Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF PARASETAMOL

DALAM OBAT SEDIAAN ORAL DENGAN

METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

YULIDA AMELIA NASUTION

062401068

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF PARASETAMOL DALAM OBAT SEDIAAN ORAL DENGAN

METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya.

YULIDA AMELIA NASUTION 062401068

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

PERSETUJUAN

Judul : PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF

PARASETAMOL DALAM OBAT SEDIAAN ORAL DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : YULIDA AMELIA NASUTION

Nomor Induk Mahasiswa : 062401068

Program Studi : DIPLOMA III KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juni 2009

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Pembimbing,

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS. Dr. Ribu Surbakti, MS.


(4)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

PERNYATAAN

PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF PARASETAMOL DALAM OBAT SEDIAAN ORAL DENGAN

METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2009

YULIDA AMELIA NASUTION 062401068


(5)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Adapun tujuan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan program studi D-III Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dorongan dari pihak keluarga, pihak-pihak tertentu serta dari rekan-rekan seperjuangan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang teristimewa buat kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Drs. Budi Nasution dan ibunda Huzaimah

Dalimunthe yang telah mengasuh, mendidik, memberikan kasih sayang dan

dukungan serta do’a yang tiada putus-putusnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Juga buat kakanda Rahmatika Ulfah Nasution dan adinda Chairunnisa Nasution dan Muhammad Fauzan Nasution, beserta seluruh keluarga besar penulis.

Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :

1. Bapak Dr. Ribu Surbakti, MS., selaku Dosen Pembimbing yang banyak meluangkan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Marpongahtun, MSc., selaku ketua Program Studi Diploma D III Kimia Analis.

4. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm, Apt., selaku Pembimbing Lapangan Balai Besar POM yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan PKL.

6. Ibu Dra. Nina Refida, Apt., selaku Tata Usaha PKL di Balai Besar POM

7. Dan yang tidak terlupakan buat sahabat saya Ayu Utami Ningsih dan Weny Febriani Dalimunthe yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya kepada saya serta rekan-rekan se-PAKA lainnya.

Demikianlah karya ilmiah ini penulis perbuat dan penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun susunannya dikarenakan keterbatasan, kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan penulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak yang menggunakannya.

Medan, Juni 2009


(6)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Telah dilakukan penetapan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan detektor UV-Vis dengan panjang gelombang 243 nm. Dari data diperoleh kadar zat aktif parasetamol sebesar 97,73%, ini berarti bahwa kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral tersebut memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110%.


(7)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

DETERMINATION OF ACTIVE MATTER ACETAMINOPHEN IN ORAL SOLUTION USING

HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC) METHOD

ABSTRACT

Determination of active matter acetaminophen in oral solution using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method by using detector UV-Vis with wave lenght 243 nm was done. From data was obtained the content of active matter acetaminophen that was 97,73%, it means that active matter acetaminophen in oral solution to comply requirement according to Farmakope Indonesia Edition IV 1995 that was not less than 90,0% and not more than 110,0%.


(8)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGHARGAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 3

Tujuan ... 4

Manfaat ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Parasetamol ... 5

2.1.1. Sejarah Parasetamol ... 6

2.1.2. Keracunan Parasetamol ... 9

2.2. KCKT ... 11

2.2.1. Sejarah KCKT ... 11

2.2.2. Kegunaan KCKT ... 11

2.2.3. Keuntungan KCKT ... 12

2.2.4. Kelebihan KCKT ... 14

2.2.5. Detektor Spektrofotometri UV-Vis ... 14

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 3.1. Alat ... 16

3.2. Bahan ... 16

3.3. Prosedur Percobaan ... 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 20

4.2. Perhitungan ... 21

4.3. Pembahasan ... 22

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 23

5.2. Saran ... 23


(9)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Larutan Baku Prasetamol 22


(10)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Panas tinggi atau demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi daripada biasanya atau di atas suhu normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan. Suhu badan normal manusia biasanya berkisar antara 36-37oC.. Jadi, seseorang yang mengalami demam, suhu badannya di atas 37oC. Sebenarnya, suhu badan yang mencapai 37,5oC masih berada di ambang batas suhu normal. Tentu saja sepanjang suhu tersebut tidak memiliki kecendrungan untuk meningkat. Dengan kata lain, ketika kondisi suhu badan mencapai ambang batas, sudah selayaknya hal tersebut mendapatkan perhatian yang lebih serius sehingga kemungkinan melampaui batas ambang dapat dihindarkan.

Demam dapat diderita oleh siapa saja, dari bayi hingga berusia paling lanjut sekalipun. Demam sesungguhnya merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia dalam usaha melakukan perlawanan terhadap beragam penyakit yang masuk atau berada di dalam tubuh. Dengan kata lain, demam adalah bentuk mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Apabila ada suatu kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan terhadap kuman penyakit itu dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi yang lebih banyak daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin berat


(11)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

penyakit yang menyerang, semakin banyak pula antibodi yang dikeluarkan, dan akhirnya semakin tinggi pula suhu badan yang terjadi. ( Widjaja, 2001 )

Obat memiliki cakupan makna yang cukup luas, bukan hanya terbatas pada zat-zat yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari sakit. Zat-zat yang berfungsi untuk menetapkan diagnosis (mengetahui penyakit), mencegah, mengurangi (meski tidak menyembuhkan), menghilangkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan, baik jasmaniah maupun rohaniah pada manusia dan hewan, juga disebut dengan obat.

Para peneliti merasa bahwa penggunaan obat-obat nabati yang berupa rebusan ataupun ekstrak, tidak sebaik yang diharapkan. Perbedaan asal tanaman dan cara pembuatan ramuan mengakibatkan perbedaan jumlah kandungan zat aktif. Hal ini menyebabkan efektivitas khasiat ramuan berbeda-beda, maka dilakukanlah isolasi (pemisahan) zat aktif yang ada dalam ekstrak atau rebusan obat tersebut sehingga didapatkan zat kimianya. Zat ini harus dapat diketahui rumus kimianya (nama kimianya), sifat-sifat fisik dan kimianya, termasuk bagaimana obat bisa dibuat dalam bentuk yang tepat, untuk kemudian dicobakan pada binatang. Percobaan pada binatang ini dilakukan guna mengetahui cara kerja obat, efek obat, sifat-sifat obat, kecepatan dan lamanya obat bereaksi di dalam tubuh.

Apabila zat kimia itu berhasil dalam percobaan binatang, maka tahap selanjutnya adalah percobaan klinis kepada sukarelawan. Apabila percobaan ini menyimpulkan bahwa obat memiliki khasiat dan keamanan yang baik, maka barulah zat tersebut dapat didaftarkan kepada Badan Pemerintah yang berwenang (di Indonesia adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan) untuk mendapatkan


(12)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

pengakuan sebagai obat yang boleh diproduksi dan diedarkan. Zat kimia inilah yang kemudian oleh pengobatan modern dinamakan sebagai obat (zat aktif).

Obat dibuat dalam skala besar di pabrik obat. Dibuat dalam bentuk tablet, kapsul, sirup, atau bentuk lainnya, bisa pula dibuat dalam berbagai bentuk sekaligus. Pada proses pembuatannya, zat aktif obat tersebut biasanya akan ditambahkan bahan-bahan lain yang dimaksudkan agar dapat membantu menjadi bentuk obat yang baik. Bahan-bahan tambahan juga dimaksudkan untuk membantu agar obat tersebut mudah masuk dan berkhasiat dalam tubuh sesuai dengan yang diharapkan. ( Widodo, 2004 )

Parasetamol merupakan obat yang memiliki khasiat meredakan sakit / nyeri dan menurunkan suhu demam. Parasetamol dimetabolisir oleh hati dan dikeluarkan melalui ginjal. Parasetamol tidak merangsang selaput lendir lambung atau menimbulkan perdarahan pada saluran cerna. Diduga mekanisme kerjanya adalah menghambat pembentukan prostaglandin.

Obat ini digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri dan menurunkan suhu badan yang tinggi. Misalnya pada sakit kepala, sakit gigi, nyeri haid, keseleo, demam imunisasi, demam flu dan lain sebagainya. Obat-obat golongan ini yang beredar sebagai obat bebas adalah untuk sakit yang bersifat ringan, sedangkan untuk sakit yang berat (misal: sakit karena batu ginjal, batu empedu dan kanker) perlu menggunakan jenis obat keras (harus dengan resep dokter) dan untuk demam yang berlarut-larut membutuhkan pemeriksaan dokter. ( Widodo, 2004 )


(13)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Permasalahannya adalah apakah kadar zat aktif parasetamol yang terkandung dalam obat sediaaan oral telah memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.

1.3. Tujuan

- Untuk mengetahui kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral

- Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam penetapan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral secara laboratorium

1.4. Manfaat

- Memberikan informasi tentang kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral

- Memberikan informasi tentang apakah kadar zat aktif parasetamol yang terkandung dalam obat sediaaan oral telah memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

- Memberikan informasi tentang metode yang digunakan dalam penetapan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral


(14)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah untuk melegakan dalam sebagian besar resep obat dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti

Struktur Asetaminofen (parasetamol)

N-acetyl-para-aminophenol8H9NO2


(15)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Kata asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia bahan tersebut : - Versi Amerika N-asetil-para-aminofenol asetominofen

- Versi Inggris para-asetil-amino-fenol parasetamol

Asetaminofen atau yang biasa disebut Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan Asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Asetaminofen tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Asetaminofen.

Diantara ketiga obat tersebut, Asetaminofen mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan Asetaminofen, kecuali ada pertimbangan khusus lainnnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahwa kombinasi Asetosal dengan Asetaminofen bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika diberikan sendiri-sendiri. ( Sartono, 1996 )

2.1.1 Sejarah Parasetamol

Sebelum penemuan asetaminofen, kulit sinkona digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria, pohon sinkona semakin berkurang pada Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an;


(16)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Northrop Morse melalui pengurangan gletser. Biarpun proses ini telah dijumpai pada tahun 1873, parasetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua dekade setelahnya.

Pada 1893, parasetamol telah ditemui di dala mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran berwarna putih dan berasa pahit. Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit asetanilida. Namun penemuan ini tidak dipedulikan pada saat itu. Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan Sedatif telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. buka tidak berbahaya.

Di dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgesik asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif. Mereka membela penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak menghasilkan racun asetanilida. (

Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak digunakan sebagai analgeticum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetisnya diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan kodein. Resorpsinya dari


(17)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah.

Overdose bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Interaksi pada dosis tinggi memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif. ( Tjay, 2000 )

Cara kerja Parasetamol

Analgesik - antipiretik

- Sebagai analgesik, bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang rasa sakit - Sebagai antipiretik, diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di

hipotalamus

Indikasi

- Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan demam

Kontra indikasi

- Penderita gangguan fungsi hati yang berat - Penderita hipersensitif terhadap obat ini

Efek samping

- Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati - Reaksi hipersensitivitas

Perhatian


(18)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

- Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak menghilang, segera hubungi Unit Pelayanan Kesehatan

- Penggunaan obat ini pada penderita yang mengkonsumsi alkohol, dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi hati

- Simpan pada suhu 15°C - 30º C, terhindar dari cahaya

- Jauhkan dari jangkauan anak-anak ( http://www.actavis.co.id )

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan Parasetamol:

- Kelebihan dosis dapat menyebabkan gangguan fungsi hati - Makanlah bersama dengan makanan atau susu

- Selama menggunakan obat ini hindari minum alkohol. Minumlah air yang banyak (kira-kira 2 liter per hari)

- Pemakaian untuk dewasa tidak boleh lebih dari 10 hari terus menerus, dan anak anak tidak boleh lebih dari 5 kali sehari selama 5 hari ( Widodo, 2004 )

2.1.2. Keracunan Parasetamol

Parasetamol (Asetaminofen) adalah obat yang sangat aman, tetapi bukan berarti tidak berbahaya. Sejumlah besar asetaminofen akan melebihi kapasitas kerja hati, sehingga hati tidak lagi dapat menguraikannya menjadi bahan yang tidak berbahaya. Akibatnya, terbentuk suatu zat racun yang dapat merusak hati. Keracunan asetaminofen pada anak-anak yang belum mencapai masa puber, jarang berakibat


(19)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

fatal. Pada anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun, overdosis asetaminofen bisa menyebabkan kerusakan hati.

Gejala keracunan parasetamol terjadi melalui 4 tahapan : - Stadium I (beberapa jam pertama) : belum tampak gejala

- Stadium II (setelah 24 jam) : mual dan muntah; hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi secara normal

- Stadium III (3-5 hari kemudian) : muntah terus berlanjut; pemeriksaan menunjukkan bahwa hati hampir tidak berfungsi, muncul gejala kegagalan hati - Stadium IV (setelah 5 hari) : penderita membaik atau meninggal akibat gagal

hati

Gejalanya lainnya yang mungkin ditemukan ialah : - berkeringat

- kejang

- nyeri atau pembengkakan di daerah lambung - nyeri atau pembengkakan di perut bagian atas - diare

- nafsu makan berkurang - mual atau muntah - rewel

- koma

Gejala mungkin baru timbul 12 jam atau lebih setelah mengkonsumsi parasetamol. Tindakan darurat yang dapat dilakukan di rumah adalah segera memberikan sirup


(20)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

ipekak untuk merangsang muntah dan mengosongkan lambung.

Asetilsistein (intravena atau oral ) dan metyion (oral) adalah antidot (penawar racun) yang berpotensi menyelamatkan nyawa pada keracunan parasetamol karena obat-obat tersebut meningkatkan sintesis glutation hati. Pasien yang mengkonsumsi parasetamol overdosis seharusnya diambil sampel darahnya pada 4 jam (atau lebih) setelah menelan untuk menentukan dengan cepat konsentrasi obat dalam plasma sehingga dapat diberikan antidot. Antidot yang paling efektif adalah asetilsistein yang diberikan secara intravena dalam 8 jam setelah menelan parasetamol. ( Neal, 2006 )

2.2 KCKT

2.2.1. Sejarah KCKT

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain; farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan KCKT terbaru antara lain: miniaturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral.


(21)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

2.2.2. Kegunaan KCKT

Kegunaan umum KCKT adalah untuk : pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil); penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.

KCKT paling sering digunakan untuk : menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan Spektrometer Massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh. (Rohman, 2006)

2.2.3. Keuntungan KCKT

KCKT dapat dianggap sebagai pelengkap KG. Dalam banyak hal keduanya dapat digunakan untuk menghasilkan pemisahan yang sama. Untuk KG diperlukan pembuatan turunan senyawa, sedangkan KCKT dapat dilakukan tanpa pembuatan


(22)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

turunan senyawa. Untuk senyawa yang tidak tahan panas atau tidak atsiri, KCKT merupakan pilihan yang tepat. Bagaimanapun, KCKT tidak akan menggantikan KG, sekalipun memang peranannya di lab analisis semakin lama semakin besar. Pembuatan turunan senyawa menjadi populer pula pada KCKT karena cara itu dapat dipakai untuk meningkatkan kepekaan detektor UV-Vis yang biasa digunakan.

KCKT mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan Kromatografi Cair klasik, yaitu :

Kecepatan

Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang dapat dilakukan dalam 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit, waktu analisis dapat dicapai kurang dari 5 menit.

Daya Pisah

Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua fase tempat terjadinya interaksi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat, pemisahan tercapai terutama karena interaksi dengan fase diam saja. Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.

Sensitivitas Detektor

Detektor serapan UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram (10-9 g). Detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi dalam jumlah pikogram (10-12 g). Detektor-detektor seperti Spektrometer Massa, Indeks Bias, Radiometri, dll semuanya telah digunakan dalam KCKT.


(23)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Kolom yang dapat digunakan kembali

Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali. Banyak analisis dapat dilakukan pada kolom yang sama sebelum kolom itu harus diganti. Akan tetapi, kolom tersebut turun mutunya; laju penurunan mutu itu bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut, dan jenis pelarut yang dipakai.

Molekul besar dan ion

Secara khusus senyawa ini tidak dapat dipisahkan dengan KG karena volatilitasnya rendah. KG biasanya menggunakan senyawa turunannya untuk menganalisis ion. KCKT dengan jenis eksklusi dan penukar ion ideal untuk menganalisis molekul besar dan ion.

Mudah memperoleh cuplikan kembali

Sebagian besar detektor yang digunakan pada KCKT tidak menyebabkan kerusakan pada komponen sampel sehingga komponen sampel dapat dikumpulkan dengan mudah ketika melewati detektor. Biasanya pelarut dapat dihilangkan dengan mudah dengan cara penguapan, kecuali pada penukar ion yang memerlukan prosedur khusus. ( Johnson, 1991 )

2.2.4. Kelebihan KCKT

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya. Kelebihan itu antara lain :


(24)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

• Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran • Mudah melaksanakannya

• Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi

• Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis • Resolusi yang baik

• Dapat digunakan bermacam-macam detektor

• Kolom dapat digunakan kembali ( www.library.usu.ac.id )

2.2.5. Detektor Spektrofotometri UV-Vis

Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan sangat berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa obat mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai struktur-struktur atau gugus-gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang dapat mengubah absorbansi yang terukur.

Detektor spektrofotometri UV-Vis dapat berupa detektor dengan panjang gelombang tetap (merupakan detektor yang paling sederhana) serta detektor dengan panjang gelombang bervariasi. Detektor panjang gelombang tetap menggunakan lampu uap merkuri sebagai sumber energinya dan suatu filter optis yang akan memilih sejumlah panjang gelombang, misal 254, 380, 334, dan 436 nm. Panjang gelombang


(25)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

yang dipilih biasanya 254 nm karena kebanyakan senyawa obat menyerap di 254 nm sehingga panjang gelombang ini sangat berguna. Detektor dengan panjang gelombang yang bervariasi lebih berguna dibanding detektor pada panjang gelombang yang tetap.

( Rohman ,2006 )

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN


(26)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

- HPLC Shimadzu Tipe LC-10AD - Ultra Sonic Branson

- Membran Filter berukuran 0,45 m dan 0,5 m - Gelas Ukur 1000 ml dan 50 ml

- Pipet volume 1 ml dan 2 ml - Labu Ukur 10 ml dan 100 ml - Neraca Analitis

- Pompa Vakum - Aluminium Foil

- Kertas Saring Whatman - Corong

- Syringe Injector

3.2. Bahan

- Parasetamol sirup

- Baku pembanding parasetamol BPFI - Metanol

- Aquabidest

3.3. Prosedur Percobaan

1. Pembuatan Larutan Fase Gerak = Aquabidest : Metanol ( 3 : 1 ) - Dibuat campuran aquabidest dan metanol ( 3 : 1 )

- Disaring dengan penyaring membran filter berukuran 0,5 µm kemudian diawaudarakan dengan disonikasi


(27)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

2. Pembuatan Larutan Baku

- Ditimbang 10,1 mg baku pembanding parasetamol BPFI - Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml

- Ditambahkan 50 ml fase gerak - Disonikasi selama 10 menit

- Diencerkan dengan fase gerak sampai garis tanda - Dihomogenkan

- Dipipet sebanyak 1 ml

- Dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml - Ditambahkan 50 ml fase gerak - Disonikasi selama 5 menit

- Diencerkan dengan fase gerak sampai garis tanda - Dihomogenkan

- Disaring dengan membran filter berukuran 0,45 µm 3. Pembuatan Larutan Sampel

- Dipipet 2 ml sampel parasetamol sirup - Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml - Ditambahkan 50 ml fase gerak

- Disonikasi selama 10 menit

- Diencerkan dengan fase gerak sampai garis tanda - Dihomogenkan

- Dipipet sebanyak 2 ml

- Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml - Ditambahkan 50 ml fase gerak


(28)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

- Disonikasi selama 5 menit

- Diencerkan dengan fase gerak sampai garis tanda - Dihomogenkan

- Disaring dengan membran filter berukuran 0,45 µm 4. Cara Penetapan

- Dialirkan fase gerak (aquabidest : metanol = 3:1) dengan menggunakan pompa dengan laju alir 1,5 ml per menit ke dalam kolom yang berisi fase diam oktadesilsilana

- Kemudian disuntikkan secara terpisah larutan baku parasetamol dan larutan sampel parasetamol ke dalam Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan volume penyuntikan masing-masing 20 l

- Pemisahan zat aktif terjadi melalui mekanisme kromatografi

- Hasil pemisahan dibaca oleh detektor dengan panjang gelombang 243 nm - Dicatat di rekorder

- Dihitung luas area puncak utama masing-masing larutan baku dan larutan sampel

5. Interpretasi Hasil

Kadar Zat Aktif Parasetamol =

Fb x Bu x Ab

Fu x Bb x Au


(29)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Keterangan : Au = Area Sampel Ab = Area Baku

Fu = Faktor Pengenceran Sampel Fb = Faktor Pengenceran Baku Kemurnian baku = 99,98 % Bu = Bobot Sampel

Bb = Bobot Baku


(30)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 4.1. Larutan Baku Parasetamol

Nama Zat Bobot

(mg) Faktor Pengenceran (ml) Volume Penyuntikan ( l) Luas Area Puncak Utama Rasio (Menit)

Parasetamol 10,1 100 x 10/1 =

1000

20 239410

238884 238953 237577 238560 237911 rata-rata = 238549,2 1842 1837 1834 1824 1821 1817

Tabel 4.2. Larutan Sampel Parasetamol

Nama Zat Volume

(ml) Faktor Pengenceran (ml) Volume Penyuntikan ( l) Luas Area Puncak Utama Rasio (Menit) Parasetamol I Parasetamol II

2 100 x 100/2

= 5000

20 221963

225763

1811 1808


(31)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Kadar Zat Aktif Parasetamol =

Fb x Bu x Ab Fu x Bb x Au

x % Kemurnian Baku

Keterangan : Au = Area Sampel Ab = Area Baku

Fb = Faktor Pengenceran Baku Fu = Faktor Pengenceran Sampel Kemurnian Baku = 99,98 % Bb = Bobot Baku

Bu = Bobot Sampel

Bu = x kadarparasetamoldalametiket

etiket dalam Volume dipipet yang Volume

= x120mg

ml 5

ml 2

= 48 mg

Kadar Zat Aktif Parasetamol I = x 99,98%

1000 x 48 x 238549,2 0 500 x 10,1 x 221963

= 96,90 %

Kadar Zat Aktif Parasetamol II = x 99,98%

1000 x 48 x 238549,2 5000 x 10,1 x 22573

= 98,56 %

Kadar rata-rata =

2 II Kadar I Kadar + = 2 98,56% 96,90% +


(32)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Kadar zat aktif parasetamol dalam parasetamol sirup adalah : 97,73% Syarat : tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

Kesimpulan : memenuhi syarat ( MS )

4.3. Pembahasan

Dari data pada tabel 4.2 untuk larutan sampel parasetamol setelah dilakukan penetapan kadar dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan volume pemipetan sebanyak 2 ml, volume penyuntikan 20 µ l dan faktor pengenceran 5000 ml diperoleh area pada parasetamol I adalah 221963 cm dan area pada parasetamol II adalah 225763 cm, dari kedua area tersebut dapat diperoleh kadar zat aktif parasetamol dari masing-masing area tersebut yaitu kadar parasetamol I sebesar 96,90% dan kadar parasetamol II sebesar 98,56%, sehingga dapat diperoleh kadar rata-ratanya yaitu 97,73%. Dengan kadar rata-rata parasetamol sebesar 97,73% ini berarti bahwa kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral tersebut memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.


(33)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

- Kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral adalah : 97,73%

- Metode yang digunakan dalam menentukan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

5.2. Saran

Sebaiknya penetapan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral tidak hanya dilakukan dengan metode KCKT tetapi juga dilakukan dengan metode lain seperti Spektrofotometri agar dapat dibandingkan hasil analisa yang diperoleh dari kedua metode tersebut.


(34)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Http://www.actavis.co.id

Http://www.library.usu.ac.id

Johnsons,E.L.dan Stevenson,R.1991.Dasar Kromatografi Cair.ITB.Bandung. Neal,M.J.2006.At a Galance Farmakologi Medis.Edisi Kelima.Erlangga.Jakarta. Rohman,A.2007.Kimia Farmasi Analisis.Pustaka Pelajar.Yogyakarta.

Sartono.1996.Apa Yang Kamu Ketahui Tentang Obat-obat Bebas dan Terbatas.Edisi Kedua.PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Tjay,T.H.2002.Obat-obat Penting.Edisi Kelima.Cetakan Pertama.PT.Elex Media Komputindo.Jakarta.

Widjaja,M.C.2001.Mencegah dan Mengatasi Demam Pada Balita.Kawan Pustaka. Jakarta.

Widodo,R.2004.Panduan Keluarga Memilih dan Menggunakan Obat.Kreasi Wacana. Yogyakarta.


(35)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.


(1)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 4.1. Larutan Baku Parasetamol

Nama Zat Bobot

(mg) Faktor Pengenceran (ml) Volume Penyuntikan ( l) Luas Area Puncak Utama Rasio (Menit)

Parasetamol 10,1 100 x 10/1 =

1000

20 239410

238884 238953 237577 238560 237911 rata-rata = 238549,2 1842 1837 1834 1824 1821 1817

Tabel 4.2. Larutan Sampel Parasetamol

Nama Zat Volume

(ml) Faktor Pengenceran (ml) Volume Penyuntikan ( l) Luas Area Puncak Utama Rasio (Menit) Parasetamol I Parasetamol II

2 100 x 100/2

= 5000

20 221963

225763

1811 1808


(2)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Kadar Zat Aktif Parasetamol =

Fb x Bu x Ab Fu x Bb x Au

x % Kemurnian Baku

Keterangan : Au = Area Sampel Ab = Area Baku

Fb = Faktor Pengenceran Baku Fu = Faktor Pengenceran Sampel Kemurnian Baku = 99,98 % Bb = Bobot Baku

Bu = Bobot Sampel

Bu = x kadarparasetamoldalametiket

etiket dalam Volume dipipet yang Volume

= x120mg

ml 5

ml 2

= 48 mg

Kadar Zat Aktif Parasetamol I = x 99,98%

1000 x 48 x 238549,2 0 500 x 10,1 x 221963

= 96,90 %

Kadar Zat Aktif Parasetamol II = x 99,98%

1000 x 48 x 238549,2 5000 x 10,1 x 22573

= 98,56 %

Kadar rata-rata =

2 II Kadar I Kadar + = 2 98,56% 96,90% +


(3)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

Kadar zat aktif parasetamol dalam parasetamol sirup adalah : 97,73% Syarat : tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

Kesimpulan : memenuhi syarat ( MS )

4.3. Pembahasan

Dari data pada tabel 4.2 untuk larutan sampel parasetamol setelah dilakukan penetapan kadar dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan volume pemipetan sebanyak 2 ml, volume penyuntikan 20 µ l dan faktor pengenceran 5000 ml diperoleh area pada parasetamol I adalah 221963 cm dan area pada parasetamol II adalah 225763 cm, dari kedua area tersebut dapat diperoleh kadar zat aktif parasetamol dari masing-masing area tersebut yaitu kadar parasetamol I sebesar 96,90% dan kadar parasetamol II sebesar 98,56%, sehingga dapat diperoleh kadar rata-ratanya yaitu 97,73%. Dengan kadar rata-rata parasetamol sebesar 97,73% ini berarti bahwa kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral tersebut memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.


(4)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

- Kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral adalah : 97,73%

- Metode yang digunakan dalam menentukan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

5.2. Saran

Sebaiknya penetapan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral tidak hanya dilakukan dengan metode KCKT tetapi juga dilakukan dengan metode lain seperti Spektrofotometri agar dapat dibandingkan hasil analisa yang diperoleh dari kedua metode tersebut.


(5)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Http://www.actavis.co.id

Http://www.library.usu.ac.id

Johnsons,E.L.dan Stevenson,R.1991.Dasar Kromatografi Cair.ITB.Bandung. Neal,M.J.2006.At a Galance Farmakologi Medis.Edisi Kelima.Erlangga.Jakarta. Rohman,A.2007.Kimia Farmasi Analisis.Pustaka Pelajar.Yogyakarta.

Sartono.1996.Apa Yang Kamu Ketahui Tentang Obat-obat Bebas dan Terbatas.Edisi Kedua.PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Tjay,T.H.2002.Obat-obat Penting.Edisi Kelima.Cetakan Pertama.PT.Elex Media Komputindo.Jakarta.

Widjaja,M.C.2001.Mencegah dan Mengatasi Demam Pada Balita.Kawan Pustaka. Jakarta.

Widodo,R.2004.Panduan Keluarga Memilih dan Menggunakan Obat.Kreasi Wacana. Yogyakarta.


(6)

Yulida Amelia Nasution : Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), 2009.