Penetapan Kadar Kloramfenikol Dalam Sediaan Kapsul Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(1)

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM

SEDIAAN KAPSUL SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

OLEH:

YUNI PUTRI RANGKUTI

NIM 122410055

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, serta sholawat beriring salam untuk Rasulullah Nabi Muhammad SAW sebagai contoh tauladan dalam kehidupan.

Adapun judul tugas akhir ini adalah ”PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN KAPSUL SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dengan penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai.

6. Bapak Effendy De Lux Putra, Prof.Dr. rer. nat., SU., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademik setiap semester.

7. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt., selaku Apoteker Pengawasan Mutu beserta seluruh staf dan pegawai PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah mengawasi penulis selama melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu seperti kepada orang tua penulis dan rekan-rekan seperjuangan Analis Farmasi Stambuk 2012 yang memberikan dukungan baik moril maupun material.

Dengan segala ketulusan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Agus Sanip Rangkuti dan ibunda Masripa Tanjung serta juga untuk seluruh keluarga besar yang telah mencurahkan perhatian serta memberikan dukungan baik moril maupun materi dan segenap doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.


(5)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan, serta dalam penulisan maupun penyajian dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima serta sangat mengharapkan saran dan keritik yang sifatnya membangun demi kesempurmnaan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis sangat berharap semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Maret 2015 Penulis,


(6)

ASSAY OF CHLORAMPHENICOL DOSAGELEVELS IN CHLORAMPHENICOL CAPSULEUSING HIGH PERFORMANCE

LIQUID CHROMATOGRAPHY(HPLC) Abstract

Chloramphenicol was first isolated from S. venezuelae by Burkholder in 1947 from soil samples taken in Venezuela. Because its anti-microbial potency was strong, so its use extends to 1950 and these drugs was known can cause fatal aplastic anemia. Therefore, control of the chloramphenicol preparation should be considered in terms of the levels that must be eligible to use by the public. The purpose of assay of chloramphenicol dosage level was to know that chloramphenicol capsule preparation PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan compliant with the levels shown on the Indonesian Pharmacopoeia monograph Edition IV (1995).

In this thesis, the assay of chloramphenicol dosage level in chloramphenicol capsul preparation using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The mobile phasewas aquabidest: methanol: glacial acetic acid (55: 45: 0.1 ml) and the stationary phase was L 1 (Bondapack C18 (3.9 × 300 mm), wavelength of 280 nm and the injection volume ie 10 mL and the flow rate 1.00 mL / min.

The result from the assay of chloramphenicol dosage level was 102.47%, so that the level is qualified Indonesian Pharmacopoeia fourth edition (1995) is not less than 90.00% and not more than 120.00%.


(7)

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN KAPSUL KLORAMFENIKOL SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT) Abstrak

Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari S. venezuelae oleh Burkholder

pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil di Venezuela. Karena daya anti mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950 dan diketahui obat ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Maka dari itu pengawasan terhadap sediaan kloramfenikol harus diperhatikan baik dari segi kadarnya yang harus memenuhi syarat hingga dalam pemakaiannya oleh masyarakat. Tujuan daripenetapan kadar kloramfenikol adalah untuk mengetahui apakah sediaan kapsul kloramfenikol PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang tertera pada monografi Farmakope Indonesia Edisi IV (1995).

Dalam penulisan tugas akhir ini, penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul kloramfenikol menggunakan metode kromatografi yakni Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).Fase gerak yang dipakai adalah aquabidest:metanol:asam asetat glasial (55:45:0,1 ml), fase diam yang digunakan adalah L 1 (Bondapack C18 (3,9×300 mm) dan panjang gelombang 280 nm serta

volume injeksi yang dipakai yaitu 10 �� dan flow rate 1,00 ml/menit.

Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar sediaan kapsul kloramfenikol yaitu 102,47 %, sehingga kadar tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yaitu tidak kurang dari 90,00 % dan tidak lebih dari 120,00 %.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRACK ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Dan Manfaat Percobaan ... 2

1.3.1 tujuan ... 2

1.3.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Uraian Kloramfenikol ... 3

2.1.1 Mekanisme Kerja Kloramfenikol ... 5

2.1.2 Penggunaan Kloramfenikol ... 6

2.1.3 Efek Samping ... 7


(9)

2.2.1 Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 8

2.2.2 Instrumen Kckt ... 10

a. Wadah Fase Gerak ... 11

b. Fase Gerak ... 12

c. Fase Diam ... 12

d. Detektor ... 13

e. Pompa ... 14

f. Injektor ... 15

2.2.3 Profil Kromatogram KCKT ... 15

2.2.4 Cara Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 15

2.2.5 Kegunaan Dan Keterbatasan KCKT ... 16

BAB III METODE PERCOBAAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ... 18

3.2 Alat-alat ... 18

3.3 Bahan-Bahan ... 18

3.4Pembuatan Larutan Pereaksi ... 18

3.4.1 Pengencer ... 18

3.4.2 Pengambilan Sampel Uji ... 19

3.4.3 Larutan Baku ... 19

3.4.4 Larutan Uji ... 19

3.5 Cara Penetapan Kadar ... 19

3.6 Perhitungan ... 20


(10)

4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1 Kesimpulan ... 23

5.2 Saran ... 23


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Data Pemeriksaan Kadar Kloramfenikol yang Diuji ... 21


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Gambar seperangkat alat KCKT ... 30 Gambar 2. Gambar digital semi micro balance ... 31 Gambar 3. Gambar hasil kromatogram baku kloramfenikol secara KCKT 32 Gambar 4. Gambar hasil kromatogram baku kloramfenikol secara KCKT 33


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Perhitungan Kadar kloramfenikol secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 27

Lampiran 2: Alat yang digunakan dalam penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul secara KCKT ... 29


(14)

ASSAY OF CHLORAMPHENICOL DOSAGELEVELS IN CHLORAMPHENICOL CAPSULEUSING HIGH PERFORMANCE

LIQUID CHROMATOGRAPHY(HPLC) Abstract

Chloramphenicol was first isolated from S. venezuelae by Burkholder in 1947 from soil samples taken in Venezuela. Because its anti-microbial potency was strong, so its use extends to 1950 and these drugs was known can cause fatal aplastic anemia. Therefore, control of the chloramphenicol preparation should be considered in terms of the levels that must be eligible to use by the public. The purpose of assay of chloramphenicol dosage level was to know that chloramphenicol capsule preparation PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan compliant with the levels shown on the Indonesian Pharmacopoeia monograph Edition IV (1995).

In this thesis, the assay of chloramphenicol dosage level in chloramphenicol capsul preparation using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The mobile phasewas aquabidest: methanol: glacial acetic acid (55: 45: 0.1 ml) and the stationary phase was L 1 (Bondapack C18 (3.9 × 300 mm), wavelength of 280 nm and the injection volume ie 10 mL and the flow rate 1.00 mL / min.

The result from the assay of chloramphenicol dosage level was 102.47%, so that the level is qualified Indonesian Pharmacopoeia fourth edition (1995) is not less than 90.00% and not more than 120.00%.


(15)

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN KAPSUL KLORAMFENIKOL SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT) Abstrak

Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari S. venezuelae oleh Burkholder

pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil di Venezuela. Karena daya anti mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950 dan diketahui obat ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Maka dari itu pengawasan terhadap sediaan kloramfenikol harus diperhatikan baik dari segi kadarnya yang harus memenuhi syarat hingga dalam pemakaiannya oleh masyarakat. Tujuan daripenetapan kadar kloramfenikol adalah untuk mengetahui apakah sediaan kapsul kloramfenikol PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang tertera pada monografi Farmakope Indonesia Edisi IV (1995).

Dalam penulisan tugas akhir ini, penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul kloramfenikol menggunakan metode kromatografi yakni Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).Fase gerak yang dipakai adalah aquabidest:metanol:asam asetat glasial (55:45:0,1 ml), fase diam yang digunakan adalah L 1 (Bondapack C18 (3,9×300 mm) dan panjang gelombang 280 nm serta

volume injeksi yang dipakai yaitu 10 �� dan flow rate 1,00 ml/menit.

Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar sediaan kapsul kloramfenikol yaitu 102,47 %, sehingga kadar tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yaitu tidak kurang dari 90,00 % dan tidak lebih dari 120,00 %.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Antibiotika merupakan obat yang sangat penting yang dipakai untuk

membrantas pelbagi penyakit infeksi, misalnya radang paru-paru, tifus, luka-luka

yang berat dan sebagainya. Pemakaian antibiotika ini harus dibawah pengawasan

seorang dokter, karena obat ini dapat menimbulkan kerja ikutan yang tidak

dikehendaki dan dapat mendatangkan kerugian yang cukup besar bila

pemakaiannya tidak dikontrol dengan betul (Widjajanti,1998).

Kromatografi Cair Tingkat Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir

tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa

tertentu dalam suatu sampel dalam sejumlah bidang, antara lain: farmasi,

lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan (Rohman, 2007).

Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari cara pembuatan obat

yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Salah satu

pengawasan mutu dalam produksi kapsul kloramfenikol adalah penetapan kadar.

Dalam Farmakope Indonesia, penetapan kadar pada kloramfenikol dapat


(17)

menggunakan fase gerak campuran aquadidest:methanol:asam asetat glacial

(55:45:0,1) dengan larutan baku kloramfenikol BPFI.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis mengambil judul tugas akhir

sebagai berikut ”Penetapan kadarkloramfenikol dalam sediaan kapsul

kloramfenikol secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah kloramfenikol dalam sediaan kapsul kloramfenikol tidak kurang

dari 90,00 % dan tidak lebih dari 120,00 % yang tertera pada etiket sehingga

hasilpenentuan kadar yang dilakukan memenuhi syarat yang tertera pada

Farmakope Indonesia Edisi IV (1995).

1.3 TujuandanManfaat 1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan menetapkan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul

kloramfenikol secaraHPLC untuk mengetahui kadar kloramfenikol sehingga dapat

diketahui apakah sediaan kapsul kloramfenikol PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang tertera pada monografi

Farmakope Indonesia Edisi IV 1995.

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat dari penetapan kadar kloramfenikol ini adalah untuk

memberikan informasi kepada masyarakat tentang sediaan kapsul kloramfenikol


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kloramfenikol

Saat ini telah diketahui macam-macam antibiotik serta pemakaiannya

dalam bidang kedokteran, peternakan, pertanian, dan beberapa bidang yang lain.

Walaupun demikian, tidak semua antibiotik dikenal masyarakat umum. Hanya

antibiotik-antibiotik yang penting dan banyak digunakan yang dikenal oleh

masyarakat (Sumardjo, 2009).

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik berspektrum luas yang berasal

dari beberapa jenis streptomyces misalnya S. Venezuelae, S. phaeochromogenes

var. chloromycetius dan S. omiyanensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi

strukturnya, maka sejak tahun 1950 kloramfenikol sudah dapat di sintesis

secaratotal. S. Venezuelae petama kali diisolasi oleh Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil di Venezuela. Filtrat kultur cair organisme

menunjukkan aktivitas terhadap bakteri gram negatif dan rikestia. Bentuk kristal

antibiotik ini diisolasi oleh Bartz pada tahun 1948 dan dinamakan kloromisetin karena adanya ion klorida dan didapat dari suatu aktinomisetes (Wattimena dkk,

1991).

Chloramphenicol; D-threo-(-)-2,2-dichloro-N-�-hydroxy-� -(hydroxy-methyl)-p-nitrophenethyl acetamide.


(19)

Berat molekul: 323,13

Rumus bangun:

Jarak lebur 149 sampai 153℃

Kelarutan: 1 g larut dalam kira-kira 400 ml air; sangat mudah larut alkohol,

aseton, butanol, propilen glikol, dan etil asetat; sukar larut dalam eter dan

kloroform; tidak larut dalam benzoat dan petroleum eter (Connors, 1986).

Senyawa ini termasuk antibiotika yang paling stabil. Larut dalam air pada

pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Dalam basa akan

terjadi penyabunan ikatan amida dengan cepat (Schunack dkk, 1990).

Bentuk-bentuk yang ada yaitu Kloramfenikol; kloramfenikol palmitat

(C27H24Cl2N2O6); kloramfenikol natrium suksinat (C15H15C12N2NaO8) (Connors,

1986).

Menurut Dirjen POM (1995), kloramfenikol memiliki sifat

fisikokimiayaitu:

Rumus Molekul: C11H12Cl2N2O5

Nama Umum : Kloramfenikol


(20)

hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan praktis netral

terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak

asam.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam propilen

glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.

Persyaratan : Pada sediaan kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol,

C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih

dari120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Kloramfenikol adalah salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui

paling stabil dalam segala pemakaian. Dia memiliki stabilitas yang sangat baik

pada suhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas maksimumnya dicapaipada

pH 6. Pada suhu 25℃ dan pH 6, memiliki waktu paruh hampir 3 tahun. Yang menjadi penyebab utama terjadinya degradasi kloramfenikol dalam media air

adalah pemecahan hidrolitik pada pemecahan amida. Laju reaksinya berlangsung

dibawah orde pertama dan tidak tergantung pada kekuatan ionik media (Connors,

1986).

2.1.1 Mekanisme KerjaKloramfenikol

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat

ini terikat pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil tansferase

sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman (Setiabudy, 2007).


(21)

Kloramfenikol terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim

peptidil transferase. Ini merintangi pembentukan ikatan peptida antara asam

amino-tRNA pada sisi aminoasil. Selain itu juga dirintangi rantai peptida yang

sedang memanjang pada sisi peptidil pada ribosom sehingga translasi terhenti

(Nogrady, 1992).

Kloramfenikol diabsorpsi cepat dan hampir sempurna dari saluran cerna,

karena obat ini mengalami penetrasi membran sel secara cepat. Setelah absorpsi, kloramfenikol didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh.

Metabolit utama kloramfenikol adalah glukuronida–nya yang bekerja antibiotik,

yang dibuat di hati dan diekskresikan melalui ginjal (Katzung, 2004).

2.1.2 Penggunaan Kloramfenikol

Berhubung risiko anemia aplastis fatal, kloramfenikol di negara Barat

sejak tahun 1970-an jarang digunakan lagi per oral untuk terapi manusia. Dewasa

ini hanya dianjurkan pada beberapa jenis infeksi bila tidak ada kemungkinan lain,

yaitu pada infeksi tifus (salmonella typhi) dan meningitis (khusus akibat H.

influenzae), juga obat, khususnya abses otak oleh B.fragilis. Untuk infeksi

tersebut sebetulnya juga tersedia antibiotika yang lain yang lebih aman dengan

efektivitas sama (Tjay, 2007).

Kloramfenikol sangat berguna dalam menangani meningitis pada anak

yang alergi pada penisilin, menderita abses otak atau infeksi anaerobik lainnya,


(22)

bersifat bakteriostatik terhadap banyak baksil gram negatif lainnya (Skach dkk,

1988).

2.1.3 Efek Samping

Efek samping umum berupa gangguan lambung-usus, neuropati optis dan

perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat berbahaya adalah

depresi sumsum tulang (myelodepresi) yang dapat berwujud dalam dua bentuk

anemia, yakni sebagai:

a. Penghambatan pembentukan sel-sel darah (eritrosit, trombosit, dan

granulosit) dalam waktu 5 hari sesudah dimulainya terapi. Gangguan ini

tergantung lamanya terapi dan bersifat reversibel.

b. Anemia aplastis, yang timbul sesudah beberapa minggu sampai beberapa bulan pada penggunaan oral, parenteral dan okuler, maka tetes mata tidak

boleh digunakan lebih dari 10 hari (Tjay, 2007).

Supresi sumsum tulang merupakan efekyang ada kaitannya dengan dosis

dan dapat dipulihkan kembali, terlihat dari tanda-tanda pansitopenia dengan

pemulihan kembali 1-2 minggu setelah obat dihentikan. Ada kaitannya dengan

kadar diatas 20-25 ��/ml (Skach dkk, 1988).

2.2 Metode Penetapan Kadar Kloramfenikol

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani rusia


(23)

tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang

berisi kalsium karbonat (CaCo3). Saat ini kromatografi merupakan teknik

pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia

analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif,

kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan industri dan

sebagainya. Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan fase

diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Rohman, 2007).

2.2.1 Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair tingkat tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut HPLC

(High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun

1960-an dan awal awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik

pemisahan yang terima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu

dalam suatu sampel dalam sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan,

bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan

KCKT terbaru antara lain: miniaturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk

analisis asam-asam nukleat, analisis protein,analisis karbohidrat, dan analisis

senyawa-senyawa kiral (Rohman, 2007).

HPLC adalah salah satu teknik analisis yang penting yang mempunyai

tingkatan otomatisasi pada tahun-tahun terakhir ini. Ini menunjukkan HPLC telah


(24)

dilengkapi dengan mikrokomputer dan mikroprosesor yang dapat memberikan

perhitungan data sekaligus (Lachman dkk, 1994).

Metodespektrofotometri tidak dapat membedakan antara kloramfenikol

dan produk degradasinya 1-(4’-nitrofenil)-3-amino-1,3-propandiol. Metode

KCKT telah dikembangkan untuk menetapkan kadar kloramfenikol dan produk

degradasinya (Sudjadi dan Rohman, 2008).

Kolom yang digunakan adalah fase terbalik (C18, 25 cm x 0,46 cm i.d.,

dengan ukuran partikel 10 mikron) dan dioprasikan pada suhu ruangan. Dektektor

yang digunakan adalah spektrofotometer UV pada panjang gelombang 254 nm

dan diatur pada AUFS 0,05. Fase gerak yang digunakan adalah campuran bufer

kalium monobasik fosfat 0,01M-metanol dengan perbandingan 58:42 v/v

dihantarkan secara isokratik dengan kecepatan alir fase gerak 1,5 ml/menit.

Semua bahan diinjeksikan dengan volume 5 �� (Sudjadi dan Rohman, 2008). Larutan baku timbang seksama lebih kurang 25 mg kloramfenikol BPFI,

masukkan kedalam labu tentukur 200-ml, tambahkan 10 ml air dan panaskan diatas tangas uap hingga larut sempurna. Dinginkan hingga suhu kamar, encerkan

dengan fase gerak sampai tanda. Saring melalui penyaring dengan porositas 0,5

�� atau lebih halus, dan gunakan filtrat yang jernih sebagai larutan baku (Dirjen POM RI, 1995).

Penyiapan sampel untuk kapsul, sejumlah tertentu kapsul yang setara


(25)

10,0 ml larutan standar internal A dan volume dibuat 25,0 dengan metanol

(sudjadi dan Rohman, 2008).

2.2.2 Instrumentasi KCKT

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok

yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantar fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detektor, wadah, penampung buangan fase gerak, tabung

penghubung dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Rohman, 2007).

Sistem instrumen standar untuk elusi isokratik terdiri atas: (i) Reservoir pelarut.

(ii) Sebuah pompa yang mampu memompa pelarut dengan tekanan sampai

4000 psi dan aliran hingga 10 ml/menit.

(iii) Suatu injektor lengkung yang, pas dengan lengkung bervolume tetap

antara 1 dan 200�� (20 �� sering digunakan sebagai baku).

(iv) Suatu kolom, yang biasanya berupa tabung baja dikemas, biasanya dengan gel silika tersalut oktadesilsilan (salut-ODS) dengan diameter

partikel rata-rata (3,5 atau 10�m).

(v) Suatu detektor, yang biasanya berupa detektor UV/visible meskipun

untuk penerapan khusus tersedia berbagai macam detektor.

(vi) Sistem penangkap data, yang dapat berupa suatu integrator komputisi

atau sebuah komputer dengan piranti lunak yang sesuai memproses


(26)

(vii) Kolom dihubungkan pada injektor dengan tabung berdiameter dalam

yang sempit lebih kurang 0,2 mm, untuk meminimalkan ‘volume

mati’, yaitu ruang kosong didalam sistem ketika kromatografi tidak

terjadi dan pelebaran pita dapat terjadi melalui difusi longitudinal.

(viii) Instrumen-instrumen memiliki injeksi sampel yang lebih canggih

memiliki injeksi sampel otomatis dan oven kolom serta mampu

mencampur dua pelarut atau lebih dalam berbagai perbandingan

terhadap waktu untuk menghasilkan gradien fase gerak (Watson,

2009).

a. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembap (inert). Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini

biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak

sebelum di gunakan harus dilakukan degassing (penghilang gas) yang ada pada

fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul pada komponen lain terutama di

pompa dan didetektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat

pelarut pada fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan

pelarut,bufer, dan reagen dengan kemunian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih

lagi jika pelarut-pelarut yang digunakan untuk KCKT berderajat KCKT (HPLC


(27)

kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau

dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada

kolom atau tabung tersebut. Karenanya, fase gerak sebelumdigunakan harus

disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini (Rohman,

2007).

b. Fase Gerak

Fase gerak pada eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih

polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya

polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada

fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut

(Rohman, 2007).

c. Fase Diam

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak di modifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzene. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya gugus silanol (Si-OH) (Rohman, 2007).


(28)

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsianol yang lain (Rohman, 2007).

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak

digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi yang disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan (Rohman, 2007).

d. Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks biasdan detektor spektrofotometri massa dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif seperti detektor UV-Vis, deteksi fluoresensi, dan elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

• Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel

• Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada


(29)

• Stabil dalam pengoperasiaannya

• Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan

pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 �� atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 �� atau lebih kecil lagi

• Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan dengan konsentrasi solut

pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)

• Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase

gerak(Rohman, 2007).

Detektor KCKT yang paling peka didasarkan pada fluoresensi, tetapi

sudah tentu dapat dipakai untuk senyawa yang berfluoresensi. Untuk mencapai

kepekaan itu, yakni agar senyawa yang jumlahnya kecil dapat dideteksi atau agar

dapat diperoleh data kuantitatif yang sahih, kadang-kadang linurat diubah menjadi

turunan senyawa yang berfluoresensi sebelum dikromatografi (Gritter, 1991).

e. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni: pompa harus inert


(30)

karat, teflom, dan batu nilam. Pompa yang yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan 5000psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3ml/menit. Tujuan penggunaan pompa adalah untuk untuk menjamin proses penghataran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Rohman, 2009).

f. Injektor

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga jenis dasa injektor, yaitu: a. Aliran henti; b. Septum; c. Katup jalan kitar (Johnson E. dan Stevenson, R, 1991).

2.2.3 Profil Kromatogram KCKT

Idealnya profil kromatogram KCKT merupakan suatu garis tegak lurus bagi masing-masing linarut. Akan tetapi keadaan demikian tidak akan dijumpai pada pelaksana analisis dengan KCKT (Satiadarma, 1995).

Kromatogram KCKT merupakan relasi antara tanggapan detektor sebagai ordinat dan waktu sebagai absis pada sistem koordinat Cartesian, dimana titik nol dinyatakan sebagai saat dimulainya injeksi sampel. Sampel yang diinjeksikan menuju kolom analisis tidak langsung secara serempak molekul-molekulnya berkumpul di satu titik (Satiadarma, 1995).

2.2.4 Cara kerja Kromatografi Cair Tingkat Tinggi (KCKT)

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut


(31)

suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi salut

dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara

suksesterhadap suatu massa-lah yang dihadapi membutuhkan penggunakan secata

tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak,

panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran

sampel. Untuk tujuan memilih kombinasi kondisi kromatografi yang terbaik,

maka dibutuhkan pemahaman yang mendasar tentang berbagai macam faktor

yang mempengaruhi pemisahan pada kromatografi cair (Rohman, 2007).

HPLC dengan prinsip kromatografi adsorpsi banyak digunakan pada

industri farmasi dan pestisida. Zat-zat dengan kepolaan berbeda, yaitu industri

farmasi dan pestisida. Zat-zat dengan kepolaran berbeda, yaitu antara sedikit polar

sampai polar dapat dipisahakan dengan HPLC berdasarkan partisi cair-cair

(Khopkar, 2007).

2.2.5 Keuntungan dan Keterbatasan KCKT

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) mempunyai beberapa

keuntungan bila dibandingkan dengan sistem pemisahan lain, diantaranya:

a. Cepat

b. Daya pisahnya baik

c. Peka dan detektor unik


(32)

e. Ideal untuk molekul besar dan ion.

f. Mudah memperoleh kembali (Johnson dan Stevenson, 1991).

KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar

senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan

protein-protein dalam cairan fisiologis, menetukan kadar senyawa-senyawa aktif obat,

produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan

farmasi; monitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan

senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi

berat molekulnya dalam suatu campuan; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya

reaksi sintesis (Rohman, 2007).

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali

KCKT dihubungkan dengan senyawa Spektropfotometer Massa (MS).

Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang


(33)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN 3.1Tempat Pelaksanaan

Penetapan kadar ini dilakukan di Ruang Laboratorium yang terdapat di

Industi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yamg beralamat di Jl.

Sisingamangaraja Km.9 No. 59 Medan.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker glass (pyrex),

botol vial, maat pipet, membran filter (Phenex NY 0,45 µm), labu tentukur

(pyrex), neraca analitik (digital semi mikro balance), unit peralatan kromatografi

cair kinerja tinggi (Waters) yang terdiri dari detektor UV/Vis (merk Waters 2489),

kolom bondapack C18 (3,9 x 300 mm), penyuntik mikroliter (100 µl), pompa

(merk Waters 1525), spuit 10 ml, ultrasonic, wadah fase gerak.

3.3 Bahan-bahan

Bahan–bahan yang digunakan adalah aquabidest, metanol, asam asetat

glasial, kloramfenikol Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), sediaan

kloramfenikol.

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.4.1 Fase Gerak

Sebanyak 450 ml aquabidest dimasukkan kedalam labu tentukur 1 liter

kemudian ditambahkan 450 ml metanol dan 1 ml asam asetat glasial kedalam labu kemudian diaddkan hingga batas tanda.


(34)

3.4.2 Pengambilan sempel Uji

Dari 1 bets sediaan jadi kapsul kloramfenikol diambil 10 kapsul. Berdasarkan prosedur tetap perusahaan maka sampel yang dipakai sebanyak 3

kapsul yang isi ketiga kapsul digabung lalu ditimbang 120 mg lakukan dua kali

(duplo).

3.4.3 Larutan Baku

Ditimbang 50 mg dengan seksama masukkan ke dalam labu tentukur 50

ml, ditambahkan pelarut 20 ml kemudian lakukan dengan ultrasonik selama 15 m3nit kemudian dicukupkan dengan pelarut hingga batas tandalalu dipipet 2 ml

kedalam labu 25 ml kemudian dicukupkan laludisaring dengan filter 0,45 �m kemudian larutan dianalisa.

3.4.4 Larutan Uji

Ditimbang 10 kapsul kemudian diambil 120 mg dari bobot rata-rata

masukkan kedalam labu 50 ml, ditambahkan pelarut 25 ml kemudian dilakukan ultrasonik selama 15 menit lalu dicukupkan dengan pelarut hingga batas

tandakemudiandipipet 2 ml dimasukkan kedalam labu 50 ml dan dicukupkan

dengan pelarutlalu disaring dengan filter 0,45 um dan larutan dianalisa.

3.5 Cara Kerja Penetapan Kadar

Penetapan kadar dilakukan menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT). Dipakai fase gerak campuran Aquabidest: Metanol: Asam asetat


(35)

(3,9×300 mm) dan panjang gelombang 280 nm serta volume injeksi yang dipakai

yaitu 10 �� dan flow rate 1,00 ml/menit.

3.6 Perhitungan

penetapan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Kadar =�����

����� ×

��

�����

Kadar =�����

����� ×

(���⁄100)×2 25⁄

(���⁄100)×2 50⁄ ×���

Keterangan:

����� = Luas area sampel

�����= Luas area standar

Sp = Konsentrasi kloramfenikol dalam sampel yang ditimbang (mg/ml)

St = Konsentrasi standar kloramfenikol yang ditimbang (mg/ml)

��� = Bobot kloramfenikol dalam sampel yang ditimbang (mg/ml)

��� = Bobot standar kloramfenikol yang ditimbang (mg/ml)


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Pada percobaan penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul kloramfenikol produksi PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan secara , maka diketahui hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Pemeriksaan Kadar Kloramfenikol yang Diuji:

No. Batch ����� ����� Kadar % Syarat SD RSD

1

M40864 T (a)

2894518 2771512 102,08

90,00-120,00%

0,467 0,44

2

M40864 T (b)

2912691 2771512 102,86

90,00-120,00%

0,467 0,44

4.2 Pembahasan

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV 1995 penetapan kadar

kloramfenikol dalam sediaan kapsul ditentukan secara KCKT, menggunakan fase

gerak campuran Aquabidest : Metanol : Asam asetat glasial (55:45:0,1 ml), kolom

L 1 (4,6 mm x 10 cm) dengan ukuran partikel 5 ��, laju aliran 1,0 ml/menit, volume penyuntikan 10��. Dalam percobaan ini digunakan kolom yang berbeda yaitu L 1 (3,9 x 300 mm) dengan fase gerak, laju alir yang sama dan volume

penyuntikan yang sama maka diketahui kadar kloramfenikol sebagai berikut :


(37)

2. Kadar II : 102,86%

Sehingga didapat kadar rata-rata = 102,47 %, maka dengan hasil

pengujian ini dinyatakan bahwa sediaan kloramfenikol tersebut memenuhi

persyaratan, karena menurut Farmakope Indonesia edisi ke-IV, rentang kadar

yang diperbolehkan untuk kloramfenikol yaitu tidak kurang dari 90,00 % dan


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Dari hasil percobaan penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan

kapsul kloramfenikol dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) diketahui sediaan mengandung kloramfenikol dengan kadar rata-rata

= 102,47 %. Maka dengan hasil pengujian ini maka kloramfenikol tersebut

memenuhi persyaratan, karena menurut Farmakope Indonesia edisi ke-IV, rentang

kadar yang diperbolehkan untuk kloramfenikol yaitu tidak kurang dari 90,00 %

dan tidak lebih dari 120,00 %.

5.2 SARAN

Pada penetapan kadar zat aktif kloramfenikol dalam sediaan kapsul

kloramfenikolini, hanya berasal dari satu pabrik industri obat saja, maka

diharapkan kepada penulis selanjutnya untuk mengembangkan tulisan ini dengan

melakukan pemeriksaan dari berbagai industri obat lainnya, sehingga diketahui

sebanyak mungkin kadarnya dan mutu kapsul kloramfenikol yang beredar


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB Press. Halaman 195-297.

Connors, K.A. (1986). Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi Kedua. Semarang: IKIP Semarang Press. Halaman 416.

Dirjen POM RI.(1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: DepartemenKesehatan Republik Indonesia. Halaman 189-190.

Gritter, R.J. (1991).Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 194-195.

Johnson, E. dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 9.

Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 3. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 37 – 41.

Khopkar, S.M. (2007). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 171.

Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. (1994). Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jakarta: UI Press. Halaman 1668.

Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 14.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 323-325, 378-388.

Rohman, A. (2009). Kromtografi untuk Analisis Obat. Yogyakata: Graha Ilmu. Halaman 113.

Satiadarma, K. (1995). Analisis Instrumental. Bandung: ITB Press. Halaman 239. Schunack, W., Mayer, K., dan Haake, M. (1990). Senyawa Obat, Buku Pelajaran

Kimia Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 682.

Setiabudy, R. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Halaman 700. Skach, W., Charles, L.D., dan Christopher, E.F. (1996). Penuntun Terapi Medis.


(40)

Sudjadi., dan Rohman, A. (2008). Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 112-113.

Sumardjo, D. (2009). Pengantar kimia. Jakarta: EGC. Halaman: 423.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi ke enam. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Halaman 3, 660, 665.

Watson, D.G. (2009). Analisis Farmasi. Edisi 2. Jakarta: EGC. Halaman 314-315. Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, N.B., dkk. (1991). Farmakodinamik

dan Terapi Anti Biotik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 183-187.

Widjajanti, V.N. (1998). Obat – Obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 79.


(41)

LAMPIRAN Lampiran 1.

Perhitung Kadar Kloramfenikol Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kadar kloramfenikol dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar =�����

����� ×

(���⁄100)×2 25⁄

(���⁄100)×2 50⁄ ×���

Keterangan:

����� = Luas area sampel

�����= luas area standar

Sp = konsentrasi kloramfenikol dalam sampel yang ditimbang (mg/ml)

St = konsentrasi standar kloramfenikol yang ditimbang (mg/ml)

��� = bobot kloramfenikol dalam sampel yang ditimbang (mg/ml)

��� = bobot standar kloramfenikol yang ditimbang (mg/ml)

��� = kadar standar kloramfenikol (%) Diketahui:

Batch M40864 T (a) Batch M40864 T (b)

����� = 2894518 ����� = 2912691

����� = 2773688 ����� = 2773688

��� = 49,85 ��� = 49,85

��� = 102,65 ��� = 102,51


(42)

Kadar Batch M40864 T (a) =2894518

2773688 ×

(49,85 100)×⁄ 2 25⁄

(102,65 100)×⁄ 2 50⁄ × 100,718%

= 1,04356 ×0,03988

0,04106 × 100,718%

= 102,08 %

Kadar Batch M40864 T (b) = 2912691

2773688 ×

(49,85 100)×⁄ 2 25⁄

(102,51 100)×⁄ 2 50⁄ × 100,718%

= 1,05011 × 0,03988

0,041004 × 100,718%

= 102,86 %

Kadar rata-rata = 102,08%+102,86%

2

= 102,47 %

Perhitungan Standar Deviasi (SD) dan Standar Deviasi Relatif (RSD)

Kloramfenikol Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

SD = �∑(�−�−��)2

1

Keterangan:

X = nilai dari masing-masing pengukuran

X

� = rata-rata (mean) dari pengukuran N = frekuensi penetapan

N-1 = derajat kebebasan

Diketahui:

X = (a) 105,106; (b) 105,766

X


(43)

N = 2

N-1 = 1

No X ∑(X-��) (X-X)2

1 105,106 0,33 0,1089

2 105,766 0,33 0,2178

�� =105,436 ∑ = 0,2178

SD = �∑(�−�−��)2

1

SD = �0,2178

2−1

SD = �0,2178

1

= 0,467

Standar deviasi relatif (RSD) kloramfenikol dengan rumus:

RSD = ��

�� × 100%

= 0,467

105,436× 100%


(44)

Lampiran 2

Alat yang digunakan dalam penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


(45)

(46)

Lampiran 3

Hasil kromatogram kloramfenikol secara KCKT


(47)

(1)

Kadar Batch M40864 T (a) =2894518

2773688 ×

(49,85 100)×⁄ 2 25⁄

(102,65 100)×⁄ 2 50⁄ × 100,718%

= 1,04356 ×0,03988

0,04106 × 100,718% = 102,08 %

Kadar Batch M40864 T (b) = 2912691

2773688 ×

(49,85 100)×⁄ 2 25⁄

(102,51 100)×⁄ 2 50⁄ × 100,718%

= 1,05011 × 0,03988

0,041004 × 100,718%

= 102,86 %

Kadar rata-rata = 102,08%+102,86%

2

= 102,47 %

Perhitungan Standar Deviasi (SD) dan Standar Deviasi Relatif (RSD) Kloramfenikol Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

SD = �∑(�−�−��)2

1

Keterangan:

X = nilai dari masing-masing pengukuran

X

� = rata-rata (mean) dari pengukuran N = frekuensi penetapan

N-1 = derajat kebebasan Diketahui:

X = (a) 105,106; (b) 105,766

X


(2)

N-1 = 1

No X ∑(X-��) (X-X)2

1 105,106 0,33 0,1089

2 105,766 0,33 0,2178

�� =105,436 ∑ = 0,2178

SD = �∑(�−�−��)2

1

SD = �0,2178

2−1

SD = �0,2178

1

= 0,467

Standar deviasi relatif (RSD) kloramfenikol dengan rumus: RSD = ��

�� × 100% = 0,467

105,436× 100%


(3)

Lampiran 2

Alat yang digunakan dalam penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


(4)

(5)

Lampiran 3

Hasil kromatogram kloramfenikol secara KCKT


(6)