Latar Belakang Penelitian Peranan Intensifikasi Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Kasus pada KPP Pratama Bojonagara).

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembangunan di dalam suatu negara merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan, yang bertujuan untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu bangsa. Kemajuan pembangunan suatu negara dilihat dari penerimaan negara, baik penerimaan yang berasal dari dalam negeri dan penerimaan yang berasal dari luar negeri. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya melalui pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan pendapatan yang dapat memberikan sumbangan dan peranan penting yang berarti melalaui penyediaan sumber dana bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Menurut Direktorat jenderal Pajak Departemen Keuangan, Darmin Nasution mengatakan: “Penerimaan pajak sampai dengan bulan Juni 2009 adalah sebagai berikut: penerimaan pajak penghasilan PPH periode Januari s.d Juni 2009 sebesar Rp 136.398,26 miliar mengalami pertumbuhan sebesar 5,19 dibandingkan penerimaan PPH periode yang sama tahun 2008 sebesar 129.666,92 miliar. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai PPNPajak atas Barang Mewah PPNBM periode Januari s.d Juni 2009 sebesar 217.447,04 miliar atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,31 jika dibandingkan dengan penerimaan Universitas Kristen Maranatha PPH atau PPNPPnBM periode yang sama tahun 2008 sebesar 216.784.17 miliar. Penerimaan pajak lainnya periode Januari s.d Juni 2009 sebesar 1465,68 mengalami pertumbuhan sebesar 2,12 dibandingkan penerimaan pajak lainnya periode yang sama tahun 2008 sebesar 1435,26 miliar. ” Dengan demikian pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dan oleh karena itu perlu dikelola dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Bumi dan bangunan memberikan keutungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai hak, memiliki, serta memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan. Oleh karena itu, wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat yang diperolehnya kepada negara melalui pajak yang disebut Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas harta tidak bergerak, sehingga yang dipentingkan adalah obyeknya. Oleh karena itu, keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subyek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak terutang. Dengan demikian, Pajak Bumi dan Bangunan disebut juga pajak yang obyektif. Pajak Bumi dan Bangunan termasuk Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Universitas Kristen Maranatha negara. Dengan demikian, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan sumber penerimaan yang sangat potensial bagi negara. Pajak Bumi dan bangunan merupakan pajak langsung. Hal ini dikarenakan PBB yang terutang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang namanya tercantum pada Surat Ketetapan Pajak SKP PBB atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. SKP PBB atau SPPT juga dikenakan secara periodik, dimana besarnya pajak terutang didasarkan pada keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari tahun pajak berjalan. Pemungutan PBB dilakukan dengan dilandasi pada dasar hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang No 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Seiring dengan berjalannya waktu Undang-Undang 12 tahun 1985 berganti dengan Undang-Undang 12 tahun 1994. Perubahan Undang-Undang tersebut tidak merubah keseluruhan isi Undang-Undang No 12 tahun 1985, melainkan hanya sebagian saja. Terdapat empat pasal yang telah dirubah, namun pasal- pasal yang lain yang tidak mengalami perubahan tetap berlaku utuh. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Undang-Undang No 12 tahun 1994 ini tetap berlaku utuh dan ditetapkan sebagai Undang-Undang perubahan Undang- Undang Pajak Bumi dan Bangunan. Dasar pertimbangan Undang-Undang tersebut adalah sebagai berikut : a. Bahwa pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, oleh sebab itu Universitas Kristen Maranatha perlu dikelola dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya; b. Bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai hak atasnya atau memperoleh manfaat, oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak; c. Bahwa sesuai amanat yang terkandung dalam Garis Besar Haluan Negara Tahun 1983 perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan, sehingga dapat mewujudkan peran serta dan kegotongroyongan masyarakat sebagai potensi yang sangat besar dalam pembangunan nasional; Sistem pemungutan pajak yang digunakan dalam PBB adalah semi-self Assessment, yaitu gabungan self assessment system dan official assessment system, dimana subyek pajak melaporkan sendiri data obyek pajak yang dimiliki atau dikuasainya serta data diri subyek pajak dan nantinya akan digunakan dalam penetapan pajak. Selain itu, Wajib Pajak diberi hak untuk membayar sendiri pajak terutang pada tempat yang ditunjuk pemerintah. Dalam hal penetapan besarnya pajak terutang, Undang-Undang PBB tidak memberikan kewenangan kepada subyek pajak untuk menghitung sendiri besarnya pajak terutang, tetapi kewenangan dimaksud diberikan kepada fiskus. Besarnya pajak terutang sepenuhnya didasarkan pada keadaan obyek pajak yang tercermin pada besarnya Nilai Jual Obyek Pajak NJOP Bumi dan Bangunan. Universitas Kristen Maranatha Usaha untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan telah lama diterapkan. Usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak bukanlah pekerjaan yang mudah. Agar penerimaan pajak tercapai sesuai target dibutuhkan dedikasi, kesadaran, dan kerja keras akan hak dan kewajiban serta kedisiplinan dari wajib pajak dan seluruh aparatur perpajakan dibawah naungan Dirjen Pajak. Kita sebagai warga negara harus menyadari bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan merupakan wujud kepatuhan terhadap negara. Untuk meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, maka dibentuklah tim intensifikasi yang angotanya terdiri dari Direktorat Jendral Pajak dan Direktorat Jenderal Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah. Tim intensifikasi dibentuk untuk meningkatkan pendapatan dengan memfokuskan pada kegiatan optimalisasi penggalian pendapatan atau penerimaan pajak terhadap obyek serta subyek pajak yang telah tercatat, dimana pemungutan kegiatan tersebut dilakukan secara ketat dan teliti. Usaha intensikasi mempunyai ciri utama yaitu memungut pendapatann sepenuhnya dalam batas ketentuan yang berlaku. Menurut Marihot Siahaan dalam bukunya “Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia Teori dan Praktek”, tugas utama tim intensifikasi adalah sebagai berikut 2009:533 : 1. Melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan penagihan PBB; 2. Mengadakan penyuluhan, pemantauan, analisa, dan evaluasi penagihan PBB; 3. Memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh daerah-daerah dalam melaksanakan penagihan PBB; dan 4. Memantau perkembangan wilayah dalam rangka pendataan guna meningkatkan potensi PBB di kabupaten kota yang bersangkutan Universitas Kristen Maranatha Melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan penagihan PBB, yang dalam hal ini adalah tim intensifikasi. Dalam hal ini tim intensifikasi berusaha untuk meningkatkan penerimaan PBB, yaitu dengan cara mempercepat pemasukan dan tunggakan PBB. Kegiatan mempercepat masukan dapat dilakukan dengan cara sosialisasi atau penyuluhan pajak. Penyuluhan PBB perlu dilaksanakan secara terus menerus dimulai dari sebelum penyerahan SPPT Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB sampai dengan jatuh temponya pembayaran PBB. kegiatan yang dilakukan tim intensifikasi yaitu dengan membuat himbauan atau penyuluhan yang secara rutin dapat disiarkan melalui radio pemerintah maupun radio swasta, pemasangan spanduk-spanduk mengenai himbauan atau peringatan di tempat yang starategis, membuat selebaran yang berisikan tentang PBB dan dibagikan kepada wajib pajak, melakukan penyuluhan dengan mobil keliling ke desakelurahan, dan memanfaatkan pertemuan rutin yang diadakan masyarakat, serta menegakkan sanksi kepada Wajib Pajak yang tidak membayar PBB. Tim intensifikasi hendaknya secara aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat mengantisipasi permasalahan yang akan timbul setiap tahunnya dan berkoordinasi dengan Kantor Pelayanan Pajak, misalnya dalam hal kesalahan ketetapan dan kurangnya kesadaran Wajib Pajak dan petugas pemungut, penerbitan dan ketetapan SPPT yang salah. Tim intensifikasi juga berusaha untuk memantau sejauh mana perkembangan di daerahnya, yang berfungsi untuk pendataan NJOP Nilai Jual Obyek pajak yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan PBB Universitas Kristen Maranatha Perincian tugas dari masing-masing unsur dalam tim intensifikasi PBB ditentukan sebagaimana dibawah ini : 1. Unsur dinas pendapatan daerah dan desa kelurahan sebagai petugas pemungut melaksanakan penagihan dan penyetoran PBB 2. Unsur kecamatan melaksanakan pengawasan penagihan dan penyetoran PBB 3. Unsur direktorat Jenderal Pajak melaksanakan pendataan, pengumpulan NJOP dengan bantuan unsur pemerintah daerah setempat, serta melaksanakan pengawasan dan pembinaan administrasi penagihanpenyetoran PBB Petugas pemungut ditunjuk melaui adanya surat keputusan dari BupatiWalikota. Dalam penunjukan yang dimaksud dicantumkan perincian tugas, kewajiban, dan tanggung jawab petugas pemungut. Petugas pemungut segera menyampaikan SPPT kepada wajib pajak di wilayah kerjanya. Pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi oleh Wajib Pajak selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT. Dengan adanya latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai : “PERANAN INTENSIFIKASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonegara di Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah