Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS

USAHATANI BAYAM JEPANG (

HORENSO

) KELOMPOK

TANI AGRO SEGAR KECAMATAN PACET KABUPATEN

CIANJUR JAWA BARAT

SKRIPSI

DECY EKANINGTIAS H34070068

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Horenso Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat “ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Decy Ekaningtias H34070068


(3)

RINGKASAN

DECY EKANINGTIAS. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet

Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY KUSWANTI DARYANTO).

Hortikultura adalah satu subsektor pertanian yang memiliki pengaruh besar bagi perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusi PDB hortikultura yang terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu komoditi hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah sayuran. Usaha sayuran terutama sayuran eksklusif Jepang mulai berkembang dewasa ini, baik pada on farm maupun pada industri olahannya. Banyaknya jumlah restoran Jepang di wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar bagi para petani sayuran eksklusif di wilayah sekitar Jabodetabek untuk menjadi pemasok kebutuhan restoran-restoran Jepang tersebut. Salah satu komoditas sayuran eksklusif Jepang yang banyak dikonsumsi masyarakat dan kini mulai menarik minat petani budidaya hortikultura adalah horenso. Kelompok Tani Agro Segar merupakan salah satu kelompok tani di wilayah Cianjur yang menjadi wadah atau perkumpulan bagi para petani sayuran dan merupakan kelompok tani pertama di Cianjur yang menjadikan sayuran eksklusif Jepang sebagai komoditas unggulannya. Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh petani dari sayuran eksklusif Jepang lebih menguntungkan dibanding komoditas lainnya dan permintaan dari restoran dan hotel di wilayah Jabodetabek akan sayuran eksklusif Jepang pun cukup tinggi. Permintaan horenso yang mencapai 80 kg per hari membutuhkan pasokan yang memadai setiap harinya. Kapasitas produksi yang dapat dihasilkan oleh Kelompok Tani Agro Segar adalah 60-70 kg per hari. Hal ini dikarenakan tingkat produktivitas petani anggota kelompok tani yang belum seragam.

Luas lahan yang terbatas serta perkembangan horenso yang potensial namun produksinya masih terbatas membutuhkan metode produksi yang efisien agar mampu mengoptimalkan hasil panen untuk setiap satuan luas lahan. Hal tersebut juga bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan usahatani yang diperoleh. Selain itu Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur pada tahun 2011 berencana untuk menyusun buku tentang panduan budidaya aneka sayuran Jepang dengan meminta bantuan kepada Kelompok Tani Agro Segar. Dalam penyusunan panduan budidaya sayuran Jepang tersebut diperlukan adanya komposisi faktor-faktor produksi yang sesuai serta efisien agar petani yang membudidayakan sayuran eksklusif Jepang tersebut dapat memperoleh hasil panen yang optimal dengan sumber daya yang ada.

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis tingkat pendapatan usahatani horenso di Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur, (2) menganalisis efisiensi teknis usahatani horenso di Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur, dan (3) menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur


(4)

Analisis pendapatan yang dilakukan terdiri dari analisis pendapatan, analisis R/C dan analisis BEP. Hasil analisis pendapatan usahatani horenso menunjukkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani horenso pada lokasi penelitian dapat memberi keuntungan kepada petani responden. Hasil analisis R/C juga menunjukkan usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar menguntungkan untuk diusahakan, tercermin dari nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu. Hasil analisis BEP menunjukkan bahwa harga jual yang digunakan petani dan jumlah produksi horenso di lokasi penelitian lebih besar dari nilai BEP harga dan BEP unit. Hal ini berarti harga jual yang digunakan petani dan jumlah produksi horenso memberikan keuntungan bagi petani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar.

Analisis efisiensi teknis usahatani horenso dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menggunakan metode OLS dan tahap kedua menggunakan metode MLE. Metode OLS dilakukan untuk mengetahui keberadaan autokorelasi dan multikorelasi pada model. Hasil pendugaan model dengan metode OLS menunjukkan bahwa tidak tedapat autokorelasi maupun multikolinearitas pada model, sedangkan hasil pendugaan model fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier horenso dengan metode MLE menunjukkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis usahatani horenso adalah 0,876 atau 87,6 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar sudah efisien, tercermin dari nilai rata-rata efisiensi teknis yang lebih besar dari 0,7. Namun masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 12,4 persen untuk mencapai produksi horenso maksimum. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi horenso pada Kelompok Tani Agro Segar adalah variabel lahan, tenaga kerja, pupuk organik dan pupuk anorganik. Variabel bibit dan pestisida berpengaruh nyata namun negatif terhadap produksi horenso. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bibit dan pestisida yang berlebihan oleh petani responden. Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso adalah variabel pengalaman. Variabel pendidikan formal berpengaruh nyata dan negatif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso. Variabel-variabel lainnya seperti umur, dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh positif namun tidak berpengaruh nyata.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk peningkatan produksi dan efisiensi teknis serta pendapatan usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar, yaitu : (1) ekstensifikasi lahan produksi horenso di Kecamatan Pacet wilayah sekitar Kelompok Tani Agro Segar, (2) penambahan penggunaan tenaga kerja, pupuk organik dan pupuk anorganik, (3) penyuluh pertanian lebih mendalami teknik budidaya yang tepat dan melakukan teknik pendekatan yang sesuai kepada petani, dan (4) penelitian lebih lanjut terkait efisiensi usahatani horenso, khususnya efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis yang belum dibahas pada penelitian ini.


(5)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS

USAHATANI BAYAM JEPANG (

HORENSO

) KELOMPOK

TANI AGRO SEGAR KECAMATAN PACET KABUPATEN

CIANJUR JAWA BARAT

DECY EKANINGTIAS H34070068

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Proposal : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat

Nama : Decy Ekaningtias

NRP : H34070068

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Rr. Heny Kuswanti Daryanto, M.Ec

NIP. 19610916 198601 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya se ingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Horenso Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani dan efisiensi produksi horenso Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula karya tulis ini masih memiliki beberapa kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian penulis mengharapkan penulisan penelitian ini tetap memberi manfaat bagi para pembaca.

Bogor, September 2011 Decy Ekaningtias


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 9 Desember 1989. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Sunarto dan Ibunda Ratnawati Putri (Alm). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pucang II pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Mardi Waluya Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Himpunan Profesi HIPMA pada Departemen Komunikasi dan Informasi periode tahun 2008-2010.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Karakteristik Horenso ... 12

2.2. Penelitian Terdahulu ... 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22

3.1.1. Konsep Usahatani ... 22

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani ... 25

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi ... 26

3.1.4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 29

3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ... 33

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV METODE PENELITIAN ... 39

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 39

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 40

4.3.1. Spesifikasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 40

4.3.2. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis ... 42

4.3.3. Uji Hipotesis ... 43

4.3.4. Analisis Pendapatan Usahatani ... 45

4.4. Definisi Operasional ... 45

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN ... 47

5.1. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur ... 47

5.2. Profil Kelompok Tani Agro Segar ... 48

5.3. Karakteristik Petani Responden ... 49

5.4. Usahatani Horenso ... 51

5.4.1. Pembibitan ... 51

5.4.2. Pengolahan Lahan ... 52

5.4.3. Penanaman ... 53

5.4.4. Penyiangan ... 53

5.4.5. Pemupukan ... 53

5.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 54


(10)

xi

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI HORENSO ... 57

6.1. Penerimaan Usahatani Horenso ... 57

6.2. Biaya Usahatani Horenso ... 58

6.3. Pendapatan Usahatani Horenso ... 61

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI ... 64

7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Horenso .. 65

7.2. Tingkat Efisiensi Produksi dan Inefisiensi Produksi ... 70

7.3. Implikasi Penelitian ... 75

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

8.1. Kesimpulan ... 78

8.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia Periode 2005-2009 ... 1

2. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Periode 2004-2008 ... 2

3. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Jawa Barat Periode 2004-2008 ... 3

4. Komoditi Hortikultura Unggulan di Kabupaten Cianjur ... 4

5. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Sayuran Eksklusif Jepang di Desa Ciherang Tahun 2011 ... 5

6. Volume Rata-Rata Permintaan Komoditas Sayuran Eksklusif Jepang terhadap Kelompok Tani Agro Segar pada Tahun 2011 ... 7

7. Jenis Komoditi yang Dibudidayakan oleh Kelompok Tani Agro Segar ... 8

8. BeberapaStudi Empiris Efisiensi Produksi Menggunakan Pendekatan Stochastic Production Frontier dan Analisis Pendapatan Usahatani ... 14

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Usahatani ... 20

10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia pada Tahun 2011 ... 49

11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 50

12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan Penyuluhan ... 50

13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Horenso .. 51

14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan... 51

15. Persentase Pemupukan Petani Responden pada Tahun 2011 ... 54

16. Persentase Penggunaan Obat-obatan Petani Responden pada Tahun 2011. 55 17. Persentase Cara Panen Petani Responden pada Tahun 2011 ... 56

18. Penerimaan Usahatani Horenso per Hektar di Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ... 57

19. Biaya Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ... 58

20. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ... 62

21. Perhitungan Break Even Point (BEP) Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ... 63

22. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-DouglasStochastic Frontier Horenso dengan Metode OLS tahun 2011 ... 65


(12)

23. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-DouglasStochastic

Frontier Horenso dengan Metode MLE tahun 2011 ... 66 24. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Produksi ... 70 25. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Produksi

Usahatani Horenso pada Kelompok Tani Agro Segar Tahun 2011 ... 71 26. Pendugaan Parameter EfekInefisiensi Fungsi Produksi Stochastic


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Produksi Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal ... 28

2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier. ... 32

3. Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomis ... 32

4. Efisiensi Teknis dan Alokatif ... 34


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 84

2. Daftar Restauran Jepang di Jakarta ... 91

3. Luas Lahan dan Produksi Petani Responden Musim Tanam Mei – Juli Tahun 2011 ... 93

4. SebaranStatus Lahan Petani Responden Musim Tanam Mei – Juli Tahun 2011 ... 94

5. Hasil Olahan Minitab 14 ... 94

6. Hasil Olahan Program Frontier 4.1 ... 95


(15)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar yang dilakukan sebagian besar penduduk Indonesia. Sektor pertanian secara luas terdiri dari beberapa subsektor, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki pengaruh besar bagi perekonomian Indonesia adalah hortikultura. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi PDB hortikultura yang tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia Periode 2005-2009

No Komoditi Nilai PDB (Milyar Rupiah)

Rata-Rata 2005 2006 2007 2008 2009*)

1. Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.060 50.595 41.432 2. Sayuran 22.630 24.694 25.587 28.205 29.005 26.024 3. Tanaman Hias 4.662 4.734 4.741 4.960 5.348 4.889 4. Biofarmaka 2.806 3.762 4.105 3.853 4.109 3.727 Hortikultura 61.792 68.639 76.795 84.078 89.057 76.072 Keterangan : *) Angka Sementara

Sumber: Ditjen Hortikultura, 2010 (diolah)

Pada Tabel 1 dijelaskan bahwa nilai PDB hortikultura secara keseluruhan terus meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar tujuh triliyun rupiah setiap tahunnya. Hal ini menggambarkan bahwa subsektor hortikultura memiliki kontribusi yang tinggi bagi perekonomian Indonesia. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa komoditi sayuran menempati peringkat kedua setelah buah-buahan dalam kontribusi PDB hortikultura dengan peningkatan yang signifikan selama periode 2005-2009. Sementara itu, komoditi tanaman hias dan biofarmaka mengalami peningkatan nilai PDB yang berkelanjutan pada periode tersebut. Pada dasarnya komoditi hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan prospektif untuk


(16)

2 dikembangkan mengingat potensi serapan pasar yang terus meningkat1. Hal ini sangat terkait dengan terus meningkatnya jumlah populasi penduduk di Indonesia.

Sayuran adalah salah satu komoditi hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Tingginya kandungan vitamin dan mineral pada sayuran membuat komoditi ini dinilai sangat bermanfaat bagi kesehatan. Di sisi lain, sayuran juga memiliki potensi terkait dengan nilai ekonomi dan kemampuan menyerap tenaga kerja yang baik. Kelebihan-kelebihan tersebut menyebabkan produksi sayuran terus dilakukan bahkan produksi sayuran di Indonesia mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir.

Tabel 2. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Periode 2004-2008

Tahun Produksi (ton) Pertum-buhan (%) Luas Areal (ha) Pertum-buhan (%) Produktivitas (ton/ha) Pertum-buhan (%)

2004 9.059.676 - 977.552 - 9,27 -

2005 9.101.987 0,47 944.695 -3,36 9,63 3,88

2006 9.527.463 4,67 1.007.839 6,68 9,45 -1,87

2007 9.455.464 -0,76 1.001.606 -0,62 9,44 -0,11

2008 9.563.075 1,14 990.915 -1,07 9,65 2,22

Sumber: Ditjen Hortikultura, 2010 (diolah)

Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi sayuran di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya secara kontinu. Namun pada tahun 2007 terlihat adanya penurunan produksi sebesar 0,76 persen. Hal ini bukan disebabkan menurunnya produksi sayuran secara keseluruhan, melainkan pada tahun tersebut terjadi penurunan yang cukup signifikan pada beberapa komoditi, yaitu cabai, wortel, dan daun bawang. Luas areal pada periode 2004-2008 cukup fluktuatif bahkan banyak terjadi penurunan sekitar satu hingga tiga persen, peningkatan luas areal hanya terjadi pada tahun 2006. Produktivitas sayuran mengalami peningkatan pada tahun 2005 dan 2008 namun cenderung konstan pada kisaran 9,5 ton/ha.

1

www.deptan.go.id. 2010. Pengembangan Agribisnis Hortikultura di Jawa Timur. [Diakses : 6 Mei 2011]


(17)

3 Jawa Barat merupakan wilayah di Indonesia yang memiliki berbagai jenis dataran, dari mulai dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi lahan dan iklim yang mendukung pada daerah ini menjadikan Jawa Barat sebagai propinsi yang banyak memproduksi sayuran dan memiliki banyak sentra komoditi hortikultura terutama sayuran. Adapun produksi, luas areal dan produktivitas sayuran di Jawa Barat akan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Jawa Barat Periode 2004-2008

Tahun Produksi (ton) Pertum-buhan (%) Luas Areal (ha) Pertum-buhan (%) Produktivitas (ton/ha) Pertum-buhan (%)

2004 2.929.585 - 181.583,8 - 15,44 -

2005 3.202.413 9,31 183.480,8 1,04 18,22 18,01

2006 2.944.388 -8,06 182.215,9 -0,69 16,17 -11,25

2007 2.990.769 1,58 184.143,9 1,06 15,37 -4,95

2008 3.368.371 12,63 170.097,3 -7,63 20,62 34,16

Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2009

Pada Tabel 3 terlihat bahwa produksi sayuran di Jawa Barat fluktuatif sedangkan luas arealnya cenderung stabil. Pada tahun 2006 terjadi penurunan pada seluruh aspek, baik produksi maupun luas areal. Hal ini berdampak pada penurunan nilai produktivitas yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2008 terjadi suatu fenomena dimana luas areal sayuran mengalami penurunan namun di lain sisi produksi sayuran mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini menyebabkan nilai produktivitas sayuran pada tahun 2008 meningkat drastis.

Kabupaten Cianjur terkenal sebagai wilayah pegunungan yang sejuk dan subur serta memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang sangat potensial2. Selain sebagai sentra beras nasional, Kabupaten Cianjur juga merupakan salah satu sentra sayuran nasional yang sebagian besar hasil panennya dipasok ke wilayah Jakarta dan sekitarnya. Tabel 4 akan menguraikan beberapa jenis komoditi hortikultura yang menjadi unggulan di Kabupaten Cianjur serta potensi dan peluang yang dimiliki komoditi-komoditi tersebut.

2


(18)

4

Tabel 4. Komoditi Hortikultura Unggulan di Kabupaten Cianjur

Komoditi Daya

Dukung SDM Daya Dukung SDA Peluang

Cabai Merah ++ ++ Nilai ekonomi relatif tinggi dan

komoditi ekspor.

Buah Tropika ++ ++ Memiliki keunggulan komparatif

Aneka Sayuran Jepang

+ ++ Nilai ekonomi relatif tinggi, pangsa

pasar domestik dan pasar ekspor relatif besar.

Paprika + ++ Nilai ekonomi relatif tinggi

Aneka Bunga + ++ Nilai ekonomi relatif tinggi dan

pangsa pasar cenderung meningkat

Keterangan : + : sedang ++ : tinggi

Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Cianjur3, (diolah)

Komoditi yang pada beberapa tahun terakhir mulai diminati para petani di subsektor hortikultura adalah sayuran eksklusif Jepang. Jenis sayuran ini dinilai sangat prospektif karena harganya yang tinggi bahkan berkali-kali lipat dari sayuran lokal, serta didukung oleh kondisi alam yang sesuai untuk budidaya, usia panen yang singkat, dan teknik budidaya yang relatif mudah. Selain itu, restoran Jepang yang beberapa tahun terakhir banyak didirikan di kota-kota besar terutama wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar bagi petani sayuran eksklusif Jepang untuk menjadi pemasok restoran-restoran tersebut dengan mengembangkan budidaya sayuran eksklusif Jepang. Adapun komoditi yang termasuk ke dalam jenis sayuran eksklusif Jepang adalah edamame, gobo, kyuuri, horenso, zukini, daikon, nasubi, dan sebagainya.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa sayuran eksklusif Jepang merupakan salah satu komoditi hortikultura unggulan di Kabupaten Cianjur. Dilihat dari daya dukung sumber daya alamnya yang tinggi, komoditi sayuran eksklusif Jepang di Kabupaten Cianjur mampu dibudidayakan dengan baik sehingga dapat berkembang pesat. Namun daya dukung sumber daya manusia yang dimiliki masih kurang jika dibandingkan komoditi lainnya, seperti cabai merah dan buah tropika. Hal tersebut disebabkan komoditi sayuran Jepang masih tergolong baru dibudidayakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan maupun

3

http://cianjurkab.go.id. 2010. Prospek Investasi Sektor/Sub Sektor : Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. [Diakses : 30 Mei 2011]


(19)

5 pembelajaran secara intensif untuk membina sumber daya manusia yang tersedia agar dapat mengembangkan komoditi potensial tersebut.

Desa Ciherang adalah salah satu wilayah di Kabupaten Cianjur yang mampu mengembangkan bahkan menjadi sentra sayuran eksklusif Jepang di wilayah Cianjur dengan luas areal dan tingkat produksi yang tinggi. Tabel 5 menjelaskan rata-rata luas lahan, rata-rata produksi dan produktivitas dari komoditi sayuran eksklusif Jepang yang dibudidayakan di desa tersebut.

Tabel 5. Rata-Rata Luas Lahan, Rata-Rata Produksi, dan Produktivitas Sayuran Eksklusif Jepang di Desa Ciherang Tahun 2011

Komoditi Luas Lahan

(m2)

Produksi (kg)

Produktivitas (kg/m2)

Altari 150 1500 10

Zukini 211 3000 14,2

Gobo 100 1800 18

Horenso 150 3000 20

Lettuce Head 100 600 6

Pakchoy 150 600 4

Sawi Baby 326 1800 5,5

Timun Jepang 341 3000 8,8

Timun Acar 100 900 9

Tale 150 600 4

Tespong 214 1500 7

Ubi Jepang 150 600 4

Youlmu Korea 651 1200 1,8

Terung Jepang 100 450 4,5

Knip 90 450 5

Sumber : Laporan BPP Kecamatan Cianjur, 2011

Pada Tabel 5 terlihat bahwa produktivitas komoditi sayuran eksklusif Jepang di Desa Ciherang sangat beragam. Komoditi pakchoy, tale dan ubi Jepang memiliki produktivitas paling rendah yaitu 4 kg/m2, sedangkan produktivitas paling tinggi sebesar 20 kg/m2 dimiliki oleh horenso. Horenso merupakan salah satu komoditi sayuran eksklusif Jepang sejenis bayam. Sayuran ini banyak


(20)

6 diminati konsumen di Indonesia karena rasanya yang enak, lunak, memberikan rasa dingin di perut, dan melancarkan pencernaan. Selain itu, horenso yang juga dikenal sebagai bayam Jepang ini memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan karena sangat kaya akan kandungan zat gizi yaitu vitamin dan mineral.

Hingga saat ini horenso masih sulit dijumpai di pasar bebas. Hanya beberapa supermarket dengan segmen pasar menengah ke atas yang menjual sayuran horenso tersebut. Di Indonesia, sayuran ini banyak dikonsumsi oleh turis Jepang ataupun masyarakat Indonesia yang gemar masakan Jepang. Hal ini menyebabkan permintaan sayuran horenso sangat dipengaruhi oleh jumlah restoran Jepang yang kini semakin meningkat. Untuk wilayah Jakarta, jumlah restoran Jepang yang telah didirikan mencapai lebih dari 35 gerai4. Horenso sendiri selalu dikonsumsi hampir di seluruh gerai restoran Jepang tersebut. Tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri, horenso juga diminati oleh pasar ekspor. Oleh karena itu dibutuhkan pasokan horenso yang kontinu dari petani yang membudidayakan sayuran eksklusif tersebut.

Salah satu kelompok tani yang membudidayakan serta memproduksi horenso di Desa Ciherang adalah Kelompok Tani Agro Segar. Pada dasarnya Kelompok Tani Agro Segar bergerak di bidang budidaya sayuran yang menanam berbagai jenis sayuran lokal hingga herba. Namun kelompok tani ini memilih sayuran eksklusif untuk menjadi komoditi unggulannya. Selain menjadi salah satu pusat pemasok kebutuhan sayur mayur untuk wilayah Jabodetabek, Kelompok Tani Agro Segar juga menjadi salah satu pilot project agro industri di Kabupaten Cianjur. Dengan predikat tersebut, Kelompok Tani Agro Segar membantu dan memfasilitasi para petani baik dalam hal pembelajaran maupun alih teknologi melalui pelatihan dan praktek magang5. Hal tersebut sangat membantu petani untuk dapat menghasilkan produk sayuran eksklusif Jepang yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Hasil panen dari kelompok tani ini kemudian dipasok ke berbagai supermarket dan restoran Jepang di wilayah Jabodetabek. Hingga saat ini Kelompok Tani Agro Segar telah memasok sayuran eksklusif Jepang ke sekitar 25 supermarket dan restoran Jepang di Jabodetabek. Volume rata-rata

4

www.jepang.net. 2009. Daftar Restoran Jepang. [Diakses : 4 Juni 2011] 5

http://cianjurkab.go.id. 2010. Poktan Agro Segar Cigombong Kec. Pacet Cianjur Tembus Pasar Luar Negeri. [Diakses : 25 Juni 2011]


(21)

7 permintaan komoditi sayuran eksklusif Jepang terhadap Kelompok Tani Agro Segar akan ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Volume Rata-Rata Permintaan Komoditi Sayuran Eksklusif Jepang terhadap Kelompok Tani Agro Segar pada Tahun 2011

Komoditi Volume rata-rata permintaan per

bulan (kg)

Altari 600

Caisim 300

Zuchini 2100

Daun Knip 450

Gobo 1200

Horenso 2400

Pakchoy 450

Timun Jepang 2100

Youlmu 1800

Sumber : Kelompok Tani Agro Segar, 2011

Volume rata-rata permintaan sayuran eksklusif Jepang terhadap Kelompok Tani Agro Segar tergolong tinggi. Tabel 6 menunjukkan bahwa horenso merupakan komoditi yang memiliki volume rata-rata permintaan tertinggi dari supermarket dan restoran Jepang yang dipasok oleh kelompok tani tersebut. Tingginya permintaan akan komoditi horenso merupakan peluang besar bagi Kelompok Tani Agro Segar terutama terkait dengan pendapatan petani anggota kelompok tani. Oleh karena itu, untuk dapat terus memenuhi permintaan horenso yang relatif tinggi tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya guna meningkatkan produksi baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.

1.2Perumusan Masalah

Usaha sayuran terutama sayuran eksklusif Jepang mulai berkembang dewasa ini, baik pada on farm maupun pada industri olahannya. Hal ini disebabkan oleh prospek sayuran eksklusif Jepang yang cukup menjanjikan. Banyaknya jumlah restoran Jepang di wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar bagi para petani sayuran eksklusif di wilayah sekitar Jabodetabek untuk menjadi


(22)

8 pemasok kebutuhan restoran-restoran Jepang tersebut. Hal ini disebabkan masih terbatasnya petani yang mengusahakan sayuran eksklusif Jepang.

Horenso sebagai salah satu komoditi sayuran eksklusif Jepang yang banyak dikonsumsi masyarakat, kini mulai menarik minat petani budidaya hortikultura. Dengan teknik budidaya yang tidak terlalu rumit dan usia panen yang relatif singkat, petani dapat menjual hasil panen horenso tersebut dengan harga Rp5.000-Rp12.000 per kg.

Kelompok Tani Agro Segar merupakan salah satu kelompok tani yang berada di Cianjur yang menjadi wadah atau perkumpulan bagi para petani sayuran. Namun dari berbagai jenis sayuran yang dikelola, kelompok tani ini memilih sayuran eksklusif Jepang termasuk horenso untuk menjadi komoditi unggulannya. Adapun daftar komoditi yang dikelola Kelompok Tani Agro Segar tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Komoditi yang Dibudidayakan oleh Kelompok Tani Agro Segar

Jenis Sayuran Yang Dibudidayakan Jenis Herb

(Herbal)

Lokal Jepang

Bayam Daikon Shigemsi Mint

Kangkung Nasubi Kowari Majoram

Caysim Satsuma imo Altari Sage

Pakchoy Sato imo Yolmu Oregano

Selada kriting Gobo Gogo masum Mitsuba

Selada Merah Edamame Knip Rosmerry

Daun Bw.Silfa Kyuuri Knip son Taragon

Terung Zukini Zukini Time

Brokoli Horenso Olgari Basil

Sumber : Kelompok Tani Agro Segar

Tabel 7 menunjukkan bahwa sayuran eksklusif Jepang adalah jenis yang paling banyak dibudidayakan. Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh petani dari sayuran eksklusif Jepang lebih menguntungkan dibanding komoditi lainnya dan permintaannya pun cukup tinggi. Horenso yang merupakan salah satu komoditi sayuran eksklusif Jepang yang memiliki tingkat permintaan tertinggi mencapai 80


(23)

9 kg per hari, membutuhkan pasokan horenso yang memadai setiap harinya. Selama ini kapasitas produksi horenso di Kelompok Tani Agro Segar adalah sebesar 60-70 kg per hari. Jumlah tersebut masih belum dapat memenuhi permintaan horenso terhadap kelompok tani tersebut. Hal ini dikarenakan produktivitas petani anggota kelompok tani yang belum seragam. Beberapa petani memiliki tingkat produktivitas yang tinggi sedangkan beberapa petani lainnya masih memiliki tingkat produktivitas yang rendah. Ketidakseragaman produktivitas ini dikarenakan oleh berbagai faktor dan menyebabkan kapasitas produksi horenso tidak maksimal.

Hingga saat ini Kelompok Tani Agro Segar sering menolak permintaan horenso yang dibutuhkan pasar karena keterbatasan produksi. Hal ini akan sangat berpengaruh pada pendapatan usahatani para petani horenso. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani horenso untuk mengetahui tingkat pendapatan petani horenso dengan kapasitas produksi yang masih terbatas dan penolakan beberapa permintaan horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar. Selain itu, dengan luas lahan garapan yang terbatas serta prospek horenso yang potensial namun produksinya masih terbatas, dibutuhkan teknik budidaya yang efisien agar mampu mengoptimalkan hasil panen untuk setiap satuan luas lahan. Hal tersebut juga bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan usahatani horenso yang diperoleh para petani.

Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur pada tahun 2011 berencana untuk menyusun buku tentang panduan budidaya aneka sayuran Jepang dengan meminta bantuan kepada Kelompok Tani Agro Segar sebagai kelompok tani pelopor yang menjadikan sayuran eksklusif Jepang sebagai komoditi unggulannya. Dalam penyusunan panduan budidaya sayuran Jepang tersebut diperlukan adanya komposisi faktor-faktor produksi yang sesuai serta efisien agar petani yang membudidayakan sayuran eksklusif Jepang tersebut dapat memperoleh hasil panen yang optimal dengan sumber daya yang ada. Hal ini akan berdampak pada pendapatan usahatani sayuran eksklusif Jepang tersebut.

Pendapatan usahatani dan efisiensi teknis merupakan hal yang saling berkaitan. Pendapatan usahatani yang diterima petani akan digunakan untuk membeli faktor-faktor produksi yang akan berpengaruh terhadap efisiensi teknis.


(24)

10 Begitu pula efisiensi teknis yang dicapai oleh petani akan mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang didapat petani tersebut. Maka dari itu diperlukan informasi mengenai pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis. Tingkat pendapatan usahatani dan efisiensi teknis yang dijalankan dapat digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan untuk kombinasi input usahatani yang optimal dan kebijakan pertanian untuk masa datang.

Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani horenso di Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur?

2. Apakah usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Desa Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur sudah efisien secara teknis? 3. Faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi

teknis usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Desa Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani horenso di Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur

2. Menganalisis efisiensi teknis usahatani horenso di Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

3. Menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Desa Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur


(25)

11

1.4Manfaat

Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak :

1. Petani horenso sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani pada pengelolaan usahatani horenso di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

2. Pemerintah daerah sebagai tambahan informasi dan masukan dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan petani horenso di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

3. Sebagai informasi dan literatur bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yeng berkaitan dengan penelitian ini.


(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Horenso

Horenso atau sering juga disebut sebagai bayam Jepang merupakan sayuran yang termasuk ke dalam genus Spinacia. Sayuran ini hanya dikonsumsi bagian daunnya dan sering dijumpai di masakan Jepang. Berbeda dengan bayam lokal (Amaranthus), horenso kurang cocok dibudidayakan di daerah panas. Hal ini dikarenakan tanaman sayur tersebut akan cepat berbunga dan tidak menumbuhkan banyak daun.

Bayam berasal dari Amerika dan Selandia Baru. Di Eropa dan Australia, awalnya bayam adalah tanaman hias. Baru ditahun 1960-an penduduk Australia mulai mengenal bayam sebagai bahan makanan. Dua jenis bayam yang dikenal di Indonesia adalah bayam cabut/bayam sekul/bayam putih dan bayam tahun/bayam skop/bayam kakap. Bayam cabut disukai karena enak, lunak, memberikan rasa dingin di perut, dan melancarkan pencernaan. Bayam tahun memiliki ciri utama daun lebar1.

Sama dengan jenis bayam lokal, horenso juga kaya akan kandungan zat gizi yaitu vitamin dan mineral. Vitamin yang banyak terkandung dalam bayam Jepang adalah vitamin K, A, C, B1, B2, B6, asam folat, dan vitamin E. Secangkir bayam rebus merupakan sumber vegetable mangan, magnesium, besi, kalsium, kalium, tembaga, fosfor, dan seng. Horenso merupakan sumber vitamin K yang baik, dimana vitamin ini sangat berperan dalam pengaktifan berbagai jenis protein yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Beberapa riset menunjukkan vitamin K yang terkandung dalam horenso berperan sebagai antipenuaan, mencegah penyakit jantung dan stroke, dan bertindak sebagai racun dalam sel-sel kanker, tetapi tidak membahayakan sel-sel yang sehat. Sayuran ini juga merupakan sumber vitamin A yang sangat baik yang dapat bermanfaat untuk organ penglihatan, kekebalan tubuh, pembentukan serta pemeliharaan sel-sel kulit, saluran pencernaan, dan selaput kulit. Selain itu horenso merupakan sumber zat besi yang baik dan sangat berguna bagi penderita anemia. The journal of

1


(27)

13

Experimental Neurology juga menyebutkan bahwa horenso mengandung 13 senyawa Flavonoid yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti kanker .

Rasa yang enak dan manfaat yang berlimpah bagi kesehatan menjadikan horenso sebagai komoditas sayuran eksklusif yang mulai berkembang dan banyak diminati konsumen. Konsumen tidak segan membeli sayuran horenso ini dengan harga yang relatif tinggi, yaitu sekitar Rp12.000 per kg untuk horenso non organik dan Rp28.000 per kg untuk horenso organik.

Teknik budidaya horenso cukup sederhana. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan lahan yang sesuai, yaitu lahan yang memiliki pH tanah 5,5-6,5; suhu udara 20-30° C; kelembaban 60-90% dan bebas dari limbah pencemaran. Kemudian lahan dibedeng dan diberi pupuk dasar berupa pupuk kandang. Setelah dua minggu, bibit sudah dapat ditanam dengan cara ditebar. Untuk penanaman pada musim hujan, lahan yang ditanami horenso perlu ditutup dengan plastik atau mulsa untuk menghindari pembusukan pada tanaman. Sedangkan penyiraman hanya dilakukan pada penanaman di musim kemarau. Setelah itu dilakukan pemupukan, penyiangan dan pengendalian HPT secara bekala hingga waktu panen. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat memanen horenso adalah sekitar 1,5-2 bulan. Hasil panen horenso dapat langsung dijual ke pasar ataupun melalui kelompok tani.

2.2. Penelitian Terdahulu

Pada kegiatan usahatani, efisiensi teknis dan analisis pendapatan usahatani merupakan salah satu topik yang menarik untuk dianalisis. Hal ini dikarenakan petani selalu menginginkan hasil yang optimal dari penggunaan sumberdaya input yang ada guna mendapatkan pendapatan yang maksimal. Dalam upaya pencapaian produksi yang optimal, perlu dilakukan analisis terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usahatani tersebut. Selain itu, analisis pendapatan juga perlu dilakukan sebagai salah satu indikator kinerja usahatani yang dilakukan oleh petani. Oleh karena itu, banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan efisiensi teknis dan analisis pendapatan usahatani. Tabel 8 menjelaskan secara singkat mengenai beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan efisiensi teknis dan analisis pendapatan usahatani.


(28)

14

Tabel 8. Beberapa Studi Empiris Efisiensi teknis Menggunakan Pendekatan

Stochastic Production Frontier dan Analisis Pendapatan Usahatani

Nama Peneliti Judul Alat Analisis

Adhiana (2005)

Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Lidah Buaya (Aloe Vera) di Kabupaten Bogor : Pendekatan Stochastic Frontier

- OLS - MLE

Ainul Haq

Daulay (2007)

Sistem Usahatani dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) di Kabupaten Karo

- Regresi Berganda - R/C Rasio

Maryono (2008)

Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat : Pendekatan Stochastic Production Frontier (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang)

- MLE - R/C Rasio

Theresia Lidia Pinondang Hutauruk (2008)

Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier - OLS - MLE Rosana Podesta S (2009)

Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi

- OLS - MLE - R/C Rasio Hadi Nugraha

(2010)

Analisis Efisiensi teknis Usahatani Brokoli

- Analisis Regresi - R/C Rasio Husnul

Khotimah (2010)

Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di

Kecamatan Cilimus Kabupaten

Kuningan Jawa Barat

- OLS - MLE - R/C Rasio Julianto

Efendy Sitepu (2010)

Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

- R/C Rasio

Penelitian yang dilakukan oleh Adhiana (2005) bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis pada usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis dilakukan dengan menggunakan data cross section

dari hasil survei pada 35 petani. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis tentang supply chain usahatani lidah buaya. Model fungsi produksi stochastic frontier yang digunakan menggunakan enam variabel penjelas.


(29)

15 Hasil yang diperoleh dari analisis ini menunjukkan bahwa rata-rata petani di daerah penelitian sudah cukup efisien secara teknis dan alokatif, namun belum efisien secara ekonomis dengan kontribusi pengaruh efisiensi teknis terhadap produksi rata-rata petani sebesar 0,984. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 0,016 disebabkan oleh faktor

stochastic seperti serangan hama, cuaca dan iklim serta kesalahan permodelan. Sedangkan hasil analisis supply chain menunjukkan bahwa supply chain pada usahatani lidah buaya belum berjalan efisien. Adapun saran yang diberikan peneliti adalah petani di daerah penelitian diharapkan dapat saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimiliki untuk mengurangi kesenjangan efisiensi antar individu. Sedangkan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, disarankan petani di daerah penelitian meningkatkan pendidikan, keterampilan dan pengalaman berusahatani serta menghemat biaya input dengan cara menggunakan input secara proporsional dan memanfaatkan potensi inout yang ada di daerah penelitian.

Penelitian sistem usahatani bayam Jepang dilakukan oleh Daulay (2007) dengan tujuan untuk mengetahui sistem usahatani bayam Jepang di lokasi penelitian, mengetahui produktivitas bayam Jepang di lokasi penelitian, mengetahui input produksi yang berpengaruh terhadap produktivitas bayam Jepang di lokasi penelitian dan mengetahui pendapatan usahatani bayam Jepang di lokasi penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda dan R/C rasio.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa produktivitas bayam Jepang di Desa Rumah Berastagi adalah 12,44 ton/ha dan input produksi yang berpengaruh terhadap produktivitas bayam Jepang adalah bibit, luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Untuk hasil analisis pendapatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi adalah biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp 671.770,83 per petani per musim tanam dan Rp 2.838.859,33 per hektar per musim tanam. Usahatani bayam Jepang di lokasi penelitian tergolong usahatani yang menguntungkan dilihat dari jumlah pendapatan bersih rata-rata per ha per musim tanam sebesar Rp 16.525.331,72 dan nilai R/C rasio sebesar 3,89. Dilihat dari tingkat investasi diperoleh nilai ROI


(30)

16 sebesar 289,25 persen yang berarti bahwa usahatani bayam Jepang di lokasi penelitian efisien untuk dilaksanakan. Analisis BEP juga dilakukan pada penelitian ini dan diperoleh hasil BEP harga sebesar Rp 459,25 per kg dan BEP unit sebesar 170,03 kg.

Penelitian terkait efisiensi teknis dilakukan oleh Maryono (2008) dengan tujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan teknologi baru dalam program benih bersertifikat, menganalisis efisiensi teknis petani sebelum dan setelah program, dan menganalisis struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sebelum dan setelah program. Berdasarkan hasil analisis pelaksanaan teknologi usahatani ditunjukkan bahwa petani yang menggunakan pupuk organik dalam usahataninya hanya sebanyak 9,68 persen dan petani yang melaksanakan penggunaan pupuk sesuai anjuran hanya sebesar 45,16 persen responden. Berdasarkan hasil perhitungan fungsi produksi stochastic frontier, pada masa tanam II terjadi penurunan tingkat efisiensi teknis petani responden. Hal ini ditunjukkan dengan angka rata-rata tingkat efisiensi teknis pada masa tanam I sebesar 0,966 dengan nilai terendah 0,805 dan nilai tertinggi adalah 0,994. Sedangkan pada masa tanam II nilai rata-rata efisiensi teknis 0,899 dengan nilai terndah 0,732 dan nilai tertinggi 0,990. Berdasarkan angka-angka tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya program benih bersertifikat ini justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata sebesar 6,935 persen. Berdasarkan uji statistik berbeda nyata (signifikan) pada selang kepercayaan 99 persen atau α sebesar 1 persen.

Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa pada masa tanam I variabel yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis adalah dummy

bahan organik dan dummy legowo, sedangkan pada masa tanam II faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi petani responden adalah pengalaman, pendidikan dan rasio urea-TSP. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya tunai sebelum program sebesar 4,97 dan setelah program nilai nominalnya sebesar 7,09 dan nilai riilnya sebesar 5,74. R/C rasio atas biaya total setelah program secara nominal menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara riil mengalami penurunan. R/C rasio atas biaya total sebelum program sebesar 1,64 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 1,91 dan nilai riilnya


(31)

17 sebesar 1,62. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa program benih bersertifikat yang dilakukan dapat meningkatkan pendapatan petani di lokasi penelitian secara nominal. Namun untuk pendapatan secara riil, perlu adanya faktor lain yang mendukung program tersebut agar mampu meningkatkan pendapatan petani secara riil.

Hutauruk (2008) melakukan penelitian terkait efisiensi usahatani dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi produksi padi di Kecamatan Telagasari, menganalisis efisiensi teknis petani dan menganalisis pembiayaan usahatani padi. Penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil pada musim tanam dimana petani menggunakan benih unggul bersubsidi dan musim tanam sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor yang berpengaruh pada musim tanam dengan menggunakan benih sendiri adalah lahan, benih/lahan, pupuk KCL/lahan, pupuk NPK/lahan, tenaga kerja luar keluarga/lahan dan tenaga kerja dalam keluarga/lahan. Sedangkan pada musim tanam dengan benih bantuan pemerintah adalah lahan, pupuk KCL/lahan dan tenaga kerja luar keluarga/lahan. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan efisiensi teknis sesudah penggunaan benih program bersubsidi dibandingkan dengan sebelum penggunaan benih program bersubsidi. Hal tersebut dipengaruhi oleh efek inefisiensi teknis yaitu umur bibit. Selain itu, nilai efisiensi alokatif dan ekonomis juga menurun pada saat penggunaan benih program bersubsidi. Hal ini terjadi karena kekakuan petani mengubah penggunaan faktor produksi akibat perubahan harga. Perubahan input yang tidak berubah akibat kenaikan harga menyebabkan efisiensi alokatif dan ekonomis turun.

Podesta (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat dan benih non sertifikat di Kabupaten Cianjur, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani padi Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur, dan menghitung pendapatan petani usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat dan benih non sertifikat di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini menggunakan tujuh variabel independen penduga dalam fungsi produksi, yaitu luas lahan (X1), benih (X2), pupuk N (X3), pupuk P (X4), pupuk K (X5), obat cair


(32)

18 tingkat inefisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi meliputi usia, pendidikan formal, pengalaman, umur bibit dan dummy status usahatani serta dummy

pendidikan non formal. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis petani pandan wangi benih sertifikat adalah 0,967 sedangkan petani pandan wangi benih non sertifikat adalah 0,713 dengan frekuensi tersebar. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total usahatani padi Pandan Wangi baik benih sertifikat maupun benih non sertifikat pada musim tanam II mengalami peningkatan jika dibandingkan pada saat musim tanam I. nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi Pandan Wangi benih non sertifikat musim tanam II lebih besar dibandingkan R/C rasio yang lain yakni sebesar 7,54.

Penelitian efisiensi teknis juga dilakukan Nugraha (2010) dengan tujuan untuk menganalisis keragaan usahatani brokoli di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang ditinjau dari pendapatan usahataninya dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi brokoli dan menganalisis efisiensi teknis brokoli di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, produksi brokoli dari sejumlah petani responden di Desa Cibodas bisa dikatakan menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total usahatani brokoli di Desa Cibodas masing-masing yaitu 1,77 dan 1,31. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada selang 99 persen adalah benih, dan faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada taraf 95 persen adalah pupuk kandang, pupuk kimia, dan tenaga kerja. Penambahan jumlah benih dan pupuk kimia yang digunakan akan meningkatkan jumlah produksi brokoli secara signifikan. Pestisida padat dan pestisida cair merupakan faktor produksi yang berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi brokoli. Usahatani brokoli di Desa Cibodas secara ekonomis belum efisien secara ekonomis.

Khotimah (2010) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis keragaan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di


(33)

19 Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan variabel pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Semua variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar. Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani ubi jalar adalah 0,75 atau 75 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien. Sedangkan hasi dari analisis pendapatan usahatani ubi jalar menunjukan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di lokasi penelitian menguntungkan. Hasil analisis menggunakan R/C juga menunjukan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu.

Penelitian yang dilakukan Sitepu (2010) bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian, mengetahui bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian, dan menganalisis efesiensi pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian. Berdasarkan analisis pendapatan, diperoleh R/C rasio total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. Sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan.

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penelitian-penelitian terdahulu terdapat beberapa faktor yang diduga mempengaruhi inefisiensi suatu usahatani. Namun dari hasil penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap inefisiensi usahatani.


(34)

20

Tabel 9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Usahatani Peneliti

(Tahun) Judul

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi

Usahatani Adhiana

(2005)

Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Lidah Buaya (Aloe Vera) di Kabupaten Bogor : Pendekatan Stochastic Frontier

- Umur (-) d - Pendidikan (-) b - Pengalaman (-) a - Manajemen (+)

- Pendapatan luar usahatani (+) Theresia

Lidia Pinondang Hutauruk (2008)

Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi di

Kecamatan Telagasari,

Kabupaten Karawang, Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier

- Pengalaman (+)

- Pendapatan di luar usahatani (+)

- Pendidikan (+) - Jarak tanam (-)

- Status kepemilikan lahan (-) - Umur Bibit (+) b

Rosana Podesta S (2009)

Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi

- Umur (-)

- Pendidikan Formal (-) - Pengalaman (+) - Umur bibit (-)

- Dummy status usahatani (+) - Dummy pendidikan non

formal (-)d Husnul

Khotimah (2010)

Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat

- Umur (-) b - Pengalaman (+) c - Pendidikan (-) d

- Lama kerja di luar usahatani (+) c

- Pendapatan di luar usahatani (-)a

- Status kepemilikan lahan (+) d - Penyuluhan (-)

Keterangan : a = nyata pada α = 0,01 c = nyata pada α = 0,10 b = nyata pada α = 0,05 d = nyata pada α ≥ 0,15

Pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa faktor-faktor inefisiensi dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap inefisiensi suatu kegiatan usahatani. Adapun faktor yang sebagian besar berpengaruh positif terhadap inefisiensi usahatani dari hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah pengalaman, pendapatan di luar usahatani, manajemen dan status kepemilikan lahan. Sedangkan faktor dugaan lainnya seperti umur, lama bekerja di luar usahatani, penyuluhan, umur bibit, pendidikan, dan sebagainya memiliki pengaruh yang berbeda-beda di setiap penelitian. Faktor-faktor penyebab inefisiensi yang digunakan pada penelitian-penelitian terdahulu kemudian menjadi pertimbangan


(35)

21 peneliti untuk menentukan variabel yang digunakan untuk menganalisis inefisiensi suatu usahatani horenso. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, faktor pengalaman, pendapatan di luar usahatani dan status kepemilikan lahan akan dijadikan variabel untuk menganalisis inefisiensi usahatani pada penelitian ini.

Analisis pendapatan usahatani juga banyak dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat pengembalian dari suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan kegiatan usahatani yang dilakukan sudah menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu. Oleh karena itu, kegiatan usahatani layak untuk terus dilakukan dan dikembangkan.


(36)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani menurut Soekarwati (2002) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara-cara petani memperoleh dan mengkombinasikan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengolahan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Sedangkan Suratiyah (2008) menjelaskan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.

Keberhasilan dalam suatu usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (faktor internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (faktor eksternal). Faktor-faktor internal usahatani terdiri dari petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, harga output, harga faktor produksi, fasilitas kredit, dan penyuluhan bagi petani.

Hernanto (1996) diacu dalam Khotimah (2010) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu :

1) Lahan

Lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, lahan memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah : luasnya relatif atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli, menyewa, membuka lahan sendiri, wakaf, menyakap atau pemberian negara.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Dalam usahatani, tenaga kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia digolongkan


(37)

23 menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani didasari oleh tingkat kemampuannya. Kualitas kerja manusia sangat dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam kegiatan usahatani digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja ternak sering digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik sering digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pengemdalian hama, serta pemanenan.

3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan produk pertanian. Menurut sifatnya modal dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Penggunaan modal berfungsi untuk membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa.

4) Manajemen

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor yang dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan.


(38)

24 Sementara itu Suratiyah (2008) mengklasifikasikan usahatani menurut corak dan sifat, organisasi, pola dan tipe usahataninya.

1. Corak dan Sifat

Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersil adalah usahatani yang dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melainkan juga untuk memperoleh keuntungan.

2. Organisasi

Berdasarkan organisasinya, usahatani dibagi menjadi usahatani individual, kolektif dan kooperatif. Usahatani individual merupakan usahatani yang seluruh prosesnya dilakukan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri. Usahatani kolektif merupakan usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif merupakan usahatani yang setiap prosesnya dikerjakan secara individual, namun kegiatan yang penting dikerjakan oleh kelompok, seperti : pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran.

3. Pola

Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, seperti : usahatani peternakan, perikanan, dan tanaman pangan. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun terdapat batas yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, seperti tumpang sari dan mina padi.

4. Tipe

Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi usahatani berdasarkan komoditas yang diusahakan, seperti : usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani jagung. Setiap komoditas dapat menjadi tipe usahatani.


(39)

25

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima. Pendapatan yang semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Dengan dilakukannya analisis tersebut, petani dapat melakukan perencanaan kegiatan usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang.

Soekartawi et al. (2002) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani, yaitu :

1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani.

2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani.

Dalam melakukan analisis usahatani, diperlukan data-data yang terkait dengan penerimaan dan biaya usahatani selama jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual dari hasil produksi tersebut selama jangka waktu tertentu. Sedangkan biaya usahatani adalah total pengeluaran petani yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani selama jangka waktu tertentu.

Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tetap dan dikeluarkan terus menerus tanpa terpengaruh oleh


(40)

26 faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya tetap adalah pajak. Sementara biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya variabel adalah biaya untuk tenaga kerja, dimana penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak akan menyebabkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi.

Pendapatan usahatani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani.

Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui pendapatan usahatani. Dengan dilakukannya analisis R/C rasio, maka akan diketahui besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya tersebut. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya tersebut. Sedangkan jika nilai R/C rasio sama dengan satu, maka tambahan biaya yang dikeluarkan akan sama besar dengan tambahan penerimaan yang didapat, sehingga diperoleh keuntungan normal. Pada dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut layak dan menguntungkan untuk dilakukan.

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi

Pada suatu proses produksi, terdapat istilah hubungan input dengan output

yang merupakan hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk yang diperoleh. Produk yang dihasilkan oleh suatu proses produksi


(41)

27 tergantung pada kuantitas dan jenis faktor produksi yang digunakan pada proses produksi tersebut. Hubungan antara faktor produksi dan produksi yang dihasilkan ini dapat dilihat pada fungsi produksi.

Soekaratawi et al (2002) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu mempengaruhi besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Misalkan Y adalah produksi dan Xi adalah masukan i,

maka besarnya Y akan tergantung pada besarnya X1, X2, X3, ..., Xm yang

digunakan pada fungsi tersebut. Secara aljabar, hubungan Y dan X dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f(X1, X2, X3, ..., Xm) ... (3.1)

dimana :

Y : produksi/output

X1, X2, X3, ..., Xm : faktor produksi/input

Jika bentuk fungsi produksi tersebut diketahui, maka informasi harga dan biaya dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan terbaik maupun mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan masukan dan terhadap produksi. Namun hal ini sulit dilakukan oleh petani. Hal ini disebabkan oleh :

1. Adanya faktor ketidaktentuan terkait cuaca, hama, dan penyakit tanaman. 2. Data yang digunakan untuk pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar. 3. Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata

suatu pengamatan.

4. Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti.

5. Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Pada dasarnya fungsi produksi dapat dinyatakan secara sistematis maupun dengan kurva produksi. Kurva tersebut menggambarkan hubungan fisik faktor produksi dan hasil produksinya, dengan asumsi hanya satu produksi yang berubah dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (cateris paribus).


(42)

28 Selain hubungan input dan output suatu proses produksi, fungsi produksi juga menggambarkan Marginal Product (MP) dan Average Product (AP). Pengertian dari Marginal Product (MP) adalah tambahan produksi per kesatuan tambahan input. Sedangkan Average Product (AP) adalah produksi per kesatuan input. Adapun kurva produksi digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kurva Produksi Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal

Sumber : Doll dan Orazem (1984)

Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa berdasarkan elastisitas produksinya, kurva produksi terbagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah I dimana terjadi


(43)

29 peningkatan AP, daerah II dimana terjadi penurunan AP saat MP positif, dan daerah III dimana terjadi penurunan AP saat MP negatif.

Daerah I berada di sebelah kiri titik AP maksimum dengan nilai elastisitas produksi lebi besar dari satu ( > 1). Hal ini berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu satuan. Kondisi tersebut dapat terjadi saat nilai MP lebih besar dari nilai AP. Pada kondisi elastisitas produksi yang lebih besar dari satu, keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien.

Daerah II berada di antara AP maksimum dan MP=0 dengan nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (0 < < 1). Hal ini berarti ba wa penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada daerah ini terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun, namun penggunaan faktor-faktor produksi tertentu di daerah ini dapat memberikan keuntungan maksimum. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.

Daerah III berada di sebelah kanan MP=0 dengan nilai elastisitas produksi kurang dari nol ( < 0). Hal ini berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini, penggunaan faktor produksi sudah tidak efisien. Oleh karena itu, daerah III disebut daerah irrasional.

3.1.4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Seinford dan Trail (1990) diacu dalam Coelli et al (1998) menjelaskan bahwa terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode yang pertama adalah metode

stochastic frontier yang berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak, dan inefisiensi. Sementara metode yang kedua adalah teknik linear programming

(Data Envelopment Analysis) yang tidak mempertimbangkan adanya kesalahan acak, sehingga efisiensi teknis tersebut bisa menjadi bias.

Menurut Greene (1993) dalam Sukiyono (2005), model produksi frontier


(44)

30 tertentu yang didapatkan dari hubungan antara produksi dan potensi produksi yang dapat dicapai. Selain itu Van Dijk dan Szirmai (2002) dalam Sirait (2007) juga menyebutkan bahwa stochastic frontier (SF) lebih baik daripada metode DEA. Hal ini dikarenakan metode stochastic frontier dapat digunakan secara langsung untuk menguji hipotesa yang terkait dengan model produksi. Namun walaupun begitu, model stochastic frontier masih jauh dari kenyataan riil, karena pencapaian best practice perusahaan banyak dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, pengalaman dan skala perusahaan (Alvarez dan Inespi 2003,

dalam Sirait 2007).

Giannakas, et al, 2003 diacu dalam Sukiyono, 2005 menjelaskan bahwa karakteristik model produksi frontier untuk menduga efisiensi teknis adalah adanya pemisahan dampak dari goncangan peubah eksogen terhadap keluaran melalui kontribusi ragam yang menggambarkan efisiensi teknis. Hal ini memungkinkan metode ini digunakan untuk menduga ketidakefisienan suatu proses produksi tanpa mengabaikan error term (galat) dari modelnya. Jika fungsi produksi frontier diketahui maka dapat diestimasi inefisiensi teknis melalui perbandingan posisi aktual relatif terhadap batasnya (Adiyoga 1999, dalam Hutauruk 2008).

Aigner, Lovell dan Schmidt (1977) serta Meeusen dan van den Broeck (1977) dalam Coelli et al (1998) menjelaskan bahwa fungsi stochastic frontier

merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tidak terduga (stochastic frontier) di dalam batas produksi. Dalam fungsi produksi ini ditambahkan random error (vi) ke dalam variabel acak non negatif (non-negative random variable) (ui) seperti dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut :

Yi = Xi+ (vi - ui) ... (3.2)

dimana :

Yi : Produk yang dihasilkan pada waktu ke-t

Xi : Vektor input yang digunakan pada waktu ke-t  Vektor parameter yang akan diestimasi

vi : Random error atau variabel acak yang bebas dan secara identik


(1)

74 persen. Koefisien pada faktor pengalaman sebesar -0,629 menunjukkan bahwa jika pendidikan formal petani responden bertambah satu tahun maka inefisiensi teknis akan menurun 0,629, cateris paribus. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka inefisiensi teknis usahatani akan semakin rendah.

Sebagian besar petani responden yaitu sebanyak 19 orang mengenyam pendidikan formal hingga lulus SD, 7 orang melanjutkan pendidikan hingga SMP atau SMA dan sisanya sebanyak 4 orang belum lulus SD. Petani yang mendapatkan pendidikan formal memiliki kemampuan membaca, menulis dan menghitung. Kemampuan ini meskipun sederhana tapi mampu membantu petani dalam melakukan pengelolaan usahataninya menjadi lebih baik dan efisien. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan formal petani, maka semakin tinggi pula kemampuan petani tersebut untuk mengikuti teknik budidaya ataupun teknologi baru yang meningkatkan efisiensi usahatani horenso. Maka dari itu faktor pendidikan formal di lokasi penelitian berdampak nyata dalam menurunkan inefisiensi teknis usahatani horenso.

4. Penyuluhan

Penyuluhan berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar. Hal ini menunjukan bahwa adanya penyuluhan terkait teknik budidaya dan teknologi usahatani tidak mempengaruhi tingkat inefisiensi usahatani horenso di lokasi penelitian, karena sebagian besar petani responden lebih nyaman dengan teknik budidaya yang telah biasa dikerjakan. Hal ini menyebabkan petani sulit melakukan perubahan dengan mengadopsi teknik maupun teknologi baru.

Selain itu penyuluhan yang diberikan pun tidak banyak memberi informasi baru kepada petani responden, karena teknik budidaya ideal bagi horenso belum diketahui secara pasti oleh penyuluh. Data di lapangan menunjukkan bahwa terdapat 14 orang petani responden yang telah mengikuti penyuluhan.


(2)

75 5. Status kepemilikan lahan

Status kepemilikan lahan diukur dengan dummy lahan sewa = 0 dan lahan bukan sewa = 1, dan. Status kepemilikan lahan berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar. Hal ini menunjukan bahwa kepemilikan lahan petani responden tidak mempengaruhi tingkat inefisiensi usahatani horenso di lokasi penelitian. Nilai koefisien status kepemilikan lahan yang positif menunjukkan bahwa petani yang menyewa lahan membudidayakan horenso dengan lebih efisien dibandingkan petani yang memiliki lahan sendiri. Hal ini disebabkan rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh petani yang bukan pemilik lahan lebih besar dibandingkan dengan petani yang memiliki lahannya sendiri. Petani responden petani sewa lebih termotivasi dalam menjalankan usahataninya karena petani sewa telah mengeluarkan biaya sewa lahan di awal tahun untuk lahan usahataninya, sehingga petani tersebut berusaha lebih baik untuk mengejar kembalinya modal sewa disamping untuk memperoleh keuntungan.

7.3Implikasi Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian efisiensi teknis horenso pada Kelompok Tani Agro Segar dapat diketahui tingkat efisiensi teknis dari budidaya horenso di lokasi penelitian. Hasil dari penelitian ini memberikan beberapa implikasi terhadap kebijakan perusahaan dan manajerial usahatani yang dapat diterapkan oleh Kelompok Tani Agro Segar sebagai alternatif pemecahan masalah dan peningkatan produksi dan efisiensi teknis usahatani horenso. Peningkatan produksi dapat dicapai dengan cara menggeser production frontier (peningkatan efisiensi teknis) atau dengan cara memperbaiki tingkat efisiensi dengan pemakaian teknologi tertentu (bergerak menuju frontier).

Diketahui dari hasil penelitian bahwa variabel yang berpengaruh negatif terhadap inefisiensi (meningkatkan efisiensi teknis) adalah pendidikan formal. Sedangkan umur, pengalaman, penyuluhan dan status kepemilikan lahan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis (menurunkan efisiensi teknis). Adapun beberapa implikasi kebijakan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah :


(3)

76 1. Lahan dan pupuk organik memiliki pengaruh positif dan nyata dengan nilai elastisitas yang tinggi. Sedangkan variabel yang lain walaupun berdampak positif dan nyata akan tetapi nilai elastisitasnya rendah mendekati nol (inelastis) atau sudah mendekati frontier, sehingga penambahan input hanya akan mempengaruhi sedikit penambahan output. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi diprioritaskan kepada variabel lahan dan pupuk organik. Penambahan lahan dapat dilakukan dengan memperluas lahan garapan oleh petani responden dengan proporsi penggunaan input yang konstan. Sedangkan penambahan penggunaan pupuk organik diperlukan untuk mendukung kesuburan lahan yang akan ditanami horenso.

2. Penambahan penggunaan tenaga kerja dan pupuk anorganik juga mampu meningkatkan produksi horenso di lokasi penelitian. Upaya penambahan yang dilakukan dapat berupa penambahan jam kerja maupun penambahan jumlah pekerja. Hal yang harus diperhatikan adalah upaya penambahan tenaga kerja harus diimbangi dengan penambahan kualitas dari sumber daya manusia agar lebih berpengaruh terhadap peningkatan produksi horenso pada Kelompok Tani Agro Segar. Sedangkan penggunaan pupuk anorganik diperlukan untuk pemeliharaan tanaman horenso agar tetap sehat dan mencapai bobot ideal yaitu 40 gram per tanaman.

3. Bibit dan pestisida memiliki pengaruh negatif dan nyata terhadap produksi horenso di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa sebaiknya petani mengurangi penggunaan bibit dan pestisida dalam usahatani horenso. Hal ini akan berdampak positif, selain tanaman horenso yang dibudayakan akan lebih besar dan sehat, pengeluaran petani responden pun dapat ditekan karena pengurangan penggunaan bibit dan pestisida.

4. Pendidikan formal berpengaruh nyata dalam meningkatkan efisiensi teknis usahatani horenso. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan formal. Upaya tersebut dapat direalisasikan dengan mempermudah akses keluarga petani terhadap dunia pendidikan di lokasi penelitian. Kelompok Tani Agro Segar sendiri sudah memiliki divisi yang mengurus pelatihan pertanian terutama budidaya sayuran Jepang bagi pemuda-pemuda sekitar yang tertarik akan usahatani sayura Jepang. Namun


(4)

77 divisi ini belum berjalan secara maksimal. Selain itu diperlukan upaya untuk menaikan citra dunia pertanian yang menguntungkan agar menarik minat para pemuda untuk belajar pertanian, karena sumber daya alam yang ada sangat mendukung untuk pengembangan pertanian dan agribisnis secara luas.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adhiana. 2005. Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Lidah Buaya (Aloe Vera) di Kabupaten Bogor : Pendekatan Stochastic Frontier [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Coelli T, Rao PSD, Battese GE. 1998. An Introduction to Efficiency and Product Analysis. London: Kluwer Academic Publisher.

Daulay AH. 2007. Sistem Usahatani dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) di Kabupaten Karo [skripsi]. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

[Ditjenhort] Direktorat Jendral Hortikultura. 2010. Pengelolaan Data dan Informasi Ditjen Hortikultura. www.deptan.go.id/pusdatin/admin/IB/ forumNTB/Ditjen%20Horti.pdf [9 Maret 2011]

Doll Pj, Orazem F. 1984. Production Economics Theory with Applications Second Edition. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Hutauruk TLP. 2008. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Khotimah H. 2010. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Maryono. 2008. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat : Pendekatan Stochastic Production Frontier (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nugraha H. 2010. Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Brokoli [skripsi]. Bogor:

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Podesta R. 2009. Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat Terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Sirait H. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Jakarta : IBII


(6)

82 Sitepu JE. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi, Soeharjo A, Dillon J, Hardaker J. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB, Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Farm Management Research for Small Development.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-Douglas. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta : UI Press.

Sukiyono K. 2005. Faktor Penentu Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Industri Keramik Hias (Studi Kasus di Desa Anjun, Kec. Plered, Kab. Purwakarta) [skripsi]. Bandung : FPEB UPI Bandung.

Sumaryanto. 2001. Determinan Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Lahan Sawah Irigasi. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Suratiyah K. 2008. Analisis Usahatani. Yogyakarta : Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.