Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

LAMPIRAN 1
DATA HASIL ANALISIS
L1. Data Hasil Penelitian
Tabel L1.1 Data Hasil Penelitian
Perbandingan
(Eceng Gondok : Air)

%

%

Penyisihan

Penyisihan

TSS

COD

-


-

-

7

3

11

31,44

21,42

7

6

35


48,32

22,31

7,2

9

42

51,30

31,08

7

12

85


55,44

40,20

6,8

15

109

61,93

47,61

6,8

18

109


67,19

61,61

7

21

65

77,54

76,13

7

24

25


83.33

78,80

7

27

25

93,23

83,96

6,5

Hari

Volume


ke-

Gas (ml)

0

70:30

506

Total

50:50

pH

0

-


-

-

7,5

3

7

10,84

11,34

7

6

9


48,96

26,80

7

9

20

47,20

28,35

6,8

12

50


45,71

43,09

7

15

80

42,99

43,61

7

18

75


61,88

48,58

7

21

30

68,16

60,9263,95

7,2

64

Universitas Sumatera Utara


24

32

77,77

27

18

88,97

Total

7

0

-

-

-

6,8

3

2

24,56

10,86

7

6

17

24,64

28,22

6,7

9

23

32,73

36,02

6,9

12

40

31,14

40,84

7

15

74

39,11

47,30

7

18

28

59,19

63,41

7

21

29

62,36

64,42

6,9

24

10

83,44

67,61

6,9

27

2

87,29

68,90

7

225

Total

100:0

7

321

Total

30:70

71,65

0

-

-

-

7,8

3

2

6,32

14,66

7

6

10

12,94

26,43

7

9

25

35,47

29,26

7

12

26

43,06

36,60

7,2

15

35

53,53

38,92

6,9

18

35

60,97

45,00

7

21

20

68,15

53,64

7

24

5

71,41

67,69

7

27

0

81,48

66,29

6,8

158

65

Universitas Sumatera Utara

1.2 HASIL ANALISA UJI LABORATORIUM

Gambar L1.1 Hasil Analisa Rasio C/N Eceng Gondok

66

Universitas Sumatera Utara

1.3 BAKU MUTU LIMBAH CAIR

Gambar L1.2 Standard Baku Mutu Air Limbah KEMEN LH

67

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 2
CONTOH PERHITUNGAN
2.1

PERHITUNGAN VOLUME DIGESTER
Kapasitas digester

= 2,5 Liter

Ruang kosong digester

= 20 %
=

2,5 Liter

= 0,5 Liter
Volume digester yang diisi

= Kapasitas – Ruang kosong
= 2,5 Liter – 0,5 Liter
= 2 Liter

2.2

PERHITUNGAN BAHAN
Starter (kotoran sapi)

= 25 % (Volume digester yang diisi)
=

2 Liter

= 0,5 Liter
Kotoran sapi : air perbandingannya 1:1 (w/w), Maka 250 g kotoran sapi dilarutkan
dengan 250 ml air.
Bahan baku

= kapasitas – ruang kosong – starter
= 2,5 L – 0,5 L – 0,5 L
= 1,5 L

Bahan baku : Air

= 30:70

Sampel

=

1,5 Liter

= 0,45 g
Air

=

1,5 Liter

= 1,05 ml
Perhitungan NaOH (3M) yang dibutuhkan untuk dilarutkan ke dalam 1000 ml air :
Mr NaOH

= 40 gr/mL

68

Universitas Sumatera Utara

NaOH yang dibutuhkan (Gram)M =

x
x

3 =

= 120 gram
Perhitungan H2SO4 yang dibutuhkan :
Asam Sulfat yang tersedia

= 98%

Asam Sulfat yang diinginkan

= 4%

Volume yang diinginkan

= 1000 ml

Molaritas yang diinginkan

= 0,5 M

Mr Asam Sulfat

= 98,11

M

=

M

= 17,97 gr/mol

V1.M1

= V2.M2

V2

= V1.M1/M2

V2

= 27,82 ml

Maka H2SO4yang diperlukan untuk 1000 ml air =

2.3

%

ρ

4
98

x 27,82=1,13 ml

PERHITUNGAN GLUKOSA YANG DIBUTUHKAN
Rasio C/N =

!" # $!" % &!
' !" # '$!" % '&!


Dimana :
A adalah berat limbah kulit buah aren yang digunakan (g)
S adalah berat kotoran sapi yang digunakan (g)
G adalah berat glukosa yang digunakan (g)
C adalah besar konsentrasi karbon (%)
N adalah besar konsentrasi nitrogen (%)

69

Universitas Sumatera Utara

Besar Rasio C/N yang kita inginkan yaitu 30, pada variasi berat kering sampel 10 %
yaitu :
30 =

(150

15,16++(250 9,6++(. 40+
1,40++(250 0,4++(. 0+

(150

G = 172,44 g

2.4

PERHITUNGAN TOTAL SOLID SUSPENDED (TSS)
TSS

=

[123]

(mg/L)

5

Dimana :
A adalah berat filter dan residu sesudah pemanasan 105 oC (mg)
B adalah berat filter kering sesudah pemanasan 105 oC (mg)
C adalah volume sampel (ml)
TSS
TSS

=

,

TSS

2.5

=

[123]

(mg/L)

5
2 ,

6!

7

(mg/L)

= 3400 mg / L

PERHITUNGAN PERSENTASE PENYISIHAN
18 9 2 1:;<
%Penyisihan TSS/COD =
x 100%
18 9

Misalnya pada perbandingan

komposisi berat limbah eceng gondok terhadap

konsentrasi NaOH 6,67M dengan COD awal = 19950 mg/L dan COD pada hari ke-24
adalah 2374 mg/L maka persentase penyisihannya adalah:

%Penyisihan TSS/COD =

==

2

x 100% = 88,10%

==

70

Universitas Sumatera Utara

2.6

PERHITUNGAN COD TERKONVERSI
COD Terkonversi =

5>?@ABCD 25>?ECDBCD ! FG 9 ; H< I ;

Misalnya pada perbandingan komposisi berat limbah eceng gondok terhadap konsentrasi
NaOH 6,67M pada waktu fermentasi hari ke-15 dengan CODinput = 19950 mg/L dan
CODoutput = 11535 mg/Ldengan jumlah limbah 1,5 L maka jumlah COD terkonversi
adalah:
COD Terkonversi =

==

2

! ,

= 12,62g

71

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 3
FOTO PENELITIAN
3.1 ECENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES)

Gambar L3.1 Eceng Gondok (Sampel)

3.2 PENGAMBILAN SAMPEL

Gambar L3.2 Pengambilan Sampel (Eceng Gondok)

72

Universitas Sumatera Utara

3.3 PENGECILAN UKURAN SAMPEL

Gambar L3.3 Pengecilan Ukuran Sampel

3.4 PRE-TREATMENT ECENG GONDOK

Gambar L3.4 Eceng Gondok Setelah Proses Treatment NaOH
dan Asam Sulfat

73

Universitas Sumatera Utara

3.5 PROSES PEMBUATAN STARTER

Gambar L3.5a Proses Pengambilan Kotoran Sapi

Gambar L3.5b Proses Penambahan Air dan Pengadukan Kotoran Sapi

74

Universitas Sumatera Utara

3.6 DIGESTER

Gambar L3.6 Rangkain Peralatan Digester

3.7 ANALISA pH

Gambar L3.7 Analisa pH

75

Universitas Sumatera Utara

3.8 ANALISA TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS)

Gambar L3.8a Analisa Total Suspended Solid (TSS)

Gambar L3.8b Analisa Total Suspended Solid (TSS)

76

Universitas Sumatera Utara

Gambar L3.8c Analisa Total Suspended Solid (TSS)

3.9 ANALISA COD

Gambar L3.9 Analisa COD (Chemical Oxigen Demand)

77

Universitas Sumatera Utara

3.10 UJI KUALITAS GAS BIO

Gambar L3.10a Biogas dalam Kantong Plastik

Gambar L3.10b Uji Nyala Biogas

78

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
[1] Yasinta Fajar Saputri., Teguh Yuwono dan Syariffuddin Mahmudsyah “Pemanfaatan
Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum
Malang”, Jurnal Teknik Pomits Vol. 1 No. 1, 2014.
[2] Arif Fajar Utomo, “Pemanfaatan Limbah Furniture Enceng Gondok (Eichhornia
Crassipes) Di Koen GallerySebagai Bahan Dasar Pembuatan Briket Bioarang”, Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, Vol.2, No.2. Hal: 220-225, 2013.
[3]
Md. Forhad Ibne Al Imam, M. Z. H. Khan., M. A. R. Sarkar dan S. M. Ali,
“Development of Biogas Processing from Cow dung, Poultry waste, and Water Hyacinth”,
International Journal of Natural Sciences, Vol. 2 (1).Hal : 13-17, 2013
[4] Nurfitri Astuti. 2013. “Potensi Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms)
Rawapening Untuk Biogas Dengan Variasi Campuran Kotoran Sapi”, Universitas
Diponegoro, Semarang.
[5] Sintani Sari, Mumu Sutisna dan Yulianti Pratama, “Biogas Yang Dihasilkan Dari
Dekomposisi Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Dengan Penambahan Kotoran Sapi
Sebagai Starter”, Jurnal Institut Teknologi Nasional, Vol. 2, No. 1, 2014
[6] Rahmatiah, 2014,“Biogas Sebagai Sumber Energi Alternatif”, Artikel EBuletin LPMP
SulselISSN:2355-3189.
[7]
A. U Ofoefule, E. O. Uzodinma dan O. D. Onukwuli, ” Comparative study of the
effect of different pretreatment methods on biogas yield from water Hyacinth (Eichhornia
crassipes)”, International Journal of Physical Sciences Vol. 4 (8), pp. 535-539, 2009.
[8] Rani Asjayani, “Aplikasi Ekstrak Daun Eceng Gondok(Eichornia Crassipes) Pada
Level Dan Lama Simpan Terhadap Kualitas Telur Ayam Ras”, Universitas Hasanuddin ,
Makassar, 2014.
[9] O. S Almoustaph., Kenfackdan J. Millogo-Rasolodimby, 2009,”Biogas production
using water hyacinths to meetcollective energy needs in a sahelian country”, Published by
Copernicus Publications on behalf of the Institut Veolia Environnement.
[10] Jagadish H Patil., MALourdu AntonyRaj dan C C Gavimath, 2011,” Study On Effect
Of Pretreatment Methods On Biomethanation Of Water Hyacinth”, International Journal of
Advanced Biotechnology and Research ISSN 0976-2612, Vol 2, Issue 1, pp 143-147.
[11] Arnold Yonathan., Avianda Rusba Prasetya dan Bambang Pramudono, “Produksi
Biogas Dari Eceng Gondok(Eichornia Crassipes) : Kajian Konsistensi Dan pH Terhadap
Biogas Dihasilkan”, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol.2, No.2.Hal : 211-215, 2013.
[12] Julhim S Tangio, 2013,”Pemanfaatan Biomassa Enceng Gondok Dari Danau Limboto
Sebagai Penghasil Biogas”, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Gorontal.

58
Universitas Sumatera Utara

[13] Djoko Padmono, 2007,”Kemampuan Alkalinitas KapasitasPenyanggan (Buffer
Capacity) Dalam SistemAnaerobik Fixed Bed”, jurnal Teknik Lingkungan, 8 (2): 119-127.
[14] M.F.Abdel Sabour, “Water Hyacinth: Available And Renewable Resource”, Electrik
journal of envitonmental, agricultural and food chemistry ISSN : 1579-4377, Vol.9 (11).Hal :
1746-1759, 2010.
[15] Kunto Purbono., Makhmudun Ainuri, Suryandono, “Rancang Bangun Dan Uji
Kelayakan Finansial Alat Pengering Mekanis Untuk Pemenuhan Pasokan Eceng Gondok
(Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Kerajinan”,Agritech, Vol. 30, No. 2, 2010.
[16] Feni Amriani, “Praperlakuan Fisik Dan Biologi TerhadapBiomassa Eceng Gondok
Untuk Produksi EnzimSelulase Oleh Aspergillus Niger Dan TrichodermaReesei”, Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2013.
[17] Farida ,”Pemanfaatan Serat Enceng Gondok Dan Kitosan Sebagai Bahan Baku Untuk
Pembuatan Poly Lactic Acid Sebagai Kemasan Ramah Lingkungan”, Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2012.
[18] Rachele Osmond and Andrew Petroeschevsky, 2013, “Water Hyacinth Control Options
For Water Hyacinth (Eichhornia Crassipes) in Australia, Control Modules “,ISBN 978 1
74256 585 9, Department of Environment and Primary Industries, Victoria.
[19] Yusriani Sapta Dewi, 2012,”Efektivitas Jumlah Rumpun Tanaman Eceng Gondok
(Eichhornia Crassipes(Mart) Dalam Pengendalian Limbah Cair Domestik”, Jurnal Teknik
Lingkungan,ISSN 1441-318X, Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
[20] Martin Hill Dan Julie Coetzee, 2011, “Water Hyacinth”, University of California
Press.
[21] Murdhiani, Penurunan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kolam Biofiltrasi Air Irigasi
Dengan Menggunakan Tanaman Air (Aquatic Plant). Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara,Medan,2012.
[22] Ho Thanh Tham, 2012, “Water Hyacinth (Eichhornia crassipes) – Biomass Production,
Ensilability and Feeding Value to Growing Cattle”, ISSN 1652-6880,ISBN 978-91-5767737-2, Faculty of Veterinary Medicine and Animal Science, Swedish University of
Agricultural Sciences, Vietnam.
[23] Nurul Istighfaroh., Dwi Kurnia Cahya Anggraeni., Linda Pratiwi., Merlinda Febriyanti
Dan Rohma Inayati Ilham Alkuba, Seni “Endok Rowoboni”(Seni Eceng Gondok Di Desa
Rowoboni.Universitas Dian Nuswantoro,Semarang,2013.
[24] Johnly A Rorong dan Edi Suryanto, 2010,”Analisis Fitokimia Enceng Gondok
(Eichhornia Crassipes) Dan Efeknya Sebagai Agen Photoreduksi Fe3+”, Chem. Prog. Vol. 3,
No. 1.
[25] Ch.Vidya Sagar dan N. Aruna Kumari, 2013, “Sustainable Biofuel Production From
Water Hyacinth (Eicchornia Crassipes)”, International Journal of Engineering Trends and
Technology (IJETT) – Volume 4 Issue 10

59

Universitas Sumatera Utara

[26] Sandip S Magdum., Sandeep M. More Dan Aiyaj A. Nadaf, 2012, “Biochemical
Conversion Of Acid-Pretreated Water Hyacinth (Eichhornia Crassipes) To Alcohol Using
Pichia StipitisNCIM3497”, International Journal of Advanced Biotechnology and Research,
ISSN 0976-2612, Online ISSN 2278–599X, Vol 3, Issue 2,pp 585-590.
[27] Lalit K Singh., Gaurav Chaudhary.,C. B. Majumder dan Sanjoy Ghosh, 2011,
“Utilization of hemicellulosic fraction of lignocellulosic biomaterial for bioethanol
production”, Advances in Applied Science Research, 2 (5):508-521.
[28] Pamilia Coniwanti.,Santi Novalina dan
Indah Kurnia Putri, 2009,”Pengaruh
Konsentrasi Larutan Etanol, Temperatur Dan Waktu Pemasakan Pada Pembuatan Pulp Eceng
Gondok Melalui Proses Organosolv”, Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 16.
[29] Nyananyo Bl., Gijo Ah Dan Ogamba, En, 2007,”The Physico-chemistry and
Distribution of Water Hyacinth (Eichhornia cressipes) on the river Nun in the Niger Nelta”, J.
Appl. Sci. Environ. Manage. Vol. 11(3) 133 – 13, ISSN 1119-8362.
[30] Eka Sari., Siti Syamsiah., Hary Sulistyo dan Muslikhin Hidayat, 2015,”Effect of
Mn2+Addition on Delignification of Water Hyacinth Using Phanerochaete Chrysosporium”,
Modern Applied Science; Vol. 9, No. 2,ISSN 1913-1844 E-ISSN 1913-1852.
[31] R.C Ehiri., I.I.Ikelle., , C. Mgbabor dan C.C. Ogbuanu, 2014,” Kinetics of Biogas
Production from a Mixture of Water Hyacinth (Eichornia Crassipes) and Fresh Rumen
Residue”, Journal of Applied Chemistry (IOSR-JAC) e-ISSN: 2278-5736, Volume 7, Issue 7
Ver. III, PP 36-39
[32] Jagadish H. Patil, Malourdu Antony Raj., P. L. Mularidhala., S. M. Desai dan G. K.
Mahadeva Raju, 2012, “Kinetics of Anaerobic Digestion of Water Hyacinth Using Poultry
Litter as Inoculum”, International Journal of Environmental Science and Development,
Vol.2, No.2.
[33] Gerhard Agrinz GmbH, “Biogas Purificion and Assessment of The Nural Gas Grid”.
Austria : Leitbnitz, 2008.
[34] Sri Wahyuni, 2011, Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan Berkelanjuta,
Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke 10, Jakarta
[35] Periyasamy Elaiyaraju danNagarajanPartha, “Biogas Production From Co-Digestion Of
Orange Peel Waste And Jatropha De-Oiled Cake In An Anaerobic Batch Reactor”, African
Journal of Biotechnology Vol. 11(14),2012.
[36] Dhamodharan Krishna dan Ajay S. Kalamdhad, 2014, “Pre-treatment and anaerobic
digestion of food waste for high rate methane production – A review”, Journal of
Environmental Chemical Engineering, Vol 2.
[37] Sri Purwati , Rina S. Soetopo , Tami Idiyanti, “Aplikasi Protease Dan Pengaruh Suhu
Pada Asidifikasi Digestasi Anaerobik Dua-Tahap Lumpur Ipal Biologi Industri Kertas”,
Jurnal Selulosa, Vol. 1, No. 1, 2011.

60

Universitas Sumatera Utara

[38] Tuti Haryati, 2006, Biogas : Limbah Peternakan Yang MenjadiSumber Energi
Alternatif, Balai Penelitian Terna/ PO Box 221, Bogor.
[39] Alistair David Broughton, 2009,”Hydrolysis and Acidogenesis of Farm Dairy Effluent
for Biogas Production at Ambient Temperatures”, Master of Engineering in Environmental
Engineeringat Massey University, Palmerston North,New Zealand.
[40] Nurmay Siska Rosilawati Siallagan. 2010. Pengaruh Waktu Tinggal Dan Komposisi
Bahan Baku Pada Proses Fermentasi Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Produksi Biogas.
Fakultas Teknik, Program Magister Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan.
[41] Dioha I. J., C.H. Ikeme, T. Nafi’u, N. I. Soba and Yusuf M.B.S, “Effect Of Carbon To
Nitrogen Ratio On Biogas Production”,International Research Journal of Natural Sciences
Vol. 1 No. 3, 2013.
[42] Ling Yu Lang. 2007. “Treatability of Palm Oil Mill Effluent (POME) Using
BlackLiquor in an Anaerobic Treatment Process”Thesis for The Degree of Master of
Science. Universitas Sains Malaysia. Malaysia.
[43] Amalia Fitria, Produksi Biogas dari Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit dengan
Menggunakan Digester Dua Tahap. Institut Pertanian Bogor, 2012.
[44] Deublein, Dieter, Angelika Stein hauster, 2008 Biogas from Waste and Renewable
Resources. An Introduction (Singapore: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA,
Weinheim)
[45] Budiyono, Gita Khaerunnisa dan Ika Rahmawati, “Pengaruh pH dan Rasio COD:N
Terhadap Produksi Biogas dengan Bahan Baku Limbah Industri Alkohol (Ninasse)”, Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Volume 11, Nomor 1, 2013.
[46] Budiyono, Mariyah Eka Pratiwi dan Ignata Noviantari Sinar Y, “The Influence Of
Fermentation Method, Feed Composition, Variations In The Initial Ph Of Fermentation And
Feed Dilution To The Biogas Production From Vinasse”, ALCHEMY jurnal penelitian kimia,
vol. 9, no. 2, hal 1-12, 2013.
[47] Jojor Rohana Oppusunggu. 2015. “Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gas Metana Dari
Kotoran Ayam Dengan Kapasitas 8.228 Ton/Tahun”. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
[48] Candrika Widiartanti Yuwono dan Totok Soehartanto,2013,” Perancangan Sistem
Pengaduk Pada Bioreaktor Batch untuk Meningkatkan Produksi Biogas”, JURNAL TEKNIK
POMITS Vol. 2, No. 1, ISSN: 2337-3539, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
[49] Anna Schnürer dan Åsa Jarvis, 2009, “Microbiological Handbook for Biogas
Plants”Swedish Waste Management Development Committee, Canada.Padang, Yesung
Allo., Nurchayati dan Suhandi, 2011,“Meningkatkan Kualitas Biogas Dengan Penambahan
Gula Increasing Biogas Quality With Addition Sugar”, Jurnal Teknik Rekayasa,Vol. 12 No 1.

61

Universitas Sumatera Utara

[50] Mulyani, Sasongko, dan Soetrisnanto. Pengaruh Preklorinasi Terhadap Proses Start Up
Pengolahan Limbah Cair Tapioka Sistem Anaerobic Baffled Reactor. Magister Teknik
Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang. Vol. 8, No. 1, April 2012 : 21- 27.
[51] Yesung Allo Padang, Nurchayati dan Suhandi, 2011, “Meningkatkan Kualitas Biogas
Dengan Penambahan Gula Increasing Biogas Quality With Addition Sugar”, Jurnal Teknik
Rekayasa,Vol. 12 No 1.
[52] Latif. 2008. “Rancang Bangun Alat Penghasil Biogas Dari Plastik Polietilen”.
Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
[53] Asitya Noor Cahya Perdana. 2013. “Pendayagunaan Limbah Serasah Di Universitas
Muhammadiyah Surakarta Menggunakan Dua Jenis Feses Untuk Produksi Biogas Skala
Laboratorium”. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
[54] Dewi Murni dan Yuhelsa Putra. 2002. “Optimalisasi produksi biogas Eceng Gondok
dengan Hydrothermal pretreatment(production optimalisation of water hyacinth biogas with
hydrothermal pretreatment)”. ISSN 978-602-14989-0-3
[55] Yenni, Yommi Dewilda, dan Serly M. S., 2012,” Uji Pembentukan Substrat dari
Substrat Sampah Sayur dan Buah dengan Ko-Substrat Limbah Isi Rumen Sapi”, Jurnal
Teknik Lingkungan UNAND 9 (1): 26-36.
[56] Agustira Riyanda. 2012. “Kajian Beberapa Karakteristik Kimia Air, Fisika Air Dan
Debit Sungai Pada Aliran Limbah Pabrik Tapioka Kawasan Das Padang Dan Sekitarnya”.
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
[57] Novie (2012). ”Total Suspended Solid (TSS)”. Teknologi Lingkungan, Kemetrian
ESDM.
[58] Risman Ahmad, 2014,”Estimasi Energi Kalor Biogas Dari Campuran Eceng Gondok
Dan Kotoran Sapi”,Universitas Negeri Gorontalo.
[59] APHA. 1999. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water. Edisi
20. Washington DC : APHA, AWWA, WEF.
[60] Deril Clinton. 2015. Pengaruh Waktu Fermentasi Dan Komposisi Limbah Kulit Buah
Aren (Arenga Pinnata) Dengan Starter Kotoran Sapi Terhadap Biogas Yang Dihasilkan.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
[61] Adrianto Ahmad Fikri dan Sri Rezeki Muria. 2015. “Pengaruh Perbandingan Eceng
Gondok dengan Air Terhadap Penyisihan COD dan Padatan pada Produksi Biohidrogen
secara Fermentasi Anaerob Batch Tahap Asidogenesis”. Fakultas Teknik Universitas Riau :
Pekanbaru.
[62] Jaka Abdillah dan Gawa Reza Mahadin. 2011. “Natrium Hidroksida (NaOH) Sebagai
Hidrolisa Bada dalam Pre-Treatment Produksi Biogas dengan Bahan Baku Eceng Gondok”.
Laboratorium Pengolahan Limbah Industri. Jurusan Teknik Kimia. Institut Teknologi
Semarang.

62

Universitas Sumatera Utara

[63] L. N. Hakim, Nurwantoro dan A. Purnomoadi, 2012, “Total Anaerobic Bacteria, Gas
Production and Bio-digester Gas production Rate with Addition of Rice Husks into Cattle
Facces as Raw Material”, Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, p 342 – 351
[64] Kendali Wongso Aji. 2015. “Pengaruh Penambahan EM4 (Effective Microorganism-4)
pada Pembuatan Biogas dari Eceng Gondok dan Rumen Sapi”. Program Studi Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
[65] Edwi Mahajoeno., Bibiana Widiyati Lay, Surjono Hadi Sutjahjo Dan Siswanto,
2008,”Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas”,
BIODIVERSITAS Vol. 9, No. 1, hal. 48-52.
[66] Endang Suriadi, 1997,”Pengaruh Konsentrasi COD Terhadap Efektivitas Pengolahan
Air Limbah Secara UASB”, Bulletin Penelitian, Vol. XIX, No. 1.
[67] Syervy Tanata, Mimi Richell Gunawan, Setiaty Pandia, 2013,”Pengaruh Komposisi
Campuran Limbah Padat Dan Cair Industri Tapioka Terhadap Persentase Penyisihan Total
Suspended Solid (TSS) Dengan Starter Kotoran Sapi’, Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No.
3
[68] Megawati dan Kendali Wongso Aji, 2014, “Pengaruh Penambahan Em4 (Effective
Microorganism-4) Pada Pembuatan Biogas Dari Eceng Gondok Dan Rumen Sapi”, Jurnal
Bahan Alam Terbarukan, Vol 3, Edisi 2, p-ISSN: 2303-0623, e-ISSN: 2407-2370.
[69] Fransiska Agustina. 2011. Aplikasi Parameter Produk Biogas Dari Limbah Cair Industri
Tapioka Dalam Bioreaktor Anaerobik 2 Tahap. Magister Teknik Kimia. Universitas
Diponegoro. Semarang.

63

Universitas Sumatera Utara

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia,

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 4 bulan.

3.2

BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1

Bahan
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:
1. Bahan Utama
a. Eceng Gondok (Water Hyacinth) basis kering
b. Proses pre-treatment: alkali basa NaOH dan alkali asam (H2SO4)
2. Bahan Pembantu
a. Mikroorganisme berasal dari kotoran sapi yang dicampurkan dengan
air pada perbandingan 1:1 yaitu 25% dari volume bioreaktor terisi (2
L)
b. Penambahan glukosa (C6H12O6) untuk meningkatkan rasio C/N
menjadi 30
c. Buffer Natrium Karbonat (Na2CO3)
3.

Bahan Analisa
a. Kalium Permanganat (KMnO4)
b. H2C2O4
c. Asam Sulfat (H2SO4)
d. HCl 0,1 N
e. Aquadest ( H2O)
f. Indikator Ferroin

31
Universitas Sumatera Utara

3.2.2

Peralatan
Pada Penelitian ini, peralatan yang digunakan antara lain:

1. Peralatan Utama, Digester anaerobic dari botol bekas bahan kimia (2,5 L)
2. Peralatan Analisa
Oven
Desikator
Alumunium Foil
Kertas Saring
pH meter
Neraca analitik
Selang plasik
Suntikan
Alat-alat gelas seperti: beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, corong gelas, dan
lain-lain.

3.2.3

Rangkaian Peralatan
Gambar berikut menunjukkan rangkaian peralatan yang digunakan dalam
pembuatan gas bio.

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Dalam Pembuatan Gas Bio

32
Universitas Sumatera Utara

3.3

PROSEDUR PERCOBAAN

3.3.1

Proses Pre-Treatment
1. Diambil 1,5 kg eceng gondok basah
2. Dicuci eceng gondok sampai hilang lumpur di bagian akar
3. Dipotong eceng gondok 2 cm
4. Dikeringkan eceng gondok di bawah sinar matahari sampai kering
5. Direndam dengan larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 3M selama 24 jam.
6. Setelah pretreatment eceng gondok, diberi penambahan ammonium
Natrium Karbonat (Na2CO3) 3M 1 L untuk mengembalikan pH pada
kisaran normal 5-7.
7. Disaring eceng gondok untuk memisahkan padatan dan filtrate

3.3.2

Proses Pembuatan Starter
1. Dimasukkan 0,25 kg kotoran sapi ke dalam wadah
2. Ditambahkan air sampai volume totalnya 0,5 L
3. Dibiarkan campuran selama 5-8 hari
4. Disaring campuran untuk mendapatkan filtrat
5. Filtrat yang terpisah digunakan sebagai starter pembuatan gas bio
6. Padatan dapat dibuang langsung ke tanaman untuk dijadikan pupuk
organik

3.3.3

Proses Pembuatan Gas Bio
1. Diambil 1,5 kg eceng gondok yang telah di treatment
2. Dimasukkan ke dalam digester
3. Ditambahkan Campuran starter ke dalam digester dan diaduk
4. Diukur pH sebelum fermentasi, dihitung COD dan TSS
5.Suhu fermentasi sesuai dengan suhu lingkungan 30oC (fermentasi anaerobik
mesofilik)
6. Difermentasi secara batch anaerobik
7. Dianalisis kadar gas bio yang dihasilkan 3 hari sekali sampai gas bio yang
dihasilkan konstan (tunak) pada waktu tertentu
8. Diukur volume gas bio, pH, COD dan TSS setelah fermentasi
9. Dilakukan uji nyala pada gas bio yang dihasilkan

33
Universitas Sumatera Utara

3.4 Flowchart Percobaan
3.4.1 Flowchart Percobaan Proses Pre-Treatment
Mulai
Diambil eceng gondok basah

Dicuci dengan air bersih sampai lumpur
hilang
Dipotong-potong ukuran 2 cm
Dikeringkan di bawah sinar matahari selama 5
hari

Tidak

Apakah bahan baku sudah
kering ?

Ya
Diambil 1,5 kg eceng gondok kering

Dicampurkan NaOH 3M
sebanyak 1,5 L selama 1 hari

Dicampurkan 3 Natrium Karbonat
(Na2CO3) sebanyak 1 L hingga pH 5-7
Tidak
Apakah pH slurry
sudah normal?
Ya
A

B

34
Universitas Sumatera Utara

A

B

Disaring lumpur untuk memisahkan filtrat
dan padatan

Ya
Apakah masih ada
variasi larutan alkali ?
Tidak
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Proses Pre-Treatment

3.4.2 Flowchart Proses Pembuatan Starter

Mulai
Dimasukkan 0,25 kg kotoran sapi ke dalam
wadah

Ditambahkan 0,25 liter air

Diaduk dan didiamkan selama 5-8 hari

Disaring untuk memisahkan padatan dan
filtrat

Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Proses Pembuatan Starter

35
Universitas Sumatera Utara

3.4.3 Flowchart Proses Pembuatan Gas Bio
Mulai

Dimasukkan 1 kg slurry eceng gondok
ke dalam digester

Ditambahkan 0,5 kg starter

Diaduk campuran selama 5 menit

Diukur pH, TSS dan COD sebelum
fermentasi

Difermentasi dengan suhu dan tekanan
lingkungan
Dicatat volume gas bio yang dihasilkan
3 hari

Tidak
Apakah gas bio yang
dihasilkan tunak ?
Ya
Diukur pH, TSS dan COD setelah
fermentasi

Ya
Apakah ada variasi
lainnya ?
Tidak
Selesai
Gambar 3.4 Flowchart Proses Pembuatan Gas Bio

36
Universitas Sumatera Utara

3.5

PROSEDUR ANALISA

3.5.1

Analisa Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD)
Adapun prosedur analisis Chemical Oxygen Demand (COD) adalah [53]:

1) Dimasukkan 10 ml contoh uji ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2) Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa (II) sulfat (HgSO4) dan beberapa batu didih.
3) Ditambahkan 5 ml larutan kalium dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N.
4) Ditambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4)
perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
5) Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan di atas hot plate selama 2
jam.
6) Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga
volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml.
7) Didinginkan sampai temperatur kamar, ditambahkan indikator ferroin 2 sampai
dengan 3 tetes, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat atau FAS 0,1 N
sampai warna merah kecoklatan, dicatat kebutuhan larutan FAS.
8) Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan terhadap air suling sebagai blanko.
Kebutuhan larutan FAS dicatat. Analisis blanko ini sekaligus melakukan
pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD.
9) Kandungan COD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg/l O 2 =
Keterangan:

(A − B)( N)8000
ml sampel

A

= ml FAS untuk titrasi blanko

B

= ml FAS untuk titrasi sampel

N

= Normalitas FAS

8000 = berat miliekivalen oksigen × 1000 ml/l
Adapun perhitungan yang dilakukan antara lain :
1. Normalitas larutan FAS
Normalitas FAS =

37
Universitas Sumatera Utara

Dimana :
V1 adalah larutan K2Cr2O7 yang digunakan, mL;
V2 adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan, mL;
N1 adalah normalitas larutan K2Cr2O7.
2. Kadar COD
COD (mg/L O2) =

Dimana :
A adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, mL;
B adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh, mL;
N adalah normalitas larutan FAS.

3.5.2

Analisa Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)
Prosedur analisa TSS awal dengan pengujian pada sisa hasil fermentasi

(slurry) adalah sebagai berikut [53]:
1. Kertas saring dicuci dengan aquadest dan dikeringkan.
2. Kertas saring kering ditimbang sebagai berat awal (A).
3. Kertas saring dibasahi dengan sedikit aquadest kemudian diletakkan pada
corong vaccum filtrator.
4. Sampel uji yang telah dihomogenkan dituangkan ke atas kertas saring.
5. Pompa vakum dihidupkan hingga tidak ada cairan lagi di atas kertas saring.
6. Panaskan kertas saring pada suhu 105oC lalu dinginkan.
7. Kertas saring ditimbang.
8. Ulangi prosedur 6-7 hingga berat kertas saring konstan.
9. Berat konstan kertas saring dicatat (B) dan volume filtrat dicatat (C).
10. Data yang diperoleh dihitung dengan rumus :
TSS 0 =

[B - A ] x 1000 (mg
C

L

)

A = Berat kertas saring kering sesudah pemanasan 105 oC (mg)

38
Universitas Sumatera Utara

B = Berat kertas saring dan residu sesudah pemanasan 105 oC (mg)
C = Volume sampel (ml)

3.5.3 Analisa pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH indikator.

3.5.4

Pengukuran Volume Gas Bio
Pengukuran volume gas bio yang terbentuk dilakukan dengan mengamati

perubahan volume pada perangkap gas.

3.5.5

Penentuan Kualitas Gas Bio
Penentuan kualitas gas bio yang dihasilkan dilakukan dengan uji nyala.

39
Universitas Sumatera Utara

3.6 FLOWCHART PENELITIAN
3.6.1

Flowchart Prosedur Analisis COD

Mulai
Dimasukkan 10 ml sampel ke dalam
erlenmeyer 250 ml

Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa
(II) sulfat (HgSO4) dan beberapa
batu didih

Ditambahkan 5 ml larutan kalium
dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N

Ditambahkan 15 ml pereaksi asam
sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4)

Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan
dididihkan di atas hot plate selama 2 jam

Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari
pendingin dengan air suling hingga volume contoh
uji menjadi lebih kurang 70 ml

Ditambahkan 5 ml H2SO4 4N ke
dalam erlenmeyer dan larutan
KMnO4 hasil standarisasi (b ml)
A

B

40
Universitas Sumatera Utara

A

B

Didinginkan lalu ditambahkan
indikator ferroin 2 sampai dengan
3 tetes

Dititrasi dengan larutan ferro
ammonium sulfat atau FAS 0,1 N
sampai warna merah kecoklatan,
dicatat kebutuhan larutan FAS

Dititrasi dengan larutan KMnO4
standar sampai tercapai TAT (a ml).
Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan
terhadap air suling sebagai blanko.
Kebutuhan larutan FAS dicatat

Ya

Apakah masih ada sampel
lainnya ?

Tidak
Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Penentuan Harga COD

41
Universitas Sumatera Utara

3.6.2

Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids (TSS)

Mulai
Dicuci kertas saring dengan
aquadest dan dikeringkan
Ditimbang kertas saring kering (A)
Dibasahi kertas saring kering dengan aquadest
Diletakkan kertas saring didalam corong buchner
Dihomogenkan sampel
Dituang sampel di atas kertas saring
Pompa vakum dihidupkan sehingga tidak
ada cairan lagi di kertas saring
Kertas saring dan sampel dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 105oC
Didinginkan di desikator
Tidak
Apakah berat kertas saring
dan residu sudah konstan?
Ya
Dicatat berat kertas
saring dan residu (B)
Dicatat volume
sampel (B)
Selesai
Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Analisis Total Suspended Solids (TSS)

42
Universitas Sumatera Utara

3.6.3

Flowchart Prosedur Analisis pH
Mulai
Dicelupkan kertas pH indikator ke
dalam larutan
Warna kertas dibandingkan dengan
warna standar
Dicatat pH sampel

Selesai

Gambar 3.7 Flowchart Prosedur Analisis pH

43
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dengan berbagai rasio berat antara eceng
gondok dengan air yaitu 70:30: 50:50; 30:70 dan 100:0 dengan pre-treatment
alkalinitas yaitu Natrium Hidroksida (NaOH) 3M, Asam Sulfat (H2SO4) 4% dengan
penambahan buffer Natrium Karbonat (Na2CO3), mengenai hari pengamatan dan
volume gas bio yang terbentuk, hasil analisa Total Suspended Solid (TSS), Chemical
Oxygen Demand (COD) dan pH dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2 PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Karakteristik Limbah Eceng Gondok Sebelum Fermentasi
Komposisi (Eceng
Gondok : Air )

Konsentrasi NaOH

pH

(M)

TSS

COD

(mg/L)

(mg/L)

70 : 30

6,67

7

3017

19400

50 : 50

2,86

7

2850

18500

30 : 70

3,00

6,8

2585

15870

100 : 0

4,00

7,8

3400

19950

Nilai COD dan TSS yang besar menunjukan tingginya kandungan zat organik
di dalam limbah organik (eceng gondok). Hal ini menunjukkan bahwa limbah ini
bersifat mudah dibiodegradasi untuk dijadikan sebagai salah satu bahan baku
pembuatan gas bio[60].

4.2.1 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Volume Gas Bio
Dalam penelitian ini dapat dilihat produksi gas bio yang optimum dari
berbagai variasi rasio berat limbah padat (eceng gondok yang telah ditreatment) dan
kotoran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh proses pretreatment pada eceng gondok terhadap jumlah gas bio yang dihasilkan. Oleh karena
itu, dari gambar dibawah ini dapat dilihat produksi gas bio pada beberapa komposisi.
44
Universitas Sumatera Utara

Volume Gas Bio Harian (ml)

120

COD awal 18500
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
2,8 M
2,86

100

COD awal 15870
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
3M
m
CO awal 19950
COD
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
4M

80
60
40

COD awal 19400
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
6,6 M
6,67

20
0
0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

Waktu Fermentasi (Hari)
W
Gambar 4.1 Penga
ngaruh Waktu Fermentasi Terhadap Volume G
Gas Bio Pada
Beberapa Komposisi

Dari grafik 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa pada hari ke-15
ke
menunjukkan
volume gas bio yangg dihasilkan
di
mengalami peningkatan yang maks
aksimal dari masingmasing komposisi.Ha
Hal tersebut karena proses fermentasi anaerob
rob sudah mencapai
tahap akhir yaitu tahap
taha metanogenesis untuk menghasilkan gas metana. Apabila
bakteri matanogenik
nik telah maksimum, maka bakteri tersebut akan
a
menggunakan
hasil dari tahap asidi
idifikasi yaitu asam asetat, karbondioksida,, dan
da hidrogen untuk
menghasilkan gas met
etana[44].
Pada penelitian
tian ini gas bio minimum diperoleh pada konsentrasi
konse
NaOH 3 M,
gas bio mulai dihasil
silkan pada hari ke-3, kemudian pada hari ke -15 menghasilkan
gas bio yang maksim
imum sebesar 80 mL. Sedangkan perolehann gas bio maksimum
diperoleh pada konsentrasi
konse
NaOH 6,67 M, gas bio mulai dihasilka
silkan pada hari ke-3
proses fermentasi kem
kemudian mengalami kenaikan hingga menghas
hasilkan gas bio yang
maksimum pada hari
ri keke 15 sebesar 109 ml.
Keberhasilann proses metanogenesis dapat diketahui
hui dari tereduksinya
COD

terlarut [55].
]. Semakin besar reduksi COD, berarti bahan
ba
organik yang

terdegradasi menjadi
di asam-asam organik juga semakin besar.. Asam-asam
A
organik
inilah yang kemudian
udian terkonversi menjadi gas metan [61]. Dapat
pat dilihat pada grafik

45
Universitas Sumatera Utara

COD tertinggi yaitu 19950 mg/L menghasilkan gas bio tertinggi.Sedangkan untuk
COD terendah yaitu 15870 mg/L menghasilkan gas bio terendah.
Berdasarkan penelitian terdahulu, eceng gondok

dengan

proses

pre-

treatment dengan variabel berubah konsentrasi NaOH blanko, 1% (wt/wt) dan
3% (wt/wt), hasil penelitian pada pretreatment NaOH 3% menghasilkan volume
biogas dan kadar gas metana paling tinggi daripada NaOH 1% dan blanko. Untuk
NaOH 3% volume biogas yang dihasilkan 20,572 liter biogas/kg eceng gondok dan
kadar metana sebesar 78,47 %. Hal ini dapat terjadi karena NaOH 3% secara
signifikan mendegradasi lignin dan melarutkan hemiselulosa sehingga mikroba
lebih mudah menghidrolisa selulosa menjadi glukosa dan xylosa yang merupakan
sumber karbon organik untuk pertumbuhan mikroba [62]. Dari hasil penelitian ini,
diperoleh total gas bio pada COD awal 19400, konsentrasi NaOH 6,67 M dari hari
ke-0 hingga hari ke-27 sebesar 506 ml.
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa produksi gas bio maksimum pada hari
ke-15 hal ini menunjukkan bahwa bakteri metanogenik bekerja secara maksimum
pada hari ke-15, Pada fase permulaan (penyesuaian), bakteri pembentuk gas bio
baru menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, sehingga sel belum
membelah diri dan produksi gas cenderung rendah. Pada fase pertumbuhan yang
dipercepat, jumlah bakteri mulai meningkat dan kemudian jumlahnya menurun. Pada
fase stasioner (kematian), dimana bakteri mulai kekurangan nutrisi dan mengalami
kematian sehingga produksi biogas cenderung konstan dan mulai menurun [63].
Berdasarkan penelitian terdahulu, tanpa proses pre-treatment dibutuhkan
waktu 31 hari [7]. Dalam penelitian ini proses pembentukan gas bio diamati dalam
waktu 27 hari karena gas bio maksimum pada hari ke-18 dan menurun dalam waktu
27 hari tersebut. Oleh karena itu, pembuatan gas bio dengan proses pre-treatment
memiliki potensi yang cukup bagus dibandingkan tanpa pre-treatment dari segi
waktu yang singkat sehingga, biaya yang dikeluarkan lebih sedikit.

46
Universitas Sumatera Utara

aktu Fermentasi Terhadap Yield Gas bio
io Yang Dihasilkan
4.2.2 Pengaruh Wak
Pada Beberapa
apa Komposisi Sampel
Adapun grafik
fik di bawah ini menunjukkan hubungan antara
ntara waktu fermentasi
as bio yang dihasilkan per COD terkonversii pada
pa setiap sampel
terhadap volume gas

Volume Gas Bio (ml/g COD
Terkonversi)

campuran limbah ecen
ceng gondok dengan air
25

COD
OD awal 18500
mg/L
g/L, konsentrasi NaOH
2,86
86 M
COD
OD awal 15870
mg/L
g/L, konsentrasi NaOH
3M
COD
OD awal 19950
mg/L
g/L, konsentrasi NaOH
4M
COD
OD awal 19400
mg/L
g/L, konsentrasi NaOH
6,67
67 M

20
15
10
5
0
0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

Wak Fermentasi (Hari)
Waktu
Gambar 4.2 Pengaruh
ruh Waktu
W
fermentasi terhadap Produksi Gas Bio
Bi Harian Per COD
Terkonversi

Dari gambarr 4.2 di atas dapat dilihat pengaruh waktu ferme
rmentasi terhadap gas
bio yang dihasilkan semakin
se
meningkat seiring bertambahnya wakt
aktu fermentasi. Dari
grafik dapat dilihat
hat bahwa yield gas bio berbanding dengann COD terkonversi.
Menurut Jorgensenn (200
(2009), yield gas bio dari hasil fermentasi suatu
sua biomasa dapat
dilihat berdasarkann volume
vol
gas bio per COD terkonversi [60].
Pada peneliti
litian ini perolehan yield gas bio maksimum
um pada hari ke 18
dengan konsentrasii N
NaOH 6,67 M dengan COD awal 19950 mg/L
mg sebesar 21,206
ml/gr COD terkonver
konversi. Perolehan yield gas bio minimum pada
da hari ke 18 dengan
konsentrasi NaOH 2,86 M dan COD awal 15870 mg/L sebesar
ar 10,458 ml/gr COD
terkonversi. Dapat dilihat
dil
bahwa semakin besar konsentrasi NaO
OH dan COD maka
volume gas bio yang
ng dihasilkan semakin meningkat. Hal ini sesuai
se
dengan teori,
dimana dalam rentang
ang hydraulic retention time (HRT) yang semaki
akin lama, diperoleh
gas bio yang semaki
akin meningkat dan kemudian turun padaa fase stasioner, ini
memperoleh nilai yield
yie yang semakin meningkat pula. Selamaa hidrolisis, biogas

47
Universitas Sumatera Utara

yang dihasilkan relatif kecil. Produksi biogas akan mencapai puncaknya ketika
sudah memasuki tahap metanogenesis [64].
Analisis COD ini dilakukan untuk mengetahui sifat biodegradasi limbah
organik. Jika nilai COD rendah menunjukkan kandungan senyawa organik di dalam
effluent akan rendah dan sebaliknya jika nilai COD tinggi maka kandungan senyawa
organik didalam effluent juga tinggi. Tingginya penguraian COD untuk
mengindikasikan tingginya aktivitas biologi [53]. Penurunan COD menunjukkan
bahwa mikroorganisme bekerja dengan baik sehingga proses dapat berlangsung
karena dapat mendegradasikan senyawa-senyawa organik didalam limbah [49] juga
berarti bahwa penurunan bahan organik dan dikonversi untuk produksi total biogas,
menandakan adanya konsumsi asam untuk produksi metan.
Berdasarkan penelitian terdahulu, eceng gondok

dengan

proses

pre-

treatment dengan variabel berubah konsentrasi NaOH blanko, 1% (wt/wt) dan 3%
(wt/wt), hasil penelitian pada pretreatment NaOH 3% menghasilkan yield paling
tinggi sebesar 20,572 liter gas bio/ kg eceng gondok. Sehingga produksi biogas
semakin

meningkat

seiring

dengan meningkatnya

kadar

NaOH

dalam

pretreatment. Peningkatan ini disebabkan karena semakin besar kadar NaOH
dalam pretreatment akan meningkatkan degradasi

lignin

lignoselulosa

selulosa,

dan mengurangi

derajat

kristalinitas

dalam

matrix

sehingga dapat

meningkatkan reaksi hidrolisis [62]. Berdasarkan teori yang ada, hasil penelitian
telah sesuai dengan teori dimana semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan
yield gas bio yang dihasilkan semakin besar pula.

48
Universitas Sumatera Utara

aktu Fermentasi Terhadap Derajat Keas
asaman (pH) Pada
4.2.3 Pengaruh Wak
Beberapa Kom
omposisi Sampel
Adapun grafik
fik di bawah ini menunjukkan hasil penelitia
itian pengaruh waktu
fermentasi terhadapp dderajat keasamaan (pH)
COD awal 18500
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
2,8 M
2,86

pH

8,0
7,5

COD awal 15870
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
3M

7,0

COD awal 19950
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
4M

6,5

COD awal 19400
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
6,6 M
6,67

6,0
0

3

6 9 12 15 18 21 24 27
W
Waktu
Fermentasi (Hari)

30

Gambar 4.3 Hubunga
ubungan Waktu Fermentasi Terhadap Derajat Keas
easaman (pH) Pada
Beberapa Komposisi Sampel

Dari gambarr 4.3 di atas dapat dilihat bahwa pH pada bebe
berapa perbandingan
komposisi sampel mengalami
me
fluktuasi. Pada konsentrasi NaOH
H 6,67 M pH awal
fermentasi bernilaii 77,8 hal ini terjadi karena tingginya konsentrasi
konsent
NaOH yang
digunakan, namun
un pH kembali normal pada hari ke-3 karena adanya
ada
penambahan
larutan buffer natrium
ium karbonat dan mengalami fluktuasi pada
da rentang
re
pH 6,8-7,8.
Pada konsentrasi NaO
aOH 2,86 M pH awal fermentasi bernilai 6,8 dan mengalami
fluktuasi hingga hari ke-27, rentang pH yang terjadi pada prose
oses ini adalah 6,8-7.
Untuk konsentrasi NaOH
N
3 M pH awal fermentasi bernilai 6,8 dan mengalami
penurunan hingga hari
har ke-27, rentang pH yang dialami pada prose
oses ini adalah 6,8-7.
Untuk konsentrasi NaOH
Na
4M pH awal fermentasi bernilai 7 dann mengalami
m
fluktuasi
pada rentang pH 6,5-7,2
7,2 selama proses fermentasi.
Pada penelitia
tian ini, pada fermentasi hari ke-6 sampa
pai hari ke-15 pH
mengalami fluktuasi
si dengan pH terendah yaitu 6,8. Terjadin
dinya penurunan pH
menunjukan fermenta
ntasi berada pada kondisi souring (pengasaman
an) yaitu pada proses
asidogenesis dan aset
setogenesis, dimana pada proses ini terbentuk
ntuk asam-asam hasil

49
Universitas Sumatera Utara

konversi yang menyebabkan penurunan nilai pH dan mengakibatkan ketidakstabilan
pada proses metanogenesis Nilai pH yang terlalu tinggi harus dihindari, karena
akan menyebabkan produk akhir yang dihasilkan adalah gas CO2 [46, 60]. Dan pada
fermentasi hari ke-18 sampai- ke-27 pH mengalami kenaikan menuju kondisi netral.
Pada tahapan ini proses produksi biogas mengalami kenaikan, hal ini menunjukan
proses metanogenesis mengalami peningkatan dan berjalan secara efektif.
Bakteri metanogenik memiliki karakteristik antara lain membutuhkan
kondisi anaerob, menghasilkan enzim Silanase actinobacteria dan hanya dapat
hidup pada kisaran pH 5-7. Menurut Seadi (2008), interval pH optimum untuk
fermentasi mesofilik yaitu antara 6,5-8, dan prosesnya akan mengalami gangguan
jika nilai pH menurun dibawah 6 dan meningkat diatas 8,3. Di samping itu, agar
bakteri metanogenik mampu tumbuh dan berkembang dengan baik diperlukan
penambahan buffer ke dalam digester untuk meningkatkan alkalinitasnya [45, 60].
Oleh karena itu, untuk menjaga pH

tetap

pada

kondisi

netral dan untuk

meningkatkan alkalinitas selama proses fermentasi berlangsung digunakan buffer
natrium karbonat. Di dalam proses ini, karbondioksida akan berada dalam keadaan
kesetimbangan dengan asam karbonat yang merupakan asam lemah yang dapat
berdisosiasi membentuk ion hidrogen dan ion-ion bikarbonat. Ion-ion inilah yang
akan bertindak sebagai buffer [50].
Dalam hal ini, peningkatan pH akan mempercepat pembusukan sehingga
mempercepat perombakan dan secara tidak langsung mempercepat produksi gas bio
[51].

50
Universitas Sumatera Utara

aktu Fermentasi Terhadap Persentase Pen
enyisihan Chemical
4.2.4 Pengaruh Wak
Oxygen Deman
mand (COD)
mical Oxygen Demand ) menjadi salah satu
tu perhatian penting
COD (Chemic
dalam penelitian ini
ni karena
ka
berpengaruh terhadap lingkungan saat
at sampel dibuang ke
lingkungan. Persenn pe
penyisihan COD dapat dilihat dari gambar 4.4 di bawah ini.
90

COD awal 18500
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
2,8 M
2,86
CO awal 15870
COD
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
3M
CO awal 19950
COD
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
4M
CO awal 19400
COD
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
6,6 M
6,67

Persentase Penyisihan COD
(%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

3

6

9

12

15

18

21

24

27

30

Waktu Fermentasi (Hari)
Gambar 4.4 Pengaruh
ruh Waktu
W
Fermentasi Terhadap Persentase Penyisihan
Pen
Chemical
Oxygenn Demand
D
(COD) Pada Beberapa Komposisi Sampel
Sa
Dari gambarr 4.4 di atas dapat dilihat bahwa persentase penyisihan
pen
COD pada
beberapa konsentrasi
asi NaOH cenderung semakin meningkat. Pada
P
penelitian ini
persentase penyisihan
han COD maksimum terjadi pada konsentrasi
si NaOH
N
6,67 M dan
COD awal 19950 mg/L
m
hari ke-27, dengan nilai COD sebesar
sar 2850 dan persen
penyisihan COD sebe
ebesar 83,96% . Dan penyisihan COD mini
inimum terjadi pada
konsentrasi NaOH 3 M dan COD awal 15870 mg/L hari ke-27, dengan nilai COD
sebesar 4965 dan pers
ersen penyisihan COD sebesar 66,29% Dapat
at dilihat bahwa nilai
molaritas NaOH yang
ang tinggi akan mempengaruhi persentase pen
penyisihan COD yang
semakin meningkat.
Nilai COD yang
ya
sangat besar menunjukkan bahwa dalam
dala rentang waktu
tersebut banyak bahan
han organik dan yang dirombak oleh bakteri.
i. jadi semakin besar
nilai kandungan COD
OD maka kandungan zat organik dalam limba
mbah semakin tinggi
atau semakin besar jum
jumlah penyisihan COD [60,66]. Pada gamba
bar 4.4 menunjukkan
bahwa pada COD awal
aw 19400 mg/L persentase penyisihan COD
OD sebesar 83,96 %

51
Universitas Sumatera Utara

sedangkan pada COD awal 15870 mg/L persentase penyisihan COD sebesar 66,29% .
Hasil penelitian yang diperoleh telah sesuai dengan teori yang ada.
Sedikitnya penyisihan COD karena oleh beberapa hal, yaitu bahan organik
pada tahap asidifikasi dirombak menjadi asam yang selanjutnya dirombak menjadi
metana pada tahap metanogenesis. Semakin besar bahan organik yang dirombak
menjadi asam (VFA) dan
merombak

mengakibatkan

melebihi
akumulasi

kemampuan
asam

bakteri

metanogen

sehingga proses

untuk

metanogenesis

terhambat dan penyisihan COD kurang maksimal [45].
Hasil penelitian menunjukkan pada beberapa komposisi sampel persentase
penyisihan COD terus meningkat setelah hari ke-15 dimana produksi biogas
maksimum. Dapat dikatakan pada saat produksi biogas optimum telah dicapai,
bakteri

tetap mampu mendegradasi senyawa organik meskipun volume biogas

menurun. Oleh karena itu hasil penelitian yang diperoleh belum sesuai dengan
teori yang ada.
Menurut SK KEMEN LH No.1815/2014 tentang baku mutu air limbah
bahwa limbah belum layak dilepaskan ke perairan lepas, apabila nilai CODnya
lebih besar dari pada 100 mg/L. Pada penelitian ini, nilai COD terendah
dihasilkan pada konsentrasi NaOH 6,67M dimana

jumlah COD sebesar 2850

mg/L dengan persentase penyisihan COD sebesar 83,96% pada hari ke-27.

52
Universitas Sumatera Utara

Wak
Fermentasi Terhadap Persentasee Penyisihan Total
4.2.5 Pengaruh Waktu
Suspendedd Solid
Sol (TSS)
Pengaruh wakt
aktu fermentasi terhadap persentase penyi
yisihan TSS (Total
pa
beberapa rasio limbah eceng gondoh
ondoh : air. TSS (Total
Suspended Solid) pada
me
partikel yang tersuspensi didalam
lam air limbahdapat
Suspended Solid) merupakan
dilihat pada gambarr 4.3
Persentase Penyisihan TSS (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

COD awal 18500
CO
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
2,8 M
2,86
CO awal 15870
COD
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
3M
CO awal 19950
COD
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
4M
CO awal 19400
COD
mg konsentrasi NaOH
mg/L,
6,6 M
6,67

27
Waktu Fermentasi (27 Hari)
Gambar 4.5 Penga
engaruh Waktu Fermentasi Terhadap Persent
sentase Penyisihan Total
Suspe
Suspended
Solid (TSS) Pada Beberapa Komposisi
isi Sampel
S
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin lama wakt
aktu fermentasi maka
persen penyisihan TSS
T
akan semakin besar dan cenderungg berfluktuasi. Pada
penelitian ini persent
entase penyisihan maksimum diperoleh pada
da konsentrasi NaOH
6,67 M dapat dilihat
hat bahwa persen penyisihan TSS terbesar terja
rjadi pada hari ke-27
yaitu 93,23%. Untuk
uk persentase penyisihan minimum diperoleh
oleh pada konsentrasi
NaOH 4 M persen penyisihan
pen
TSS juga terjadi pada hari ke-18 yaitu
yai sebesar 81,48%.
Pada proses batchh di
dimana umpan sekaligus dimasukkan maka
aka mikroorganisme
memiliki waktu yan
ang cukup untuk mendegradasi kandungann padatan
p
yang ada
di dalam limbah sehi
ehingga bila kandungan padatan semakin tingg
inggi maka efisiensi
penyisihan juga akan
an semakin besar [67].Dari hasil penelitiann ini telah sesuai teori,
dapat dilihat nilai CO
COD tertinggi yaitu 19950 mg/L diperoleh 93,23%
93,23 penyisihan
TSS pada hari ke-27
27, dan untuk nilai COD terendah yaitu 15870 mg/L diperoleh
81,48% penyisihann TSS
TS pada hari ke-27.

53
Universitas Sumatera Utara

Menurut SK KEMEN LH No.1815/2014 limbah belum layak dilepaskan ke
perairan lepas, apabila nilai TSS nya lebih besar dari pada 200 mg L-1. Pada
penelitian ini, jumlah TSS yang maksimum yaitu pada konsentrasi NaOH 6,67 M
dengan jumlah gas bio tertinggi dimana jumlah TSS sebesar 193 mg L-1 dengan
persentasi penyisihan TSS sebesar 93,23% pada hari ke-27, sehingga nilai TSS
tersebut memenuhi syarat kelayakan limbah untuk dilepaskan ke perairan lepas atau
ke lingkungan sekitar. Berdasarkan penelitian terdahulu, nilai TSS akhir pada eceng
gondok tanpa pre-treatment adalah sebesar 1,47 g/L atau 1470 mg/L [10]. Hal ini
berarti proses pre-treatment alkali dan asam mengakibatkan nilai TSS lebih rendah
daripada tanpa proses pre-treatment.

4.3 Hasil Uji Nyala Gas Bio
Selain analisa kuantitatif yang dilakukan pada gas bio, dilakukan pula analisa
kualitatif pada gas bio yaitu pengujian gas bio yang dihasilkan. Adapun hasil uji
nyala gas bio dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Hasil Uji Nyala Gas Bio Pada Beberapa Rasio Sampel
Rasio berat (Eceng Gondok : Air)
70:30
50:50
30:70
100:0
Uji pembakaran yang menunjukkan

Hasil Uji Nyala
Api berwarna biru
Api berwarna biru
Api berwarna biru
Api berwarna biru
bahwa

gas

berwarna

biru ini

menandakan api cukup bagus untuk digunakan sebagai sumber energi.hasil uji
pembakaran, menunjukkan bahwa semua gas hasil fermentasi pada setiap variabel
dapat dibakar. Berarti, biogas yang dihasilkan mengandung metana (CH4) [68].
Dimana metan

(CH4) adalahkomponen penting dan utama dari biogas karena

memiliki kadar kalor yangcukup tinggi dan jika gas yang dihasilkan dari proses
fermentasi anaerob inidapat terbakar, berarti sedikitnya mengandung 45% metan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nyala api membuktikan berwarna biru.
Apabila gas yang dihasilkan adalah CO2, api yang dinyalakan akan mati [69].

54
Universitas Sumatera Utara

4.4 PARAM

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Dan Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid Dari Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms)

21 118 72

Pengolahan Internal Air Boiler Dengan Penambahan Asam Sulfat (H2SO4) 98% dan Kaustik Soda (NaOH) Di PTPN III Pabrik Kelapa Sawit Rambutan Tebing Tinggi

2 56 56

Emisi CO2, Nisbah C/N, dan Temperatur pada Pengomposan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Menggunakan dan Eisenia fetida

1 37 85

Menaklukan Global Warming dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

0 15 19

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 19

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 2

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 6

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 24

Pengaruh Metode Pre-Treatment Dengan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Sulfat (H2SO4) Pada Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gas Bio

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) 2.1.1. Definisi Eceng Gondok - Pemanfaatan Selulosa dari Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Pembuatan CMC (CarboxyMethyl Cellulose ) dengan Media Reaksi Campuran Larutan Metanol – Propanol - PO

0 0 20