Gambar 2.2 : Ilustrasi persamaan Bernoulli
Persamaan di atas digunakan jika diasumsikan tidak ada kehilangan energi antara dua titik yang terdapat dalam aliran fluida. Untuk zat cair yang riil, dalam
aliran zat cair akan terjadi kehilangan energi yang harus diperhitungakan dalam aplikasi Bernoulli. Kehilangan tenaga akibat adanya gesekan antara zat cair dengan
dinding batas h
f
atau karena adanya perubahan tampang aliran h
e
. Kehilangan energi yang disebabkan karena gesekan disebut kehilangan energi primer, sedangkan
karena perubahan tampang aliran dikenal kehilangan energi skunder. Dengan memperhitungkan kedua kehilangan tersebut , maka persamaan Bernoulli menjadi:
Z
1
+ +
=
Z
2
+ +
+ ∑h
f
+ ∑h
e
2.6
2.6 Aliran Laminar dan Turbulen
Aliran fluida yang mengalir di dalam pipa dapat di klasifikasikan ke dalam dua tipe aliran yaitu “laminar” dan “turbulen”. Aliran dikatakan laminar jika partikel-
partikel fluida yang bergerak mengikuti garis lurus yang sejajar pipa dan bergerak dengan kecepatan sama. Aliran dikatakan turbulen jika tiap partikel fluida bergerak
mengikuti lintasan sembarang di sepanjang pipa dan hanya gerakan rata-ratanya saja yang mengikuti sumbu pipa.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil eksperimen diperoleh bahwa gesekan untuk pipa silindris merupakan fungsi dari bilangan Reynold Re. dalam menganalisia aliran didalam saluran
tertutup, sangatlah penting untuk mengetahui tipe aliran yang meengalir dalam pipa tersebut. Untuk itu harus dihitung besarnya bilangan Reynold dengan mengetahui
parameter-parameter yang diketahui besarnya. Besarnya Reynold Re menurut Gupta S.Ram, 1989 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.7 berikut:
Re = 2.7
Di mana : µ = viskositas dinamik Pa.dtk D = diameter dalam pipa m
v = kecepatan aliran dalam fluida mdtk Re = Reynold number
Aliran akan laminar jika bilangan Reynold kurang dari 2000 dan akan turbulen jika bilangan Reynold lebih besar dari 4000. Jika bilangan Reynold terletak antara
2000-4000 maka aliran disebut aliran transisi.
2.7 Kehilangan Tinggi Tekanan Head Losses 2.7.1 Kehilangan Tinggi Tekanan Mayor Mayor Losses
Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa atau
perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida kerugian kecil. Kerugian head akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan salah satu dari dua rumus
berikut, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
2.7.1.1 Persamaan Darcy – Weisbach
Menurut Ram Gupta S, 1989. Persamaan Darcy-Weisbach 1845 adalah formula umum yang banyak diaplikasikan dialiran pipa. Aliran fluida yang mengalir
melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa. Persamaan Darcy-Weisbach adalah
sebagai berikut:
h
f
= f
2.8
di mana: h
f
= kerugian head karena gesekan m f = faktor gesekan diperoleh dari diagram Moody
d = diameter pipa m L = panjang pipa m
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa ms g = percepatan gravitasi ms
2
Dimana faktor gesekan f dapat dicari dengan menggunakan diagram Moody Gambar 2.3. Moody1944 menyediakan diagram untuk mendapatkan faktor
gesekan dengan menggunakan bilangan Reynold dan kekasaran relatif. Untuk mengaplikasikan diagram Moody, kecepatan aliran dan diameter pipa harus
diketahui maka bilangan reynold dapat diketahui. Kemudian tarik garis vertikal sampai batas garis kekasaran relatif εD sehingga didapatkan koefisien
kekasaranf. Menurut Hagen-Poiseuille untuk aliran laminar Re2000, faktor gesekan
adalah hanya fungsi bilangan Reynolds saja. Seperti terlihat pada persamaan 2.9 berikut:
Universitas Sumatera Utara
f
=
2.9 Menurut Victor L. Streeter and E. Benjamin Wylie, 1990. Dalam tiap ikhwal
maka persamaan Darcy-Weisbach, persamaan kontinuitas, dan diagram Moody digunakan untuk mencari besaran yang tidak diketahui. Sebagai ganti diagram
Moody, rumus eksplisit untuk f adalah sebagai berikut: f =
, ,
,
⁄ ⁄
2.10 Persamaan 2.10 dapat dipergunakan dengan syarat:
10
-6
≤ εD
≤ 10
-2
5000 ≤ R
≤ 10
8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. :Moody Diagram
Universitas Sumatera Utara
Nilai kekasaran untuk beberapa jenis pipa dapat disajikan pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 : Nilai kekerasan dinding untuk berbagai pipa komersil Bahan
Kekasaran ε mm
ft Brass
0.0015 0.000005
Concrete -Steel forms, smooth
-Good joints,average -Rough, visible form mark
0.18 0.36
0.60 0.0006
0.0012 0.002
Copper 0.0015
0.000005 Corrugated metal CMP
45 0.15
Iron -Asphalted lined
-Cast -Ductile; DIP-Cement mortar lined
-Galvanized -Wrought
0.12 0.26
0.12 0.15
0.045 0.0004
0.00085 0.0004
0.0005 0.00015
Polyvinyl chloride PVC 0.0015
0.000005 Polyethylene,high density HDPE
0.0015 0.000005
Steel -Enamel coated
-Riveted -Seamless
-Commercial 0.0048
0.9 ~ 9.0 0.004
0.045 0.000016
0.003-0.03 0.000013
0.00015 Sumber: Robert J.Houghtalen, Ned H. C. Hwang, A. Osman Akan. “Fundamental of
Hydraulic Engineering Systems Fourth Edition”. Pearson. New Jersey. 2010. Hal. 83.
2.7.1.2 Persamaan Hazen – Williams
Menurut Ram Gupta S, 1989. Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa
penyalur air minum. Bentuk umum persamaan Hazen – Williams, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
h
f
=
-,
,. ,. 1,.
L 2.11
di mana: h
f
= kerugian gesekan dalam pipa m Q = laju aliran dalam pipa m
3
s L = panjang pipa m
C = koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams d = diameter pipa m
Koefisien kekasaran pipa untuk formula Hazen-Williams dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut:
Tabel 2.5 : koefisien kekasaran Hazen – Wiliam, C
Material Pipa Koefisien C
Brass, copper, aluminium 140
PVC, plastic 150
Cast iron new and old 130
Galvanized iron 100
Asphalted iron 120
Commercial and welded steel 120
Riveted steel 110
Concrete 130
Wood stave 120
Sumber : Ram Gupta. S, “Hydrology Hydraulic Engineering Systems. Pearson. New Jersey. 1989. Hal. 550.
2.7.2 Kehilangan Tinggi Tekan Minor Minor Losses
Kerugian yang kecil akibat gesekan pada jalur pipa yang terjadi pada komponen-komponen tambahan seperti katup, sambungan, belokan, reduser, dan
lain-lain disebut dengan kerugian head minor minor losses.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya kerugian minor akibat adanya kelengkapan pipa dirumuskan sebagai berikut:
hm
= ∑ k
2.12 dimana: g = percepatan gravitasi
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa k = koefisien kerugian
untuk pipa yang panjang Ld 1000, minor losses dapat diabaikan tanpa kesalahan yang cukup berarti tetapi menjadi penting pada pipa yang pendek.
Berikut tabel 2.6 yang memperlihatkan nilai koefisien kerugian k berdasarkan bentuk dari pipa tersebut.
Tabel 2.6 : kehilangan tinggi tekanan pada katup, alat penyesuaian dan pipa yang digunakan
Harga K dalam h= K
2
3
34
1.Katup pintu - Terbuka penuh
- ¾ terbuka - ½ terbuka
- ¼ terbuka 0.19
1.15 5.6
24 2.
Katup bola, terbuka 10
3. Katup sudut, terbuka
5 4.
Bengkokan 90
o
, -
Jari-jari pendek -
Jari-jari pertengahan -
Jari-jari panjang 0.9
0.75 0.6
5. Lengkungan pengembalian 180
o
2.2 6.
Bengkokan 45
o
0.42 7.
Bengkokan 22 ½
o
45cm 0.13
8. Sambungan T
1.25 9.
Sambungan pengecil katup pada ujung yang keci 0.25
10. Sambungan Pembesar
0.25 5 6 5 28
11. Sambungan pengecil mulut lonceng
0.10 12.
lubang terbuka 1.80
Sumber : J.M.K. Dake, Endang P.Tachyan, Y.P. Pangaribuan “Hidrolika Teknik Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.1985 . Hal. 78
Universitas Sumatera Utara
2.8 Mekanisme Aliran Pada Pipa 2.8.1 Pipa Hubungan Seri
Gambar 2.4 : Pipa hubungan seri
Menurut Ram Gupta S, 1989. Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara seri dengan perbedaan ukuran diameter pipa maka semua pipa akan dialiri oleh aliran
yang sama Gambar 2.4. Total kerugian head pada seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa yang dirumuskan sebagai :
Q = Q
1
= Q
2
= Q
3
2.13 h
f
= h
f1
+ h
f2
+ h
f3
2.14
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Pipa Hubungan Paralel
Gambar 2.5 : Pipa Hubungan Paralel
Jika ada dua buah pipa atau lebih yang dihubungkan secara pararel Gambar 2.5, total laju aliran sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan
rugi head pada sebuah cabang sama dengan yang lain yang dirumuskan sebagai : Q = Q
1
+ Q
2
+ Q
3
2.15 h
f
= h
f1
= h
f2
= h
f3
2.16
2.9 Jaringan Pipa 2.9.1 Jenis Sistem Jaringan Pipa
2.9.1.1 Sistem Jaringan Pipa Seri
Sistem pemipaan dengan susunan seri merupakan jaringan pipa tanpa cabang ataupun loop. Jaringan ini memiliki satu sumber ,satu ujung dan node yang
menyambung 2 pipa yang berada dalam satu jalur. Jaringan pemipaan jenis ini sangat kecil dan dipakai untuk pendistribusian air kawasan yang kecil.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 : Sistem jaringan pipa seri
2.9.1.2 Sistem Jaringan Pipa Bercabang
Sistem pemipaan dengan susunan bercabang merupakan kombinasi dari jaringan pemipaan susunan seri. Dimana, jaringannya terdiri dari satu sumber dan memiliki
banyak cabang. Sistem ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sebuah komunitas dan investasi yang dikeluarkan tidaklah besar.
Gambar 2.7 : Sistem jaringan pipa bercabang
2.9.1.3 Sistem Jaringan Pipa Tertutup Loop
Sistem pemipaan ini merupakan sistem yang mana jaringannya saling terhubung yang terdiri dari node-node yang menerima aliran air lebih dari satu
bagian. Dengan sistem ini masalah – masalah yang dihadapi pada sistem seri ataupun bercabang dapat ditangani seperti masalah tekanan. Namun, sistem pemipaan dengan
jaringan ini lebih rumit jika dibandingkan dengan sistem seri atau bercabang. Untuk
Universitas Sumatera Utara
biaya operasi dan investasi yang cukup besar. Sistem ini biasanya dipakai pada daerah yang cukup luas dengan jumlah pemakai yang cukup besar.
Gambar 2.8 : Sistem jaringan pipa loop
2.9.1.4 Sistem Jaringan Pipa Kombinasi
Sistem perpipan jenis ini merupakan sistem jaringan pemipaan yang umum digunakan untuk daerah yang luas. Sistem ini merupakan gabungan antara sistem
dengan jaringan bercabang dan loop
Gambar 2.9 : Sistem jaringan pipa kombinasi
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Analisa Siste
Menurut J.M.K Sistem jaringan pipa m
suplai kota sering rum seluruh kota diperluka
di dalam jaringan.
Ga
Dalam mengana Metode Hardy Cross
untuk menetapkan be pipa dalam jaringan y
mencoba arah aliran kontinuitas dan ene
menggunakan harga disebut sebagai pers
kontinuitas dan persam
istem Jaringan Pipa
.K. Dake, Endang P.Tachyan, dan Y.P. Pangar pa mungkin tidak sesederhana seperti gambar 2.10.
rumit dan di desain suatu sistem distribusi air ukan untuk memperhitungkan tekanan dan debi
Gambar 2.10 : Contoh Skema Jaringan Perpipaan
nalisa sistem jaringan pipa dapat digunakan me oss merupakan suatu metode yang lebih efi
n besarnya debit dan kehilangan tinggi tekanan n yang bersangkutan. Metode Hardy Cross ada
an dan debit aliran pada semua pipa. Jika te energi belum terpenuhi maka percobaan
a yang baru yang telah dikoreksi. Metoda persamaan Loops. Persamaan tersebut terdir
samaan energi Pangaribuan. 1985.
r 2.10. Suatu jaringan ir yang efektif untuk
debit pada setiap titik
paan
metode Hardy Cross. efisien dipergunakan
an di masing-masing adalah metode yang
ternyata persamaan an diulang dengan
oda Hardy Cross juga rdiri dari persamaan
Universitas Sumatera Utara
Menurut Radianta Triatmadja. 2009: Pada tiap node berlaku Persamaan kontinuitas : ∑ Q = q external
2.17 Pada setiap pipa berlaku persamaan energi : ∑ KpQ
n
= 0 2.18
Suatu jaringan kota dapat dibagi menjadi beberapa putaran atau “cincin” yang sesuai. Dua kebutuhan teoretis yaitu penurunantinggi tekan netto sekeliling putaran
harus nol dan besarnya aliran netto ke arah cabang juga harus nol 0 Andaikan kehilangan tinggi tekan terhadap gesekan dan lain-lainnya pada
masing-masing pipa dinyatakan dalam bentuk : hf = Kp.Q
n
2.19 dimana Kp dan indeks n diumpamakan tetap dan Q adalah debit yang melalui pipa,
kita umpamakan : Q = Q
o
+ ∆Q 2.20
dimana Q
o
adalah debit yang diumpamakan memenuhi kondisi kesinambungan yang besarnya di bawah debit yang sebenarnya dengan perbedaan yang kecil seharga
∆Q. Dengan
mensubstitusikan 2.19
kedalam 2.20
dan dengan
mengembangkannya dengan teori binomial dengan menghilangkan faktor yang mempunyai ∆Q
2
dan pangkat yang lebih besar. hf = Kp
- 9
: ;
- 9
∆Q 2.21
Dalam gerakan sekeliling putaran , ∑hf = 0, sehingga : ∑nKp
- 9
∆Q = - ∑Kp
- 9
2.22 Untuk memenuhi kebutuhan kesinambungan pada setiap cabang untuk aliran
masuk dan keluar yang tetap ke dalam putaran tertentu, harga ∆Q harus sama pada
Universitas Sumatera Utara
setiap pipa. Dengan demikian ∆Q dapat dikeluarkan dari tanda pejumlahan. Sehingga persamaan 2.22 menghasilkan:
∆Q =
6 ∑Kp
;
∑nKp
;61
=
∑CD ∑
EF GH
2.23
Persamaan 2.23 memberikan koreksi yang akan digunakan untuk debit yang diumpamakan Q
o
untuk membuat harga tersebut sangat mendekati harga debit yang nyata Q.
Harga n adalah eksponen dalam persamaan Hazen – Williams bila digunakan untuk menghitung hf dan besarnya adalah
-.
1.85 dan n menyatakan suku-suku yang terdapat dalam persamaan yang menggunakan satuan British, yaitu :
;
.
.. 1..L
2.24 Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan persamaan Darcy – Weisbach
dengan n = 2 dan Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa faktor gesekan selalu berubah untuk setiap iterasi.
;
MN O
2.25
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 : Harga Kp untuk pipa Metode
Satuan Snit Kp
Hazen – Wiliam
Q,cfs ; L,ft ; d,ft ; hf,ft 4.73 S
T
.M
U
.M
Q,gpm ; L,ft ; d,inc ; hf,ft 10.44 S
T
.M
U
.M
Q,m
3
s ; L,m ; d,m ; hf,m 10.70 S
T
.M
U
.M
Darcy – Weisbach
Q,cfs ; L,ft ; d,ft ; hf,ft V S
39.70 U Q,gpm ; L,ft ; d,inc ; hf,ft
V S 32.15 U
Q,m
3
s ; L,m ; d,m ; hf,m V S
12.10 U
Sumber : Ram Gupta. S, “Hydrology Hydraulic Engineering Systems. Pearson. New Jersey. 1989. Hal. 567.
2.10 Prosedur Hitungan Metode Hardy – Cross
Adapun prosedur pengerjaannya Metode Hardy-Cross menurut J.M.K. Dake, Endang P.Tachyan, dan Y.P. Pangaribuan. 1985 sebagai berikut:
1. Misalkan setiap debit distribusi aliran kolom 4 yang layak yang memenuhi
kebutuhan yang berkesinambungan pada setiap cabang dan untuk keseluruhan putaran.
2. Hitunglah kehilangan tinggi tekan pada setiap pipa dengan hf = kp.Q
2
kolom 9, harga kp kolom 8 didapat dari tabel 2.7 juga dengan menggunakan
diagram Moody untuk mendapatkan nilai faktor kekasaran, f kolom 7. Nilai tersebut didapat dari nilai bilangan Rynold,Re kolom 6 dan nilai kekasaran
relatif
εD
kolom 5.
Universitas Sumatera Utara
3. Kehilangan tinggi tekan adalah positif apabila aliran ada dalam arah yang
tetap dan negatifyaitu tinggi tekan naik apabila aliran berlawanan dengan arah tadi. Dengan menjumlahkan kehilangan tinggi tekan secara aljabar, ∑hf
= ∑kp.Q
2
. 4.
Hitung nilai ∑ |2kQ| kolom 10 untuk tiap jaringan, nilai tersebut selalu positif.
5. Hitung koreksi debit
∆ 6
∑YZ [ ∑ | ]_|
, Qo =debit permisalan kolom 11 6.
Koreksi debit, Q =Qo + ∆Q, Gunakan aliran yang telah dikoreksi untuk mengulang prosedur 1 – 5 sampai ketelitian yang diinginkan dicapai nol.
Pada suatu jaringan perpipaan harus dipenuhi ketentuan berikut: Perjumlahan tekanan disetiap circuit = 0 nol
Aliran yang masuk pada setiap titik simpul = aliran keluar Persamaan Darcy – Weisbach atau rumus exponensial berlaku untuk masing-
masing pipa. Prosedur diatas dapat digambarkan pada sebuah tabel 2.8 berikut :
Tabel 2.8 : Tabel perhitungan Metode Hardy-Cross
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11
No. Pipa D
L Q
o
ε D
Re f
K h
f
2KQ ∆
Q
m m
m
3
s m
Ditentukan Diketahui
Diketahui Ditaksir Rumus
Dari grafik rumus rumus
6∑`a
[
∑ |2kQ|
∑ H
f
∑2KQ
Universitas Sumatera Utara
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
3.1. Gambaran Umum Lokasi Survei 3.1.1. Kondisi Umum Kota Tebing Tinggi
Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu pemerintah daerah administrasi dari 25 kabupatenkota di Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 38,3 km
2
. Berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan ibukota Propinsi Sumatera Utara serta
terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu yang menghubungkan lintas timur dan lintas tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas jalan Tebing Tinggi –
Pematang siantar – Parapat – Balige - Siborong-borong.
Secara geografis Kotamadya Tebing Tinggi terletak pada posisi 3
o
19’ - 3
o
21’ Lintang Utara dan 98
o
9’ - 98
o
11’ Bujur Utara dengan batas - batas: •
Sebelah utara dengan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai.
Gambar 3.1: Letak Kota Tebing Tinggi pada peta
Universitas Sumatera Utara