BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1   Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian  dilakukan  di  RSUP  Rumah  Sakit  Umum  Pusat  Haji  Adam  Malik  di Medan,  Sumatera  Utara.  Rumah  sakit  ini  berlokasi  di  Jalan  Bunga  Lau  No.  17  Kecamatan
Medan  Tuntungan,  Medan,  Sumatera  Utara.  Sesuai  dengan  SK  Menkes  No. 335MenkesSKVIII1990 menyatakan bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe A
dan  menjadi  rumah  sakit  pusat  rujukan  regional  untuk  Provinsi  Sumatera  Utara,  Aceh, Sumatera  Barat,  dan  Riau.  Wilayah  tersebut  masuk  dalam  20  besar  wilayah  di  Indonesia
dengan prevalensi stroke yang tinggi. Sejalan  dengan  visi  RSUP  Haji  Adam  Malik  yaitu  menjadi  pusat  rujukan  pelayanan
kesehatan pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015, dan misi  yaitu  melaksanakan  pelayanan  kesehatan  yang  paripurna,  bermutu  dan  terjangkau,
melaksanakan  pendidikan,  pelatihan  serta  penelitian  kesehatan  yang  profesional,  serta melaksanakan  kegiatan  pelayanan  dengan  prinsip  efektif,  efisien,  akuntabel  dan  mandiri.
Memberikan  pelayanan  kesehatan  kepada  seluruh  lapisan  masyarakat  secara  profesional, efisien  dan  efektif  sesuai  standar  pelayanan  yang  bermutu  merupakan  falsafah  rumah  sakit,
dengan  core  believe  yaitu  kesejahteraan  terwujud  dengan  memberikan  pelayanan  bermutu yang  dijalankan  oleh  RSUP  Haji  Adam  Malik,  melalui  moto  yang  mengutamakan
keselamatan pasien dengan pelayanan cepat, akurat, terjangkau , efisien dan nyaman.
5.1.2  Deskripsi Karakteristik Sampel Penelitian
Rekam medis yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien yang didiagnosis menderita karsinoma nasofaring di bagian Telinga Hidung Tenggorokan
THT RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari 2012 sampai Desember 2014 dan telah memenuhi kriteria penelitian, yaitu mencakup data distribusi frekuensi menurut umur, jenis
Universitas Sumatera Utara
kelamin, dan klasifikasi histopatologi WHO pada karsinoma nasofaring. Didapatkan data sebanyak 144 rekam medis pasien karsinoma nasofaring.
5.1.3.  Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur
Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan umur diuraikan di tabel 5.1.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan umur
Dari tabel 5.1 dapat dipaparkan bahwa berdasarkan umur, didapati kelompok usia terbanyak hingga paling sedikit pada pasien karsinoma nasofaring secara berturut-turut
adalah 41-50 tahun yaitu sebanyak 50 orang 34,7, kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 32 orang 22,2, kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 24 orang 16,7, kelompok usia
61-70 tahun sebanyak 20 orang 13,9, kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 8 orang 5,6, kelompok usia 71-80 tahun sebanyak 6 orang 4,2, dan kelompok usia 11-20 tahun
sebanyak 4 orang 2,8.
5.1.4.  Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin.
Kelompok Umur tahun n
i. 11-20
4 2.8
ii. 21-30
8 5.6
iii. 31-40
24 16.7
iv. 41-50
50 34.7
v. 51-60
32 22.2
vi. 61-70
20 13.9
vii. 71-80
6 4.2
Total 144
100
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin diuraikan di tabel 5.2.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N
i. Laki-Laki
103 71,5
ii. Perempuan
41 28.5
Total 144
100
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin lebih banyak didapati pada laki-laki yaitu sebanyak 103 orang
71,5, sedangkan pada perempuan hanya dijumpai 41 orang 28,5.
5.1.5.  Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO.
Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan klasifikasi histopatologi WHO diuraikan di tabel 5.3.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO
Klasifikasi Histopatologi N
i. WHO I Keratinizing Squamous
Cell Carcinoma 12
8,3
ii. WHO II Non-Keratinizing
Squamous Cell Carcinoma 73
50,7
iii. WHO III Undifferentiated
Squamous Cell Carcinoma 59
41
Universitas Sumatera Utara
Total 144
100
Dari tabel 5.3 dapat dipaparkan bahwa berdasarkan gambaran klasifikasi histopatologi pada pasien karsinoma nasofaring, didapati kasus paling banyak adalah klasifikasi WHO II
Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma yaitu sebanyak 73 orang 50,7, diikuti klasifikasi WHO III Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma sebanyak 59 orang 41,
dan WHO I Keratinizing Squamous Cell Carcinoma sebanyak 12 orang 8,3. 5.2
Pembahasan 5.2.1   Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Pada penelitian ini, usia penderita KNF yang termuda adalah 16 tahun dan yang tertua adalah 82 tahun. Roezin 1995 di Jakarta melaporkan bahwa rentang umur termuda adalah 4
tahun manakala umur tertua adalah 84 tahun. Dari distribusi data, didapati penderita terbanyak pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 50 orang 34,7 dan kelompok
usia 51-60 tahun sebanyak 32 orang 22,2. Hal ini hampir sama dengan Roezin 1995 yang mendapatkan kelompok umur 40
– 49 tahun 25,92 dan 50 – 59 tahun 19,75 serta Magdalena et el 1996 di Yogyakarta mendapatkan insiden tertinggi KNF pada kelompok
umur 40 – 49 tahun 42,4 dan Ibrahim 2007 di Medan menjumpai kelompok umur 40 -49
tahun 24 dan 50 -59 tahun 29,2. Insiden kanker meningkat sesuai peningkatan usia dan memerlukan waktu yang lama, mulai dari paparan pertama bahan karsinogen sampai
timbulnya kanker ataupun faktor
–faktor lain Brennan, 2006. 5.2.2.  Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki –laki lebih tinggi proporsinya dibanding perempuan dimana laki– laki berjumlah
103 orang sedangkan perempuan 41 orang. Laki- laki lebih banyak beraktivitas di luar maka mengalami stress sehingga terjadi penurunan respon imun. Ibrahim 2007 di Medan,
mendapati kasus yang lebih tinggi pada laki- laki yaitu 74 dibanding perempuan sebanyak 26 dengan perbandingan 2,84:1 dimana hampir sama perbandingan dalam penelitian ini
yaitu 2,51 :1. Hal ini mungkin disebabkan oleh gaya hidup laki –laki berbeda daripada
perempuan, seperti kebiasaan merokok dimana jumlah laki –laki merokok lebih tinggi
berbanding perempuan. Perokok berat berisiko 2-4 kali menderita KNF dibanding yang tidak merokok.  Yi dan Jhen, 2009.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3.  Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO
Pada penelitian ini sebahagian besar penderita KNF mempunyai jenis histopatologis WHO tipe II Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma yaitu sebanyak 73 orang
50,7, diikuti klasifikasi WHO tipe III Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma sebanyak 59 orang 41, dan WHO tipe I Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
sebanyak 12 orang 8,3.
Beberapa penelitian mendapatkan WHO tipe III yang tertinggi seperti Magdalena 1996 di Yogyakarta sebanyak 88,98, WHO tipe II sebanyak 3,74 dan WHO tipe I
sebanyak 1,72. Ibrahim 2007 mendapatkan WHO tipe III sebanyak 38,6, diikuti WHO tipe II sebanyak 33,3, dan WHO tipe I sebanyak 28,1. Delfitri 2006 di Medan,
mendapatkan WHO tipe III sebanyak 53, diikuti WHO tipe II sebanyak 18 , dan WHO tipe I sebanyak 29  dari 55 kasus. Di Asia, WHO tipe III merupakan tipe yang terbanyak
sedangkan di Amerika Serikat yang paling banyak adalah WHO tipe I Brennan, 2006. Perbedaan hasil klasifikasi histopatologi ini bisa didasari oleh berbagai macam faktor,
diantaranya adalah paparan karsinogen dan juga genetik Brennan, 2006. Penelitian pertama tentang adanya kelainan genetik ras Cina yang dihubungkan dengan klasifikasi histopatologi
KNF adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen HLA. Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan Bw46 Cottrill dan Nutting, 2003,
kemungkinan HLA tipe ini yang menyebabkan klasifikasi histopatologi KNF di Cina yang lebih dominan adalah WHO tipe III Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma. Penelitian
di Medan menemukan gen yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah gen HLA-DRB108 Munir D, 2007, sehingga kemungkinan gen ini
menyebabkan klasifikasi histopatologi lebih mengarah dominan kepada WHO tipe II Non- Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. Berdasarkan perbedaan dominasi jenis
histopatologis, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi klasifikasi histopatologi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN