Optimasi Kondisi Pengujian Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Penetapan Kadar Bahan Aktif Obat Sakit Kepala

 

 

 

ABSTRAK
HERLIN EKA PRATIWI. Optimasi Kondisi Pengujian Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi pada Penetapan Kadar Bahan Aktif Obat Sakit Kepala. Dibimbing oleh RUDI
HERYANTO dan YOANNE ECLEXIA N.S.
Optimasi kondisi pengujian kromatografi cair kinerja tinggi untuk penetapan
kadar parasetamol dan kafein sebagai zat aktif dalam obat sakit kepala telah dilakukan
dengan tujuan menetapkan kondisi optimum dan meningkatkan efisiensi waktu
pengujian. Metode penelitian menggunakan metodologi permukaan respons dengan 2
peubah bebas, yaitu konsentrasi fase gerak dan laju alir, serta 3 taraf, yaitu 10, 15, dan
20% asetonitril untuk konsentrasi fase gerak dan 0.5, 1.0, dan 1.5 mL/menit untuk laju
alir. Kondisi optimum diperoleh pada konsentrasi asetonitril 15% dan laju alir 1.5
mL/menit namun kondisi yang terpilih adalah asetonitril 15% dan laju alir 1.0
mL/menit dengan pertimbangan ekonomis dan kesesuaian sistem. Hasil optimasi
kemudian divalidasi untuk memastikan bahwa penetapan dengan metode tersebut
dapat dipercaya. Parameter validasi meliputi uji plasebo, batas deteksi, batas

kuantitasi, kecermatan, kesaksamaan, linearitas, ketangguhan, dan kekuatan metode.
Dari hasil validasi dapat disimpulkan bahwa metode terpilih memenuhi kriteria untuk
seluruh parameter dan dapat digunakan untuk analisis.

ABSTRACT
HERLIN EKA PRATIWI. Optimization of High Performance Liquid Chromatography
Analysis Condition to Determine Active Substance in a Headache Medicine.
Supervised by RUDY HERYANTO and YOANNE ECLEXIA NS.
Optimization of high performance liquid chromatography analysis condition
for paracetamol and caffeine concentration determination as active substances in a
headache medicine was performed to obtain the optimum condition and to increase the
efficiency of analysis time. The research method used response surface methodology
with 2 independent variables and 3 levels of analysis. The independent variables were
concentrations of mobile phase and flow rate, the levels were 10, 15, and 20% of
acetonitrile as the mobile phase and 0.5, 1.0, and 1.5 mL/min for the flow rate.
Optimum condition was obtained in 15% concentration of acetonitrile and 1.5 mL/min
of flow rate, but the selected condition is a 15% concentration of acetonitrile and 1.0
mL/min of flow rate because of the system suitability and economic reasons. The
selected condition was then validated to ensure that the method could give reliable
results. Validation parameters consist of placebo study, limit of detection and

quantitation, accuracy, precision, linearity, ruggedness, and robustness. In conclusion,
the selected method could fulfill the criteria for all parameters and could be used for
analysis.
 

2

 

PENDAHULUAN
Obat pereda sakit kepala dengan 2
kandungan zat aktif, parasetamol dan kafein,
telah diproduksi oleh perusahaan farmasi
dengan memenuhi cara pembuatan obat yang
baik (CPOB) yang dipersyaratkan oleh badan
pengawasan obat dan makanan (BPOM).
Parasetamol memiliki sifat analgesik yang
efektif untuk menghilangkan rasa nyeri ringan
dan mengobati sakit kepala, sedangkan kafein
berfungsi sebagai stimulan (ASHSP 2001).

Obat pereda sakit kepala tablet diproduksi
dalam jumlah yang semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya permintaan konsumen.
Penambahan jumlah produksi berdampak
terhadap penambahan jumlah analisis yang
dilakukan sebagai jaminan kualitas produk.
Oleh karena itu, diperlukan metode analisis
yang cepat dan tepat untuk memenuhi
keperluan tersebut. Metode penetapan kadar
parasetamol dan kafein dalam obat sakit kepala
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) hasil pengembangan in house oleh
RnD menggunakan fase gerak asetonitril 10%,
fase diam RP-18 125 × 4 mm 5µm, waktu alir
1.0 mL/menit dapat memisahkan parasetamol
dan kafein dengan resolusi 13.2, waktu retensi
parasetamol ±3.2 menit, kafein ±9.1 menit, dan
lama waktu pengujian ±10 menit (Scientist
2003). Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengoptimasi kondisi pengujian tersebut

sehingga dapat mempersingkat waktu analisis
untuk mencapai efisiensi pengujian.
Modifikasi dengan melakukan perubahan
komposisi fase gerak dan waktu alir. Kondisi
optimum ditentukan menggunakan metodologi
permukaan respons. Kondisi terpilih kemudian
divalidasi untuk memastikan bahwa metode
memberikan hasil uji yang terpercaya dan
digunakan untuk analisis rutin. Parameter
validasi meliputi batas deteksi, batas
kuantitasi,
kecermatan,
kesaksamaan,
linearitas, ketangguhan, dan kekuatan metode.

TINJAUAN PUSTAKA
Tablet Obat Sakit Kepala
Tablet adalah sediaan padat yang
mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan

pengisi.
Berdasarkan
metode
pembuatannya, tablet dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan kempa. Tablet kempa
dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja.
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan

 

massa serbuk lembap pada tekanan rendah
dalam lubang cetakan (Depkes RI 1995).
Bahan yang digunakan dalam pembuatan
obat terdiri atas bahan utama (zat aktif) dan
bahan tambahan (zat aditif). Bahan utama
adalah
zat
kimia
yang

berfungsi
menyembuhkan penyakit yang dialami oleh
penderita, sedangkan bahan tambahan adalah
zat kimia yang berfungsi menambah bobot
yang diinginkan, mempermudah proses
pencetakan, atau mempermudah proses
pengikatan pada saat semua bahan obat
tercampur. Obat sakit kepala tablet diproduksi
dengan sediaan padat berbentuk tablet bundar
berwarna putih, tidak berbau, berasa pahit,
diameter 13 mm, dan memiliki kandungan
bahan utama 500 mg parasetamol dan 30 mg
kafein. Bahan tambahan terdiri atas larutan
natrium benzoat sebagai pengikat pada proses
granulasi basah sekaligus pengawet, bahan
pengisi yang terdiri atas Primojel dan Kolidon,
sedangkan fase luar terdiri atas Mg stearat dan
Aerosil 200 yang berfungsi memudahkan
proses pencetakan.
Parasetamol

Parasetamol
atau
dikenal
sebagai
asetaminofen (Gambar 1) merupakan zat aktif
berbentuk serbuk hablur putih dan tidak berbau
dengan rumus kimia C8H9NO2 dan bobot
molekul 151.16 g/mol. Parasetamol larut di
dalam air mendidih dan NaOH 1 N, serta
mudah larut dalam etanol. Suhu leburnya 168–
172 oC, sisa pijar ≤0.1%, kadar air ≤0.5%, dan
logam berat ≤0.001% (Depkes RI 1995).
Parasetamol sangat stabil di dalam air dan
memiliki kestabilan maksimum pada kisaran
pH 5–7 (Connors et al. 1986). Parasetamol
merupakan senyawa turunan dari p-aminofenol
yang memiliki sifat analgesik dan antipiretik.
Parasetamol
memberi
efek

analgesik
sementara, tidak memiliki efek antirematik,
efektif menghilangkan rasa nyeri ringan, dan
mengobati
sakit
kepala.
Parasetamol
ditemukan dapat dikombinasikan dengan
kafein, aspirin, salisilamida, dan opiat (ASHSP
2001).

Gambar 1 Rumus struktur parasetamol.

 

PENDAHULUAN
Obat pereda sakit kepala dengan 2
kandungan zat aktif, parasetamol dan kafein,
telah diproduksi oleh perusahaan farmasi
dengan memenuhi cara pembuatan obat yang

baik (CPOB) yang dipersyaratkan oleh badan
pengawasan obat dan makanan (BPOM).
Parasetamol memiliki sifat analgesik yang
efektif untuk menghilangkan rasa nyeri ringan
dan mengobati sakit kepala, sedangkan kafein
berfungsi sebagai stimulan (ASHSP 2001).
Obat pereda sakit kepala tablet diproduksi
dalam jumlah yang semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya permintaan konsumen.
Penambahan jumlah produksi berdampak
terhadap penambahan jumlah analisis yang
dilakukan sebagai jaminan kualitas produk.
Oleh karena itu, diperlukan metode analisis
yang cepat dan tepat untuk memenuhi
keperluan tersebut. Metode penetapan kadar
parasetamol dan kafein dalam obat sakit kepala
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) hasil pengembangan in house oleh
RnD menggunakan fase gerak asetonitril 10%,
fase diam RP-18 125 × 4 mm 5µm, waktu alir

1.0 mL/menit dapat memisahkan parasetamol
dan kafein dengan resolusi 13.2, waktu retensi
parasetamol ±3.2 menit, kafein ±9.1 menit, dan
lama waktu pengujian ±10 menit (Scientist
2003). Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengoptimasi kondisi pengujian tersebut
sehingga dapat mempersingkat waktu analisis
untuk mencapai efisiensi pengujian.
Modifikasi dengan melakukan perubahan
komposisi fase gerak dan waktu alir. Kondisi
optimum ditentukan menggunakan metodologi
permukaan respons. Kondisi terpilih kemudian
divalidasi untuk memastikan bahwa metode
memberikan hasil uji yang terpercaya dan
digunakan untuk analisis rutin. Parameter
validasi meliputi batas deteksi, batas
kuantitasi,
kecermatan,
kesaksamaan,
linearitas, ketangguhan, dan kekuatan metode.


TINJAUAN PUSTAKA
Tablet Obat Sakit Kepala
Tablet adalah sediaan padat yang
mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan
pengisi.
Berdasarkan
metode
pembuatannya, tablet dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan kempa. Tablet kempa
dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja.
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan

 

massa serbuk lembap pada tekanan rendah
dalam lubang cetakan (Depkes RI 1995).
Bahan yang digunakan dalam pembuatan
obat terdiri atas bahan utama (zat aktif) dan
bahan tambahan (zat aditif). Bahan utama
adalah
zat
kimia
yang
berfungsi
menyembuhkan penyakit yang dialami oleh
penderita, sedangkan bahan tambahan adalah
zat kimia yang berfungsi menambah bobot
yang diinginkan, mempermudah proses
pencetakan, atau mempermudah proses
pengikatan pada saat semua bahan obat
tercampur. Obat sakit kepala tablet diproduksi
dengan sediaan padat berbentuk tablet bundar
berwarna putih, tidak berbau, berasa pahit,
diameter 13 mm, dan memiliki kandungan
bahan utama 500 mg parasetamol dan 30 mg
kafein. Bahan tambahan terdiri atas larutan
natrium benzoat sebagai pengikat pada proses
granulasi basah sekaligus pengawet, bahan
pengisi yang terdiri atas Primojel dan Kolidon,
sedangkan fase luar terdiri atas Mg stearat dan
Aerosil 200 yang berfungsi memudahkan
proses pencetakan.
Parasetamol
Parasetamol
atau
dikenal
sebagai
asetaminofen (Gambar 1) merupakan zat aktif
berbentuk serbuk hablur putih dan tidak berbau
dengan rumus kimia C8H9NO2 dan bobot
molekul 151.16 g/mol. Parasetamol larut di
dalam air mendidih dan NaOH 1 N, serta
mudah larut dalam etanol. Suhu leburnya 168–
172 oC, sisa pijar ≤0.1%, kadar air ≤0.5%, dan
logam berat ≤0.001% (Depkes RI 1995).
Parasetamol sangat stabil di dalam air dan
memiliki kestabilan maksimum pada kisaran
pH 5–7 (Connors et al. 1986). Parasetamol
merupakan senyawa turunan dari p-aminofenol
yang memiliki sifat analgesik dan antipiretik.
Parasetamol
memberi
efek
analgesik
sementara, tidak memiliki efek antirematik,
efektif menghilangkan rasa nyeri ringan, dan
mengobati
sakit
kepala.
Parasetamol
ditemukan dapat dikombinasikan dengan
kafein, aspirin, salisilamida, dan opiat (ASHSP
2001).

Gambar 1 Rumus struktur parasetamol.

2

 
Kafein
Kafein (Gambar 2) berbentuk serbuk halus
mengilat, biasanya menggumpal, tidak berbau,
dan berasa pahit. Kafein agak sukar larut di
dalam air dan sukar larut di dalam etanol.
Kafein memiliki rumus kimia C8H10N4O2,
bobot molekul 194.19 g/mol, sisa pijar ≤0.1%,
suhu lebur 235–239 oC, susut pengeringan
≤0.5%, dan logam berat ≤0.001% (Depkes RI
1995).
Gambar 3 Diagram alir KCKT.

Gambar 2 Rumus struktur kafein.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Pada tahun 1903 Tswett menemukan teknik
kromatografi, sebagai cara untuk menguraikan
suatu
campuran.
Dalam kromatografi,
komponen terdistribusi dalam 2 fase. Transfer
massa antara fase gerak dan fase diam terjadi
bila molekul-molekul campuran terjerap pada
permukaan partikel atau terserap di dalam
pori-pori partikel atau terbagi dalam sejumlah
cairan yang terikat pada permukaan atau di
dalam pori (Khopkar 2003).
Komponen KCKT (Gambar 3) terdiri atas
pompa bertekanan tinggi yang harus tahan
terhadap semua jenis pelarut dan mampu
mengantarkan
aliran
terukur
0.01–1.0
mL/menit (Zamri 2008). Injektor merupakan
bagian untuk memasukkan contoh yang akan
dianalisis melewati sistem. Kolom adalah
jantung kromatografi, berhasil atau tidaknya
analisis bergantung pada pemilihan kolom dan
kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat
berupa kaca atau baja nir karat, pengisi kolom
seperti partikel pellicular, yaitu butiran kaca
yang dilapisi materi berpori seperti silika gel,
alumina, atau penukar ion (Khopkar 2003).
Detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya
komponen contoh dan menghitung kadarnya
(Putra 2004). Detektor yang digunakan
bergantung pada contoh yang dipisahkan,
detektor UV lazim digunakan untuk analisis
bahan organik bergugus fungsi.

KCKT merupakan metode kromatografi
cair yang paling banyak digunakan dalam
analisis suatu senyawa, karena kompatibel
untuk sebagian besar senyawa terutama
senyawa dalam campuran yang konsentrasinya
kecil dan tekanan uapnya rendah (Christinopa
2010). Menurut Khopkar (2003), penggunaan
KCKT efisien, sangat selektif, memerlukan
contoh dalam jumlah sedikit, serta dapat
digunakan dalam analisis kuantitatif. Analisis
didasarkan pada waktu retensi, yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk mengalirkan zat
terlarut dari permulaan kolom sampai detektor.
Zat yang berinteraksi kuat dengan fase
diam akan memiliki waktu retensi yang lama,
demikian pula untuk sebaliknya. Waktu retensi
tiap senyawa adalah khas pada kondisi kerja
tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai
parameter kualitatif. Untuk kepentingan
analisis kuantitatif, diperlukan data luas atau
ketinggian puncak yang ditentukan oleh
konsentrasi zat terlarut. Luas puncak pada
kurva elusi dipengaruhi proses perpindahan
massa, yaitu difusi Eddy, difusi longitudinal,
dan transfer massa tidak seimbang. Parameter
yang menunjukkan berlangsungnya proses
adalah laju aliran, ukuran partikel, laju difusi,
dan ketebalan stasioner (Khopkar 2003).
Metodologi Permukaan Respons
Optimalisasi
berhubungan
dengan
penentuan
kondisi
yang
memberikan
kemungkinan
respons terbaik. Awalnya
penentuan
kondisi
optimum
hanya
menggunakan 1 faktor untuk mengamati 1
respons. Kelemahan cara ini adalah hanya
digunakan 1 parameter yang diubah,
sedangkan parameter lainnya dianggap tetap
sehingga interaksi antarparameter tidak
teramati.
Perkembangan
selanjutnya,
penentuan kondisi optimum menggunakan
teknik statistik dengan multivariat. Salah satu
teknik yang terkenal adalah RSM yang
merupakan kumpulan teknik matematika dan

 

statistika yang digunakan untuk pemodelan
dan analisis permasalahan pada respons yang
dipengaruhi oleh beberapa peubah dan
bertujuan memperoleh kondisi optimum.
Menurut Bezerra et al. (2009), untuk
memperkirakan respons dari percobaan tidak
dapat digunakan fungsi linear, tetapi kuadrat
permukaan respons, seperti faktorial 3 tingkat,
Box Behnken, komposit pusat, dan desain
Doehlert. Kecocokan model orde dua central
composite design (CCD) atau rancangan
komposit pusat (RKP) banyak digunakan. RKP
pertama kali diperkenalkan oleh Box dan
Wilson.
Validasi Metode Analisis
Menurut Harmita (2004), ada beberapa
parameter dalam validasi metode analisis yang
dijelaskan di bawah ini :
Kecermatan
Kecermatan menunjukkan kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit sebenarnya.
Kecermatan dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan. Kecermatan hasil analisis sangat
bergantung pada sebaran galat sistematik di
dalam
keseluruhan
tahapan
analisis.
Kecermatan ditentukan dengan 2 cara, yaitu
metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan
metode penambahan baku (standard addition
method). Dalam metode simulasi, sejumlah
analit bahan murni sebagai senyawa
pembanding kimia baku ditambahkan ke dalam
campuran bahan pembawa sediaan farmasi
(plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit
yang ditambahkan.
Dalam metode penambahan baku, contoh
dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang
diperiksa ditambahkan ke dalam contoh,
dihomogenkan, kemudian dianalisis kembali.
Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar
sebenarnya. Berdasarkan kedua metode
tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan
sebagai nisbah antara hasil yang diperoleh dan
hasil sebenarnya.
Kesaksamaan
Kesaksamaan menunjukkan kesesuaian
antara hasil-hasil uji berdasarkan penyebaran
hasil dari nilai rerata jika prosedur diterapkan
secara berulang pada contoh yang diambil dari
campuran yang homogen. Kriteria saksama
diberikan jika metode memberikan simpangan
baku relatif (SBR) atau koefisien variasi (KV)
≤2%. Akan tetapi, kriteria ini sangat fleksibel

 

bergantung pada konsentrasi analit yang
diperiksa, jumlah contoh, dan kondisi
laboratorium.
Percobaan
kesaksamaan
dilakukan
terhadap sedikitnya 6 ulangan contoh yang
diambil dari campuran contoh dengan matriks
yang homogen. Sebaiknya kesaksamaan
ditentukan terhadap contoh sebenarnya, yaitu
berupa campuran dengan bahan pembawa
sediaan farmasi (plasebo), untuk melihat
pengaruh
matriks
pembawa
terhadap
kesaksamaan ini.
Selektivitas
Selektivitas adalah kemampuan metode
untuk mengukur zat tertentu secara cermat dan
saksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin ada dalam matriks contoh.
Selektivitas sering kali dapat dinyatakan
sebagai derajat penyimpangan (degree of bias).
Selektivitas metode ditentukan dengan
membandingkan hasil analisis contoh yang
mengandung cemaran, hasil urai, senyawa
sejenis, senyawa asing, atau pembawa plasebo
dengan hasil analisis contoh tanpa penambahan
bahan. Penyimpangan hasil, jika ada,
merupakan selisih dari hasil uji keduanya.
Pada metode analisis yang melibatkan
kromatografi, selektivitas ditentukan melalui
perhitungan daya resolusinya (r).
Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode
analisis memberikan respons secara langsung
atau dengan bantuan transformasi matematika
secaraa baik dan proporsional terhadap
konsentrasi analit dalam contoh. Sebagai
parameter adanya hubungan linear digunakan
koefisien korelasi r pada analisis regresi linear
y = a + bx. Hubungan linear yang ideal dicapai
jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung
pada arah garis, sedangkan nilai a
menunjukkan kepekaan analisis, terutama
instrumen yang digunakan.
Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit
dalam contoh yang dapat dideteksi dan masih
memberikan respons signifikan dibandingkan
dengan blangko. Batas kuantitasi merupakan
parameter pada analisis renik dan diartikan
sebagai jumlah terkecil analit dalam contoh
yang masih dapat memenuhi kriteria cermat
dan saksama. Batas deteksi dan kuantitasi
dihitung secara statistik melalui garis regresi
linear dari kurva kalibrasi.

4

 
Ketangguhan (Ruggedness)
Ketangguhan metode adalah tingkat
ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari
analisis contoh yang sama dalam berbagai
kondisi uji normal seperti laboratorium,
analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, dan
hari yang berbeda. Ketangguhan metode
ditentukan dengan menganalisis contoh yang
homogen dari laboratorium yang berbeda oleh
analis yang berbeda menggunakan kondisi
kerja dan lingkungan yang berbeda, tetapi
dengan prosedur dan parameter uji yang sama.
Kekuatan (Robustness)
Kekuatan metode dapat divalidasi dengan
perubahan metodologi yang kecil untuk
mengevaluasi respons analitik dan efek presisi
dan akurasi. Perubahan yang dibutuhkan untuk
menunjukkan kekuatan prosedur KCKT
mencakup perubahan komposisi organik fase
gerak (1%), pH fase gerak (±0.2 unit), laju alir,
dan suhu kolom (±2–3ºC).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan selama penelitian
adalah obat pereda sakit kepala tablet dengan
kandungan zat aktif parasetamol 500 mg dan
kafein 30 mg, standar parasetamol (Europe
CW0910509, 99.622%), standar kafein
(USA200910077, 100.7%), asetonitril Chrom
AR® (Mallinckrodt Chemical, 100%), dan air
distilasi.
Peralatan yang digunakan selama penelitian
adalah 3 macam KCKT (Waters 1525, Agilent
1200 series, dan Waters Aliance e2695)
digunakan untuk parameter ketangguhan
metode. Selain itu, digunakan perangkat lunak
Design Expert 7.0, injektor Rheodyne 20 L
sample loop, kolom LichroCART RP–18 (125
× 4 mm, 5µm), neraca analitik (Mettler Toledo,
MT XS205 DU), membran filter (millipore)
0.45 m, Ultrasonic (104H), labu takar Iwaki,
pipet volumetrik, serta peralatan kaca lainnya.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan untuk
memodifikasi metode pengujian KCKT pada
penetapan kadar parasetamol dan kafein dalam
obat sakit kepala (Lampiran 1). Parameter
kondisi KCKT sebelum modifikasi diberikan
pada Tabel 1. Modifikasi dilakukan terhadap

komposisi fase gerak dan laju alir, sedangkan
parameter yang lainnya dibuat tetap.
Tabel 1

Parameter kondisi KCKT sebelum
modifikasi
Parameter
Sebelum optimasi
Kolom
Lichocart RP-18 (125 ×  4
mm, 5µm)
Detektor
UV, 270 nm
Laju alir
1.0 mL/mnt
Loop injector 20 µL
Pelarut dan Asetonitril:air(10:90)
fase gerak
Rancangan Percobaan
Metode RSM digunakan untuk menentukan
kondisi optimum penetapan kadar parasetamol
dan kafein dalam tablet sakit kepala dengan 2
faktor sebagai peubah bebas, yaitu konsentrasi
fase
gerak
(%v/v)
dan
laju
alir
(mL/menit).Respons yang diamati adalah
waktu retensi (menit) dan resolusi. Percobaan
dirancang dalam bentuk RKP dan level terkode
disajikan pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2

Perlakuan terkode penetapan kadar
parasetamol dan kafein dalam obat
sakit kepala

Perlakuan
Fase gerak (%)
Laju alir
(mL/menit)

Tabel 3
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

-1
10
0.5

Perlakuan terkode
0
1
15
20
1.0
2.5

Rancangan komposit pusat (RKP)
dengan 2 peubah bebas
Konsentrasi
Fase gerak (%)
10
20
15
15
15
15
15
20
10
10
15
15
20

Laju alir
(mL/menit)
1.0
1.0
0.5
1.0
1.0
1.5
1.0
1.5
0.5
1.5
1.0
1.0
0.5

Metode
tersebut
digunakan
untuk
mengamati pengaruh konsentrasi fase gerak
dan laju alir terhadap waktu retensi dan
resolusi dari 2 zat aktif, yaitu parasetamol dan
kafein. Untuk melihat pengaruh tersebut
digunakan persamaan regresi

4

 
Ketangguhan (Ruggedness)
Ketangguhan metode adalah tingkat
ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari
analisis contoh yang sama dalam berbagai
kondisi uji normal seperti laboratorium,
analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, dan
hari yang berbeda. Ketangguhan metode
ditentukan dengan menganalisis contoh yang
homogen dari laboratorium yang berbeda oleh
analis yang berbeda menggunakan kondisi
kerja dan lingkungan yang berbeda, tetapi
dengan prosedur dan parameter uji yang sama.
Kekuatan (Robustness)
Kekuatan metode dapat divalidasi dengan
perubahan metodologi yang kecil untuk
mengevaluasi respons analitik dan efek presisi
dan akurasi. Perubahan yang dibutuhkan untuk
menunjukkan kekuatan prosedur KCKT
mencakup perubahan komposisi organik fase
gerak (1%), pH fase gerak (±0.2 unit), laju alir,
dan suhu kolom (±2–3ºC).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan selama penelitian
adalah obat pereda sakit kepala tablet dengan
kandungan zat aktif parasetamol 500 mg dan
kafein 30 mg, standar parasetamol (Europe
CW0910509, 99.622%), standar kafein
(USA200910077, 100.7%), asetonitril Chrom
AR® (Mallinckrodt Chemical, 100%), dan air
distilasi.
Peralatan yang digunakan selama penelitian
adalah 3 macam KCKT (Waters 1525, Agilent
1200 series, dan Waters Aliance e2695)
digunakan untuk parameter ketangguhan
metode. Selain itu, digunakan perangkat lunak
Design Expert 7.0, injektor Rheodyne 20 L
sample loop, kolom LichroCART RP–18 (125
× 4 mm, 5µm), neraca analitik (Mettler Toledo,
MT XS205 DU), membran filter (millipore)
0.45 m, Ultrasonic (104H), labu takar Iwaki,
pipet volumetrik, serta peralatan kaca lainnya.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan untuk
memodifikasi metode pengujian KCKT pada
penetapan kadar parasetamol dan kafein dalam
obat sakit kepala (Lampiran 1). Parameter
kondisi KCKT sebelum modifikasi diberikan
pada Tabel 1. Modifikasi dilakukan terhadap

komposisi fase gerak dan laju alir, sedangkan
parameter yang lainnya dibuat tetap.
Tabel 1

Parameter kondisi KCKT sebelum
modifikasi
Parameter
Sebelum optimasi
Kolom
Lichocart RP-18 (125 ×  4
mm, 5µm)
Detektor
UV, 270 nm
Laju alir
1.0 mL/mnt
Loop injector 20 µL
Pelarut dan Asetonitril:air(10:90)
fase gerak
Rancangan Percobaan
Metode RSM digunakan untuk menentukan
kondisi optimum penetapan kadar parasetamol
dan kafein dalam tablet sakit kepala dengan 2
faktor sebagai peubah bebas, yaitu konsentrasi
fase
gerak
(%v/v)
dan
laju
alir
(mL/menit).Respons yang diamati adalah
waktu retensi (menit) dan resolusi. Percobaan
dirancang dalam bentuk RKP dan level terkode
disajikan pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2

Perlakuan terkode penetapan kadar
parasetamol dan kafein dalam obat
sakit kepala

Perlakuan
Fase gerak (%)
Laju alir
(mL/menit)

Tabel 3
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

-1
10
0.5

Perlakuan terkode
0
1
15
20
1.0
2.5

Rancangan komposit pusat (RKP)
dengan 2 peubah bebas
Konsentrasi
Fase gerak (%)
10
20
15
15
15
15
15
20
10
10
15
15
20

Laju alir
(mL/menit)
1.0
1.0
0.5
1.0
1.0
1.5
1.0
1.5
0.5
1.5
1.0
1.0
0.5

Metode
tersebut
digunakan
untuk
mengamati pengaruh konsentrasi fase gerak
dan laju alir terhadap waktu retensi dan
resolusi dari 2 zat aktif, yaitu parasetamol dan
kafein. Untuk melihat pengaruh tersebut
digunakan persamaan regresi

 

Validasi Metode Penetapan Kadar
Dengan y adalah peubah respons yang
diukur, yaitu waktu retensi parasetamol,
waktu retensi kafein, dan resolusi. β adalah
tetapan linear kuadratik, x adalah peubah
bebas, yaitu fase gerak dan laju alir, dan ε
adalah sisa.
Preparasi Fase Gerak, Standar, dan
Contoh
Pembuatan fase gerak dilakukan dengan
cara mencampurkan pelarut asetonitril:air
(sesuai nisbah yang diinginkan, yaitu
asetonitril 10, 15, dan 20%). Campuran
dihomogenkan dan disaring dengan membran
filter PTFE (millipore) 0.45
m lalu
dihilangkan gelembungnya.
Untuk pembuatan standar, sebanyak 500
mg standar parasetamol dan 30 mg kafein
ditimbang saksama, dilarutkan dalam fase
gerak dengan komposisi terpilih hingga 50
mL (A). Labu takar 10 mL disiapkan
kemudian dipipet 1.0 mL larutan A
dimasukkan ke dalam labu tersebut dan ditera
dengan pelarut. Dipipet 1.0 mL lagi ke dalam
labu takar 10 mL, diperoleh larutan
parasetamol 100 ppm dan kafein 6 ppm.
Sebanyak 10 buah tablet ditimbang dan
ditentukan nilai rerata bobotnya kemudian
digerus hingga halus dan tercampur homogen.
Ditimbang setara bobot 1 tablet (digunakan
bobot rerata 10 tablet) kemudian dimasukkan
ke dalam labu takar 100 mL dan dilarutkan
dengan fase gerak komposisi terpilih (larutan
B). Contoh diberi perlakuan seperti standar,
yakni pengenceran 100 kali. Konsentrasi
larutan contoh parasetamol 100 ppm dan
kafein 6 ppm.
Uji Kesesuaian Sistem
Larutan standar parasetamol konsentrasi
100 ppm dan standar kafein 6 ppm
diinjeksikan sejumlah 20 L melalui injektor
ke dalam KCKT sebanyak 5 kali ulangan.
Digunakan kecepatan alir hasil optimasi dan
detektor diatur pada
270 nm. Diperoleh
kromatogram untuk tiap injeksi yang akan
digunakan
untuk
menentukan
kadar
keterulangan penyuntikan larutan baku, yang
dinyatakan dalam SBR atau KV, waktu retensi,
luas puncak, tinggi puncak, dan tailing factor.

 

Studi Plasebo
Studi plasebo bertujuan melihat keberadaan
gangguan yang berasal dari plasebo pada saat
pengukuran kadar zat aktif dan dilakukan
secara duplo. Plasebo dibuat dengan cara
melarutkan gelatin E-200 dalam air panas
hingga membentuk larutan. Kemudian
ditambahkan Primogel, LHPC LH-11, natrium
benzoat, dan diaduk hingga homogen lalu
dikeringkan pada suhu 50 oC, dari plasebo
tersebut ditimbang 120 mg ke dalam labu 50
mL dan selanjutnya diberikan perlakuan yang
sama seperti preparasi contoh.
Batas Deteksi, Batas Kuantitasi, dan
Linearitas
Parasetamol dan kafein masing-masing
dibuat dengan konsentrasi 10, 20, 40, 70, 120,
160, 180, dan 200% kemudian diukur dengan
KCKT. Diperoleh area contoh sebagai sinyal
(S) kemudian dihitung nilai batas deteksi S/N
= 3 dan batas kuantitasi S/N = 10. Area contoh
yang diperoleh dialurkan terhadap konsentrasi
lalu ditentukan nilai persamaan garis dan
koefisien korelasi (r).
Kecermatan dan Ketangguhan
Preparasi contoh dilakukan dengan
membuat larutan parasetamol dan kafein
dengan konsentrasi 70, 100, dan 130%.
Larutan dinjeksikan sebagai contoh dalam
KCKT, diperoleh hasil kadar yang terukur dan
dibandingkan
hasil
yang
seharusnya,
didapatkan
nilai
%perolehan
kembali.
Ketangguhan penetapan kadar parasetamol dan
kafein ditetapkan melalui pengujian contoh
yang sama, namun dikerjakan oleh analis, hari,
dan instrumen KCKT yang berbeda.
Kesaksamaan dan Kekuatan
Kesaksamaan
diperoleh
dengan
menimbang obat sakit kepala sebanyak 10
buah tablet, ditentukan bobot reratanya
kemudian digerus hingga halus dan tercampur
homogen. Tablet hasil gerusan ditimbang
setara bobot 1 tablet (digunakan bobot rerata
10 tablet) kemudian diberikan perlakuan yang
sama seperti preparasi contoh lainnya. Larutan
diinjeksikan ke dalam KCKT kemudian
dibandingkan area standar dan
contoh.
Kekuatan penetapan kadar parasetamol dan
kafein ditetapkan melalui pengujian contoh
yang sama, namun dikerjakan dengan
perubahan laju alir fase gerak pada variasi 0.8,
1.0, dan 1.2 mL/menit. Hasilnya kemudian

6

 
dibandingkan nilai SBRnya. Kesaksamaan
dan kekuatan diterima apabila nilai SBR ≤2%.

Gambar 4

Kromatogram dari parasetamol,
pseudoefedrin,
dan
dekstrometorfan (Qi et al. 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Modifikasi kondisi pengujian KCKT
dilakukan dengan mengubah konsentrasi fase
gerak dan laju alir untuk menentukan kondisi
optimum dan efisiensi waktu pengujian.
Optimasi dapat dilihat dari banyak kriteria
seperti selektivitas, resolusi, ketangguhan, dan
efisiensi. Menurut Andrade et al. (2008),
beberapa parameter yang dapat memengaruhi
kriteria tersebut ialah fase diam, suhu,
komposisi fase gerak, dan tipe organik fase
gerak. Modifikasi dalam penelitian ini
menggunakan fase gerak campuran air dan
pelarut organik asetonitril yang memiliki
viskositas rendah sehingga diharapkan tidak
menyebabkan tekanan yang tinggi di dalam
kolom. Di awal penelitian, dilakukan usulan
perubahan kolom dari LichoCART (RP-18
125× 4mm, 5µm) menjadi kolom yang lebih
pendek X-Terra (RP-18 100×3.9mm, 5µm),
namun setelah simulasi ternyata kolom pendek
X-Terra tidak memberikan resolusi yang baik
pada laju alir di atas 0.5 mL/menit dan
memiliki tekanan yang tinggi. Karena itu,
perubahan kolom tidak dilakukan.
Kolom fase terbalik (RP) sebagai fase diam
bersifat non polar, sedangkan fase gerak yang
digunakan bersifat polar. Parasetamol yang
sifatnya lebih polar akan terelusi lebih dulu
sehingga memiliki waktu retensi yang lebih
singkat
dibandingkan
dengan
kafein.
Pemisahan parasetamol dan kafein dengan
KCKT menggunakan kolom RP-18 pernah
dilakukan sebelumnya dengan berbagai fase
gerak campuran larutan pasangan ion:
metanol:asetonitril = 25:57:18 (Qi et al. 2003),
=
KH2PO4:metanol:asetonitril:2-propanol
420:20:30:30 (Altun 2001), dan hasil
pengembangan RnD (2003) dengan fase gerak
asetonitril 10%. Kromatogram yang diperoleh
dari ketiga penelitian tersebut ditunjukkan
berturut-turut pada Gambar 4–6, sementara
hasil optimasi penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 7.

Gambar 5

Gambar 6

Kromatogram
parasetamol,
kafein,dipiron (Altun 2001).

Kromatogram parasetamol dan
kafein (RnD 2003).

Gambar 7

Kromatogram parasetamol dan
kafein
hasil optimasi dalam
penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya,
waktu yang diperlukan untuk analisis
parasetamol dan kafein dengan KCKT berkisar
10 menit sedangkan hasil modifikasi
menunjukkan waktu yang relatif lebih singkat,
yaitu 4 menit. Resolusi antarzat aktif (Gambar
6) diperoleh ±13, sedangkan hasil optimasi
(Gambar 7) diperoleh ±6, namun keduanya
masih memenuhi syarat uji kesesuaian sistem,
yakni ≥2.
Optimasi Kondisi KCKT pada Penetapan
Kadar Parasetamol dan Kafein
Nilai optimum yang diperoleh berupa titik
atau zona tertentu yang dapat membantu
menentukan kondisi kerja yang akan
digunakan dengan keterbatasan alat atau
ketersediaan bahan yang digunakan (Harahap
2008). Analisis regresi terhadap data
pengamatan
(Tabel
4)
menghasilkan

 

persamaan untuk respons waktu retensi
parasetamol, waktu retensi kafein, dan resolusi
berturut-turut
y = 17.29464 - 0.82260Xi - 12.12502Xj +
0.1888XiXj + 0.015083Xi2 + 3.09234 Xj2
y = 54.2840 - 3.81227Xi - 27.7280Xj + 0.7320
XiXj + 0.0788 Xi2 + 5.3640 Xj2
y = 45.91397 - 2.90793Xi - 15.98621Xj +
0.2800XiXj + 0.051931 Xi 2+ 4.59310 Xj2
Keterangan:
y = respons
Xi= konsentrasi fase gerak (%)
Xj= laju alir (mL/menit)

Dari Tabel 4 diketahui bahwa perubahan
peubah konsentrasi fase gerak dan laju alir
berpengaruh terhadap respons waktu retensi
dan resolusi. Waktu retensi tersingkat dengan
resolusi terkecil diperoleh pada konsentrasi
asetonitril 20% dengan laju alir 1.5 mL/menit,
sedangkan waktu retensi terlama dan resolusi
terbesar diperoleh pada konsentrasi 10% dan
laju alir 0.5 mL/menit. Hal ini disebabkan
semakin tinggi konsentrasi pelarut organik
dalam fase gerak, sifat kepolaran berkurang
sehingga zat aktif parasetamol dan kafein
berikatan lebih lama dengan fase gerak dan
waktu retensinya lebih lama. Sementara laju
alir mempengaruhi kecepatan fase gerak
melewati kolom, semakin cepat laju alir, waktu
retensi akan semakin pendek.
Tabel

4

Rancangan komposit pusat dan
respons percobaan

Level terkode RKP
Faktor
Respons
Fase
Laju alir
Wr
Wr
gerak (mL/menit)
PCT
KAF
(%)
(menit) (menit)
3.463
9.156
10
1.0
1.756
2.246
20
1.0
4.480
7.570
15
0.5
2.100
3.310
15
1.0
2.116
3.330
15
1.0
1.531
2.574
15
1.5
2.117
3.334
15
1.0
1.202
1.534
20
1.5
6.256
15.355
10
0.5
2.124
5.163
10
1.5
2..120
3.340
15
1.0
2.123
3.346
15
1.0
3.446
4.406
20
0.5
Keterangan:
Wr PCT = waktu retensi parasetamol
Wr KAF= waktu retensi kafein
R
= resolusi

 

R

13.2
3.5
9.5
6.6
6.7
6.9
6.7
2.9
16.7
12.7
6.7
6.7
4.1

Hasil rancangan percobaan dengan RKP
diolah datanya dengan Anova menggunakan
perangkat lunak Design-Expert 7.0.0 hingga
keseluruhan respons yang memilliki derajat
bebas 5 memiliki nilai F yang lebih besar dari
nilai p, Prob>F berarti semua respons secara
signifikan dipengaruhi oleh peubah fase gerak
dan laju alir. Nilai r2 untuk keseluruhan
respons memenuhi ≥0.99. Nilai adeq precision
menunjukkan nilai nisbah antara sinyal dan
derau yang diharapkan nilainya ≥4. Respons
waktu retensi parasetamol, kafein, dan resolusi
memberikan hasil berturut-turut 73.260;
45.666; dan, 49.926, menunjukkan sinyal
berupa zat aktif yang dianalisis dapat
dibedakan sempurna dengan derau (Tabel 5).
Tabel 5 Hasil pengolahan data Anova
Parameter
Db
F value
p-value
R square
Adeq
precison
Batas atas
Batas
bawah

Wr
PCT
5
479.10