Penentuan Rute Pendistribusian BBM Untuk Meminimalkan Keterlambatan Pendistribusian di Central Supply Facilities (Studi Kasus: PT. XYZ)

(1)

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN BBM UNTUK MEMINIMALKAN KETERLAMBATAN PENDISTRIBUSIAN DI

CENTRAL SUPPLY FACILITIES (STUDI KASUS: PT. XYZ)

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

SITI MAULINA DALIMUNTHE 090403001

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN BBM UNTUK MEMINIMALKAN KETERLAMBATAN PENDISTRIBUSIAN DI

CENTRAL SUPPLY FACILITIES (STUDI KASUS: PT. XYZ)

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

SITI MAULINA DALIMUNTHE 0 9 0 4 0 3 0 0 1

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing

(Dr. Ir. Nazaruddin M, MT) (Ikhsan Siregar, ST, M.Eng)

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi Reguler Strata Satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Judul untuk tugas sarjana ini adalah “Penentuan Rute Pendistribusian BBM Untuk Meminimalkan Keterlambatan Pendistribusian di Central Supply Facilities (Studi Kasus: PT. XYZ)”.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas sarjana ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan tugas sarjana ini. Semoga tugas sarjana ini dapat bermanfaat bagi penulis, perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan pembaca lainnya.

Medan, Desember 2013 Penulis,


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur dan terima kasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk merasakan dan mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah membimbing penulis selama masa kuliah dan penulisan laporan tugas sarjana ini.

Dalam penulisan tugas sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

2. Bapak Dr. Ir. Nazaruddin, MT selaku Dosen Pembimbing I atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Bapak Ikhsan Siregar, ST, M.Eng selaku Dosen Pembimbing II atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Bapak Mukhlis Dalimunthe selaku pimpinan PT. XYZ, serta telah memberikan bantuan berupa waktu, bimbingan, serta informasi dan data selama melakukan penelitian di perusahaan dan para pekerja dan karyawan


(5)

PT. XYZ yang telah memeberikan bantuan dan arahan pada saat berada dilapangan kerja.

5. Seluruh dosen Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran selama perkuliahan yang menjadi bekal dalam penulisan tugas sarjana ini.

6. Staff pegawai Teknik Industri, Bang Ridho, Bang Mijo, Kak Dina, Bang Nurmansyah, Kak Rahma, Bang Kumis, dan Ibu Ani, terimakasih atas bantuannya dalam masalah administrasi untuk melaksanakan tugas sarjana ini. 7. Kedua orangtua Mukhlis Dalimunthe dan Wizni Eliza yang tiada hentinya

mendukung penulis baik secara moril, doa, maupun materil sehingga tugas sarjana ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari tidak dapat membalas segala kebaikan dan kasih sayang dari keduanya, oleh karena itu izinkanlah penulis memberikan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta.

8. Nenek tercinta yang telah memberikan doa disetiap sholatnya sehingga tugas sarjana ini dapat diselesaikan. Penulis memberikan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada nenek tercinta.

9. Seluruh rekan Asisten di Laboratorium Pengukuran dan Statistik, Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, USU terutama Bang Fahri, Bang Erin, Bang Surya, Kak Ita, Bang Chani, Bang Herianto, Musthofa, Oi, Yoan, Anggel, Dea, Yuni, Rois, Dira, Adel, Tari, Lisa, Randy, Dian, Nanda, Solihin, Wahyu, Chaidir.


(6)

10.Rekan-rekan angkatan 2009 Teknik Industri FT USU seperti: Laulia, Poppy, Dara, Lady, Nickxon, Hady, Uci, Sadikin, Angel, Benny, Rizky, Nadia S, Suryadi, Raysha, Silvia, Regina, Hasi, Christy, William, Erni, Lusi, Michella, Wildan, Musthofa, Andry, Jolim, Oi, Maysarah, Hafiz, Ozi, Ridho, Arsyad, Alfin, dan Indra.

11.Seluruh pihak yang telah banyak memberi bantuan kepada penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Medan, Desember 2013


(7)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Perumusan Permasalahan ... I-4 1.3 Tujuan Penelitian ... I-5 1.4 Manfaat Penelitian ... I-5 1.5 Asumsi dan Batasan Masalah ... I-6 1.6 Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-7

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha... II-2


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.3 Lokasi Perusahaan ... II-3 2.4 Daerah Pemasaran ... II-3 2.5 Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... II-3

III LANDASAN TEORI

3.1 Manajemen Logistik ... III-1 3.2 Konsep Logistik Terpadu ... III-5 3.2.1. QFD (Quality Function Deployment) ... III-5 3.2.1.1. Kebutuhan Konsumen ... III-8 3.2.2. Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (Triz) ... III-9 3.2.3. Design Structure Matrix (DSM)) ... III-11 3.3 Manajemen Transportasi dan Distribusi ... III-9 3.4 Fungsi-fungsi Dasar Manajemen Transportasi dan Distribusi ... III-10 3.5 Penentuan Rute dan Jadwal Pengiriman ... III-12 3.6 Travelling Salesman Problem ... III-13 3.7 Vehicle Routing Problem ... III-14 3.8 Shortest Paht Problem (SPP) ... III-15 3.8.1 SPP Antara Dua Node Tertentu ... III-17 3.8.2 Algoritma Djikstra ... III-17 3.8.3 Algoritma Ford ... III-19


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.9 Pengukuran Waktu Kerja ... III-22 3.9.1 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Waktu ... III-24 3.9.2 Melakukan Pengukuran Waktu Kerja ... III-27 3.9.3 Rating Factor dan Allowance ... III-30 3.9.4 Penetapan Waktu Baku ... III-45 3.9.5 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan ... III-46

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2 Objek Penelitian ... IV-1 4.3 Kerangka Pikir ... IV-1 4.3.1 Defenisi Operasional Variabel ... IV-3 4.4 Jenis Penelitian ... IV-5 4.5 Metode Penelitian ... IV-6 4.5.1. Metode Pengumpulan Data ... IV-6 4.5.2. Instrument Penelitian ... IV-7 4.5.3. Metode Pengolahan Data ... IV-7 4.6 Analisis Pemecahan Masalah ... IV-9 4.7 Kesimpulan dan Saran ... IV-9 4.8 Flow Chart Prosedur Penelitian ... IV-9


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1 Waktu Loading Bahan Bakar Minyak (BBM) pada

Produk Premium ... V-1 5.1.2 Waktu Loading Bahan Bakar Minyak (BBM) pada

Produk Biosolar ... V-4 5.1.3 Waktu Unloading Bahan Bakar Minyak (BBM) ... V-7 5.1.4 Jarak dari Central Supplay Facilities ke Distribution

Center ... V-8 5.1.5 Biaya Transportasi ... V-8 5.1.6 Jumlah Permintaan DistributionCenter ... V-8 5.2 Pengolahan Data... V-8 5.2.1 NetworkDiagram ... V-8 5.2.2 Waktu Teoritis yang Dibutuhkan untuk Waktu Loading ... V-20 5.2.3 Penentuan Rute pendistribusian ... V-23 5.2.4 Perhitungan Waktu Tempuh ... V-70 5.2.5 Waktu Total Pendistribusian Setiap DistributionCenter ... V-73 5.2.6 Perhitungan Biaya Transportasi Pendistribusian Setiap

DistributionCenter ... V-73


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL

6.1. Analisis ... VI-1 6.1.1 Analisis NetworkDiagram ... VI-1 6.1.2 Analisis Waktu Teoritis Loading Bahan Bakar Minyak

(BBM) ... VI-1 6.1.3 Analisis Penentuan Rute Pendistribusian ... VI-4 6.1.4 Analisis Waktu Tempuh ... VI-5 6.1.5 Analisis Waktu Total Pendistribusian ... VI-6 6.1.6 Analisis Biaya Pendistribusian ... VI-6 6.2. Pembahasan ... VI-7 6.2.1 Pembahasan NetworkDiagram ... VI-7 6.2.2 Pembahasan Waktu Teoritis Loading Bahan Bakar

Minyak(BBM) ... VI-7 6.2.3 Pembahasan Penentuan Rute Pendistribusian ... VI-8 6.2.4 Pembahasan Waktu Total Pendistribusian ... VI-9 6.2.5 Analisis Biaya Pendistribusian ... VI-10

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1 Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-2


(12)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Jumlah Keterlambatan Pendistribusian BBM Periode Juli

2012 – Juni 2013 ... I-2 3.1. Penyesuaian Menurut Westinghouse ... III-40 3.2. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang

Berpengaruh ... IV-47 5.1. Data Waktu Loading BBM pada Produk Premium ... V-1 5.2. Data Waktu Loading BBM pada Produk Biosolar ... V-4 5.3. Waktu Unloading pada Setiap Kapasitas Alat Angkut ... V-7 5.4. Jarak Central Supplay Facilities ke Distribution Center ... V-9 5.5. Biaya Transportasi Pada Masing-masing Distribution Center ... V-14 5.6. Jumlah Permintaan ... V-17 5.7. Waktu Loading yang Di Subgroup ... V-19 5.8. Penyesuaian Menurut Westinghouse ... V-22 5.9. Allowance ... V-22 5.10. Rekapitulasi Waktu Teoritis Loading untuk BBM Premium ... V-23 5.11. Rekapitulasi Waktu Teoritis Loading untuk BBM Biosolar ... V-23 5.12. Waktu Tempuh Setiap DistributionCenter ... V-71 5.13. Waktu Total Pendistribusian Setiap DistributionCenter ... V-76 5.14. Biaya Transportasi Pendistribusian Setiap DistributionCenter ... V-73


(14)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. XYZ ... II-4 3.1. Sistem Logistik ... III-5 3.2. Struktur Jaringan Logistik yang Multi-eselon dan Fleksibel ... III-6 3.3. Contoh Travelling Salesman Problem ... III-14 3.4. Bentuk Solusi Vehicle Routing Problem ... III-15 3.5. Sebuah Graph ... III-20 3.6. Sebuah Graph Tahap Pertama ... III-20 3.7. Sebuah Graph Tahap Kedua ... III-21 4.1. Kerangka Pikir Penelitian ... IV-2 4.2. FlowChart Penelitian ... IV-10


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Network Diagram ... L.1 2. Network Diagram Rute Pendistribusian Terminal BBM

Dumai ... L.2 3. Form Tugas Akhir ... L.3 4. Surat Penjajakan ... L.4 5. Surat Balasan Perusahaan ... L.17 6. Surat Keputusan Tugas Sarjana ... L.18 7. Perubahan Surat Keputusan Tentang Perubahan Judul Tugas

Sarjana ... L.19 8. Lembar Asistensi Dosen ... L.20


(16)

ABSTRAK

PT. XYZ merupakan perusahaan dalam bidang penyaluran atau pendistribusian BBM. Pendistribusian pada perusahaan ialah menyalurkan BBM ke setiap distribution center (SPBU) yang merupakan ruang lingkup dari perusahaan, dengan jumlah yang sudah ditetapkan pihak SPBU. Kondisi di dunia nyata, pendistribusian sering mengalami keterlambatan sehingga pihak perusahaan merasa rugi dengan adanya kejadian tersebut. Kerugian yang dialami pihak perusahaan berupa menambah jam kerja (lembur) dan menambah kendaraan alat angkut. Meminimalkan kerugian tersebut penentuan rute pendistribusian pada perusahaan menjadi satu kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah keterlambatan pendistribusian BBM ke masing-masing SPBU. Penentuan rute pendistribusian menggunakan pendekatan metode shortest path problem dengan algoritma ford. Metode ini memberikan alternatif-alternatif pada perusahaan tentang jarak terpendek yang akan dilalui untuk pendistribusian BBM, sehingga keterlambatan dapat diminimumkan. Penelitian ini diawali dnegan membuat network diagran, dimana network diagram merupakan jarak antar SPBU ke SPBU lain dan jarak antar central supply facilities (depot) ke masing-masing SPBU dan mengetahui waktu siklus setiap kapasitas alat angkut pada waktu loading. Hasil akhir dalam penelitian ini adalah perusahaan dapat mengetahui waktu loading kendaraan alat angkut, berapa jarak yang akan di tempuh kendaraan alat angkut, waktu tempuh perjalanan, dan biaya pendistribusian sehingga perusahaan dapat mengetahui berapa lama waktu pendistribusian yang dibutuhkan untuk masing-masing SPBU. Jarak tempuh yang dapat diminimukan sebanyak 13 SPBU. Hal ini dapat meminimumkan keterlambatan dan meminimumkan biaya pendistribusian dengan cara meminimumkan jarak (rute pendistribusian). Rata-rata penghematan jarak sebesar 56 KM/Jam.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT. XYZ melakukan pendistribusian BBM setiap hari sesuai dengan jam kerja dan permintaan dari pihak SPBU (Distribution Center). Setiap kendaraan yang melakukan pengiriman BBM memiliki rute tujuan pengiriman yang berbeda-beda. Banyaknya kendaraan yang melakukan pengiriman BBM dengan rute tujuan yang berbeda-beda maka PT. XYZ mengharapkan pengiriman BBM sampai dengan tepat waktu sehingga PT. XYZ dapat memenuhi semua permintaan dari pihak SPBU (Distribution Center) tanpa harus menambah jam kerja lembur karyawan. Dari pihak SPPBU (Distribution Center) juga mengharapkan pengiriman BBM sampai tepat waktu, apabila terjadi kerterlambatan berpengaruh terhadap citra SPBU dan dapat berpotensi kehilangannya pelanggan sehingga SPBU (Distribution Center) mengalami kerugian dari sisi finansial dan kepercayaan pelanggan. Hal ini yang menjadi proitas utama dari pihak PT. XYZ.

Berdasarkan kondisi yang ada dalam satu periode (satu tahun) terdapat 2045 keterlambatan pendistribusian BBM dari Central Supply Facilities ke

Distribution Center, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.1. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor misalnya tidak adanya jadwal pengiriman, tidak adanya penentuan rute, waktu proses, dan keterbatasan transportasi. Keterlambatan pendistribusian BBM dapat menyebabkan beberapa kerugian diantaranya menambah jam kerja lembur, menyewa transportasi (mobil tangki), dan


(18)

kehilangan kepercayaan. Menghindari dan meminimkan kerugian PT. XYZ, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan penentuan rute pendistribusian. Rute pendistribusian yang digunakan saat ini masih bersifat acak, dimana pihak perusahaan tidak mengetahui rute mana yang dilalui oleh transportir. Ketidakjelasan dalam memilih rute dapat menimbulkan pendistribusian yang tidak tepat waktu. Hal ini yang sedang di hadapi pihak perusahaan PT. XYZ.

Ada 70 SPBBU (Distribution Center) yang dilayani oleh depot (Central Supply Facilities). Karena banyaknya jumlah SPBU maka jumlah rute tujuan yang harus ditentukan adalah lebih dari satu tujuan pengiriman dengan jarak tempuh yang berbeda-beda, maka hal tersebut akan sulit untuk melaksanakannya dengan menggunakan proses manual. Sehingga dalam penelitian ini digunakan metode

shortest path problem.

Metode shortest path problem memiliki kelebihan dalam mencari rute terpendek dengan waktu tempuh yang lebih singkat, sehingga keterlambatan pendistribusian bisa diminimalkan dan kerugian PT. XYZ dapat menurun. Dengan metode shortest path problem diharapkan dapat membantu dalam penentuan rute terpendek dalam pengiriman BBM dan jumlah kendaraan transportasi yang digunakan, sehingga menghasilkan jadwal pengiriman yang tepat waktu.


(19)

Tabel 1.1. Jumlah Keterlambatan Pendistribusian BBM Periode Juli 2012 – Juni 2013

Bulan Keterlambatan Pengiriman Presentase

Juli 248 2170 11%

Agustus 156 2170 7%

September 176 2100 8%

Oktober 187 2170 9%

Nopember 155 2100 7%

Desember 153 2170 7%

Januari 168 2170 8%

Februari 166 1960 8%

Maret 174 2170 8%

April 160 2100 8%

Mei 150 2170 7%

Juni 152 2100 7%

Total 2045 25550 8%

Sumber : PT. XYZ

Dalam beberapa tahun terakhir terjadi gejolak kepentingan tentang masalah transportasi sehingga munculah teknik-teknik aplikasi untuk memecahkan masalah transportasi (Fu, Sun dan Rilett, 2006). Dalam sistem panduan rute distribusi, sebuah perusahaan harus menghitung rute yang optimal dalam jaringan lalu lintas yang besar. Rute yang direkomendasikan dapat menjawab masalah transportasi, contohnya meminimalkan keterlambatan pendistribusian. Dalam keadaan sehari-hari sistem pendistribusian harus berkaitan dalam masalah jarak, proses penjadwalan, dan lingkungan yang dinamis dimana lalu lintas perkotaan sangat tidak terduga. Untuk mengatasi dan meminimalkan keadaan tersebut ada persyaratan untuk menggunakan aplikasi shortest path


(20)

problem yaitu meminimalkan rute yang berulang atau tidak boleh menggunakan rute yang sama sebanyak dua kali atau lebih (Yanfang dan Tong, 2011).

Shortest path problem salah satu kunci untuk mengatasi masalah transportasi atau pendistribusian yang sedang dihadapi oleh kebanyakan perusahaan. Shortest path problem memecahkan masalah dengan menemukan rute terpendek dari asal yang spesifik untuk tujuan tertentu dalam suatu jaringan dan meminimalkan jarak, total waktu, atau biaya yang terkait dengan rute. Masalah ini telah banyak diteliti secara terus menerus di bidang ilmu komputer, riset operasi, dan rekayasa transportasi (Wang, dkk, 2009)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang telah di jelaskan bahwa permasalahan yang terjadi adalah tingginya keterlambatan pendistribusian BBM yang dihadapi oleh PT. XYZ. Terjadinya keterlambatan pendistribusian BBM dikarenakan rute pendistribusian dilakukan secara acak sehingga BBM yang dipesan oleh pihak SPBU tidak dapat didistribusikan sesuai dengan tepat waktu. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan penelitian untuk perencanaan rute dengan mempertimbangkan kapasitas alat angkut, jarak dan waktu pengiriman agar proses pengiriman BBM dapat sampai tepat waktu pada pihak SPBBU (Distribution Center).


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rancangan rute distribusi BBM menggunakan shortes path problem yang mengintegrasikan setiap

distribution center dengan central supply facilities. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan rute yang optimal dalam proses pendistribusian BBM dari titik awal ke titik akhir.

2. Menentukan jarak tempuh yang minimum dari setiap rute pendistribusian BBM.

3. Meminimumkan waktu pendistribusian dari central supply facilities ke

distributioncenter.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian, antara lain: 1. Bagi Mahasiswa

a. Dapat membandingkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dengan permasalahan yang ada di lapangan. b. Mendapatkan peluang untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan

selama perkuliahan dalam memecahkan masalah di perusahaan.

c. Mendapatkan pengalaman dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam suatu perusahaan.


(22)

2. Bagi Departemen Teknik Industri USU

a. Mempererat hubungan antara pihak universitas dengan pihak perusahaan tempat dilakukannya penelitian.

b. Memperkenalkan Departemen Teknik Industri sebagai forum disiplin ilmu terapan yang sangat bermanfaat bagi perusahaan.

3. Bagi Perusahaan

a. Penentuan rute distribusi BBM yang lebih optimal.

b. Penghematan waktu dalam proses pengiriman BBM dari pusat ke setiap cabang yang disebabkan oleh pengurangan jarak tempuh lintasan.

c. Peningkatan mutu pelayanan perusahaan untuk para konsumen melalui proses pengiriman BBM yang lebih cepat.

d. Peningkatan kepercayaan konsumen pada perusahaan dan juga meningkatkan daya saing perusahaan terhadap perusahaan yang sejenis.

1.5 Asumsi dan Batasan Masalah

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Jumlah BBM yang dikirim pada setiap cabang adalah tetap.

2. Rute pendistribusian hanya dilalui sekali dalam satu kali perjalanan.

3. Kondisi jalan dalam keadaan normal yaitu jalan tidak berlubang dan rusak, dan jalan tidak mendaki dan menurun.

4. Kendaraan dan alat angkut yang digunakan dalam pengiriman BBM dalam keadaan baik.


(23)

5. Kapasitas lalu lintas setiap harinya dalam keadaan normal dan tidak terjadi kemacetan.

6. Kondisi kerja dalam keadaan normal yaitu tidak terjadi kecelakaan kerja, demonstrasi, dan kerusakan yang menggangu proses pendistribusian.

7. Pekerja dalam kondisi normal (sehat secara jasmani dan rohani).

Pembatasan masalah perlu dilakukan untuk mencegah agar pemecahan masalah tidak menyimpang dari ruang lingkup penelitian. Pada penelitian ini, pembatasan masalah adalah sebagai berikut:

1. Fokus dari penelitian ini adalah rute pendistribusian BBM.

2. Titik awal proses pendistribusian BBM adalah dari Central Supply Facilities

PT. XYZ Jalan Raya Pinang Kampai Bukit Batrem Dumai, Riau.

3. Setiap cabang hanya dikunjungi satu kali dalam satu rute distribusi dan kembali lagi ke titik awal.

4. Objek penelitian adalah setiap Distribution Center (SPBU) yang menjadi cakupan PT. XYZ.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penulisan laporan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, asumsi dan batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan laporan Tugas Akhir.


(24)

Pada bab ini berisikan sejarah industri (perusahaan), ruang lingkup bidang usaha, tenaga kerja, proses produksi, bahan baku, penolong serta bahan tambahan, mesin dan fasilitas produksi dan beberapa hal yang mendukung informasi mengenai perusahaan.

BAB III LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji dalam tugas akhir ini, rumus, metode dan pendekatan yang digunakan sebagai dasar pemecahan masalah.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Memaparkan metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tahapan-tahapan penelitian dan penjelasan tiap tahapan secara ringkas disertai diagram alirnya.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Memuat tentang pengumpulan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Pada bab ini diuraikan mengenai analisis pembahasan hasil dari pengolahan data dengan cara membandingkan dengan teori-teori yang ada. Selain itu juga diuraikan evaluasi yang diupayakan untuk memberikan perbandingan kondisi kerja yang ada dengan perbaikan yang dilakukan.


(25)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian kesimpulan penulis dari hasil penelitian serta rekomendasi saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

PT. XYZ adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki pemerintahan Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT. Permina. Pada tahun 1961, perusahaan ini berganti nama menjadi PN Permina, setelah bergabung dengan PN PT. XYZ di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN PT. XYZ. Dengan gulirnya UU No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PT. XYZ. Sebutan ini tetap dipakai setelah PT. XYZ berubah status hukumnya menjadi PT. PT. XYZ.

Pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pendirian perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas, peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (persero), dan Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2001 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 12 Tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No. 31 Tahun 2003 “Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PT. XYZ) Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO)”. Sesuai dengan akta pendiriannya, maksud dari Perusahaan Persero adalah untuk menyelenggarakan usaha dibidang minyak dan gas bumi, baik didalam maupun


(27)

diluar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.

Adapun Ex Hibah PT. CPI berdiri pada tanggal 25 Mei 1987. Dan mulai beroperasi tahun 1987. Diatas lahan areal seluas 43.459m2 dan berlokasi di jalan Soekarno-Hatta Bukit Batrem,, Kelurahan Bumi Ayu Kecamatan Dumai Timur. Riau, Ex Hibah PT. CPI nama lainnya Terminal Bahan Bakar Minyak Dumai (TBBM Dumai) atau di sebut juga PT. XYZ. Pendirian PT. XYZ didasari untuk memenuhi permintaan BBM yang semangkin meningkat di distribution center

(SPBU). Pendirian PT. XYZ berguna untuk meminimkan biaya distribusi.

2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha

Perusahaan PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri minyak dan gas bumi dengan produk akhir berupa bahan bakar minyak (BBM) seperti Premium, Biosolar, Pertamax, dan Pertamax Plus. Adapun bahan bakar minyak (BBM) yang telah dipasarkan oleh. PT. XYZ di pasar domestik pada saat ini adalah Premium, Biosolar, Pertamax, dan Pertamax Plus.

Bahan utama yang digunakan yang digunakan dalam memproduksi bahan bakar minyak (BBM) adalah minyak mentah bumi, kemudian dilakukan beberapa penyulingan sehingga menjadi bahan bakar minyak (BBM).


(28)

2.3 Lokasi Perusahaan

PT. XYZ berlokasi di Jalan Raya Pinang Kampai Bukit Batrem, Kelurahan Bumi Ayu Kecamatan Dumai Timur – Riau yang didirikan di atas tanah seluas 43.459 m2.

2.4 Daerah Pemasaran

PT. XYZ memasarkan bahan bakar minyak (BBM) untuk wilayah kota pinang, pulau maria, rantau prapat, bagan batu, bagan siapi-api, perawang, pekan baru, dumai, duri, dan bangkinang. Masing-masing daerah pemasaran ini berusaha untuk dapat memasarkan produk sebaik-baiknya untuk meningkatkan jumlah penjualan. Jumlah SPBU yang menjadi tanggung jawab PT. XYZ berjumlah 67 SPBU.

2.5 Organisasi dan Manajemen

Struktur Organisasi yang diterapkan pada PT. XYZ Cabang Medan adalah fungsional, dimana pempinan tertinggi dipegang oleh Operation Head. Disebut berbentuk fungsional karena bentuk organisasi fungsional adalah organisasi yang wewenangnya dari puncak pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan setiap divisi berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya, dan tiap-tiap satuan pelaksana kebawah memiliki wewenang dalam semua bidang kerja.

Untuk lebih jelasnya Struktur Organisasi PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(29)

(30)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Manajemen Logistik

Logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan strategis barang, suku cadang dan barang dari para supplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para langganan. (Bowersox, 1996).

Manajemen logistik merupakan bagian dari proses supply chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik konsumsi (point of consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan.

Kegiatan logistik akan berjalan dengan efektif dan efisien apabila memenuhi empat syarat yaitu : tepat jumlah, tepat mutu, tepat ongkos dan tepat waktu.Tujuan logistik adalah menyediakan produk dalam julah yang tepat, kualitas yang tepat, pada waktu yang tepat dengan biaya yang rendah. Ciri utama kegiatan logistik adalah tercapainya sistem yang integral dari berbagai dimensi dan tujuan kegiatan terhadap pemindahan (movement) serta penyimpanan (storage) secara strategis di dalam pengelolaan perusahaan.

Logistik dapat juga diartikan sebagai proses perencanaan, implementasi, pengendalian secara efisien, aliran biaya yang efektif, penyimpanan barang mentah,


(31)

inventori barang dalam proses, barang jadi dan informasi terkait dari titik asal ke titik konsumsi untuk tujuan memenuhi kebutuhan konsumen. Ada lima komponen yang membentuk sistem logistik, yaitu: struktur lokasi fasilitas, transportasi, persediaan (inventory), komunikassi, penanganan (handling) dan penyimpanan (storage). Dalam suatu jaringan transportasi merupakan suatu rantai penghubung. Manajemen transportasi dan lalu lintas mendapat banyak perhatian dalam tahun-tahun ini. Pada umumnya, suatu perusahaan mempunyai tiga alternatif untuk menetapkan kemampuan transportasinya. Pertama, armada peralatan swasta yang dapat dibeli atau disewa atau disebut dengan private. Yang kedua, kontrak khusus yang dapat diatur dengan spesialis transportasi untuk mendapatkan kontrak jasa-jasa pengangkutan. Dan yang ketiga adalah suatu perusahaan dapat memperoleh jasa-jasa dari perusahaan transportasi berijin yang menawarkan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tertentu dengan biaya tertentu atau disebut dengan angkutan umum. Dilihat dari sudut pandang logistik, terdapat tiga faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan kemampuan pelayanan transportasi yaitu: biaya, kecepatan, dan konsistensi.

Manajemen logistik mempunyai fungsi-fungsi (Subagya, 1992) sebagai berikut :

1. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan

Fungsi perencanaan mencakup aktivitas dalam menetapkan sasaran-sasaran, pedoman-pedoman, pengukuran penyelenggaran bidang logistik. Penentuan


(32)

kebutuhan merupakan perincian (detailering) dari fungsi perencaan, bilamana perlu semua faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan.

2. Fungsi Penganggaran

Fungsi penganggaran terdiri dari kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang dan jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku.

3. Fungsi Penyimpanan dan Penyaluran

Fungsi ini untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan maupun penganggaran.

4. Fungsi Penyimpanan dan Penyaluran

Fungsi ini merupakan pelaksanaan, penerimaan, peyimpanan dan penyaluran perlengkapan yang telah diadakan melalui fungsi-fungsi terdahulu untuk kemudian disalurkan kepada instansi-instansi pelaksana.

5. Fungsi Pemeliharaan

Fungsi pemeliharaan adalah usaha atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil barang inventaris.


(33)

6. Fungsi Penghapusan

Fungsi penghapusan yaitu berupa kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha pembebasan barang dari pertangungjawaban yang berlaku. Dengan perkataan lain, fungsi penghapusan adalah usaha untuk menghapus kekayaan (asset) karena kerusakan yang tidak dapat diperbaikilagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut dan karena hal-hal lain menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

7. Fungsi Pengendalian

Fungsi ini merupakan fungsi inti dari pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik. Dalam fungsi ini diantaranya terdapat kegiatan-kegitan pengendalian inventarisasi (Inventory Control) dan Expenditing yang merupakan unsur-unsur utamanya.

Fungsi-fungsi tersebut pada dasarnya merupakan siklus kegiatan yang satu sama lain saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Siklus kegiatan ini secara umum disebut Siklus Logistik.


(34)

3.2 Konsep Logistik Terpadu

(Bowersox, 1996) Konsep logistik terpadu terdiri dari dua usaha yang berkaitan yaitu :

1. Operasi Logistik

Aspek operasional logistik ini adalah mengenai manajemen pemindahan dan penyimpanan material dan produk jadi perusahaan. Jadi operasi logistik itu dapat dipandang berawal dari pengangkutan pertama material atau komponen-komponen dari sumber perolehannya dan berakhir pada penyerahan produk yang dibuat atau diolah pada langganan atau konsumen.


(35)

Operasi logistik dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu : a. Manajemen Distribusi Fisik

Proses manajemen distribusi fisis adalah menyangkut pengangakutan produk kepada pelanggan. Dalam distribusi fisis, langganan dipandang sebagai pemberhentian terakhir dalam saluran pemasaran. Jika produk yang tepat tidak dapat diserahkan pada waktu yang dibutuhkan dengan cara yang ekonomis maka mungkin banyak usaha pemasaran yang berada dalam bahaya. Melalui proses distribusi fisik inilah waktu dan ruang dalam pelayanan nasabah menjadi bagian yang internal dari pemasaran. Jadi distribusi fisik menghubungkan suatu perusahaan dengan nasabahnya.


(36)

b. Manajemen Material

Manajemen material adalah menyangkut perolehan dan pengangkutan material, suku cadang, dan persediaan barang jadi dari tempat pembelian ke tempat pembuatan atau perakitan, gudang, atau toko pengecer. Seperti halnya distribusi fisik, manajemen material berkenaan dengan penyediaan jenis material yang dikehendaki ditempat dan pada waktu yang dibutuhkan. Kalau distribusi fisik adalah mengenai pengiriman keluar yaitu nasabah, maka manajemen material adalah mengenai pergerakan ke dalam yaitu pembuatan, penyortiran atau perakitan.

c. Internal Inventory Transfer

Proses pemindahan persediaan barang di dalam perusahaan adalah mengenai pengawasan terhadap komponen-komponen setengah jadi pada waktu ia mengalir diantara tahap-tahap manufacturing, dan pengangkutan dari produk jadi ke gudang atau saluran pengecer. Yang terpenting dari manajemen terpadu adalah koordinasi dari ketiga jenis pergerakan tersebut. Ketiga pergerakan tersebut bergabung untuk memberikan manajemen operasional bagi material. Komponen setengah jadi dan produk-produk yang bergerak diantara berbagai lokasi, sumber suplai, dan para langganan dari perusahaan secara keseluruhan. Dalam pengertian ini, maka logistik adalah mengenai manajemen strategi dari keseluruhan pergerakan dan penyimpanan.


(37)

2. Koordinasi Logistik

Koordinasi logistik adalah mengenai identifikasi kebutuhan pergerakan dan penetapan rencana untuk memadukan seluruh kegiatan operasi logistik. Koordinasi logistik adalah menyangkut perencanaan dan pengawasan terhadap masalah-masalah operasional. Fungsi koordinasi logistik adalah untuk memastikan bahwa seluruh pergerakan dan penyimpanan diselesaikan seefektif dan seefisien mungkin.

Prestasi logistik diukur dengan tiga variabel, yaitu (Bowersox, 1996):

1. Penyediaan (availability) adalah menyangkut kemampuan perusahaan untuk secara konsisten memenuhi kebutuhan material/bahan produksi. Jadi hal ini menyangkut level persediaan atau variabel persediaan, semakin rendah frekuensi pengeluaran untuk stok yang direncanakan, berarti semakin tinggi investasi yang harus disiapkan.

2. Kemampuan (capability) adalah menyangkut jarak waktu antara penerimaan suatu pesanan dengan pengantaran barang yang dipesan. Kemampuan ini terdiri dari keecepatan pengantaran dan konsistensinya dalam jangka waktu tertentu. 3. Mutu (quality) adalah menyangkut seberapa jauh sebaiknya tugas logistik secara

keseluruhan dilaksanakan, besarnya kerusakan, item-item yang betul, pemecahan masalah yang timbul. Jadi, quality menyangkut penjagaan terhadap tingkat kesalahan yang rendah dan pemecahan masalah-masalah pada waktunya.


(38)

3.3 Manajemen Transportasi dan Distribusi

Pada kebanyakan produk yang digunakan, peran jaringan distribusi dan transportasi sangatlah vital. Jaringan distribusi dan transportasi ini memungkinkan produk pindah dari lokasi dimana diproduksi ke lokasi konsumen atau pemakai yang sering kali dibatasi oleh jarak yang sangat jauh. Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai, dan dalam kondisi yang sangat baik, hal ini dapat menentukan apakah produk dapat bersaing secara kompetitif di pasar. Kemampuan untuk mengelolah jaringan distribusi merupakan satu komponen keunggulan kompetitif yang sangat penting bagi kebanyakan industri.

Untuk menciptakan keunggulan berkompetisi, perusahaan tidak lagi mengandalkan cara-cara tradisional dalam mendistribusikan produk-produk. Perkembangan teknologi dan inovasi dalam manajemen distribusi memungkinkan perusahaan untuk menciptakan kecepatan waktu kirim serta efisiensi yang tinggi dalam jaringan distribusi, sesuatu yang sangat dipentingkan oleh pelanggan. Teknologi penyimpanan, barcoding, ASRS (automatic storage and retrieval system), RFID (radio frequency identification) adalah sebagian teknologi yang sangat banyak memudahkan operasi pendistribusian produk. Teknik-teknik yang inovatif seperti

crossdoking, flow through distribution, dan penggunaan 3PL (jasa logistik pihak ketiga) untuk kegiatan distribusi adalah sebagian dari pendekatan-pendekatan modren


(39)

yang menciptakan banyak keunggulan dalam manajemen distribution dan transportasi (Pujawan, 2005).

Kegiatan transportasi dan distribusi menjadi semakin penting artinya bagi

supply chain dengan semakin banyak perusahaan yang harus melakukan pengiriman langsung kepada pelanggan. Tumbuhnya industri online membuat kegiatan distribusi dan transportasi menjadi semakin penting dan komponen ongkos aktivitas ini semakin besar pada supply chain. Pelanggan yang membeli buku di toko akan menanggung biaya transportasi dan distribusiyang lebih rendah dibandingkan dengan yang membeli buku secara online dan diantar langsung ke alamat pelanggan.

3.4 Fungsi-fungsi Dasar Manajemen Transportasi dan Distribusi

Kegiatan transportasi dan distribusi dilakukan oleh perusahaan manufaktur dengan membentuk bagian distribusi atau transportasi tersendiri atau diserahkan kepada pihak ketiga. Dalam upaya untuk memenuhi pengiriman produk sampai di tangan pelanggan, siapapun yang melaksanakan baik dari bagian internal maupun eksternal perusahaan, manajemen distribusi dan transportasi pada umumnya melakukan sejumlah fungsi dasar yang terdiri dari (Pujawan, 2005):

1. Menentukan segmentasi dan menentukan target service level

Segmentasi pelangggan perlu dilakukan karena kontribusi merek pada revenue perusahaan bisa sangat bervariasi dan karakteristik tiap pelanggan bisa sangat berbeda antar satu dengan yang lain.


(40)

2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan

Tiap model transportasi memiliki karakteristik yang berbeda dan mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing.

3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman

Konsolidasi merupakan kata kunci yang sangat penting. Tekanan untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya melakukan konsolidasi informasi maupun pengiriman.

4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman

Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus dilalui untuk memenuhi permintaan pelanggan.

5. Memberikan pelayanan nilai tambah

Disamping mengirimkan produk ke pelanggan, jaringan distribusi pelanggan semakin banyak dipercaya untuk melakukan proses nilai tambah.

6. Menyimpan persediaan

Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik di suatu gudang pusat atau gudang regional, maupun toko dimana produk tersebut dipajang untuk dijual.

7. Menangani pengembalian (return)

Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kagiatan pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain.


(41)

3.5 Penentuan Rute dan Jadwal Pengiriman

Salah satu keputusan oprasional yang sangat penting dalam manajemen distribusi adalah penentuan jadwal serta rute pengiriman dari satu lokasi ke beberapa lokasi tujuan. Keputusan seperti ini sangat penting bagi distributor yang harus mengirimkan barangnya dari satu lokasi ke berbagai toko yang tersebar disebuah kota. Perusahaan penerbit koran atau majalah adalah salah satu contoh yang sangat tepat dimana permasalahan ini terjadi. Setiap pagi koran harus didistribusikan dari tempat dimana dicetak ke tempat-tempat penjualan untuk seterusnya diedarkan juga kepelanggan individu. Keputusan jadwal pengiriman seperti rute yang akan ditempuh oleh tiap kendaraan akan sangat berpengaruh terhadap biaya-biaya pengiriman.

Namun demikian, biaya bukanlah satu-satunya faktor yang dipertimbangkan dalam proses pengiriman. Pada contoh koran, perusahaan mungkin juga memiliki target bahwa tiap pelanggan di sebuah kota harus sudah mendapatkan koran selambat-lambatnya jam 6.30 pagi. Dengan kata lain, ada kendala waktu yang sering dinamakan time window. Disamping itu, jumlah pelanggan, jadwal dan rute sering dipertimbangkan dan kendala lain seperti kapasitas kendaraan atau armada pengangkutan (Pujawan, 2005).

Secara umum permasalahan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman bisa memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai seperti tujuan untuk meminimumkan biaya pengiriman, meminimumkan waktu, atau meminimumkan jarak tempuh. Dalam


(42)

bahasa program matematis, salah satu dari tujuan tersebut bisa menjadi fungsi tujuan dan yang lainnya menjadi kendala (Pujawan, 2005).

3.6 Travelling Salesman Problem

Dalam sistem jaringan manufaktur, dimungkinkan terdapatnya satu unit gudang induk bahan baku dan beberapa unit produksi yang terpisah satu dengan yang lain. Dalam literatur, masalah rute kendaraan ini disebut sebagai permasalahan distribusi bahan baku dari satu gudang induk ke beberapa unit produksi yang saling terpisah (Ballou, 1999).

Secara rutin sebuah perusahaan melakukan pengiriman barang keada konsumen dia atas area geografis yang dilayani oleh fasilitas-fasilitas perusahaan. Dalam hal ini perusahaan melakukan engiriman barang dengan sejumah armada kendaraan. Pengelilingan kendaraan meliputi perencanaan operasi armada kendaraan untuk mengirim barang untuk menghasilkan pelayanan.

Masalah pengelilingan kendaraan atau penyusunan rute kendaraan disadari berbeda dalam hal ukuran dan kerumitan. Masalah penyusunan rute ini dapat menjadi sulit untuk operasi-operasi yang lebih besar sesuai dengan banyaknya fasilitas yang dimiliki, banyaknya pelanggan, area pelayanan, dan ukuran armada atau kemampuan jangkauan armada. Kunci keputusan penyelesaian masalah rute kendaraan adalah mendesain rute-rute kendaraan. Rute adalah tempat pemberhentian-pemberhentian dimana sebuah kendaraan mengunjungi antara dua kedatangan berturut-turut terhadap


(43)

depot. Rute distribusi produk adalah urutan pemberhentian berturut-turut terhadap depot dan proses perencanaan dari titik awal (Perusahaan) ke titik konsumsi (Kosumen) untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Solusi optimal adalah pencarian atau penyelesaian masalah yang baik dalam penentuan rute dan penjadwalan kendaraan yang paling efisien. Urutan masalah penyusunan rute yang paling mudah terjadi ketika kita melihat rute tunggal yang mengunjungi semua pelanggan dan minimisasi waktu total perjalanan. Hal inilah yang disebut masalah perjalanan

salesman (TravellingSalesman Problem) yang dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Contoh Travelling Salesman Problem

3.7 Vehicle Routing Problem

Vehicle Routing Problem terkait dengan permasalahan bagaimana mendatangi pelanggan dengan menggunaka peralatan yang ada. Istilah lain untuk masalah ini adalah Vehicle Sceduling Problem, Vehicle Dispathing Problem, Delivery Problem.

Vehicle Routing Problem adalah sebuah hard combinatorial optimisation problem. Permasalahan ini erat kaitannya denganpermasalahan Travelling Salesman Problem.

Depot

45 25

40 25

60

40 50


(44)

Vehicle Routing Problem menjadi Travelling Salesman Problem pada saat hanya terdapat satu alat angkut yangkapasitasnya tak hingga (Ballou, 1999).

Dalam permasalahan vehicle routing, jika setiap alat angkut dapat menempuh trip/rute majemuk selama horizon perencanaan maka ini disebut sebagai Multi Trip Vehicle Routing Problem. Bentuk dari solusi Vehicle Routing Problem dasar dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Bentuk Solusi Vehicle Routing Problem

3.8 Shortest Paht Problem (SPP)

Shortest Paht Problem (SPP) adalah suatu masalah yang berkenaan dengan pencarian jalur (path) dari suatu lokasi asal s ke lokasi tujuan t yang memberikan jarak terpendek dari semua alternatif jalur yang dapat ditempuh. Shortest Paht Problem (SPP)adalah salah satu masalah dalam bidang network theory yang sangat


(45)

luas aplikasinya antara lain ialah bidang transportasi, equipment replancement, komunikasi dan production planning and control (Boffey, 1982).

Shortest Paht Problem (SPP) dapat diklasifikasikan kedalam beberpa tipe, misalnya sumber tunggal (SPP antar dua node tertentu), SPP antar satu node tertentu dengan setiap node yang lain dan SPP antara semua node. Demikian juga halnya dengan bobot dari setiap arc dapat dinyatakan dalam bentuk penalty dan lain-lain. Klasifikasi SPP adalah sebagai berikut:

1. Ordinarypathproblem

a. Unconstrained

- Shortest path between two specified nodes

- Shortest path from one path to all others

- Shortest path between all nodes

b. Constrained

- Shortest path that includes specified nodes

- Shortest path that includes a specified number of arc

2. Generalized path lengths

a. Turn penalties

b. Length as a function of the path


(46)

3.8.1 SPP Antara Dua Node Tertentu

Shortest Paht Problem (SPP) terdapat masalah-masalah yang tidak bisa diselesaikan dalam cara biasa, terdapat berbagai macam cara dalam memecahkan masalah dalam kasus yang berbeda. Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut ada beberapa algoritma yang sering digunakan dalam Shortest Paht Problem (SPP) di antaranya adalah:

a. Djikstra’s SPP algorithm

b. Ford’s algorithm

c. Partitioning algorithm

Problema SPP ini juga dapat dijumpai dalam praktek bisnis misalnya dalam merancang jarungan pipa penyaluran gas ke rumah-rumah penduduk, delivery packages dalam sistem distribusi dan lain-lain

3.8.2 Algoritma Djikstra

Algoritma djikstra (1959) memberikan basis untuk penyelesaian SPP dengan cara yang paling efisien. Algoritma ini dikenal sebagai label setting karena menggunakan bantuan atau penggunaan label pada tahapan-tahapan iterasinya. Setiap

node dan arc dibedakan dengan member tanda (label) misalnya dengan warna berbeda. Node dan arc yang termasuk dala lintasan diberi warna sedangkan yang lainnya tidak berwarna (Hiller dan Leberman, 1995).


(47)

Misalnya dari node y ada m buah node yang dapat dipilih untuk menjadi bagian lintasan terpendek dari node y. karena ada m node di depan node y maka berarti ada m buah part dari y. misalkan node x adalah path terpendek dari node y ke salah satu dari m buah node tadi. Beri warna node y dan arc (y,x), maka ada m-1

node yang tersisa dan dapat dipilih berikutnya. Kemudian tentukan node mana yang merupakan node terdekat dari node y dan seterusnya. Algoritma djikstra terdiri dari tiga langkah sebagai berikut:

Langkah 1

Pertama-tama semua node dan arc tidak berwarna. Karena node s adalah node awal maka y=s. jarak d(y)=0. Bri jarak terdekat d(x)=∞ pada node-node lain (x≠y).

Jarak dari node y ke setiap node lain misalkan node x ialah jarak sampai node y yaitu d(y) ditambah dengan panjang arc dari node y ke node x tersebut. Secara matematik dituliskan sebagai berikut d(x) = d(y) + a (y,x)

Langkah 2

Untuk setiap node x yang belum berwarna, tentukan d(x) dengan cara sebagai berikut d(x) = min [d(x), d(y)+a(y,x)]. Jika d(x) = ∞ unyuk semua x yang tidak berwarna maka iterasi dihentikan karena tidak ada path dari node s ke node t. jika d(s) ≠ ∞ maka beri warna pada node x yang mempunyai d(x) terkecil. Juga beri warna pada

arc yang menuju node x dari node yang memberikan d(x) terkecil tersebut. Misalkan y=x


(48)

Langkah 3

Jika node x=t telah berwarna maka proses iterasi dihentikan karena path terpendek telah ditemukan dari node s ke node t. jika node t belum berwarna kembali ke langkah 2.

3.8.3 Algoritma Ford

Algoritma ford (1956) merupakan perluasan aplikasi algoritma djikstra dengan member kesempatan sebagian arc dari network bertanda negatif. Menurut algoritma ford (Hiller dan Leberman, 1995):

1. Dalam step 2 (dalam algoritma djikstra), persamaan (1) dapat digunakan kepada semua node, tidak hanya kepada node yang belum diberi tanda (warna). Dengan demikian, node bertanda dan juga yang belum bertanda (berwarna) dapat berupa

node dengan nomer lebih rendah. 2. Jika semua node yang telah berwarna

3. Hentikan algoritma hanya jika smua node telah berwarna dan step 2 tidak dapat lagi menurunkan nomer dari node yang manapun.


(49)

1

t S

4

3 -2

Gambar 3.5. Sebuah Graph

Step 1 : beri warna pada node S dan tetapkan d(s) = 0 dan d(1) = ∞ dan d(t) = ∞ Step 2 : y = s

d(1) = min {d(1), d(s) + a(s,1)} = min {∞, 0+4} = 4

d(t) = min {d(t), d(s) + a(s,t)} = min {∞, 0+3} = 3 (minimum)

karena d(t) = 3 adalah minimum maka beri warna pada node t dan juga arc (s,t). Path terpendek untuk sementara ialah part arborescence (s,t). Lanjut ke step 3.

1

t S

4

3 -2

Gambar 3.6. Sebuah Graph Tahap Pertama


(50)

Step 2 : y = t

Karena tidak ada arc yang meninggalkan node t, semua node tidak mengalami perubahan. Jadi node 1 diberi warna dan arc (s,1) juga diberi warna. Path aborescence terpendek untuk sementara ialah arc (s,t) dan (s,1). Step 3 : kembali ke step 2 untuk mencoba ke node lebih rendah.

Step 2 : node yang lebih rendah dari node t ialah node 1 y = 1

d(t) = min {d(t), d(1) + a(1,t)} = min {3, (4-2)} = 2 d(s) = min {d(s), d(1) + a(1,s)} = min {0, (4+∞)} = 0

karena d(t) menurun dari 3 ke 2 maka nede t dan arc (s,t) dikembalikan tidak berwarna. Path aborescence terpendek hanya terdiri dari arc (s,1). Node t merupakan satu-satunya node yang masih tidak berwarna.

1

t S

4

3 -2

Gambar 3.7. Sebuah Graph Tahap Kedua

Step 3 : kembali ke step 2 untuk mencoba ke node lebih rendah Step 2 : nodde yang lebih rendah dari node ialah node 1


(51)

y = 1

d(t) = min {d(t), d(1) + a(1,t)} = min {3, (4-2)} = 2 d(s) = min {d(s), d(1) + a(1,s)} = min {0, (4+∞)} = 0

karena d(t) menurun dari 3 ke 2 maka nede t dan arc (s,t) dikembalikan tidak berwarna. Path aborescence terpendek hanya terdiri dari arc (s,1). Node t merupakan satu-satunya node yang masih tidak berwarna. Dan arc (1,t) haruslah berwarna. Path aborescence terpendek sekarang adalah (s,1) dan (1,t).

Step 3 : kembali ke step 2 untuk y = t Step 2 : y = t

Karena tidak ada lagi arc yang meninggalkan node t dan juga tidak ada lagi node yang lebih rendah maka tidak ada nodenyang dihilangkan warnanya. Lanjut ke step 3.

Step 3 : karena semua node telah berwarna maka algoritma berakhir. Path terpendek dari s ke t ialah a(s,1), a(1,t) dengan total jarak terpendek ialah 4-2 = 2.

3.9 Pengukuran Waktu Kerja

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku merupakan waktu


(52)

yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan satu siklus dari suatu kegiatan yang dilakukan menurut metode kerja tertentu, pada kecepatan normal. Disini sudah meliputi penyesuaian dan kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Dengan demikian maka waktu baku yang telah didapatkan dari aktifitas pengukuran ini akan digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama pekerjaan itu harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan serta berapa tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan (Sutalaksana, 1956).

Pada umumnya teknik-teknik pengukuran waktu terdiri atas dua bagian, pertama teknik pengukuran secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Teknik pengukuran secara langsung dilakukan langsung pada tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dilaksanakan. Sedangkan teknik pengukuran tidak langsung yaitu melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan, dengan membaca tabel-tabel yang tersedia.

Cara jam henti dan sampling pekerjaan adalah cara pengukuran kerja secara langsung. Pengukuran waktu dengan jam henti terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan yang singkat dan berulang-ulang. Teknik sampling kerja adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kerja dari mesin, proses dan pekerja. Dari hasil pengukuran akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan digunakan


(53)

sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang melaksanakan pekerjaan yang sama.

3.9.1 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Waktu

Ada beberapa aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik. Aturan-aturan tersebut akan dijelaskan dalam langkah-langkah berikut (Sutalaksana, 1956):

1. Penetapan Tujuan Pengukuran

Dalam melakukan pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat keyakinan dan ketelitian yang diinginkan dari hasil pengujuran tersebut. Misalnya jika waktu standar yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar upah perangsang, maka ketelitian dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.

2. Melakukan Penelitian Pendahuluan

Dalam penelitian pendahuluan dilakukan pengumpulan dan pencatatan semua keterangan yang dapat diperoleh mengenai kondisi pekerjaan, pekerja, dan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan pekerjaan. Dari hasil pengukuran waktu akan diperoleh waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang pantas merupakan waktu


(54)

kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik. Untuk itu perlu ditetapkan secara tertulis kondisi kerja dan metode kerja yang ada.

3. Memilih operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Operator yang akan melakukan pekerjaan harus memenuhi persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Pada dasarnya operator yang diamati memiliki kemampuan yang mengikuti distribusi normal, yaitu dari yang berkemampuan rendah sampai tinggi. Selain itu, operator yang dipilih adalah pekerja yang pada saat pengukuran dilakukan dapat bekerja secara wajar dan operator mampu bekerja sama dengan pengamat. Hal ini dimaksud karena si operator mungkin akan mencurigai maksud dari pengukuran waktu tersebut, sehingga si operator bekerja tidak wajar.

Operator harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya sedang diukur dan pengukuran berada didekatnya. Operator yang dipilih merupakan operator yang waktu penyelesaian pekerjaan secara wajar diperlukan oleh pekerja normal.

4. Melatih operator

Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih memerlukan latihan bagi operator tersebut, terutama jika kondisi dan cara kerja yang digunakan tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini terjadi bila


(55)

pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja sudah mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang ditetapkan.

5. Menguraikan pekerjaan atas elemen pekerjaan

Untuk memudahkan pengamatan, pengukuran, dan analisa, maka pemecahan siklus kerja atau operasi menjasi bagian-bagian yang terperinci, yang dalam hal ini disebut dengan elemen-elemen kerja. Elemen-elemen kerja ini akan dengan waktunya masing-masing. Selanjutnya akan diperoleh jumlah dari waktu setiap elemen yang disebut sebagai waktu siklus. Beberapa alas an yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen-elemen,yaitu:

a. Menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan.

b. Memungkinkan melakukan Rating Performance bagi setiap elemen karena keterampilan operator dalam bekerja belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-gerakan kerjanya.

c. Memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja

d. Memungkinkan dikembangkannya data waktu standar atau tempat kerja yang bersangkutan.


(56)

6. Menyiapkan alat-alat pengukura

Setelah langkah-langkah diatas dijalankan, maka pada langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran dilakukan penyiapan alat-alat yang diperlukan. Alat-alat tersebut adalah:

- Stop watch

- Lembaran-lembaran pengamatan - Papan pengamatan

- Pena atau pensil dan alat tulis

3.9.2 Melakukan Pengukuran Waktu Kerja

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu-waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan diatas.

Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan kenyakinan yang telah ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan.

Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Setalah pengukuran tahap pertama dilakukan, maka dilakukan uji keseragaman data, menghitung jumlah pengamatan yang diperlukan, dan bila pengukuran pendahuluan belum mencukupi


(57)

jumlahnya, maka akan dilakukan pengukuran pendahuluan tahap kedua. Setelah pengukuran tahap kedua selesai, maka akan diikuti lagi dengan ketiga, hal seperti diatas bila perlu dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan tahap ketiga (Sutalaksana, 1956). Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan mencukupi untuk tingkat kepercayaan dan ketelitian yang dikehendaki.

1. Menguji keseragaman data

Secara teoritis, menguji keseragaman data adalah pekerjaan yang berdasarkan teori-teori statistik tentang peta-peta kontrol yang biasa digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas di pabrik-pabrik atau tempat kerja lain. Pengukuran waktu kerja dilakukan terhadap sistem kerja yang dipandang telah baik. Namun sering kali operator atau pekerja tidak mengetahui terjadinya perubahan-perubahan dalam sistem kerja. Memang perubahan merupakan suatu yang yang wajar, karena bagaimanapun juga suatu sistem tidak dapat dipertahankan tetap harus terus-menerus pada keadaan yang tetap sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya memang sepantasnya terjadi. Akibat perubahan sistem kerja ini, waktu penyelesaian yang dihasilkan sistem selalu berubah-ubah, namun harus dalam batas kewajaran. Dengan kata lain, harus seragam.

Mendapatkan data yang seragam adalah yang menjadi tugas pengukur. Ketidakseragaman data dapat terjadi tanpa disadari, sehingga dibutuhkan suatu alat yang dapat mendeteksi. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data, merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam bila berada diantara kedua batas


(58)

kontrol, dimana data berasal dari sistem sebab yang sama dan data dikatakan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda jika berada di luar batas kontrol.

Data yang telah diperoleh dari pengukuran waktu kerja, sebelum digunakan untuk perhitungan selanjutnya, lebih dahulu diadakan pengontrolan atau pengujian terhadap keseragaman data. Pengujian keseragaman data ini, diteliti dengan peta kontrol.

Langkah-langkah dalam pengujian keseragaman data, yaitu: a. Menghitung rata – rata

��=∑ ��

∑ �

dimana :

xi = Besarnya waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan dilakukan

n = Banyaknya pengukuran yang dilakukan

b. Menghitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian σ = �∑(��−�)2

�−1

dimana : N = Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan � = Waktu rata-rata

= Standar deviasi

c. Menentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB), untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% adalah:


(59)

BKA = � + 2 � BKB = � - 2 � 2. Menghitung pengukuran yang sebenarnya diperlukan

Untuk menentukan jumlah pengkuran waktu kerja yang sebenarnya diperlukan tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%, maka dipergunakan rumus:

(

)

2

2 2 40 '           =

X X X N N

Dimana: N’ = Jumlah pengukuran yang sebenarnya diperlukan N = jumlah data settalah dilakukan uji keseragaman data 3. Bila jumlah pengukuran belum mencukupi

Jika diperoleh dari pengujian tersebut ternyata N’ > N, maka diperlukan pengukuran tambahan, tapi jika N’ < N maka data pengukuran pendahuluan sudah mencukupi.

3.9.3 Rating Factor dan Allowance1

Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Andaikan ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal tersebut terjadi. Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan itu dapat dilakukan penyesuaian, dan pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian.

1


(60)

Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal maka harga p akan lebih besar dari 1 (p>1) dan sebaliknya jika operator bekerja di bawah normal maka harga p akan lebih kecil dari 1 (p<1), dan andaikan pengukur berpendapat bahwa operator bekerja secara wajar maka harga p akan sama dengan 1 (p=1).

Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan dalam aktivitas pengukuran kerja, antara lain:

1. Skill dan Effort Rating

Sekitar tahun 1961, Charles E. Bedaux memperkenalkan suatu sistem untuk pembayaran upah atau pengendalian tenaga kerja. Sistem yang diperkenalkan olehnya ini berdasarkan pengukuran kerja dan waktu baku yang dinyatakan dengan dalam “B” (huruf pertama Bedaux, penemunya). Prosedur pengukuran kerja yang dilakukan oleh Bedaux meliputi penentuan rating terhadap kecakapan (skill) dan usaha-usaha yang ditunjukkan oleh operator pada saat bekerja, disamping itu juga mempertimbangkan kelonggaran (allowance). Bedaux menetapkan 60B sebagai performance standard yang harus dicapai oleh seorang operator yang bekerja dengan kecepatan normal yang diharapkan akan mampu


(61)

mencapai angka 60B per jam, dan pemberian insentif dilakukan pada tempo kerja rata-rata sekitar 70 sampai dengan 85Bper jam.

2. Westinghouse System’s Rating

Westing House Company (1972) berhasil membuat suatu tabel performance rating

yang berisikan nilai-nilai yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk 4 faktor yang menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Adapun 4 faktor tersebut antara lain:

a. Keterampilan atau skill, didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja. Untuk keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi 6 kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas yaitu:

1) Super skill:

a) Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. b) Bekerja dengan sempurna.

c) Tampak seperti telah terlatih dengan baik.

d) Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sangat sulit untuk diikuti.

e) Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin. f) Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak


(62)

g) Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).

h) Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang sangat baik.

2) Excellent skill:

a) Percaya pada diri sendiri.

b) Tampak cocok dengan pekerjaannya. c) Terlihat telah terlatih baik.

d) Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaan lagi.

e) Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan.

f) Menggunakan peralatan dengan baik.

g) Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu. h) Bekerjanya cepat tetapi halus.

i) Bekerjanya berirama dan terkoordinasi. 3) Good skill:

a) Kualitas hasil baik.

b) Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerja pada umumnya.


(63)

c) Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah.

d) Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. e) Tidak memerlukan banyak pengawasan. f) Tiada keragu-raguan.

g) Bekerjanya “stabil”

h) Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik. i) Gerakan-gerakannya cepat.

4) Average skill:

a) Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. b) Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.

c) Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan perencanaan. d) Tampak sebagai pekerja yang cakap.

e) Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tidak ada keragu-raguan. f) Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.

g) Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.

h) Bekerja cukup teliti.

i) Secara keseluruhan cukup memuaskan. 5) Fair skill:


(64)

b) Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.

c) Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan-gerakan.

d) Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

e) Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah dipekerjakan di bagian itu sejak lama.

f) Mengetahui apa-apa yang dilakukan dan harus dilakukan tapi tampak tidak selalu yakin.

g) Sebagian waktunya terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.

h) Jika tidak bekerja secara sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah. i) Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.

6) Poor skill:

a) Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. b) Gerakan-gerakannya kaku.

c) Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan-urutan gerakan. d) Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. e) Tidak terlihat adanaya kecocokan dengan pekerjaannya. f) Ragu-ragu dalam melaksanakan gerakan-gerakan kerja. g) Sering melakukan kesalahan-kesalahan.

h) Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. i) Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.


(65)

b. Usaha, adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau yang diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Usaha atau effort ini dibagi atas 6 kelas usaha dengan ciri-cirinya, yaitu:

1) Excessive effort:

a) Kecepatan sangat berlebihan.

b) Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya.

c) Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat diperthankan sepanjang hari kerja.

2) Excellent effort:

a) Jelas terlihat kecepatannya sangat tinggi.

b) Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa. c) Penuh perhatian pada pekerjaannya.

d) Banyak memberi saran.

e) Menerima saran-saran petunjuk dengan senang. f) Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu. g) Tidak bertahan lebih dari beberapa hari.

h) Bangga atas kelebihannya.

i) Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali. j) Bekerjanya sangat sistematis.


(66)

k) Karena lancarnya perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat.

3) Good effort:

a) Bekerja berirama.

b) Saat-saat menganggur dangat sedikit, nahkan kadang-kadang tidak ada. c) Penuh perhatian pada pekerjaannnya.

d) Senang pada pekerjaannnya.

e) Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari. f) Percaya pada kebaikan waktu pengukuran waktu.

g) Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. h) Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja. i) Tempat kerjanya diatur baik dan rapi.

j) Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik. k) Memelihara dengan baik kondisi peralatan. 4) Average effort:

a) Tidak sebaik good, tapi lebih baik dari poor. b) Bekerja dengan stabil.

c) Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya. d) Set up dilaksanakan dengan baik.

e) Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan. 5) Fair effort:


(67)

a) Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.

b) Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannnya. c) Kurang sungguh-sungguh.

d) Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. e) Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku. f) Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.

g) Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannnya. h) Terlampau hati-hati.

i) Sistematika kerjanya sedang-sedang saja. j) Gerakan-gerakannya tidak terencana. 6) Poor effort:

a) Banyak membuang-buang waktu.

b) Tidak memperhatikan adanya minat bekerja. c) Tidak mau menerima saran-saran.

d) Tampak malas dan lambat bekerja.

e) Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahan.

f) Tempat kerjanya tidak diatur rapi.

g) Tidak peduli pada cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai. h) Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur. i) Set up kerjanya terlihat tidak baik.


(68)

c. Kondisi kerja atau condition, adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan mengubahnya. Kondisi kerja dibedakan menjadi 6 kelas, yaitu

Ideal, Excellent, Good, Average, Fair, dan Poor. Kondisi kerja yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karaketristiknya masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Pada dasarnya, kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan kinerja maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi yang tidak membantu jalannya pekerjaan atau bahkan sangat menghambat pencapaian kinerja yang baik.

d. Konsistensi, adalah keseragaman hasil pengukuran yang diperoleh selama operator bekerja. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Konsistensi dibagi atas 6 kelas, yaitu Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja Perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat. Sebaliknya konsistensi yang Poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau Average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang “letaknya” jauh.


(69)

Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor di atas diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Penyesuaian Menurut Westinghouse

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Keterampilan

Superskill A1 +0,15

A2 +0,13

Excellent B1 +0,11

B2 +0,08

Good C1 +0,06

C2 +0,03

Average D 0,00

Fair E1 -0,05

E2 -0,10

Poor F1 -0,16

F2 -0,22

Usaha

Excessive A1 +0,13

A2 +0,12

Excellent B1 +0,10

B2 +0,08

Good C1 +0,05

C2 +0,02

Average D 0,00

Fair E1 -0,04

E2 -0,08

Poor F1 -0,12

F2 -0,17

Kondisi Kerja

Ideal A +0,06

Excellent B +0,04

Good C +0,02

Average D 0,00

Fair E -0,03


(70)

Tabel 2.1. Penyesuaian Menurut Westinghouse (Lanjutan)

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Konsistensi

Perfect A +0,04

Excellent B +0,03

Good C +0,01

Average D 0,00

Fair E -0,02

Poor F -0,04

Faktor penyesuaian p diperoleh dengan menjumlahkan harga empat penyesuaian itu lalu ditambah satu. Sebagai contoh, suatu pekerjaan diselesaikan dalam keadaan sebagai berikut:

Keterampilan : Fair (E1) = - 0,05 Usaha : Good (C1) = + 0,02 Kondisi : Excellent (B) = + 0,04 Konsistensi : Poor (F) = - 0,04

Jumlah : - 0,03

Jadi, p = 1 + (- 0,03) p = 0,97

3. Synthetic Rating

Synthetic rating adalah metode untuk mengevaluasi tempo kerja operator berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja seperti biasanya dan membandingkan waktu yang diukur dengan waktu penyelesaian elemen kerja


(71)

sebelumnya sudah diketahui data waktunya. Perbandingan ini merupakan indeks

performance atau rating factor dari operator untuk melaksanakan elemen kerja tersebut. Rasio untuk menghitung indeks performance atau rating ini dapat dirumuskan sebagai:

R = P A Dimana:

R = indeks performance atau rating factor

P = predetermined time untuk elemen kerja yang diamati (menit) A = rata-rata waktu dari elemen kerja yang diukur (menit)

4. Performance Rating atau Speed Rating

Didalam praktek pengukuran kerja maka metode penetapan rating performance

kerja operator didasarkan pada satu faktor tunggal yaitu operator speed, space atau tempo. Sistem ini dikenal dengan “performance rating” atau ”speed rating”. Rating factor ini umumya dinyatakan dalam presentase atau angka desimal, dimana performance kerja normal akan sama dengan 100% atau 1,00.

Kelonggaran (allowance) diberikan kepada tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, melepaskan kelelahan dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Penjelasan ketiga hal tersebut sebagai berikut:


(72)

1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi (personal allowance)

Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan sewaktu bekerja.

2. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah (fatigue allowance)

Rasa fatigue tercermin antara lain dari menurunya hasil produksi baik jumlah maupun kualitasnya. Salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Jika rasa fatigue telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa

fatigue. Oleh karena itu harus diberikan kelonggaran bagi para pekerja untuk menghilangkan rasa lelahnya.

3. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan (delay allowance)

Dalam melakukan pekerjaannya, seorang operator tidak luput dari segala hambatan dalam pekerjaannya. Beberapa contoh dalam hambatan-hambatan tak terhindarkan adalah menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas, melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin, mengasah alat potong, mengambil alat-alat atau bahan-bahan khusus dari gudang dan lain sebagainya.


(1)

7 2857 4581 4221 5760

8 4891 6547 3382 5699

9 4198 2857 2746 3937

10 2044 5962 2686 3168

11 4540 2297 3465 4992

12 3431 5198 3465 3143

13 4217 3023 3947 5683

14 5254 2528 3947 5683

15 4665 4132 5027 6933

16 4192 4132 5027 6933

17 4366 4225 6735 4501

18 3487 925 6735 5641

19 2260 5962 4204 5938

20 3530 5962 4204 5938

21 1776 5994 6517 3484

22 2389 5994 6517 3484

23 2389 3387 5067 6632

24 3304 3387 5067 4033

25 3304 4494 4267 4033

26 5889 4494 4267 6296

27 5889 6277 2427 6645

28 4587 6277 2427 3559

29 4587 3275 4475 6808

30 4662 3275 4475 3091

31 4662 2717 5093 4233

32 3516 2717 5093 5804

33 3516 6503 4792 4470

34 3116 6503 2739 4490

35 3116 4429 4059 4243

36 4215 4429 5105 3712

No 16 KL

(detik)

18 KL (detik)

21 KL (detik)

24 KL (detik)

37 4215 5414 3996 5723

38 4547 5414 3225 3633

39 4547 3586 4945 6454

40 6445 3586 4629 5243

41 6445 2652 3261 5255

42 5789 2652 3988 2857


(2)

44 4326 2430 5909 2949

45 4326 3859 3256 4594

46 3583 3859 5653 4376

47 3583 5496 4122 4616

48 5672 5496 3625 4331

49 5672 4076 5977 3986

50 4011 4076 3572 5662

51 4011 4092 3950 5857

52 2405 4092 11906 4593

53 2405 5363 4623 5224

54 2401 5363 4517 4612

55 2401 3541 4169 3489

56 3208 3718 4727 4053

57 3208 6266 3901 4369

58 3228 6413 4700 3838

59 3228 4559 5961 3496

60 2706 4889 5718 5236

61 2706 4297 4979 3580

62 2014 3029 4280 4110

63 2869 5191 4039 4212

64 4664 3414 3832 4525

65 4943 4212 3372 3697

66 3815 4251 2677 4710

67 3986 3596 3141 3045

68 3946 4932 2925 2301

69 3331 3555 3481 6281

70 6120 4435 4673 3556

71 3785 2665 4962 3535

72 4950 1967 5424 5782

73 6109 3850 4261 3737

No 16 KL

(detik)

18 KL (detik)

21 KL (detik)

24 KL (detik)

74 2178 5063 6353 5591

75 4311 4912 5309 4770

76 4650 4996 3700 4219

77 4259 4129 2338 2299

78 3332 4110 2666 3717

79 2240 6097 3410 4263


(3)

81 2501 4411 2517 3106

82 2175 5679 3586 4413

83 2069 3068 4032 6427

84 1768 4297 4858 4115

85 2653 2434 5185 4298

86 4124 3217 5195 4489

87 4566 4920 3433 2659

88 4882 4729 4536 2505

89 4734 3737 3523 3549

90 3777 3518 3540 5632

91 2527 4347 4709 6365

92 5983 3965 4662 4895

93 4171 2606 4595 2713

94 3732 4783 6386 3067

95 4971 4823 5913 6022

96 3816 5983 6178 4893

97 5456 4454 7163 4772

98 3109 4002 3685 6620

99 2929 4632 4925 5210

100 3133 2477 2327 6715

Sumber : Pengambilan data secara langsung (Data Primer)

Data Waktu Loading BBM pada Produk Biosolar No 16 KL

(detik)

18 KL (detik)

21 KL (detik)

24 KL (detik)

1 2903 2839 3383 3601

2 2949 2714 2912 3798

3 2765 2460 2912 3954

4 3585 3151 3293 3576


(4)

6 3519 3819 4118 3653

7 1801 4626 4118 4279

8 2129 3446 3883 4078

9 2540 3088 3883 3025

10 2145 3619 3754 4541

11 2282 3893 3754 3200

12 3321 2567 3668 3163

13 3985 2616 3668 4015

14 4576 3105 3688 4391

15 3765 3286 3688 3681

16 4574 3565 3877 2740

17 2918 4365 3877 4277

18 2918 4312 5250 4277

19 4670 3405 5250 5073

20 4670 3824 5636 5073

21 3515 2379 5636 5454

22 3515 2838 5405 5454

23 4732 2853 5405 5454

24 4830 3033 2317 5454

25 4129 3712 2317 6081

26 4129 3764 2589 6081

27 3103 3662 2589 5618

28 3103 4281 2655 5618

29 4390 5018 2655 5763

30 4390 2900 3686 5763

31 2270 3038 3686 4291

32 2270 2989 3155 4291

33 3498 2989 3155 7232

34 4749 3355 4141 3239

35 3280 3355 4141 3239

36 3280 2778 4262 3919

No 16 KL (detik)

18 KL (detik)

21 KL (detik)

24 KL (detik)

37 4536 2778 4262 3919

38 3356 4408 5889 3624

39 3508 4408 5889 3624

40 3508 2894 3717 3480

41 3572 2894 3717 3480


(5)

43 3813 2679 4414 3040

44 4311 3094 4313 3463

45 3883 3892 4313 3463

46 3897 3822 3463 4339

47 2602 4964 3463 4339

48 3181 4103 3828 4414

49 3540 3680 2657 4414

50 3798 3492 3219 7210

51 4637 4069 3648 7210

52 3189 4027 3099 5346

53 3571 5586 4456 5346

54 3522 5162 3654 7556

55 3818 4136 3935 7556

56 3146 4091 4586 3622

57 3135 3916 4015 3622

58 2791 2992 4224 4028

59 2997 4908 3781 4028

60 3502 3943 3697 3933

61 3542 4157 3687 3933

62 1785 3975 4695 4222

63 2164 3996 3342 3439

64 2404 3607 4830 3749

65 1683 3804 4047 3678

66 2096 4347 3667 3928

67 2483 4829 4190 4048

68 2668 4587 4356 4536

69 2868 4197 3357 5512

70 3495 3715 4916 4319

71 3941 5633 5067 3263

72 4260 3762 3698 3976

73 2818 3623 3234 4723

No 16 KL (detik)

18 KL (detik)

21 KL (detik)

24 KL (detik)

74 2974 3458 3458 4570

75 4311 4617 3532 5801

76 4650 4607 2305 3586

77 4259 4824 4457 4515

78 3332 5752 3682 4508


(6)

80 2485 3938 4822 4405

81 2501 4179 6176 6100

82 2175 4538 5606 5116

83 2069 4740 4098 4230

84 1768 4765 4294 4469

85 3166 4037 5004 4976

86 3267 4893 3256 5137

87 2520 2863 3676 5255

88 3777 2041 7103 5078

89 2527 2070 5890 6434

90 5983 908 6425 6469

91 4171 5542 2395 5416

92 3732 4545 4757 4763

93 4971 4488 4185 5574

94 3816 4664 5275 4317

95 5456 5625 6448 4926

96 3109 4172 3681 5085

97 3445 4846 4573 4614

98 2501 2960 6671 5129

99 2644 3706 5019 5358

100 3480 3933 3024 3021