Prosedur Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai (KPP. Pratama Binjai)

(1)

PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

(KPP. PRATAMA BINJAI)

SKRIPSI MINOR

O L E H

062600035

ARIF BUDIMAN. SITEPU

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Diploma III

Administrasi Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI

PERPAJAKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK DIPERSENTASIKAN OLEH

NAMA : ARIF BUDIMAN. SITEPU NIM : 062600035

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III ADMINISTRASI

PERPAJAKAN

JUDUL : PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA (KPP PRATAMA) BINJAI

Ketua Jurusan Prodip III Dosen Pembimbing Adm. Perpajakan

Drs. M. H. Husni Thamrin Nasution, M.Si.

NIP. 196401081991021001 NIP. 131654108 Drs. Karyono Msi.

Supervisor Lapangan

NIP.060091866 Yanti Marina

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

NIP. 196007041986012002 (Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan PKLM ini telah Dipersentasikan Di depan Panitia Penguji

PRODIP III Administrasi Perpajakan FISIP USU

Pada Hari

:

Tanggal

:

Pukul

:

TIM MAJELIS PENGUJI

Tanda Tangan

Ketua

:

(

)


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

“ Allah akan mningkatkan derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan

diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa

derajat. Dan Allah

mengetahui apa yang kamu kerjakan ”

(Surat Al-Mujadalah ayat 11)

”ya Allah berilah aku ilmu untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah

Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan untuk

mengarjakan amal shaleh yang

Engkau ridhoi dan dan masukkanlah aku dengat rahmat Mu kedalam

hamba-hamba Mu yang saleh”

(Surat An-Naml ayat 19)

AMIN

Kupersembahkan karya ini buat

Kedua Orang Tuaku tercinta

Ayahanda Philipus Sitepu

Dan

Ibunda Mega Nirwana Nasution

Yang tersayang

Kakanda,

Adinda-adindaku


(5)

KATA PENGANTAR

Sebuah makna dalam bentuk anugerah yang patut disyukuri, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik, selawat serta salam tak lupa penulis sampaikan untuk junjungan mulia yang berada diatas kemuliaan, Nabi Muhammad SAW.

Semua mahasiswa Administrasi Perpajakan harus menyelesaikan Tugas Akhir guna memenuhi salah satu syarat dalam menyelsaikan program studi D-III dan untuk mraih gelarAmd (Ahli Madya) Fakultas Ilmu sosial dan Politik di Universitas Sumatra Utara. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari Kesempurnaan, maka segala saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan yaitu:

1. Bapak Prof.DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. H. Husni Thamrin Nasution, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

3. Ibu Dra. Elita Dewi M.SP selaku sekertaris jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(6)

4. Bapak Drs. Karyono. M.Si selaku Dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan menyumbangkan pikiran kepada penulis kearah yang lebih sempurna sehingga selesainya Laporan Tugas Akhir ini.

5. Seluruh dosen dan staff Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Buat kakak ku Yanti Marina, terimakasih ya..dah bantu aku buat cari data di KPP. Dan juga seluruh pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yang telah membantu dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

7. Untuk kedua orang tuaku penulis persembahkan terimakasi yang spesial dan dengan tulus hati yang telah mencurahkan cinta, kasih yang tiada akhir, do’a, perhatian, dan dukungan yang tinggi “ Aku tau kalian sangat lelah dalam menjaga dan memberi semua yang terbaik untukku”.

8. Yang tersayang buat Abang aku Andre Wisuda dan Adik-adikku Ira, dan Satria, berusaha ya….berikan yang terbaik untuk orang tua kita, rajin-rajin relajar, jangan pernah Banga atas apa yang dimiliki orang tua kita tapi belajarlah untuk menjadi kebanggaan buat mereka.

9. Buat Jelek aku devi yang telah banyak memberi dukungan dan semangat yang besar kepada penulis. Belajar yang rajin ya, biar bisa mengejar cita-citanya.


(7)

10.Sahabat-sahabat terbaik aku, Nuzul, Dian (Petot), Silvi, Dona, Sheila, Rere yang dah entah kemana sekarang rimbanya. Buat Iqbal Gendut, yang dah ngawani akhir perjuangan ku menuju wisuda. Iqbal Kurus, Hot, Ares, Yudi, Reza, Semuanya yang gak bisa aku sebutin pokoknya, kalian semua terbaik kok buat aku, semoga kebersamaan kita semakin dekat, semakin akrab, dan tali ukhwah terjalin selamanya. Oya satu lagi, dan juga buat Waddach, yang dah tidak mau menunggui saya wisuda. 11.Rekan-rekan anak Pajak ‘06 yang lainnya, Anak B, dan Anak C best-best friend aku

juga kok kalian semua.

12.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah membalas kebaikkan kalian semua.

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan daoa menambah pengetahuan kita tentang pajak khusunya pada Pajak Bumi dan Bangunan.

Binjai, November 2009 Penulis

ARIF BUDIMAN. SITEPU


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan

Lembar Pengesahan

Lembar Persembahan

Kata Pengantar……… i

Daftar Isi………...iv

BAB I

: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang PKLM………...1

B. Tujuan dan Manfaat PKLM…… ……….4

C. Ruang Lingkup PKLM……… ……….5

D. Metode PKLM……….………. 5

E. Metode pengumpulan Data……….. .7

F. Sistematika penulisan Laporan PKLM……… 7

BAB II

: GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

A. Sejarah Singkat KPP Pratama Binjai………... 9

B. Visi dan Misi KPP Pratama Binjai……… .11

C. Struktur OrganisasinKPP Pratama Binjai……… 12

D. Gambaran Pegawai KPP. Pratama Binjai...15


(9)

BAB III

: GAMBARAN DATA PAJAK

A. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan……….…17

B. Dasar Hukum……….….18

C. Ketentuan Umum PBB……….…………...20

D. Pengertian PBB dan Penagihan………...40

E. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus……….…….. 44

F. Keberatan dan Banding………..45

G. Ketentuan Pidana………48

BAB IV

: ANALISA DAN EVALUASI

A. Prosedur Penagihan……….…50

B. Permasalahan dan Pemecahan………... 61

BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……… . 64

B. Saran-Saran……….… 65

Daftar pustaka

Lampiran-lampiran


(10)

Bab I

A.

Latar Belakang Praktek Kerja Lapagan Mandiri (PKLM)

Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan kontra prestasi yang langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum untuk menyelnggarakan pemerintahan. Sumber keuangan dari suatu rumah tangga negara adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan melakukan pembangunan, untuk itu di perlukan dana yang cukup banyak. Pajak merupakan sumber keuangan negara yang utama. Tiada negara tanpa pajak, negara tradisional atau modern, kolonial ataupun nasional, kapitalis maupun sosial, semuanya memungut pajak. Pajak merupakan fenomena historis yang selalu hadir baik masa lalu maupun masa kini, sebab pajak merupakan salah satu cara penting yang selalu ada dalam upaya menghimpun dana negara untuk pembiayaan dan pengeluaran rutin semua pembangunan negara.

Dalam Negara Repulik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi merupakan termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya juga mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, karena mendapat suatu hak dari kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diprolehnya kepada Negara


(11)

Bab I

A.

Latar Belakang Praktek Kerja Lapagan Mandiri (PKLM)

Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan kontra prestasi yang langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum untuk menyelnggarakan pemerintahan. Sumber keuangan dari suatu rumah tangga negara adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan melakukan pembangunan, untuk itu di perlukan dana yang cukup banyak. Pajak merupakan sumber keuangan negara yang utama. Tiada negara tanpa pajak, negara tradisional atau modern, kolonial ataupun nasional, kapitalis maupun sosial, semuanya memungut pajak. Pajak merupakan fenomena historis yang selalu hadir baik masa lalu maupun masa kini, sebab pajak merupakan salah satu cara penting yang selalu ada dalam upaya menghimpun dana negara untuk pembiayaan dan pengeluaran rutin semua pembangunan negara.

Dalam Negara Repulik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi merupakan termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya juga mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, karena mendapat suatu hak dari kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diprolehnya kepada Negara


(12)

melelui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang merupakan salah satu jenis pajak yang menjadi yang menjadi sumber penerimaan negara disamping penerimaan yang lain.

Penerimaan telah mengadakan pembaharuan di bidang perpajakan yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Perpajakan Nasional pada tahun 1984 yang menggantikan Undang-Undang perpajakan produk pemerintahan belanda menjadi Pajak Bumi dan Bangunan yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1994.

Masyarakat mempunyai peranan penting dalam mengoptimalkan penerimaan pajak sebagai pencerminan keikutsertaan dan kegotong royongan dibidang pembiayaan pembangunan dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Kesadaran dan kepatuhan dari wajib pajak sendiri dalam melaksanakan kewajiban perpajakan akan mempengaruhi besar kecilnya penerimaan pajak yang pada akhirnya juga mempengaruhi dana yang tersedia bagi pembangunan nasional, tetapi dalam pelaksanaanya banyak ditemukan hambatan-hambatan dalam penerimaan PBB, persoalan yang ada bukanlah ada atau tidak adanya pajak melainkan faktor efektifitas pemungutan dan penagihan pajaknya. Persoalan tersebut dikemukan karena masih banyak rakyat yang tidak pernah melaksanakan kewajiban membayar pajak tanpa mengeluh dan menggerutu, bahkan pada umumnya mereka cendrung berusaha meloloskan diri dari pembayaran pajak dengan melakukan perlawanan pasif maupun perlawanan aktif. Dan tidak disangkal lagi bahwa masih banyak wajib pajak yang belum mengerti tentang pajak itu sendiri sehingga penagihan terhadap pajak yang terutang pun kerap kali dilakukan oleh fiskus.


(13)

Pada dasarnya pemerintah dalam menentukan besarnya pajak yang harus disetor ke kas negara oleh waujib pajak bertolak pada dasar-dasar penagihan pajak yaitu :

1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) 2. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

3. Surat Tagihan Pajak (STP)

Dalam konteks, dasar-dasar penagihan atas penetapan Surat Tagihan Pajak adalah salah satu langakah yang diambil oleh Direktur Jendral Pajak apabila wajib pajak terlambat membayar hutang pajaknya seperti yang tercantum dalam SPPT dan SKP. Dengan diadakannya PKLM ini penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya prosedur penagihan dan fakto apa saja yang mempengaruhi efesinsi dan efektifitas penagihan Pajak Bumi dan Bangunan khususnya di KPP. Pratama Binjai dengan judul “PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK BINJAI (KPP. PRATAMA BINJAI)”.

PKLM adalah Praktek Kerja Lapangan Mandiri yang pada dasarnya setiap mahasiswa diharuskan untuk mengikutinya dalam memenuhi syarat dalam menyelesaikan program studi tersebut.


(14)

B.

TUJUAN DAN MANFAAT PKL MANDIRI

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam PKLM ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur penagihan pada KPP. Pratam Binjai 2. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh fiskus dalam

pelaksanaan penagihan terhadap Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan Manfaat dari PKLM tersebut adalah :

1. Untuk Mahasiswa :

a.

Mengerti bagaimana Prosedur penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilakukan pada KPP. Pratama Binjai

b.

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan pajak khususnya Pajak Bumi dan Bangunan

2. Untuk Universitas :

a.

Menjalin kerjasama antara instansi perusahaan dengan universitas

b.

Mencari aplikasi yang nyata untuk perbaikan kurikulum

c.

Meningkatkan dukungan masa depan dari alumni


(15)

3. Untuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP. Pratama Binjai)

a. Meningkatkan mutu dan kualitas dengan PKLM jangka pedek

b. Adanya masukan perbaikan dan system kerja yang ada di kantor tersebut c. Menginfestasikan waktu dan biaya untuk penerimaan pegawai baru

C.

RUANG LINGKUP PKL MANDIRI

Adapun yang menjadi ruang lingkup yang paling mendasar dalam PKL Mandiri adalah uintuk melakukan praktek bagaimana prosedur penagihan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan oleh fiskus pada KPP.Pratama Binjai.

D.

METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam PKL Mandiri ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1.

Tahap persiapan

Dalam tahap penulis melekukan persiapan yang dibutuhkan mulai dari peninjauan objek dan lokasi, mencari bahan untuk pembuatan proposal, dan berkonsultasi dengan pihak Prodip III Perpajakan.


(16)

2.

Studi Literatur

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data, mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan judul PKLM yang penulisw lakukan baik itu Undang-Undang Pajak, Peraturan Pemerintahan, Keputusan Menteri Keuangan, Artikel Ilmiah serta sumber-sumber lain yang mendukung penulisan laporan ini.

3.

Observasi Lapangan

Penulis melakukan observasi langsung tentang kondisi serta keadaan Kantor Pelayanan Pajak dimana penulis melakukan kegiatan PKLM ini yang berada di Jl. Jambi No. 1 Binjai.

4.

Pengumpulan Data

Yaitu dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan antara lain objek dan subjek PBB, dasar pengenaan dan tarif pajak dalam PBB serta data lain yang berhubungan dalam penyusunan laporan PKLM ini.

5.

Analisa dan Evaluasi Data

Setelah memperoleh data yang diperlukan penulis akan menganalisa data dalam bentuk analisa kualitatif dan mengevaluasi data secara objektif, jelas dan sistemastis.


(17)

E.

METODE PENGUMPULAN DATA

1.

Wawancara

Dilakukan dengan cara menyusun pertanyaan-pertanyaan serta melakukan tanya jawab atau komunikasi langsung dengan sumber-sumber atau petugas yang dianggap mengetahui dan mampu menjelaskan masalah yang berbuhungan dengan penagihan pajak serta dapat memberikan data yang dibutuhkan.

2.

Observasi

Dilakukan dengan cara mengamati, mendengar dan meneliti secara langsung pelaksanaan prosedur penagihan yang dilakukan di KPP. Pratama Binjai.

3.

Dokumentasi

Dengan cara mengumpulkan data-data yang telah di saring dan yang telah di tinjau untuk di dokumentasikan.

F.

SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PKL MANDIRI

Agar penulisan ini lebih terarah, penulisan secara garis besar membatasi permasalahan yang akan dibahas atas beberapa bab yang sesuai dengan penelitian, yaitu :

BAB I

: PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas dan menguraikan hal-hal yang menjadi latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, Ruang Lingkup PKLM, Metode PKLM, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.


(18)

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

Bab ini akan menguraikan tentang kondisi umum KPP. Binjai, Visi dan Misi, Struktur Organisasi, Uraian Tugas Pokok dan Fungsi, Gambaran mengenai Pegawai atau Karyawan/Karyawati KPP. Binjai.

BAB III

: GAMBARAN DATA PAJAK

Bab ini berisikan tentang defenisi dan sejarah Pajak Bumi dan Bangunan, ketentuan perpajakan dalam Peraturan Perundang-undangan, Objek dan Subjek Pajak, Pendaftaran penilaian, Cara menghitung Pajak.

BAB IV

: ANALISA DAN EVALUASI

Dalam bab ini akan disimpulkan beberapa pernyataan mengenai hal-hal yang telah dikemukakan dan saran-saran yang mungkin dapat diambil tindakan kongkrit untuk mengatasi masalah yang ada.

BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan disimpulkan beberapa pernyataan mengenai hal- hal yang telah dikemukakan dan daran-saran yang mungkin dapat diambil tindakan kongkrit untuk mengatasi masalah yang ada.


(19)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

A. Sejarah Singkat Berdirinya KPP PRATAMA BINJAI

Sebelum tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak Binjai bernama Kantor Inspeksi Pajak Medan sejak tanggal 1 Juni 1976, Kantor Inspeksi Pajak diperoleh pemerintah menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara, yang berdomisili di jalan Sukamuli No. 17-A Medan, yang daerah kerjanya terdiri dari :

(a) Kecamatan Medan Timur. (b) Kecamatan Medan Barat . (c) Kecamatan Medan Labuhan. (d) Kecamatan Medan Deli. (e) Kecamatan Medan Belawan. (f) Kecamatan Medan Langkat. (g) Kecamatan Binjai.

2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berdomisili di Jalan Diponogoro No. 30-A Medan, yang berdaerah kerjanya terdiri dari :

(a) Kecamatan Medan Deli. (b) Kecamatan Medan Belawan. (c) Kecamatan Medan Deli Serdang. (d) Kecamatan Medan Karo.


(20)

Kantor Pelayanan Pajak Binjai yang sekarang bernama Kantor Pajak Pratama Binjai yang berdomisili di Jalan Jambi No. 1 Binjai, yang daerah kerjanya terdiri dari :

(a) Kecamatan Medan Tuntungan. (b) Kecamatan Medan Sunggal. (c) Kecamatan Binjai.

(d) Kecamatan Langkat. (e) Kecamatan Karo.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai pindah sejak tanggal 1 November 2004 dan aktif mulai tanggal 1 Desember 2004 yang berdomisili di Jalan Jambi No.1 Rambung Barat, Binjai 20722. Sedangkan Kotamadya Tebing Tinggi dan Kabupaten Deli Serdang menjadi Kantor Pelayanan Pajak Tebing Tinggi sesuai dengan surat Keputusan Mentri Keuangan No.Kep.785/KMK.01/1993 tanggal 3 Agustus 1993, Kantor Pajak pada jajaran Kanwil 1 SUMBAGUT terhitung tanggal 1 april 1994 menjadi 4 (empat) Kantor Pajak yang baru dibentuk yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara. 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat. 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur. 4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai.

Umumnya KPP Binjai didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor: 94/KMK-01/1994 tanggal 29 Mart 1994, dengan wilayah kerja KPP Binjai adalah :

1. Kotamadya Binjai. 2. Kabupaten Langkat.


(21)

3. Kabupaten Deli Serdang: a. Kec. Labuhan Deli. b. Kec. Sunggal. c. Kec. Pancur Batu. d. Kec. Hamparan Perak. e. Kec. Sibolangit. f. Kec. Kutalimbaru. 4. Kabupaten Tanah Karo.

Pada tanggal 27 Mei 2008, KPP Binjai berubah nama menjadi KPP Pratama Binjai dengan wilayah kerja adalah sebagai berikut:

1. Kotamadya Binjai. 2. Kabupaten Langkat.

B. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai 1) Visi

Visi dari Kantor Pelayanan Pajak Binjai adalah menjadi pelayanan masyarakat yang profesional dengan kinerja yang baik dan dipercaya untuk penerimaan negara dari Kantor pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.

2) Misi

Misi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah meningkatkan penerimaan negara melalui pajak dan peningkatan kecepatan dan mutu pelayanan Perpajakan senantiasa memperbaharui diri sesuai dengan perkembangan aspirasi masyarakat dan tertib administrasi.


(22)

C. Struktur Organisasi

Organisasi dimaksudkan untuk membina keharmonisan kerja, agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan penuh tanggung jawab, sehingga rencana kerja dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan hasil yang maksimal. Jenis organisasi yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan organisasi yang menggunakannya.

KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Pratama menyelenggarakan fungsi:

a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;

b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;

d. Penyuluhan perpajakan;

e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak; f. Pelaksanaan ekstensifikasi;

g. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak; h. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;


(23)

i. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; j. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;

k. Pelaksanaan intensifikasi; l. Pembetulan ketetapan pajak;

m. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;

n. Pelaksanaan administrasi kantor. KPP Pratama terdiri dari:

a. Sub Bagian Umum;

b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi; c. Seksi Pelayanan;

d. Seksi Penagihan; e. Seksi Pemeriksaan:

f. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan; g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I; h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II; i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III; j. Kelompok Jabatan Fungsional.

(1) Sub Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, dan rumah tangga.

(2) Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak


(24)

Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, serta penyiapan laporan kinerja.

(3) Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.

(4) Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

(5) Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

(6) Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.

(7) Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, serta Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV, masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan


(25)

pembetulan ketetapan pajak, usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan melakukan evaluasi hasil banding.

D. Gambaran Pegawai Kpp. Pratama Binjai

1. Penyebaran pegawai pada sksi berdasarkan tingkat jumlah (kwantitas)

No STRUKTUR ORGANISASI Jumlah

1 Kepala Kantor 1

2 Sub Bagian Umum 6

3 Seksi PDI 9

4 Seksi Pelayanan 11

5 Seksi Penagihan 6

6 Seksi Pemeriksaan 1

7 Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 10 8 Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 5 9 Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 4 10 Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 4 11 Kelompok Jabatan Fungsional. 7

Jumlah 64


(26)

2.

Penyebaran pegawai berdasarkan tingkat golongan

No

Golongan

Jumlah

1

I/d

-

2

II/a

10

3

II/b

3

4

II/c

21

5

II/d

7

6

III/a

8

7

III/b

10

8

III/c

7

9

III/d

2

10

IV/a

3

11

VI/b

1

Jumlah

72


(27)

BAB III

GAMBARAN DATA PAJAK

A.

Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan sejak zaman dahulu sampai saat ini,yaitu: - 1811 - UPETI

1811 - 1814 - LANDRENT (Zaman Penjajahan Inggris) 1814 - 1942 - LANDRENTE (Zaman Penjajahan Belanda)

1942 - 1945 - Pajak Tanah 1945 - 1959 - Pajak Bumi 1959 - 1967 - Pajak Hasil Bumi 1967 - 1985 - IPEDA

1985 - sekarang PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

Berdasarkan sejarah diatas dapat dilihat bahwa manfaat dari pajak tersebut berbeda sesusia dengan zamannya, khususnya zaman penjajahan hasil pajak diperuntunkan untuk Negaranya masing-masing. Sedangkan Indonesia merdeka sampai saat ini mementingkan dana untuk pembangunan. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan suatu jalan keluar yang sangat berharga, yang memberikan dasar hukum yang kuat dan memberikan keragaman sehingga pungutan tidak dilakukuan secara simpang siur.


(28)

B.

Dasar Hukum

Yang menjadi dasar hukum pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undangan-Undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang telah berlaku sejak tanggal 1 januari 1986. sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 1994 yang berlaku sejak januari 1995. sedangkan dasar hukum penagihan adalah Undang-Undang No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 tahun 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-503/PJ/2000 tanggal 22 November 2000 tentang Tata Cara Penerbitan STP PBB dan Tata Cara Pelaksanaan Penagihan PBB dan BPHTB. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

Pada Pasal 1 (UU No 12 Tahun 1985)

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan :

1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;

2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan;

3. Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual ObyekPajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang


(29)

sejenis,atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti;

4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini;

5. Surat Pemberitahuan PajakTerhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak; Penjelasan Pasal 1

Angka 1

Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Angka 2

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

- jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;

- jalan TOL; - kolam renang; - pagar mewah; - tempat olah raga;

- galangan kapal, dermaga; - taman mewah;


(30)

Angka 3

Yang dimaksud dengan :

- Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui hargajualnya.

- Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebutpada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisifisik objek tersebut.

- Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yangberdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

Angka 4 Cukup jelas Angka 5 Cukup jelas

C.

Ketentuan Umum PBB

1. Dasar Pengenaaan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besar NJOP akan ditetapkan oleh Mentri Keuangan setiap 3 (tiga) tahun


(31)

sekali. Namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan menyebabkan kenaikan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapannya akan ditetapkan setahun sekali.

2. NJOPTKP

Ketentuan tentang Batas Tidak Kena Pajak berupa Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) untuk setiap Wajib Pajak mulai tahun 1995/1996 diberikan keringanan berupa NJOPTKP sebesar Rp. 8.000.000,00 (delapan juta rupiah) yang merupakan perubahan atas ketentuan Undang-Undang yang lama (UU No.12 tahun 1985 pasal 3 ayat 3). Penyusuaian besarnya NJOPTKP ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

3. SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak)

SPOP merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk memberikan keterangan mengenai objek/subjek pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung ketetapan PBB dan menerbitkan SPPT sesuai dengan ketentuan yang ada.

4. SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang)

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang merupakan surat ketetapan Pajak yang konstitutif, yang menimbulkan hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak berdasarkan data yang didapat dalam SPOP yang dimasukan oleh Wajib Pajak.

SPPT berfungsi sebagai sarana bagi wajib pajak untuk mengetahui pencocokan data luas tanah dan bangunan yang terutang pajak, besarnya pajak yang terutang setiap bulan, kebenaran piutang pajak, saat pajak harus dibayar dan dimana PBB harus dibayar.


(32)

5. Objek dan Subjek PBB a. Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Menurut Pasal 2 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan.

(2) Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan.

Penjelasan Pasal 2

Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak terhutang.

Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : 1. letak;

2. peruntukan; 3. pemanfaatan;

4. kondisi lingkungan dan lain-lain.


(33)

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : 1. bahan yang digunakan;

2. rekayasa; 3. letak;

4. kondisi lingkungan dan lain-lain.

(1)

Sesuai dengan menurut Pasal 3

Obyek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang : (UU No 12 Tahun 1985)

a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksud-kan untuk memperoleh keuntungan.

b. digunakan untuk kuburan,peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.


(34)

penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (UU No 12 Tahun 1985)

(3) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 8.000.000,00 (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. (UU No 12 Tahun 1994) (4) Penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (UU No 12 Tahun 1994) Penjelasan Pasal 3

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Halini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah,sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.

Contoh :

- pesantren atau sejenis dengan itu; - madrasah;

- tanah wakaf; - rumah sakit umum.


(35)

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan objek pajak dalam ayat ini adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai/digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Mengenai bumi dan/atau bangunan milik perorangan dan/atau badan yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantungpada perjanjian yang diadakan.

Ayat (3)

Untuk setiap Wajib Pajak diberikan Nilai Jual Objek PajakTidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan jutarupiah).

Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak hanya salah satu Objek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak.


(36)

1. Seorang Wajib Pajak hanya mepunyai Objek Pajak berupa berupa bumi dengan nilai sebagai berikut :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 3.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 8.000.000,00

Karena Nilai Jual Objek Pajak berada di bawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan masing-masing di Desa A dan di Desa B dengan nilai sebagaiberikut :

a. Desa A

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 8.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 5.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 8.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 5.000.000,00

(+) - Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Rp13.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 8.000.000,00

(-) - Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak Rp 5.000.000,00

b. Desa B

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 5.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 3.000.000,00


(37)

Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 5.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 3.000.000,00

(+) - Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Rp 8.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 0,00

(-) - Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak Rp 8.000.000,00

Untuk Objek Pajak di Desa B,tidak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah), karena Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak telah diberikan untuk Objek Pajak yang berada di Desa A.

3. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupabumi dan bangunan pada satu Desa C dengan nilai sebagai berikut :

a. Objek I

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 4.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 2.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 4.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 2.000.000,00

(+) - Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Rp 6.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 8.000.000,00 (-)


(38)

Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Objek II

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 4.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 1.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 4.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 1.000.000,00

(+) - Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Rp 5.000.000,00 - Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 0,00

(-) - Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak Rp 5.000.000,00

Ayat (4)

Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap tahunnya.

Singkatnya jadi objek pajak adalah Bumi dan Bangunan Objek pajak yang tidak dikenakan PBB antara lain yaitu:

- Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, ksehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang nyata-nyata dimaksudkan untuk tidak memproleh keuntungan.


(39)

- Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.

- Dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik.

- Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Mentri Keuangan.

b. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Menurut Pasal 4 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

(2) Subyek pajak sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut Undang-undang ini.

(3) Dalam hal atas suatu obyek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai wajib pajak.

(4) Subyek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap obyek pajak dimaksud.


(40)

(4) disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dimaksuddalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.

(6) Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.

(7) Apabila setelah jangka waktu satubulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat(4), Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.

Penjelasan Pasal 4

Ayat (1)

Tanda pembayaran/pelunasan pajakbukan merupakan bukti kepemilikan hak. Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Katentuan ini memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan subjek pajak sebagai wajib pajak, apabila suatu objek pajak belum jelas wajib pajaknya.

Contoh:


(41)

bangunan milik orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan Undang-undang atau bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak. 2. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang

atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajibpajak.

3. Subjek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak objek pajak, sedang untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukan sebagai wajib pajak oleh Direktur Jenderal Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.

Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7)

Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1(satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak.


(42)

Jadi singkatnya subjek PBB adalah Orang atau Badan hukum yang secara nyata: - Memperoleh manfaat atas bangunan.

- Memiliki, menguasai bangunan, dan/atau. - Memperoleh manfaat atas bumi.

- Mempunyai suatu hak atas bumi.

6. Pendaftaran dan Penilaian Objek-Objek PBB a. Pendaftaran

Pendaftaran objek pajak dilakukan oleh subjek pajak/wajib pajak dengan cara mengambil dan mengisi SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta mengembalikan SPOP ke Kantor Pelayanan Pajak.

Sebagaimana yang tertera menurut Pasal 9 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Dalam rangka pendataan, subyek pajak wajib mendaftarkan obyek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Obyek Pajak.

(2) Surat Pemberitahuan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditanda tangani dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak obyek pajak, selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Obyek Pajak oleh subyek pajak.

(3) Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.


(43)

Ayat (1)

Dalam rangka pendataan, wajib pajak akan diberikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak untuk diisi dan dikembali kepada Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak yang pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali kalau ia menerima SPOP maka dia wajib mengisinya dan mengembalikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah :

Jelas, dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun wajib pajak sendiri.

Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, seperti luas tanah dan/atau bangunan, tahun dan harga perolehan dan seterusnya sesuai dengan kolom-kolom/pertanyaan yang ada pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 10 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang.


(44)

(2) Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut :

a. apabila Surat PemberitahuanObyek Pajak tidak disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)dan setelah ditegor secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Tegoran;

b. apabila berdasarkan hasil pemeriksaanatau keterangan lain ternyata jumlah yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat

Pemberitahuan Obyek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.

(3) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitungdari pokok pajak.

(4) Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b adalah selisih pajak yang terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terhutang yang dihitung

berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak ditambah denda administrasi sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari selisih pajak yang terhutang.

Penjelasan Pasal 10

Ayat (1)

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) diterbitkan atas dasar Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), namun untuk membantu wajib pajak Surat Pemberitahuan Pajak


(45)

Terhutang dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak.

Ayat (2)

Ketentuan ayat ini memberi wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak(SKP) terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.

Menurut ketentuan ayat (2) huruf a, Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak pada waktunya, walaupun sudah ditegor secara tertulis juga tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran itu, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Pajak secara jabatan. Terhadap ketetapan ini dikenakan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam ayat (3). Menurut ketentuan ayat (2) huruf b, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang yang dihitung atas dasar Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan wajib pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak secara jabatan. Terhadap ketetapan ini dikenakan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam ayat (3). Ayat (3)

Ayat ini mengatur sanksi administrasi yang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)


(46)

huruf a, sanksi tersebut dikenakan sebagai tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen) daripokok pajak.

Surat Ketetapan Pajak ini,berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak memuat penetapan objekpajak dan besarnya pajak yang terhutang beserta denda administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak.

Contoh :

Wajib pajak A tidak menyampaikan SPOP. Berdasarkan data yang ada, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan SKP yang berisi :

- Obyek Pajak dengan luas dan nilai jual. - luas Obyek Pajak menurut SPOP.

- pokok pajak = Rp. 1.000.000,00 - Sanksi administrasi = 25% x Rp. 1.000.000,00 =

-

Rp. 250.000,00 Jumlah pajak yang terhutang dalam SKP = Rp. 1.250.000,00 Ayat (4)

Ayat ini mengatur sanksi administrasi yang dikenakan terhadap wajib pajak yang mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak terhutang dalam SuratPemberitahuan Pajak Terhutang yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.


(47)

Berdasarkan SPOP diterbitkan SPPT = Rp. 1.000.000,00 Berdasarkan pemeriksaan pajak yang seharusnya terhutangdalam

SKP

=

Selisih

Rp. 1.500.000,00

= Rp. 500.000,00 Denda administrasi 25% x Rp. 500.000,00 =

Jumlah pajak terhutang dalam SKP

Rp. 125.000,00 = Rp. 625.000,00 Adapun jumlah pajak yang terhutang sebesar = Rp. 1.000.000,00 Jumlah yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, apabila belum dilunasi wajib pajak, penagihannya dilakukan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang tersebut.

b. Penilaian

Penilaian objek pajak adalah semua kegiatan untuk memperkirakan nilai objek pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak atau tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak.

Penilaian objek PBB dibagi dalam dua kategori:

- Penialain objek tanah dilakukan dengan cara menentukan/menilai harga tanah berdasarkan transaksi jual beli tanah yang terjadi diwilayah tersebut dengan mengambil harga jual rata-rata.


(48)

- Untuk memudahkan penentuan harga tanah untuk kepentingan penentuan PBB, maka sedikitnya setiap tahun Dirjen Pajak, kanwil yang bersangkutan menerbitkan NJOP sebagai pedoman. Dalam hal ini Menteri keuangan menetapkan NJOP setiap 3 tahun sekali.

- Berdasarkan penilaian/penentuan klasifikasi tanah tersebut, petugas penilain mencantumkan kelas tanah pada SPOP.

- Penilaian objek tanah dilakukan dengan cara menilai konstruksi bangunan yang meliputi antara lain: Konstruksi Landasan, Konstruksi Dinding dan Konstruksi Atap, disamping juga memperhatikan segi kualitas material banguan dan luas bangunan.

Penilaian Bangunan

- Kemewahan pagar dan taman serta emplasmen yang merupakan satu kesatuan dengan bangunan tersebut.

- Masing-masing konstruksi bangunan mempunyai cara-cara penilaian tersendiri, dimana akhir penilaian tersebut merupakan klasifikasi suatu bangunan yang akan dicantumkan pada SPOP sebagai bahan penetapan PBB.

7. Cara Perhitungan Dasar Penghitungan PBB

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah: a. Objek pajak perkebunan adalah 40%


(49)

c. Objek pajak pertambangan 20%

d. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) adalah:

- Apabila NJOP-nya ≥ Rp. 1.000.0000.000,00 adalah 40% - Apabila NJOP-nya ≤ Rp. 1.000.0000.000,00 adalah 20%

Tarif Pajak

Besarnya tarif Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebesar 0,5% (lima persepuluh persen) yang berlaku secara menyluruh terhadap objek pajak macam apapun dan tarif pajaknya dikenal sebagai tarif tunggal.

Cara menghitung pajak yang terutang yaitu dengan mengalihkan tarif pajak dengan NJKP.

Rumus perhitungan PBB = Tarif x NJKP a. Jika NJKP = 40% x ( NJOP - NJOPTKP )

maka besarnyz PBB

= 0,5 % x 40 % x ( NJOP – NJOPTKIP ) = 0,2 % x ( NJOP – NJOPTKP )

b. Jika NJKP = 20 % x ( NJOP – NJOPTKP ) Maka besarnya PBB

= 0,5 % x 20 % x ( NJOP – NJOPTKP ) = 0,1 % x ( NJOP – NJOPTKP ).


(50)

D.

Pengertaian PBB dan Penagihan

1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak yang dikenakan atas Bumi dan Bangunan. Pengertian Bumi

Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah indonesia. Perairan pedalaman misalnya tambak, rawa-rawa, sungai. Dalam pengertian laut wilayah Indonesia termasuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Pengertian Bangunan

Bangunan adalah konstruksi yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah/perairan.

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: Jalan tol, Kolam Renang, Pagar Mewah, Dermaga, Taman Mewah, Tempat penampungan/kilang minyak, Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Bentuk nyata dari konstruksiteknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah atau perairan adalah bangunan yang berada dibawah atau diatas permukaan tanah atau perairan yang digunakan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.

2. Pengertian Penagihan

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan


(51)

pencegahan, melaksanakan penyitaan,melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Ada beberapa pengertian penagihan, antara lain: a. Menurut Prof. DR. H. Rochmat Soemitro.

(Moeljo Hadi. 1995. hal. 2)

Penagihan adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, karena Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.

b. Menurut Moeljo Hadi, S.H. (Moeljo Hadi. 1995. hal. 2)

Penagihan adalah serangkai tindakan dari aparatur Direktorat Jendral Pajak, berhubung dengan Wajib Pajak tidak melunasi sebagian/ksluruhan kewajiban perpajakan yang terutang menurut Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

c. Pada pasal 1 angka (9) Undang-Undang No. 19 tahun 2000 disebutkan:

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mempringatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melakukan penyitaan, melaksanakan penyandraan, menjual barang yang telah disita.

3. Dasar Penagihan

Dasar Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah : a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) b. Surat Ketetapan Pajak (SKP)


(52)

4. Pelaksanaan Penagihan

a. Kegiatan tindakan pelaksanaan sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan pengajuan pentapan tanggal dan tempat pelelangan adalah: Kepala KPPBB atau KPP Pratama dapat melaksanakan tindakan penagihan PBB apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam STP PBB tidak atau kuang dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran.

b. Penerbitan Surat Teguran (ST) sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilakukan segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

c. Setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya ST, jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KPPBB/KPP Pratama segera menerbitkan Surat Paksa (SP)

d. Setelah lewat waktu 2x 24 jam sejak Surat Paksa (SP) diberitahukan kepada Penanggung Pajak, jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KPPBB/KPP Pratama segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

e. Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KPPBB/KPP Pratama segera melaksanakan Pengumuman Lelang (PL).

f. Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KPPBB/KPP Pratama segera melaksanakan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui Kantor Lelang.


(53)

g. Dalam hal dilakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus, kepada Penanggung Pajak dapat diterbitkan SP tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran atau tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21 hari sejak ST diterbitkan.

5. Hak-hak Wajib Pajak

a. Meminta Juru Sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita Pajak. b. Menerima salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan. c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang.

d. Mendapat kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak beserta denda termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang serta melaporkan pelunasan tersebut kepada Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama yang bersangkutan sebelum pelaksanaan lelang.

6. Kewajiban Wajib Pajak

a. Membantu Juru Sita Pajak dalam melaksanakan tugasnya dengan : - memperbolehkan memasuki ruangan, tempat usaha,tempat tinggal; - memberikan keterangan lisan atau pun tertulis yang diperlukan;

b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau disewakan.

7. Tugas Juru sita Pajak a. melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus;


(54)

c. melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Suarat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan

d. melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan 8. Lain-lain

a. Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak

b. Dalam melaksanakan penyitaan Jurusita berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasukmembuka lemari, laci dan tempat lain untuk menemukan objek sita ditempat usaha, di tempat kedudukan atau ditempat tinggal Penanggung Pajak, atau tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

c. Dalam melaksanakan tugasnya Jurusita Pajak berhak meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Bandan Pertanahan Nasional, Direktorat Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.

E.

Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus

Jumlah Pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak ditagih seketika dalam hal:

1. Wajib Pajak/ Penanggung Pajak atau Wakil/kuasanya akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.

2. Wajib Pajak/ Penanggung Pajak atau wakilnya/ kuasanya memindahtangankan barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimiliki atau yang dikua sai. 3. Pembubaran Badan atau niat untuk membubarkannya, dan/atau dinyatakan pailit.


(55)

Pelaksanaan Penagihan seketika dan sekaligus dilaksanakan tidak mengikuti jadwal penagihan yang ada, dimaksudkan agar tindakan penagihan terhadap golongan-golongan Wajib Pajak tersebut dapat dilaksanakan sehingga utang pajak yang terancam dalam STP dilunasi oleh yang bersangkutan sebelum yang bersangkutan meninggalkan Indonesia/ membubarkan usahanya, oleh karena itu fiskus harus selalu waspada dan tanggapan terhadap gerak-gerik Wajib Pajak.

F.

KEBERATAN DAN BANDING

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas : a. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;

b. Surat Ketetapan Pajak.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan alasan secara jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) olehwajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(4) Tanda penerimaan Surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu dan atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak.


(56)

(5) Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak. Menurut Pasal 16 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

(3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang.

(4) Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, wajib pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak tersebut. Ketentuan ini mengharuskan wajib pajak membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak, dalam hal wajib pajak mengajukankeberatan terhadap ketetapan secara jabatan. Apabila wajib pajak tidak dapat membuktikan ketidak benaran Surat Ketetapan Pajak secarajabatan itu, maka keberatannya ditolak.

(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian


(57)

hokum bagi wajib pajak, yaitu apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya surat keberatan, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan tersebut diterima.

(1) Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhutang :

a. karena kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;

b. dalam hal obyek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang diluar biasa.

- Yang dimaksud dengan bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor.

- Yang dimaksud dengan sebab lain yang luar biasa adalah seperti : - kebakaran;

- kekeringan;

- wabah penyakit tanaman; - hama tanaman.

(2) Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan.

Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan sebab-sebab tertentu lainnya, berupa lahan pertanian yang sangat terbatas, bangunan yang ditempati sendiri yang dikuasi atau dimiliki oleh golongan wajib


(58)

pajak tertentu, lahan yang nilai jualnya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan serta yang pemanfaatannya belum sesuai dengan peruntukan lingkungan.

G.

KETENTUAN PIDANA

Sesuai dengan Pasal 24 (UU No 12 Tahun 1985) Barang siapa karena kealpaannya :

a. Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak;

b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang.

Penjelasan Pasal 24

Kealpaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, dan kurang hati-hati sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian pada Negara.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak harus dikembalikan/disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya Surat pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).


(59)

Sesuai dengan Pasal 25 (UU No 12 Tahun 1985) (1) Barang siapa dengan sengaja :

a. Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak kepadaDirektorat Jenderal Pajak;

b. Menyampaikan SuratPemberitahuan Obyek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;

d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya; e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; sehingga menimbulkan kerugian pada Negara,dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima)kali pajak yang terhutang.

(2) Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dan huruf e, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua jutarupiah).

(3) Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.


(60)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Prosedur penagihan PBB

Tindakan prosedur penagihan Pajak Bumi dan Bangunan di awali dengan pengeluaran Surat Teguran sampai dengan pelaksanaan Lelang. Namun demikian dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyrakat Wajib Pajak, pemberitahuan melalui komunikasi telephon, surat, atau cara lain sebelum jatuh tempo pembayaran hendaknya dilakukan. Tindakan pelaksanaan penagihan jharus dilaksanakan sampai tuntas, dengan hasil akhir berupa pelunasan hutang pajak.

Sebagaiman menurut Pasal 11 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang oleh wajib pajak.

(2) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan ayat(4) harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak oleh wajib pajak.

(3) Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saatjatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24(dua puluh empat) bulan.

(4) Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak yang harus


(61)

dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak oleh wajib pajak.

(5) Pajak yang terhutang dibayar diBank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

(6) Tata Cara pembayaran dan penagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),dan ayat (5) diatur oleh Menteri Keuangan.

Penjelasan Pasal 11

Ayat (1) Contoh:

Apabila SPPT diterima oleh wajib pajak tanggal 1 Maret 1986, maka jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 31Agustus 1986.

Ayat (2) Contoh:

Apabila SKP diterima oleh wajib pajak tanggal 1 Maret 1986, maka jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 31Maret 1986.

Ayat (3)

Menurut ketentuan ini pajak yang terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2%(dua persen) setiap bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.


(62)

Contoh :

SPPT tahun pajak 1986 diterima oleh wajib pajak pada tanggal 1 Maret 1986 dengan pajak terhutang sebesar Rp 100.000,00 (seratus riburupiah). Oleh wajib pajak baru dibayar pada tanggal 1September 1986. Maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) yakni: 2% x Rp 100.000,00 = Rp 2.000,00. Pajak yang terhutang yang harus dibayar pada tanggal 1September 1986 adalah:

Pokok pajak + denda administrasi =

Rp 1.000.000,00 + Rp 2.000,00 =Rp102.000,00

Bila wajib pajak tersebut baru membayar hutang pajaknya pada tanggal 10 Oktober 1986, maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda 2 x 2% dari pokok pajak, yakni 4% x Rp 100.000,00 = Rp 4.000,00

Pajak yang terhutang yang harus dibayar pada tanggal 10Oktober 1986 adalah: Pokok pajak + denda administrasi =

Rp 1.000.000,00 + Rp 4.000,00 =Rp104.000,00 Ayat (4)

Menurut ketentuan ini denda administrasidan pokok pajak seperti tersebut pada contoh penjelasan ayat (3), ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP) yang harus dilunasi dalam jangkawaktu satu bulan sejak tanggal diterimanya STP tersebut.


(63)

Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas

Pasal 12 (UU No 12 Tahun 1985)

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak merupakan dasar penagihan pajak.

Penjelasan Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13 (UU No 12 Tahun 1985)

Jumlah pajak yang terhutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang tidak dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

Penjelasan Pasal 13

Dalam hal tagihan pajak yang terhutang dibayar setelah jatuh tempo yang telah ditentukan, penagihannya dilakukan dengan surat paksa yang saat ini berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa. (UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa s.t.d.d. UU Nomor 19 Tahun 2000)


(64)

Pasal 14 (UU No 12 Tahun 1985)

Menteri Keuangan dapat melimpahkan kewenangan penagihan pajak kepada Gubernur Kepala DaerahTingkat I dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Penjelasan Pasal 14

Pelimpahan kewenangan penagihan pajak kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, bukanlah pelimpahan urusan penagihan, tetapi hanya sebagai pemungut pajak, sedangkan pendataan objek pajak dan penetapan pajak yang terhutang tetap menjadi kewenangan Menteri Keuangan.

Adapun urutan Prosedur Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu: 1. Penerbitan Surat Teguran.

Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk melunasi utang pajakya. Sebelum dikeluarkan Surat Teguran maka saksi Penagihan harus melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

a. Melakukan penelitian terhadap tindasan Surat Tagihan yang telah lewat 7 (tujuh) hari dari tanggal jatuh tempo tetapi harus dibayar lunas oleh Wajib Pajak, dan hasilnya dituangkan dalam Daftar Himpunan STP.

b. Membuat surat teguran dalam rangkap 2 (dua) dengan menggunakan formulir dan meneruskannya kepada Kepala Kantor PBB untuk ditadatangani.

c. Menyampaikan Surat Teguran kpada Wajib Pajak dan tindasannya sebagai arsip untuk dicatat dalam Daftar Pengawasan Tindakan Penagihan.


(65)

2. Penerbitan Surat Paksa. a. Pengertian Surat Paksa.

Surat Paksa adalah Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. b. Pelaksanaan Penagihan PBB dengan Surat Paksa

Pelaksanaan Penagihan PBB dengan surat Paksa adalah sebagai berikut:

(a) Juru Sita mendatangi tempat tingggal/tempat kedudukan Wajib Pajak/Penanggung Pajak, dengan memperlihatkan tanda pengenal diri sebagai Juru Sita Pajak Negara. Juru Sita mengumukakan maksud kedatangannya yaitu memberikan Surat Paksa dengan menandatangani Berita acara dan menyerahkan salinan Surat Paksa dimaksud. (b) Sebelum menyerahkan salinan Surat Paksa dan menandatangani Berita acara

penyampaian Surat Paksa, jika Juru Sita bertemu langsung dengan Wajib Pajak/Penanggung pajak diminta agar Wajib Pajak atau penanggung Pajak memperliahatkan surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti : apakah sisa-sisa PBB terhutang menurut SPT cocok dengan sisa-sisa pajak yang terutang dengan yang tercantum pada Surat Paksa, apakah ada Surat Keputusan Pengurangan/ Penghapusan, apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/ PBB yang lainnya yang belum diperhitungkan, dan apakah terhadap utang PBB tersebut dalam Surat Paksa diajukan keberatan.

(c) Kalau Juru Sita tidak menjumpai Wajib Pajak / Penanggung Pajak, maka salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada : Keluarga penanggung pajak atau orang yang bertempat tinggal sama dengan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang akil baliq (dewasa dan sehat mental) ; Anggota pengurus, komisaris, para persero dari Badan Usaha yang bersangkutan atau Pejabat Pemerintah setempat (Bupati/ Walikota/


(66)

Camat/ Lurah) dalam hal mereka yang tersebut dalam butir 1 dan 2 diatas tidak dijumpai. Pejabat-pejabat ini harus membri tandatangan pada Surat Paksa dan salinannya kepada Wajib Pajak/ Penanggung Pajak yang bersangkutan.

(d) Surat Paksa yang sudah dilaksanakan diserahkan kepada Kasi Penagihan disertai Laporan Pelaksanaan Surat Paksa untuk dimasukkan dalam berkas penagihan Wajib Pajak/ Penanggung Pajak yang bersangkutan dengan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan Surat Paksa dalam daftar Pengawasan Tindakan Pelaksanaan Penagihan dan pada Tindakan Surat Tagihan Pajak. Dalam melakukan Surat Paksa tersebut Juru Sita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga/perusahaan Wajib Pajak/ Penanggung Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

c. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian untuk dilaporkan dalam pelaksanaan Surat Paksa:

(a) Pengajian Surat Keberatan dan penyelesaian berupa pengurangan. Mengenai hal ini agar diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa dengan tunggakannya sudah dikurangkan.

(b) Jenis, letak dan taksiran hara dari objek sita dengan memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan sita dan lelang yang mungkin akan dikeluarkan. (c) Dalam kesal dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari

Wajib Pajak/Penanggung Pajak antara lain : kemampuan bayar, iktiad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan/Penagihan Pajak dan sebagainya. Juru sita dapat mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.


(67)

(d) Apabila Juru Sita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka harus membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam upaya pelaksanaan Surat Paksa tersebut antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, polisi dan sebagainya.

3. Penerbitan Surat Perintah Melakukan Penyitaan. a. Pengertian Penyitaan.

Penyitaan adalah tindakan Juru Sita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan Perundang-undangan.

b. Ketentuan-ketentuan Dalam Pelaksanaan Sita.

(a) Sita dilakukan oleh Juru Sita bersama-sama 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat, yaitu: Warga Negara (penduduk) Indonesia; sudah mencapai usia 21 tahun; dikenal olh Juru Sita; dapat yang dipercaya.

(b) Pertama-pertama yang disita adalah barang gerak. Jika jumlah nilai barang gerak tidak mencukupi maka dapat diteruskan dengan menyita barang tak gerak sampai jumlah menculupi untuk membayar utang pajak tersebut serta biaya pelaksanaannya.

(c) Dibuat Berita Acara. c. Berita Acara Sita.

Dalam membuat Berita Acara Sita hal-hal yang harus diperhatikan yaitu: Berita Acara harus dibuat secara jelas, benar dan lengkap; Pencantuman taksiran harga barang yang dimaksudkan untuk dapat membatasi sampai jumlah beberapa penyitaan itu


(68)

dilakukan, dan taksiran harga dilakukan berdasarkan harga yang wajar; Mencantumkan sebab-sebab jika penyitaan tidak dapat dilakukan; Para saksi yang nama, pekerjaan dan alamat tempat tinggalnya disebut dalam Berita Acara serta salinan-salinannya.

d. Salinan Berita Acara Sita.

(a) Dalam hal yang disita adalah barang gerak, Berita Acara Pelaksanaan Sita dibuat dalam rangkap 2 (dua); Lembar ke-1 (asli) diserahkan kepada Kasi Penagihan untuk selanjutnya digabungkan ke dalam berkas penagihan Wajib Pajak yang bersangkutan; Lembar ke-2 (salinan) untuk ditempelkan ditempat umum atau di tempat-tempat dimana barang gerak atau tak gerak kepunyaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak di Sita.

(b) Dalam hal penyitaan atas barang tak bergrak maka Berita Acara dibuat ragkap 3 (tiga), satu salinan untuk diserahkan kepada Kantor Badan Pertahanan Nasional/ Syahbandar/ Kantor Pengadilan Negeri Setempat.

Apabila dalam jangka waktu 2x24 jam sejak tanggal pembritahuan Surat Paksa Wajib Pajak/ Penanggung Pajak belum melunasi utang Pajaknya, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak/ Penanggung Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan mengeluarkan Surat Perintah melakukan Penyitaan. Nomor dan Tanggal Surat Perintah melakukan Penyitaan dicatat dalam daftar Pengawasan Tindakan Penagihan. Sebelum melakukan penyitaan terhadap harta dan kekayaan Wajib Pajak/ Penanggung Pajak atau aktiva milik perusahaan maka Juru Sita PBB hendaknya mengumpulkan data dan mempelajari data mengenai aktiva yang akan disita tersebut,


(1)

b. Dalam hal penyitaan barang tak gerak maka surat Pencabutan Sita dibuat rangkap 3 (tiga) untuk diserahkan kepada Badan Pertahanan Nasional/ Syahbandar/ Kantor Pengadilan Negeri Setempat.

5. Pengajuan Permintaan Jadwal waktu dan Tempat Pelelangan.

Jika telah lewat 14 hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah melakukan Penyitaan, Wajib Pajak/ Penanggung Pajak belum juga melunasi utang pajaknya maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengajukan permintaan penetapan jadwal waktu dan pelelangan kepada Kantor Lelang Negara Setempat.

Setelah mendapat kpastian tentang tanggal dan tempat pelelangan akan dilaksanakan, maka Juru Sita PBB memberitahukan hal tersebut kepada Wajib Pajak/ Penanggung Pajak dengan segera secara tertulis. Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan terakhir kepada Wajib Pajak/ Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

6. Pengumuman Lelang.

Kasi Penagihan membuat konsep pengumuman Lelang dan meneruskan konsep pengumuman ini kepada KPP. Pratama untuk diiklankan di surat kabar. Apabila pengumuman lelang sudah dimuat dalam surat kabar maka tanggal pemuatan dicatat dalam Daftar Pengawasan Tindakan Penagihan dalam tindakan STP.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengadakan pengumuman Lelang:

a. Apabila barang yang dilelang hanya barang gerak saja maka pengumumannya dilakukan hanya dengan menurut kebiasaan setempat (tidak diharusi melalui iklan di surat kabar) misalnya menggunakan surat selebaran atau diumumkan melalui Pemerintahan Daerah setempat. Penjualan dariu barang-barang tersebut tidak boleh dilakukan sebelum 14 hari daru saaat pengumuman itu dilakukan.


(2)

b. Apabila selain barang gerak yang tidak mudah rusak juga akan dilelang harta tak gerak, maka pengumuman dilaksanakan dua kali dengan berselang 158 hari, dimana paling tidak satu kali pengumuman tersebut dilakukan mlalui iklan surat kabar setempat. Penjualan dilakukan secara serentak dan baru dapat dilakukan setelah 14 hari sejak pengumuman yang dilakukan melalui iklan surat kabar.

7. Pembatalan Pengumuman Lelang.

Apabila Wajib Pajak/ Penanggung Pajak melunasi utang-utang pajak serta biaya penagihannya sebelum pelaksanaan lelang, maka pengumuman lelang itu harus dibatalkan dengan memuat iklan pembatalan lelang dalam surat kabar pula. Pembatalan pengumuman lelang baru dapat dilakukan apabila Wajib Pajak/ Penanggung Pajak menunjukan bukti pembayaran uatng pajak serta membayar biaya penagihannya termasuk biaya pengumuman lelang serta biaya pembatalan pengumuman lelang.

B. Permasalahan dan Pemecahan

1. Tingkat Kinerja Dalam Pelaksanaan Penagihan.

Pelaksanaan penagihan yang dilakukan oleh KPP. Pratama Binjai telah mengikuti prosedur-prosedur yang sudah ditetapkan sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang tata cara penerbitan SPT PBB dan Tata Cara Pelaksanaan Penagihan PBB. Penagihan atas Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan karena adanya hutang Pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak. Prosedur penagihan Pajak tersebut dilakukan tahap demi tahap, diawali dengan menerbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Melakukan Penyitaan (SPMP) dan permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal dan bulan pelelangan pada Kantor Lelangan Negara. Namun dalam prakteknya


(3)

tidak semua prosedur penagihan dilakukan atau dilaksanakan sampai tuntas, pelaksanaan prosedur Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan dihentikan pada saat Wajib Pajak melunasi hutang Pajaknya.

Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan Pajak nasional, maka perlu diupayakan pengurang/pencairan tunggakan Pajak secara optimal melalui kegiatan operasional Penagihan yaitu dengan melaksanakan intensifikasi kegiatan penagihan Pajak secara terpadu, propesional, tepat waktu dan akurat.

2. Kendala Fiskus Dalam Melaksanakan Penagihan.

Dalam melaksanakan Prosedur Penagihan kelapangan adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh fiskus yaitu:

a.Wajib Pajak tidak ada ditempat

b.Wajib Pajak tidak mau menerima Surat Tagihan Pajak, karena nama pada Surat Tagihan Pajak tidak sesuai dengan pemilik baru (sudah diperjual belikan)

c.Wajib Pajak tidak mau menerima Surat Tagihan Pajak karena data tidak sesuai dengan data dilapangan

d. Objek Pajak dan/ atau Subjek Pajak Tidak ada dilapangan

Untuk mengatasi kendala-kendala di atas di harapkan pada Kantor Pelayanan Pajak harus lebih teliti dalam melakukan peninjauan agar data-data WP menjadi lebih akurat kebenarannya dan akan memudahkan fiskus dalam melaksanakan tugasnya.

BAB V

Kesimpulan Dan Saran


(4)

1. Prosedur Penagihan dilakukan tahap demi tahap, di awali dengan menerbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah melaksanakan Penyitaan dan permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal dan bulan pelaksanaan pelelangan pada Kantor Lelang Negara.

2. Prosedur penagihan dalam pelaksanaannya tidak dilakukan sampai tuntas, prosedur dihentikan pada saat Wajib Pajak melunasi hutang pajaknya. 3. Penagihan pajak dilakukan terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi

sebagian/keseluruhan kewajiban perpajakan yang terhutang.

4. Penagihan Pajak dilakukan oleh Juru Sita Pajak yang telah memenuhi syarat .

5. Surat paksa diterbitkan apabila Surat teguran tidak dapak dipenuhi oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

6. Surat Paksa mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

7. Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan tanpa mengikuti jadwal yang ada.

8. Terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi petugas atau Juru Sita Pajak tersebut dalam melaksanakan tugasnya, antara lain: Wajib Pajak tidak ada ditempat, Wajip Pajak tidak mau menerima data karena data tidak sesuai dengan yang dilapangan, Objek Pajak / Subjek Pajak tidak ada dilapangan.


(5)

1. Meningkatkan kualitas SDM serta membagi kerja secara terorganisasi dan terkoordinasi sehingga pelaksanaan penagihan pajak secara aktif akan mampu memberikan hasil secara optimal.

2. Melaksanakan intensifikasi kegiatan penagihan pajak secara terpadu, profesional, tepat waktu dan akurat dalam rangka mendukung tercapainya rencanan penerimaan pajak nasional.

3. Lebih teliti dalam melakukan peninjauan agar data-data wajib pajak menjadi lebih akurat kebenarannya, agar memudahkan fiskus dalam melaksanakan tugasnya.

4. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada wajib pajak mengenai penagihan Pajak sehingga dapat menggugah kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya fungsi peranan pada pajak.

5. Melakukan pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Wajib Pajak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Boediono B,

Perpajakan Indonesia

; Penerbit Diadit Media;

Jakarta; 2000.

Hadi H. Moeljo,

Dasar - Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Oleh Juru Sita Pajak Pusat Dan Daerah

; PT. Raja Grafindo

Persada; Jakarta; 1998.

Hudijani Nor Hari,

Kumpulan Peraturan Dibidang Penagihan Pajak

Bagian II

; Jakarta; 2004.

Mardisono, Dr, MBA, AK;

Perpajak Edisi Revisi 2002;

Andi Yogjalarta;

Balaksumur ; 2002.

Soemitro Rochmat. Prof. Dr. H. SH;

Asa dan Dasar Perpajakan 2

;

Penerbit Refika Aditama; Bandung; 1998

Perubahan

Undang-Undang Perpajak Tahun 2000

; Penerbit; CV. Lintas

Media; Jombang; 2000.

Undang-Undang RI No. 19 Tahun 1997

Tentang Penagihan Pajak Dengan