Penetapan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(1)

PENETAPAN KADAR BENZOAT DALAM KISMIS HITAM

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

OLEH:

BALILIBRA BETLEHEMIA R. TARIGAN

NIM 102410031

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Kasih dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah Penetapan Kadar Benzoat dalam

Kismis Hitam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi yang dibuat sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini disusun berdasarkan praktek kerja lapangan di Balai BPOM Medan.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc, Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU, dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. I Gde Nyoman Suwandi, MM., Apt., selaku Kepala Balai BPOM di Medan yang telah memberi izin pelaksanaan PKL, Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes., Apt., selaku pembimbing PKL di Balai BPOM Medan, serta seluruh staf dan karyawan balai Besar POM di Medan.

Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada orangtua yang tersayang Ayahanda Drs. Yulius Sacramento Tarigan, Apt., dan Ibunda Harta Ulina Barus yang telah memberikan doa, harapan, dukungan, materi sehingga


(4)

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Kepada Kakak Meita Sahing , Adik Mila Sahing, Sion Sahing dan Salom Sahing serta seluruh keluarga yang telah memberikan semangat dan doa pada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yang terkasih, Andeskha Sitepu serta sahabat-sahabat terbaik penulis, Esra Berutu, Petrika Situmorang, Sartika Munthe, Yohanna Cibro, Jessica Sihombing, Jessi Aritonang, Romian Rumapea, Rina Hutauruk, dan seluruh rekan-rekan mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan Angkatan 2010 yang telah memberikan banyak dukungan, motivasi dan doa selama penyusunan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan Kasih karunia-Nya kepada kita semua.

Medan, Mei 2013 Penulis,

Balilibra Betlehemia R. Tarigan NIM 102410031


(5)

Penetapan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Abstrak

Makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri makanan diolah sedemikian rupa sehingga makanan dan minuman dapat disukai oleh konsumen, salah satunya dengan menambahkan bahan tambahan pangan. Salah satu jenis bahan tambahan pangan adalah bahan pengawet. Bahan pengawet merupakan senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya atau bahan yang dapat memberikan perlindungan dari pembusukan oleh mikroba. Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Namun jika penderita asma dan penderita urticaria mengonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. Oleh karena itu, maka dilakukan pengujian penetapan kadar asam benzoat dalam kismis hitam dengan tujuan untuk mengetahui apakah kadar asam benzoat yang terdapat di dalam kismis sesuai dengan kadar pengawet buatan yang diizinkan.

Penetapan kadar asam benzoat dalam kismis hitam ini dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan kolom oktadesilsilana pada partikel silika 10 µm/5 µm, 4-6 mm x 15 cm, dengan fase gerak isokratik : metanol : dapar posfat (8 : 92) dan detektor cahaya ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa kadar asam benzoat dalam kismis hitam yang diperiksa adalah 4,23 mg/kg.

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kismis hitam positif mengandung asam benzoat dengan kadar yang memenuhi persyaratan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 yakni 1 g/kg.


(6)

Determination of Levels of Benzoate in Black Currant By High Performance Liquid Chromatography

Abstract

Food and drink produced by the processed food industry in such a way that food and drinks can be favored by consumers, one of them by adding food additives. One type of food additives are preservatives. Preservative is a compound that can inhibit and stop the process of fermentation, acidification or other forms of damage or material that can provide protection from decomposition by microbes. In the body, benzoic acid will not be congested so it is safe for consumption. However, if people with asthma and urticaria sufferers consume large quantities will irritate the stomach. Therefore, testing the determination of benzoic acid levels in black currant in order to determine whether the levels of benzoic acid contained in raisins in accordance with the permitted levels of artificial preservatives.

Determination of benzoic acid levels in black currant is done by high-performance liquid chromatography method using oktadesilsilana column on silica particles 10 lm / lm 5, 4-6 mm x 15 cm, with an isocratic mobile phase: methanol: phosphate buffer (8: 92) and detector ultraviolet light with a wavelength of 254 nm.

From research done shows that the levels of benzoic acid in black currant examined were 4.23 mg / kg.

From the results obtained it can be concluded that the positive black currants contain benzoic acid at levels that meet the requirements according to the Minister of Health Regulation No. 722/Menkes/Per/IX/88 ie 1 g / kg.

Keywords: benzoic acid, assay, high performance liquid chromatography.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kismis ... 3

2.2 Bahan Tambahan Makanan ... 3

2.2.1 Jenis Bahan Tambahan Makanan ... 4

2.2.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan ... 6

2.3 Pengawet Pada Makanan ... 7

2.3.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet ... 8

2.3.2 Jenis Bahan Pengawet ... 9


(8)

Halaman

2.4 Asam Benzoat ... 10

2.4.1 Toksisitas Asam Benzoat ... 11

2.5 Penetapan Kadar Benzoat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 12

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 13

2.7 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 14

2.7.1 Pompa(Pump) ... 14

2.7.2 Injektor (Injector) ... 15

2.7.3 Kolom (Column) ... 16

2.7.4 Detektor (Detector) ... 16

BAB III METODOLOGI ... 17

3.1 Alat ... 17

3.2 Bahan ... 17

3.3 Sampel ... 17

3.4 Persyaratan ... 17

3.5 Prosedur ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 20

4.2 Pembahasan ... 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 21

5.2 Saran ... 21


(9)

Halaman DAFTAR PUSTAKA ... 22


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam secara KCKT ... 20


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur molekul asam benzoat ... 10


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam ... 23 Lampiran 2. Bagan Metode Penetapan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam .... 25 Lampiran 3. Kromatogram Baku Pembanding Benzoat ... 26 Lampiran 4. Kromatogram Benzoat dalam Kismis Hitam Secara HPLC ... 27 Lampiran 5. Hasil KCKT Benzoat dalam Kismis Hitam ... 29


(13)

Penetapan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Abstrak

Makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri makanan diolah sedemikian rupa sehingga makanan dan minuman dapat disukai oleh konsumen, salah satunya dengan menambahkan bahan tambahan pangan. Salah satu jenis bahan tambahan pangan adalah bahan pengawet. Bahan pengawet merupakan senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya atau bahan yang dapat memberikan perlindungan dari pembusukan oleh mikroba. Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Namun jika penderita asma dan penderita urticaria mengonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. Oleh karena itu, maka dilakukan pengujian penetapan kadar asam benzoat dalam kismis hitam dengan tujuan untuk mengetahui apakah kadar asam benzoat yang terdapat di dalam kismis sesuai dengan kadar pengawet buatan yang diizinkan.

Penetapan kadar asam benzoat dalam kismis hitam ini dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan kolom oktadesilsilana pada partikel silika 10 µm/5 µm, 4-6 mm x 15 cm, dengan fase gerak isokratik : metanol : dapar posfat (8 : 92) dan detektor cahaya ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa kadar asam benzoat dalam kismis hitam yang diperiksa adalah 4,23 mg/kg.

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kismis hitam positif mengandung asam benzoat dengan kadar yang memenuhi persyaratan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 yakni 1 g/kg.


(14)

Determination of Levels of Benzoate in Black Currant By High Performance Liquid Chromatography

Abstract

Food and drink produced by the processed food industry in such a way that food and drinks can be favored by consumers, one of them by adding food additives. One type of food additives are preservatives. Preservative is a compound that can inhibit and stop the process of fermentation, acidification or other forms of damage or material that can provide protection from decomposition by microbes. In the body, benzoic acid will not be congested so it is safe for consumption. However, if people with asthma and urticaria sufferers consume large quantities will irritate the stomach. Therefore, testing the determination of benzoic acid levels in black currant in order to determine whether the levels of benzoic acid contained in raisins in accordance with the permitted levels of artificial preservatives.

Determination of benzoic acid levels in black currant is done by high-performance liquid chromatography method using oktadesilsilana column on silica particles 10 lm / lm 5, 4-6 mm x 15 cm, with an isocratic mobile phase: methanol: phosphate buffer (8: 92) and detector ultraviolet light with a wavelength of 254 nm.

From research done shows that the levels of benzoic acid in black currant examined were 4.23 mg / kg.

From the results obtained it can be concluded that the positive black currants contain benzoic acid at levels that meet the requirements according to the Minister of Health Regulation No. 722/Menkes/Per/IX/88 ie 1 g / kg.

Keywords: benzoic acid, assay, high performance liquid chromatography.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri makanan sebagai produsen bahan makanan diolah sedemikian rupa sehingga makanan dan minuman dapat disukai oleh konsumen, salah satunya dengan menambahkan bahan kimia sebagai bahan tambahan makanan. Bahan tambahan makanan digunakan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Bahan-bahan kimia tersebut ditambahkan hanya dalam jumlah sedikit (Windy, 2013).

Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek apakah bahan pangan memberikan cita rasa enak atau apakah anak-anak mau menikmati pangan yang disajikan, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal apakah pangan itu baik untuk dikonsumsi dan komponen apa saja yang terdapat didalamnya (Cahyadi, 2009).

Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Dibidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang,


(16)

yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar global (Cahyadi, 2009).

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. kadar asam benzoat yang terdapat di dalam kismis sesuai dengan kadar pengawet buatan yang diizinkan.

b. analisis penetapan kadar asam benzoat yang terdapat di dalam kismis secara kromatografi cair kinerja tinggi.

1.2.2. Manfaat

Manfaat tulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan, khususnya tentang penetapan kadar asam benzoat dalam kismis menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kismis

Kismis adalah buah anggur yang dikeringkan. Kismis memiliki rasa dan aroma yang khas sangat dimakan. Kismis mengandung konsentrat gula yang tinggi. Selama proses dekristalisasi, buah akan direndam dalam sari buah atau air mendidih untuk melarutkan gula. Proses ini juga yang membuat kulit kismis menjadi kasar. Buah kismis digunakan sebagai hiasan kue, campuran coklat ataupun topping pada ice cream atau pengganti permen. Kismis memiliki kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh. Kandungan gizi pada kismis berupa : raisin, air, energi, protein, lemak, abu, karbohidrat, serat, gula, kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, potasium, sodium, zinc, tembaga, mangan, selenium, vitamin C, riboflavin, niasin, folat, vitamin K, vitamin E (Putra, 2004).

Kultivar anggur yang baik untuk kismis adalah yang berbiji kecil atau tidak berbiji. Tekstur dagingnya lunak dan tidak melekat satu dengan yang lain selama penyimpanan, serta mempunyai aroma yang baik (Arifin, 1999).

2.2 Bahan Tambahan Makanan

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/per/IX/88 No. 1168/Menkes/Per/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai


(18)

gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2009).

Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif pada makanan semakin meningkat, terutama setelah adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah diperoleh. Penambahan bahan tambahan/zat aditif ke dalam makanan bertujuan untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran. Bahan tambahan tersebut diantaranya: pewarna, penyedap rasa dan aroma, antioksidan, pengawet, pemanis, dan pengental (Siaka, 2009).

Berbeda dengan racun, bahan tambahan makanan (BTM) atau bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak (Yuliarti, 2007).

2.2.1. Jenis Bahan Tambahan Makanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Men.Kes/Per/IX/1988, pengelompokan bahan tambahan makanan yang diizinkan pada makanan dapat digolongkan sebagai berikut: (Cahyadi, 2009). a. antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau

menghambat oksidasi.

b. antikempal adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk.


(19)

c. pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. d. pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan

rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi. e. pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat

mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

f. pengemulsi, pemantap, pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.

g. pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

h. pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

i. pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberikan warna pada makanan.

j. penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa atau aroma.

k. sikuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.

Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama, bahan tambahan makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi,


(20)

misalnya pati. Kedua, bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007).

2.2.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan (BTP) dapat dibagi menjadi dua golongan besar sebagai berikut:

a. bahan tambahan pangan yang ditambahkan (BTP) yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

b. bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang dikonsumsi (Cahyadi, 2009).


(21)

Pada intinya penggunaan bahan tambahan makanan yang telah terbukti aman sebenarnya tidak membahayakan kesehatan. Namun demikian, penggunaannya dalam dosis yang terlalu tinggi atau melebihi ambang yang diizinkan akan menimbulkan problem kesehatan (Yuliarti, 2007).

2.3 Pengawet Pada Makanan

Bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan mikroorganisme (PerMenKes No.772, 1988).

Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan dan lain-lain. (Cahyadi, 2009).

Pengawet kimia digunakan untuk mengawetkan makanan sehubungan berubahnya cara produksi, pemasaran, serta konsumsi suatu makanan. Rentang waktu ketika makanan diproduksi dan ketika mencapai konsumen kini semakin panjang, sementara konsumen mengharapkan semua makanan tersedia sepanjang tahun dan bebas dari mikroorganisme pembawa penyakit karena berbagai mikroba, dari jamur sampai bakteri, merupakan agen pembusuk yang sering menimbulkan masalah pada keamanan pangan (Yuliarti, 2007).

Tanpa bahan tambahan pangan, khususnya bahan pengawet maka bahan pangan yang tersedia di pasar atau di swalayan akan menjadi kurang menarik,


(22)

tidak dapat dinikmati secara layak, dan tidak awet. Bahan pengawet yang ditambahkan umumnya sama dengan bahan pengawet pangan yang sebenarnya sudah terdapat dalam bahan pangan, tetapi jumlahnya sangat kecil sehingga kemampuan mengawetkan sangat rendah (Cahyadi, 2009).

Penggunaan bahan pengawet yang tidak sesuai aturan akan menimbulkan suatu permasalahan terutama bagi konsumen. Bahan pengawet yang diijinkan hanya bahan yang bersifat menghambat, bukan mematikan organisme-organisme pencemar. Oleh karena itu, penanganan dan pengolahan bahan pangan harus dilakukan secara higinies (Siaka, 2009).

2.3.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut: (Cahyadi, 2009).

a. menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen.

b. memperpanjang umur simpan pangan.

c. tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

d. tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah. e. tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah

atau yang tidak memenuhi persyaratan.

f. tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan pangan.

Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir


(23)

sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral. Makanan yang menggunakan pengawet yang tepat (menggunakan pengawet makanan yang dinyatakan aman) dengan dosis di bawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen (Yuliarti, 2007).

2.3.2 Jenis Bahan Pengawet

Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat, baik dalam bentuk asam maupun garamnya Jenis bahan pengawet antara lain asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida, sedangkan zat pengawet anorganik yang sering dipakai adalah sulfit, hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan (Cahyadi, 2009).

Cara lain mengawetkan bahan makanan dengan aman tanpa menggunakan bahan tambahan adalah dengan menggunakan teknologi pengawetan makanan seperti : (Yuliarti, 2007).


(24)

a. pendinginan atau pembekuan berbagai jenis bahan makanan yang mudah rusak, diantaranya ikan, daging, sayuran, buah-buahan dan lain sebagainya b. pengeringan dengan tenaga surya maupun listrik

c. pengemasan dengan cara pengemasan steril d. teknologi fermentasi

e. pengasapan dengan asap tempurung kelapa yang dicairkan f. pengasaman dan pemanasan.

2.3.3 Efek Bahan Pengawet Terhadap Kesehatan

Pemakaian bahan pengawet pada satu sisi menguntungkan karena bahan pangan dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen penyebab gangguan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang nonpatogen penyebab kerusakan bahan pangan. Namun, apabila pemakaian jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2009).

2.4 Asam Benzoat

Struktur Kimia dan Sifat – sifat Asam Benzoat.

Gambar 1. Struktur molekul asam benzoat

Nama kimia : asam benzoat, benzoic acid, bensol carboxylic, asam


(25)

carboxybenzene

Rumus empiris : C7H6O2

Berat molekul : 122,12 (Ditjen POM, 1995).

Asam benzoat berbentuk hablur atau jarum putih, sedikit berbau benzaldehid atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air. Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter. Asam benzoat merupakan asam lemah yang mengalami disosiasi tergantung pada pH mediumnya. Molekul yang tidak terdisosiasi ini yang mempunyai efektivitas sebagai pengawet (Cahyadi, 2009).

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan pangan adalah benzoat, umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman, seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain (Cahyadi, 2009).

Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu enzim intraseluler (Siaka, 2009).

2.4.2 Toksisitas Asam Benzoat

Didalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga aman untuk dikonsumsi. Di Amerika Serikat, benzoat termasuk senyawa kimia pertama yang diizinkan untuk makanan. Bukti-bukti menunjukkan,


(26)

pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien. Berdasarkan jurnal, benzoate tidak mempunyai efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut dan tidak mempunyai efek karsinogenik. Meski aman untuk dikonsumsi orang sehat, penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. Diduga pula zat ini akan dapat mengakibatkan reaksi alergi dan penyakit syaraf (Yuliarti, 2007).

Garam benzoat dalambahan pangan akan terurai menjadi asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Bentuk ini mempunyai efek racun pada pemakaian berlebih terhadap konsumen, sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak melebihi 0,1% dalam bahan makanan. Apabila tubuh mengkonsumsi bahan pengawet ini secara berlebih, dapat mengganggu kesehatan, terutama menyerang syaraf (Siaka, 2009).

2.5 Penetapan Kadar Benzoat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Untuk eluen metanol – buffer posfat (isokratik), sampel cairan langsung dianalisis, sedangkan yang padat dipersiapkan dahulu kemudian dianalisis, dengan cara :

a) larutan standar

25 mg asam benzoat murni dilarutkan dalam 25 ml metanol sampai 50 ml dalam labu ukur. Untuk larutan standar kerja (B) dibuat perbandingan 1 : 10. b) langsung dianalisis


(27)

Untuk minuman sari buah, seperti sari jeruk, anggur dan minuman lainnya. Di sini tidak perlu di clean up. Dalam hal ini dilakukan penyaringan dengan mikrofilter ukuran 0,45 mikrometer (A). Limit deteksi asam benzoat yang mempunyai koefisien absorpsi paling kecil dan senyawa yang dianalisis jauh di bawah konsentrasi normal yang digunakan dalam pangan.

Cara penetapan :

Larutan A dan B disuntikkan secara terpisah dan dilakukan analisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi :

Kolom : μ- Bondapak C18.

Detektor : UV panjang gelombang 235 nm.

Fase mobile : Metanol pro HPLC dan buffer yang disaring dengan membrane

mikrofilter tipe HVLP 0,45 μm (Buffer posfat : 2,5 gram K2HPO4.3H2O pa dan

2,5 gram KH2PO4 dalam air bidestillata), volume penyuntikan : 10 μl – 20 μl

(Cahyadi, 2009).

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi merupakan cara pemisahan berdasarkan partisi cuplikan antara fase yang bergerak,dapat berupa gas atau zat cair, dan fase diam,dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson, 1991).

Tujuan kromatografi ialah memisahkan komponen cuplikan menjadi pita atau puncak, ketika cuplikan bergerak melalui kolom (Johnson, 1991).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan


(28)

fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya. Kelebihan itu antara lain:

• mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran • mudah melaksanakannya

• kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi

• dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis • Resolusi yang baik

• dapat digunakan bermacam-macam detector • Kolom dapat digunakan kembali

• mudah melakukan "sample recovery" (Putra, 2004).

2.7 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.7.1 Pompa (Pump)

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat harus inert terhadapa fase gerak (Rohman, 2009).

Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas.


(29)

Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas (Putra, 2004).

2.7.2 Injektor (injector)

Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua model umum injector yaitu:

a. stopped flow dan b. solvent flowing

Tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :

a. stop-flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan resolusi tidak dipengaruhi

b. septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

c. loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi

volume lebih besar dari 10 μ dan dilakukan dengan cara automatis (dengan

menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksifan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).


(30)

2.7.3 Kolom (Column)

Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :

a. kolom analitik : Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, Untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50 -100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10 -30 cm;

b. kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm (Johnson, 1991).

2.7.4 Detektor (Detector)

Detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif) (Johnson, 1991).

Detektor mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel; (2) mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil; (3) stabil dalam pengoperasiannya; (4) memepunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita; (5) signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier); dan (6) tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2009).


(31)

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah HPLC, branson-ultrasonic, labu ukur 50 ml, membran filter 0,45 µm, milipore 0,45 µm, beaker glass 50 ml, batang pengaduk dan pipet volum.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Kalium dihidrogen fosfat, Dikalium

hidrogen fosfat, Metanol 60% dan Natrium benzoat Bp.

3.3 Sampel

Nama Contoh : Kismis Hitam Wadah/Kemasan : Plastik

Komposisi : Kismis Bentuk : Padat Rasa : Manis

Warna : Hitam

Bau : Normal

3.4 Persyaratan

Batas maksimum pengggunaan benzoat dalam kismis sesuai dengan persyaratan yang terdapat dalam Permenkes Nomor 722/MenKes/Per/IX/1998 adalah 1000 mg/ kg.


(32)

3.5 Prosedur

Larutan Uji

- Timbang seksama ± 5 g cuplikan - Masukkan dalam labu ukur 100 ml

- Encerkan dengan metanol 60% sampai garis tanda - Saring dengan penyaringan milipore dan di awaudarakan

Larutan Baku

- Timbang masing-masing 50 mg Natrium Benzoat - Masukkan dalam labu ukur 50 ml

- Larutkan dengan metanol 60% dan encerkan sampai tanda

- Pipet berturut-turut 0,5;1,0;2,0;3,0;4,0 ml larutan di atas dan masukkan dalam labu ur 50 ml

- Encerkan dengan metanol 60% sampai tanda - Saring dengan milipore dan di awaudarakan

Cara Penetapan

Larutan uji dan larutan baku disuntikkan secara terpisah dan dilakukan KCKT dengan kondisi sebagai berikut:

Kolom : Oktadesilsilana pada partikel silika 10 µm/5 µm, 4-6 mm x 15 cm (atau yang sesuai)

Fase gerak : Isokratik : metanol: Dapar Posfat (8 : 92) disaring menggunakan membran filter 0,45 µm dan diawaudarakan

Laju aliran : 1 ml/menit


(33)

Detektor : cahaya ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm Volume penyuntikan : 10 µl-20 µl

Pembuatan Pereaksi

- Dapar posfat pH 6,8

Timbang dikalium hidrogen fosfat 0,8709 g dan 0,68 g kalium dihidrogen fosfat. Larutkan dalam aquabidest hingga 1000 ml.

- Metanol 60%


(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari pengujian penetapan kadar asam benzoat pada sampel kismis diperoleh kadar asam benzoat yaitu 4,41 mg/kg.

Tabel 1. Data Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam secara KCKT

Sampel Kadar Sampel Persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Benzoat 4,41 mg/kg 1000 mg/kg

4.2 Pembahasan

Menurut Siaka (2009), penggunaan bahan pengawet dapat menjadikan bahan makanan bebas dari kehidupan mikroba baik yang bersifat patogen maupun non patogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan seperti pembusukan.

Menurut Yuliarti (2007), benzoat tidak mempunyai efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut dan juga tidak mempunyai efek karsinogenik. Meski aman untuk dikonsumsi orang sehat, penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. Diduga pula zat ini akan dapat mengakibatkan reaksi alergi dan penyakit syaraf.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas maka disimpulkan bahwa kadar benzoat dalam kismis memenuhi persyaratan pada Permenkes Nomor 722/MenKes/Per/IX/1988.

5.2 Saran

Pengujian sampel dilanjutkan dengan menguji parameter yang lain sehingga mutu dari produk tersebut dapat disimpulkan.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Khasiat dan Kegunaan Kismis Untuk Kesehatan. Tanggal akses 15 April 2013

http://www.zelenaplus.com

Arifin, Z. (1999). Kajian Proses Pembuatan Manisan Kering Anggur Bali (Alphonso lavalle). Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal. 7

Cahyadi, W. (2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara. Hal. 1-3, 6-8, 11, 22, 26, 44-45

Departemen Kesehatan RI dan Dirjen POM. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 722/Menkes/per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan R.I Jakarta

Johnson, E L., dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung : ITB Bandung. Hal. 1. 6, 17

Putra, E. D. L. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. USU: FMIPA. Hal: 1-2, 5-6

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Hal. 113, 116

Siaka, I. M. (2009). Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat yang Beredar di Wilayah Kota Denpasar. Bukit Jimbaran : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana. Hal. 87-88

Windy, S., Fatimawali., Yudistira, A. (2013). Identifikasi dan Penetapan Kadar Asam Benzoat pada Kecap Asin yang Beredar di Kota Manado. FMIPA UNSRAT : Manado. Hal. 13

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. Hal. 7, 14-15, 32, 59, 71


(37)

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam

Baku pembanding : Na-Benzoat 100,51 % Konsentrasi : 0,99164 mg/ml Pelarut : metanol 60% Kolom : 4,6 x 15 mm Volume pengenceran : 100 ml

Volume penyuntikan : 20 μl

Perhitungan konsentrasi sampel pemanis dengan persamaan regresi linear: y = a + bx

Kadar pengawet sintesis =

������� ������� ����������

����� ������ = mg/kg Perhitungan:

r = 0,9975 a = 265664,0244 b = 2660651,83 Data penimbangan I

Bobot sampel : 5,0121 gram

Area : 41561

Rt : 5,191

Kadar benzoat I = 41561 939285

x

24,7910 5,0121

x

100 50

0,5 � 50

x 100,51%

` = 0,0043995 mg/g


(38)

Data penimbangan II

Bobot sampel : 5,0229 gram

Area : 41810

Kadar benzoat II = 41810 939285

x

24,7910 5,0229

x

100 50

0,5 � 50

x 100,51%

= 0,0044163 mg/g = 4,42 mg/kg

Kadar benzoat rata-rata = 4,40 ��/�� 4,42 ��/��

= 4,41 mg/kg


(39)

Lampiran 2. Bagan Metode Penetapan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam

Larutan Uji

Ditimbang seksama ± 5 g cuplikan Dimasukkan dalam labu ukur 100 ml

Diencerkan dengan metanol 60% sampai garis tanda Disaring dengan penyaringan milipore dan di awaudarakan

Larutan Baku

Timbang masing-masing 50 mg Natrium Benzoat Masukkan dalam labu ukur 50 ml

Larutkan dengan metanol 60% dan encerkan sampai tanda

Pipet berturut-turut 0,5 ; 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 ml larutan di atas dan masukkan dalam labu ukur 50 ml

Encerkan dengan metanol 60% sampai tanda Saring dengan milipore dan di awaudarakan

Cara Penetapan

Disuntikkan secara terpisah dan dilakukan KCKT dengan kolom Oktadesilsilana pada partikel silika 10 µm/5 µm, 4-6 mm x 15 cm, fase gerak isokratik : metanol: dapar posfat (8 : 92) dan detektor cahaya ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. Sampel

Larutan uji

Natrium benzoat

Larutan baku

Larutan uji Larutan baku


(40)

Lampiran 3. Kromatogram Baku Pembanding Benzoat


(41)

(42)

(43)

(1)

Data penimbangan II

Bobot sampel : 5,0229 gram

Area : 41810

Kadar benzoat II = 41810 939285

x

24,7910 5,0229

x

100 50

0,5 � 50

x 100,51%

= 0,0044163 mg/g = 4,42 mg/kg

Kadar benzoat rata-rata = 4,40 ��/�� 4,42 ��/��

= 4,41 mg/kg


(2)

Lampiran 2. Bagan Metode Penetapan Kadar Benzoat dalam Kismis Hitam

Larutan Uji

Ditimbang seksama ± 5 g cuplikan Dimasukkan dalam labu ukur 100 ml

Diencerkan dengan metanol 60% sampai garis tanda Disaring dengan penyaringan milipore dan di awaudarakan

Larutan Baku

Timbang masing-masing 50 mg Natrium Benzoat Masukkan dalam labu ukur 50 ml

Larutkan dengan metanol 60% dan encerkan sampai tanda

Pipet berturut-turut 0,5 ; 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 ml larutan di atas dan masukkan dalam labu ukur 50 ml

Encerkan dengan metanol 60% sampai tanda Saring dengan milipore dan di awaudarakan

Cara Penetapan

Disuntikkan secara terpisah dan dilakukan KCKT dengan kolom Oktadesilsilana pada partikel silika 10 µm/5 µm, 4-6 mm x 15 cm, fase gerak isokratik : metanol: dapar posfat (8 : 92) dan detektor cahaya ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. Sampel

Larutan uji

Natrium benzoat

Larutan baku

Larutan uji Larutan baku


(3)

(4)

(5)

(6)