Kelas Kata Bahasa Gaul

bentuk dan satu kesatuan makna, seperti ke-…-an, ber-…-an, peng-…-an, per-…-an, se-…-nya. Akan tetapi, dalam penelitian bahasa gaul ini peneliti juga menemukan konfiks yang berbeda dengan konfiks dalam bahasa Indonesia, yakni di-…-in dan di-…-nya. Contonya kata dikadalin, dijutekin, dan kecolongan. 2. Abreviasi Menurut Kridalaksana 2008: 1, abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata. Arifin 2007 menjelaskan mengenai abreviasi seperti berikut. a. Singkatan, yakni salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja hurf demi huruf, seperti ABG Anak Baru Gede maupun yang tidak dieja huruf demi huruf, seperti pdkt pendekatan. b. Akronim adalah proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik bahasa Indonesia, seperti ekskul ekskul bukan e,k,s,k,u,l. 3. Pembentukan kata baru Dalam proses pembentukan kosakata baru ini tidak beraturan tidak menggunakan rumus. Ada pula sejumlah kata yang sudah tidak jelas lagi sumbernya Rahardja Chambert-Loir, 1990: 15. Sumarsono 2002: 155 juga mengemukakan adanya kosakata bahasa gaul yang tidak jelas rumusnya, misalnya kata ogut dan amsyong. 4. Walikan Seperti yang telah dikemukakan oleh Sumarsono dalam bukunya Sosiolinguistik 2002: 152, ragam walikan ini ‘membaca’ kata-kata menurut huruf dari belakang, dibaca terbalik Jawa=Walikan. 5. Penyisipan –ok- pada tengah kata. Adapun rumusnya sebagai berikut: a. Setiap kata diambil 3 fonem gugus konsonan dianggap satu pertama: preman menjadi prem-; b. Bentuk itu disisipi -ok-, di belakang fonem atau gugus fonem yang pertama, menjadi: pr-ok-em atau prokem. Dari beberapa uraian sebelumnya, diketahui bahwa kosakata bahasa gaul mempunyai rumus dalam proses pembentukannya. Proses pembentukan inilah yang merupakan salah satu faktor terciptanya keberanekaragaman kosakata bahasa gaul dari tahun ke tahun.

E. Kajian Fonologis Bahasa Gaul

Fonologi adalah kajian mendalam tentang bunyi-bunyi ujar Muslich, 2010:1. Bunyi ujar dibagi menjadi dua, bunyi-bunyi yang dipandang sebagai media bahasa semata disebut fonetik, dan bunyi-bunyi ujar yang dipandang sebagai sistem bahasa berupa unsur-unsur terkecil bagian dari struktur kata disebut fonemik. Fonologi juga mengenal dua jenis perubahan bunyi ujar, yakni bunyi yang tidak membedakan makna dan masih berupa alofon disebut perubahan fonetis. Perubahan bunyi ujar yang sudah berdampak pada pembedaan makna disebut perubahan fonemis. Jenis-jenis perubahannya berupa asimilasi, disimilasi, modifikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, dan anaptiksis. Adapun Muslich 2010 menjelaskan tentang jenis-jenis perubahan seperti berikut. 1. Asimilasi merupakan perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama. Bunyi-bunyi bahasa diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling berkaitan. Contohnya, asimilasi fonetis karena perubahan dari [k’] ke [q’] pada kata kok dan koq. 2. Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama. Contohnya kata belajar dari penggabungan prefiks ber- dan ajar. Harusnya jika kedua kata tersebut digabung menjadi berajar, tetapi fonem r didisimilasikan menjadi l. 3. Modifikasi vokal adalah perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Contohnya kata keselek dar kata keselak. Fonem a mengikuti fonem sebelumnya berubah menjadi e. 4. Naturalisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Naturalisasi biasanya digunakan untuk menyerap bahasa asing yang disesuaikan dengan pengucapan dalam bahasa Indonesia. Misalnya kata hepi dari kata happy bhs. Inggris. 5. Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan ucapan. Apabila diklasifikasikan, zeroisasi ada tiga jenis, yaitu a. Aferesis adalah proses penghilangan atau pemenggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. Misalnya: Tetapi tapi peperment permen upawasa puasa b. Apokop adalah proses penghilangan atau pemenggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata. Misalnya: president presiden pelangit pelangi mpulaut Pulau c. Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata. Misalnya: baharu baru dahulu dulu utpatti upeti 6. Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang mengalami metatesis tidak banyak. Misalnya: kerikil kelikir jalur lajur brantas bantras Metatesis ini juga bisa dilihat secara diakronis. Misalnya: Lemari almari dari bahasa Portugis Rabu arba dari bahasa Arab Rebab arbab dari bahasa Arab 7. Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap secara berurutan. Contoh: teladan [teladan] tauladan[tauladan] vokal [e] menjadi [au] topan [tOpan] taufan [taufan] vokal [O] menjadi [au] 8. Monoftongisasi, kebalikan dari diftongisasi, yakni perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap menjadi vokal tunggal. Contohnya: kalau [kalO] [kalo] danau [danau] [dano] satai [satai] [dame] 9. Anaptiksis adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi tertentu pada kata untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vokal lemah. Misalnya: