MAKSUD DAN TUJUAN VISI DAN MISI

Wilayah perbatasan daratan Indonesia di Pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan negara Bagian Sabah dan negara Bagian Sarawak Malaysia Timur, membentang sepanjang ± 1.840 Km mencakup wilayah Provinsi Kaltim sepanjang ± 1.035 Km dan Kalbar sepanjang ± 805 Km. Letak geografis wilayah perbatasan antara 109 10-114 05 BT dan 0 30-2 10 LU. Luas wilayah kawasan yang berada di Provinsi Kalimantan Barat seluas ± 7,2 juta ha, termasuk kedalam 5 Kabupaten yaitu Sambas, Bengkayang,Sanggau,Sintang dan Kapuas Hulu. Wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste di P. Timor Provinsi NTT sepanjang 230 Km batas daratan terdiri dua bagian yaitu : a. Wilayah perbatasan di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara TTU dengan Distrik Ambenu Timor Leste sepanjang 115 Km Kab.Kupang sepanjang 10,5 Km dan Kab. TTU sepanjang 104,5 Km b. Wilayah perbatasan di Kabupaten Belu dengan Distrik Bobonaro dan Suai sepanjang 115 Km. Letak geografis wilayah perbatasan Kabupaten Kupang, Kabupaten TTU Distrik Ambenu Timor Leste adalah 124 0212”-124 2828” BT dan 9 1227”LS, Kabupaten Belu Distrik Bobonaro dan Suai Timor Leste 124 5506”-125 1039” BT dan 8 5959”-9 2813” LS. Luas wilayah perbatasan di Kabupaten Kupang Kecamatan Amfoang Utara seluas 48.421 Ha, yang berbatasan langsung hanya 1 desa seluas 10.465 Ha. Di wilayah Kabupaten TTU terdapat 3 kecamatan Kecamatan Miomaffo Timur seluas 44.733 Ha, Miomaffo Barat seluas 44.730 Ha dan Insana Utara seluas 10.672 Ha. Desa-desa yang berbatasan langsung sebanyak 25 desa yaitu seluas 40.405 Ha. Sedangkan di Kabupaten Belu terdapat 5 kecamatan yaitu Kecamatan Tsifeto Timur seluas 27.585 Ha, Reihat seluas 8.721 Ha, Lamaknen seluas 21.431 Ha, Tasifero Barat seluas 28.443 ha dan Kobalima seluas 21.706 Ha. Desa-desa yang berbatasan langsung terdapat 31 desa seluas 86.426 Ha. Sistematika Renstra Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan di Kalimantan terdiri dari beberapa bab yaitu : ; memuat latar belakang dan kondisi umum permasalahan kawasan hutan di wilayah perbatasan, maksud dan tujuan penyusunan renstra , sistematika penyajian serta ruang lingkup. ; memuat gambaran umum wilayah perbatasan antara lain : keadaan sosialbudaya masyarakat, permasalahan kependudukan, keadaan sarana dan prasarana wilayah termasuk aksesibilitasnya, kondisi kawasan hutan, perkembangan pengelolaan kawasan hutan. ; memuat permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan, serta analisa SWOT terhadap faktor internal dan eksternal yang dihadapi dalam pengelolaan hutan wilayah perbatasan. ; memuat landasan dan falsafah dalam pengelolaan hutan yang terdiri dari prinsip universal, kebijakan Departemen Kehutanan, strategi, tuntutan peran SDH dan fungsi khusus kawasan hutan di wilayah perbatasan serta rumusan visi da misi dalam pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan. ; memuat isu-isu yang ada, penetapan kebijakan, penetapan tujuan dan sasaran serta penentuan program-programnya. Sistematika penyajian Rancangan Pengelolaan Hutan Wilayah Perbatasan RI-Timor Leste di Pulau Timor hampir sama dengan sistematika Renstra Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan di Kalimantan yang telah diuraikan di atas, namun ada beberapa perbedaan yaitu pada Bab III istilah “Permasalahan” menjadi “Isu-isu Strategis”, Bab V “Kebijakan, Tujuan, Sasaran dan Program” menjadi “Strategi, Kebijakan dan Program” ditambah dengan Bab VI “Penutup”. Adapun Maksud penyusunan Renstra Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan dan Rancangan Pengelolaan Hutan Wilayah Perbatasan Indonesia - Timor Leste di Pulau Timor adalah untuk melakukan reorientasi dan restrukturisasi kebijaksanaan dan strategi pembangunan kawasan hutan di wilayah perbatasan dalam meningkatkan kesejateraan masyarakat, pelibatan pemerintah daerah dan mewujudkan pengeloalan hutan lestari SFM. II.

2. Wilayah Perbatasan Indonesia-Timor Leste di P. Timor

III. SISTEMATIKA PENYAJIAN 1. Pendahuluan

2. Deskripsi Umum Wilayah Perbatasan 3. Permasalahan

4. Visi dan Misi 5. Kebijakan, Tujuan, Sasaran dan Program

IV. MAKSUD DAN TUJUAN

V. VISI DAN MISI

o o o o o o o o o o o sustainable forest management Adapun Visi dan Misi yang ditetapkan dalam Renstra Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan dan Rancangan Pengelolaan Hutan Wilayah Perbatasan RI-Timor Leste di P. Timor adalah sebagai berikut : Halaman 9 G P L O Halaman

B. Misi :

VI. ISU-ISU STRATEGI DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Timur. 1. Menjamin keberadaan hutan wilayah perbatasan; 2. Mengoptimalkan manfaat hutan wilayah perbatasan; 3. Pembenahan kelembagaan pengurusan hutan wilayah perbatasan. 1. Batas kawasan hutan secara dan baik dalam wilayah RI maupun di sepanjang garis perbatasan dengan Malaysia tidak jelas dan tidak mantap. 2. Pola pemanfaatan kawasan hutan di wilayah perbatasan belum optimal akibat kekurangan telitian informasi peta topografi, peta tanah, peta iklim, peta vegetasi yang dipergunakan sebagai dasar dalam penetapan f u n g s i penggunaan hutan di masa lalu. 3. Keadaan hutan sebagian rusak, sehingga tidak memungkinkan baginya untuk berfungsi secara optimal 4. kegiatan pencurian kayu dan perdagangan yang melanggar hukum dan dari kawasan hutan di wilayah perbatasan telah lama terjadi dan semakin merebak. 5. Sistem pengelolaan hutan pada kawasan hutan perbatasan belum kondusif bagi keterlibatan dan partisipasi masyarakat disekitarnya. 6. Peraturan perundangan dalam bidang kehutanan antara peraturan pada tingkat pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten belum harmonis. 7. Sistem kelembagaan pengurusan kawasan hutan di wilayah perbatasan belum jelas dan sangat lemah. : 1. Peta dasar tidak sama, terutama kawasan konservasi belum menjadi perhatian. 2. Aksesibilitas rendah termasuk kurangnya fasilitas pengamanan. 3. Batas negara berimpit dengan batas kawasan hutan, serta penataan batas belum partisipatif. 4. Adanya perbedaan persepsi hukum terhadap batas kawasan hutan. 5. Kebijakan pemerintah belum dan kurang memperhatikan kepentingan dan partisipasi masyarakat serta belum ada harmonisasi. 6. Pemanfatan SDH terlampau berpihak pada pemodal kuat. 7. Kurangnya pengembangan peluang pemanfatan hutan bagi masyarakat. 8. Adanya desakan ekonomi dan perubahan nilai kultural. 9. Pemanfatan kawasan hutan tidak sesuai dengan ijin yang diberikan serta bermotif jangka pendek. 10. Masyarakat sering dianggap bodoh, malas dan jarang diberi kesempatan dalam mengelola hutan. 11. Belum memperhatikan kearifan tradisional. 12. Pasar Indonesia tidak mengakomodasikan kayu padahal negara tetangga tidak, serta permasalahan kayu l mengarah kepada penadahan. 13. Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari. 14. Perbedaan antar peraturan perundangan, serta masih tingginya ego-sektoral termasuk interest kepentingan pusat dan daerah. 15. Proses penyusunan peraturan perundangan cenderung dianggap belum partisipatif serta mengabaikan hak-hak adat. 16. Penanggung jawab kawasan perbatasan belum jelas. 17. Sosialisasi peraturan perundangan dan kebijakan yang ada belum berjalan optimal. 18. Sistem pengawasan kurang terpadu dan efektif serta kurang adanya dari pemerintah. 19. Belum adanya harmonisasi kerjasama dan koordinasi antara pemerintah pusat-daerah serta NGO dan masyarakat lokal. 20. Tata usaha kayu yang belum terkoordinasi antara RI dan Malaysia. 21. Perlu keselarasan antara hukum negara dan hukum masyarakat. 22. Belum ada kesepahaman antara RI-Malaysia mengenai . 23. Belum terpenuhinya kesejahteraan aparat penegak hukum. 24. Belum adanya alternatif bagi masyarakat untuk bekerja di sektor lain selain kayu. 25. Belum jelasnya mekanisme kewenangan masing-masing pihak terkait pusat-provinsi-kab-pihak terkait lainnya.

A. Renstra Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan

Isu-isu strategis : de jure de fakto illegal logging illegal trading Beberapa kendala yang menyebabkan timbul isu strategis illegal illega political will illegal logging P L A N L O BULETIN