Kajian Sosiolinguistik KAJIAN TEORI

1. Dialek regional: dialek yang cirinya dibatasi oleh tempat, misal dialek Melayu Manado, dialek Jawa Banyumas. 2. Dialek sosial: dialek yang dipakai oleh kelompok tertentu, misal dialek wanita Indonesia pada jaman penjajahan dulu menggunakan bahasa Jepang. 3. Dialek temporal: dialek dari bahasa yang berbeda-beda dari waktu ke waktu, misal apa yang lazim disebut bahasa Melayu kuno, Melayu klasik dan Melayu modern, masing-masing adalah dialek temporan dari bahasa Melayu. 4. Dialek tinggi variasi sosial atau regional suatu bahasa yang diterima sebagai standar bahasa itu dan dianggap lebih tinggi dari dialek-dialek lain. Berdasarkan uraian di atas, suatu dialek yang berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangannya sepanjang waktu maka dialek ini bersifat diakronis Kridalaksana, 2008: 48. Mahsun 1995 menjelaskan bahasan dialektologi diakronis yang mencakup beberapa hal sebagai berikut. 1. Rekonstruksi prabahasa bahasa yang diteliti dengan memanfaatkan evidensi yang terdapat dalam dialek-subdialek. 2. Penelusuran pengaruh antardialeksubdialek bahasa yang diteliti serta situasi persebaran geografisnya. 3. Penelusuran unsur kebahasaan yang merupakan inovasi internal maupun eksternal dalam dialek-dialek atau subdialek-subdialek bahasa yang diteliti, termasuk bahasa sumbernya untuk inovasi eksternal serta situasi persebaran geografisnya dalam tiap-tiap dialek atau subdialek itu. 4. Penelusuran unsur kebahasaan yang berupa bentuk relik dialek yang banyak mempertahankan atau memelihara bentuk kuno pada dialek atau subdialek yang diteliti dengan situasi persebaran geografisnya. 5. Penelusuran saling hubungan antara unsur-unsur kebahasaan yang berbeda di antara dialek atau subdialek bahasa yang diteliti. 6. Membuat analisis dialek atau subdialek ke dalam dialek atau subdialek relik dan dialek atau subdialek pembaharu. Dengan kata lain, membuat analisis dialek subdialek yg inovatif dan konservatif. 7. Membuat rekonstruksi sejarah daerah yang diteliti. Dengan demikian, dialektologi diakronis ialah suatu kajian tentang perbedaan-perbedaan isolek merupakan istilah netral untuk perbedaan dialek atau bahasa yang bersifat analitis sinkronis dengan penafsiran perbedaan- perbedaan isolek tersebut berdasarkan kajian yang bersifat historis atau diakronis Mahsun, 1995: 13. Bila dicermati, aspek diakronis ini berpengraruh terhadap ragam bahasa gaul. Hal tersebut dibuktikan dalam penciptaan kosakata bahasa gaul tidak terlepas dari peranan masyarakat tutur, bahasa, dan budaya. Misalnya, kata “mokat” yang berarti mati mendapat sisipan –ok- dan penghilangan huruf di akhir kata. Kata mokat muncul karena maraknya penggunaan bahasa prokem yang diciptakan oleh para penjahat pada tahun 1970-an di Jakarta. Contoh lainnya bokap, nyokap, dan gokil merupakan kosakata yang masih bertahan hingga sekarang. Seperti yang diuraikan di awal mengenai dialek, kajian ini mempelajari tentang variasi bahasa. Mendeskripsikan suatu bahasa tidak hanya melalui kajian historisnya, tetapi kajian variasi bahasa lain juga perlu diperhatikan. Soeparno 2002: 71 menjelaskan, bahwa variasi bahasa merupakan keanekaragaman bahasa yang disebabkan oleh faktor tertentu. Soeparno 2002: 71-78, menguraikan tentang beberapa variasi bahasa yang dikenal, yakni 1 variasi kronologis, 2 variasi geografis, 3 variasi sosial, 4 variasi fungsional, 5 variasi gayastyle, 6 variasi kultural, 7 variasi individual. Berikut penjelasan singkat tentang variasi bahasa. 1. Variasi kronologis, variasi bahasa ini disebabkan oleh faktor keurutan waktu atau masa. Pemakaian variasi ini disebut kronolek, misalnya pemakaian bahasa Jawa yang mengalami proses periodesasi. 2. Variasi geografis, variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan geografis atau faktor regional. Varietasnya disebut dialek dialek regional. 3. Variasi sosial, variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan sosiologis sosiolek. Beberapa macam sosiolek yang dikenal sebagai berikut. a. Akrolek: realisasi variasi bahasa yang dipandang lebih bergensi atau lebih tinggi dari varietas-varietas yang lain, misalnya dialek Jakarta sebagai ciri metropolitan. b. Basilek: realisasi variasi bahasa yang dipandang kurang bergengsi atau bahkan dipandang rendah. c. Vulgar: wujud variasi bahasa yang ciri-cirinya menunjukkan pemakaian bahasa oleh penutur yang kurang terpelajar atau dari kalangan orang- orang bodoh. d. Slang: wujud atau realisasi bahasa yang bersifat khusus dan rahasia, dipakai oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh orang di luar kelompoknya mengerti. e. Kolokial: bahasa percakapan sehari-hari dalam situasi tidak resmi atau bahasa yang biasanya dipakai oleh kalangan sosial kelas bawah. f. Jargon: wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas pada kelompok-kelompok sosial tertentu. Biasanya menggunakan istilah-istilah khusus namun tidak bersifat rahasia, misalnya bahasa tukang batu, bahasa montir, dan lain-lain. g. Argot: wujud variasi bahasa yang pemakaiannya terbatas pada profesi- profesi tertentu yang bersifat rahasia bahasa slang pencuri, misalnya bahasa para pencuri, pencopet dan sebagainya. h. Ken cant: wujud variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok sosial tertentu dengan lagu yang dibuat-buat supaya lebih menimbulkan kesan “memelas”, dipakai oleh pengemis atau peminta-minta. 4. Variasi fungsional, variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan fungsi pemakaian bahasa, seringkali kita menyebutnya register. Beberapa register yang dapat disebut di sini antara lain: a. bahasa untuk khotbah, b. bahasa tukang jual obat, c. bahasa telegram, d. bahasa reportase, e. bahasa warta berita, dan f. bahasa MCpewara, dan lain-lain. 5. Variasi gayastyle, variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan gaya. Gaya yang dimaksud di sini adalah cara berbahasa seseorang dalam performansinya secara terencana maupun tidak, baik secara lisan maupun tertulis. 6. Variasi kultural, variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan budaya masyarakat pemakainya. Variasi yang termasuk sebagai variasi kultural ini antara lain: a. vernakuler: bahasa asli penduduk pribumi