Formulasi, Kandungan Zat Gizi dan Daya Terima Madu-Galohgor

FORMULASI, KANDUNGAN ZAT GIZI DAN DAYA TERIMA
MADU-GALOHGOR

ADHI KRISTIANTO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi,
Kandungan Zat Gizi dan Daya Terima Madu-Galohgor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Adhi Kristianto
NIMI14080094

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

ABSTRACT
ADHI KRISTIANTO. Formulation, Nutrients Content and Acceptability of HoneyGalohgor. Under direction of KATRIN ROOSITA and SITI SA’DIAH.
Galohgor is a traditional Sundanese herbal medicine made from 56 kinds
of medicinal plants. Galohgor is believed to increase the production of breast milk
(ASI), hastened uterus involution and improve physical fitness after delivery
(post partum). This research aims to study formulation, acceptability for HoneyGalohgor product, and nutrients content of Honey-Galohgor product. The
research was carried out through several phases, the preparation of Galohgor,
followed by the extraction, formulation, analysis of nutrient content, and
organoleptic test of the product. Honey-Galohgor was made from honey,
Galohgor, water, and Sodium-Carboxy metyl cellulose (CMCNa) as suspending
agent. The organoleptic test result showed that Honey-Galohgor powder product

is more prefereble compared to Honey-Galohgor extract, regarding its taste and
aroma. The nutrient content of Honey-Galohgor Extract is higher compared to
Honey-Galohgor Powder, except for its carbohydrate content.
Keywords: herbal medicine, Honey-Galohgor, nutraceutical

RINGKASAN
ADHI KRISTIANTO. Formulasi, Kandungan Zat Gizi dan Daya Terima MaduGalohgor. Di bawah bimbingan KATRIN ROOSITA and SITI SA’DIAH.
Masyarakat yang kurang mampu dan tinggal di daerah pedesaan
terkadang sulit untuk mendapatkan obat karena harga obat yang tidak terjangkau
dan jarak ke kota atau ke apotik yang jauh. Oleh karena itu, masyarakat
pedesaan biasanya lebih sering mengkonsumsi ramuan tradisional daripada
obat-obatan ataupun suplemen. Ramuan tradisional ini dapat berupa jamu
ataupun tanaman obat yang dimakan langsung (Harmanto dan Subroto 2007).
Salah satu contoh ramuan tradisional adalah Galohgor. Galohgor adalah
nutraceutical yang terdiri dari 56 jenis tanaman.Berdasarkan hasil survei,
manfaat konsumsi Galohgor pada ibu post partum antara lain meningkatkan
produksi air susu ibu (ASI),
mempercepat penyembuhan rahim dan
meningkatkan kebugaran tubuh.
Madu merupakan produk hewani yang kaya karbohidrat berupa fruktosa

dan glukosa serta bermacam-macam mineral seperti kalsium, natrium, kalium,
magnesium, besi, chlorine, fosfor, sulfur, garam iodium. Konsumsi madu dapat
meningkatkan asupan mineral tubuh pada ibu menyusui sehingga dapat
meningkatkan mineral dalam ASI (Winarno 1990). Berdasarkan pertimbangan
tentang berbagai macam kandungan serta manfaat madu dan Galohgor, maka
dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan produk MaduGalohgor.Penambahan madu berfungsi untuk meningkatkan daya terima
Galohgor serta meningkatkan kandungan zat gizinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari formulasi Madu-Galohgor,
daya terima, dan kandungan zat gizinya. Tujuan khususnya adalah membuat
Galohgor dengan metode ekstraksi, menganalisis zat gizi jamu Galohgor ekstrak
dan serbuk, merancang formulasi produk Madu-Galohgor, membandingkan daya
terima produk Madu-Galohgor ekstrak dan serbuk, menganalisis zat gizi produk
Madu-Galohgor ekstrak dan serbuk.
Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian tentang
khasiat, mekanisme dan saintifikasi produk Galohgor. Penelitian pengembangan
produk Madu-Galohgor dilakukan pada bulan April-Juli 2012 di Departemen Gizi
Masyarakat, Departemen Teknologi Pangan, dan Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka, Bogor.Data hasil penelitian diolah menggunakan Microsoft Excell for
Windows, kemudian dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney.
Madu-Galohgor dibuat dari Galohgor, madu, dan air dengan

perbandingan 10: 15: 75. Suspending agent yang dipakai dalam pembuatan
Madu-Galohgor adalah Sodium-Carboxy metyl cellulose (CMCNa). Formula
Madu-Galohgor ekstrak (MGE) dapat dibuat menjadi produk yang stabil pada
konsentrasi CMCNa 0.125%. Sementara untuk formula Madu-Galohgor serbuk
(MGS) dapat dibuat pada konsentrasi CMCNa 0.5%.
Rasa dan aroma dari produk MGS lebih baik daripada MGE. Uji mutu
hedonik menunjukkan bahwa produk MGS lebih disukai responden dari produk
MGE, namun produk MGE memiliki homogenitas yang lebih baik dibanding
produk MGS.
Kandungan zat gizi Galohgor yang dibuat dengan metode ekstraksi lebih
tinggi daripada Galohgor yang dibuat dengan metode drum drying. Berdasarkan
hasil analisis yang dilakukan diperoleh hasil kadar air MGS 81.9% dan MGE
88.1% (bb). Kadar abu MGS 0.1% (bb) dan MGE 0.4% (bb). Kadar protein MGS
0.7% (bb) dan MGE 1.1% (bb). Kadar lemak MGS 1.8% (bb) dan MGE 3.1%

(bb). Berdasarkan hasil perhitungan, kadar karbohidrat MGS 15.4% (bb) dan
MGE 7.1% (bb).
Kadar Magnesium MGS 156.3 ppm (bb) dan MGE 363.1 ppm (bb). Kadar
zat besi MGS 15.4 ppm (bb) dan MGE 27.3 ppm (bb). Kadar seng MGS 4.5 ppm
(bb) dan MGE 6.1 ppm (bb). Kadar iodium MGS 69.7 ppm (bb) dan MGE 71.9

ppm (bb).

©HakCipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

FORMULASI, KANDUNGAN ZAT GIZI DAN DAYA TERIMA
MADU-GALOHGOR

ADHI KRISTIANTO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul

:

Nama
NIM

:
:

Formulasi, Kandungan Zat Gizi dan Daya Terima MaduGalohgor
Adhi Kristianto

I14080094

Disetujui oleh

Katrin Roosita, SP MSi.
Pembimbing I

Siti Sa’diah, MSi Apt.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala kasih
karunia dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Formulasi, Kandungan Zat Gizi dan Daya Terima Madu-Galohgor”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi
dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Atas segala bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini,
tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Katrin Roosita, SP MSi. dan Siti Sa’diah, MSi Apt. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan serta
memberikan semangat kepada penulis.
2. Orang tua serta adik yang selalu mendoakan dan member motivasi
agar segera menyelesaikan studi di IPB.
3. Rohadi dan Farida atas bantuan dan kerja samanya dalam
melaksanakan penelitian ini.
4. Teman-teman GM 46, GM 45, dan ITP 45 yang telah bersedia
menjadi panelis dalam uji organoleptik Madu-Galohgor.
5. Teknisi di laboratorium Gizi, serta semua staff Departemen Gizi
Masyarakat yang lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
6. Teman-teman GM 45 yang telah memberikan masukan serta motivasi
kepada penulis.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat serta

memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak lupa penulis
mohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang tidak berkenan selama
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran untuk kesempurnaan
skripsi ini sangat diharapkan.
Bogor, 27 Maret 2013

AdhiKristianto

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Salatiga pada tanggal 03 Mei 1990. Penulis
merupakan putra pertama dari pasangan Gunawan dan Shielly. Pendidikan
penulis diawali pada tahun 1995-1996 di TK Kristen 03. Tahun 1996-2002,
penulis melanjutkan masa pendidikan di SD Kristen 03. Pada tahun 2002-2005,
penulis melanjutkan studi di SMP Kristen 02 dan pada tahun 2005-2008 di
SMAN1 Salatiga. Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Setelah satu tahun mengikuti
program Tingkat Persiapan Bersama, penulis melanjutkan studi di Mayor Ilmu
Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama
perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen dan
menjadi pengurus pada tahun 2010-2011.Penulis mengikuti program Kuliah

Kerja Profesi di desa Bumiayu, Tegal pada bulan Juli 2011 dan Internship
Dietetik di RSUD Cibinong pada bulan Mei 2012.

i

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
Kegunaan ................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA
Galohgor dan Kandungan Gizinya ........................................................... 3
Madu........................................................................................................ 5
Ekstrak ..................................................................................................... 6
Serbuk ..................................................................................................... 7

Sediaan cair ............................................................................................. 8
Suspending agent .................................................................................... 9
Pasteurisasi dan Sterilisasi .................................................................... 10
Uji organoleptik ...................................................................................... 11
METODE
Waktu dan Tempat ................................................................................. 13
Bahan dan Alat....................................................................................... 13
Prosedur ................................................................................................ 13
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Serbuk dan Ekstrak Galohgor ............................................. 18
Kandungan Zat Gizi Jamu Galohgor ...................................................... 19
Formulasi Madu-Galohgor ...................................................................... 23
Uji Organoleptik...................................................................................... 25
Kandungan Zat Gizi Madu-Galohgor ...................................................... 27
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 35
LAMPIRAN ........................................................................................................ 38

ii

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Komposisi formula Madu-Galohgor ........................................................ 15
2. Penilaian uji hedonik dan mutu hedonik ................................................. 26
3. Kadar abu dan kandungan zat gizi jamu Galohgor ................................. 21
4. Kandungan mineral jamu Galohgor ........................................................ 23
5. Karakteristik formula Madu-Galohgor ..................................................... 24
6. Nilai modus hasil uji hedonik Madu-Galohgor......................................... 26
7. Nilai modus hasil uji mutu hedonik Madu-Galohgor ................................ 27
8. Kadar abu dan kandungan zat gizi Madu-Galohgor................................ 30
9. Kandungan mineral Madu-Galohgor....................................................... 33

iii

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Vacuum evaporator .................................................................................. 7
2. Drum dryer ............................................................................................... 8
3. Serbuk dan ekstrak Galohgor ................................................................. 19
4. Madu-Galohgor serbuk dan Madu-Galohgor ekstrak .............................. 25
5. Persentase penerimaan Madu-Galohgor ................................................ 26

iv

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Bahan dan komposisi Galohgor dari Desa Sukajadi ............................... 39
2. Prosedur analisis zat gizi ........................................................................ 41
3. Contoh perhitungan sumbangan zat gizi bagi ibu menyusui ................... 44
4. Formulir uji organoleptik ......................................................................... 45
5. Data hasil uji hedonik dan mutu hedonik Madu-Galohgor....................... 47
6. Data hasil statistik .................................................................................. 51

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan

merupakan

salah

satu

faktor

yang

mempengaruhi

produktivitas dan kualitas sumber daya manusia. Manusia mampu melaksanakan
berbagai aktivitas dalam hidupnya jika mempunyai tubuh yang sehat. Oleh
karena itu, manusia selalu berusaha meningkatkan derajat kesehatannya melalui
berbagai cara, antara lain dengan mengonsumsi obat-obatan, suplemen,
maupun ramuan tradisional. Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk mengobati,
meringankan gejala, dan mencegah penyakit, sehingga tubuh selalu dalam
keadaan sehat (Harmanto et al. 2007).
Masyarakat yang kurang mampu dan tinggal di daerah pedesaan
terkadang sulit untuk mendapatkan obat karena harga obat yang tidak terjangkau
dan jarak ke kota atau ke apotik yang jauh dapat menyulitkan masyarakat yang
tinggal di pedesaan karena umumnya apotik hanya berada di daerah perkotaan.
Oleh karena itu, masyarakat pedesaan biasanya lebih sering mengonsumsi
ramuan tradisional daripada obat-obatan ataupun suplemen. Ramuan tradisional
ini dapat berupa jamu ataupun tanaman obat yang dimakan langsung (Harmanto
et al. 2007) .
Keanekaragaman ramuan obat tradisional di Indonesia berkembang
karena ditunjang oleh keanekaragaman hayatinya. Indonesia memiliki ribuan
spesies tanaman tropis yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Hal ini
menyebabkan adanya berbagai jenis ramuan tradisional yang berbeda antar
daerah. Perbedaan kebudayaan dan kepercayaan setempat juga menjadi faktor
yang membuat perbedaan ini makin jelas terlihat. Cara pembuatan ramuan obat
tradisional ini diturunkan secara turun-temurun dari orang tua ke anaknya
(Harmanto et al. 2007).
Salah satu contoh ramuan tradisional adalah Galohgor yang terbuat dari
56 jenis tanaman. Berdasarkan hasil survei, manfaat konsumsi Galohgor pada
ibu post partum antara lain meningkatkan produksi air susu ibu (ASI),
mempercepat penyembuhan rahim dan meningkatkan kebugaran tubuh. Hal ini
didukung oleh penelitian dengan hewan coba menggunakan tikus laktasi yang
menunjukkan bahwa Galohgor dapat meningkatkan produksi susu dan
mempercepat pencapaian waktu puncak laktasi (Dahlianti et al. dan Roosita
2003). Galohgor secara tradisional dibuat dengan cara disangrai dan ditumbuk

2

sehingga dihasilkan serbuk kasar yang dapat dikonsumsi langsung sebagai
makanan kudapan. Metode pengeringan dalam pembuatan Galohgor yang telah
dikembangkan adalah dengan metode drum drying yang menghasilkan produk
berupa serbuk halus (Pajar 2002, Roosita, 2003). Adapun metode ekstraksi
untuk menghasilkan ekstrak Galohgor belum pernah dilakukan sebelumnya.
Madu merupakan produk hewani yang kaya karbohidrat berupa fruktosa
dan glukosa serta bermacam-macam mineral seperti kalsium, natrium, kalium,
magnesium, besi, chlorine, fosfor, sulfur, garam iodium. Konsumsi madu dapat
meningkatkan asupan mineral tubuh dimana pada ibu menyusui hal tersebut
dapat

meningkatkan

mineral

dalam

ASI

(Winarno

1990).

Berdasarkan

pertimbangan tentang berbagai macam kandungan serta manfaat madu dan
Galohgor, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan
produk Madu-Galohgor. Penambahan madu berfungsi untuk meningkatkan daya
terima Galohgor serta meningkatkan kandungan zat gizinya.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini untuk mempelajari formulasi Madu-Galohgor, daya terima,
dan kandungan zat gizinya.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui metode ekstraksi Galohgor.
2. Menganalisis zat gizi ekstrak dan serbuk Galohgor.
3. Merancang formulasi Madu-Galohgor.
4. Membandingkan daya terima Madu-Galohgor ekstrak dan serbuk.
5. Menganalisis zat gizi Madu-Galohgor ekstrak dan serbuk.
Kegunaan
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kandungan zat gizi
produk Madu-Galohgor yang memiliki daya diterima yang tinggi berdasarkan uji
organoleptik dan diharapkan dapat diterima secara luas oleh konsumen sebagai
salah satu produk laktagogum bagi ibu post partum.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Galohgor dan Kandungan Gizinya
Galohgor merupakan jamu postpartum yang terdiri dari 56 jenis tanaman
dan telah banyak dikenal oleh suku Sunda. Di desa Sukajadi, kecamatan
Tamansari, kabupaten Bogor, ibu yang baru saja melahirkan mempunyai
kebiasaan mengonsumsi jamu Galohgor. Jamu Galohgor biasanya diminum dua
kali sehari (pagi dan sore) setelah melahirkan sampai 40 hari setelah melahirkan.
Hasil survey yang dilakukan Pajar (2002) menunjukkan bahwa pengetahuan dan
kebiasaan mengonsumsi Galohgor diperoleh dari orang tua dan tetangga.
Keadaan ini menyebabkan tradisi turun-temurun. Adapun cara penggunaannya
dengan dimakan langsung atau diseduh dengan gula sesuai selera. Secara
empirik jamu Galohgor memiliki manfaat antara lain meningkatkan kondisi
kesehatan ibu setelah melahirkan dan meningkatkan volume ASI (Roosita 2003
dan Dahlianti 2004).
Pada penelitian sebelumnya telah diteliti kandungan gizi dan senyawa
aktif yang dalam jamu Galohgor yang dibuat dengan metode drum drying.
Galohgor mengandung senyawa-senyawa aktif antara lain alkaloid, flavonoid,
terpenoid (Pajar 2002). Berdasarkan penelitian Masruroh (2004), terdapat
kandungan antioksidan yang cukup tinggi pada Galohgor. Hal ini disebabkan
oleh bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan jamu tersebut berasal dari
56 jenis tanaman obat yang tinggi senyawa antioksidannya. Galohgor
mengandung senyawa antioksidan seperti vitamin C, karotenoid, vitamin E, dan
senyawa fenol (Masruroh 2004). Sehingga dapat dikatakan Galohgor berpotensi
sebagai obat pencegah kanker atau dapat digunakan sebagai pengobatan
segala jenis kanker serta memperlambat proses penuaan dini.
Berbagai macam tanaman yang menjadi bahan Galohgor mempunyai
fungsi yang unik dan bermanfaat. Hembing (2001) menyatakan bahwa biji pala
mengandung asam linoleat, jahe bermanfaat untuk membersihkan darah kotor
setelah melahirkan, kencur dapat mengecilkan rahim setelah melahirkan, kunyit
sebagai obat radang rahim, temu hitam dapat mencegah penularan penyakit
pada bayi melalui ASI.
Berdasarkan hasil penelitian Pratiwi (2010), Galohgor mengandung air,
abu, protein, lemak, karbohidrat masing-masing 12.11% (bb), 3.1% (bk), 17.6%
(bk), 5.9% (bk), 72.4% (bk). Galohgor juga mengandung mineral magnesium,

4

besi, seng dan iodium masing-masing 71.8 ppm (bk), 234.8 ppm (bk), 64.5 ppm
(bk), 102.9 ppm (bk).
Karbohidrat dalam sumber pangan nabati umumnya berupa polisakarida.
Polisakarida dan disakarida terhidrolisis oleh enzim pencernaan dan diabsorbsi
tubuh dalam bentuk monosakarida (Gaman dan Sherrington 1992). Bahan
penyusun Galohgor yang mengandung banyak karbohidrat antara lain beras dan
jagung.
Sumber protein dari Galohgor antara lain berasal dari kedelai, kacang
tanah dan beras. Protein nabati umumnya mempunyai Biological Value (BV)
yang lebih rendah dari protein hewani. Jumlah protein yang siap untuk digunakan
oleh tubuh tergantung dari Biological Value (BV) protein tersebut. Kekurangan ini
dapat ditutupi dengan susunan makanan campuran yaitu mengkonsumsi sumber
pangan hewani dan nabati secara seimbang. Selain itu, protein nabati lebih
menguntungkan karena lebih murah daripada protein hewani (Winarno 2002).
Jumlah gram protein dalam bahan pangan biasanya dihitung sebagai
hasil perkalian jumlah nitrogen dengan faktor 6.25. Konstanta tersebut diperoleh
dari asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen, dan 100 dibagi 16 adalah
6.25. Metode yang biasa digunakan untuk menetapkan kadar nitrogen dalam
bahan pangan adalah metode Kjeldahl (Apriyantono et al. 1989).
Lemak mengandung asam- asam lemak yang dapat dibagi menjadi dua
yaitu asam lemak esensial dan asam lemak non esensial. Beberapa contoh
asam lemak esensial misalnya asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dan
asam aracchidonat. Asam lemak non esensial antara lain adalah asam butirat,
asam palmitat, asam kaproat dan sebagainya. Asam lemak esensial harus
didapatkan dari makanan karena tidak dapat disintesis oleh tubuh (Muchtadi
1989). Sumber lemak dalam Galohgor antara lain berasal dari kedelai dan
kacang tanah.
Pengukuran kandungan lemak dalam bahan pangan dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan metode soxhletasi. Lemak yang terdapat dalam bahan diekstrak
dengan pelarut heksana (Apriyantono et al. 1989).
Biji-bijian dan kacang-kacangan merupakan sumber makanan yang kaya
akan magnesium. Magnesium juga merupakan bagian klorofil dalam tanaman
yang banyak daunnya (Linder 1992).

5

Galohgor yang sebagian besar terdiri dari biji-bijian (75.60%) dan daundaunan (10.94%) dapat dikatakan mengandung serat dan fitat yang dapat
menghambat ketersediaan biologis seng (Pratiwi 2010). Konsumsi buah-buahan
yang mengandung asam sitrat seperti jambu biji, pisang, papaya dan jeruk dapat
meningkatkan ketersediaan biologis seng (Linder 1992).
Galohgor mengandung kacang-kacangan dan serealia yang kaya akan
zat besi (Gaman dan Sherrington 1992). Masalah kurang gizi besi dan anemia
gizi besi adalah masalah gizi mikro yang banyak terdapat pada bayi, anak pra
sekolah, dan wanita usia subur. Pada wanita hamil, kekurangan zat besi dapat
berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya (Soekirman 2000). Faktor- faktor
yang mempengaruhi absorbsi besi antara lain bentuk besi dalam makanan, asam
organik seperti vitamin C yang dapat membantu penyerapan besi nonhem, dan
keberadaan inhibitor seperti asan fitat, tanin dan asam oksalat (Almatsier 2006).
Sumber utama iodium dalam makanan adalah seafood, serealia, sayuran
dan susu. Banyaknya iodium dalam bahan makanan tergantung banyaknya
iodium dalam tanah di daerah bahan makanan tersebut dihasilkan (Gaman dan
Sherrington 1992).
Madu
Madu merupakan produk yang unik dari hewan, yang mengandung
persentase karbohidrat yang tinggi, praktis tidak ada protein maupun lemak. Nilai
gizi dari madu sangat tergantung dari kandungan gula-gula sederhana, fruktosa,
dan glukosa.
Dilihat dari komposisi kimianya, madu pada umumnya tersusun dari
karbohidrat (gula), air serta mineral dan bagian-bagian lain yang sangat kecil
jumlahnya. Madu mempunyai sifat sangat higroskopis, yaitu mudah menyerap air
dari udara, karena itu dapat digunakan sebagai humektan (Winarno 1990).
Nektar madu mengandung gula dan protein dari golongan albumin, asamasam bebas misalnya asam formiat dan asam malat. (Winarno 1990). Madu
mengandung vitamin A, B, dan B2 serta antibiotika. Gula-gula serta mineral yang
terdapat dalam madu dapat berfungsi sebagai tonikum bagi jantung. Madu juga
mengandung berbagai mineral seperti kalsium, natrium, kalium, magnesium,
besi, chlorine, fosfor, sulfur, garam iodium. Pemberian madu pada anak-anak
dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Madu bagi menu bayi juga sangat baik
terutama bila dicampur dengan susu. Hal ini disebabkan karena madu
mengandung besi, di mana susu ibu dan susu sapi hanya mengandung sedikit

6

saja. Dianjurkan meminum madu dua sampai tiga sendok makan sehari.
(Winarno 1990).
Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
ditetapkan. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Afifah 2003).
Salah satu metode ekstraksi adalah dengan cara maserasi. Penyarian zat
aktif dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya,
cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar
sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan penyari dengan konsentrasi rendah. Peristiwa tersebut berulang sampai
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan dengan vacuum
evaporator (Afifah 2003).
Metode ekstraksi yang lain adalah metode perkolasi, sokletasi dan refluks.
Metode-metode ini mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing.
Metode perkolasi lebih baik dibandingkan dengan metode maserasi karena pada
metode ini pelarut terus dialirkan secara kontinyu sehingga tidak akan tercapai
kesetimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel, sehingga
simplisia dapat terekstrak dengan sempurna. Ruangan diantara serbuk-serbuk
simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya
saluran kapiler tersebut,maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas,sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Voight 1994).
Alat yang digunakan dalam metode perkolasi bernama perkolator, yaitu
suatu bentuk tabung terbalik, di bagian bawah dipasang keran dan di bagian atas
diletakkan wadah berisi cadangan penyari. Bagian tengah perkolator diletakkan
serbuk simplisia yang akan di ekstraksi, direndam dalam penyari yang dipilih
selama beberapa saat, setelah itu keran bawah dibuka sedikit, sehingga cairan

7

penyari akan menetes ke bawah tetes per tetes, sehingga cadangan penyari di
atas perkolator akan ikut menetes mengganti pelarut yang keluar berupa ekstrak.
Dengan cara ini maka fenomena jenuh seperti halnya terjadi pada metode
maserasi tidak akan terjadi dan selama terjadi aliran maka perbedaan
konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel akan selalu terjaga (Voight
1994). Paryanto dan Srijanto (2006) menyatakan bahwa suhu optimal untuk
proses ekstraksi dengan metode perkolasi adalah 35°C dengan kecepatan alir
pelarut 40 ml/menit.
Metode sokletasi menggunakan kertas pembungkus untuk membungkus
simplisia yang akan diekstraksi. Simplisia dibungkus menggunakan kertas hulls
dan diekstraksi menggunakan pelarut heksana. Metode ini biasa dipakai untuk
menganalisis kadar lemak suatu bahan (Apriyantono et al. 1989). Metode refluks
merupakan salah satu cara ekstraksi dengan pemanasan. Prinsip dari metode ini
adalah menguapkan pelarut yang volatil pada suhu tinggi, lalu didinginkan
kembali dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya berbentuk uap akan
mengembun dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga ekstraksi dapat
tetap berlangsung. Kelebihan dari metode ini adalah tidak dibutuhkan banyak
pelarut. Kekurangannya adalah dapat merusak komponen zat gizi yang tidak
tahan terhadap pemanasan (Voight 1994).

Gambar 1 Vacuum evaporator
Serbuk
Serbuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk sediaan yang
dihasilkan dengan cara mengeringkan langsung bahan simplisia dan dihaluskan
hingga menjadi bentuk serbuk. Istilah serbuk ini untuk membedakan dengan
istilah ekstrak yaitu sediaan yang diperoleh dengan metode yang telah diuraikan

8

diatas. Serbuk dapat dibuat dengan berbagai cara, salah satunya dengan
metode drum drying. Pengeringan dengan drum (drum drying) secara luas
digunakan dalam pengeringan komersial di industri pangan untuk berbagai jenis
produk makanan berpati, makanan bayi, maltodekstrin, suspensi dan pasta
dengan viskositas tinggi (heavy pastes), dan dikenal sebagai metode
pengeringan yang paling hemat energi untuk jenis produk tersebut. Paparan
suhu tinggi hanya dalam beberapa detik, drum drying sangat cocok untuk
kebanyakan produk yang sensitif terhadap panas (Muchtadi 2008).
Dalam operasional pengeringan, cairan, bubur, atau materi yang
dihaluskan diletakan sebagai lapisan tipis pada permukaan luar drum berputar
yang dipanaskan oleh uap. Setelah sekitar tiga per empat dari titik putaran,
produk sudah kering dan dipindahkan dengan pisau/scraper statis. Produk kering
kemudian ditumbuk menjadi serpih atau bubuk. Pengeringan drum adalah salah
satu metode pengeringan yang paling hemat energi dan khususnya efektif untuk
mengeringkan cairan dengan viskositas tinggi atau bubur makanan (Muchtadi
2008).

Gambar 2 Drum dryer
Sediaan Cair
Sediaan cair merupakan salah satu bentuk sediaan yang sebagian besar
terdiri dari zat cair sebagai pelarut. Keunggulan produk yang berbentuk sediaan
cair yaitu lebih mudah ditelan, absorbsi zat gizinya lebih baik, dan dosisnya lebih
seragam (Syamsuni 2007). Bentuk sediaan cair dibagi menjadi tiga jenis yaitu
larutan, suspensi, dan emulsi.
Larutan merupakan sistem dispersi halus, di mana fase pendispersi
(solvent) dan fase terdispersi (solute) tercampur secara molekuler. Larutan selalu

9

homogen, dalam arti komposisinya seragam di semua bagian (Gaman dan
Sherrington 1992). Contoh dari larutan adalah larutan garam dalam air. Kelarutan
suatu bahan tergantung pada pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran
partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta efek garam. Semakin
tinggi temperatur maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil ukuran
partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya garam
akan mengurangi kelarutan zat. Kelarutan sampel juga dapat ditingkatkan
dengan mengaduk-aduk larutan tersebut (Voight 1994).
Suspensi dan emulsi merupakan sistem dispersi kasar yang terdiri dari
fase pendispersi dan fase terdispersi yang tidak saling bercampur. Pada bentuk
suspensi, fase terdispersi berupa zat padat sedangkan pada bentuk emulsi, fase
terdispersi berupa zat cair. Contoh dari suspensi adalah air kopi, sedangkan
contoh dari emulsi adalah minyak yang dicampur dengan air. Bentuk suspensi
dan emulsi yang stabil dapat dibuat dengan menambahkan suspending agent
atau

emulsifier

yang

dapat

meminimalisasi

terjadinya

pemisahan

fase

pendispersi dan fase terdispersi (Fardiaz et al. 1987).

Suspending Agent
Suspending agent merupakan bahan penstabil untuk produk berbentuk
suspensi supaya partikel padat tidak mudah terpisah dari pelarutnya. Suspending
agent menutupi seluruh permukaan partikel dari bahan padat, sehingga ketika
dicampurkan dengan bahan cair tidak mudah mengendap karena partikel padat
akan dihambat untuk bersatu dengan partikel padat yang lain sehingga
campuran menjadi lebih stabil dan tidak mudah terpisah antara partikel padat
dan partikel cair (Fennema, Karen & Lund 1996).
Salah satu jenis suspending agent adalah Sodium-Carboxy metyl
cellulose (CMCNa). CMCNa merupakan zat dengan warna putih atau sedikit
kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau
bubuk yang bersifat higroskopis (Fardiaz et al 1987). Menurut Tranggono et al.
(1991), CMCNa mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada
pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik
(reversible).
Viskositas larutan CMCNa dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH
CMCNa adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah
(