Peranan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Pematang Siantar sesudah otonomi daerah.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERANAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH PEMERINTAH KOTA PEMATANG SIANTAR SESUDAH OTONOMI

DAERAH SKRIPSI Diajukan Oleh :

NAMA : WINNIE RAISA AUNARA

NIM : 050501045

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRACT

Every country or region will be try to get a higher taxes. The taxes can show how the level finance’s region of it’s resident. The main objectives of this research is to analyze how the influence the taxes of region city’s siantar to of real region income (PAD) Siantar City’s. The source of real region income is region taxes, region retribution.

To know how the relation, we use simple regression function with ordinary least square method. The regression use region taxes, region retribution, and variable dummy as independent variable and real income region of Siantar as dependent variable. The data used in this research is time series with twenty years, since 1996 until 2008. From the regression we can find that region taxes and region retribution have significant influence to real income region of Siantar is significantly at α = 1%. but from the F-test, all independent variable have significant influence to real income region of Siantar is significantly at α = 5%.


(3)

ABSTRAK

Setiap negara atau daerah akan berusaha untuk mencapai pajak daerah yang tinggi. Pajak daerah dapat dilihat dengan meningkatnya pada keuangan perpajakan daerah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh Pajak Daerah dan variabel dummy terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Siantar. Sumber pendapatan asli daerah adalah pajak daerah, retribusi daerah.

Untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya, kita menggunakan fungsi regresi sederhana dengan metode ordinari least square (OLS). Regresi ini menggunakan pajak daerah, retribusi daerah, dan variabel dummy sebagai variabel independen dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Siantar sebagai variabel dependent. Data yang digunakan adalah berupa data time series dengan kurun waktu dari tahun 1996 sampai tahun 2008. Dari hasil regressi dapat kita ketahui bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD Kota Siantar pada tingkat kepercayaan 1 %, tetapi kalau dilihat dari F-test nya, semua variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD Kota Siantar pada tingkat kepercayaan 5 %.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Bapa Sorgawi dan anakNya Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “ Peranan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Pematang Siantar sesudah otonomi daerah”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, saran, motivasi dan dukungan moril pada penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D, selaku Penasehat Akademik selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi.

4. Bapak Drs.H. B Tarmizi, SU, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan banyak masukan maupun bimbingan mulai dari awal pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.


(5)

5. Bapak Drs. Samad Zaino, MS sebagai dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Kasyful Mahalli, MSi sebagai dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 7. Bapak Prof.Dr.Ramli, SE, MSi, sebagai dosen wali yang telah memberikan

bimbingan selama masa perkuliahan.

8. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. 9. Seluruh pimpinan dan staff Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota

Pematang Siantar, terkhususkan bagi Bapak Robert D. Simatupang, SE, Bapak Ricardo P.Rumahhorbo, SE, MPPM, dan ibu Hj.Masni, SH.

10. Teristimewa kepada orangtua tersayang Ayahanda B. Hutapea, SE dan Ibunda Dra.R. Panjaitan yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik dan memberikan nasehat dan semangat baik moril dan materil. Dan juga kepada adik-adikku tercinta Johan Reynaldo, Sonia Marissa Angela, Johan Yogi Steiner yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, tak lupa kakak sepupu tersayang Endang Juniarta, SE.Ak & Bonardo Siregar, SE.

11. In loving Memory Surya Nainggolan, SH yang telah menemani, memberi dukungan, mendoakan penulis. Wish U all d’best.


(6)

12. Kepada teman-temanku tercinta Chrisye Mokodompit, Cendana, Febrina Pasaribu, Unin Mahdiah, Indah Maya Yani Manik, dan Lastri M. Siahaan, Agnes San, terima kasih buat saran, masukan dan nasehat yang banyak membantu penulis baik di dalam kehidupan sehari-hari, perkuliahan maupun di dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Kepada teman-teman satu perjuangan di EP 2005 (Richard, Lampita, Nazmi, Marissa, Lidya, Aisyah) terimakasih dukungan yang diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan.

Dalam berbagai bentuk penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, tidak terlepas dari kurangnya pengalaman dan terbatasnya ilmu pengetahuan yang penulis miliki oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna mencapai kesempurnaan skripsi ini pada saat mendatang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan damai sejahtera bagi kita semua.

Medan, Agustus 2009


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Hipotesis Penelitian ... 8

1.4. Tujuan Penelitian... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II URAIAN TEORITIS ... 10

A. Dasar Teori ... 10

2.1. Otonomi Daerah ... 10

2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 18

2.3. Pertumbuhan Ekonomi ... 31


(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1. Lokasi Penelitian ... 44

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 44

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.4. Pengolahan Data ... 45

3.5. Model Analisis Data ... 45

3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 47

3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Square)... 47

3.6.2. Uji t-statistik (Uji Parsial) ... 47

3.6.3. Uji F-statistik (Uji Keseluruhan) ... 48

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 50

3.7.1. Multikolinearity ... 50

3.7.2. Serial Korelasi Auto Correlation ... 50

3.8. Defenisi Variabel Operasional ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 53

4.1. Gambaran Kota Pematang Siantar... 53

4.2. Data Penelitian ... 53

4.2.1. Pajak Hotel Pematang Siantar ... 54

4.2.2. Pajak Restoran Kota Pematang Siantar ... 54

4.2.3. Pajak Hiburan Kota Pematang Siantar ... 56


(9)

4.2.6. Pajak Parkir Kota Pematang Siantar ... 63

4.2.7. Pendapatan Asli Daerah ... 64

4.3. Hasil Penelitian... 67

4.3.1. Analisis Regresi ... 67

4.3.2. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 69

4.3.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 73

a. Multicollinearity ... 73

b. Autocorrelation ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1. Kesimpulan ... 77

5.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

4.2. Target dan Realisasi Pajak Hotel Kota

Pematang Siantar ... 54 4.3. Target dan Realisasi Pajak Restoran Kota

Pematang Siantar ... 55 4.4. Target dan Realisasi Pajak Hiburan Kota

Pematang Siantar ... 58 4.5. Target dan Realisasi Pajak Reklame Kota

Pematang Siantar ... 60 4.6.a. Target Penggunaan Tenaga Listrik yang Berasal dari

PLN dan Bukan PLN untuk Industri... 61 4.6.b. Target dan Realisasi Pajak Jalan Kota Pematang Siantar

Tahun 2004-2008 ... 62 4.7. Target dan Realisasi Pajak Parkir Kota Pematang Siantar

Tahun 2004-2008 ... 63 4.8. Pendapatan Asli Daerah Kota Pematang Siantar


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Hal

2.2. Kurva Penduduk Optimum 35

3.6.2. Kurva Uji t-statistik 48

3.6.3. Kurva Uji F-statistik 49

4.1. Kurva uji t variabel pajak daerah (X1

4.2. Kurva uji t variabel dummy (X

) 70

2

4.3. Uji F-statistik 72

) 71


(12)

ABSTRACT

Every country or region will be try to get a higher taxes. The taxes can show how the level finance’s region of it’s resident. The main objectives of this research is to analyze how the influence the taxes of region city’s siantar to of real region income (PAD) Siantar City’s. The source of real region income is region taxes, region retribution.

To know how the relation, we use simple regression function with ordinary least square method. The regression use region taxes, region retribution, and variable dummy as independent variable and real income region of Siantar as dependent variable. The data used in this research is time series with twenty years, since 1996 until 2008. From the regression we can find that region taxes and region retribution have significant influence to real income region of Siantar is significantly at α = 1%. but from the F-test, all independent variable have significant influence to real income region of Siantar is significantly at α = 5%.


(13)

ABSTRAK

Setiap negara atau daerah akan berusaha untuk mencapai pajak daerah yang tinggi. Pajak daerah dapat dilihat dengan meningkatnya pada keuangan perpajakan daerah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh Pajak Daerah dan variabel dummy terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Siantar. Sumber pendapatan asli daerah adalah pajak daerah, retribusi daerah.

Untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya, kita menggunakan fungsi regresi sederhana dengan metode ordinari least square (OLS). Regresi ini menggunakan pajak daerah, retribusi daerah, dan variabel dummy sebagai variabel independen dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Siantar sebagai variabel dependent. Data yang digunakan adalah berupa data time series dengan kurun waktu dari tahun 1996 sampai tahun 2008. Dari hasil regressi dapat kita ketahui bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD Kota Siantar pada tingkat kepercayaan 1 %, tetapi kalau dilihat dari F-test nya, semua variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD Kota Siantar pada tingkat kepercayaan 5 %.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bergulingnya kekuasaan rezim Orde Baru membawa banyak kebijakan baru yang mereformasi hampir seluruh aspek kehidupan di Indonesia tidak terkecuali pengelolaan keuangan negara, terutama yang berhubungan dengan pola hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Reformasi dalam tubuh pemerintahan daerah dimulai sejak digantinya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Keuangan Negara dan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejak saat itu dimulailah sebuah paradigma desentralisasi kekuasaan, desentralisasi wewenang, dan desentralisasi fiskal dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah atau yang dikenal dengan istilah otonomi Daerah.

Pelaksanaan sistem desentralisasi yang lebih mengedepankan prinsip otonomi daerah menutut semua pihak untuk melakukan perubahan (reform) dan pemahaman tentang tugas dan kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya secara tertib dan transparan (good governance), terutama dalam memenuhi pelayanan publik.


(15)

Dilakukan Amandemen IV Pasal 18 UUD 1945 tentang pembentukan daerah otonom merupakan awal sebuah tuntutan untuk segera menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, karena Undang-Undang yang sebelumnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan tata negara. Kedua Undang-Undang tersebut juga diikuti dengan adanya Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang mengatur kewenangan daerah dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah semakin menguatkan peran Pemerintah Daerah dalam menjalankan segala kegiatan yang berlangsung di daerah. Ini yang menjadi tonggak awal pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang bertujuan menciptakan efisiensi dan efekvititas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, yang mulai dijalankan secara efektif pada 1 Januari 2001.

Konsekuensi dari otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ini adalah bahwa Pemerintah Pusat akan menyerahkan wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar dalam hal pembiayaan, personalia dan perlengkapan kepada Pemerintah Daerah. Pemda harus dapat mengurus rumah tangganya sendiri terutama dalam mengelola keuangan daerah sesuai dengan tujuan otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu mencapai kemandirian keuangan daerah yang menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat daerah.


(16)

Sebuah daerah dinyatakan mampu untuk menjalankan otonomi daerah dilihat dari kemampuan untuk menggali sumber-sumber penerimaan lokal yang kemudian disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mengelolanya untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Faktor ekonomi ini juga menjadi satu indikator sebuah daerah dapat menjalankan otonomi dan menjadi sebuah tolak ukur kemandirian daerah otonom.

Daerah otonom harus berusaha meningkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap bantuan Pemerintah Pusat. Jika dicermati lebih lanjut, keuangan daerah juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro. Ketika terjadi inflasi atau adanya perubahan asumsi keuangan yang digunakan dalam APBN maka Pemerintah Pusat akan menyusun APBN-P. Dalam keadaan ekonomi sulit, kemungkinan besar Pemerintah Pusat akan memangkas anggaran untuk pos bantuan pada daerah. Pada kondisi seperti ini, daerah tidak dapat menggantungkan penerimaan dari pusat dan harus bertumpu pada PAD. Dengan adanya PAD, bukan berarti Pemerintah Pusat langsung melepaskan tanggung jawabnya terhadap daerah. Pemerintah Pusat juga tetap berkewajiban untuk menjamin sumber keuangan bagi masing-masing daerah otonom melalui Dana Perimbangan yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, namun idealnya Pemda harus lebih menitikberatkan penerimaan berasal dari PAD bukan bergantung pada Dana Perimbangan Pemerintah Pusat baik dalam bentuk DAU atau DAK.


(17)

Dari uraian diatas diketahui bahwa PAD berperan penting dalam kelangsungan kehidupan daerah otonom yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan daerah sehingga dapat meminimalkan ketergantungan daerah terhadap penerimaan dari Pemerintah Pusat yang sewaktu-waktu jumlahnya dapat berubah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pendapatan dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba dari Perusahaan Milik Daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dalam struktur APBD akan terlihat bahwa kontribusi terbesar dalam PAD adalah dari pendapatan pajak daerah yang digunakan sebagai satu sumber pembiayaan dan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan meratakan kesejahteraan rakyat. Pajak daerah merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak memiliki dua fungsi yaitu pajak yang berfungsi untuk meningkatkan kas negara dan pajak yang


(18)

memiliki fungsi untuk meningkatkan kas daerah. Berdasarkan Undang-Undang nomor 34 tahun 2000 disebutkan bahwa jenis pajak daerah yaitu :

a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Parkir

f. Pajak Penerangan Jalan

Pajak daerah dikelompokkan dalam PAD sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan kemudian pada tahun 2000 regulasi dalam pengutipan pajak daerah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi daerah, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan dan retribusi daerah.

Pajak daerah dikenakan kepada badan dan atau orang pribadi yang menyelenggarakan kegiatan di suatu daerah dan mendapatkan manfaat ekonomis berupa laba atas usaha tersebut. Pajak daerah ini pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Daerah tertentu. Berdasarkan wewenang pemungutannya itu pajak daerah dikelompokkan menjadi pajak Provinsi dan pajak


(19)

oleh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah pajak hotel dan pajak restoran. Hotel dan restoran merupakan prasarana bisnis dan hiburan yang terdapat di semua daerah di Indonesia dalam jumlah yang besar. Terdapat ratusan hotel dan ribuan restoran yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Dengan jumlah yang sangat besar itu, diharapkan penerimaan dari pajak hotel dan pajak restoran dapat memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada kenyataannya hampir sebagian besar daerah otonom masih memiliki PAD dalam jumlah yang kecil dan masih bergantung pada Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat.

Sebaliknya, jika peningkatan PAD justru berdampak terhadap perekonomian daerah yang tidak berkembang atau semakin buruk, maka belum dapat diaktakan bahwa peningkatan PAD merupakan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Sebab peran pemda dalam perekonomian daerah cenderung akan semakin menurun, karena perubahan fungsi pemerintahan ke arah fasilitator. Artinya, inisiatif memang harus datang dari masyarakat lokal yang sesuai dengan aturan dan ketentuan hukum yang berlaku dan kebijakan pemda.

Kota Pematang Siantar banyak potensi yang dapat digali untuk dapat dijadikan sumber pendatan terutama dari sektor pajak. Hal ini terlihat dengan semakin gencarnya pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi, bisnis, dan hiburan diantaranya adalah hotel dan restoran yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa pada saat ini kegiatan bisnis hotel dan restoran ini dikenakan pajak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan yang tata cara pelaksanaannya ditetapkan oleh beberapa Peraturan Daerah. Pajak hotel dan pajak


(20)

restoran ini merupakan pungutan dengan jumlah cukup besar yang dikutip langsung oleh Pemerintah Kota Pematang Siantar.

Pembiayaan pemerintah kota Pematang Siantar dalam melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan daerahnya senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan dan dalam kenyataannya pajak daerah dinilai memberikan kontribusi terbesar dibandingkan retribusi daerah, laba BUMD dan sumber lain-lain PAD yang sah di Kota Pematang Siantar.

Berdasarkan uraian diatas, maka Penulis tertarik untuk membuat penelitian yang membahas masalah tersebut dengan judul : “Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Daerah Asli Kota Pematang Siantar Sesudah Otonomi Daerah”. B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis menyimpulkan perumusan masalah sebagai kajian dari objek yang diteliti. Perumusan masalah yang dapat disimpulkan tersebut antara lain :

1. Bagaimana Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Pematang Siantar ?

2. Apakah Ada Perbedaan Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan adanya otonomi daerah yaitu sebelum dan sesudah di Kota Pematang Siantar ?

C. Hipotesis Penelitian


(21)

telah terkumpul atau tersedia. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di kota Pematang Siantar, Ceteris paribus.

2. Ada Perbedaan Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan adanya otonomi daerah yaitu sebelum dan sesudah di Kota Pematang Siantar.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota Pematang Siantar

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah di kota Pematang Siantar

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pembelajaran dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah penulis dalam penerapan disiplin ilmu yang penulis tekuni.


(22)

3. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada dan menyangkut topik yang sama.

4. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi yang terkait dalam memanfaatkan pajak daerah sebagai salah satu sumber PAD di kota Pematang Siantar.


(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH

Menurut UU no 33 tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri atas :

1. Hasil pajak daerah yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada semua objek pajak, seperti orang/badan, benda bergerak/tidak bergerak.

2. Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa/fasilitas yang berlaku oleh Pemda secara langsung dan nyata.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain laba deviden, penjualan saham milik daerah.

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil penjualan aset tetap dan jasa giro.

Peningkatan PAD dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Intensifikasi melalui upaya:


(24)

• Mempelajari kembali pajak daerah yang dipangkas guna mencari kemungkinan untuk dialihkan untuk menjadi retribusi.

• Mengintensifikasi penerimaan daerah yang ada.

• Memperbaiki sarana dan prasarana retribusi daerah yang ada.

2. Penggalian sumber penerimaaan baru (ektensifikasi). Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut harus ditekankan negara tidak menimbulkan ekonomi biaya yang tinggi. Sebab pada dasarnya tujuan meningkatkan pendapatan daerah melalui ekstensifikasi adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat. Dengan demikian, upaya ekstensifikasi lebih diarahkan pada upaya untuk mempertahankan potensi daerah sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

3. Peningkatan pelayanan pada masyarakat. Peningkatan pelayanan ini merupakan unsur yang penting mengingat bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah bahwa pembayaran pajak dan retribusi daerah merupakan hak daripada kewajiban masyarakat terhadap negara, untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan yang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat.

2.1.1 PAJAK DAERAH

Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan untuk pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan pasal 1 UU no. 34 tahun 2000 tentang perubahan UU no. 18 tahun 1997, tentang pajak daerah yang selanjutnya disebut dengan pajak yang adalah iuran wajib yang dilakukan oleh


(25)

pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pembangunan daerah. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak daerah memiliki unsur-unsur :

1. Iuran dari rakyat kepada negara bahwa yang berhak memungut pajak hanyalah negara dan iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan UU pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan UU serta aturan pelaksanaanya.

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjukkan dalam pembayaran pajak tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara dan pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Sebelum dilaksanakanya perubahan UU no. 18 tahun1997, jenis pajak daerah provinsi mencakup 3 jenis pajak yakni sebagai berikut :

- Pajak kendaraan bermotor ( PKB )

- Bea balik nama kendaraan bermotor ( BBNKB ) - Pajak bahan bakar kendaraan bermotor ( PBBKB )

sedangkan pajak daerah Kabupaten atau Kota terdiri dari 6 jenis yaitu sebagai berikut - Pajak hotel dan restoran

- Pajak penerangan jalan - Pajak reklame


(26)

- Pajak hiburan

- Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C - Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

Semua pajak tersebut di atas merupakan kewenangan Provinsi, Kabupaten atau Kota yang diatur dalam peraturan pemerintah yakni PP no. 19 tahun 1997 tentang pajak daerah dan PP no. 21 tahun 1997 tentang pajak bahan bakar kendaraan bermotor yang efektif berlaku 4 juli 1997.

Sedangkan jenis pajak daerah menurut UU nomor 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan PP nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah adalah:

a. Pajak Provinsi antara lain:

1. Pajak kendaraan bermotor antara lain: • Kendaraan bermotor bukan umum • Kendaraan bermotor umum

• Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 2. Pajak kendaraan diatas air

3. Bea balik nama kendaraan bermotor antara lain: • Penyerahan pertama:

 Kendaraan bermotor non umum  Kendaraan bermotor umum


(27)

• Penyerahan kedua antara lain:

 Kendaraan bermotor non umum  Kendaraan umum

 Kendaraan alat-alat besar dan alat-alat berat • Penyerahan karena warisan antara lain:

 Kendaraan bermotor non umum  Kendaraan bermotor umum

 Kendaraan alat-alat berat dan alat-alat besar 4. Bea balik nama kendaraan diatas air antara lain:

• Penyerahan pertama • Penyarahan kedua

• Penyerahan karena warisan 5. Pajak bahan baku kendaraan bermotor

6. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah 7. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan b. Pajak Kabupaten Kota

1. Pajak hotel 2. Pajak restoran 3. Rekalame

4. Pajak penerangan jalan


(28)

6. Pajak parkir

Tabel 2.1: Jenis pajak daerah menurut UU nomor 34 tahun 2000 Tentang pajak daerah dan retribusi daerah Dan PP nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah

No Pajak Kabupaten / Kota Tarif maks ( %)

1 Pajak hotel 10

2 Pajak restoran 20

3 Pajak 35

4 Pajak rekalame 25

5 Pajak pnerangan jalan 10

6 Pajak penggalian bahan golongan C

20

7 Pajak parkir 20

Di samping jenis atau objek pajak daerah seperti yang disebutkan di atas daerah juga diberi keleluasaan atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainya asal sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku, beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menciptakan pajak baru ( Suparmoko: 2002, 59 ) adalah sebagai berikut :

1. Pungutan harus Bersifat sebagai pajak, artinya dapat dipaksakan dan balas jasanya tidak dapat langsung ditunjuk.

2. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum artinya, pajak tersebut dimadsudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antar pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek


(29)

kententarman dan kestabilan politik ekonomi, sosial, budaya serta pertahanan keamanan. Contoh: pajak atas seluruh komoditi, pajak atas minuman beralkohol.

3. Potensi pajak tersebut memadai artinya, biaya pemungutannya tidak akan lebih besar daripada penerimaan pajak.

4. Pajak baru itu tidak berdampak ekonomi negatif, artinya tidak menyebabkan alokasi faktor-faktor produksi yang salah dan menghambat pembangunan. Pajak tidak menggangu alokasi sumber-sumber ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor-impor. Contoh jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini adalah pajak yang dipungut atas kegiatan ekonomi tertentu tanpa alasan ekonomis dn sosial yang kuat. Seperti pajak pajak atas hasil perkebunan, pajak atas produksi semen, pajak atas lalu lintas barang.

5. Pajak harus memperhatikan aspek keadilan (equity) dan kemampuan membayar (ability to pay) si wajib pajak.

6. Pajak yang dikenakan akan dapat menjaga kelestarian lingkungan. Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan yang berarti pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah/pusat atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan.

7. Objek pajak harus terletak di wilayah daerah Kab/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas rendah serta hanya melayani masyarakat di


(30)

wilayah daerah Kab/kota yang bersangkutan. Yang dimadsud dengan mobilitas rendah adalah objek pajak sulit untuk dipindahkan.

Sistem pengenaan pajak

1. Pajak bersifat progresif yaitu sistem pengenaan pajak dimana semakin tinggi dasar pajak (tax base) seperti tingkat penghasilan wajib pajak, harga barang mewah dan sebagai akan dikenakan pungutan pajak yang makin tinggi persenya.

2. Pajak bersifat proporsional yaitu sistem pengenaan pajak dimana tarif pajak (dalam %) yang dikenakan tetap sama dasarnya walaupun nilai objeknya berbeda.

3. Pajak bersifat regresif yaitu sistem pengenaan pajak dimana walaupun nilai atau harga objek pajak meningkat dan juga jumlah pajak yang dibayar wajib pajak juga meningkat, namun dalam arti persentase jumlah pajak yang dibayar itu semakin kecil.

2.1.2 RETRIBUSI

Yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Perbedaan antara pajak dan retribusi daerah tidak hanya didasarkan atas objeknya tetapi juga perbedaan atas pendekatan tarif oleh sebab itu tarif retribusi bersifat fleksibel sesuai dengan


(31)

untuk melaksanakan atau mengelola jenis pelayanan publik didaerahnya. Jadi dalam hal retribusi daerah, balas jasa dengan adanya retribusi daerah tersebut dapat langsung ditunjuk. Misalnya retribusi jalan, karena kendaraan bermotor tertentu melewati jalan dimana retribusi jalan tersebut dipungut, retribusi pasar dibayar karena adanya pemakaian ruangan pasar tertentu oleh si pembayar retribusi tersebut. Semakin banyak jenis pelayanan publik dan meningkatnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh Pemda terhadap masyarakat maka kecenderungan perolehan dana retribusi makin besar.

Namun yang menjadi masalah adalah menentukan berapa besar manfaat yang diterima oleh orang yang membayar retribusi tersebut dan menentukan berapa pungutan yang harus dibayarnya. Untuk menilai manfaat yang harus ditempuh melalui beberapa langkah (Suparmoko, 2002:85-86) yaitu:

• Diidentifikasi manfaat fisik yang dapat diukur dasarnya.

• Ditetapkan nilai rupiahnya dengan cara menggunakan harga pasar, atau harga barang pengganti, atau mengadakan survei tentang kesediaan membayar (willingness to pay).

Retibusi dibagi atas tiga golongan yakni retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perijinan tertentu. Penggolongan ini dimadsudkan guna menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan sektor retribusi yang ditentukan dalam pasal 21 UU pajak daerah tentang prinsip dan sasaran penetapan tarif.


(32)

1. Retribusi jasa umum

• Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perijinan tertentu.

• Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

• Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan diharuskan membayar retribusi disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

• Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

• Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraanya.

• Retribusi tidak bertentangan dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial.

• Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Adapun yang termasuk dalam jasa pelayanan umum antara lain: • Pelayanan kesehatan

• Pelayanan kebersihan dan persampahan

• Pelayanan penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan akta catatan sipil.


(33)

• Pelayanan parkir di tepi jalan umum. • Pelayanan pasar.

• Pelayanan air bersih

• Pengujian kendaraan bermotor

• Pemerikasaan alat pemadam kebakaran

• Penggantian biaya cetak peta yang dibuat oleh Pemda • Pengujian kapal perikanan

2. Retribusi Jasa Usaha

• Bersifat bukan pajak dan bujan retribusi jasa umum atau retribusi perijinan tertentu.

• Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki / dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemda. Adapun yang termasuk dalam retribusi jasa usaha adalah:

• Pemakaian kekayaan daerah

• Pemakaian pasar grosir atau pertokoan • Pelayanan terminal

• Pelayanan tempat khusus parkir • Pelayanan tempat penitipan anak • Pelayanan penginapan/villa • Pelayanan penyedotan kakus


(34)

• Rumah potong hewan • Tempat pendaratan kapal • Tempat rekreasi dan olahraga • Penyebrangan diatas air • Pengelolaan limbah

• Penjualan usaha produksi daerah 3. Retribusi Perijinan tertentu

• Perijinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka azas desentralisasi.

• Perijinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.

Perijinan tertentu dapat dipungut retribusinya antara lain: • Ijin peruntukan penggunaan tanah

• Ijin mendirikan bangunan

• Ijin tempat penjualan minuman beralkohol • Ijin gangguan

• Ijin trayek

• Ijin pengambilan hasil hutan

Dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Hasil penerimaan jenis retribusi tertentu


(35)

daerah sebagian diperuntukkan kepada desa. Bagian desa ditetapkan lebih lanjut dengan Perda Pemda dengan memperhatikan aspek keterlibatan desa dan penyediaan layanan tersebut.

Retribusi dapat dipungut dengan sistem yang sifatnya progresif atau regresif berdasarkan potensi atau kemampuan pembayar retribusi. Sebagai contoh: retribusi sampah dapat dikenakan tarif yang lebih tinggi di daerah perumahan elite dan lebih rendah di daerah perumahan tipe sederhana.

2.1.3 HASIL PERUSAHAAN MILIK DAERAH

Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) lainya yang menduduki peran paling penting setelah pajak dan retribusi daerah adalah Bagian pemerintah daerah atas laba BUMN. Kedudukan, fungsi dan tujuan pendirian suatu perusahaan daerah (BUMD) diatur dalam UU tentang perusahaan daerah dam masih berlaku sampai saat ini. Posisi perusahaan daerah atau BUMD di era otonomi sebenarnya sangat penting dan strategis sebagai salah satu institusi milik daerah dalam meningkatkan penerimaan PAD.

Pembinaan dan pengembangan BUMD merupakan wewenang dari kepala daerah atas restu DPRD. Memang dalam tahap awal otonomi, tidak banyak yang dapat diharapkan dengan kehadiran BUMD untuk menambah kas daerah, selama BUMD tersebut rugi terus. Untuk mengembangkan BUMD memang wewenang penuh sudah ditangan Pemda, oleh karena itu pejabat Pemda harus punya visi tentang BUMD yang ada di daerahnya, selain itu Pemda juga harus dapat mengembangkan


(36)

kerja sama dengan pihak lain atau perusahaan swasta lokal maupun internasional dalam upaya peningkatan perolehan laba perusahaan, dengan meningkatnya laba perusahaan daerah otomatis nilai PAD akan bertambah. Jenis penerimaan yang termasuk hasil-hasil pengolahan kekayaan daerah lainya yang dipisahkan antara lain: Bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah.

2.1.4. Lain-lain penerimaan daerah yang dianggap sah antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.

2.2 PERTUMBUHAN EKONOMI

Menurut Rahardja, istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menggambarkan terjadinya kemajuan atau perkembangan ekonomi dalam suatu negara. Suatu negara kadang mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat dan kadang mengalami pertumbuhan yang pesat. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika jumlah produk barang dan jasanya meningkat.

Angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneter yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan karena pengaruh perubahan harga telah dihilangkan sekalipun angka yang muncul adalah nilai uang dari total output barang dan jasa. Perubahan nilai PDB sekaligus menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan.


(37)

Untuk menghitung PDB jika selang waktu pertumbuhan hanya satu periode digunakan rumus sebagai berikut (Rahardja, 2003) :

PDBRt - PDBRt-1 G t =

PDBRt-1

Dimana : Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t PDBRt = Produk Domesti Bruto Riil periode t

PDBRt-1 = Produk Domestik Bruto Riil periode sebelumnya Jika interval waktunya lebih dari satu periode maka :

PDBRt = PDBRo ( 1+ r )t Dimana : PDBRt : PDBR periode t

PDBRo : PDBR periode awal r : tingkat pertumbuhan t : jarak periode

Tujuan utama dari perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah untuk melihat apakah kondisi perekonomian makin membaik atau sebaliknya. Ukuran baik buruknya dapat dilihat dari struktur produksi (sektoral) dan daerah asal produksi ( regional ).

Adapun pertumbuhan ekonomi sangat penting karena dapat mempengaruhi hal – hal sebagai berikut :


(38)

1. Tingkat kesejahteraan. Rakyat dikatakan makin sejahtera jika setidak-tidaknya output nasional per capita meningkat. Tingkat kesejahteraan tersebut apabila pertumbuhan GNP per capita harus melebihi dari pertumbuhan penduduk. Jika pertumbuhan penduduk suatu negara adalah 2% pertahun, maka pertumbuhan GNP harus lebih besar dari 2%.

2. Kesempatan kerja. Terjadinya pertumbuhan ekonomi ditandai dengan naiknya GNP riil, kondisi ini sangat jelas membawa kesempatan kerja bagi seluruh faktor produksi, mengingat manusia adalah salah satu faktor produksi terpenting dalam proses produksi.

3. Distribusi pendapatan, Pertumbuhan ekonomi juga dapat diharapkan untuk memperbaiki distribusi pendapatan yang lebih merata. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang ada hanyalah pemerataan kemiskinan. Upaya pemerataan pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan pendapatan dapat berupa :

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuat kebijakan-kebijakan moneter dan kebijakan-kebijakan fiskal yang dapat menaikkan daya tarik fiskal.

b. Memperluas kesempatan kerja. c. Meningkatkan produktivitas.

Dengan meluasnya kesempatan kerja maka peluang masyarakat untuk memperoleh penghasilan semakin besar.


(39)

2.2.1 Teori – Teori Pertumbuhan Ekonomi 1. Teori Klasik

Teori Klasik ini dipelopori oleh Adam Smith mengatakan bahwa output akan berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk. Penduduk makin bertambah begitu juga dengan produk nasional. Semakin bertambah penduduk sementara jumlah lahan tidak bertambah sehingga mulai dirasakan tanah/lahan semakin sempit. Sehingga pekerja baru akan mendapat lahan yang semakin kecil untuk digarap. Pada saat seperti ini barulah berlaku konsep the law of diminishing returns. Menurunya rasio antara jumlah pekerja dan dan lahan yang tersedia akan menimbulkan penurunan marginal produk sehingga akan menurunkan upah riil.

Teori Pertumbuhan klasik juga mengemukakan keterkaitan antra pendapatan per capita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori ini menyatakan hal-hal sebagai berikut:

• Ketika produksi marginal lebih tinggi daripada pendapatan per capita, jumlah penduduk masih sedikit dan tenaga kerja masih kurang. Maka pertambahan penduduk akan menambah tenaga kerja dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.

• Ketika produk marginal makin menurun, pendapatan nasional semakin naik tetapi dengan kecepatan yang lambat. Maka pertambahan penduduk akan menambah tenaga kerja, tetapi pendapatan per capita turun dan pertumbuhan ekonomi masih ada meskipun kuantitasnya semakin kecil.


(40)

• Ketika produksi marginal nilainya sama dengan pendapatan per capita, artinya nilai pendapatan per capita mencapai maksimum dan jumlah penduduk optimal (jumlah penduduk yamg sesuai dengan keadaan suatu negara yang ditandai dengan pendapatan per capita mencapai maksimum). Sehingga pertambahan penduduk akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi.

Menurut kaum klasik berlakunya hukum the law of diminishing returns menyebabkan tidak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan justru akan menurunkan tingkat output nasional. Tetapi pertambahan tenaga kerja diikuti dengan pertambahan produk akan terjadi apabila pertambahan tenaga kerja diikuti dengan pertambahan modal. Kondisi ini secara grafik dapat dijelaskan sebagai berikut:

Total Produk Nasional

Q3

Q1

Q2 TP2

TP 1

Tk1 Tk2 Tk Gambar 2.2: Kurva Penduduk Optimum


(41)

Keterangan:

• Kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat output nasional. Kondisi optimal akan tercapai jika jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi adalah Tk1, dan jumlah produk nasional Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi Tk2, produk nasional tidak bertambah tapi justru berkurang menjadi Q2.

• Pertambahan jumlah tenaga kerja menjadi Tk2 dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bila diikuti dengan pertambahan barang modal sehingga produk nasional dapat mencapai Q3.

2. Teori Neo Klasik

Menurut teori neo klasik ini dipelopori oleh Robert Solow menyatakan pendapatnya saebagai berikut:

• Pertumbuhan produk nasional ditentukan oleh pertumbuhan dua jenis input yaitu pertumbuhan modal dan pertumbuhan tenaga kerja. Perhatian terhadap dua input tersebut sangat besar karena proses pertumbuhan ekonomi memerlukan:

1. Adanya intensifikasi modal, yaitu suatu proses jumlah modal per tenaga kerja naik setiap saat.

2. Adanya kenaikan tingkat upah yang dibayarkan kepada para pekerja pada saat intensifikasi modal terjadi. Sehingga masyarakat


(42)

mempunyai daya beli tinggi, konsumsi meningkat. Hal ini akan mendorong pertumbuhan produk.

• Disamping faktor tenaga kerja dan modal, hal yang sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah faktor perkembangan teknologi. Menurut Solow, yang paling penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kemajuan teknologi dan peningkatan keahlian serta keterampilan para pekerja dalam menggunakan teknologi.

3. Teori Keynesian

Teori ini dipelopori oleh J.M Keynes yang menyatakan bahwa dalam jangka pendek output nasional dan kesempatan kerja terutama ditentukan oleh permintaan agregate. Kaum keynesian yakin bahwa kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal harus digunakan untuk mengatasi pengangguran dan menurunkan laju inflasi. Konsep-konsep Keynesian juga menunjukkan bahwa peranan pemerintah sangat berperan besar dalam meningkatkan perrumbuhan ekonomi. Perekonomian pasar sepertinya sulit untuk menjamin ketersediaan barang yang dibutuhkan masyarakat dan bahkan sering menimbulkan instability, inequity, dan inefisiensi. Bila perekonomian sering dihadapkan pada ketidakstabilan, ketidakmerataan, dan ketidakefisienan jelas akan menghambat terjadinya pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.


(43)

4. Teori Rostow

Menurut Rostow pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari berbagai perubahan yaitu sebagai berikut:

• Perubahan reorientasi organisasai ekonomi. • Perubahan pandangan masyarakat

• Perubahan cara menabung atau menanamkan modal dari yang tidak produktif ke yang lebih produktif.

• Perubahan pandangan terhadap faktor alam. Manusia harus mengubah keyakinan bahwa alam itu tidak akan menentukan kehidupan manusia, tapi kehidupan manusia harus mampu menaklukkan kekayaan alam sehingga apa yang tersedia dapat menjadi sumber kehidupan dalam mencapai kemakmuran. Selanjutnya Rostow juga mengemukakan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi antara lain:

• The Traditional society (masyarakat tradisional), artinya suatu kehidupan ekonomi masyarakat yang berkembang secara tradisional dan belum didasarkan pada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dan cara berpikirnya masih primitif dan irasional.

• The precondition for take off (persyaratan tinggal landas), artinya merupakan masa transisi masyarakat untuk mempersiapkan dirinya untuk menerima teknik-teknik baru dari luar kehidupan mereka.


(44)

• The take off (tinggal landas), artinya terjadi perubahan yang sangat drastis dalam terciptanya kemajuan yang sangat pesat dalam inovasi berproduksi dan lain sebagainya.

• The drive to maturity (menuju kematangan), artinya masyarakat secara efektif telah menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alam.

• The age of high mass consumption (konsumsi tinggi), artinya perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah kesejahteraan dan upaya masyarakat tertuju untuk menciptakan welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada penduduknya dengan cara mengusahakan distribusi pendapatan melalui sisterm perpajakan yang lebih progresif. Masyarakat tidak mempermasalahkan kebutuhan pokok lagi, tapi konsumsi lebih tinggi terhadap barang tahan lama dan barang-barang mewah.

5. Teori Schumpeter

Teori ini menekankan pada peranan pengusaha dalam pembangunan, kemajuan peekonomian sangat ditentukan oleh adanya enterpreneur (wiraswasta). Entepreneurer yang unggul yaitu orang yang memiliki inisiatif yang tinggi, kemampuan, dan keberanian mengaplikasikan penemuan-penemuan baru dalam kegiatan berproduksi. Para enterpreneur akan menciptakan hal-hal yang baru seperti menciptakan barang baru, menggunakan cara-cara baru dalam berproduksi,


(45)

memperluas pasar ke daerah baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru, reorganisasi dan restrukturisasi dalam perusahaan industri untuk kemajuan yang lebih baik.

6.Teori Harrod-Domar

Menurut Harrod-Domar, syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang tangguh atau steady growth dalam jangka panjang yaitu perlunya investasi. Untuk menciptakan investasi perlu meningkatkan tabungan. Oleh sebab itu setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk menyimpan sebagian pendapatanya guna meningkatkan tabungan. Sebagai ahli yang mengembangkan konsep Keynes, Harrod-Domar tetap meningkatkan peran pemerintah terutama dalam merencanakan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan dalam menghimpun dana untuk keperluan investasi agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan ekonomi adalah:

1. Barang modal, agar ekonomi bertumbuh stok barang modal harus ditambah melalui investasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat investasi akan lebih baik lagi jika penambahan kuantitas barang modal juga disertai penambahan kualitas.

2. Tenaga kerja, Sampai saat ini khususnya di negara sedang berkembang, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat dominan (Pratama; 2001:189). Penambahan tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap


(46)

peningkatan output. Berapa banyak penambahan tenaga kerja sangat tergantung dari seberapa cepatnya terjadi The law of diminishing return. Sedangkan cepat atau lambat proses ini sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan keterkaitanya dengan kemajuan teknologi produksi. 3. Teknologi, penggunaan teknologi yang makin tinggi sangat memacu

pertumbuhan ekonomi jika hanya dilihat dari peningkatan output. Namun hal ini bukan berarti baik, sebab tujuan akhir pertumbuhan ekonomi adalah masyarakat yang adil dan sejahtera, bukan orang per orang.

4. Kewirausahaan, hal ini dapat didefenisikan sebagai kamampuan dan keberanian mengambil resiko guna memperoleh keuntungan. Para pengusaha mempunyai perkiraan yang matang bahwa input yang dikombinasikan akan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Kemampuan mengkombinasikan input dapat disebut sebagai kemampuan inovasi

2.3 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

Tingkat perekonomian suatu wilayah/daerah dapat diukur dengan menggunakan besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan jumlah dari nilai tambah seluruh sektor ekonomi. Melalui angka PDRB dapat diketahui pertumbuhan dan struktur perekonomian suatu wilayah. Nilai PDRB disajikan dalam dua versi yaitu menurut lapangan usaha dan menurut penggunaan seluruh nilai tambah yang dihasilkan. Selain disajikan dalam dua versi tersebut,


(47)

Perubahan besaran PDRB atas dasar harga konstan. Perubahan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun penghitungan masih memuat akibat terjadinya inflasi dan deflasi, sehungga tidak memperlihatkan pertumbuhan atau perubahan PDRB secara riil. Sebaliknya PDRB atas harga konstan menggunakan harga pasar pada tahun tertentu (1983, 1993) sehingga perubahan besaran PDRB sudah terlepas dari pengaruh inflasi atau deflasi. Berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan inilah laju perekonomian suatu wilayah dapat diketahui. Pada dasarnya ada 4 cara perhitungan nilai tambah atas dasar konstan yaitu:

1. Revaluasi: dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antar masing-masing tahun dengan harga tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan.

2. Ekstrapolasi: Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstarpolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja. Jumlah perusahaan dan yang lainya yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan sub sektor dan sektor yang dihitung. 3. Deflasi: nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi

nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga yang digunakan sebagai deflator, biasanya merupakan indeks harga


(48)

konsumen (IHK), Indeks harga perdagangan besar (IHPB) tergantung mana yang lebih cocok.

4. Deflasi berganda: dalam deflasi berganda ini yang dideflasi adalah output dan biaya antara, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan saebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya saedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah dari komponen input terbesar.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna menyelesaikan atau memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Kota Pematang Siantar. Dimana ruang lingkup penelitian ini menitikberatkan pada pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah selama periode 1996-2008. Pajak yang digunakan adalah enam jenis pajak daerah yang sangat berperan penting dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Pematang Siantar yaitu Pajak daerah yaitu Pajak Hotel, Pajak Restauran, Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Jalan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data kuantitatif dengan sumber data yang dipakai adalah data sekunder dan bersifat time series yaitu data-data yang menggunakan angka-angka dalam bentuk berkala. Sumber data-data diperoleh melalui data yang telah disusun oleh Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Pematang Siantar pada kurun waktu 1996-2008. Disamping itu, data lainnya adalah dengan menggunakan data-data yang mendukung seperti buku bacaan, karya-karya ilmiah, jurnal dan website yang berkaitan dengan penelitian ini.


(50)

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung ke instansi yang berkaitan dan penelitian kepustakaan (library research), yaitu yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, laporan-laporan penelitian, dan artikel-artikel elektronik (internet) yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan melakukan pencatatan langsung berupa data time series yaitu tahun 1996-2008 (52 observasi) karena dalam kuartalan.

3.4. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer Eviews 5.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5. Model Analisis Data

Dengan menganalisis besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, penelitian ini menggunakan alat analisa ekonometrika, yaitu meregresikan variabel-variabel yang ada dengan Ordinary Least Square (OLS). Data-data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisa statistik, yaitu persamaan regresi linear berganda.

Adapun model persamaannya adalah sebagai berikut: Y= f (X1, X2,

Kemudian dibentuk dalam metode ekonometrika dengan persamaan regresi )………...(1)


(51)

Y= α + β1X1 +β2X2

Dengan menggunakan model semi-log yaitu sebagai berikut :

+ μ…………...(2)

Log Y = α +β1Logx12x2…………...(3)

Dimana :

Y = Pendapatan Asli Daerah (Milyar Rupiah) a = Intercept

X1 = Pajak Hotel (Rupiah) + Pajak Restoran (Rupiah)+Pajak Hiburan (Rupiah)

+ Pajak Reklame (Rupiah) + Pajak Penerangan Jalan (Rupiah) + Pajak Parkir (Rupiah)

X2 = Variabel Dummy ( 0 = Sebelum Otonomi Daerah, 1 = Sesudah Otonomi

Daerah)

b, c, = Koefisien Regresi

μ = Tingkat Kesalahan (Term of Error)

Dari model tersebut dapat di rinci dalam matematis, sebagai berikut :

, 1 O X Y >

∂∂ artinya apabila Pajak Daerah (X1

, 2 O X Y > ∂∂

) mengalami kenaikan, maka

Pendapatan Asli Daerah (Y) akan mengalami kenaikan, cateris paribus.

artinya Variabel Dummy (X2), (0 = Sebelum Otonomi Daerah, 1 =


(52)

daerah, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi (R-Square) dilakukan untuk melihat sebarapa besar kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen.

3.6.2. Uji t-statistik (Uji Parsial)

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam hal ini, digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : b1

Ha : b

= 0 (Tidak signifikan)

1

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, artinya tidak ada pengaruh variabel X

≠ 0 (Signifikan)

1 terhadap Y. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada

tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen

yang diuji dipengaruhi secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 diterima ini artinya

bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(53)

Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

t-hitung = Sbi

) b bi

( −

Dimana :

bi = koefisien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Gambar 3.6.2. Kurva uji t-statistik 3.6.3. Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 ; B1 = B2

H

= ……… = bk = 0 (tidak ada pengaruh)

0 ; bi

Jika F hitung (F

= 0 ……… I = 1 (ada pengaruh)

*

) > F-tabel, maka H0 ditolak, yang berarti nilai variabel

independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima


(54)

Nilai F-hitung diperoleh dengan rumus : F-hitung = ) k n /( ) R I ( ) 1 k /( R 2 2 − − − Dimana : R2

K = jumlah variabel independen = koefisien determinasi

N = jumlah sample Kriteria :

H0 ; β1 = β2

H

= 0

0 diterima (F* < Ftabel

H

), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

a; β1 ≠β2

H

= 0

a diterima (F* > Ftabel), artinya variabel independen secara bersama-sama

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Gambar 3.6.3. Kurva Uji F-statistik H0 diterima


(55)

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1. Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat yang digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi) diantara dindependen variabel. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R-square, F-hitung, t-hitung serta standar error. Kemungkinan adanya multikolinearity jika nilai R-square dan F-hitung tinggi, sedangkan nilai t-hitung banyak yang tidak signifikan (uji tanda yang berubah tidak sesuai dengan yang ditetapkan).

3.7.2. Serial Korelasi Autocorrelation

Autokorelasi terjadi bila error term (μ) dari periode waktu yang berbeda (observasi data cross section) berkorelasi atau dapat juga dikatakan adanya hubungan atau korelasi antara residual yang sekarang dengan masa lalu. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila :

Variabel (εi, εj) ≠ 0; untuk i ≠ j, dalam hal ini dikatakan memiliki masalah autokorelasi.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu :

a. Dengan memplot grafik

b. Dengan Durbin – Watson (Uji D-W test)

D-hitung =

− −

2 2

et ) 1 et ( et (


(56)

Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut : H0

Ha ; ρ≠ 0 berarti ada autokorelasi ; ρ = 0 berarti tidak ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu, diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin – Watson untuk berbagai nilai. Hipotesis yang digunakan adalah :

Keterangan :

(4DWL) < (DW < 4 : negatif serial correlation (Tolak H0

(4DW

)

U) < DW < (4 DWL

2 < DW < (4 – DW

) : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

U

DW

) : terima Ho (tidak ada autokorelasi)

U < DW < DWU

DW

: terima Ho (tidak ada autokorelasi)

L < DW < DWU

0 < DW < DW

: pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

L) : tolak HO

dL dU 2 4-dU 4-dL 4 Inklonclusive

Ho Accept

0


(57)

3.8. Definisi Variabel Operasional

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

2. Pajak daerah adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung ke daerah.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. GAMBARAN KOTA PEMATANG SIANTAR

Kota Pematang Siantar adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan. Karena letak kota Pematang Siantar yang strategis, ia dilintasi oleh jalan raya lintas Sumatera. Kota ini memiliki luas wilayah 79,97 km2

Sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian kota yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun ini adalah industri besar dan sedang. Dari otal kegiatan ekonomi di tahun 2000 yang mencapai Rp. 1,69 triliun, pangsa pasar industri mencapai 38,18% atau 646 milliar rupiah, sektor perdagangan, hotel dan restoran menyusul di urutan kedua, dengan sumbangan 22,77% atau 358 milliar rupiah.

dan berpenduduk sebanyak 240.787 jiwa. Kota Pematang Siantar yang hanya berjarak 128 km dari Medan dan 52 km dari Parapat sering menjadi kota perlintasan bagi wisatawan yang hendak ke Danau Toba sebagai kota penunjang pariwisata di daerah sekitarnya, kota ini memiliki 8 hotel berbintang, 10 hotel melati dan 268 restoran.

4.2. DATA PENELITIAN

1. Pajak Hotel Kota Pematang Siantar

Kota Pematang Siantar melakukan pemungutan terhadap beberapa jenis pajak daerah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Satu


(59)

diantaranya adalah pajak hotel. Dalam Peraturan Daerah ini dinyatakan yang menjadi objek pajak adalah pembayaran atas fasilitas yang disediakan hotel, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan pembayaran kepada hotel dan wajib pajak adalah pengusaha hotel dan tarif pajak hotel sebesar 10% dari jumlah pembayaran.

Berikut ini adalah target dan realisasi pajak hotel Kota Pematang Siantar tahun 2004-2008 yang digambarkan dalam tabel berikut :

Tabel 4.2.

Target dan Realisasi Pajak Hotel Kota Pematang Siantar Tahun 2004 – 2008

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) (%)

2004 Rp. 241.636.824 Rp. 185.721.777,80 76,86% 2005 Rp. 270.511.800,00 Rp. 117.956.870,20 43,61% 2006 Rp. 278.320.000 Rp. 254.025.369,00 91,27% 2007 Rp. 278.320.000,00 Rp.196.487.027,05 70,60% 2008 Rp. 300.000.000,00 Rp. 257.580.000 85,86% Sumber : DISPENDA, 2009

2. Pajak Restoran Kota Pematang Siantar

Seperti halnya dengan pajak hotel, pajak restoran juga diatur melalui peraturan Daerah Pemerintah Kota Pematang Siantar Nomor 12 Tahun 2003 Tentang


(60)

Pajak Daerah Kota Pematang Siantar. Dalam Peraturan Daerah ini dinyatakan yang menjadi objek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran termasuk bar, kafe, rumah makan, buffet, kantin, kedai nasi/kedai kopi dan meliputi penjualan makanan/minuman di tempat penjualan ataupun yang dibawa pulang (take away); subjek pajak adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan pembayaran kepada restoran, wajib pajak adalah pengusaha restoran tarif pajak restoran adalah 10% dari jumlah pembayaran.

Berikut ini adalah target dan realisasi pajak restoran Kota Pematang Siantar tahun 2004-2008

Tabel 4.3.

Target dan Realisasi Pajak Restoran Kota Pematang Siantar Tahun 2004-2008

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) (%)

2004 2005 2006 2007 2008 Rp. 812.132.000 Rp. 1.190.100.084 Rp. 1.190.100.000 Rp. 1.190.100.000 Rp. 1.500.000.000 Rp. 930.759.975 Rp. 1.024.644.877 Rp. 1.038.005.991 Rp. 1.017.297.460 Rp. 1.453.950.000 118,6% 86,10% 87,22% 85,48% 96,93%

Rata-Rata 94,86%


(61)

Dari tabel terlihat bahwa untuk penerimaan PAD dari sektor pajak restoran selama tahun pengamatan tidak semua mencapai target (Under Target) kecuali pada tahun 2004 yang telah mencapai target (over target) yaitu 118,6% yang merupakan pencapaian target tertinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, pada akhirnya pertumbuhan sektor pajak restoran mengalami fluktuasi selama periode 2004-2008. Angka yang cukup drastis menurun pada tahun 2004 dan 2005 yaitu turun sekitar 32,5%. Kemudian meningkat kembali di tahun 2006 namun terjadi penurunan kembali di tahun berikutnya.

3. Pajak Hiburan Kota Pematang Siantar

Dasar Pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Adapun perbedaan tarif dari berbagai jenis objek pajak hiburan menurut Perda Kota Pematang Siantar Tahun 2003, yaitu :

1. Tarif Pertunjukan Film di bioskop sebesar 30% dari HTM

2. Tarif Pertunjukan Kesenian (Kesenian Tradisional, Sirkus dan Pameran Seni) a. Ruangan AC = 15% dari HTM

b. Ruangan non – AC = 20% dari HTM

3. Tarif Pameran busana, kontes kecantikan, pertunjukan/pagelaran musik dan atau tarif :


(62)

b. Ruangan non AC = 20% dari HTM

4. Tarif discobq, disco, bar, karaoke, klab malam dan sejenisnya ditetapkan sebesar 30% dari HTM atau jumlah pembayaran untuk menonton dan atau menikmati hiburan di luar harga makanan/minuman yang telah dikenakan pajak hotel dari pajak restoran. Untuk tempat hiburan malam yang tidak menggunakan tanda masuk dan atau tidak membayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan dipungut bayaran sebesar Rp. 2.000,- untuk setiap pengunjung, di luar harga makanan/minuman yang telah dikenakan pajak hotel dan atau pajak restoran. 5. Tarif Permainan Billyard :

a. Ruangan AC = 20% dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan

b. Ruangan non-AC = 15% dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan

6. Tarif untuk permainan ketangkasan, taman hiburan keluarga, permainan anak-anak antara lain video games, playstation, mini train, kuda pusing, sampan pusing, speedboat, bom-bom car dan sejenisnya dipungut sebesar 20% dari HTM atau harga koin.

7. Usaha jasa panti pijat, mandi uap dan sejenisnya dipungut sebesar 20% dari HTM per jam sedangkan salon kecantikan memiliki tarif pajak 20% dari jumlah pembayaran.


(63)

8. Tarif pertunjukan pertandingan olahraga antar klub dalam negeri dipungut pajak sebesar 15% dari HTM sedangkan pertandingan olahraga dengan dukungan antar bangsa dipungut sebesar 20% HTM.

9. Tarif taman rekreasi, kolam renang, kolam pancing dan sejenisnya sebesar 10% dari HTM

10. Untuk semua jenis hiburan yang tidak menggunakan tanda masuk dipungut sebesar 20% dari jumlah pembayaran.

Berikut ini adalah target dan realissi pajak hiburan Kota P. Siantar tahun 2004-2008.

Tabel 4.4.

Target dan Realisasi Pajak Hiburan Kota P. Siantar Tahun 2004-2008

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) (%)

2004 2005 2006 2007 2008 Rp. 100.000.000 Rp. 154.260.000 Rp. 153.860.000 Rp. 153.860.000 Rp. 200.000.000 Rp. 119.431.856 Rp. 137.821.310 Rp. 143.840.930 Rp. 137.266.775 Rp. 170.420.000 119,4% 89,34% 93,49% 89,22% 85,21%

Rata-Rata 95,33%


(64)

Dari tabel terlihat bahwa untuk penerimaan PAD dari sektor hiburan selama tahun pengamatan tidak semua mencapai target (under target) kecuali pada tahun 2004 sebesar 119,4% yang merupakan pencapaian target tertinggi. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, pada akhirnya pertumbuhan sektor pajak hiburan mengalami fluktuasi selama periode 2004-2008. Angka yang cukup drastis menurun pada tahun 2005 yaitu turun sekitar 30,06%. Kemudian meningkat kembali di tahun 2006 namun terjadi penurunan kembali di tahun berikutnya.

4. Pajak Reklame Kota Pematang Siantar

Pajak Reklame ditanggung oleh perorangan atau badan hukum yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.

Tarif yang ditetapkan untuk pajak reklame adalah sebesar 25%. Berikut ini adalah target dan realisasi pajak reklame Kota Pematang Siantar tahun 2004-2008 yang digambarkan dalam tabel berikut :


(65)

Tabel 4.5.

Target dan Realisasi Pajak Reklame Kota P. Siantar Tahun 2004-2008

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) (%)

2004 2005 2006 2007 2008

Rp. 149.998.000 Rp. 180.000.000 Rp. 350.000.000 Rp. 350.000.000 Rp. 750.000.000

Rp. 175.510.437 Rp. 137.821.310 Rp. 351.708.643 Rp. 352.429.460 Rp. 585.000.000

107% 89,34% 100,4% 100,6% 78,05%

Rata-Rata 95,07%

Sumber : DISPENDA 2009

Dari tabel terlihat bahwa penerimaan PAD dari sektor pajak reklame selama tahun pengamatan telah mencapai target (overtarget) kecuali pada tahun 2005, 2008 yaitu hanya mencapai sebesar 89,34% dan 78,05%. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, pada awalnya pertumbuhan sektor pajak reklame mengalami kenaikan antara tahun 2006-2007, namun kemudian turun drastis hingga mencapai 78,05%.


(66)

5. Pajak Penerangan Jalan Kota Pematang Siantar

Objek Pajak penerangan jalan adalah setiap penggunaan tenaga listrik dari PLN dan Bukan PLN yang menjadi subjek pajak penerangan jalan yaitu orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN.

Tarif penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN, bukan untuk industri sebesar 10%. Sedangkan penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN dan Bukan PLN untuk industri sebagai berikut :

Tabel 4.6a

Batas Daya Pemakaian Tenaga Listrik Tarif 450 VA – 13,9 KVA

14 KVA – 24,999 KVA 25.000 KVA, dst

8% 4% 1,5% Sumber : PLN, 2009

Sedangkan untuk penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN, bukan untuk industri sebesar 8%.

Berikut ini adalah target dan realisasi pajak penerangan jalan Kota Pematang Siantar tahun 2004 – 2008 yang digambarkan dalam tabel berikut :


(67)

Tabel 4.6b

Target dan Realisasi Pajak Jalan Kota Pematang Siantar Tahun 2004 – 2008

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) (%)

2004 2005 2006 2007 2008 Rp. 3.213.551.700 Rp. 4.374.500.000 Rp. 4.800.000.000 Rp. 4.800.000.000 Rp. 4.800.000.000 Rp. 3.705.369.020 Rp. 4.683.516.973 Rp. 4.482.724.635 Rp. 4.448.061.872 Rp. 5.135.520.000 112% 107,06% 93,39% 92,67% 106,99%

Rata-Rata 102,4%

Sumber : DISPENDA 2009

Dari tabel terlihat bahwa untuk penerimaan PAD dan sektor pajak penerangan jalan selama tahun pengamatan tidak semua mencapai target (under target) kecuali pada tahun 2004, 2005 dan 2008 yang telah mencapai target (over target) yaitu pada tahun 2004 mencapai 112% yang merupakan pencapaian target tertinggi dan tahun 2005 sebesar 107,06% dan tahun 2008 sebesar 106,99%. Angka cukup drastis menurun pada tahun 2006 yaitu tahun sekitar 93,39%. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, pada akhirnya pertumbuhan sektor penerangan jalan mengalami fluktuasi selama periode 2004-2008.


(68)

6. Pajak Parkir Kota Pematang Siantar

Yang menjadi objek pajak parkir adalah setiap penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan tempat khusus parkir oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran dengan tarif pajak sebesar 20% dari HTP.

Berikut ini adalah target dan realisasi pajak parkir Kota Pematang Siantar tahun 2004-2008 yang digambarkan dalam tabel berikut :

Tabel 4.7.

Target dan Realisasi Pajak Parkir Kota Pematang Siantar Tahun 2004 – 2008

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) (%)

2004 2005 2006 2007 2008 Rp. 9.600.000 Rp. 26.100.000 Rp. 26.260.000 Rp. 26.260.000 Rp. 50.000.000 Rp. 15.672.300 Rp. 23.347.000 Rp. 24.382.500 Rp. 23.269.300 Rp. 23.205.000 140% 89,45% 92,85% 88,61% 46,41%

Rata-Rata 91,46%


(69)

Terjadinya penurunan pertumbuhan untuk pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C kemungkinan disebabkan karena fokus utama pengutipan pajak daerah juga secara keseluruhan menyangkut PAD adalah terbatas pada pencapaian target APBD semata, tidak memperhatikan aspek pertumbuhan penerimaan tersebut. Ketika target sudah tercapai, maka dianggap sudah baik dan tidak lagi melakukan tindakan-tindakan yang intensif untuk melakukan pengutipan.

7. Pendapatan Asli Daerah

Berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagi hasil laba BUMD dan Investasi lain dan lain-lain PAD yang sah. PAD Kota Pematang Siantar juga bersumber dari elemen-elemen yang tersebut di atas.

Berikut adalah target dan realisasi PAD Kota Pematang Siantar selama tahun 2004-2008.

Tabel 4.8

PAD Kota Pematang Siantar Tahun 1996-2008

NO BULAN PAD

1 JAN-MAR 1996 8388466640 2 APR-JUNI 1996 7317886693 3 JULI-SEP 1996 8203527912


(70)

4 OKT-DES 1996 8164598100,76 5 JAN-MAR 1997 8204952333,27 6 APR-JUNI 1997 7158427496 7 JULI-SEP 1997 8277912644 8 OKT-DES 1997 6597031765 9 JAN-MAR 1998 8867030708 10 APR-JUNI 1998 8956697195 11 JULI-SEP 1998 8366558279 12 OKT-DES 1998 7508080100 13 JAN-MAR 1999 7336141393 14 APR-JUNI 1999 8015510657,30 15 JULI-SEP 1999 7019626195,50 16 OKT-DES 1999 5062508712 17 JAN-MAR 2000 9114944002 18 APR-JUNI 2000 8861913737 19 JULI-SEP 2000 7697723281 20 OKT-DES 2000 7486621609 21 JAN-MAR 2001 8995048817 22 APR-JUNI 2001 7260462206 23 JULI-SEP 2001 8959409382 24 OKT-DES 2001 674645262 25 JAN-MAR 2002 5817115829 26 APR-JUNI 2002 6764906394 27 JULI-SEP 2002 8749134963 28 OKT-DES 2002 8569684974


(71)

29 JAN-MAR 2003 7957061043 30 APR-JUNI 2003 7239168155 31 JULI-SEP 2003 7389466640 32 OKT-DES 2003 7317886693 33 JAN-MAR 2004 75203527912 34 APR-JUNI 2004 63133564393 35 JULI-SEP 2004 62282836095 36 OKT-DES 2004 60057061043 37 JAN-MAR 2005 6584274963 38 APR-JUNI 2005 6867030708 39 JULI-SEP 2005 6508080100 40 OKT-DES 2005 7175509200 41 JAN-MAR 2006 637172330 42 APR-JUNI 2006 8651783413 43 JULI-SEP 2006 8318524461 44 OKT-DES 2006 7206023069 45 JAN-MAR 2007 673341636 46 APR-JUNI 2007 5949411018 47 JULI-SEP 2007 6882174825 48 OKT-DES 2007 6176069495 49 JAN-MAR 2008 6271315130 50 APR-JUNI 2008 6389668729 51 JULI-SEP 2008 7920069068 52 OKT-DES 2008 5083148725 Sumber : DISPENDA, 2009


(72)

Dari tabel di atas terlihat bahwa tahun 2006 - 2008 Kota Pematang Siantar dapat mencapai target PAD yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika dilihat dari pertumbuhan realisasi penerimaan PAD juga mengalami fluktuasi selama tahun pengamatan 1996-2008.

4.3. HASIL PENELITIAN 4.3.1 Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan persamaan antarvariabel. Untuk menganalisis pengaruh pajak Daerah (X1),

dan Variabel Dummy (X2

Adapun model persamaannya adalah sebagai berikut:

) terhadap Pendapatan Asli Daerah. Untuk menguji hipotesis seluruhnya maka penulis membuat analisis yang merupakan hasil regresi linear berganda berdasarkan data-data yang diperoleh. Model estimasi persamaanya adalah sebagai berikut :

Y= f (X1, X2,

Kemudian dibentuk dalam metode ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda, yaitu sebagai berikut :

)………...(1)

Y= α + β1X1 +β2X2

Dengan menggunakan model semi-log yaitu sebagai berikut :

+ μ…………...(2)


(73)

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan telah diolah ke dalam model melalui perhitungan komputer dengan menggunakan program Eviews 5.1. Adapun hasil regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Dependent Variable: LPAD Method: Least Squares Date: 06/24/09 Time: 06:06 Sample: 1996Q1 2008Q4 Included observations: 52

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 19.20181 3.259880 5.890342 0.0000

LPAJAK 0.124370 0.000020 7.106722*** 0.0008 DUMMY 0.068348 0.000012 6.240949*** 0.0006

R-squared 0.925157 Mean dependent var 22.75564 Adjusted R-squared 0.904632 S.D. dependent var 0.854981 S.E. of regression 0.861214 Akaike info criterion 2.595014 Sum squared resid 36.34278 Schwarz criterion 2.707585 Log likelihood 64.47035 F-statistic 103.63225 Durbin-Watson stat 1.246094 Prob(F-statistic) 0.000000

Keterangan:

(***) : Tingkat signifikansi pada α = 1 % atau tingkat kepercayaan 99 % Dari model diatas dapat dibuat model estimasi sebagai berikut :


(74)

LY = 0.124370LX1 + 0.068348X2 + 19.20181

LPAD = 0.124370LPD + 0.068348DUMMY + 19.20181

Berdasarkan model estimasi tersebut, dapat dijelaskan pengaruh variabel independent (Pajak Daerah = Pajak Hotel dijumlahkan dengan Pajak Restoran) terhadap variabel dependent (PAD ). Dari model estimasi diatas dapat dilihat bahwa :

Variabel pajak daerah (X1) mempunyai pengaruh positif terhadap PAD Kota Siantar, koefisien menunjukkan 0.124370 artinya apabila penerimaan pajak daerah meningkat sebesar satu juta maka PAD akan menigkat menjadi 124370 juta rupiah, ceteris paribus.

4.3.2 Test of goodness of fit ( uji kesesuaian ) a. Analisis Koefisien Determinasi ( R- Square )

Dari tabel regresi diatas dapat diperoleh Koefisien Determinasi ( R- Square ) sebesar 0.925157 atau 92 %, hal ini menunjukkan bahwa variabel independen pajak daerah (X1), Variabel Dummy (X2), mampu memberikan penjelasan terhadap variabel

dependen (PAD) sebesar 92% sedangkan sisanya sebanyak 8% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi.

b. Uji t statistik (uji parsial)

Untuk menguji apakah variabel independen diatas secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, maka digunakan uji t yang dapat di defenisikan sebagai berikut :


(75)

Ha = βi ≠ 0 Signifikan 1. Variabel pajak daerah (X1)

Hipotesa : Ho = βi = 0 Ha = βi ≠ 0

Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan α = 1% sebagai berikut : Ho diterima apabila t*

Ha diterima apabila t

< t tabel

*

Dari hasil analisa regresi diketahui t hitung = 7.106722, α : 1%, > t tabel

df = n-1-1

= 52-2-1 = 49, maka t tabel = 1.645

Dari hasil estimasi diatas menunjukkan bahwa pajak daerah signifikan pada α = 1 % dengan t hitung > t tabel (7.106722 > 1.645 ) artinya Ha diterima. Ini menunjukkan bahwa variabel pajak daerah berpengaruh nyata terhadap PAD pada tingkat kepercayaan 99 %.

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

0 1,645 7,106 Gambar 4.1


(76)

2. Uji t

Dari hasil regresi diketahui bahwa t hitung = 6.240949 α = 1% df = n-k-1

= 52-2-1 = 49, maka t tabel = 1,645

Dari hasil estimasi diatas menunjukkan bahwa retribusi daerah signifikan pada α=1% dengan t hitung > t tabel (6,240949 > 1,645 ) artinya Ha diterima. Artinya ada perbedaan pengaruh pajak daerah terhadap PAD sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kota Siantar pada Tingkat kepercayaan 99%.

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

0 1,645 6,240949 Gambar 4. 2

Uji t Variabel dummy (X2)

c.Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk mengetahui apakah pajak daerah dan variabel dummy mampu secara bersama-sama mempengaruhi pendapatan asli daerah kota pematang siantar.

Kriteria pengambilan keputusan : Ha diterima jika F-hitung > F-tabel Ho diterima jika F-hitung < F-tabel


(1)

Lampiran 1 DATA VARIABEL

NO

BULAN PAJAK DAERAH PAD

VARIABEL DUMMY

1 JAN-MAR 1996 4389466640 8388466640 0 2 APR-JUNI 1996 4317886693 7317886693 0 3 JULI-SEP 1996 3520352791 8203527912 0 4 OKT-DES 1996 429764070,10 8164598100,76 0 5 JAN-MAR 1997 340072154,07 8204952333,27 0 6 APR-JUNI 1997 22259482864 7158427496 0 7 JULI-SEP 1997 3848924674 8277912644 0 8 OKT-DES 1997 3925879234 6597031765 0 9 JAN-MAR 1998 5366570054 8867030708 0 10 APR-JUNI 1998 4062508712 8956697195 0 11 JULI-SEP 1998 4114944002 8366558279 0 12 OKT-DES 1998 3861913737 7508080100 0 13 JAN-MAR 1999 3697723281 7336141393 1 14 APR-JUNI 1999 4486621609 8015510657,30 1 15 JULI-SEP 1999 3390568937,50 7019626195,50 1 16 OKT-DES 1999 1789903192,40 5062508712 1 17 JAN-MAR 2000 3867030708 9114944002 1 18 APR-JUNI 2000 2956697195 8861913737 1 19 JULI-SEP 2000 3366558279 7697723281 1 20 OKT-DES 2000 3508080100 7486621609 1 21 JAN-MAR 2001 3336141393 8995048817 1 22 APR-JUNI 2001 2702126848 7260462206 1


(2)

23 JULI-SEP 2001 4649349241 8959409382 1 24 OKT-DES 2001 4131172997 674645262 1 25 JAN-MAR 2002 3916815033 5817115829 1 26 APR-JUNI 2002 2014229843 6764906394 1 27 JULI-SEP 2002 2993462331 8749134963 1 28 OKT-DES 2002 3407983368 8569684974 1 29 JAN-MAR 2003 3555930715 7957061043 1 30 APR-JUNI 2003 3437775213 7239168155 1 31 JULI-SEP 2003 3430747585 7389466640 1 32 OKT-DES 2003 3548917746 7317886693 1 33 JAN-MAR 2004 3418690904 75203527912 1 34 APR-JUNI 2004 3436236735 63133564393 1 35 JULI-SEP 2004 4358005839 62282836095 1 36 OKT-DES 2004 4011376330 60057061043 1 37 JAN-MAR 2005 3853974927 6584274963 1 38 APR-JUNI 2005 41259482864 6867030708 1 39 JULI-SEP 2005 4848924674 6508080100 1 40 OKT-DES 2005 5925879234 7175509200 1 41 JAN-MAR 2006 4366570054 637172330 1 42 APR-JUNI 2006 4239168155 8651783413 1 43 JULI-SEP 2006 4318524461,20 8318524461 1 44 OKT-DES 2006 3296023069,63 7206023069 1 45 JAN-MAR 2007 373341636,00 673341636 1 46 APR-JUNI 2007 249411018,32 5949411018 1 47 JULI-SEP 2007 3882174825,52 6882174825 1


(3)

48 OKT-DES 2007 4176069495,12 6176069495 1 49 JAN-MAR 2008 4271315130,70 6271315130 1 50 APR-JUNI 2008 3389668729,38 6389668729 1 51 JULI-SEP 2008 5929069068,68 7920069068 1 52 OKT-DES 2008 3054079667,52 5083148725 1

Sumber : Pematang Siantar dalam angka


(4)

Lampiran 2

HASIL REGRESI

Dependent Variable: LPAD Method: Least Squares Date: 06/24/09 Time: 06:06 Sample: 1996Q1 2008Q4 Included observations: 52

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 19.20181 3.259880 5.890342 0.0000 LPAJAK 0.124370 0.000020 7.106722 0.0008 DUMMY 0.068348 0.000012 6.240949 0.0006

R-squared 0.925157 Mean dependent var 22.75564 Adjusted R-squared 0.904632 S.D. dependent var 0.854981 S.E. of regression 0.861214 Akaike info criterion 2.595014 Sum squared resid 36.34278 Schwarz criterion 2.707585 Log likelihood 64.47035 F-statistic 103.63225 Durbin-Watson stat 1.246094 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Lampiran 3 UJI MULTIKOLINEARITAS

Hasil regresi variabel pajak daerah (X1) terhadap

Pendapatan asli daerah (Y)

Dependent Variable: LPAJAK Method: Least Squares Date: 08/15/09 Time: 21:02 Sample: 1996Q1 2008Q4 Included observations: 52

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 21.88521 0.236729 92.44842 0.0000 LPAD 0.072286 0.269912 0.267811 0.7899 R-squared 0.001432 Mean dependent var 21.94082 Adjusted R-squared -0.018539 S.D. dependent var 0.812556 S.E. of regression 0.820053 Akaike info criterion 2.478807 Sum squared resid 33.62434 Schwarz criterion 2.553854 Log likelihood -62.44897 F-statistic 0.071723 Durbin-Watson stat 1.522579 Prob(F-statistic) 0.789947


(6)

SURAT PERNYATAAN

Nama

: Winnie Raisa Aunara

NIM

: 050501045

Departemen

: Ekonomi Pembangunan

Fakultas

: Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi dengan judul “Peranan Pajak Daerah

Terhadap Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Pematang Siantar’’, guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Medan, Agustus 2009

Yang membuat pernyataan

WINNIE RAISA AUNARA

NIM: 050501045