11
BAB II Ritual dan Identitas Sosial
Bagian ini merupakan uraian teoritis yang berkaitan antara “Oma Panggel Pulang” dengan konsep-konsep yang tertuang dalam judul tesis ini melalui pendekatan teoritis. Untuk
dapat memahami tradisi ”Oma Panggel Pulang” maka terlebih dahulu penulis melihat teori-
teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora. Ritualisasi dalam tradisi
Oma Panggel Pulang.
2.1 Ritual
Ritual adalah seperangkat tindakan yang mencoba melibatkan agama atau magis, yang diperkuat melalui tradisi. Para ahli seperti Arnold Van Gennep, Victor Turner, Clifford
Geertz, Catherine Bell, Emile Durkeim dan Roy Rappaport, dalam melihat ritual lebih menekankan pada bentuk ritual sebagai suatu penguatan ikatan tradisi sosial dan individu
dengan struktur sosial dari kelompok. Intergrasi itu dikuatkan dan diabdikan melalui simbolisasi ritual. Jadi ritual bisa dikatakan sebagai perwujudan esensial dari kebudayaan.
Ritual sendiri merupakan suatu tindakan kebiasaan dari cerita rakyat yang berulang- ulang. Ritual mempunyai tujuan yang sangat terorganisir dan dikendalikan secara umum
untuk menunjukkan keanggotaan dalam kelompok.
1
Ritual juga dianggap sebagai suatu tindakan dan otomatis sehingga membedakannya dari aspek konseptual agama, seperti
keyakinan, simbol dan mitos. Karena itu, ritual ini kemudian digambarkan sebagai suatu tindakan yang dirutinkan atau kebiasaan. Seperti integrasi ritual, kepercayaan dan perilaku,
1
Sims dan Stephens, Living Folkore ,..., 95.
12
tradisi dan perubahan, ketertiban dan kekacauan, individu dan kelompok, alam dan budaya, subjektivitas dan objektivitas.
2
Ritual bersifat publik untuk menyeragamkan wujud nilai-nilai yang ada pada masyarakat untuk menjadikan suatu perantaraan pengalaman-pengalaman individu dalam masyarakat.
3
Roy Rappaport menekankan bagaimana kegiatan-kegiatan budaya tertentu berguna sebagai mekanisme homeostatis untuk mempertahankan keseimbangan masyarakat dengan
lingkungan fisiknya. Adanya suatu ritual dalam masyarakat tertentu tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Ritual yang dilakukan oleh manusia merupakan proses adaptasi
terhadap lingkungan alam sekitarnya. Selanjutnya ritual seringkali dihubungkan dengan berbagai unsur-unsur kebudayaan.
4
Dengan kata lain, ada hubungan erat antara kehidupan sehari-hari masyarakat dengan ritus-ritus. Sebab peranan ritus dalam masyarakat sangatlah
menonjol.
5
Unsur terpenting dalam ritus adalah simbol, maka simbol pun mendapatkan perhatian khusus. Dimana simbol ritual sebagai unit terkecil dari ritus yang masih
mempertahankan sifat-sifat spesifik dari tingkah laku dalam ritus.
6
Sebab suatu simbol tentunya memiliki instrumen nilai.
7
Menurut Van gennep dalam buku
The Rites of Passage
, dikatakan bahwa peralihan itu diiringi dengan ritus-ritus peralihan. Proses ritus-ritus ini terdiri dari tiga 3 fase, yaitu: 1
pemisahan, di mana seseorang tidak terlibat dari peran atau status sosial, manusia menjadi objek dari upacara itu akan terpisah atau dipisahkan dari lingkungan dan struktur masyarakat
semula; 2 transisi, di mana seseorang beradaptasi dan perubahan agar sesuai dengan peran
2
Catherine Bell, Ritual – Perpectives and Dimensions New York: Oxford University Press, 1997, 19-
20.
3
Mary Douglas, Purity and Danger London and New York: Routledge, 1996, 48.
4
Roy A. Rappaport, Pigs For the Ancestors: Ritual in the ecology of a New Guinea New Haven and London: Yale University Press, 1978, 1.
5
Victor Turner, The Ritual Process, Structure and Anti-structure New York: Cornell University Press, 1969, 9.
6
Turner,“Symbols in African Ritual”, dalam: Morris Freilich ed, The Pleasure of Anthropology New York: The New American Library, 1983, 361.
7
Raymond Firth, Symbols: Public and Private New York, Ithaca: Cornell University Press, 1973, 76.
13
baru, mereka memasuki masa liminalitas atau transisi; dan 3 penggabungan, dimana orang tersebut mengintegrasikan peran baru atau status ke dalam diri objek akan masuk ke dalam
lingkungan baru dalam struktur masyarakatnya.
8
Hal ini sama pendapatnya dengan Turner, komunitas muncul di mana tidak ada struktur sosial.
9
Karena komunitas merupakan bentuk sosial dari liminalitas. Dimana komunitas yang lahir dari periode liminal merupakan salah
satu model masyarakat yang relatif tidak terstruktur dan tidak terbedakan, atau tidak terstruktur secara sempurna, bahkan merupakan komuni
communion
dari individu-individu sederajat yang tunduk bersama-sama kepada satu otoritas umum
general aothority
.
10
Dalam ritual terdapat ritus-ritus upacara-upacara yang dilakukan.
Dengan demikian, upacara dikatakan sebagai “Transformasi simbolis” pengalaman- pengalaman yang dibakukan menjadi “formalisasi perilaku ketika berhadapan dengan objek
suci,” merupakan artikulasi perasaan yang menghasilkan sikap kompleks dan permanen.
11
Kemudian upacara menjadi suatu “pengulangan sentimen secara tetap” dan “penggulangan sikap yang benar da
n pasti,” yang oleh Parson,
12
bahwa dalam perbuatan pengulangan itu “manusia tidak hanya menunjukan kebersamaan sikap, melainkan justru memperkuat sikap-
sikap itu. Upacara menanamkan sikap dalam kesadaran diri yang memperkuat nereka dan karena itu memperkuat komunitas moral.
Menurut Thompson, upacara
ceremony
adalah “
a public or religious occasion that include a series of formal or traditional action
”. Upacara merupakan peristiwa-peristiwa resmi atau keagamaan yang meliputi tingkah laku yang bersifat tradisi atau bersifat formal.
13
Sedangkan Ritual
ritus
adalah bagian dari tingkah laku religius yang masih aktif dan bisa
8
Arnold.Van Gennep, The Rites of Passage London and Henley: Rouledge and Kegan Paul, 1960, 11.
9
Y.W. Winangun, Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dari Komunitas menurut Victor Turner Yogyakarta: Kanisius, 1990, 47.
10
Turner, The Ritual Process ,..., 96.
11
Thomas E. O’Dea, Sosiologi Agama Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1987, 75.
12
Talcott Parson, The Structure of Social Action New York: The Free Press, 1968, 435.
13
Della Thompson, The Oxford Dictionary of Current English United States: Oxford University Press, 1922, 133.
14
diamati, misalnya pemujaan, nyanyian, doa-doa, tarian dan lain-lain. Sebab ritual memiliki sifat sakral.
14
Menurut lingkupnya upacara dapat dibedakan menjadi dua macam kategori yang terpisah satu s
ama lain: “upacara” dan ritual.” Upacara diartikan dalam setiap organisasi apa pun dari kegiatan yang dilakukan manusia tidak hanya sekedar teknis tetapi berkaitan dengan
penggunaan cara-cara tindakan yang ekspresif dari hubungan sosial. Segala tingkah laku yang sedemikian, entah itu yang sudah lazim atau sesuai mode, disebut upacara. Sedangkan ritual
menjadi nyata bahwa dia berkaitan dengan pengertian-pengertian mistis yang merupakan pola pemikiran yang dihubungkan dengan gejala yang mempunyai ciri-ciri rasa.
15
Terdapat juga perbedaan antara upacara dan ritual menurut Roy Rappaport, sebagaimana ia menyatakan
bahwa seremonial sebagai suatu spesies ritual yang bagaimanapun penekanan lebih pada sebuah pengakuan simbolis dan demonstrasi situasi sosial, yang dibandingkan pada
efektivitas prosedur dalam memodifikasi situasi ini. Sedangkan prosedur ritual lainnya diyakini memiliki validitas sendiri dalam karakter formal.
16
Ritual juga dapat dibedakan dalam empat 4 macam yaitu: 1 Tindakan magis yang dalam pelaksanaannya menggunakan bahan-bahan yang diyakini memiliki kekuatan mistis;
2 Tindakan religius, kultus para leluhur; 3 Ritual konstitutif yang menggunakan hubungan sosial dengan melaksanakan upacara-upacara yang berkaitan dengan siklus kehidupan; 4
Ritual faktitif, ritual yang bertujuan untuk mendapatkan perlindungan dan kekuatan suatu kelompok, salah satunya kesejahteraan materi.
17
Berbeda dengan pendapat yang
14
I Made Sendra, I Made Sumerta, Ni Luh Ariani, Yufiza, Fungsi dan Makna Upacara Ngusaba Gede Lanang Kapat
Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013, 8.
15
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama Yogyakarta: Kanisius, 1995, 175.
16
Roy A. Rappaport, Ritual and Religion in the Making of Humanity United Kingdom: Cambridge University Press, 1999, 38.
17
Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 175.
15
dikemukakan Susanne K. Langer bahwa simbol prosesi ritual, sebagai perantara untuk menampilkan pengertian akal murni yang mengandung penggambaran tidak langsung.
18
Adapun tujuan dari ritual-ritual upacara-upacara itu, adalah: tujuan penerimaan, perlindungan, pemurnian, pemulihan, kesuburan, penjamin, melestarikan kehendak leluhur
penghormatan, mengontrol sikap komunitas menurut situasi kehidupan sosial yang semuanya diarahkan pada transformasi keadaan dalam manusia atau alam.
19
Sebagai kontrol sosial, ritus bermaksud mengontrol perilaku kesejahteraan individu demi dirinya sendiri
sebagai individu ataupun individu bayangan. Hal itu dimaksudkan untuk mengontrol dengan cara konservatif, perilaku, keadaan hati, perasaan, dan nilai-nilai dalam kelompok demi
komunitas secara keseluruhan.
20
Bagi Durkheim, ritus-ritus merupakan tindakan yang hanya lahir di tengah kelompok-kelompok manusia dan tujuannya adalah melahirkan,
mempertahankan atau menciptakan kembali keadaan-keadaan mental tertentu dari kelompok- kelompok itu.
21
Lebih lanjut Van Gennep mengemukakan bahwa tujuan ritual dapat menandai kemajuan seseorang dari satu status yang satu ke status yang lain. Hal ini
merupakan suatu fenomena universal yang dapat menunjukan antropologi dalam hierarki sosial, nilai-nilai dan keyakinan yang penting dalam budaya.
22
Ritus memiliki banyak fungsi, baik pada tingkat individu maupun kelompok dan masyarakat. Ritus dapat menyalurkan dan mengekspresikan emosi, menuntun dan
menguatkan bentuk-bentuk perilaku, memberi dukungan dan mengembangkan status quo, membawa perubahan, juga memiliki fungsi yang sangat penting dalam penyembahan dan
penghormatan. Ritus-ritus juga dapat digunakan untuk memelihara kesuburan tanah dan untuk menjamin hubungan yang benar dengan dunia yang tak terlihat dari roh-roh leluhur
18
Susanne K. Langer, Philosophy in a New Key New York: The Free Press. 1971, 51.
19
Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 180.
20
Emile Durkheim, Sejarah Agama Terj. Yogyakarta: IRCiSoD, 2003, 29.
21
Durkheim, Sejarah Agama ,.., 30.
22
Gennep, The Rites of Passage ,.., 10.
16
atau kekuatan-kekuatan supranatural lainnya.
23
Ritus merupakan aturan tentang perilaku yang menentukan bagaimana manusia harus mengatur hubungan dirinya dengan hal-hal yang
sakral.
24
Ritual berfungsi sebagai alat yang membolehkan masyarakat berhimpun sehingga adanya peluang untuk mempengaruhi perasaan dan semangat bersatu padu. Selain itu, fungsi ritual
tidak hanya untuk menguatkan ikatan dengan para leluhur, namun juga sebaliknya memperkuat ikatan yang menyemangatkan individu kepada kelompok sosialnya sebagai
anggota dari suatu kelompok, dan melalui ritual ini kelompok menjadi sadar akan kelompoknya.
2.2 Ritual Makan Bersama Masyarakat