“Perbedaan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Dua Varian Biskuit
PERBEDAAN INDEKS GLIKEMIK DAN BEBAN
GLIKEMIK DUA VARIAN BISKUIT
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
ABDUL JAFAR SIDIK
NIM: 1111103000099
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
(2)
(3)
(4)
(5)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya kepada seluruh alam. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul terakhir pembawa cahaya kemenangan di dunia dan akhirat. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan sebuah penelitian dengan judul “Perbedaan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Dua Varian Biskuit”. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak akan sangat sulit untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr.(hc) dr. MK. Tadjudin, SpAnd selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang menjadi salah satu sumber motivasi dan inspirasi sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter sekaligus sebagai pembimbing I yang selalu bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing penulis dari awal hingga terselesaikannya laporan penelitian ini.
3. dr. Risahmawati, Ph.D selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya kepada penulis sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan dengan tuntas dan tepat waktu.
4. dr. H.M. Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK dan dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat berharga dan membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini lebih baik lagi.
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D beserta seluruh tim penanggung jawab modul riset PSPD 2011 yang telah bekerja keras memberikan arahan dan motivasi agar mahasiswa dapat menyelesaikan penelitian tepat pada waktunya.
(6)
vi
6. Segenap dosen dan civitas akademika FKIK yang telah memberikan berbagai bantuannya baik modal ilmu pengetahuan maupun pelayanan administrasi yang mendukung penyelesaian laporan penelitian ini.
7. Seluruh sejawat PSPD 2011 yang selalu bersama-sama dan saling berbagi dalam suka dan duka menjadi mahasiswa kedokteran dan semoga tali silaturrahim yang sudah kita bangun bersama tetap terjaga selamanya.
8. Segenap sejawat PSPD 2012 yang telah ikut berpartisipasi dan bekerjasama menjadi responden dalam penelitian ini, tanpa partisipasi kalian penelitian ini tidak akan terlaksana dan semoga riset kalian dapat berjalan lancar tanpa hambatan apapun.
9. Teman-teman satu kelompok penelitian yaitu Evan, Fahreza, Andhini dan Tiara yang selalu kompak dan semangat dalam menyelesaikan penelitian kita agar bisa ikut sidang skripsi tepat waktu.
10. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Tarmidi dan ibunda Nur Kholiyyi beserta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan yang tidak terbatas baik spiritual maupun material sehingga penulis dapat tetap bertahan menjadi mahasiswa kedokteran hingga saat ini dan seterusnya sampai menyandang gelar dokter.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penelitian ini. Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi institusi dan masyarakat luas.
Jakarta, September 2014
(7)
vii
ABSTRAK
Abdul Jafar Sidik. Program Studi Pendidikan Dokter. Perbedaan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Dua Varian Biskuit. 2014
Indeks glikemik adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu makanan yang mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan beban glikemik adalah nilai yang menunjukkan respon glukosa darah setelah mengkonsumsi satu porsi makanan yang mengandung sejumlah karbohidrat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai indek glikemik dan beban glikemik beberapa varian biskuit. Responden dalam penelitian ini berjumlah sepuluh orang sehat dengan status gizi normal dan tidak memiliki gangguan metabolisme glukosa. Responden diminta untuk puasa di malam hari dan tidak melakukan aktivitas berat. Pemeriksaan glukosa darah dilakukan pada pagi hari sekali sebelum mengkonsumsi makanan uji dan beberapa kali setelahnya selama dua jam. Setelah pengumpulan dan pengolahan data maka didapatkan nilai rerata indeks glikemik dan beban glikemik. Indeks glikemik biskuit isi selai 102,53% (SD±4,76%) dan biskuit gandum 90,22% (SD±4,49%). Sedangkan beban glikemik biskuit isi selai 24,61 (SD±1,14) dan biskuit gandum 11,73 (SD±0,58). Hasil uji Paired T Test menunjukkan p-value 0,000 pada indeks glikemik dan beban glikemik kedua biskuit, sehingga disimpulkan terdapat perbedaan indeks glikemik dan beban glikemik yang bermakna antara kedua biskuit tersebut. Kata kunci: glukosa darah, indeks glikemik, beban glikemik, varian biskuit.
ABSTRACT
Abdul Jafar Sidik. Medical Education Study Program. The Differences of Glycemic Index and Glycemic Load between Two Variants of Biscuits. 2014.
The glycemic index is a value that indicates the ability of carbohydrate-containing foods increases blood glucose. While the glycemic load is a value that indicates blood glucose response after eating one serving of a carbohydrate-containing food. This study aims to determine the glycemic index and glycemic load of some variants of biscuits. Respondents in this study were ten healthy people with normal nutritional status and does not have a disorder of glucose metabolism. Respondents were asked to fast overnight and do not do strenuous activities. Blood glucose examination of the morning done once before consuming the test meal and several times thereafter for two hours. After collecting and processing the data, it would be obtained the mean value of glycemic index and glycemic load. The glycemic index of jam-containing biscuit was 102.53% (SD±4.76%) and 90.22% (SD±4.49%) for wholewheat biscuit. While the glycemic load of jam-containing biscuit was 24.61 (SD±1.14) and 11.73 (SD±0.58) for wholewheat biscuit. The Paired T Test showed p-value 0.000 on the glycemic index and glycemic load of two biscuits, so it was concluded there are significant differences in glycemic index and glycemic load between the two biscuits.
(8)
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori ... 4
2.1.1 Karbohidrat ... 4
2.1.2 Pencernaan dan Penyerapan Karbohidrat ... 5
2.1.3 Kontrol Glukosa Darah ... 6
2.1.4 Indeks Glikemik ... 8
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik ... 10
2.1.6 Prosedur Pengukuran Indeks Glikemik ... 10
2.1.7 Beban Glikemik ... 12
2.1.8 Biskuit ... 13
2.2 Kerangka Teori ... 14
2.3 Kerangka Konsep ... 15
2.4 Definisi Operasional ... 16
BAB 3 METODE PENELITIAN 1.1 Desain Penelitian ... 17
1.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
(9)
ix
1.4 Besar dan Cara Pengambilan Responden ... 17
1.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi serta Drop Out ... 17
1.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 18
1.7 Alur Penelitian ... 19
1.8 Prosedur Kerja Penelitian ... 19
1.9 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 20
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden ... 22
4.2 Makanan Standar dan Makanan Uji ... 22
4.3 Respon Glukosa Darah ... 23
4.4 Indeks Glikemik ... 26
4.5 Beban Glikemik ... 26
4.6 Keterbatasan Penelitian ... 27
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 28
5.2 Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 30
(10)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Proses-proses metabolisme glukosa ... 7
Tabel 2.2 Hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa darah ... 8
Tabel 2.3 Klasifikasi makanan berdasarkan nilai indeks glikemik ... 8
Tabel 2.4 Faktor makanan yang mempengaruhi indeks glikemik ... 10
Tabel 2.5 Klasifikasi makanan berdasarkan nilai beban glikemik ... 12
Tabel 2.6 Beberapa karakteristik biskuit isi selai dan biskuit gandum ... 13
Tabel 4.1 Karakteristik responden penelitian ... 22
Tabel 4.2 Komposisi zat gizi makanan standar dan makanan uji ... 23
Tabel 4.3 Analisis zat gizi makanan standar dan makanan uji ... 23
Tabel 4.4 Rerata kadar glukosa darah ... 24
Tabel 4.5 Persentase kenaikan dan penurunan glukosa darah ... 25
Tabel 4.6 Rerata nilai indeks glikemik ... 26
(11)
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hidrolisis molekul maltosa ... 5
Gambar 2.2 Kurva toleransi glukosa pada orang normal dan diabetes ... 6
Gambar 2.3 Hubungan antara indeks glikemik dan sindrom metabolik ... 9
Gambar 2.4 Contoh kurva respon glukosa darah ... 11
(12)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar surat persetujuan responden ... 33
Lampiran 2 Lembar status kesehatan responden ... 34
Lampiran 3 Klasifikasi IMT menurut kriteria Asia Pasifik ... 35
Lampiran 4 Data hasil pemeriksaan responden ... 36
Lampiran 5 Analisis gizi dan perhitungan jumlah makanan ... 37
Lampiran 6 Perhitungan luas area di bawah kurva ... 38
Lampiran 7 Perhitungan indeks glikemik dan beban glikemik ... 40
Lampiran 8 Rerata indeks glikemik dan beban glikemik ... 41
Lampiran 9 Dokumentasi penelitian ... 42
(13)
xiii
DAFTAR SINGKATAN
BB Berat Badan BG Beban Glikemik FN Frekuensi Nadi FP Frekuensi Pernapasan GDP Glukosa Darah Puasa IG Indeks Glikemik IMT Indeks Massa Tubuh RSG Roma Sari Gandum™ RTP Roti Tawar Putih
SLO Slai O’lai™
TB Tinggi Badan TD Tekanan Darah
(14)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini prevalensi penyakit diabetes melitus cenderung meningkat. Prevalensi nasional diabetes melitus berdasarkan gejala dan diagnosis tenaga kesehatan meningkat dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,4% pada tahun 2013.1 Peningkatan kasus tersebut tidak lepas dari adanya faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit tersebut, salah satunya adalah pola makan yang tidak tepat.2 Faktor makanan terkait erat dengan patogenesis diabetes melitus karena pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah. Salah satu makanan yang dapat mempengaruhi respon glukosa darah adalah makanan yang kaya akan karbohidrat.3
Karbohidrat merupakan salah satu makronutrien yang sangat penting dan berperan sebagai sumber energi utama bagi tubuh.4 Pada suatu jenis makanan yang mengandung karbohidrat, zat gizi lain yang terkandung di dalamnya dan beberapa sifat fisik makanan tersebut dapat mempengaruhi respon glukosa darah, sehingga setiap jenis makanan yang jumlah karbohidrat dan zat gizi lainnya berbeda akan menimbulkan respon glukosa darah yang berbeda pula. Respon glukosa darah ini dapat ditentukan secara kuantitatif melalui perhitungan indeks glikemik dan beban glikemik.5 Nilai indeks glikemik dan beban glikemik yang tinggi dapat meningkatkan risiko diabetes melitus, sedangkan nilai indeks glikemik dan beban glikemik yang rendah dilaporkan memiliki hubungan positif terhadap penurunan risiko penyakit diabetes melitus.6 Sekarang konsep indeks glikemik dan beban glikemik sudah banyak direkomendasikan sebagai salah satu dasar manajemen dan pencegahan terhadap diabetes melitus.3
Salah satu jenis makanan ringan yang memiliki kandungan karbohidrat besar adalah biskuit. Terdapat banyak varian biskuit jika dilihat dari variasi dan jumlah bahan yang digunakan untuk membuatnya, sehingga
(15)
memungkinkan memiliki indeks glikemik dan beban glikemik yang berbeda pula setiap variannya. Pada penelitian Foster-Powell et al, wheat biscuit yang terbuat dari tepung terigu memiliki indeks glikemik tinggi dan beban glikemik sedang, sedangkan digestive biscuit yang terbuat dari tepung gandum memiliki indeks glikemik tinggi dan beban glikemik rendah.7 Saat ini di Indonesia juga belum banyak penelitian tentang indeks glikemik dan beban glikemik varian biskuit berdasarkan dua jenis tepung yang digunakan untuk membuatnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai indeks glikemik dan beban glikemik dua varian biskuit tersebut yang beredar di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan indeks glikemik dan beban glikemik di antara dua varian biskuit?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui apakah terdapat perbedaan indeks glikemik dan beban glikemik di antara dua varian biskuit.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui klasifikasi indeks glikemik dan beban glikemik dua varian biskuit.
2. Mengidentifikasi perbedaan indeks glikemik dan beban glikemik yang bermakna di antara dua varian biskuit.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk Peneliti
1. Memenuhi tugas akhir penelitian sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran (S.Ked).
2. Menambah wawasan, pengalaman dan keterampilan penelitian di bidang gizi klinik.
(16)
1.4.2 Manfaat untuk Institusi
1. Menambah daftar penelitian di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Menambah sumber referensi yang dapat digunakan sebagai data acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya di bidang gizi klinik.
1.4.3 Manfaat untuk Masyarakat
1. Memberikan informasi kepada masyarakat agar lebih mudah memilih varian biskuit yang relatif lebih aman dikonsumsi oleh penderita gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu makronutrien yang sangat penting dan berperan sebagai sumber energi utama bagi tubuh manusia. Karbohidrat dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah unit monosakarida yang tergabung di dalamnya menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida.4 1. Monosakarida
Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih sederhana lagi. Beberapa jenis monosakarida antara lain glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa adalah monosakarida yang terpenting bagi tubuh, sebagian besar karbohidrat dalam makanan yang diserap ke dalam aliran darah berupa glukosa, dan monosakarida lain diubah menjadi glukosa melalui metabolisme di hati.8,9
2. Disakarida
Disakarida merupakan produk dari kondensasi atau penggabungan dua unit monosakarida.8 Beberapa jenis disakarida antara lain maltosa, sukrosa dan laktosa. Maltosa tersusun dari dua unit glukosa dan didapatkan terutama dari biji-bijian yang berkecambah. Dalam jumlah kecil, maltosa terdapat dalam biskuit, sereal sarapan, dan minuman yang mengandung malt. Sukrosa adalah disakarida yang paling umum dalam makanan, tersusun atas satu unit glukosa dan satu unit fruktosa. Sukrosa dapat diperoleh dari dari gula tebu, madu, buah-buahan, dan sayuran. Sedangkan laktosa yang tersusun atas satu unit glukosa dan satu unit galaktosa berada dalam keadaan bebas dalam air susu mamalia.4 Reaksi hidrolisis molekul maltosa menjadi dua molekul glukosa dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:
(18)
Gambar 2.1. Hidrolisis molekul maltosa menjadi dua molekul glukosa dengan penambahan H2O di tempat ikatan.10
3. Oligosakarida
Oligosakarida adalah produk dari penggabungan tiga sampai sepuluh monosakarida. Sebagian besar oligosakarida tidak dicerna oleh enzim dalam tubuh manusia.8 Beberapa jenis oligosakarida seperti stakiosa, rafinosa, dan inulin diperoleh dari makanan nabati seperti bawang putih, bawang bombay dan kacang polong.4
4. Polisakarida
Polisakarida tersusun dari lebih dari sepuluh unit monosakarida. Secara tradisional polisakarida terbagi atas bentuk yang dapat dicerna seperti zat pati dan dekstrin, dan bentuk yang tidak dapat dicerna seperti selulosa dan lignin. Makanan sumber zat pati antara lain kentang, serealia, dan kacang-kacangan.4
2.1.2 Pencernaan dan Penyerapan Karbohidrat
Makanan yang dikunyah di dalam mulut akan bercampur dengan saliva dari kelenjar parotis yang mengandung enzim amilase. Enzim amilase menghidrolisis polisakarida menjadi disakarida maltosa, namun hanya sekitar 5% yang terhidrolisis di dalam mulut. Pencernaan karbohidrat berlanjut ketika makanan berada di fundus dan korpus lambung sebelum bercampur dengan asam lambung. Aktivitas enzim amilase dihambat oleh sekresi asam lambung yang memiliki pH dibawah 4,0. Proses pencernaan karbohidrat kemudian berlanjut setelah kimus masuk ke usus halus. Di doudenum, kimus bercampur dengan enzim amilase pankreas dan terjadi proses hidrolisis polisakarida menjadi disakarida dan polimer-polimer glukosa. Di jejunum dan ileum, disakarida yang telah terbentuk sebelumnya akan dihidrolisis oleh enzim disakaridase (laktase, sukrase, maltase, ɑ-dekstrinase) yang dihasilkan sel epitel usus halus.
(19)
Enzim-enzim tersebut akan menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, maltosa dan polimer-polimer kecil glukosa menjadi molekul-molekul glukosa di microvilli brush border usus halus. Hasil akhir proses hidrolisis adalah monosakarida (lebih dari 80% berupa glukosa) yang terlarut dalam air dan selanjutnya akan diabsorpsi oleh epitel usus halus ke sirkulasi darah melalui vena porta.10,11
2.1.3 Kontrol Glukosa Darah
Kadar glukosa darah normal adalah sekitar 80-90 mg/dl pada orang sehat setiap pagi sebelum sarapan. Setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, kadar glukosa darah meningkat hingga mencapai sekitar 120-140 mg/dl pada jam pertama, namun akan kembali normal dalam 2 jam setelah absorpsi karbohidrat. Pada penderita diabetes melitus, kadar glukosa darah setelah makan akan meningkat lebih dari 140 mg/dl.12 Perbandingan kurva toleransi glukosa darah pada orang normal dan penderita diabetes melitus dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Kurva toleransi glukosa pada orang normal dan penderita diabetes melitus.12
Proses-proses metabolisme yang berlangsung untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap stabil merupakan salah satu mekanisme homeostasis. Saat kadar glukosa darah tinggi akan terjadi proses glikolisis dan glikogenesis sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah. Sedangkan saat
(20)
kadar glukosa darah rendah akan terjadi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis untuk meningkatkan kadar glukosa darah.10 Proses-proses metabolisme tersebut dijelaskan dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Proses-proses metabolisme glukosa.10,11
Proses metabolisme Jenis Proses Reaksi Konsekuensi Glikogenolisis katabolisme glikogen → glukosa glukosa darah naik Glikolisis katabolisme glukosa → ATP glukosa darah turun Glukoneogenesis anabolisme asam amino → glukosa glukosa darah naik
asam lemak → glukosa
Proses metabolisme glukosa melibatkan beberapa hormon yang berperan penting dalam pengaturan kadar glukosa darah. Berikut ini beberapa mekanisme hormonal yang mengatur kadar glukosa darah:
1. Fungsi insulin dan glukagon sebagai sistem kontrol yang menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran normal. Ketika kadar glukosa darah meningkat terlalu tinggi, insulin disekresikan untuk menurunkan kadar glukosa darah agar kembali normal. Sebaliknya, penurunan kadar glukosa darah akan menstimulasi sekresi glukagon untuk meningkatkan kadar glukosa darah agar kembali dalam kisaran normal. Pada kondisi normal mekanisme umpan balik insulin lebih penting daripada glukagon, namun pada kondisi kelaparan atau setelah latihan fisik berat mekanisme glukagon juga sangat diperlukan.12,13 2. Pada keadaan hipoglikemia berat, kadar glukosa darah yang sangat rendah
menstimulasi hipotalamus untuk mengaktifkan sistem saraf simpatik. Hormon epinefrin yang disekresi kelenjar adrenal menstimulasi sekresi glukagon untuk membebaskan glukosa lebih lanjut dari hati agar tidak terjadi hipoglikemia berat.12,13
3. Hormon pertumbuhan dan kortisol disekresikan akibat hipoglikemia yang berkepanjangan. Kedua hormon ini menurunkan laju penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dan meningkatkan laju penggunaan lemak tubuh sebagai energi. Mekanisme ini untuk membantu kadar glukosa darah kembali pada kisaran normalnya.12,13
(21)
Mekanisme-mekanisme hormonal di atas dapat dijelaskan secara rinci pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2. Hormon-hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa.10
Hormon Efek terhadap glukosa
Rangsangan utama
untuk sekresi Peran dalam metabolisme
Insulin
+ Ambilan glukosa + Glikogenesis - Glikogenolisis - Glukoneogenesis
+ Glukosa darah + Asam amino darah
Regulator utama siklus absorptif dan pasca-absorptif
Glukagon
+ Glikogenolisis -Glikogenesis + Glukoneogenesis
-Glukosa darah + Asam amino darah
Bersama insulin menjadi regulator utama siklus absorptif dan pasca-absorptif serta proteksi terhadap hipoglikemia
Epinefrin
+ Glikogenolisis + Glukoneogenesis + Sekresi glukagon -Sekresi insulin
Stimulasi simpatis saat stress dan olahraga
Menyediakan energi untuk keadaan darurat dan olahraga Kortisol + Glukoneogenesis -Penyerapan glukosa oleh jaringan selain otak Stress
Mobilisasi bahan bakar metabolik dan bahan baku selama adaptasi terhadap stress
Hormon pertumbuhan
- Penyerapan glukosa oleh otot
Tidur lelap, stress, olahraga, dan hipoglikemia
Mobilisasi bahan bakar dan penghematan glukosa Keterangan: (+) meningkatkan dan (-) menurunkan
2.1.4 Indeks Glikemik
Indeks glikemik adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu makanan yang mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar glukosa darah.14 Konsep indeks glikemik ini digunakan untuk mengelompokkan makanan berdasarkan kemampuannya dalam meningkatkan kadar glukosa darah.15 Klasifikasi makanan berdasarkan nilai indeks glikemik dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3. Klasifikasi makanan berdasarkan nilai indeks glikemik.16
Klasifikasi makanan Rentang nilai indeks glikemik
Indeks glikemik rendah ≤ 55
Indeks glikemik sedang 56 – 69
(22)
Indeks glikemik sebenarnya dirancang untuk penderita diabetes melitus sebagai panduan untuk memilih makanan yang tepat agar kadar glukosa darahnya tetap terkendali. Makanan dengan nilai indeks glikemik rendah menghasilkan respon glukosa darah yang rendah setelah dikonsumsi, begitu pula sebaliknya.5 Selain berperan dalam terapi diabetes melitus, makanan dengan indeks glikemik rendah juga sudah direkomendasikan secara luas untuk mencegah penyakit-penyakit kronik seperti obesitas, kanker, dan terapi untuk faktor risiko penyakit kardiovaskular.15,17
Makanan dengan indeks glikemik tinggi menghasilkan peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dan tinggi, sehingga memicu peningkatan laju sekresi insulin. Keadaan hiperglikemia dan hiperinsulinemia postprandial dapat memicu peningkatan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas.17 Untuk sebagian besar makanan, terdapat hubungan yang bermakna antara respon glukosa darah dan respon insulin, ketika terjadi hiperglikemia postprandial maka akan diikuti hiperinsulinemia postprandial. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat mengurangi hiperglikemia dan hiperinsulinemia postprandial.18 Hubungan antara makanan dengan indeks glikemik rendah dan sindrom metabolik dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut:
Menurunkan disfungsi sel beta
Menurunkan hiperinsulinemia Menurunkan asam lemak bebas Menurunkan glikemia Menurunkan risiko kardiovaskular Menurunkan dislipidemia Menurunkan faktor protrombotik Menurunkan disfungsi endotel Menurunkan inflamasi Menurunkan resistensi insulin Makanan dengan indeks glikemik rendah dan sindrom
metabolik
(23)
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik
Secara umum terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik suatu makanan, yaitu faktor individu dan faktor makanan. Faktor individu yang dapat mempengaruhi respon glukosa darah seseorang terhadap makanan antara lain sensitivitas insulin, fungsi sel beta pankreas, motilitas saluran gastrointestinal, metabolisme makanan sebelumnya, usia, jenis kelamin, dan derajat obesitas.5,17
Faktor makanan yang dapat mempengaruhi respon glukosa darah antara lain tingkat gelatinisasi pati, bentuk fisik makanan, rasio amilosa dan amilopektin, serat, gula sederhana, keasaman, protein dan lemak serta tingkat kematangan makanan.3 Mekanisme faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi nilai indeks glikemik dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4. Faktor makanan yang mempengaruhi indeks glikemik.3
Faktor Mekanisme
Tingkat gelatinisasi Semakin sedikit pati yang tergelatinasi, semakin lambat proses pencernaannya.
Bentuk fisik makanan
Lapisan fibrosa pada buncis dan biji-bijian bekerja sebagai barier, sehingga memperlambat enzim untuk memulai pencernaan pati
Rasio amilosa dan amilopektin
Semakin banyak amilosa, pencernaan pati menjadi semakin lambat, berbanding terbalik dengan amilopektin
Kadar serat makanan
Serat terlarut dapat meningkatkan viskositas isi intestinal karena dapat mengikat air dan memperlambat interaksi antara pati dan enzim pencernanya sehingga menyebabkan semakin lambatnya proses absorpsi
Kadar gula sukrosa
Sukrosa tersusun oleh glukosa dan fruktosa, keberadaan sukrosa menghambat gelatinisasi dari molekul pati dengan mengikat air selama proses produksi makanan
Tingkat keasaman Tingkat keasaman makanan memperlambat proses pengosongan lambung
Lemak dan protein Lemak dan protein memperlambat proses pengosongan lambung dan memperlambat proses pencernaan karbohidrat Tingkat kematangan Semakin matang makanan berkarbohidrat, semakin mudah
untuk dicerna dan diabsorpsi
2.1.6 Prosedur Pengukuran Indeks Glikemik
Nilai indeks glikemik diperoleh dengan membandingkan luas area di bawah kurva respon glukosa darah makanan uji dengan makanan standar.
(24)
Makanan uji dan makanan standar yang digunakan mengandung karbohidrat sebanyak 50 gram. Makanan standar yang digunakan adalah glukosa atau roti tawar putih yang mengandung 50 gram karbohidrat.6,19
Kurva respon glukosa darah didapatkan dengan pemeriksaan glukosa darah. Pengambilan darah dilakukan pada kapiler dengan metode finger-prick atau dapat juga dari darah vena. Pengambilan darah melalui kapiler lebih dipilih karena selain lebih mudah, peningkatan kadar glukosa darah pada kapiler lebih tinggi dan lebih sedikit variasi yang didapatkan dibandingkan kadar glukosa darah vena.20
Responden yang diperlukan sekitar 10 orang yang sehat, memiliki IMT normal, tidak hamil atau menyusui, dan tidak memiliki penyakit diabetes melitus atau riwayat gangguan metabolisme glukosa. Sebelum pemeriksaan glukosa darah, responden harus berpuasa sepanjang malam hingga pagi sekitar 10-12 jam tanpa makan apapun selain air putih. Setelah dilakukan pengambilan kadar glukosa darah puasa di pagi harinya (menit ke-0), selanjutnya responden mengkonsumsi satu jenis makanan uji yang mengandung 50 gram karbohidrat kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, dan 120 setelah mengkonsumsi makanan uji. Hasil pengukuran kadar glukosa darah kemudian dibuat sebuah kurva dengan waktu di sumbu x dan kadar glukosa darah di sumbu y, kemudian diukur luas area di bawah kurva tersebut.20 Contoh kurva respon glukosa darah makanan standar dan makanan uji dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut: 60 80 100 120 140 160
0 30 60 90 120
G luk o sa Dar a h (m g /dL ) Waktu (menit) Makanan standar Makanan uji
(25)
2.1.7 Beban Glikemik
Beban Glikemik adalah nilai yang menunjukkan respon glukosa darah setelah mengkonsumsi satu porsi makanan yang mengandung sejumlah karbohidrat. Beban glikemik dihitung dengan mengalikan nilai indeks glikemik makanan dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam satu porsi makanan tersebut kemudian dibagi 100.16 Beban glikemik dapat dijadikan sebagai indikator dari respon glukosa darah dan respon insulin yang diinduksi oleh satu porsi makanan.21 Suatu makanan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai beban glikemiknya. Klasifikasi makanan berdasarkan nilai beban glikemik dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut: Tabel 2.5. Klasifikasi makanan berdasarkan nilai beban glikemik.22,23
Klasifikasi makanan Rentang nilai indeks glikemik
Beban glikemik rendah ≤ 10
Beban glikemik sedang > 10 sampai < 20
Beban glikemik tinggi ≥ 20
Hubungan antara indeks glikemik dan beban glikemik tidak selalu berbanding lurus. Makanan dengan indeks glikemik tinggi dapat saja memiliki beban glikemik yang rendah atau sedang jika dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit. Begitu pula sebaliknya, makanan dengan indeks glikemik rendah akan memiliki beban glikemik sedang atau tinggi jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar. Seharusnya nilai beban glikemik dilabelkan pada kemasan makanan karena beban glikemik lebih menggambarkan pengaruh glikemik setelah mengkonsumsi satu porsi makanan tersebut.15
Makanan dengan indeks glikemik tinggi atau beban glikemik tinggi atau keduanya dapat meningkatkan risiko penyakit kronik yang berhubungan dengan gaya hidup seperti diabetes melitus. Sedangkan makanan dengan indeks glikemik dan beban glikemik rendah sudah direkomendasikan secara luas sebagai terapi dan pencegahan timbulnya diabetes melitus.21
(26)
2.1.8 Biskuit
Biskuit adalah produk bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepung terigu atau jenis tepung lainnya dengan atau tanpa substitusinya, minyak atau lemak, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran, metode pencampuran dan penanganan adonan serta metode pemanggangan. Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya.24
Biskuit diklasifikasikan ke dalam 4 jenis yaitu biskuit keras, krekers, kukis, dan wafer. Biskuit keras merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, dan apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat. Krekers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi, berbentuk pipih, dan rasanya lebih asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya tampak berlapis-lapis. Kukis merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Sementara wafer merupakan biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan jika dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.24
Varian biskuit yang akan diteliti perbedaan indeks glikemik dan beban glikemiknya adalah biskuit isi selai (SLO) yang terbuat dari tepung terigu dan biskuit gandum (RSG) yang terbuat dari tepung gandum. Kedua varian biskuit tersebut termasuk dalam jenis biskuit kukis. Berikut ini beberapa karakteristik yang dimiliki oleh kedua varian biskuit yang tertulis pada label kemasan biskuit: Tabel 2.6. Beberapa karakteristik biskuit isi selai dan biskuit gandum.
Karakteristik SLO RSG
Komposisi utama tepung terigu tepung gandum utuh
Karbohidrat total 24 g (gula 10 g) 13 g (gula 3 g)
Lemak total 4 g 4 g
(27)
2.2 Kerangka Teori
Karbohidrat
Digesti dan absorpsi karbohidrat -Tingkat gelatinisasi
-Bentuk fisik makanan -Amilosa : amilopektin -Derajat keasaman -Serat makanan
-Sensitivitas insulin -Fungsi sel β pankreas -Metabolisme
makanan sebelumnya -Variasi metabolik
Respon glukosa darah pasca absorptif -Gula sederhana
-Lemak -Protein
Karbohidrat/sajian
50 g karbohidrat
Indeks Glikemik
Beban Glikemik
Luas area bawah kurva
(28)
2.3 Kerangka Konsep
-Serat makanan -Gula sederhana -Lemak
-Protein
Indeks Glikemik Kadar glukosa darah dua
jam setelah makan Makanan Uji
Responden
Beban Glikemik Biskuit gandum
Biskuit isi selai
Variabel yang diteliti
(29)
2.3 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat
ukur Cara ukur
Skala ukur Hasil ukur 1 Kadar glukosa darah Hasil absorpsi karbohidrat di saluran pencernaan yang bersirkulasi dalam darah dan dihitung kadarnya dengan pemeriksaan darah selama 2 jam postprandial Blood glucose meter Pengambilan darah kapiler dengan finger prick kemudian diuji dengan test strip blood glucose meter mg/dl Numerik 2 Indeks
glikemik
kemampuan makanan yang mengandung 50 g karbohidrat dalam meningkatkan glukosa darah
-
Membanding kan luas area dibawah kurva setiap makanan uji dengan makanan standar dan dikali 100% %
3 Beban glikemik Kemampuan satu porsi makanan yang mengandung sejumlah karbohidrat dalam meningkatkan glukosa darah - IG dikali jumlah karbohidrat dalam satu porsi makanan dan dibagi 100
(30)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan indeks glikemik dan beban glikemik di antara dua varian biskuit.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2014 di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua mahasiswa PSPD angkatan 2012 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.4 Besar dan Cara pengambilan Responden
Responden dalam penelitian berjumlah 10 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pemilihan responden dilakukan dengan cara consecutive sampling.25 Pada responden dilakukan anamnesis yang meliputi identitas diri, riwayat penyakit, pemeriksaan tanda vital, pengukuran berat badan dan tinggi badan. Responden juga menjalani screening terhadap gangguan metabolisme glukosa darah dengan pemeriksaan glukosa darah puasa berdasarkan prosedur
screening menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.26 Responden yang telah memenuhi semua kriteria inklusi dan bersedia mengikuti penelitian ini kemudian mengisi lembar informed concent.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi serta Drop Out
3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Responden memiliki IMT normal menurut kriteria Asia-Pasifik.27
(31)
b. Responden tidak menderita diabetes melitus atau memiliki riwayat gangguan metabolisme glukosa.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
a. Responden yang memiliki riwayat gangguan pembekuan darah atau riwayat perdarahan sulit berhenti.
b. Responden memiliki riwayat alergi terhadap makanan standar dan makanan uji.
3.4.3 Kriteria Drop Out
a. Responden menderita sakit yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan glukosa darah.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
a. Satu set lengkap alat pemeriksaan glukosa darah (gluco.Dr). b. Sampel darah kapiler responden pada setiap waktu pengambilan. c. Makanan uji yaitu biskuit isi selai dan biskuit gandum.
(32)
3.7 Alur Penelitian
3.8 Prosedur Kerja Penelitian
a. Responden menjalani puasa sekitar 10-12 jam di malam hari sebelum dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada pagi harinya.
Mahasiswa PSPD 2012
Memenuhi kriteria inklusi Populasi
Responden 10 orang
Pemeriksaan pertama*
Persiapan sebelum pemeriksaan: puasa sekitar 10-12 jam di malam hari, makan dengan porsi normal sebelum puasa, tidak melakukan aktivitas berat
Pemeriksaan kedua* Pemeriksaan ketiga*
Penghitungan luas area di bawah kurva makanan standar dan makanan uji Pemeriksaan glukosa darah kapiler pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120 Roti tawar putih Biskuit isi selai Biskuit gandum
Penentuan indeks glikemik
Penentuan beban glikemik
(33)
b. Responden sebelumnya diminta untuk tidak beraktivitas berat dan makan dengan porsi normal sebelum puasa di malam hari.
c. Responden mengkonsumsi makanan standar atau makanan uji sampai habis dalam waktu kurang dari 10 menit.
d. Responden diperbolehkan untuk minum air putih maksimal 250 ml selama mengkonsumsi makanan.
e. Darah responden diambil dari pembuluh kapiler pada ujung jari sebelum mengkonsumsi makanan (menit ke-0), dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120 setelah mengkonsumsi makanan.
f. Kadar glukosa darah responden dicatat pada setiap waktu pemeriksaan, dan dimasukkan ke dalam kurva respon glukosa darah.
g. Menghitung luas area di bawah kurva masing-masing makanan uji dan makanan standar.
h. Menghitung nilai indeks glikemik setiap makanan uji. i. Menghitung nilai beban glikemik setiap makanan uji.
3.9 Rencana Pengolahan dan Analisis Data
Hasil pemeriksaan respon glukosa darah pada responden akan disajikan dalam bentuk tabel dan kurva. Luas area di bawah kurva dihitung melalui metode trapezoid menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Metode trapezoid dilakukan dengan cara menjumlahkan semua luas bangun trapezium dalam kurva respon glukosa darah. Luas bangun trapezium dihitung dengan rumus:
Untuk menentukan nilai indeks glikemik (IG) dan beban glikemik (BG) dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah dua sisi sejajar Luas trapezium =
2
(34)
Penelitian ini akan dilakukan analisis data statistik dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 22.Untuk menguji normalitas data akan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah responden kurang dari 50 orang. Selanjutnya jika data terdistribusi normal akan dilakukan uji Paired T Test, sedangkan jika data tidak terdistribusi normal akan dilakukan uji Friedman.28 IG = Luas area di bawah kurva glukosa darah makanan uji
Luas area di bawah kurva glukosa darah makanan standar
X 100 %
BG =
IG x karbohidrat total satu porsi makanan uji 100
(35)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian
No. Nama
Jenis kelamin (L/P) Usia (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (m) IMT (kg/m²) Glukosa darah puasa (mg/dL)
1 FYM L 20 55,8 1,67 20,0 94
2 IRF L 21 54,3 1,68 19,2 74
3 NPR P 18 52,6 1,59 20,8 83
4 FAH L 19 62,4 1,69 21,8 79
5 HPS P 20 52,7 1,53 22,5 90
6 ANJ L 19 53,8 1,70 18,6 67
7 KHO L 20 55,2 1,69 19,3 96
8 KHN P 20 46,5 1,57 18,9 78
9 ANF P 18 53,8 1,57 21,8 87
10 ABM P 20 54,4 1,56 22,4 73
RERATA 19,5 54,15 1,63 20,53 82,1
SD 0,97 1,51 9,57
Rerata usia responden dalam penelitian ini adalah 19,5 tahun (SD±0,97). Usia responden merupakan faktor dapat mempengaruhi respon glukosa darah akibat perbedaan laju metabolisme tubuh sehingga distribusi usia responden harus normal. Rerata IMT responden adalah 20,53 (SD±1,51) dan termasuk dalam ketegori normal menurut klasifikasi status gizi berdasarkan IMT Asia Pasifik. Responden juga tidak memiliki gangguan metabolisme glukosa darah karena rerata dari hasil pemeriksaan GDP masih dalam batas normal yaitu 82,1 (SD±9,57).
(36)
4.2 Makanan Standar dan Makanan Uji
Makanan standar pada penelitian ini adalah roti tawar putih (RTP). Sedangkan makanan uji terdiri dari dua jenis biskuit yaitu biskuit isi selai (SLO) dan biskuit gandum (RSG). Kedua jenis biskuit ini dipilih berdasarkan komposisinya yang kemungkinan dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik. Biskuit SLO terbuat dari tepung terigu dan biskuit RSG terbuat dari tepung gandum. Perbandingan kadar serat tepung terigu dan tepung gandum berdasarkan aplikasi NutriSurvey2007 adalah 5,2 g berbanding 10,0 g dalam jumlah sajian yang sama. Perbedaan kadar serat pada kedua jenis tepung tersebut dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik.
Makanan standar dan makanan uji yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dalam bentuk jadi dan siap saji, dalam hal ini peneliti tidak melakukan proses pengolahan tambahan terhadap makanan standar dan makanan uji. Komposisi zat gizi makanan standar dan makan uji dalam satu porsi dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2. Komposisi zat gizi makanan standar dan makanan uji dalam satu porsi
Makanan Sajian (g)
Karbohidrat
total (g) Gula (g) Serat (g)
Protein (g)
Lemak total (g)
RTP 80 34 3 2 6 3
SLO 32 24 10 5,2 2 4
RSG 19,5 13 3 10 2 4
Sebelum dikonsumsi sebagai makanan standar dan makan uji, makanan-makanan tersebut harus ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan porsi yang diperlukan agar mengandung 50 gram karbohidrat pada masing-masing makanan. Analisis zat gizi makanan standar dan makanan uji didapatkan berdasarkan informasi nilai gizi yang terdapat pada label kemasan masing-masing makanan. Analisis zat gizi makanan standar dan makanan uji tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:
(37)
Tabel 4.3. Analisis zat gizi makanan standar dan makanan uji
Makanan Sajian (g) Karbohidrat total (g) Gula (g) Serat
(g) Protein (g)
Lemak total (g)
RTP 117,6 50 4,4 2,9 8,8 4,4
SLO 66,7 50 20,8 10,8 4,2 8,3
RSG 75 50 11,5 38,5 7,7 15,4
4.3 Respon Glukosa Darah
Rata-rata hasil pemeriksaan glukosa darah setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah pemberian satu jenis makanan pada responden dapat dilihat pada tabel dan kurva berikut:
Tabel 4.4. Rerata kadar glukosa darah
Makanan Waktu (menit)
0 15 30 45 60 90 120
RTP Rerata 87,6 107,2 125,7 131,7 130,3 116,8 110,5 SD 8,81 12,41 10,99 10,54 6,83 9,34 9,33 SLO Rerata 88,0 105,5 125,6 136,6 134,6 122,5 113,5
SD 14,43 13,63 18,71 11,16 7,71 8,98 11,35 RSG Rerata 84,1 103,0 117,5 119,5 114,6 103,4 94,1
SD 10,61 13,39 14,09 9,91 10,69 9,47 4,43
Gambar 4.1. Kurva respon glukosa darah
60,0 80,0 100,0 120,0 140,0 160,0
0 30 60 90 120
G luk o sa Dar a h (m g /dL ) Waktu (menit)
Kurva Respon Glukosa Darah
RTP SLO RSG
(38)
Pada kurva respon glukosa darah dalam 120 menit setelah pemberian tiga jenis makanan, semuanya mencapai titik puncaknya pada menit ke-45. Jika kurva SLO dibandingkan dengan kurva RTP maka terlihat bahwa titik puncak kurva SLO lebih tinggi dan pada menit ke-120 juga masih lebih tinggi. Keadaan ini disebabkan karena kandungan gula sederhana pada SLO lebih tinggi daripada RTP sehingga kenaikan kurva SLO lebih tinggi daripada RTP. Kandungan protein yang tinggi pada RTP dan kandungan lemak yang tinggi pada SLO sama-sama meningkatkan sekresi insulin pada kedua makanan tersebut.
Jika kurva RSG dibandingkan dengan kurva RTP dan SLO maka kurva RSG adalah yang paling rendah baik pada titik puncak maupun pada menit ke-120. Kandungan protein pada RSG dan RTP tidak berbeda secara signifikan, namun protein RSG lebih tinggi daripada SLO sehingga kurva RSG menjadi lebih rendah. Kandungan lemak pada RSG paling tinggi diantara tiga jenis makanan tersebut sehingga lemak juga memberikan efek menurunkan respon glukosa darah kurva RSG dengan meningkatkan sekresi insulin sehingga kadar glukosa darah menurun. Kandungan gula sederhana pada RSG lebih rendah daripada SLO sehingga kurva RSG juga lebih rendah. Walaupun kandungan gula RSG lebih tinggi daripada RTP, namun kandungan serat pada RSG paling tinggi diantara ketiga jenis makanan tersebut sehingga kandungan serat tersebut dapat menurunkan respon glukosa darah pada kurva RSG.
Pada kurva respon glukosa darah terlihat bahwa kenaikan kadar glukosa darah lebih besar daripada penurunannya. Besarnya kenaikan dan penurunan glukosa darah dapat ditampilkan dalam bentuk persentase kenaikan dan penurunan kadar glukosa darah. Persentase kenaikan dan penurunan kadar glukosa darah dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Persentase kenaikan dan penurunan kadar glukosa darah
Makanan Persentase kenaikan dan penurunan glukosa darah (%)
15' 30' 45' 60' 90' 120'
RTP 22,4 43,5 50,3 -1,1 -11,3 -16,1
SLO 19,9 42,7 55,2 -1,5 -10,3 -16,9
(39)
Persentase kenaikan kadar glukosa darah terbesar adalah SLO (55,2%) diikuti RTP (50,3%) dan RSG (42,1%). Sedangkan persentase penurunan kadar glukosa darah terbesar adalah RSG (-21,3%) diikuti SLO (-16,9%) dan RTP (-16,1%). Kurva RSG menurun hampir mendekati titik awal glukosa darah puasa, sehingga kemungkinan akan lebih cepat terasa lapar kembali. Sedangkan penurunan kurva RTP dan SLO masih cukup jauh diatas titik awal glukosa darah puasanya sehingga kemungkinan akan lebih lama terasa lapar kembali.
4.4 Indeks Glikemik
Perhitungan luas area di bawah kurva dihitung dengan menggunakan metode trapezoid. Hasil rata-rata nilai indeks glikemik setiap makanan dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6. Rerata nilai indeks glikemik
Makanan Indeks Glikemik (%) Klasifikasi P-value*
SLO 102,53 Tinggi
0,000
RSG 90,22 Tinggi
*berdasarkan uji statistik Paired T Test
Indeks glikemik biskuit SLO adalah 102,53% (SD±4,76%), sedangkan biskuit RSG sebesar 90,22% (SD±4,49%). Kedua makanan tersebut masuk dalam klasifikasi indeks glikemik tinggi. Terdapat perbedaan indeks glikemik yang bermakna antara biskuit SLO dan biskuit RSG (P-value 0,000).
4.5 Beban Glikemik
Perhitungan nilai beban glikemik dapat dilakukan setelah nilai indeks glikemik masing-masing makanan diketahui. Hasil rata-rata nilai beban glikemik setiap makanan dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7. Rerata nilai beban glikemik
Makanan Beban Glikemik Klasifikasi P-value*
SLO 24,61 Tinggi
0,000
RSG 11,73 Sedang
(40)
Beban glikemik biskuit SLO adalah 24,61 (SD±1,14) dan makanan uji RSG sebesar 11,73 (SD±0,58). Biskuit SLO masuk dalam klasifikasi beban glikemik tinggi, sedangkan biskuit RSG masuk dalam klasifikasi beban glikemik sedang. Terdapat perbedaan beban glikemik yang bermakna antara biskuit SLO dan biskuit RSG (P-value 0,000).
Berdasarkan nilai dan klasifikasi indeks glikemik dan beban glikemik setiap makanan uji pada penelitian ini, maka biskuit isi selai (SLO) tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh penderita gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus karena memiliki indeks glikemik dan beban glikemik yang tinggi. Sedangkan biskuit gandum (RSG) walaupun memiliki indeks glikemik tinggi tetapi beban glikemiknya masih dalam klasifikasi sedang, sehingga RSG masih boleh dikonsumsi namun tidak melebihi porsi yang telah ditentukan dalam label kemasan biskuit tersebut.
4.6 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini masih terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan bagi peneliti sehingga mempengaruhi proses dan hasil penelitian. Pada penelitian ini, pemeriksaan glukosa darah setiap makanan hanya dilakukan satu kali sehingga menyulitkan perhitungan indeks glikemik yang lebih akurat. Padahal pada penelitian indeks glikemik lebih baik dilakukan pemeriksaan glukosa darah setiap makanan sebanyak 2 kali atau lebih pada setiap responden untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.20 Selain itu pemantauan terhadap responden sulit dilakukan terutama untuk membatasi aktivitas fisik di malam hari saat puasa dan memantau porsi makan normal sebelum puasa.
(41)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks glikemik biskuit isi selai (SLO) dan biskuit gandum (RSG) masuk dalam klasifikasi indeks glikemik tinggi.
2. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa beban glikemik biskuit isi selai (SLO) masuk dalam klasifikasi beban glikemik tinggi, sedangkan beban glikemik biskuit gandum (RSG) masuk dalam klasifikasi beban glikemik sedang.
3. Terdapat perbedaan yang bermakna antara indeks glikemik biskuit isi selai (SLO) dan biskuit gandum (RSG).
4. Terdapat perbedaan yang bermakna antara beban glikemik biskuit isi selai (SLO) dan biskuit gandum (RSG).
5. Biskuit gandum (RSG) lebih aman dikonsumsi penderita diabetes melitus daripada biskuit isi selai (SLO).
5.2 Saran
1. Untuk menghasilkan nilai indeks glikemik dan beban glikemik yang lebih akurat, maka pemeriksaan respon glukosa darah setiap makanan sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pada setiap responden.
2. Perlu dilakukan pengawasan yang lebih baik terhadap responden agar mengkonsumsi makanan dengan porsi normal sebelum puasa di malam hari dan tidak melakukan aktivitas berat saat puasa dan selama pemeriksaan glukosa darah.
(42)
3. Mengingat masih sangat banyak varian biskuit belum diteliti, maka perlu dilakukan penelitian mengenai indeks glikemik dan beban glikemik pada varian biskuit lainnya.
4. Penderita gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus tidak direkomendasikan mengkonsumsi biskuit isi selai (SLO) karena memiliki indeks glikemik dan beban glikemik yang tinggi. Sedangkan biskuit gandum (RSG) walaupun memiliki indeks glikemik yang tinggi tetapi nilai beban glikemiknya tergolong sedang, sehingga masih boleh dikonsumsi namun tidak melebihi porsi yang telah ditentukan pada label kemasan biskuit gandum tersebut.
5. Produsen biskuit SLO dan RSG perlu mencantumkan nilai indeks glikemik dan beban glikemik pada label kemasan produk.
(43)
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Bidang Biomedis. Jakarta: Balitbangkes Deskes RI. 2013.
2. Reis JP, Loria CM, Sorlie PD. Lifestyle Factors and Risk for New-Onset Diabetes: A Population-Based Cohort Study. Ann Intern Med 2011 September 6; 155(5): hal. 292-299.
3. Kalergis M, Grandpre ED, Andersons C. The Role of the Glycemic Index in the Prevention and Management of Diabetes: A Review and Discussion. Canadian Journal of Diabetes 2005; 29(1): hal. 27-38.
4. Barasi ME. At a Glance Ilmu Gizi: Karbohidrat dalam Diet. Edisi 5. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2009.
5. Jenkins DJ, Kendall CW, Augustin LS. Glycemic Index: Overview of Implications in Health and Disease. Am J Clin Nutr 2002; 76(suppl): 266S-73S.
6. Riccardi G, Rivellese AA, Giacco R. Role of Glycemic Index and Glycemic Load in the Healthy State, in Prediabetes, and in Diabetes. Am J Clin Nutr 2008; 87(suppl): 269S-74S.
7. Foster-Powell K, Holt SH, Brand-Miller JC. International Table of Glycemic Index and Glycemic Load Values. Am J Clin Nutr 2002: 76:5-56.
8. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokomia Harper. Edisi 27. Wulandari N, editor. Jakarta: EGC; 2009.
9. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2006.
10. Sherwood L. Human Physiology: from Cells to Systems. 7th ed. USA: Brooks; 2010.
11. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Widyastuti P, editor. Jakarta: EGC; 2004.
12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007.
13. Ganong WF. Review of Medical Physiology. 21st ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2005.
(44)
14. Kathleen M, Margie GL. Krause’s Food and Nutrition Therapy. 12th ed. Missouri: Elsevier Mosby; 2008.
15. Venn B, Green T. Glycemic Index and Glycemic Load: Measurement Issues and Their Effect on Diet-Disease Relationships. Eur J Clin Nutr 2007; 61(suppl): S122-S131.
16. Brown JE. Nutrition Through the Life Cycle. 2nd ed. USA: Thompson Wadsworth; 2008.
17. Xavier F, Sunyer P. Glycemic Index and Disease. Am J Clin Nutr 2002; 76(suppl): 290S-8S.
18. Radulian G, Rusu E, Dragomir A, Posea M. Metabolic Effects of Low Glycemic Index Diets. Nutrition Journal 2009 January; 8(5).
19. Monro JA, Shaw M. Glycemic Impact, Glycemic Glucose Equivalents, Glycemic Index and Glycemic Load: Definitions, Distinctions, and Implications. Am J Clin Nutr 2008; 87(suppl): 237S-43S.
20. Wolever TM, Brand-Miller JC, Abernethy J. Measuring the Glycemic Index of Foods: Interlaboratory Study. Am J Clin Nutr 2008; 87(suppl): 247S-57S. 21. Barclay AW, Petocz P, Brand-Miller JC. Glycemic Index, Glycemic Load
and Chronic Disease Risk: A Meta-Analysis of Observational Studies. Am J Clin Nutr 2008; 87: 627-37.
22. Nix S. William’s Basic Nutrition and Diet Therapy. Missouri: Elsevier Mosby; 2005.
23. Thompson J, Manore M. Nutrition: An Applied Approach. 2nd edi. USA: Pearson Education Publishing; 2007.
24. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-2973: Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta: BSN. 2011.
25. Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2010.
26. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI; 2011. 27. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
(45)
28. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat dan Multivariat. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.
(46)
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Surat Persetujuan Responden
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Setelah saya mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat penelitian,
serta prosedur yang harus dilakukan oleh responden dalam penelitian PERBEDAAN
INDEKS GLIKEMIK DAN BEBAN GLIKEMIK DUA VARIAN BISKUIT, maka
saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : ... Alamat : ... Telp/HP : ... Prodi : ... Semester:... dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden penelitian dan bersedia untuk menjalani pemeriksaan glukosa darah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian, dengan catatan bahwa semua data mengenai identitas diri saya dijamin kerahasiaannya. Selanjutnya bila suatu saat dalam masa penelitian, saya merasa dirugikan dalam penelitian ini, saya berhak untuk mengundurkan diri dalam penelitian ini serta membatalkan persetujuan yang telah saya buat ini tanpa sanksi apapun dari pihak manapun.
Ciputat, ... 2014
Mengetahui,
Yang membuat pernyataan Peneliti
(47)
Lampiran 2
Lembar Status Kesehatan Responden
LEMBAR ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
PERBEDAAN INDEKS GLIKEMIK DAN BEBAN GLIKEMIK DUA VARIAN BISKUIT
Nama :
Usia :
BB :
TB :
IMT :
Tanda vital
- Tekanan darah :
- Frekuensi nafas :
- Frekuensi nadi :
- Suhu tubuh :
GDP :
Riwayat penyakit:
- Apakah anda menderita diabetes mellitus?
( ya / tidak )
- Apakah dalam keluarga anda ada yang memiliki riwayat diabetes mellitus?
( ya / tidak ). Jika ya, siapa?
- Apakah anda pernah mengalami luka dengan perdarahan yang sulit berhenti?
( ya / tidak )
- Apakah anda alergi terhadap makanan tertentu?
(48)
Lampiran 3
Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik
Untuk menentukan status gizi responden digunakan dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus:
(49)
Lampiran 4
Data Hasil Pemeriksaan Responden
No Nama Usia BB (kg)
TB
(m) IMT GDP FP (x/m)
FN (x/m)
TD (mmHg)
1 FYM 20 55,8 1,67 20,0 94 18 78 110/70
2 IRF 21 54,3 1,68 19,2 74 20 91 120/80
3 NPR 18 52,6 1,59 20,8 83 18 87 110/70
4 FAH 19 62,4 1,69 21,8 79 15 76 110/70
5 HPS 20 52,7 1,53 22,5 90 17 90 120/80
6 ANJ 19 53,8 1,70 18,6 67 16 73 100/70
7 KHO 20 55,2 1,69 19,3 96 17 87 120/90
8 KHN 20 46,5 1,57 18,9 78 18 94 110/80
9 ANF 18 53,8 1,57 21,8 87 20 86 110/70
(50)
Lampiran 5
Analisis Gizi dan Perhitungan Jumlah makanan
Makanan Sajian (g) Karbohidrat total (g) Gula (g) Protein (g)
Lemak total (g)
RTP 80 34 3 6 3
SLO 32 24 10 2 4
RSG 19,5 13 3 2 4
Makanan-makanan yang digunakan dalam penelitian indeks glikemik harus mengandung karbohidrat sebesar 50 gram. Berdasarkan informasi nilai gizi yang tercantum pada masing kemasan makanan, maka perhitungan masing-masing makanan yang dibutuhkan untuk setiap pemeriksaan glukosa darah dalam penelitian ini adalah:
1. Setiap 80 gram roti tawar putih (RTP) mengandung 34 gram karbohidrat. Untuk mendapatkan jumlah RTP yang mengandung 50 gram karbohidrat, maka dibutuhkan 117,6 gram RTP. RTP = (80 x 50) / 34 = 117,6 gram
2. Setiap 32 gram biskuit isi selai (SLO) mengandung 24 gram karbohidrat. Untuk mendapatkan jumlah SLO yang mengandung 50 gram karbohidrat, maka dibutuhkan 66,7 gram SLO. SLO = (32 x 50) / 24 = 66,7 gram
3. Setiap 19,5 gram biskuit gandum (RSG) mengandung 13 gram karbohidrat. Untuk mendapatkan jumlah RSG yang mengandung 50 gram karbohidrat, maka dibutuhkan 75 gram RSG. RSG = (19,5 x 50) / 13 = 75 gram
Makanan Jumlah sajian (g)
Karbohidrat total (g)
Gula
(g) Protein (g)
Lemak total (g)
RSG 117,6 50 4,4 8,8 4,4
SLO 66,7 50 20,8 4,2 8,3
(51)
Lampiran 6
Perhitungan Luas Area di Bawah Kurva
Luas area di bawah kurva respon glukosa darah dihitung dengan menggunakan metode trapezoid. Luas =[(sisi1+sisi2)÷2] x tinggi
A B C D E F
A B C D E F
(52)
(lanjutan)
Perhitungan Luas Area di Bawah Kurva
Perhitungan luas area di bawah kurva pada salah satu responden (FYM).
RTP
Bangun Sisi 1 Sisi 2 Tinggi Luas Area
A 93 122 15 1612,5
B 122 128 15 1875
C 128 143 15 2032,5
D 143 132 15 2062,5
E 132 108 30 3600
F 108 111 30 3285
Total Luas Area 14467,5
SLO
Bangun Sisi 1 Sisi 2 Tinggi Luas Area
A 106 116 15 1665
B 116 152 15 2010
C 152 136 15 2160
D 136 139 15 2062,5
E 139 124 30 3945
F 124 119 30 3645
Total Luas Area 15487,5
RSG
Bangun Sisi 1 Sisi 2 Tinggi Luas Area
A 91 128 15 1642,5
B 128 131 15 1942,5
C 131 110 15 1807,5
D 110 115 15 1687,5
E 115 112 30 3405
F 112 97 30 3135
(53)
Lampiran 7
Perhitungan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik
Perhitungan IG dan BG makanan standar dan makanan uji pada salah satu responden (FYM).
IG = [ luas area makanan uji ÷ luas area makanan standar ] x 100 %
FYM
Makanan Luas Area Indeks Glikemik
RTP 14467,5 100
SLO 15487,5 107,05
RSG 13620 94,14
BG = [ IG x karbohidrat per sajian ] ÷ 100
FYM
Makanan Indeks Glikemik karbohidrat
per sajian (g) Beban Glikemik
RTP 100 34 34
SLO 107,05 24 25,69
(54)
Lampiran 8
Rerata Indeks Glikemik dan Beban Glikemik
No. Nama
RTP
SLO
RSG
IG BG IG BG IG BG
1 FYM 100 34 107,05 25,69 94,14 12,24
2 IRF 100 34 105,43 25,30 88,23 11,47
3 NPR 100 34 97,10 23,30 80,68 10,49
4 FAH 100 34 98,62 23,67 93,11 12,10
5 HPS 100 34 109,04 26,17 95,56 12,42
6 ANJ 100 34 103,79 24,91 87,62 11,39
7 KHO 100 34 95,93 23,02 90,29 11,74
8 KHN 100 34 107,99 25,92 95,06 12,36
9 ANF 100 34 99,22 23,81 88,64 11,52
10 ABM 100 34 101,08 24,26 88,86 11,55
(55)
Lampiran 9
Dokumentasi Penelitian
Makanan standar roti tawar putih Biskuit isi selai dan biskuit gandum
(56)
Lampiran 10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Abdul Jafar Sidik TTL : Brebes, 23 April 1992
Alamat : Desa Cipelem RT 002 / RW 005, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Handphone : 0812 8521 2602
Email : [email protected] [email protected] Riwayat Pendidikan:
1. SD Negeri 01 Cipelem Brebes (1999-2005) 2. MTs Nurul Huda Jubang Brebes (2005-2008) 3. SMA Darul Ulum 2 Unggulan Jombang (2008-2011) 4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2011-sekarang)
(1)
Lampiran 6
Perhitungan Luas Area di Bawah Kurva
Luas area di bawah kurva respon glukosa darah dihitung dengan
menggunakan metode trapezoid. Luas = [(sisi1+sisi2)÷2] x tinggi
A B C D E F
A B C D E F
(2)
Perhitungan Luas Area di Bawah Kurva
Perhitungan luas area di bawah kurva pada salah satu responden (FYM).
RTP
Bangun Sisi 1 Sisi 2 Tinggi Luas Area
A 93 122 15 1612,5
B 122 128 15 1875
C 128 143 15 2032,5
D 143 132 15 2062,5
E 132 108 30 3600
F 108 111 30 3285
Total Luas Area 14467,5
SLO
Bangun Sisi 1 Sisi 2 Tinggi Luas Area
A 106 116 15 1665
B 116 152 15 2010
C 152 136 15 2160
D 136 139 15 2062,5
E 139 124 30 3945
F 124 119 30 3645
Total Luas Area 15487,5
RSG
Bangun Sisi 1 Sisi 2 Tinggi Luas Area
A 91 128 15 1642,5
B 128 131 15 1942,5
C 131 110 15 1807,5
D 110 115 15 1687,5
E 115 112 30 3405
F 112 97 30 3135
(3)
Lampiran 7
Perhitungan Indeks Glikemik dan Beban Glikemik
Perhitungan IG dan BG makanan standar dan makanan uji pada salah
satu responden (FYM).
IG = [ luas area makanan uji ÷ luas area makanan standar ] x 100 %
FYM
Makanan Luas Area Indeks Glikemik
RTP 14467,5 100
SLO 15487,5 107,05
RSG 13620 94,14
BG = [ IG x karbohidrat per sajian ] ÷ 100
FYM
Makanan Indeks Glikemik karbohidrat
per sajian (g) Beban Glikemik
RTP 100 34 34
SLO 107,05 24 25,69
(4)
Rerata Indeks Glikemik dan Beban Glikemik
No. Nama
RTP
SLO
RSG
IG BG IG BG IG BG
1 FYM 100 34 107,05 25,69 94,14 12,24
2 IRF 100 34 105,43 25,30 88,23 11,47
3 NPR 100 34 97,10 23,30 80,68 10,49
4 FAH 100 34 98,62 23,67 93,11 12,10
5 HPS 100 34 109,04 26,17 95,56 12,42
6 ANJ 100 34 103,79 24,91 87,62 11,39
7 KHO 100 34 95,93 23,02 90,29 11,74
8 KHN 100 34 107,99 25,92 95,06 12,36
9 ANF 100 34 99,22 23,81 88,64 11,52
10 ABM 100 34 101,08 24,26 88,86 11,55
(5)
Lampiran 9
Dokumentasi Penelitian
Makanan standar roti tawar putih
Biskuit isi selai dan biskuit gandum
(6)