BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu makronutrien yang sangat penting dan berperan sebagai sumber energi utama bagi tubuh manusia. Karbohidrat dapat
diklasifikasikan berdasarkan jumlah unit monosakarida yang tergabung di dalamnya menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida.
4
1. Monosakarida
Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih sederhana lagi. Beberapa jenis monosakarida antara
lain glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa adalah monosakarida yang terpenting bagi tubuh, sebagian besar karbohidrat dalam makanan yang
diserap ke dalam aliran darah berupa glukosa, dan monosakarida lain diubah menjadi glukosa melalui metabolisme di hati.
8,9
2. Disakarida
Disakarida merupakan produk dari kondensasi atau penggabungan dua unit monosakarida.
8
Beberapa jenis disakarida antara lain maltosa, sukrosa dan laktosa. Maltosa tersusun dari dua unit glukosa dan didapatkan terutama dari
biji-bijian yang berkecambah. Dalam jumlah kecil, maltosa terdapat dalam biskuit, sereal sarapan, dan minuman yang mengandung malt. Sukrosa adalah
disakarida yang paling umum dalam makanan, tersusun atas satu unit glukosa dan satu unit fruktosa. Sukrosa dapat diperoleh dari dari gula tebu, madu,
buah-buahan, dan sayuran. Sedangkan laktosa yang tersusun atas satu unit glukosa dan satu unit galaktosa berada dalam keadaan bebas dalam air susu
mamalia.
4
Reaksi hidrolisis molekul maltosa menjadi dua molekul glukosa dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:
4
Gambar 2.1. Hidrolisis molekul maltosa menjadi dua molekul glukosa dengan penambahan H
2
O di tempat ikatan.
10
3. Oligosakarida
Oligosakarida adalah produk dari penggabungan tiga sampai sepuluh monosakarida. Sebagian besar oligosakarida tidak dicerna oleh enzim dalam
tubuh manusia.
8
Beberapa jenis oligosakarida seperti stakiosa, rafinosa, dan inulin diperoleh dari makanan nabati seperti bawang putih, bawang bombay
dan kacang polong.
4
4. Polisakarida
Polisakarida tersusun dari lebih dari sepuluh unit monosakarida. Secara tradisional polisakarida terbagi atas bentuk yang dapat dicerna seperti zat pati
dan dekstrin, dan bentuk yang tidak dapat dicerna seperti selulosa dan lignin. Makanan sumber zat pati antara lain kentang, serealia, dan kacang-kacangan.
4
2.1.2 Pencernaan dan Penyerapan Karbohidrat
Makanan yang dikunyah di dalam mulut akan bercampur dengan saliva dari kelenjar parotis yang mengandung enzim amilase. Enzim amilase
menghidrolisis polisakarida menjadi disakarida maltosa, namun hanya sekitar 5 yang terhidrolisis di dalam mulut. Pencernaan karbohidrat berlanjut ketika
makanan berada di fundus dan korpus lambung sebelum bercampur dengan asam lambung. Aktivitas enzim amilase dihambat oleh sekresi asam lambung yang
memiliki pH dibawah 4,0. Proses pencernaan karbohidrat kemudian berlanjut setelah kimus masuk ke usus halus. Di doudenum, kimus bercampur dengan
enzim amilase pankreas dan terjadi proses hidrolisis polisakarida menjadi disakarida dan polimer-polimer glukosa. Di jejunum dan ileum, disakarida yang
telah terbentuk sebelumnya akan dihidrolisis oleh enzim disakaridase laktase, sukrase, maltase,
ɑ-dekstrinase yang dihasilkan sel epitel usus halus. Enzim-
enzim tersebut akan menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, maltosa dan polimer-polimer kecil glukosa
menjadi molekul-molekul glukosa di microvilli brush border usus halus. Hasil akhir proses hidrolisis adalah monosakarida lebih dari 80 berupa glukosa yang
terlarut dalam air dan selanjutnya akan diabsorpsi oleh epitel usus halus ke sirkulasi darah melalui vena porta.
10,11
2.1.3 Kontrol Glukosa Darah
Kadar glukosa darah normal adalah sekitar 80-90 mgdl pada orang sehat setiap pagi sebelum sarapan. Setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat, kadar glukosa darah meningkat hingga mencapai sekitar 120-140 mgdl pada jam pertama, namun akan kembali normal dalam 2 jam setelah
absorpsi karbohidrat. Pada penderita diabetes melitus, kadar glukosa darah setelah makan akan meningkat lebih dari 140 mgdl.
12
Perbandingan kurva toleransi glukosa darah pada orang normal dan penderita diabetes melitus dapat dilihat
pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Kurva toleransi glukosa pada orang normal dan penderita diabetes melitus.
12
Proses-proses metabolisme yang berlangsung untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap stabil merupakan salah satu mekanisme
homeostasis. Saat kadar glukosa darah tinggi akan terjadi proses glikolisis dan glikogenesis sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah. Sedangkan saat
kadar glukosa darah rendah akan terjadi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis untuk meningkatkan kadar glukosa darah.
10
Proses-proses metabolisme tersebut dijelaskan dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Proses-proses metabolisme glukosa.
10,11
Proses metabolisme Jenis Proses Reaksi
Konsekuensi Glikogenolisis
katabolisme glikogen → glukosa
glukosa darah naik Glikolisis
katabolisme glukosa
→ ATP glukosa darah turun
Glukoneogenesis anabolisme
asam amino → glukosa glukosa darah naik
asam lemak → glukosa
Proses metabolisme glukosa melibatkan beberapa hormon yang berperan penting dalam pengaturan kadar glukosa darah. Berikut ini beberapa mekanisme
hormonal yang mengatur kadar glukosa darah: 1. Fungsi insulin dan glukagon sebagai sistem kontrol yang menjaga kadar
glukosa darah dalam kisaran normal. Ketika kadar glukosa darah meningkat terlalu tinggi, insulin disekresikan untuk menurunkan kadar glukosa darah
agar kembali normal. Sebaliknya, penurunan kadar glukosa darah akan menstimulasi sekresi glukagon untuk meningkatkan kadar glukosa darah agar
kembali dalam kisaran normal. Pada kondisi normal mekanisme umpan balik insulin lebih penting daripada glukagon, namun pada kondisi kelaparan atau
setelah latihan fisik berat mekanisme glukagon juga sangat diperlukan.
12,13
2. Pada keadaan hipoglikemia berat, kadar glukosa darah yang sangat rendah menstimulasi hipotalamus untuk mengaktifkan sistem saraf simpatik. Hormon
epinefrin yang disekresi kelenjar adrenal menstimulasi sekresi glukagon untuk membebaskan glukosa lebih lanjut dari hati agar tidak terjadi
hipoglikemia berat.
12,13
3. Hormon pertumbuhan dan kortisol disekresikan akibat hipoglikemia yang berkepanjangan. Kedua hormon ini menurunkan laju penggunaan glukosa
oleh sel-sel tubuh, dan meningkatkan laju penggunaan lemak tubuh sebagai energi. Mekanisme ini untuk membantu kadar glukosa darah kembali pada
kisaran normalnya.
12,13
Mekanisme-mekanisme hormonal di atas dapat dijelaskan secara rinci pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2. Hormon-hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa.
10
Hormon Efek terhadap
glukosa Rangsangan utama
untuk sekresi Peran dalam metabolisme
Insulin + Ambilan glukosa
+ Glikogenesis - Glikogenolisis
- Glukoneogenesis + Glukosa darah
+ Asam amino darah Regulator utama siklus
absorptif dan pasca- absorptif
Glukagon + Glikogenolisis
- Glikogenesis
+ Glukoneogenesis -
Glukosa darah + Asam amino darah
Bersama insulin menjadi regulator utama siklus
absorptif dan pasca- absorptif serta proteksi
terhadap hipoglikemia
Epinefrin + Glikogenolisis
+ Glukoneogenesis + Sekresi glukagon
- Sekresi insulin
Stimulasi simpatis saat stress dan
olahraga Menyediakan energi
untuk keadaan darurat dan olahraga
Kortisol + Glukoneogenesis
- Penyerapan
glukosa oleh jaringan selain
otak Stress
Mobilisasi bahan bakar metabolik dan bahan
baku selama adaptasi terhadap stress
Hormon pertumbuhan
- Penyerapan
glukosa oleh otot Tidur lelap, stress,
olahraga, dan hipoglikemia
Mobilisasi bahan bakar dan penghematan glukosa
Keterangan: + meningkatkan dan - menurunkan
2.1.4 Indeks Glikemik
Indeks glikemik adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu makanan yang mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar glukosa
darah.
14
Konsep indeks glikemik ini digunakan untuk mengelompokkan makanan berdasarkan kemampuannya dalam meningkatkan kadar glukosa darah.
15
Klasifikasi makanan berdasarkan nilai indeks glikemik dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3. Klasifikasi makanan berdasarkan nilai indeks glikemik.
16
Klasifikasi makanan Rentang nilai indeks glikemik
Indeks glikemik rendah ≤ 55
Indeks glikemik sedang 56
– 69 Indeks glikemik tinggi
≥ 70
Indeks glikemik sebenarnya dirancang untuk penderita diabetes melitus sebagai panduan untuk memilih makanan yang tepat agar kadar glukosa
darahnya tetap terkendali. Makanan dengan nilai indeks glikemik rendah menghasilkan respon glukosa darah yang rendah setelah dikonsumsi, begitu pula
sebaliknya.
5
Selain berperan dalam terapi diabetes melitus, makanan dengan indeks glikemik rendah juga sudah direkomendasikan secara luas untuk mencegah
penyakit-penyakit kronik seperti obesitas, kanker, dan terapi untuk faktor risiko penyakit kardiovaskular.
15,17
Makanan dengan indeks glikemik tinggi menghasilkan peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dan tinggi, sehingga memicu peningkatan laju sekresi
insulin. Keadaan hiperglikemia dan hiperinsulinemia postprandial dapat memicu peningkatan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas.
17
Untuk sebagian besar makanan, terdapat hubungan yang bermakna antara respon glukosa darah
dan respon insulin, ketika terjadi hiperglikemia postprandial maka akan diikuti hiperinsulinemia postprandial. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat
mengurangi hiperglikemia dan hiperinsulinemia postprandial.
18
Hubungan antara makanan dengan indeks glikemik rendah dan sindrom metabolik dapat dilihat
pada gambar 2.3 berikut:
Menurunkan disfungsi sel beta
Menurunkan hiperinsulinemia
Menurunkan asam lemak bebas
Menurunkan glikemia
Menurunkan risiko kardiovaskular
Menurunkan dislipidemia
Menurunkan faktor protrombotik
Menurunkan disfungsi endotel
Menurunkan inflamasi
Menurunkan resistensi insulin
Makanan dengan indeks glikemik
rendah dan sindrom metabolik
Gambar 2.3. Hubungan antara indeks glikemik rendah dan sindrom metabolik.
18
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik
Secara umum terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik suatu makanan, yaitu faktor individu dan faktor makanan. Faktor
individu yang dapat mempengaruhi respon glukosa darah seseorang terhadap makanan antara lain sensitivitas insulin, fungsi sel beta pankreas, motilitas saluran
gastrointestinal, metabolisme makanan sebelumnya, usia, jenis kelamin, dan derajat obesitas.
5,17
Faktor makanan yang dapat mempengaruhi respon glukosa darah antara lain tingkat gelatinisasi pati, bentuk fisik makanan, rasio amilosa dan amilopektin,
serat, gula sederhana, keasaman, protein dan lemak serta tingkat kematangan makanan.
3
Mekanisme faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi nilai indeks glikemik dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4. Faktor makanan yang mempengaruhi indeks glikemik.
3
Faktor Mekanisme
Tingkat gelatinisasi Semakin sedikit pati yang tergelatinasi, semakin lambat
proses pencernaannya. Bentuk fisik makanan
Lapisan fibrosa pada buncis dan biji-bijian bekerja sebagai barier, sehingga memperlambat enzim untuk memulai
pencernaan pati Rasio amilosa dan
amilopektin Semakin banyak amilosa, pencernaan pati menjadi semakin
lambat, berbanding terbalik dengan amilopektin
Kadar serat makanan Serat terlarut dapat meningkatkan viskositas isi intestinal
karena dapat mengikat air dan memperlambat interaksi antara pati dan enzim pencernanya sehingga menyebabkan semakin
lambatnya proses absorpsi
Kadar gula sukrosa Sukrosa tersusun oleh glukosa dan fruktosa, keberadaan
sukrosa menghambat gelatinisasi dari molekul pati dengan mengikat air selama proses produksi makanan
Tingkat keasaman Tingkat keasaman makanan memperlambat proses
pengosongan lambung Lemak dan protein
Lemak dan protein memperlambat proses pengosongan lambung dan memperlambat proses pencernaan karbohidrat
Tingkat kematangan Semakin matang makanan berkarbohidrat, semakin mudah
untuk dicerna dan diabsorpsi
2.1.6 Prosedur Pengukuran Indeks Glikemik
Nilai indeks glikemik diperoleh dengan membandingkan luas area di bawah kurva respon glukosa darah makanan uji dengan makanan standar.
Makanan uji dan makanan standar yang digunakan mengandung karbohidrat sebanyak 50 gram. Makanan standar yang digunakan adalah glukosa atau roti
tawar putih yang mengandung 50 gram karbohidrat.
6,19
Kurva respon glukosa darah didapatkan dengan pemeriksaan glukosa darah. Pengambilan darah dilakukan pada kapiler dengan metode finger-prick atau
dapat juga dari darah vena. Pengambilan darah melalui kapiler lebih dipilih karena selain lebih mudah, peningkatan kadar glukosa darah pada kapiler lebih tinggi dan
lebih sedikit variasi yang didapatkan dibandingkan kadar glukosa darah vena.
20
Responden yang diperlukan sekitar 10 orang yang sehat, memiliki IMT normal, tidak hamil atau menyusui, dan tidak memiliki penyakit diabetes melitus
atau riwayat gangguan metabolisme glukosa. Sebelum pemeriksaan glukosa darah, responden harus berpuasa sepanjang malam hingga pagi sekitar 10-12 jam tanpa
makan apapun selain air putih. Setelah dilakukan pengambilan kadar glukosa darah puasa di pagi harinya menit ke-0, selanjutnya responden mengkonsumsi
satu jenis makanan uji yang mengandung 50 gram karbohidrat kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, dan 120
setelah mengkonsumsi makanan uji. Hasil pengukuran kadar glukosa darah kemudian dibuat sebuah kurva dengan waktu di sumbu x dan kadar glukosa darah
di sumbu y, kemudian diukur luas area di bawah kurva tersebut.
20
Contoh kurva respon glukosa darah makanan standar dan makanan uji dapat dilihat pada gambar
2.4 berikut:
60 80
100 120
140 160
30 60
90 120
G luk
o sa
Dar a
h m
g dL
Waktu menit Makanan standar
Makanan uji
Gambar 2.4. Contoh kurva respon glukosa darah.
2.1.7 Beban Glikemik
Beban Glikemik adalah nilai yang menunjukkan respon glukosa darah setelah mengkonsumsi satu porsi makanan yang mengandung sejumlah
karbohidrat. Beban glikemik dihitung dengan mengalikan nilai indeks glikemik makanan dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam satu porsi makanan
tersebut kemudian dibagi 100.
16
Beban glikemik dapat dijadikan sebagai indikator dari respon glukosa darah dan respon insulin yang diinduksi oleh satu porsi
makanan.
21
Suatu makanan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai beban glikemiknya. Klasifikasi makanan berdasarkan nilai beban glikemik dapat dilihat
pada tabel 2.5 berikut: Tabel 2.5. Klasifikasi makanan berdasarkan nilai beban glikemik.
22,23
Klasifikasi makanan Rentang nilai indeks glikemik
Beban glikemik rendah ≤ 10
Beban glikemik sedang 10 sampai 20
Beban glikemik tinggi ≥ 20
Hubungan antara indeks glikemik dan beban glikemik tidak selalu berbanding lurus. Makanan dengan indeks glikemik tinggi dapat saja memiliki
beban glikemik yang rendah atau sedang jika dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit. Begitu pula sebaliknya, makanan dengan indeks glikemik rendah akan
memiliki beban glikemik sedang atau tinggi jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar. Seharusnya nilai beban glikemik dilabelkan pada kemasan makanan karena
beban glikemik lebih menggambarkan pengaruh glikemik setelah mengkonsumsi satu porsi makanan tersebut.
15
Makanan dengan indeks glikemik tinggi atau beban glikemik tinggi atau keduanya dapat meningkatkan risiko penyakit kronik yang berhubungan dengan
gaya hidup seperti diabetes melitus. Sedangkan makanan dengan indeks glikemik dan beban glikemik rendah sudah direkomendasikan secara luas sebagai terapi
dan pencegahan timbulnya diabetes melitus.
21
2.1.8 Biskuit
Biskuit adalah produk bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepung terigu atau jenis tepung lainnya dengan atau
tanpa substitusinya, minyak atau lemak, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Sifat masing-masing
biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran,
metode pencampuran dan penanganan adonan serta metode pemanggangan. Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari warna,
aroma, cita rasa, dan kerenyahannya.
24
Biskuit diklasifikasikan ke dalam 4 jenis yaitu biskuit keras, krekers, kukis, dan wafer. Biskuit keras merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras,
berbentuk pipih, dan apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat. Krekers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses
fermentasi, berbentuk pipih, dan rasanya lebih asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya tampak berlapis-lapis. Kukis merupakan
jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Sementara
wafer merupakan biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan jika dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.
24
Varian biskuit yang akan diteliti perbedaan indeks glikemik dan beban glikemiknya adalah biskuit isi selai SLO yang terbuat dari tepung terigu dan
biskuit gandum RSG yang terbuat dari tepung gandum. Kedua varian biskuit tersebut termasuk dalam jenis biskuit kukis. Berikut ini beberapa karakteristik
yang dimiliki oleh kedua varian biskuit yang tertulis pada label kemasan biskuit: Tabel 2.6. Beberapa karakteristik biskuit isi selai dan biskuit gandum.
Karakteristik SLO
RSG Komposisi utama
tepung terigu tepung gandum utuh
Karbohidrat total 24 g gula 10 g
13 g gula 3 g Lemak total
4 g 4 g
Protein 2 g
2 g
2.2 Kerangka Teori