Pengaruh superstructure dan base terhadap tokoh utama dalam novel The Street Lawyer
Pernyataan
Saya bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Superstructure dan Base terhadap Tokoh Utama dalam Novel The Street Lawyer‖ adalah asli karya saya dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Komputer Indonesia maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali atas arahan pembimbing.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataaan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaraan dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi.
Bandung, 28 Januari 2014 Yang membuat pernyataan,
Diki Miharja
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : PENGARUH SUPERSTRUCTURE DAN BASE TERHADAP TOKOH UTAMA DALAM NOVEL THE STREET LAWYER
PENYUSUN : DIKI MIHARJA NIM : 63708007
Bandung, 16 Januari 2014 Mengetahui,
Dekan Fakultas Sastra Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin M.A.
NIP: 4127.20.03.004 Pembimbing I
Dr. Juanda NIP: 4127.20.03.007
Pembimbing II Nenden Rikma Dewi, S.S., M.Hum.
NIP: - Ketua Program Studi Sastra Inggris
Dr. Juanda NIP: 4127.20.03.007
Daftar Riwayat Hidup
A.Data Pribadi
Nama : Diki Miharja Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 25 September 1988 Alamat : Jln. Moch Rhamdan Gg. Ancol Kawung no.67A No. Telepon : 089685150930 Jenis Kelamin : Laki-Laki Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Hobi : Memancing, Sepak bola, Renang B.
Pendidikan Formal No Year Institution
1 1996 - 2002 SDN Lengkong Besar 105/1 Bandung 2 2002 - 2005 SMP-N 33 Bandung 3 2005 - 2008 SMK Prakarya Internasional Bandung
4 2008 - Now Universitas Komputer Indonesia C.
Pendidikan Non-formal No Year Seminar/Achievement
1 2008 Participant of Mentoring of English Conversation Club in English Department UNIKOM (Certified) 2 2009 Participant of Story Telling Contest (Certified)
3 2009 Copywriting as a Creative Thinking Seminar and Workshop (Certified) 4 2009 English Leadership Internal Training of Education (Certified) 5 2010 Translating and Interpreting Workshop (Certified)
6 2010 Copywriting and Consumer Behaviour Seminar (Certified)
7 2011 Feminist, Feminine, and Text Seminar (Certified) 8 2011 Diskusi Ilmiah Bahasa dan Budaya (Certified) Public Lecture of
“Strategi Politik Luar Negeri 9 2011
Indonesia ” (Certified)
The Seminar and Workshop of Semiotics in Literature 10 2011 and Media (Certified) 11 2011 Copywriting Linguistics on Media Seminar (Certified) Public Lecture of
“Manifestasi Kearifan Lokal Indonesia
12 2011
- – Jepang Terhadap Arus Globalisasi: Tinjuan dari Aspek Sosial Budaya
” (Certified)
Building Confidence in Delivering Public Speech 13 2011 Seminar (Certified)
“Kreatif Menulis, Rejeki Tak Akan Habis” Talkshow
14 2012 (Certified) 15 2012 Fun with Office 2010 Seminar (Certified)
PENGARUH SUPERSTRUCTURE DAN BASE
TERHADAP TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
THE STREET LAWYER
SKRIPSI
diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Sastra Inggris
Fakultas Sastra Universitas Komputer Indonesia
DIKI MIHARJA
63708007
PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Selain itu, saya juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait secara langsung, di antaranya:
1. Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, M.A. Dekan Fakultas Sastra UNIKOM.
2. Dr. Juanda, Ketua Program Studi Sastra Inggis UNIKOM, dan sebagai Pembimbing Pertama. Terimakasih karena telah membimbing saya selama proses penulisan skripsi ini.
3. Nenden Rikma Dewi, S.S., M.Hum. Pembimbing Kedua. Terimakasih karena telah meluangkan banyak waktunya selama proses bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
4. Asih Prihandini, S.S., M.Hum. Dosen Wali. Terimakasih karena telah menjadi panutan bagi saya khususnya dan umumnya bagi teman-teman yang lain.
5. Retno Purwani Sari, S.S., M.Hum. Koordinator Skripsi.
6. Nungki Heriyati, S.S., MA. Dosen Sastra Inggris 7.
Tatan Tawami, S.S., M.Hum. Dosen Sastra Inggris.
8. M. Rayhan Bustam, S.S., Dosen Sastra Inggris.
9. Staf program studi Sastra Inggris dan seluruh Dosen UNIKOM. x Saya berharap penelitian ini dapat berguna khususnya bagi diri saya sendiri, umumnya bagi seluruh pembaca. Saya pun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, besar harapan saya agar pembaca dapat memberikan saran serta masukannya sebagai bentuk kontribusi dalam penulisan skripsi ini.
Bandung, 27 Januari 2014 Diki Miharja
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN LEMBAR BUKTI KEPEMILIKAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ...
………………………………………………........................... vii ABSTRACT ... …………………………………………………........................ viii
KATA PENGANTAR …………………………………………...................... ix
DAFTAR ISI ……..………………………………………..…........................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………....... 1
1.2 Rumusan Masalah……….…………………………………......... 4
1.3 Tujuan Penelitian ………….……………………………….......... 4
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………............ 5
1.5 Kerangka Teori ……………………………………..................... 5
BAB II: KAJIAN TEORI
2.1 Relation of Production dalam Hubungannya dengan Sejarah Manusia 8 ……………………………………….
2.2 Relations of Production Penyebab Eksploitasi ………………… 15
2.3 Hubungan Superstructure dan base
dalam Relations of Production
……………………………..…... 17 xi
xii BAB III: OBJEK DAN METODE PENELITIAN
35 4.2 Michael Sebagai Bagian dari Superstructure ................... ……. 39
SYNOPSIS
53 DAFTAR PUSTAKA
5.2 Saran……………………………………………………….......
51
5.1 Simpulan………………………………………………….........
50 BAB V: SIMPULAN DAN SARAN
4.2.2 Hubungan Owning-Owned …………………………....
46
4.2.1 Hubungan Oppressing-Oppressed …………..………...
4.1.2 Hubungan Oppressing-Oppressed …………..………...
3.1 Objek Penelitian………………………………………….…….. 21
33
4.1.1 Hubungan Owning-Owned ………………………….......
4.1 Michael Sebagai Bagian dari Base …............................……... 26
BAB IV: PEMBAHASAN
3.3 Sinopsis ………………………………………………………… 24
3.2.2 Teknik Analisis Data……………………………….......... 22
21
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data …………………………........
3.2 Metode Penelitian………………………………………….….... 21
LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Daftar Pustaka
Burawoy, Michael. 1974. Race, Class and Colonialsm. Jamaica: Unversity of the West Indies
nd
Eagleton, Terry. 1996, Literary Theory: an introduction . UK: Blackwell
- – 2 Publishing.
Engels, Friedrich. and Karl Marx. 1846. The German Ideology. USA: Progress Publisher. Engels, Friedrich. and Karl Marx. 1848. Manifesto of the Communist Party. Moscow: USSR. Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
st Grisham, John. 1998. The Street Lawyer, 1 ed. New York: Doubleday.
McMahon, Mary. 2013 . What is the “American Dream‖?. Melalui
<http://www.wisegeek.org/what-is-the-american-dream.htm> 29/11/2013 Minderop, Albertine.2011. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Warren, Austin. and Rene Wellek. 1949. Theory of Literature. New York: Harcout Brace and Company Inc.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sebuah sistem sosial, seorang majikan memiliki kekuasaan penuh atas bawahannya, hal ini dapat dilihat dari posisinya sebagai seorang atasan ataupun majikan. Karena kedudukan yang dia punya lebih tinggi, orang yang memiliki kekusaaan tersebut sering melakukan tindak pemaksaan. Tindak pemaksaan yang dimaksud adalah sebuah tindakan melakukan pengeksploitasian terhadap bawahannya.
Sebagai contoh dapat dilihat dari lingkungan sebuah pekerjaan di suatu perusahaan. Orang yang bekerja di bawah kekuasaan si pemilik perusahaan, atau yang disebut juga dengan pekerja, diibaratkan sebagai sebuah properti. Maksud dari properti di sini adalah alat bagi orang yang berkuasa dalam perusahaan tersebut untuk mendapatkan keuntungan.
Pekerja tersebut dieksploitasi sehingga mereka menghasilkan dan/atau membuat produk. Produk yang dimaksud dapat berupa barang atau jasa. Produk berupa barang misalnya, pakaian, makanan ataupun kebutuhan pokok lainnya. Sementara itu, produk berupa jasa adalah keahlian seseorang yang ditawarkan kepada orang lain. Salah satu contoh bentuk pengeksploitasian pekerja adalah adanya proses produksi yang berupa barang maupun jasa dan sering dimanfaatkan demi keuntungan orang lain dan bukan pribadi. Bentuk pengeksploitasian semacam itu dapat terlihat pada struktur ekonomi masyarakat yang bersifat feudal.
2 Misalnya, ketika seorang pandai besi membuat sebuah pedang dalam sebuah
guild
—serikat kerja. Keahlian dia sebagai komoditi dalam membuat pedang dieksploitasi oleh pemilik guild tersebut. Sementara itu pemilik guild sendiri menjual pedang-pedang yang dibuat oleh pandai besi tadi untuk mendapatkan keuntungan. Di lain pihak, pandai besi itu sendiri dibayar dengan hanya diberikan makanan secukupnya. Ketika pandai besi tersebut berkeinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, seperti kebutuhan akan pakaian, obat-obatan ataupun tempat tinggal, dia harus bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhannya ini. Jika dibandingkan dengan pemberian yang diberikan oleh pemilik guild terhadapnya, kerja kerasnya tersebut tidak sebanding dengan keuntungan yang dia peroleh dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Fenomena seperti di atas terkadang tercermin dalam kehidupan masyarakat hingga sampai saat ini, khususnya dalam lingkungan pekerjaan ataupun yang sifatnya berkaitan dengan mata pencaharian. Orang-orang yang mempunyai kekuasaan dalam lingkungan suatu pekerjaan akan menggunakan kekuasaannya tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari posisi yang dimiliknya dengan cara mengeksploitasi bawahannya. Dalam hal ini seorang atasan menjadi superstructure, sedangkan bawahan ataupun pekerjanya itu sendiri adalah base.
Dalam novel The Street Lawyer, fenomena seperti pengeksploitasian, perbedaan kelas sosial antara superstructure dan base tercermin dalam kehidupan tokoh utama, Michael Brock. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi Michael dalam lingkungan pekerjaannya. Dia dieksploitasi tenaga dan pikirannya selama bekerja,
3 sehingga membuat dirinya tidak berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, khususnya dengan orang-orang yang membutuhkan. Akan tetapi hal tersebut berubah ketika terjadi peristiwa penyanderaan yang dilakukan oleh seorang tunawisma terhadap Michael beserta kedelapan rekan kerjanya di kantor perusahaan tempatnya mereka bekerja. Penyanderaan tersebut dipicu oleh penggusuran tanah yang dilakukan perusahaan Michael, Drake & Sweeney, sehingga mengakibatkan beberapa orang kehilangan tempat tinggal mereka.
Setelah kejadian penyanderaan tersebut berakhir, dan Michael mengetahui kebenaran yang menimpa tunawisma tersebut, dari sana timbul keinginan untuk menolong para tunawisma. Posisi Michael, perusahaan Drake & Sweeney dan para tunawisma berkaitan dengan relations of production
—sebuah gagasan Karl Marx (1818) mengenai hubungan antara satu individu dengan individu lain atau kelompok yang menghasilkan sebuah produk.
Hubungan tersebut merupakan sebuah hubungan antara pekerja dan majikan. Hal tersebut dijelaskan Marx dalam pembahasannya mengenai society — masyarakat,
“They are real individuals, their activity and the material conditions
under which they live, both those which they find already existing and those
produced by their activity‖(1846:6). Oleh karena itu, hubungan yang dijalin antara pekerja dan majikan tersebut membuahkan sebuah kegiatan yang menghasilkan sebuah produk.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka analisis terhadap novel ini dilakukan dengan mengeksplorasi relations of production serta hubungannya
4 dengan tokoh utama. Keterkaitannya itu dipaparkan ketika Michael diposisikan sebagai base ataupun ketika dia diposisikan sebagai superstructure.
Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk memperlihatkan bahwa perubahan tokoh itu dapat dianalisis juga dengan menggunakan gagasan mengenai
relation of production. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis mengangkat
judul "Pengaruh Superstructure dan Base Terhadap Tokoh Utama dalam Novel The Street Lawyer".
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, berikut adalah masalah-masalah yang diangkat dalam penelitian ini:
1. Pengaruh apa saja yang dialami oleh Michael ketika berada pada posisi
base? 2.
Pengaruh apa saja yang dialami oleh Michael ketika berada pada posisi
Supertsructure? 3.
Bentuk relation of productions apa saja yang diperlihatkan melalui base dan superstructure dalam novel the street lawyer?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Memaparkan pengaruh yang terjadi pada saat tokoh utama berada pada posisi base.
2. Memaparkan pengaruh yang terjadi pada saat tokoh utama berada pada posisi superstructure.
5
3. Memaparkan bentuk relation of production yang diperlihatkan melaui base dan superstructure dalam novel the street lawyer.
1.4 Manfaat Penelitian
Penulis berharap dengan dilakukannya penelitian ini dapat menjadi sebuah referensi dalam kajian penelitian sastra, khususnya mengenai istilah
superstructure dan base dalam relation of production. Selain itu penulis juga
berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan sebuah pemaparan bagaimana relations of production bekerja.
1.5 Kerangka Teori
Relation of
Production
Superstructure Base Exploit Production
Gambar 1.1. Superstructure dan Base dalam Relation of Production6 Kerangka teori di atas adalah sebuah proses bagaimana sebuah relation of
production bekerja dalam lingkungan sebuah pekerjaan. Orang-orang yang
berposisi sebagai superstructure mengeksploitasi tenaga kerjanya, mereka yang berposisi sebagai base, untuk bekerja dan mendapatkan keuntungan dari produk yang dibuat pekerjanya tersebut.
Sementara itu superstructure dan base sendiri adalah gagasan yang digunakan Marx(1818) & Engels(1820) untuk menunjukkan kondisi keberadaan dan bentuk suatu negara dalam sebuah struktur ekonomi masyarakat. Pengertian mengenai Superstructure sendiri adalah,
‖They are who own the means of social
production and employers of wage labour
‖ (1848:3) sedangkan base, “They are
who have not means of production, selling their labor power in other to live
‖ (1848: 3).
Istilah relations of production dapat diartikan sebagai sebuah hubungan antara satu individu dengan individu lain atau kelompok yang menghasilkan sebuah produksi. Seperti yang dikatakan Marx dalam Communist Manifesto:
“The relationship between Freeman and slave, patrician and
plebeian, lord and serf, guild-master and journeyman, in a word,
oppressor and oppressed, stood in constant opposition to one
another‖ (1848:3). Hubungan tersebut merupakan sebuah hubungan antara pekerja dan majikan. Lebih lanjut lagi Marx dan Engels menjelaskan dalam pembahasannya mengenai society
—masyarakat, “They are real individuals, their activity and the
material conditions under which they live, both those which they find already
existing and those produced by their activity‖(1846:6). Maksudnya adalah karena setiap individu memiliki hasrat akan kebutuhan dirinya, ketika mereka sudah
7 mulai hidup dalam berkelompok ataupun ketika mereka sudah mulai hidup bersosialisasi, tentunya ada aktivitas/kegiatan yang dikerjakan. Dari kegiatan tersebutlah sehingga menjadi sebuah produk. Dalam hal ini orang-orang yang berposisi sebagai superstructure-lah yang memiliki tanah, alat produksi serta tenaga kerja/pekerja. Sementara itu pekerjanya itu sendiri tidak memiliki tanah ataupun alat-alat produksi, sehingga mereka menjualtenaga kerjanya untuk mendapatkan upah.
Relasi seperti employee —pekerja dan employer—majikan ataupun
oppressing oppressed seperti inilah yang dimaksud. Seperti yang dikatakan Marx,
"Every form of society has been based, as we have already seen, on the
antagonism of oppressing and oppressed classes". Hal tersebut menjadikan
sebuah perbedaan dalam sistem sosial yang membuat salah satu kelas the rulling
one
—kelas yang dominan/kelas yang mendominasi kelas lain. Perbedaan tersebut melahirkan sebuah pengeksploitasian, “The act of living, partly or wholly, on the
work of others .‖ (Buroway: 1974).
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Relation of Production dalam Hubungannya dengan Sejarah Manusia
Istilah relations of production merupakan hubungan antara satu individu dengan individu lain ataupun kelompok yang menghasilkan suatu produksi.
Individu yang dimaksud di sini tentunya adalah hubungan antara manusia dengan satu sama lainnya. Karena itu Marx menempatkan manusia sebagai pusat atas dasar pemikirannya. Menurutnya manusia berbeda dengan binatang. Manusia memiliki sifat kemanusiaan ataupun yang biasa disebut dengan karakteristik manusia. Seperti halnya manusia butuh makan, minum, pakaian, rumah, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Dari karakteristik inilah sehingga manusia dapat dibedakan dengan binatang. Menurut Marx sendiri:
“Men can be distinguished from animals by consciousness, by
religion or anything else you like. They themselves begin to
distinguish themselves from animals as soon as they begin to
produce their means of subsistence, a step which is conditioned
by their physical organization. (1846:6)”Maka dari itu, dalam rangka memenuhi penghidupannya selama di dunia, manusia mulai mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Lebih lanjut Marx menjelaskan,
“By producing their means of subsistence men are indirectly producing their actual material life. (1846:6)
‖. Maksudnya adalah secara naluriah manusia berjuang mempertahankan kehidupannya dengan melakukan aktivitas kerja yang bertujuan untuk memenuhi hasrat kebutuhannya tersebut.
9 Secara historis, Marx menyebutkan 3 dasar pokok dalam menyangkut ciri khas manusia. Pertama karena manusia itu sendiri exist
—ada dan mampu menciptakan sejarah.
“The first premise of all human existence and, therefore, of
all history, the premise, namely, that men must be in a position to live in order to
be able to "make history"(1846:10)”. Awalnya manusia hidup secara berindividu.Manusia membutuhkan makan, minum, rumah dan pakaian dan banyak hal lainnya. Hal tersebut diperlukan untuk mempertahankan hidup setiap masing- masing individu. Maka dari itu manusia mulai mencari cara memproduksi bahan untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
Kemudian, manusia bergerak ke titik dasar kedua, dimana setelah manusia memenuhi kebutuhan pokoknya tersebut, kebutuhan pemuas diciptakan.
“The
second point is that the satisfaction of the first need (the action of satisfying, and
the instrument of satisfaction which has been acquired) leads to new needs
(1846:10)”. Karena sifat manusia yang fleksibel dan berubah seiring waktu,
manusia menciptakan bahan untuk memuaskan diri mereka sendiri sehingga melahirkan kebutuhan baru. Seperti lahirnya sebuah keyakinan, kepercayaan ataupun idealisme-idealisme.
Keadaan ketiga adalah pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri- sendiri. Manusia saling membutuhkan satu sama lainnya untuk bertahan hidup.
Maka dari itu, manusia dikenal dengan istilah sebagai makhluk sosial. Contoh yang paling sederhana adalah ketika manusia berkeluarga, menikah dan memiliki anak. Pada saat yang sama, mereka membangun hubungan antara suami dan istri ataupun orang tua dan anak. Maka dari itu hubungan dalam keluarga merupakan
10 awal dari hubungan sosial dimulai, sampai ketingkat yang lebih luas nantinya. Ketiga tahapan tersebut tidak terjadi secara terpisah, melainkan secara bersamaan sehingga terjalin hubungan satu dengan yang lainnya.
Ketika manusia sudah mulai hidup bermasyarakat ataupun berkelompok. Tentunya ada kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang tersebut. Maksud dari kegiatan disini tentunya kegiatan yang menghasilkan sebuah produksi. Hal ini pulalah yang menunjukkan bahwa manusia bergantung pada hidup berorganisasi karena setiap manusia tidak dapat hidup tanpa berinteraksi dengan orang lain, sehingga mereka tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia dapat mengembangkan potensi mereka dan mencapai prestasi mereka hanya dalam masyarakat di mana mereka tinggal. Seperti yang dijelaskan Marx:
"By social we understand the co-operation of several individuals,
no matter under what conditions, in what manner and to what
end. It follows from this that a certain mode of production, or
industrial stage, is always combined with a certain mode of co-operation, or social stage, and this mode of co-operation is itself
a "productive force". 1846:11)Kegiatan yang melibatkan manusia, khususnya dalam hidup bersosialisasi, pada akhirnya membentuk ide-ide manusia ataupun sistem yang terjalin erat dengan aktivitas material dan hubungan material dengan orang lain —social system. Kegiatan-kegiatan tersebut kemudian menghasilkan alat-alat produksi dan ide-ide baru.
Pengembangan alat-alat produksi dan teknik sangatlah berpengaruh dalam satu sistem ke sistem sosial lain. Proses ini terjadi dalam pergantian suatu sistem sosial tertentu sampai titik di mana alat-alat dan teknik tersebut tidak bisa lagi dikembangkan atau bahkan tidak dapat digunakan kembali. Sehingga
11 memungkinkan untuk membuat sistem baru. Menurut Marx ada beberapa tahapan dalam perubahan sistem sosial dalam sejarah manusia berdasarkan division of
labor —pembagian kerja, diantaranya:
1. Tribal
Tahapan dimana alat dan teknik sangat primitif dan masih bergantung dengan kondisi alam sekitar. Dalam tahap ini orang-orang masih bergantung pada sifat kemanusiannya. Karena tahapan ini masih bergantung dengan kondisi alam sekitar, produksi yang dihasilkan pun masih sangat rendah sehingga memungkinkan bagi seseorang kekurangan akan memenuhi kebutuhan hidupnya.
“It corresponds to the undeveloped stage of production, at which a people lives by
hunting and fishing, by the rearing of beasts or, in the highest stage, agriculture
(1846:7)”. Struktur sosial yang ada juga masih terbilang rendah. Tidak ada
kelebihan yang bisa orang lain ambil dan manfaatkan, sehingga belum pula adanya pengeksploitasian antar manusia, karena sistem yang digunakan masih bersifat limited
—terbatas. Lebih lanjut Marx menjelaskan:
“In the latter case it presupposes a great mass of uncultivated
stretches of land. The division of labour is at this stage still very
elementary and is confined to a further extension of the natural
division of labour existing in the family. The social structure is,
therefore, limited to an extension of the family; patriarchal
family chieftains, below them the members of the tribe, finally
slaves.” (1846:7)Meskipun belum ada pengeksploitasian terang-terangan yang terjadi dalam tahap ini, akan tetapi Marx memberikan satu pengecualian yang membenarkan bahwa adanya pengeksploitasian yang terjadi. Yaitu pada hubungan berkeluarga. Hal tersebut disampaikannya seperti berikut:
12
“The first form, of which lies in the family, where wife and children are the slaves of the husband. This latent slavery in the family, though still very crude, is the first property, but even at this early stage it corresponds perfectly to the definition of modern economists who call it the power of disposing of the labour-power of others.(1846:12)
Inilah mengapa hubungan dalam keluarga disebut sebagai awal dari hubungan sosial dimulai.
2. Ancient Communal/State Ownership
Seiring tumbuhnya populasi manusia dan kebutuhan pun meningkat, teknik dan alat yang digunakan dalam Tribal dianggap tidak lagi ekonomis, sehingga dibutuhkan teknik dan alat yang baru, yaitu dengan memiliki kepimilikan pribadi, contohnya dengan melakukan penjajahan. Marx menjelaskan,
“The second form is the ancient communal and State ownership which proceeds especially from the union of several tribes into a city by agreement or by conquest, and which is still accompanied by slavery (1846:7)”.
Selain merampas tanah yang bukan miliknya, penjajah tersebut membuat tawanan perang menjadi budak jajahan dan dipaksa melakukan kerja paksa.
Mereka memperoleh penghidupan dari hasil perbudakannya tersebut. Dalam tahapan ini mulai terjadi pembagian kelas di antara masyarakat. Kelas yang mengeksploitasi dan kelas yang dieksploitasi.
3. Feudal
Tahapan selanjutnya ialah feudal. Menurut Marx, “The third form of
ownership is feudal or estate property. Dalam tahap ini, ketika alat perbudakan
dan teknik terus dikembangkan sampai di mana tenaga kerja paksa (budak yang
13 bekerja untuk menghindari hukuman) tidak mampu lagi menggunakan alat-alat baru dan teknik yang memadai. Seperti yang dijelaskan oleh Marx::
“If antiquity started out from the town and its little territory, the
Middle Ages started out from the country. This different starting-point was determined by the sparseness of the population at that
time, which was scattered over a large area and which received
no large increase from the conquerors (1846:7)”.Maka pemilik budak tersebut memberikan pengetahuannya (dapat mengenai alat ataupun teknik baru yang digunakan) agar budak-nya memiliki keahlian dan mengeksploitasi hasil kerjanya tersebut. Misal, dalam bidang pertanian, ketika seorang petani bekerja pada seorang tuan tanah. Hasil dari pertaniannya tersebut seluruhnya menjadi milik si tuan tanah. Selain itu, bagi orang yang memilki tanahnya sendiri diberikan minat menggunakan alat-alat yang lebih memadai oleh si tuan tanah tadi. Akan tetapi setengah dari hasil bumi/panen yang dihasilkan harus diserahkan kepada si pemilik alat tersebut.
Dalam tahap ini tejadi perubahan untuk kelas yang dieksploitasi dari slave menjadi serf. Serf adalah budak-budak tawanan perang yang dibebaskan dan dipekerjakan pada lahan tertentu untuk diolah oleh seorang tuan tanah.
4. Capital
Dalam tahapan ini, seiring dengan terus berkembangnya populasi manusia dan kebutuhan hidup terus meningkat. Alat dan teknik dalam feudal dianggap tidak lagi memadai karena tidak diimbangi dengan hasil produksi yang dibutuhkan. Maka dari itu si tuan tanah mengganti budak-budak yang mengelola tanahnya tersebut dengan mesin-mesin otomatis agar hasil produksinya lebih
14 produktif, dari sini mulai tumbuhlah industi-industri. Seperi yang dijelaskan Marx:
Meantime the markets kept ever growing, the demand ever rising.
Even manufacturer no longer sufficed. Thereupon, steam and
machinery revolutionized industrial production. The place of
manufacture was taken by the giant, Modern Industry. (1848:4)Budak-budak yang dulunya bekerja mengelola tanah, kini posisi mereka digantikan dengan keberadaan mesin-mesin baru. Untuk itu dalam rangka memenuhi penghidupannya tersebut mereka menjadi buruh-buruh pekerja pada industri-industri yang berkembang pada saat itu. Mereka bekerja dua kali lebih berat dari sebelumnya karena tidak mau kalah dengan mesin-mesin yang bekerja secara otomatis. Dalam tahapan ini lahirlah kelas pekerja ataupun orang-orang yang bekerja hanya untuk mendapatkan upah.
Setelah melihat perkembangan sejarah manusia, pada dasarnya relation of
production terbentuk dari dorongan kebutuhan hidup manusia itu sendiri, Dalam
arti sebuah proses pencarian kehidupan. Seperti yang disampaikan Marx:
“The relationship between Freeman and slave, patrician and
plebeian, lord and serf, guild-master and journeyman, in a word,
oppressor and oppressed, stood in constant opposition to one
another‖ (1848:3). Hubungan tersebut merupakan sebuah hubungan antara pekerja dan majikan. Sebuah hubungan yang pada akhirnya menghasilkan produk. Lebih lanjut lagi Marx menjelaskan dalam pembahasannya mengenai society
—masyarakat, “They
are real individuals, their activity and the material conditions under which they
live, both those which they find already existing and those produced by their
activity‖(1846:6). Maksudnya adalah karena setiap individu memiliki hasrat akan
15 kebutuhan dirinya, ketika mereka sudah mulai hidup dalam berkelompok ataupun ketika mereka sudah mulai hidup bersosialisasi, tentunya ada aktivitas/kegiatan yang dikerjakan. Dari kegiatan tersebutlah sehingga menjadi sebuah produk.
2.2 Relations of Production Penyebab Eksploitasi
Hubungan seperti owning —majikan dan owned—pekerja ataupun
oppressing oppressed merupakan beberapa bentuk sebuah hubungan atas dasar
pengeksploitasian, “The act of living, partly or wholly, on the work of others.‖ (Buroway: 1974). Hal tersebut membuat sebuah perbedaan dalam sistem sosial yang membuat salah satu kelas the rulling one
—kelas yang dominant, kelas yang mendominasi kelas lain. Dominant disini maksudnya adalah kelas yang dianggap lebih upper hand
—superior dibanding kelas lain, “The class which is dominant
material force in a class society is at the same time the class which is the
domina nt intellectual force” (1846:8). Maksudnya disini adalah karena merekalahyang memiliki tanah/tempat sebuah produk dibuat, alat produksi serta tenaga kerja/pekerja, sementara itu para pekerja yang bekerja pada orang-orang tersebut tidak memiliki tanah/fasilitas ataupun alat-alat produksi, sehingga mereka menjual tenaga kerjanya untuk mendapatkan penghasilan/upah.
Tujuan dari pengeksploitasian yang dilakukan tentunya bukan berarti tanpa motif apapun. Melainkan hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan
profit
—keuntungan yang sebesar-besarnya. Perhatikan gambar dibawah:
16 Production
Commodity Exchange
Barter
Selling and Buying
Profit
Gambar 2.1. Proses ProduksiGambar di atas merupakan pemahaman saya terhadap gagasan Marx mengenai proses produksi berjalan hingga menghasilkan sebuah keuntungan.
Commodity merupakan suatu hal yang dihasilkan dari proses produksi untuk
selanjutnya dilakukan proses exchange —pertukaran, sedangkan proses pertukaran sendiri dapat di termpuh dengan melalui cara barter ataupun dengan melalui cara transaksi jual beli. Hal ini perlu ditekankan karena dalam proses produksi seperti di atas, barang yang dihasilkan tersebut bukan digunakan untuk memenuhi kebutuhan si penghasil/pembuat barang itu sendiri melainkan untuk dilakukannya proses pertukaran ataupun yang disebut juga proses pencarian keuntungan.
Misalnya ketika seorang petani beras menanam beras kepada seorang tuan tanah untuk selanjutnya beras tersebut dimanfaatkan bagi keluarganya sendiri. Petani tersebut tidak terlibat dalam proses pencarian keuntungan. Akan tetapi jika beras
17 tersebut dijual ataupun ditukar dengan barang lain, maka petani tersebut terlibat dalam proses pencarian keuntungan. Hal inilah yang menjadi alasan terjadinya pengeksploitasian.
2.3 Hubungan Superstructure dan base dalam Relations of Production
Superstructure maintain and legitimates base
Dominant Dominated Base
Obey and work for superstructure
Gambar 2.2. Hubungan Superstructure dan BaseGambar di atas merupakan hasil pemahaman saya terhadap gagasan Marx mengenai hubungan superstructure dan base. Menurut Marx, Superstructur
adalah
‖who own the means of social production and employers of wage labour‖
(1848:3), sedangkan base,
“who have not means of production, selling their labor
power in other to live
‖ (1848: 3). Superstructure sebagi pihak yang dominan memiliki kewajiban untuk mengurus, menjaga, mengatur, membiayai, memfasilitasi base. Superstructure sebagai pihak dominant yang memiliki tanah/tempat terjadinya proses produksi, alat produksi serta para tenaga kerja/pekerja. Sedangkan base sebagai pihak yang dominated memiliki kewajiban
18 untuk bekerja dan mengikuti apapun yang diperintahkan superstructure, karena
base tidak memiliki tanah ataupun alat-alat produksi, sehingga mereka menjual
tenaga kerjanya untuk mendapatkan upah. Maka dari itu, dilihat dari posisinya dalam relations of production, orang-orang yang di posisikan ke dalam
superstructure posisinya di anggap lebih tinggi.
Dalam struktur ekonomi masyarakat, pembahasan mengenai
superstructure dan juga base mengacu pada kesejahteraan setiap individu,
sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa posisi seseorang dapat berubah dari yang asalnya dia dominant berubah menjadi yang dominated ataupun sebaliknya.
Kondisi ini sejalan dengan pernyataan Marx, “It has but established new classes,
new conditions of oppression, new forms of struggle in place of the old ones”
(1848:30). Maksud dari pernyataan Marx tersebut adalah perubahan dalam suatu
sistem ekonomi dalam masyarakat dapat disebabkan karena adanya perubahan kelas yang ada pada saat itu, serta perbedaan yang terjadi antara kelas yang
dominant dan yang dominated. Oleh karena itu, hal ini pulalah yang menunjukkan
bahwa dalam pembahasan mengenai superstructure dan base orang yang menjadi bagian dari superstructure dapat ditentukan ataupun dilihat dari sudut pandang seseorang yang dianggap lebih dominant.
Berkaitan dengan hal ini pula, Marx lebih lanjut menjelaskan, “Each step
in the development of the bourgeoisie was accompanied by a corresponding
economic and political advances of that class” (1848:4). Pernyataan ini dapatdipahami bahwa dalam struktur ekonomi masyarakat, pergantian posisi sebuah kelas antara kelas yang dominant dan yang dominated dapat dilihat dari
19 kemahiran seseorang dalam segi politik dan ekonomi yang dimiliki. Sebagai contoh, seorang dokter yang bekerja di sebuah rumah sakit besar. Posisinya menjadi base ketika dia berhadapan dengan kepala rumah sakit misalnya. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi kepala rumah sakit sebagai seorang boss ataupun sebagai pemilik daripada rumah sakit tersebut. Akan tetapi di mata masyarakat, pekerjaannya sebagai seorang dokter saja sudah dianggap membanggakan.
Dengan demikian dalam lingkungan masyarakat, dokter tersebut diposisikan sebagai superstructure. Marx lebih lanjut mengemukakan:
The bourgeoisie has stripped of its halo every occupation
hitherto honored and looked up to with reverent awe. It has
converted the physician, the lawyer, the priest, the poet, the man
of science, into its paid wage laborers.