Prinsip Keterpaduan Prinsip KeberlanjutanKelestarian
Halaman
tertera pada peta Peta Kawasan Hutan. b.2. Batas kawasan hutan secara fisik di lapangan dan pada peta memiliki kekuatan, baik secara
ada hasil penataan batas kawasan hutan yang disahkan oleh Menteri Kehutanan, maupun
diketahui dan diakui oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat.
b.3. Pal-pal batas kawasan hutan di lapangan terpelihara dan terjaga, baik posisi letaknya titik koordinat pal batas maupun kualitasnya.
c. Kelembagaan dalam Perencanaan Kehutanan yang berkenaan dengan pengelolaan batas-batas kawasan hutan penataan batas, pemeliharaan, dan pengamanan untuk seluruh kawasan hutan hutan produksi, hutan lindung, dan
hutan konservasi terdefinisikan dengan jelas dan tegas, memiliki kekuatan hukum, dan berfungsi dengan efektif. Keberhasilan pengelolaan hutan berlandaskan prinsip PHL sangat ditentukan oleh persepsi dan tindakan para pihak terhadap
ke
Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran obyektif mengenai situasi dan kondisi serta permasalahan dalam pelaksanaan pemantapan kawasan hutan serta memberikan masukan tentang pengembangan pemantapan kawasan hutan
dalam jangka panjang.
Dalam pengelolaan hutan berbasis ekosistem, ada tiga prinsip dasar yang perlu dipegang dengan sangat kuat, yaitu: Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan hutan harus mempertimbangkan dan sesuai dengan
keadaan dan potensi seluruh komponen pembentuk hutan hayati dan non hayati; kawasan lingkungannya biofisik, ekonomi, politik, dan sosial-budaya masyarakat, serta memperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan
pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap hutan serta mampu mendukung kehidupan mahluk hidup selain manusia dan keberlanjutan keberadaan alam semesta.
Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan hutan harus berlandaskan kepada pertimbangan keseluruhan hubungan ketergantungan dan keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta
pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap hutan dalam keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup : aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial-budaya.
Prinsip ini mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem hutan dalam segala bentuknya harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang akan datang secara
bekelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama tidak menurun. Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan pengurangan fungsi dan manfaat ekosistem hutan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat
keserakahan generasi sebelumnya. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan hutan, produktivitas dan kualitas kesehatan hutan yang setidaknya tetap tidak berkurang dalam setiap generasinya. Oleh karena luas hutan
yang tersedia pada kenyataannya terus berkurang, sementara total kebutuhan terhadap barang dan jasa hutan setiap saat terus meningkat, maka produktivitas dan kualitas hutan harus dapat ditingkatkan. Untuk ini diperlukan IPTEKS yang
ramah lingkungan, yaitu IPTEKS yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas ekosistem hutan, tetapi memberikan dampak negatif yang minimal, serta dapat diterima dan cocok dengan nilai budaya masyarakat. IPTEKS seperti ini hanya
akan dapat diperoleh apabila pengembangannya mengakar pada keadaan biofisik dan sosial-budaya masyarakat pada tempat hutan berada.
de jure de facto
mantapan kawasan hutan sebagai syarat keharusan, sehingga mengacu pada hal tersebut upaya pengembangan pemantapan kawasan hutan menjadi ”harus dan perlu”.
Keadaan hutan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan di Indonesia pada saat ini, antara lain, disebabkan pula oleh kurang mantapnya kawasan hutan, dicirikan oleh :
a. Kepastian luas kawasan hutan dalam setiap DAS kurang terjamin, kecukupan luas kawasan hutan belum
seluruhnya diketahui. b.
Kepastian status kawasan hutan dalam setiap DAS kuranog terjamin akibat rendahnya laju penyelesaian kegiatan pengukuhan hutan, terutama untuk tahapan tata batas kawasan hutan.
c. Rendahnya tingkat pengakuan para pihak yang berkepentingan, terutama masyarakat di sekitar hutan atau
kelompok masyarakat hukum adat, terhadap status hukum kawasan hutan yang telah selesai dikukuhkan. Atas dasar itu, maka permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan di Indonesia dapat dipandang sebagai
permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan pengembangan pemantapan kawasan hutan di masa yang akan datang.