hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe limfangitis dan kelenjar limfe regional limfadenitis. Pada
orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara
menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional
disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas
seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan
hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit Datta, 2004.
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan
membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju kaseosa. Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB
post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ Datta, 2004. Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan
tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru Mohapatra, 2009. Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu
menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan
dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher Datta, 2004.
2.5. Manifestasi Klinis
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien
biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah
manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan
kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan Mohapatra, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris,
mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis Mohapatra, 2004. Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher 2002 didapatkan kelenjar limfe yang terlibat
yaitu: 63,3 pada kelenjar limfe servikalis, 26,7 kelenjar mediastinal, dan 8,3 pada kelenjar aksila, dan didapatkan pula pada 35 pasien pembengkakan terjadi pada lebih
dari satu tempat. Menurut Sharma 2004, pada pasien dengan HIV-negatif maupun HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh
kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis. Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,
tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di regio
servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio supraklavikular Mohapatra, 2004. Keterlibatan multifokal ditemukan pada 39 pasien HIV-negatif dan pada 90 pasien
HIV-positif. Pada pasien HIV-positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati intratorakalis dan intraabdominal serta TB paru adalah sering ditemukan Sharma, 2004. Beberapa
pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam. Lebih dari 57 pasien tidak
menunjukkan gejala sistemik Mohapatra, 2004. Terdapat riwayat kontak terhadap penderita TB pada 21,8 pasien, dan terdapat TB paru pada 16,1 pasien Mohapatra,
2004. Menurut Jones dan Campbell 1962 dalam Mohapatra 2004 limfadenopati
tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu: 1.
Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret. 2.
Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena adanya periadenitis.
3. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar central softening akibat
pembentukan abses. 4.
Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess. 5.
Stadium 5, pembentukan traktus sinus. Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar
limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali i terjadi infeksi sekunder bakteri, ii
Universitas Sumatera Utara
pembesaran kelenjar yang cepat atau iii koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak
menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10 dari limfadenitis TB servikalis Mohapatra, 2004. Berdasarkan penelitian oleh Jniene
2010 dari 69 pasien limfadenitis TB didapat 11 orang dengan pembengkakan kelenjar yang nyeri dan 6 orang dengan adanya pembentukan fistula. Terdapat juga 10 orang
dengan pembengkakan kelenjar yang disertai adanya tanda-tanda inflamasi tetapi tidak disertai oleh adanya fistula. Secara klasik, sinus tuberkulosis mempunyai pinggir yang
tipis, kebiru-biruan, dan rapuh dengan pus cair yang sedikit. Skrofuloderma adalah infeksi mikobakterial pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung infeksi TB ke kulit
dari struktur dibawahnya atau oleh paparan langsung terhadap basil TB Mohapatra, 2004.
Limfadenitis TB mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada dewasa limfadenitis mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang jarang terjadi pada
pasien dengan keterlibatan kelenjar limfe mediastinal termasuk disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan fistula tracheo-oesophageal. Pembengkakan kelenjar limfe
mediastinal dan abdomen atas juga dapat menyebabkan obstruksi duktus toraksikus dan chylothorax, chylous ascites ataupun chyluria. Pada keadaan tertentu, obstruksi biliaris
akibat pembesaran kelenjar limfe dapat menyebabkan obstructive jaundice. Tamponade jantung juga pernah dilaporkan terjadi akibat limfadenitis mediastinal Mohapatra, 2004.
Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran ≥ 2 cm biasanya disebabkan
oleh M.tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran 2 cm biasanya disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup kemungkinan pembengkakan tersebut
disebabkan oleh M.tuberculosis Narang, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Sistem Limfatik di Leher
2.6. Diagnosis