Latar Belakang Seni Lukis Indonesia Baru
Pelajaran 11 Karya Seni Rupa Murni Indonesia 167
negeri. Di Eropa, Raden Saleh mendapat bimbingan dari pelukis potret terkemuka, Cornellius Krusemen dan pelukis pemandangan alam, Andreas Sche out.
Raden Saleh sempat belajar di beberapa negara lainnya seperti Jerman. Di sana, ia bertemu dengan pelukis-pelukis potret lainnya. Ia juga sempat berkunjung
ke Aljazair untuk mengadakan studi banding dan bertemu serta menjalin persahabatan dengan pelukis setempat, Horace Vernet. Setelah itu, ia berkunjung
ke Prancis. Saat itu, di Prancis sedang berkembang aliran Romantisme.
Lebih dari dua puluh tahun lamanya Raden Saleh berada di Eropa. Pada 1851 ia menyempatkan pulang ke Indonesia karena ia merasa rindu pada kampung
halamannya. Tak berapa lama kemudian ia kembali lagi ke Eropa, dan pada 1879 ia menetapkan untuk pulang ke Indonesia dan selanjutnya bermukim di Bogor.
Setahun kemudian, tepatnya 23 April 1880, beliau wafat di Bondongan, Bogor.
Mencermati perjalanan hidupnya, dapat dikatakan bahwa Raden Saleh lebih lama
tinggal di Eropa daripada di Indonesia. Karena itu wajar jika karya lukisnya
hingga kini lebih banyak tersimpan di Eropa. Sekalipun demikian, emosinya yang
romantis tentang Indonesia tidak pupus oleh kehidupan Eropa. Ia tetap menghasilkan
karya-karya yang menunjukkan sikap nasionalisme karena saat itu Indonesia
dalam masa penjajahan. Para ahli seni rupa memandang karya Raden Saleh secara
tersirat memuat pesan kebangsaan yang tersembunyi seperti tampak dalam karyanya yang bertajuk Antara Hidup dan Mati. Karya ini memperlihatkan
pertarungan antara seekor Banteng simbol keperkasaan dan kekuatan bangsa Indonesia dan dua ekor Singa simbol kerakusan dan ketamakan penjajah.
Demikian pula lukisan Penangkapan Diponegoro.
Karya monumental Raden Saleh yang tercatat antara lain Perkelahian dengan Binatang Buas, Hutan Terbakar, Banjir, Harimau dan Mangsanya, dan Merapi
yang Meletus. Adapun lukisan potret yang pernah dibuatnya antara lain potret Sultan Hamengkubuwono VIII, potret seorang tua menghadap buku dan globe,
potret putri-putri de Jonge, potret Hentzepeter, potret R. P. Bonington, dan potret Keluarga Raden Saleh. Hal tersebut merupakan sebuah contoh dari usaha
pemerintah kolonial Belanda untuk mengasimilasikan masyarakat Jawa dengan budaya Eropa.
2 Masa Indonesia Jelita Mooi Indie
Seni rupa Indonesia sejak meninggalnya Raden Saleh sempat mengalami masa kekosongan. Kehidupan penjajahan dan feodalisme yang sudah mengakar tidak
memungkinkan Raden Saleh melakukan pengkaderan seni lukis. Pada awal abad
Gambar 11.5
Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh Sumber: akaldankehendak.com
168 Seni Rupa untuk SMPMTs
Kelas IX
ke-20, munculnya Abdullah Suryosubroto yang juga keturunan bangsawan Solo, bukan untuk melanjutkan gaya melukis Raden Saleh. Pada awalnya, Abdullah ke
Eropa bermaksud mempelajari ilmu kedokteran. Namun, niat itu berubah karena ketertarikannya terhadap dunia seni lukis yang kemudian mengantarkannya
menjadi mahasiswa pada salah satu akademi kesenian di Eropa.
Sepulang dari Eropa, Abdullah S.R. 1878–1941 bermukim di Bandung dan
kemudian mengembangkan gaya melukis sendiri, yang kemudian dikenal dengan
sebutan Indonesia Jelita Mooi Indie. Gaya ini menekankan pada keelokan dan suasana
kehidupan bangsa Indonesia dengan alamnya yang subur dan masyarakatnya
ya n g t e n t r a m . Pe m a n d a n g a n a l a m merupakan objek lukisan yang sangat
dominan. Apa saja yang indah dan romantis terlihat menyenangkan, tenang, dan damai.
Lukisan-lukisan itu hanya membawa satu makna, yaitu ‘Indies yang molek’ bagi orang asing dan para wisatawan.
Gunung, pohon kelapa, dan sawah adalah objek-objek yang dituangkan dalam karya seni oleh para seniman. Demikian juga lukisan wanita-wanitanya yang elok
nan cantik. Pelukis pribumi lainnya yang gemar dengan gaya ini adalah Wakidi, M. Pirngadie, Basuki Abdullah, dan Wahdi.
Sebenarnya sebelum gaya ini dikembangkan Abdullah S.R, telah hadir pelukis- pelukis asing yang sengaja diundang oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk
bekerja sebagai pelukis pesanan. Pelukis-pelukis tersebut antara lain W. G. Ho er Belanda, R. Locatelli Italia, Le Mayeur Belanda, Roland Strasser Swiss, E.
Dezentje Belanda, dan Rudolf Bonnet Belanda.
3 Masa Cita Nasional Gaya
melukis Mooi Indie
tidak terlepas dari kaca mata orang Barat yang memandang bahwa alam Indonesia adalah surga. Padahal pada kenyataannya kehidupan rakyat
Indonesia itu penuh dengan kemelut, kemelaratan, tekanan, dan berbagai penderitaan hidup lainnya. Kondisi inilah yang memunculkan kelompok pelukis yang memiliki
empati tinggi terhadap kemelaratan rakyat jelata sebagai penolakan dari gerakan sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat kebanyakan pelukis yang bergabung
dengan kelompok ini berasal dari kalangan rakyat sehingga mereka merasakan penderitaan dan kepahitan hidup rakyat terjajah.
S. Sudjojono 1913–1986 sebagai penggerak kelompok ini sama sekali tidak pernah belajar seni rupa ke Eropa. Pelukis-pelukis yang tergabung ke dalam
kelompok ini antara lain Agus Djaya Suminta, L. Sutioso, Rameli, Abdul Salam, O o
Gambar 11.6
Lukisan karya Abdullah Suryosubroto Sumber: Lukisan-lukisan koleksi Ir. Soekarno
Gambar 11 6