar?
3. Bagaimana alternatif strategi yang tepat untuk mengatasi risiko produksi
buncis mini yang dihadapi oleh PD Pacet Segar?

9

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi buncis mini pada PD
Pacet Segar.
2. Menganalisis kemungkinan terjadinya risiko dan dampak dari sumbersumber risiko produksi buncis mini terhadap penerimaan PD Pacet Segar.
3. Menganalisis alternatif strategi yang tepat untuk mengatasi risiko produksi
buncis mini yang dihadapi oleh PD Pacet Segar.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat untuk
berbagai pihak terkait, diantaranya :
1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak PD Pacet Segar
dalam mengambil keputusan bisnis, sehingga perusahaan dapat mengambil
keputusan yang tepat.
2. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, sehingga penelitian
selanjutnya dapat menganalisis lebih dalam lagi khususnya penulisan
ilmiah mengenai analisis usahatani buncis mini.
3. Menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam bidang agribisnis.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mengenai analisis risiko produksi buncis mini
yang dilakukan adalah :
1. Komoditas yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini adalah buncis mini
yang di usahakan di PD Pacet Segar.
2. Data yang digunakan merupakan data primer berupa hasil wawancara dan
diskusi langsung dengan pihak PD Pacet Segar dan data sekunder berupa
data produksi buncis mini pada Januari 2012 sampai dengan Mei 2013.
3. Kajian masalah yang diteliti difokuskan pada analisis risiko produksi serta
alternatif strategi penanganan risiko.
4. Penelitian ini tidak membahas mengenai kontrak kerjasama antara PD
Pacet Segar dan ICDF.

10

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber-Sumber Risiko Agribisnis
Penelitian mengenai analisis risiko dalam suatu usaha telah dilakukan
sebelumnya oleh beberapa peneliti. Hal ini menandakan bahwa risiko merupakan
hal yang penting untuk diperhitungkan dalam menjalankan suatu usaha, sehingga
penting untuk dikaji, ditelusuri, dan dipelajari sumber-sumber risiko yang ada
pada usaha tersebut, kemudian melakukan pengukuran risiko untuk mengetahui
dampak, dan menentukan alternatif strategi penanganan risiko tersebut, terutama
dalam sektor agribisnis yang merupakan usaha dengan makhluk hidup sebagai
objek usaha yang sangat membutuhkan penanganan risiko yang efektif.
Berdasarakan hasil penelitian Yamin (2012), sumber-sumber risiko produksi
yang terjadi pada budidaya tomat cherry adalah yaitu perubahan cuaca, serangan
hama, penyakit, kualitas bibit, dan sumber daya manusia. Menurut Widasari
(2012), sumber-sumber risiko produksi pada budidaya buncis dan wortel antara
lain karena adanya ketidakpastian cuaca dan iklim, hama penyakit tanaman, dan
kurangnya skill tenaga kerja. Sedangkan sumber risiko harga muncul karena
adanya fluktuasi harga sayuran di pasaran serta adanya ketidakseimbangan antara
permintaan dan penawaran sayuran. Cher (2011) dalam penelitiannya
memaparkan bahwa risiko produksi yang dihadapi oleh PT Masada Organik
Indonesia dalam mengusahakan beberapa jenis komoditi sayuran organiknya
disebabkan karena adanya beberapa sumber risiko. Sumber-sumber risiko
produksi tersebut adalah cuaca yang sulit diprediksi, tingginya kelembaban akibat
timbulnya kabut, serta adanya hama dan penyakit tanaman.
Sumber-sumber risiko produksi yang diidentifikasi oleh Situmeang (2011)
dalam penelitiannya terhadap petani cabai merah keriting Pondok Menteng antara
lain hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim, tenaga kerja dan kondisi tanah.
Semua risiko tersebut akan mempengaruhi hasil produksi sehingga menyebabkan
kerugian. Jamilah (2010) melakukan penelitian mengenai Risiko Produksi Wortel
dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat dan menyebutkan
bahwa sumber-sumber risiko produksi yang teridentifikasi antara lain faktor iklim
dan cuaca, pengaruh hama dan penyakit tanaman, tingkat kesuburan lahan,
efektivitas penggunaan input, serta keterampilan tenaga kerja yang kurang.
Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu diduga terdapat persamaan
pada beberapa sumber risiko yang menyebabkan terjadinya risiko produksi buncis
mini pada penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu yang telah
dijabarkan di atas merupakan referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian.
Secara umum sumber risiko produksi yang dihadapi oleh pelaku usaha untuk
komoditas hortikultura adalah pengaruh perubahan cuaca, serangan hama,
penyakit tanaman, keterampilan tenaga kerja, dan teknik budidaya.

11

Metode Analisis Risiko

Pengukuran risiko dilakukan untuk mengukur pengaruh sumber-sumber
risiko terhadap suatu kegiatan bisnis melalui penggunaan suatu alat analisis
tertentu. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam pengukuran risiko adalah
koefisien variasi (coefficient variation), ragam (variance), dan simpangan baku
(standard deviation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, jika nilai
ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi kecil. Ketiga
alat analisis ini digunakan oleh Widasari (2012), Cher (2011), Situmeang (2011),
dan Jamilah (2010) dalam penelitiannya. Berbeda dengan Yamin (2012), yang
menggunakan perhitungan rata-rata kejadian berisiko, standart deviation, z-score,
probabilitas, dan VaR. Setelah dilakukan perhitungan VaR, selanjutnya dilakukan
pemetaan terhadap sumber-sumber risiko yang akhirnya muncul strategi
penanganan terhadap risiko yang dihadapi.
Menurut Widasari (2012), hasil analisis risiko pada pola spesialisasi jika
dilihat dari tingkat produktivitas dapat dijelaskan bahwa tomat memiliki risiko
produksi lebih besar dibandingkan buncis, karena tomat lebih rentan terhadap
hama dan penyakit. Apabila dilihat berdasarkan tingkat harga, tomat juga
memiliki tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan tingkat risiko pada buncis,
karena tomat memiliki sifat mudah rusak dan busuk sehingga pada umumnya
diperlukan penanganan lebih agar tomat tidak mudah rusak.
Berdasarkan hasil perbandingan risiko yang telah dilakukan Cher (2011),
dapat dikatakan bahwa dari seluruh kegiatan usahatani, tingkat risiko paling tinggi
berdasarkan produktivitas adalah komoditi brokoli pada kegiatan spesialisasi
dengan perolehan nilai coefficient variation sebesar 0.564. Selain itu, juga dapat
dilihat bahwa tingkat risiko paling rendah dari keseluruhan kegiatan usaha adalah
komoditi wortel pada kegiatan spesialisasi dengan perolehan nilai coefficient
variation sebesar 0.241. Tanaman wortel merupakan tanaman yang paling tahan
terhadap ancaman kondisi cuaca yang buruk maupun ancaman serangan hama dan
penyakit. Selain itu, wortel paling mudah dibudidayakan dibandingkan dengan
komoditi sayuran organik lainnya seperti bayam hijau, caisin, dan brokoli.
Tingkat risiko yang paling kecil berdasarkan produktivitas pada komoditi wortel,
pada kenyataannya tidak membuat perusahaan hanya mengusahakan sayuran
wortel saja. Hal tersebut karena permintaan konsumen terhadap sayuran organik
sangat beragam. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan kegiatan portofolio dalam
usahataninya. Tingkat risiko produksi yang paling kecil pada kegiatan portofolio
berdasarkan produktivitas adalah pada kombinasi komoditi wortel dan caisin
dengan perolehan coefficient variation sebesar 0.273. Dari hasil analisis portofolio
tersebut menunjukkan bahwa diversifikasi dapat meminimalkan risiko produksi.
Adanya kegiatan diversifikasi dapat menurunkan tingkat risiko dalam kegiatan
spesialisasi bayam hijau, brokoli, dan caisin organik. Kegiatan diversifikasi tidak
membuat risiko produksi menjadi nol artinya walaupun perusahaan telah
melakukan diversifikasi, tetapi perusahaan akan tetap menghadapi risiko produksi
pada kegiatan usaha sayuran organiknya. Hal ini dapat dilihat pada hasil
perbandingan risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan portofolio
berdasarkan produktivitas yang diperoleh yakni dari nilai variance, standard
deviation, coefficient variation yang tidak sama dengan nol.

12

Situmeang (2011), memperoleh perhitungan coefficient variation besaran
risiko yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng dalam usahatani cabai merah
keriting yaitu 0.5, artinya untuk setiap satu kilogram cabai merah keriting yang
dihasilkan akan mengalami risiko sebesar 0.5 kg pada saat terjadi risiko produksi.
Berdasarkan hasil penelitian Jamilah (2010), yang menggunakan analisis risiko
seperti variance, standard deviation, dan coefficient variation mengatakan bahwa
analisis risiko produksi dilakukan berdasarkan nilai produktivitas dan pendapatan
bersih petani dari kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian
disimpulkan bahwa dari return produktivitas, risiko produksi wortel di kawasan
agropolitan Cianjur sebesar 0.26 atau 26 persen. Artinya, untuk setiap satu satuan
hasil produksi yang diperoleh petani wortel, maka risiko (kerugian) yang dihadapi
adalah sebesar 0.26 satuan atau 26 persen. Sementara itu, risiko produksi yang
dihadapi petani bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur adalah sebesar 0.29
atau 29 persen. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh
petani bawang daun, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0.29
satuan atau 29 persen. Nilai ini diperoleh dari hasil penilaian risiko yang
menggunakan ukuran coefficient variation.
Berbeda dengan Yamin (2012), yang menghitung probabilitas serta dampak
adanya risiko. Sumber risiko yang disebabkan oleh perubahan cuaca memiliki
probabilitas dan dampak yang paling besar, yaitu 44 persen dan Rp9 722 492 dan
sumber risiko sumber daya manusia memiliki probabilitas dan dampak paling
kecil, yaitu 6.8 persen dan Rp198 339. Oleh karena itu dalam manajemen risiko,
setelah mengidentifikasi sumber risiko dan melakukan pengukuran risiko maka
dilakukan penanganan terhadap risiko.
Alat analisis yang banyak digunakan dalam pengukuran risiko produksi
adalah coefficient variation, variance dan standard deviation. Namun dalam
pengukuran probabilitas dan dampak dari sumber risiko digunakan alat analisis Zscore dan VaR. Berdasarkan referensi penelitian terdahulu, peneliti akan
menggunakan alat analisis z-score dan VaR lalu setelah itu dilakukan pemetaan
sumber-sumber risiko produksi buncis mini pada peta risiko dan dilanjutkan
dengan perumusan alternatif strategi untuk menangani risiko produksi yang terjadi
sehingga tujuan dari penelitian ini dapat terjawab.

Strategi Penanganan Risiko
Alternatif strategi yang disarankan oleh Yamin (2012), kepada pihak
perusahaan terhadap penanganan ketiga jenis sumber risiko penyakit, pengaruh
cuaca, dan kualitas bibit adalah pemberian fungisida ganda pada tanaman tomat
agar tidak mudah terserang penyakit, khususnya pada musim hujan, melakukan
budidaya dengan menggunakan greenhouse agar tanaman dapat dikontrol
terhadap penyakit, hama, dan perubahan cuaca dan melakukan kerja sama dengan
ICDF untuk menghasilkan bibit yang berkualitas. Menurut Widasari (2012),
alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh petani untuk mengurangi risiko
produksi adalah dengan meningkatkan teknologi untuk produksi dan
mengembangkan keterampilan tenaga kerja. Sedangkan alternatif strategi yang

13

disarankan untuk mengurangi risiko harga adalah dengan melakukan integrasi
vertikal dan mengganti jenis sayuran.
Situmeang (2011) dalam penelitiannya memaparkan bahwa strategi
pengelolaan risiko tanaman cabai merah keriting yang dilakukan meliputi dua hal
yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yaitu dengan
melakukan perawatan secara rutin dan terencana mulai dari penyemaian sampai
panen. Strategi mitigasi yakni diversifikasi tidak begitu menguntungkan karena
dari hasil perhitungan portofolio besaran risiko yang dihasilkan sama yaitu
sebesar 0.5. Sedangkan rekomendasi strategi penanganan risiko yang disarankan
Cher (2011) untuk mengurangi terjadinya risiko produksi pada usaha sayuran
organik PT Masada Organik Indonesia adalah dengan melakukan pengembangan
diversifikasi produksi dan menjalin kemitraan produksi dengan petani sekitar.
Alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk menangani masalah risiko
produksi menurut Jamilah (2010) dalam penelitiannya adalah dengan melakukan
penyiraman pada musim kemarau dilakukan sesuai kebutuhan untuk tanaman
wortel. Penyiraman juga harus dilakukan pada bedengan sebelum benih wortel
disebar. Penyiraman pada musim kemarau untuk bawang daun dilakukan minggu
sekali pada pagi atau sore hari. Aternatif lain untuk mengatasi cuaca adalah
pengunaan mulsa plastic untuk tanaman bawang daun. Menerapkan pengendalian
hama secara terpadu (PHT). Meningkatkan kesuburan lahan dengan cara
pemupukan dan merotasikan pola tanam yang tepat. Menggunakan variabel input
yang sesuai menurut aturan. Meningkatkan pengembangkan sumberdaya manusia
dengan cara mengikuti pelatihan dan penyuluhan budidaya wortel. Selain itu,
petani pemilik sebaiknya melakukan pengawasan dan menunjukkan contoh yang
baik serta memberi koreksi terhadap tenaga kerja yang menggarap lahannya.
Melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari.
Alternatif strategi penanganan risiko buncis mini ini dirumuskan setelah
diperoleh nilai z-score dan VaR, maka selanjutnya dilakukan pemetaan sumbersumber risiko pada peta risiko dan dilanjutkan dengan perumusan alternatif
strategi untuk menangani risiko produksi tersebut. Berdasarkan penelitian
terdahulu diketahui bahwa strategi pengelolaan risiko yang dapat digunakan untuk
menangani risiko produksi adalah dengan strategi preventif dan mitigasi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Risiko
Risiko adalah konsekuensi dari apa yang telah dilakukan. Seluruh kegiatan
yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga memiliki risiko. Risiko
dalam bidang usaha memiliki berbagai kejadian yang kompleks dengan
pertimbangan variabel yang berpengaruh terhadap keputusan bagi kelangsungan

14

usaha tersebut. Ada banyak pendapat mengenai risiko yang dapat membantu
pembaca untuk memahami konsep risiko dengan dengan lebih jelas. Risiko
berhubungan dengan ketidakpastian, hal ini sesuai dengan pendapat Kountur
(2004), yaitu ketidakpastian itu terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya
informasi menyangkut apa yang akan terjadi. Ketidakpastian yang dihadapi
perusahaan dapat berdampak merugikan atau menguntungkan. Apabila
ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan disebut dengan istilah
kesempatan, sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan dikenal
dengan istilah risiko. Kountur mendefinisikan risiko sebagai suatu keadaan yang
tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan
dampak merugikan.
Robinson dan Barry (1987), risiko menunjukkan peluang terhadap suatu
kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan
dalam bisnis. Pada umumnya peluang suatu kejadian dalam kegiatan bisnis dapat
ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan data historis atau pengalaman
selama mengelola kegiatan usahanya. Risiko pada umumnya berdampak negatif
terhadap pelaku bisnis. Ketidakpastian menunjukan peluang suatu kejadian yang
tidak dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan. Sedangkan
menurut Harwood, et al. (1999), risiko menunjukan kemungkinan kejadian yang
menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya.
Darmawi (2005), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat
buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain
bahwa penggunaan kata ‘kemungkinan’ tersebut sudah menunjukan adanya
ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan
tumbuhnya risiko. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Menurut
Kountur (2008), ada tiga unsur penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai
risiko, yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian, (2) Kejadian tersebut masih
merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak, (3) Jika sampai terjadi,
maka akan menimbulkan kerugian. Gambaran mengenai risiko dan ketidakpastian
dapat dilihat dalam suatu kontinum seperti Gambar 1 berikut :
Peluang dan hasil diketahui
RISKY EVENTS

Peluang dan hasil tidak diketahui
UNCERTAIN EVENTS

Gambar 1 Risk-Uncertainty Continuum
Sumber : Debertin, 1986 (dalam modul perkuliahan risiko, unpublish)

Gambar 1 menunjukan bahwa pada kontinum sebelah kiri menggambarkan
kejadian yang berisiko dimana peluang dan hasil dari suatu kejadian dapat
diketahui oleh pengambil keputusan. Di sisi lain pada kontinum yang terletak di
sebelah kanan menggambarkan kejadian ketidakpastian dimana peluang dan hasil
dari suatu kejadian tidak diketahui oleh pengambil keputusan.

15

Sumber dan Jenis Risiko
Menurut Harwood et al. (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang dapat
dihadapi oleh petani, yaitu :
1. Risiko Produksi
Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah gagal
panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh
serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan
sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi.
2. Risiko Pasar atau Harga
Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat
dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah,
ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan
lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga
dapat naik akibat dari inflasi.
3. Risiko Kebijakan
Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya
kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Dalam
artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha tersebut. Contohnya
adalah kebijakan tarif ekspor.
4. Risiko Finansial
Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya
piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha
terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis
ekonomi dan sebagainya.
Kountur (2008) mengelompokan jenis risiko berdasarkan sudut pandang
penyebab dan dari sudut pandang akibat. Pengelompokan risiko berdasarkan sudut
pandang penyebabnya dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1. Risiko keuangan merupakan jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi dan keuangan seperti perubahan harga, perubahan mata uang, dan
perubahan tingkat suku bunga.
2. Risiko operasional merupakan jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor
operasional seperti faktor manusia, teknologi, dan alam.
Risiko yang dilihat dari sudut pandang akibat dikelompokan menjadi dua
kelompok besar, yaitu :
1. Risiko spekulatif adalah jenis risiko yang dihadapi perusahaan yang dapat
memberikan dua kemungkinan, yakni kemungkinan merugikan atau
sebaliknya memberikan keuntungan.
2. Risiko murni adalah jenis risiko yang akibatnya tidak memungkinkan untuk
memperoleh keuntungan dan yang ada hanyalah kerugian.

16