ANALISIS PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) MELALUI PERHITUNGAN RETRIBUSI DAERAH DI SKPD DINS PERIKANAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(1)

ANALISIS PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) MELALUI PERHITUNGAN RETRIBUSI DAERAH DI SKPD DINAS

PERIKANAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh LYANDA ALI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) MELALUI PERHITUNGAN RETRIBUSI DAERAH DI SKPD DINS PERIKANAN

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

LYANDA ALI

Sasaran penting dari Pembangunan Ekonomi dalah mencapai tujuan dari pembanguna ekonomi tersebut, antara lain yaitu terciptanya kondisi kemajuan ekonomi masyarakat yang dimanifestasikan dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah : “Bagaimanakah tingkat efektivitas pumungutan retribusi dan pajak daerah di Kabupaten Lampung Selatan” dan “Bagaimanakah potensi penerimaan retribusi atau estimasi penerimaan retribusi daerah, khususnya estimasi untuk retribusi dilingkungan dinas Perikanan dan Kelautan.”

Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Terindentifikasinya potensi Penerimaan Asli Daerah (PAD) dilingkungan dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan dan 2. Mengetahui/mengukur kinerja penerimaan pajak dan retribusi daerah dalam rangka peningkatan Penerimaan Asli Daerah (PAD) di lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten

Lampung Selatan

Berdasarkan hasil dan perhitungan dan pembahan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Assli Daerah (PAD) Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan peningkatan setiap tahunnya dan retribusi daerah dapat memberikan kontribusi.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kerangka pemikiran ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah ... 19

B. Sumber-Surnber Keuangan Daerah ... 25

C. Retribusi Daerah... 26

D. Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Daerah yang Potensial ... 30

E. Pengolahan Retribusi Daerah ... ... 32

1. Aspek Perencanaan ... ... 32

2. Aspek Pelaksanaan ... 34

3. Pengawasan ... 35

III. METODE PENELITIAN A. Data dan Sumber Data ... 36

B. Alat Analisis ... 37

1. Pengukuran Kinerja PAD ... 37

2. Estimasi Potensi Penerimaan ... 37

2.1. Defjinitional Equation (Persamaan Identitas) ... 37

2.2. Behavioral Equation (Analisis Regresi) dan Trend Method (Analisis Trend)... 38


(7)

C. Gambaran Singkat Kabupaten Larnpung Selatan ... 40

1. Struktur Ekonomi Kabupaten Lampung Selatan ... 41

2. Jumlah Pangkalan Pendaratan fkan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kabupaten Lampung Setatan ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Perekonomian dan Retribusi Kabupaten Lampung Selatan 43 B. Struktur Perekonomian ... 44

C. Pertumbuhan Ekonomi ... 45

D. Keuangan Daerah ... 47

1. Pendapatan Asli Daerah ... 47

2. Dana Perimbangan ... 49

3 Belanja Daerah ... 51

4. Target dan Realisasi APBD Kabupaten hampung Selatan ... 52

5. Kontribusi PAD Terhadap APBD Kabupaten Lampung Selatan . 55 5.1 Target dan Realisasi PAD Kabupaten I.ampung Selatan ... 54

5.2 Kontibusi Komponen Penerimaan Terhadap PAD Kabupaten Lampung Selatan ... 56

5.3 Kontribusi Penerimaan Retribusi Daerah Terhadap PAD Kabupaten Lampung Selatan ... 56

5.4.Target danRealisasi Penerimaan Retribusi Daerah Kabupaten Lampung Selatan ... 57

5.5 Perkembangan Retribusi Daerah Kabupaten Lampung Selatan ... 58

6. ImpliKasi Hasil Perhitungan ... 59

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 70

B. Saran ... 71


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sasaran penting dari Pembangunan Ekonomi adalah mencapai tujuan dari pembangunan ekonomi tersebut, antara lain yaitu terciptanya kondisi kemajuan ekonomi masyarakat yang dimanifestasikan dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Setiap Pembangunan Ekonomi harus selalu dimulai dari adanya langkah-langkah yang terinci dan operasional dari Perencanaan Pembangunan ekonomi dan dijadikan pedoman dan garis-garis besar dari haluan pembangunan tersebut. Perangkat

Perencanaan Pembangunan ekonomi harus dilengkapi dengan informasi dan data yang memiliki tingkat akurasi yang terukur dan valid, sehingga didalam muatan perencanaan pembangunan ekonomi yang tersusun dapat mampu mengadopsi keadaan kedepan dari ketidak pastian dan resiko yang besar.

Pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Artinya daerah diberikan kewenangan untuk menentukan arah dan kebijaksanaan


(9)

Tujuan pembangunan daerah adalah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus diwujudkan dalam pola perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dan hasil-hasil yang telah dicapai. Kewenangan daerah dalam pembangunan tersebut sedapat mungkin memperhatikan aspek integritas pembangunan nasional yang terarah dan berkesinambungan (sustenable development), selain itu harus memperhatikan aspek sumber-sumber keuangan baik dari PAD maupun dari perimbangan keuangan pusat ataupun dari sumber lain yang syah.

Seiring dengan pelaksanaan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah daerah harus dapat menyesuaikan terutama dengan terjadinya perubahan paradigma dari sentralisasi ke desentralisasi yang

substansinya adalah demokratisasi dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengawasan jalannya pemerintahan.

Konsekuensi dari UU No 32 tahun 2004 adalah “Daerah yang tidak mampu

menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain”. Hal ini berarti eksistensi dan prospek daerah kembali pada inisiatif, kreativitas dan inovasi daerah dalam menggalang dan mendayagunakan berbagai potensi aset dan akses ke arah yang lebih produktif dan ekonomis.

Otonomi daerah menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah. Kesiapan dan keseriusan dalam melaksanakan otonomi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan melaksanakan otonomi daerah. Ketersediaan dana


(10)

pembangunan menjadi permasalahan umum yang dihadapi dalam melaksanakan otonomi daerah. Sesuai dengan paradigma otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai wewenang yang luas dalam mengatur penggunaan dana pembangunan, termasuk didalamnya adalah menggali sumber-sumber penerimaan dana atau pendapatan daerah.

Sesuai dengan Undang-undang No.34 Tahun 2004 tentang sumber-sumber pendapatan daerah, pada dasarnya pendapatan daerah dikelompokan menjadi : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari pajak, retribusi daerah,

keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain PAD.

2. Dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah 3. Pinjaman daerah

4. Lain-lain pendapatan daerah yang syah

Kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Hal ini berarti eksistensi dan prospek daerah kembali kepada inisiatif, kreativitas, dan inovasi daerah dalam menggalang dan mendayagunakan berbagai potensi di daerah ke arah yang lebih produktif dan ekonomis. Kesiapan dalam melaksanakan otonomi tidak terlepas dari kemampuan daerah untuk menggali sumber pendapatan asli daerah guna mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Ketersediaan dana pembangunan menjadi permasalahan umum dalam melaksanakan


(11)

otonomi daerah. Sesuai dengan paradigma otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai wewenang yang luas dalam mengatur penggunaan dana pembangunan, termasuk di dalamnya adalah menggali dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dalam kenyataannya besaran PAD masih relatif kecil jika dibanding dengan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan kondisi ini masih dialami sebagian besar daerah di Indonesia, sehingga sebagian besar daerah masih

menggantungkan diri kepada kucuran dana dari pemerintah pusat dalam menyelenggarakan roda pemerintahan dan pembangunan di daerah.

Peningkatan PAD sudah diupayakan oleh setiap pemerintahan daerah, namun umumnya peningkatan ini masih belum memenuhi target yang diharapkan. Oleh karena itu untuk dapat mencapai tingkat kenaikan yang cukup berarti, maka perlu dilakukan perhitungan dan analisis yang rasional untuk meningkatkan PAD yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Berbagai alternatif upaya dapat dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD, antara lain: (1) melakukan usaha intensifikasi melalui perbaikan sistem penyusunan target penerimaan agar sesuai dengan potensi yang ada, mengintensifkan pengelolaan sumber penerimaan daerah, mengefektifkan pelaksanaan pengawasan, dan melakukan penyesuaian tarif pajak dan retribusi guna mengimbangi perkembangan inflasi di daerah, dan (2) melakukan identifikasi potensi penerimaan yang baru sesuai dengan peraturan yang berlaku.


(12)

Kabupaten Lampung Selatan merupakan bagian wilayah Propinsi Lampung memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, baik dari sektor pertanian, perikanan, dan

kelautan, sektor pertambangan, sektor perdagangan, dan sektor pariwisata.

Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105014’ sampai dengan 105045’ Bujur Timur dan 5015’ sampai dengan 60 Lintang Selatan. Berdasarkan posisi

tersebut, Kabupaten Lampung Selatan termasuk daerah tropis. Kabupaten Lampung Selatan meliputi wilayah daratan kurang lebih 3.180,78 Km2, dengan pusat

pemerintahan di Kota Kalianda yang sekaligus merupakan Ibukota Kabupaten

Lampung Selatan sejak tanggal 11 Februari 1982. Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari 20 Kecamatan yang meliputi 362 desa definitif, 9 desa persiapan, dan 3

kelurahan.

Batas administrasi Kabupaten Lampung Selatan adalah:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda

3. Sebelah Barat berbatsan dengan Kabupaten Tanggamus 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa

Wilayah Kabupaten Lampung Selatan memiliki banyak pulau, diantaranya yaitu Pulau Krakatau, Sebesi, Sebuku, Legundi, Puhawang, Sertung, Rakata, Mundu,


(13)

Seram, Rimau Balak, Panjurit, Siuncal, Mahitom, Tegal, Umang-umang, Condong, dan beberapa pulau kecil lainnya.

Di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terdapat beberapa sungai yang penting antara lain, Way Sekampung, Way Ketibung, dan Way Pisang. Pada umumnya sungai-sungai ini dimanfaatkan untuk mengairi (irigasi) sawah dengan pembuatan dam-dam. Sementara itu jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan antara lain latosol, Podsolik, Andosol, Hidromorf,Alluvial yang tersebar diseluruh wilayah.

Visi Kabupaten Lampung Selatan adalah terwujudnya Kabupaten Lampung Selatan sebagai daerah yang mandiri, menarik, berkeadilan, aman, tertib dan sejahtera.

Daerah mandiri dalam pengertian pemerintah daerah memiliki kemampuan yang terus meningkat untuk membiayai sendiri pembangunannya, masyarakat mampu

memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan hidup minimum dan dunia usaha mampu mengembangkan dunia usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat yang dilaksanakan secara adil dan bertumpu pada keswadayaan


(14)

Daerah yang menarik dalam pengertian mampu memberikan kenyamanan, hiburan, dan peluang usaha sehingga menarik orang untuk berkunjung, berwisata dan menanamkan modal.

Daerah yang berkeadilan dalam pengertian masyarakatnya menjalankan agama secara baik dan melaksanakan hak dan kewajiban secara seimbang, tegaknya hak asasi manusia dan supremasi hukum, berkembangnya partisipasi masyarakat serta terdistribusinya pembangunan dan hasil-hasilnya.

Daerah yang aman dan tertib dalam pengertian terciptanya kondisi masyarakat yang aman dan tertib dengan semakin berkurangnya kriminalitas dan tindak kejahatan.

Daerah yang sejahtera dalam pengertian masyarakatnya hidup sehat, berpendidikan, berkembangnya budaya dan kebudayaan daerah, terjalinya komunikasi sosial yang harmonis, terlindungi dan diberdayakannya penyandang cacat dan fakir miskin, dan bebas dari rasa takut yang dilandasi nilai-nilai agama.

Dengan visi tersebut yang didukung dengan letak/posisi geografis yang strategis, yaitu berdekatan dengan ibu kota negara dan sebagai penyangga Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan akan mampu menggapai visi tersebut. Dampak letak geografis ini akan memberikan spread effect ekonomis dan informatifa yang cukup tinggi.


(15)

Melihat potensi ini berbagai jenis layanan dapat disediakan untuk mendapatkan penghasilan bagi daerah. Jenis layanan yang patut disediakan ini sangat tergantung dengan kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan desain dengan harapan layanan tersebut tetap memenuhi syarat cost recovery namun tetap pula memenuhi syarat-syarat kepatutan, tidak membangun kembali high cost economy, selaras dengan rasa keadilan dipelihara sehingga memberi dampak menyenangkan (feel benefit).

Penerimaan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Lampung Selatan memegang peranan penting dalam meningkatkan kemandirian fiscal, namun secara riil sampai saat ini Kontribusi PAD terhadap APBD di Kabupaten Lampung Selatan slecara nominal masih relatif kecil walupun persentase nya cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan kontribusi penerimaan retribusi daerah terhadap PAD lebih besar dibanding dengan kontribusi pajak daerah; dilain pihak tingkat pencapaian target penerimaan retribusi daerah relatif lebih rendah dibanding dengan tingkat pencapaian target penerimaan pajak daerah.

B. Permasalahan

Hasil kajian sementara terlihat bahwa peningkatan penerimaan daerah terutama dari restribusi belum optimal. Pada tahun 2012 PAD Lampung Selatan mencapai 98.54 persen dari target yang ditetapkan sebanyak Rp 16,17 Milyar. Sementara pencapaian restribusi utama mencapai 93,08 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 6,17 Milyar, dan pencapaian target pajak daerah mencapai 102,86 persen dari target yang


(16)

ditetapkan sebesar Rp 4,61 milyard. Karena penerimaan daerah ini merupakan hal penting dalam membangun kemandirian finansial, maka diperlukan upaya untuk menggali kemungkinan yang dapat ditindak lanjuti dengan tidak membebani ekonomi masyarakat. Hasil pengamatan diperkirakan ada beberapa sumber penerimaan daerah yang terkait dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan, yakni :

1. Retribusi Daerah

a. Retribusi Jasa Usaha tempat pelelangan ikan, b. Retribusi Pelelangan Ikan

c. Retribusi izin Usaha Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan, antara lain : i. Retribusi Izin Usaha dan Pungutan hasil Usaha Pembenihan,

ii. Usaha Pengumpulan/Penampungan dan Perdagangan Ikan, iii. Usaha Budidaya Air Tawar,

iv. Usaha Budidaya Air Payau dan Lain-lain. 2,Bagi Hasil bukan Pajak/Sumberdaya Alam Perikanan.

Berkenaan dengan hal ini maka dipandang perlu utuk melakukan Analisis

Peningkatan PAD melalui Perhitungan Potensi Pajak dan Retribusi Dilingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan dikabupaten Lampung Selatan.

Dari potensi ekonomi dan kondisi geografis Kabupaten Lampung Selatan di atas, maka yang menjadi permasalaha dalam penelitian ini adalah:


(17)

1. Bagaimanakah tingkat efektivitas pemungutan retribusi dan pajak daerah di Kabupaten Lampung Selatan.

2. Bagaimanakah potensi penerimaan retribusi atau estimasi penerimaan retribusi daerah, khususnya estimasi untuk retribusi dilingkungan dinas Perikanan dan Kelautan .

C. Tujuan

Tujuan kegiatan yang ingin dicapai ialah :

1. Teridentifikasinya potensi Penerimaan Asli Daerah (PAD) dilingkungan dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan

2. Mengetahui/mengukur kinerja penerimaan pajak dan retribusi daerah dalam rangka peningkatan Penerimaan Asli Daerah (PAD) dilingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan.

3. Menentukan besaran estimasi penerimaan Asli Daerah (PAD) dilingkungan dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan.

D. Kerangka Pemikiran

Perkembangan ekonomi dapat diartikan sebagai usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riel perkapita. Selain itu tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas. Menurut Irawan dan Suparmoko ( Oktober 1999 ; 6 ), pembangunan


(18)

ekonomi atau perkembangan ekonomi adalah perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian. Manfaat dari

perkembangan ekonomi yaitu ;

1. Output atau kekayaan masyarakat pada suatu wilayah akan bertambah. 2. Memberikan kepada manusia kemampuan yang lebih besar untuk menguasai

alam sekitarnya dan mempertinggi tingkat kebebasannya dalam mengadakan suatu tindakan tertentu.

3. Tersedianya barang-barang dan jasa yang dapat digunakan sebagai pemuas kebutuhan.

4. Mengurangi jurang perbedaan antara negara-negara sedang berkembangan dengan negara yang sudah berkembang, mengurangi kesenjangan atau perbedaan antara daerah kaya dengan daerah miskin.

5. Peningkatan penggunaan tehnologi untuk meningkatkan produktivitas.

Selain manfaat yang didapat dari perkembangan ekonomi seperti yang telah dijelaskan, terdapat kerugian-kerugian dari perkembangan ekonomi, antara lain : 1. Perkembangan tehnologi yang digunakan oleh perusahaan tidak didukung

dengan ketrampilan yang dimiliki tenaga kerja akan menyebabkan pengangguran.

2. Pada sistem perekonomian terbuka, kegiatan ekspor akan meningkatkan produksi dalam negeri untuk memperluas pasar barang buatan dalam negeri, begitu pula dengan kegiatan impor dapat memberi sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi seperti penyediaan mesin-mesin atau tehnologi dan bahan mentah yang


(19)

diperlukan dalam industri atau penyediaan barang konsumsi masyarakat. Namun kegiatan impor yang berlebih akan mengurangi kegiatan ekonomi dalam negeri.

Salah satu indikasi kemajuan perekonomian pada suatu daerah adalah melalui pencapaian tingkat pertumbuhan PDRB dalam kurun waktu tertentu. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang berada di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. PDRB terdiri dari 9 (sembilan) sektor antara lain ; sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri, sektor listrik, gas, dan air minum, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor transportasi dan komunikasi, sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.

Pada sektor pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan dan kelautan.

Untuk sektor pertambangan dan penggalian yang terdiri dari subsektor pertambangan minyak dan gas bumi (migas), pertambangan bukan migas, dan subsektor penggalian.

Sektor industri yang terdiri dari dari industri pengolahan mencangkup pengolahan bahan organik maupun anorganik menjadi produk baru yang lebih tinggi mutunya, baik dilakukan dengan tangan, mesin, ataupun melalui proses kimiawi yang dilakukan oleh rumah tangga maupun industri pengolahan. Industri pengolahan


(20)

terdiri dari subsektor industri pengolahan minyak dan gas bumi (migas), dan subsektor industri pengolahan bukan migas.

Untuk sektor listrik, gas, dan air bersih yang mencangkup subsektor listrik, subsektor gas dan subsektor air bersih.

Sektor konstruksi mencangkup kegiatan pembangunan atau pembuatan, perluasan, pemasangan, perbaikan besar dan ringan, serta perombakan bangunan atau kosntuksi lainnya. Komoditas hasil dari kegiatan ini adalah bangunan atau konstruksi, baik dalam bentuk bangunan tempat tinggal, jalan, jembatan, bendungan, jaringan listrik, telekomunikasi, dan konstruksi lainnya. Kegiatan sub konstruksi seperti pemasangan instalasi listrik, saluran telepon, alat pendingin, serta pembuatan dan perbaikan bangunan tempat tinggal yang dilakukan sendiri oleh rumah tangga, lembaga swasta, dan pemerintah, termasuk dalam kegiatan sektor konstruksi.

Untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran ; subsektor perdagangan merupakan kegiatan pembelian dan penjualan barang, baik barang baru maupun barang bekas guna disalurkan atau di distribusikan kepada konsumen tanpa mengubah wujud komoditas (barang dagangan) tersebut. Subsektor hotel mencangkup kegiatan penyediaan fasilitas penginapan dan berbagai akomodasi lainnya termasuk

penyediaan makanan dan minuman serta fasilitas lain yangmasih dalam satu kesatuan dengan kegiatan penginapan. Sedangkan subsektor restoran mencangkup usaha


(21)

penyediaan makanan dan minuman jadi, yang umumnya dikonsumsi di tempat penjualan.

Sektor transportasi dan komunikasi, subsektor transportasi meliputi kegiatan jasa angkutan penumpang maupun barang, dengan menggunakan alat angkut atau

kendaraan baik bermotor maupun tidak bermotor atas dasar pembayaran. Subsektor komunikasi meliputi kegiatan pengiriman melalui jasa pos, telekomunikasi, dan kegiatan jasa penunjang komunikasi.

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan meliputi subsektor keuangan yang mencangkup subsektor bank yang meliputi kegiatan jasa pelayanan keuangan kepada pihak lain seperti jasa simpanan dalam bentuk tabungan, giro, jasa kredit, jasa transfer, jual-beli surat berharga, serta penitipan barang berharga. Selain itu subsektor keuangan juga mencangkup subsektor lembaga keuangan bukan bank seperti kegiatan asuransi dan koperasi simpan pinjam. Subsektor sewa bangunan meliputi kegiatan persewaan bangunan dan tanah, baik bangunan tempat tinggal maupun bukan, seperti perkantoran dan pertokoan, serta persewaan tanah persil. Sedangkan subsektor jasa perusahaan meliputi kegiatan jasa pelayanan konsultasi dibidang hokum, arsitek, iklan dan riset pemasaran serta kegiatan jasa persewaan mesin dan peralatan.

Sektor jasa-jasa, mencangkup subsektor pemerintahan umum dan pertahanan meliputi kegiatan pelayanan jasa administrasi pemerintahan dan pertahanan, serta kegiatan


(22)

pelayanan jasa pemerintahan lainnya. Subsektor jasa sosial kemasyarakatan meliputi kegiatan jasa.

Untuk meningkatkan perkembangan ekonomi maka dibutuhkan peran serta dari pemerintah. Peran pemerintah tersebut meliputi :

(1) mendiversifikasikan kegiatan ekonomi, (2) mengembangkan infrastruktur,

(3) meningkatkan tabungan dan investasi, (4) meningkatkan taraf pendidikan,

(5) mengembangkan institusi yang menggalakkan pembangunan, dan (6) merumuskan dan melaksanakan perencanaan ekonomi.

Diversifikasi kegiatan ekonomi adalah kebijakan pemerintah untuk membangun perekonomian dengan cara mengembangkan kegiatan ekonomi di sektor baru yang lebih modern, seperti sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan. (Sukirno, 2004 ; 446). Untuk mewujudkan peran pemerintah tersebut, maka dibutuhkan

kebijakan ekonomi salah satunya dengan menggunakan kebijakan fiskal.

Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah dalam melakukan perubahan dalam bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran aggregat dalam perekonomian, (Sukirono. 2004;24). Menurut Basri (2003; 23-24), kebijakan fiskal tercermin pada kebijakan keuangan daerah atau anggaran daerah. Tujuan utama dari kebijakan fiskal adalah :


(23)

1. Untuk menjamin agar laju pertumbuhan ekonomi dapat sesuai dengan

potensinya. Ini berarti dengan kebijaksanaan fiskal akan diusahakan seoptimal mungkin agar potensi-potensi ekonomi yang ada pada daerah dapat terealisasi. 2. Untuk mengusahakan terbukanya berbagai kesempatan.

3. Mengusahakan agar harga berada dalam tingkat yang wajar dan selalu dalam keadaan stabil, sehingga memungkinkan peningkatan pertumbuhan.

Umumnya daerah dengan intensitas ekonomi yang tinggi , akan memberikan kontribusi cukup besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan atau PDRB. Perkembangan perekonomian daerah dapat terjadi karena peningkatan produktivitas dan pendapatan pada kegiatan ekonomi yang sudah ada, tetapi dapat pula karena munculnya kegiatan usaha baru.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang

dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah.

Peran pemerintah dan tanggung jawab sangat diperlukan, akan tetapi implikasi kebijakan fiskal berkaitan langsung terhadap perkembangan ekonomi yang pada awalnya lebih memperhatikan pada kuantitas pengeluaran pemerintah, selain efektivitas dan efisiensi pengeluaran pemerintah dan alokasi sektoral. Dalam


(24)

pemerintah daerah. (Mangkusoebroto, 2000 ; 1). Selain itu pemerintah juga

bertindak sebagai distributor dalam penyediaan faktor-faktor yang nantinya dijadikan sebagai sumber daya dalam pengembangan sektor ekonomi yang ada seperti

penyediaan infrastruktur. Pengembangan sektor ekonomi itu sendiri dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan daerah, khususnya PAD. Untuk melihat hubungan antara perkembangan ekonomi daerah dengan PAD sebagai salah satu komponen yang sangat berperan dalam kemandirian pembiayaan pembangunan dapat menggunakan alat analisis korelasi dan konsep upaya fiskal (tax effort).

Korelasi merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan hubungan masing-masing variabel. Sedangkan, upaya fiskal merupakan derajat kepekaan antara PAD dengan kemampuan membayar pajak (PDRB), atau upaya fiskal dapat diartikan sebagai perbandingan antara besarnya PAD terhadap PDRB. Semakin tinggi PDRB suatu daerah maka kemampuan dalam membayar pajak akan semakin tinggi. Besarnya upaya fiskal yang dihasilkan suatu daerah menunjukkan besarnya posisi fiskal daerah tersebut. Sehingga secara tidak langsung perkembangan ekonomi pada suatu daerah akan mendukung tingkat kemandirian keuangan daerah.

Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran penulisan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Selain menghasilkan penerimaan PAD, intensitas ekonomi yang tinggi akan turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut dan juga daerah sekitarnya, selain itu dampak yang dapat dirasakan adalah penggunaan faktor


(25)

produksi oleh perusahaan akan meningkat. Oleh karena itu peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi atau perkembangan ekonomi seyogyanya dapat menetapkan kebijakan yang tepat.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Otonomi Daerah

Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

Pembangunan Nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk itu diperlukan keikutsertaan masyarakat, keterbukaan, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat.

Pengertian otonomi daerah sendiri menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah : hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(27)

Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan, maka pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama, yaitu : fungsi alokasi, yang meliputi antara lain, sumber-sumber

ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat ; fungsi distribusi, yang meliputi antara lain, pendapatan dan kekayaan masyarakat serta pemerataan

pembangunan ; dan fungsi stabilisasi yang meliputi antara lain, pertahanan keamanan, ekonomi dan moneter.

Fungsi distribusi dan stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan fungsi alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda dari

masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara jelas dan tegas.

Adapun tujuan hubungan antara pusat dan daerah menurut Davey dalam (Ibnu Syamsi, 2004 : 224) adalah :

1. Adanya pembagian wewenang yang rasional antara tingkat-tingkat pemerintahan mengenai sumber-sumber pendapatan dan penggunaannya.


(28)

2. Pemerintah Daerah mendapat cukup dari sumber-sumber dana sehingga dapat menjalankan tugas atau fungsi yang lebih baik (penyediaan dana untuk menutup kebutuhan rutin dan pembangunan).

3. Pembagian yang adil antara pembelanjaan daerah yang satu dan yang lainnya. 4. Pemerintah Daerah dalam mengusahakan pendapatan (pajak dan retribusi) sesuai

dengan pembagian yang adil terhadap keseluruhan beban pengeluaran pemerintah.

Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Agar daerah otonom tersebut mampu mengatur dan mengurus rumah tangga yang telah diserahkan itu, maka daerah itu harus memiliki bermacam-macam kemampuan. Kemampuan yang perlu dimiliki antara lain : kemampuan keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan ekonomi dan lain sebagainya (Ibnu Syamsi, 2004 : 221). Sumber pembiayaan Pemerintah Daerah dalam rangka perimbangan perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Untuk pemahaman sistem pemerintahan, perlu dipahami perbedaan pengertian antara istilah desentralisasi dan dekonsentrasi. Menurut M. Suparmoko (2002 : 19),


(29)

desentralisasi diartikan sebagai pengembangan otonomi daerah, sedangkan

dekonsentrasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan atau perangkat pusat di daerah.

Tidak semua urusan pemerintah dapat diserahkan kepada daerah menurut asas desentralisasi, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh perangkat pemerintah di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi. Urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, pada dasarnya menjadi wewenang dan

tanggungjawab daerah sepenuhnya, termasuk penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaan. Begitu juga dengan urusan-urusan yang dilimpahkn oleh Pemerintah Pusat kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaannya.

Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom mencakup bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten / kota, kewenangan yang belum dilaksanakan oleh daerah kabupaten / kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan lainnya, seperti : perencanaan dan pengendalian pembangunan regional, alokasi sumber daya manusia yang potensial, serta penelitian yang mencakup wilayah Provinsi.


(30)

Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagai daerah administrasi meliputi bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat. Pelaksanaan asas dekonsentrasi ini dimaksudkan untuk melaksanakan Kewenangan Pemerintah Pusat yang tidak diserahkan kepada daerah otonom kabupaten / kota. Selanjutnya kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mencakup seluruh bidang peradilan, kebijakan fiskal dan moneter, agama, serta kewenangan yang meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan yang sifatnya makro, penentuan dana perimbangan keuangan, sistem perekonomian negara dan sistem administrasi negara.

Dengan adanya otonomi daerah serta berlakunya Undang-Undang otonomi daerah, maka hampir seluruh kewenangan sudah berada pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengurus rumah tangganya sendiri, sehingga intervensi Pemerintah Pusat ke daerah akan menjadi sempit. Semua instansi vertikal yang menjadi

perangkat Pemerintah Daerah, semua kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah.

Menurut M. Suparmoko (2002 : 18), yang menjadi tujuan dari pengembangan otonomi daerah adalah :

1. Memberdayakan masyarakat

2. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas 3. Meningkatkan peran serta masyarakat, dan


(31)

M. Suparmoko juga menjelaskan keuntungan dan kerugian dari diselenggarakannya otonomi daerah. Secara singkat, keuntungan adanya otonomi daerah adalah :

1. Lebih mampu menyediakan jasa pelayanan publik yang bervariasi sesuai dengan potensi (keinginan) masing-masing masyarakat.

2. Penduduk akan bebas berpindah tempat tinggal ke daerah yang sesuai dengan keinginannya.

3. Pemerintah Daerah akan lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sendiri. 4. Proses politik akan lebih cepat, sederhana, dan efisien dengan Pemerintah

Daerah, karena proses politik dalam masyarakat yang lebih sempit akan lebih cepat dan efisien daripada dalam masyarakat yang luas.

5. Eksperimen dan inovasi dalam bidang administrasi dan ekonomi yang dapat dilakukan akan lebih banyak.

Sedangkan kerugian/kelemahan dari otonomi daerah adalah :

1. Dalam hal-hal tertentu Pemerintah Daerah akan kurang efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan yang ada, misalnya dalam hal menyediakan barang publik nasional, seperti : pertahanan keamanan nasional, redistribusi penghasilan, dan pemecahan ekonomi makro.

2. Dalam hal pertahanan dan keamanan, apabila hal ini diserahkan kepada

Pemerintah Daerah, tentu setiap daerah akan bertanggungjawab pada daerahnya masing-masing dalam menghadapi serangan dari luar.

3. Dalam hal redistribusi pendapatan, Pemerintah Daerah juga kurang efektif. (2002 : 19-23)


(32)

B. Sumber-Sumber Keuangan Daerah

Dalam Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan.

Pendapatan daerah bersumber dari : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

2. Dana perimbangan.

Adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.

Dana perimbangan terdiri atas : dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Adalah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana

perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.


(33)

Sedangkan pembiayaan bersumber dari : 1. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah. 2. Penerimaan pinjaman daerah.

3. Dana cadangan daerah, dan

4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

C. Retribusi Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat potensial bagi peningkatan pendapatan daerah berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa perpajakan merupakan salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan. Undang-Undang Dasar 1945 juga menjelaskan bahwa tindakan yang menempatkan beban kepada masyarakat, seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pajak daerah dan retribusi daerah juga harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Adapun ketentuan mengenai objek, subjek, dan pengenaan pajak daerah atau retribusi daerah diatur dengan peraturan daerah.

Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat.


(34)

Pengertian retribusi daerah sesuai PP No. 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah adalah : pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan.

Retribusi daerah ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Retribusi dikelompokkan menjadi tiga macam sesuai dengan objeknya, yaitu :

1. Retribusi jasa umum, yaitu retribusi yang disediakan atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemenfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Adapun jenis-jenis retribusi jasa umum adalah : a. Retribusi pelayanan kesehatan

b. Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan

c. Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan Akte catatan sipil d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum

f. Retribusi pelayanan pasar

g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor

h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran i. Retribusi pengujian kapal perikanan

2. Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena seyogyanya disediakan oleh


(35)

sektor swasta tetapi belum memadai atau tepatnya, harta yang dimiliki atau dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah. Jenis-jenis retribusi jasa usaha, antara lain :

a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah b. Retribusi pasar grosir dan pertokoan c. Retribusi tempat pelelangan

d. Retribusi terminal

e. Retribusi tempat khusus parkir

f. Retribusi tempat penginapan / pesanggrahan / villa g. Retribusi penyedotan kakus

h. Retribusi rumah potong hewan i. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal j. Retribusi tempat rekrasi dan olah raga k. Retribusi penyebrangan di atas air l. Retribusi pengolahan limbah cair

m. Retribusi penjualan produksi usaha daerah

3. Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah daerah dala rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan ataskegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,

prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.


(36)

a. Retribusi izin mendirikan bangunan (IMB)

b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol c. Retribusi izin gangguan

d. Retribusi izin trayek

Dalam menentukan besarnya masing-masing retribusi diperlukan prinsip dan sasaran penetapan retribusi daerah. Adapun prinsip dan sasaran tersebut menurut Mardiasmo (2002 : 103) adalah :

1. Untuk retribusi jasa umum, berdasarkan kebijakan daerah dengan

mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.

2. Untuk retribusi jasa usaha, berdasarkan kepada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

3. Untuk retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.


(37)

D. Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Daerah yang Potensial

Retribusi sebagai salah satu sumber penerimaan daerah tidak dapat diabaikan perannya dalam usaha peningkatan pendapatan daerah. Penerimaan dari sektor retribusi merupakan sumber pendapatan yang penting dalam mengisi kas negara guna membiayai kegiatan pemerintahan daerah dalam rangka pembangunan daerah. Retribusi sebagaimana halnya dengan pajak, mempunyai fungsi sebagai pengisi kas (budgeter) dan sebagai pengatur (reguler).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa retribusi banyak jenisnya, alasan ini yang memungkinkan retribusi merupakan sumber pendapatan daerah yang potensial dalam meningkatkan pendapatan daerah. Retribusi merupakan pembayaran atas jasa yang telah diberikan.

Pegertian tersebut sesuai dengan definisi retribusi yang terdapat dalam PP No.66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, yaitu : pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dalam

pemungutan retribusi menganut azas manfaat (benefit principles), yang maksudnya ialah besarnya retribusi ditentukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh pengguna jasa.


(38)

Untuk mengatasi masalah dalam menentukan besarnya manfaat, maka menurut M. Suparmoko (2002 : 85-86), perlu dilakukan langkah berikut, pertama, diidentifikasi manfaat fisik yang dapat diukur besarnya, kemudian ditetapkan nilai rupiahnya dengan cara menggunakan harga pasar, atau harga barang pengganti atau survei tentang kesediaan membayar (willingness to pay).

Untuk lebih jelasnya, berdasarkan PP No.66 tahun 2007 tentang retribusi daerah disebutkan bahwa pasar grosir dan pertokoan adalah : pasar grosir berbagai jenis barang, termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pasar / pertokoan yang dikontrakkan yang disediakan atau diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh perusahaan daerah (PD) pasar atau pihak swasta.

Sedangkan pengertian retribusi pasar grosir dan pertokoan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan No. 09 tahun 2007 tentang retribusi pasar grosir dan pertokoan adalah : pembayaran atas pelayanan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi dan fasilitas pasar

pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan atau diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) pasar dan pihak swasta.

Jadi, retribusi pasar grosir dan pertokoan merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh pengguna fasilitas pasar / pertokoan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.


(39)

Retribusi pasar grosir dan pertokoan ini berperan penting dalam pendapatan daerah dan berpotensi untuk meningkatkan pendapatan daerah, terutama sejalan dengan pembangunan bidang ekonomi khususnya perdagangan yang menuntut tersedianya fasilitas / tempat-tempat berdagang.

E. Pengelolaan Retribusi Daerah

1. Aspek Perencanaan

Perencanaan merupakan langkah awal yang sebaiknya dilakukan sebelum seseorang / badan melakukan kegiatan. Perencanaan sangat berperan dalam mengambil

keputusan. Perencanaan juga dapat dipandang sebagai tolok ukur dari keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan, sehingga mengandung pengertian bahwa kegiatan yang gagal bisa dibebabkan karena perencanaannya tidak baik.

Perencanaan sendiri dapat diartikan bermacam-macam namun pada dasarnya

mempunyai pengertian yang sama, yaitu suatu proses penentuan bagaimana mencapai tujuan.

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1990 : 5), perencanaan dalam arti seluas-luasnya adalah : suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu terdapat pada setiap jenis usaha manusia.


(40)

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, perencanaan memegang peranan yang penting, kerana dengan adanya perencanaan langkah yang akan ditempuh dalam pembangunan akan jelas dan terarah. Ini seperti yang dikemukakan oleh Albert Waterson, dalam (Bintoro Tjokroamidjojo, 1990 : 12) yang menyebutkan perencanaan dalam pembangunan adalah : melihat kedepan dengan mengambil pilihan berbagai alternative dari kegiatan untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti agar supaya pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan. Jadi jelaslah bahwa perencanan adalah hal yang sangat penting sebelum melakukan kegiatan atau mengambil keputusan.

Sedangkan menurut Zulkarnain Djamin (1993:9), tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah :

1. Meningkatkan tersedianya serta memperluas distribusi kebutuhan dasar rakyat banyak.

2. Meningkatkan taraf hidup, antara lain pendapatan yang meningkat, kesempatan kerja yang cukup, pendidikan yang lebih baik, perhatian yang lebih besar kepada nilai-nilai kebudayaan dan kemanusiaan (dalam arti kesejahtaraan sosial, jasmani dan rohani).

3. Memeperluas pilihan-pilihan sosial sosial ekonomi dari perorangan dan bangsa dengan memeberikan kebebasan dari ketergantungan.

Penetapan target retribusi merupakan suatu perencanaan, karena didalamnya terdapat unsur tentang bagaimana mencapai tujuan. Dalam menetapkan target retribusi ini


(41)

hendaknya didasarkan pada potensi yang ada, atau didasarkan pada potensi dari retribusi itu sendiri. Penghitungan potensi dilakukan dengan cara mengalikan terif retribusi dengan tingkat penggunaan objek retribusi tersebut. Adapun cara

menetapkan target rasional dalam upaya meningkatkan PAD, menurut Hamrolie Harun (2004 : 79) sebagai berikut :

Proyeksi penerimaan retribusi tahun yang akan dating + Potensi yang mau digali Apabila terdapat kesenjangan atau penyimpangan antara realisasi dengan rencana atau target, maka ini menunjukkan ada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan atau dari segi pelaksanaannya kurang baik.Masalah yang timbul karena perencanaannya yang kurang baik maupun karena dari segi pelaksanaanya, harus segera dicari solusinya guna tercapainya suatu tujuan dimasa datang.

2. Aspek Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan fungsi untuk melaksanakan rencana dalam bentuk realisasi yang telah disusun secara sistematis. Pelaksanaan sangat erat kaitannya dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi terkadang ditemukan beberapa faktor penghambat yaitu :

a. Struktur organisasi keuangan daerah yang tidak mendukung dan kurang memadai.

b. Mental pelaksana pemungut yang kurang baik


(42)

3. Pengawasan

Menurut Alex Nitisemito, Pengawasan adalah usaha untuk mencegah kemungkinan penyimpangan dari rencana-rencana, instruksi-instruksi, sarana-sarana, dan

sebagainya yang telah ditetapkan. (Muhammad Nur, 2001 : 29)

Tujuan dari pengawasan menurut Bintoro Tjokroamidjojo adalah :

1. Mengusahakan supaya pelaksanaan rencana berjalan sesuai dengan rencananya. 2. Apabila terdapat penyimpangan maka perlunya diketahui seberapa jauh

penyimpangan tersebut dan apa sebabnya, dan


(43)

III. METODE PENELITIAN

A. Data dan Sumber Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang bukan diusahakan sendiri prngumpulan nya oleh peneliti, misalnya dari Badan Pusat Statistik (BPS) ataupun publikasi lainnya (Marzuki, 2005). Data sekunder merupakan data tahun (Time Series) untuk kurun waktu tahun 2005 – 2012. Secara umum data-data penelitian ini di peroleh dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan dengan penelitian, makalah, karya ilmiah berupa laporan penelitian dan skripsi mahasiswa yang telah terlebih dahulu menulis tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui perhitungan potensi pajak dan retribusi daerah dan data-data instansi terkait dengan penelitian antara lain di peroleh dari Bapedda, Kantor Pusat Statistik Prvinsi Lampung dan Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lampung Selatan.


(44)

B. Alat Analisis

1. Pengukuran Kinerja PAD

Pengukuran kinerja PAD dilingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan menggunakan indeks kinerja keuangan daerah seperti : indeks efektivitas, Indeks Share, Indeks Pertumbuhan (Growth Indeks) dan indeks elastisitas penerimaan.

2. Estimasi Potensi Penerimaan

Untuk mengetahui potensi PAD dilingkungan dinas Perikanan dan Kelautan menggunakan Formula Statistik Deskriptif. Estimasi Besaran Pajak dan Retribusi Daerah melalui dua perdekatan :

(2.1). Model pertama : Definitional Equation (persamaan identitas) Eti = Pi x Qi (estimasi optimis)

Keterangan :

Eti = Estimasi Penerimaan retribusi jenis i

Pi = Tarif persatuan retribusi jenis i.

Qi = Kuantitas potensi utama retribusi jenis i periode mendatang


(45)

(2.2).Model kedua : Behavioral Equation ( analisis regresi) dan trend method (analisis Trend)

Ey = (Qi)

Ey =b0 + b1Q1 + b2Q2 + …… + bnQn + Et

Eri = b0 + b1 Qi + b2 Q2 +……… + bn Qn + Et

Qi = C0 + C1 T

Keterangan :

b0= Parameter konstanta

b1= Koefisien pengaruh Variabel potensi utama

Qi= Kuantitas potensi utama

Qi= Kuantitas potensi utama pada periode yang akan datang.

EY = Penerimaan restribusi jenis i

Eri= Estimasi penerimaan restribusi jenis “i” masa mendatang

Catatan : (i = 1, 2, …n)

(2.3) Analisis Trend Linear Q = f (t)

Qi = C0 + C1 T

Keterangan :

Q = Variabel yang di estimasi T = Variabel waktu

Λ Λ Λ

Λ

Λ


(46)

• Untuk mengetahui perkiraan besarnya jumlah penerimaan retribusi penerimaan daerah dari dinas perikanan dan kelautan di tahun- tahun yang akan datang, maka digunakan analisis Trend Linier Metode Least Square. Adapun persamaan Trend Linier untuk masing-masing jenis bangunan (toko, kios, dan los) adalah :

Y = a + bX

a = b =

Dimana :

Y = Adalah variable yang diestimate. X = Adalah variable waktu

a = Nilai Trend jumlah luas masing-masing b = Pertambahan Trend pada tiap-tiap tahun n = Banyaknya tahun

 Untuk mengetahui estimasi potensi penerimaan retribusi dari dinas perikanan dan kelautan, digunakan persamaan sebagai berikut :

R= P x Q Keterangan :

R = Potensi penerimaan retribusi yang berasal dari masing-masing jenis sumber penerimaan retribusi dalam Rupiah.

P = Rata-rata tarif sewa dari masing-masing penggunanan jenis sumber penetapan retribusi.


(47)

C. Gambaran Singkat Kabupaten Lampung Selatan

Kabupaten Lampung Selatan sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1999 diresmikan oleh Mentri Dalam Negeri pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta. Sebelumnya Kabupaten ini merupakan Kabupaten Induk yang berkembang selaras dengan kepentingan dan efisiensi menejemen pemerintahan Kabupaten Induk ini dipecah enjadi Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten

Pringsewu.

Luas wilayah Kabupaten Lampung Selatan adalah seluas 1268,74 Km2 dan secara administrasi pemerintahan Kabupaten ini terbagi menjadi 17 kecamatan yaitu dan meliputi 2242 kelurahan/pekon. Kabupaten Lampung Selatan yang terletak di ujung pulau Sumatra, merupakan pintu gerbang dari Pulau Jawa, dinamika kehidupan masyarakatnya sangatlah cepat mengikuti perkembangan dari daerah-daerah lainnya.

Kabupaten Lampung Selatan yang berpusat ibukotanya di Kalianda merupakan pusat pengaturan menejemen otganisasi pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.

Berbasis daerah pinggir pantai, maka mata pencaharian penduduknya selain pegawai negeri, suasta, perdagangan, jasa dan pengolahan, maka masih sangat banyak


(48)

1. Struktur Ekonomi Kabupaten Lampung Selatan

Struktur Ekonomi Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), didukung oleh beberapa sektor, antara lain:

1. Sektor Pertanian 2. Industri Pengolahan 3. Listrik, gas, dan air bersih 4. Konstruksi

5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6. Transportasi dan Komunikasi

7. Keuangan, Persewaan , dan jasa perusahaan 8. Pertambangan dan Penggalian

9. Jasa-jasa lainnya.

Arah pembangunan ekonomi Kabupaten Lampung Selatan sesuai misi Kabupaten Lampung Selatan adalah mewujudkan Kabupaten Lampung Selatan sebagai pusat perdagangan dan jasa pertanian yang ditopang oleh daerah sekitarnya. Selain itu diarahkan untuk memacu percepatan tumbuhnya industri rakyat yang berbasis pertanian, dengan didukung oleh pasar, perbankan, lembaga penelitian dan pengembangan, serta pusat pendidikan dan latihan.


(49)

2. Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kabupaten Lampung Selatan

Kabupaten Lampung Selatan memiliki Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebanyak 3 unit sedangkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebanyak 7 unit. Adapun lokasi Pusat Pendaratan Ikan (PPI) di Kelurahan Kalianda Kecamatan Kalianda, Desa Rangai Kecamatan Katibung, dan DEsa Muarapilu Kecamatan Bakauheni. Sedangkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terletak di Desa Sukaraja Kecamatan Rajabasa, Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa, Desa Kunjir Kecamatan Rajabasa, Desa Ketpang Kecamatan Ketapang, Desa Kramat Kecamatan Ketapang, Desa Brundung

Kecamatan Ketapang dan Desa Agung Kecamatan Sragi.

Kondisi masing-masing TPI cukup baik, namun perlengkapan, biaya oprasional dan sumberdaya manusia perlu di tingkatkan adar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat meningkat. Untuk tahun 2013 Dinas Perikanan Kabupaten Lampung Selatan ingin menambahkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kecamatan Bakauheni.


(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1 A. Kinerja Penerimaan Retribusi Jasa Usaha tempat pelelangan, ditinjau dari segi kontribusinya terhadap Retribusi Daerah (retribusi total) relatif kecil, capaian target dalam posisi cukup, dan dari segi pertumbuhan dalam posisi baik. Secara keseluruhan tingkat capaian skor harapan baru mencapai 63,37 %.

B. Kinerja Penerimaan Retribusi Izin Usaha dan Pungutan Hasil Perikanan, ditinjau dari segi kontribusinya terhadap Retribusi daerah (retribusi total) dalam posisi cukup, capaian target dan pertumbuhannya dalam posisi Baik, dan secara keseluruhan tingkat capaian skor harapan 72,00 %. 1. Faktor-faktor potensial yang utama mempengaruhi penerimaan : (1)

Retribusi Jasa usaha tempat pelelangan adalah nilai produksi lelang, dan (2) Retribusi izin usaha dan pungutan hasil perikanan adalah jumlah unit dan skala usaha yang bergerak di bidang budidaya dan penagkapan ikan.


(51)

B. Saran

1. Upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas fasilitas pelayanan publik perlu dilakukan guna meningkatkan kualitas layanan kepada

masyarakat dan peningkatan penerimaan asli daerah.

2. Penentuan target penerimaan asli daerah khususnya (1). Retribusi Jasa Tempat Pelelangan, dan (2) Retribusi Izin Usaha dan Pemungutan Hasil Perikanan sebaiknya memperhatikan estimasi penerimaan yang dapat di hitung, sebab dengan menggunakan metode estimasi akan dapat memperhitungkan pengaruh perubahan faktor ekonomi yang mempengaruhi besaran kedua jenis retribusi tersebut.

3. Upaya peningkatan penerimaan asli daerah yang akan datang hendaknya diikuti dengan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, sistem pengelolaan yang baik, dan manajemen pengelolaan yang efektif dan efisien.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Kabupaten Lampung Selatan. 2012. APBD Kabupaten Lampung Selatan 2005-2012.

Barata, Atep Adya dan Bambang Trihartanto. Juli 2004. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara /Daerah. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Publik. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Bratakusumah, D. S, dkk. 2002. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

BPS Kabupaten Lampung Selatan. 2013. Laporan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lampung Barat 2005-2012.

Devas, N, dkk. 1988. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UI Press. Salemba, Jakarta.

Davey, K. J. 1988. Pembiayaan Pemerintahan Daerah (Praktek-praktek

internasional dan relevansinya bagi dunia ketiga) . UI Press. Jakarta. Djuanda, Henry Arya., Dasril Munir, dan Hessel Tangkillisan. 2004. Kebijakan dan

Manajemen Keuangan Daerah. Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI). Yogyakarta.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Elmi, Bachrul. 2002. Keuangan Pemerintah daerah Otonom di Indonesia. UI Press. Jakarta.

Halim, Abdul. Juni 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.


(53)

Yogyakarta.

Himawan, Andriarta. 2003. Klasifikasi Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang Potensial dari Sektor Pajak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Peningkatannya di Kota Bandarlampung. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Irawan, dan Suparmoko, M. Oktober 1999. Ekonomika Pembangunan. BPFE – Yogyakarta. Yogyakarta.

Kusnadi. 2001. Pengantar Manajemen Strategi. Universitas Brawijaya. Malang Mardiasmo. http//www.ekonomirakyat.org/edisi 4/artikel 3.htm

Mamesah, D. J. 1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 2012. Rencana Strategi Kabupaten Lampung Selatan 2005-2012.

Prakosa, Kesit Bambang. 2003. Pajak dan Retribusi Daerah. UII Press. Yogyakarta. Proshiding Workshop Internasional. 2002. Implementasi Desentralisasi Fiskal Sebagai

Upaya Memberdayakan Daerah Dalam Membiayai Pembangunan Daerah. FISIP UNIKA. Bandung.

Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro Ekonomi dan Makro Ekonomi) edisi revisi. Penerbit FE-UI. Jakarta.

Republik Indonesia. 2004. Undang-undang No 32 Tahun 2004. CV Eko Jaya. Jakarta. . 2004. Undang-undang No 33 Tahun 2004. CV Eko Jaya. Jakarta. Riyadi, dan Bratakusumah, Deddy Supriady. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah

Stategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Saragih, Juli Panglima. 2002. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Penerbit Ghalia. Jakarta.


(54)

Dana Alokasi Umum Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Suparmoko, M. 2000. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

. . 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Supranto, J. 1995. Ekonometrik. LPFE-UI. Jakarta.

Syamsi, Ibnu. Desember 1994. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Analisis Kebijakan Manajemen Otonomi Daerah Kontemporer. Lukman Offset. Yogyakarta.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Universitas Lampung. 2004. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UNILA. UPT Percetakan Unila. Lampung.

Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Yusmaladewi. 2001. Analisis Potensi Ekonomi Kota Bandarlampung Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.


(1)

42 2. Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan

(TPI) Kabupaten Lampung Selatan

Kabupaten Lampung Selatan memiliki Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebanyak 3 unit sedangkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebanyak 7 unit. Adapun lokasi Pusat Pendaratan Ikan (PPI) di Kelurahan Kalianda Kecamatan Kalianda, Desa Rangai Kecamatan Katibung, dan DEsa Muarapilu Kecamatan Bakauheni. Sedangkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terletak di Desa Sukaraja Kecamatan Rajabasa, Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa, Desa Kunjir Kecamatan Rajabasa, Desa Ketpang Kecamatan Ketapang, Desa Kramat Kecamatan Ketapang, Desa Brundung

Kecamatan Ketapang dan Desa Agung Kecamatan Sragi.

Kondisi masing-masing TPI cukup baik, namun perlengkapan, biaya oprasional dan sumberdaya manusia perlu di tingkatkan adar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat meningkat. Untuk tahun 2013 Dinas Perikanan Kabupaten Lampung Selatan ingin menambahkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kecamatan Bakauheni.


(2)

70

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1 A. Kinerja Penerimaan Retribusi Jasa Usaha tempat pelelangan, ditinjau dari segi kontribusinya terhadap Retribusi Daerah (retribusi total) relatif kecil, capaian target dalam posisi cukup, dan dari segi pertumbuhan dalam posisi baik. Secara keseluruhan tingkat capaian skor harapan baru mencapai 63,37 %.

B. Kinerja Penerimaan Retribusi Izin Usaha dan Pungutan Hasil Perikanan, ditinjau dari segi kontribusinya terhadap Retribusi daerah (retribusi total) dalam posisi cukup, capaian target dan pertumbuhannya dalam posisi Baik, dan secara keseluruhan tingkat capaian skor harapan 72,00 %. 1. Faktor-faktor potensial yang utama mempengaruhi penerimaan : (1)

Retribusi Jasa usaha tempat pelelangan adalah nilai produksi lelang, dan (2) Retribusi izin usaha dan pungutan hasil perikanan adalah jumlah unit dan skala usaha yang bergerak di bidang budidaya dan penagkapan ikan.


(3)

71 B. Saran

1. Upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas fasilitas pelayanan publik perlu dilakukan guna meningkatkan kualitas layanan kepada

masyarakat dan peningkatan penerimaan asli daerah.

2. Penentuan target penerimaan asli daerah khususnya (1). Retribusi Jasa Tempat Pelelangan, dan (2) Retribusi Izin Usaha dan Pemungutan Hasil Perikanan sebaiknya memperhatikan estimasi penerimaan yang dapat di hitung, sebab dengan menggunakan metode estimasi akan dapat memperhitungkan pengaruh perubahan faktor ekonomi yang mempengaruhi besaran kedua jenis retribusi tersebut.

3. Upaya peningkatan penerimaan asli daerah yang akan datang hendaknya diikuti dengan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, sistem pengelolaan yang baik, dan manajemen pengelolaan yang efektif dan efisien.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Kabupaten Lampung Selatan. 2012. APBD Kabupaten Lampung Selatan 2005-2012.

Barata, Atep Adya dan Bambang Trihartanto. Juli 2004. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara /Daerah. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Publik. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Bratakusumah, D. S, dkk. 2002. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

BPS Kabupaten Lampung Selatan. 2013. Laporan Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten Lampung Barat 2005-2012.

Devas, N, dkk. 1988. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UI Press. Salemba, Jakarta.

Davey, K. J. 1988. Pembiayaan Pemerintahan Daerah (Praktek-praktek

internasional dan relevansinya bagi dunia ketiga) . UI Press. Jakarta. Djuanda, Henry Arya., Dasril Munir, dan Hessel Tangkillisan. 2004. Kebijakan dan

Manajemen Keuangan Daerah. Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI). Yogyakarta.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Elmi, Bachrul. 2002. Keuangan Pemerintah daerah Otonom di Indonesia. UI Press. Jakarta.

Halim, Abdul. Juni 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.


(5)

Harun, Hamroeli. Agustus 2004. Analisis Peningkatan PAD. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Himawan, Andriarta. 2003. Klasifikasi Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang Potensial dari Sektor Pajak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Peningkatannya di Kota Bandarlampung. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Irawan, dan Suparmoko, M. Oktober 1999. Ekonomika Pembangunan. BPFE – Yogyakarta. Yogyakarta.

Kusnadi. 2001. Pengantar Manajemen Strategi. Universitas Brawijaya. Malang Mardiasmo. http//www.ekonomirakyat.org/edisi 4/artikel 3.htm

Mamesah, D. J. 1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan. 2012. Rencana Strategi Kabupaten Lampung Selatan 2005-2012.

Prakosa, Kesit Bambang. 2003. Pajak dan Retribusi Daerah. UII Press. Yogyakarta. Proshiding Workshop Internasional. 2002. Implementasi Desentralisasi Fiskal Sebagai

Upaya Memberdayakan Daerah Dalam Membiayai Pembangunan Daerah. FISIP UNIKA. Bandung.

Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro Ekonomi dan Makro Ekonomi) edisi revisi. Penerbit FE-UI. Jakarta.

Republik Indonesia. 2004. Undang-undang No 32 Tahun 2004. CV Eko Jaya. Jakarta. . 2004. Undang-undang No 33 Tahun 2004. CV Eko Jaya. Jakarta. Riyadi, dan Bratakusumah, Deddy Supriady. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah

Stategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Saragih, Juli Panglima. 2002. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Penerbit Ghalia. Jakarta.


(6)

Sidik, Machfud., Raksaka Mahi, Robert Simanjuntak, bambang Brodjonegoro. 2002.

Dana Alokasi Umum Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Suparmoko, M. 2000. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

. . 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Supranto, J. 1995. Ekonometrik. LPFE-UI. Jakarta.

Syamsi, Ibnu. Desember 1994. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Analisis Kebijakan Manajemen Otonomi Daerah Kontemporer. Lukman Offset. Yogyakarta.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Universitas Lampung. 2004. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UNILA. UPT Percetakan Unila. Lampung.

Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Yusmaladewi. 2001. Analisis Potensi Ekonomi Kota Bandarlampung Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.