Peristiwa Tutur Balik Ulbas Dalam Upacara Perkawinan Pakpak: Kajian Sosiolinguistik

(1)

GLOSARI

Anak-anak kela : Pendamping pengantin laki-laki

Balik une : Kunjungan kedua kerabat suami terhadap kerabat istri setelah perkawinan

Berru : Kelompok kerabat penerima gadis Kalak nampuhun : Mertua perempuan

Kalak mamberu : Mertua laki-laki Kela : Menantu laki-laki Namberu : Saudara perempuan ayah

Oles : Kain atau sarung

Oles inang ni berru : Pakaian khusus (emas atau uang ) yang diserahkan untuk ibu pengantin perempuan

Sulang : Pembagian daging dalam suatu upacara adat Pakpak

Sulang silima : Struktur kekerabatan yang teridiri atas lima bagian Perisang-isang, Perekur-ekur (bungsu), Pertulan tengah, (Anak tengah), Takal peggu (berru), Tulan tengah (kula-kula).

Tokor berru : Mas kawin

Togoh-togoh : Sebutan untuk salah satu jenis mas kawin yang dibayarkan kepada keluarga saudara laki-laki ayah dari pengantin perempuan.

Upah puhun : Bagian mas kawin yang diterima oleh paman si gadis (saudara laki-laki ibu).


(2)

DATA INFORMAN

Nama : Nik’an Berutu

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Muslim

Usia : 70 Tahun

Tempat lahir : Rumerah

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : Sekolah Rakyat (SR) Tinggal ditempat ini sejak : Lahir

Bahasa lain yang dikuasai : Bahasa Pakpak, Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia

Kedudukan dalam masyarakat : Tokoh Adat

Jabatan terakhir : Kepala Desa Kewedaan Rumerah Tahun 1990


(3)

DATA INFORMAN

Nama : Akbar Berutu

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Muslim

Usia : 75 Tahun

Tempat lahir : Rumerah

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : -

Tinggal ditempat ini sejak : Lahir

Bahasa lain yang dikuasai : Bahasa Pakpak, Bahasa Batak Toba, Bahasa Karo dan Bahasa Indonesia


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aslinda dan Leni Syafyahya. (2007). Pengantar Sosiolingistik. Bandung. PT Refika Aditama.

Berutu, Lister.2006. Edisi Revisi, Adat dan tata cara perkawinan masyarakat Pakpak. Medan. Grasindo Monoratama

Berutu, Lister dan Tandak Berutu (2006). Adat Dan Tata Cara Perkawinan Masyarakat Pakpak. Medan. Grasindo Manoratama.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum, cetakan pertama. Jakarta: Rineka Cipta .2007. Linguistik Umum, Edisi Baru. Jakarta:Rineka Cipta

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolingistik Perkenalan Awal. Jakarta. Rineka Cipta

Hasil Seminar. 2010. Kerja njahat mate ncayur ntua deket kerja mende merbayo sinima-nima I Pakpak Simsim Kabupaten Pakpak Bharat. Medan: Penerbit Mitra

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Manik, Jiman Hamady. dkk (2010). Kerna Njahat Mate Nyayur Ntua Deket Kerja Mende Merbayo Sinima-nima I Simsim Kabupaten Pakpak Bharat. Medan. CV Mitra

Narbuko, Chalid. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Pakpahan, Saur 1999. Skripsi Sarjana, Analisi mlodi Pakpak-Dairi: Studi kasus permainan JH Kabeakan di kelurahan batang beruh. Etnomusikologi. Medan


(5)

Sukapiring, Peraturan dan Asmyta Surbakti. 2010. Pedoman umum ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan dan Pedoman penulisan karya ilmiah. Medan


(6)

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan susuatu. Logos artinya ilmu pengetahuan. jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan (Narbuko, 1991:1).

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang melewati kegiatan untuk mencapai pemahaman (Narbuko, 1991:3).

Penulisan sebuah karya ilmiah mesti melandasi sebuah metode yang tepat. Metode tersebut sangat membantu peneliti dalam menyelesaikan permasalahan pada saat melakukan penelitian di lapangan.

3.2 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data, (Narbuko, 1991:4).

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengaplikasikan pada pokok permasalahan untuk mendapatkan suatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang diharapkan. Metode


(7)

dasar yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini adalah metode deskriptif.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan objek penelitian adalah di Desa Ulumerah yang berada di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat. Lokasi ini dianggap tepat dijadikan objek penelitian karena di desa tersebut masih dilaksanakan adat istiadat balik ulbas.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Buku catatan.

2. Alat perekam (tape racorder) dan, 3. Kamera.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data ini adalah:

1. Metode observasi yaitu penulis langsung melakukan pengamatan pada objek penelitian.

2. Metode wawancara yaitu peneliti melakukan wawancara kepada informan yang dianggap dapat memberikan informasi atau data-data tentang objek penelitian.

3. Metode kepustakaan yaitu mencari data dari buku-buku yang relevan yang berkaitan dengan penelitian.


(8)

3.6 Metode Analisis Data

Adapun metode analisis data merupakan cara dalam pengolahan data, fakta, atau fenomena yang sifatnya belum dianalisis. Metode analisis data juga merupakan proses pengaturan data, kategori dari suatu uraian dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah;

1. Data yang diperoleh diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

2. Setelah data diterjemahkan kemudian diklasifikasikan sesuai dengan objek penelitian.

3. Setelah data diklasifikasikan, data dianalisis sesuai dengan kajian yang telah ditentukan.


(9)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tahapan Pelaksanaan Upacara Balik Ulbas Di Desa Ulumerah Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu

Pelaksanaan balik ulbas dilaksanakan usai kedua mempelai (pengantin) melaksanakan pesta pernikahan diwajibkan tinggal di rumah orang tua perempuan selama 2-4 malam agar perkawinan itu dianggap lengkap atau yang disebut dengan balik ulbas, Lister Berutu (2006).

Tahap ini para pengantin beserta kerabatnya seperti ibu si laki-laki, mewakili sinina, berru dan pendamping pengantin laki-laki (rading-rading) berangkat ke rumah perempuan dengan membawa perlengkapan adat untuk diserahkan kepada orang tua dan kerabat pengantin perempuan. Selain itu mereka membawa nasi secukupnya beserta lauknya (ayam, babi atau kambing) dan harus mersendihi kemudian garam, ikan asin, neur (kelapa) dan sirih (gatap) secukupnya. Selain itu bilamana pada saat pesta masih ada kewajiban pihak orang tua laki-laki dan telah dijanjikan untuk dibayar pada saat balik ulbas maka hal itu juga harus dibawa. Selanjutnya setelah sampai ke rumah pengantin perempuan, maka orang tua perempuan mengundang para kerabatnya beserta persinabul dan mereka kemudian makan bersama-sama. Lebih lanjut penulis akan menguraikan jalannya proses balik ulbas dalam upacara perkawinan Pakpak yaitu:


(10)

4.1.1 Mertuptup/mertenggor raja (Musyawarah)

Sesuai dengan nama mertuptup/atau mertenggo raja adalah merupakan tahapan awal yang dilakukan pihak peranak (kerabat laki-laki) untuk melaksanakan balik ulbas ke rumah pihak perempuan. Biasanya dari hasil musyawarah yang dilakukan oleh peranak akan menentukan apa yang harus dibawa dalam pelaksanaan balik ulbas nantinya. Dan penentuan siapa saja yang berangkat.

Menurut keterangan narasumber di Ulumerah, Nik’an Berutu sebelum dilangsungkan balik ulbas merunggu/mertuptup (musyawarah) tujuannya agar pelaksaan balik ulbas berjalan dengan baik dan tidak ada yang malu dalam balik ulbas.

Pada masyarakat Pakpak kebiasaan mertuptup/runggu (musyawarah) dari jaman dahulu hingga sekarang masih terus dilaksanakan. Namun sekarang ini mertuptup/runggu diistilahkan dengan tenggoraja yang berasal dari tenggo artinya panggil dan raja. Makna panggilan raja adalah tidak bisa ditolak lagi, akan tetapi maknanya sama dengan musyawarah pada masyarakat Pakpak.

Dalam pelaksanaan upacara balik ulbas juga perlu dilakukan mertuptup seluruh keluarga atau sukut termasuk diantaranya berru, dengan sibeltek (kerabat/saudara/semarga), perkaing, serta anakkela/rading-rading (pendamping laki/laki waktu melangsungkan perkawinan ditempat laki-laki).

Biasanya dalam mertuptup balik ulbas peran persinabul sangat diperlukan terutama dalam memimpin jalannya rapat yang didampingi oleh sukut. Selain itu fungsi persinabul nantinya memimpin jalannya balik ulbas yang dilaksanakan di


(11)

rumah perempuan serta menjalankan pembagian sulang (Pembagian daging atau jenis lain dalam suatu upacara adat Pakpak).

‘Mula najolo, toko ngo mahargana mertuptup/runggu idi. Mertuptup idi imo nalako kibaing ari-ari balik ulbas. Isi mamo nahan ise I ketoki kipesoh kabar marang pe penelangkei mendahi perberu pekiroh kalak idi, janah panganen kade mahan embahen deket ise sambing berangkat balik ulbas idi’. (Wawancara Penulis dengan Nik’an Berutu).

‘Pada jaman dahulu, sangat berharga musyawarah. Musyawarah itu adalah untuk menentukan tanggal pelaksanaan balik ulbas. Di situlah ditentukan siapa yang akan menyampaikan kabar kepada pihak perempuan soal kedatangan mereka dan makanan apa yang harus dibawa serta siapa saja yang berangkat untuk balik ulbas’.

4.1.2 Merkua/mendilo

Berdasar keterangan narasumber kepada penulis berbeda dengan sekarang ini bahwa kampung Ulumerah dulunya jarak dengan kampung lain sangat berjauhan. Sehingga untuk tahap pelaksanaan merkua atau mendilo memerlukan waktu yang sangat lama apalagi keluarga atau kerabat banyak tinggal di hutan atau atau di sawah. Dalam penelitian ini informan mengemukakan objek penelitiannya di sawah karena dari jaman dulu hingga sekarang masyarakat Desa Ulumerah banyak menanam padi di sawah.

Secara terpisah dari pihak peranak, pihak perberu dan kerabatnya juga telah melakukan runggu atau mertenggo raja yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana


(12)

kesiapan untuk melangsunkan balik ulbas. Masing-masing perberu dan peranak akan menyediakan keperluan adat.

Akan tetapi untuk persetujuan waktu memang tergantung pihak peranak karena merekalah yang mengunjungi pihak perberu. Bagi pihak perberu sama halnya dengan pihak peranak juga tetap melakukan runggu bersama kerabatnya termasuk perkaing. Namun runggu pihak perberu dilaksanakan setelah ada kabar atau informasi soal kedatangan pihak peranak untuk melakukan balik ulbas. Pesan tersebut akan sampai kepada pihak perberu yang sisebut dengan penelangken pihak perempuan (juru bicara) dan pertemuan penelangken pihak perberu dan peranak berlangsung di pasar.

Hal tersebut diperkuat dengan penyampaian narasumber penulis Nik’an Berutu pertemuan antara penelangkeen perberu dan peranak terjadi disebabkan masalah alat komunikasi seperti telepon seluler, surat menyurat serta lokasi yang sangat berjauhan pada jaman dahulu.

4.1.3 Pertording (Jalannya) Balik Ulbas

Tahapan selanjutnya adalah pihak peranak pergi ke rumah perempuan untuk melakukan balik ulbas. Sebenarnya yang menjadi inti balik ulbas adalah tahap petording (jalannya pesta) balik ulbas di rumah perempuan.

Enggo kessa dapet katikana ari sienggo I buhul lako pesta, artina sada nai ngo pudun siso I kias, biasana arnia enggo mo soh rombongen peranak roh lako mi ulaen idi. Siembahen peranak omo nakan luahna merrorohken manuk janah karinana sendihi mulai takalna nai soh mi nenehna ibaing ngo idi karinan kerna persulangen kalak idi ngi i.


(13)

Kessa soh peranak mi sapo perberru, menter ibaing mo merdohom bagima mangan sitenggi-tenggi deket simalum malum imo: galuh, tebbu, domen (pinahpah merdengan neur barima soh mi nditak. Janah sipanganenna idi ibaing month berlapik baga selampis, karina merhera kaing deket kennah I lampisi ngo, ukum silampis idi janah banamamo idi. Idiloke month karina mulai I sukut nai sampe mi simerkedodohen kipema peranak idi.

‘Ketika jadwal yang ditentukan telah tiba peranak (pihak laki-laki) berangkat ke rumah pihak orang tua perempuan untuk melaksanakan pesta balik ulbas. Semua perlengkapan yang akan dibawa seperti nakan luah (oleh-oleh nasi lengkap) dan daging ayam yang mersendihi (potongan ayam secara adat Pakpak) telah dipersiapkan selengkap mungkin. Kemudian ayam mersendihi mulai dari kepala ayam sampai kakinya (gaer-gaerna) sudah dipersiapka yang nantinya nantinya bisa dibagikan kepada kerabat pihak perempuan dengan mersulang (sistem pembangian daging pada masyarakat Pakpak)’.

‘Sesampainya pihak peranak sampai ke rumah perberu (orang tua pengantin perempuan), anak kela dan berruna (putrinya) langsung diberikan merdohom (makanan yang manis-manis) seperti pisang, tebu, demdomen (padi muda yang ditumbuk), kelapa dan nditak (tepung beras). Dan semua makanan itu dilapisi dengan silampis (sumpit kecil) dan sumpit itu langsung diberikan kepada orang yang memakai sumpit sebagai alas makanannya. Pihak perberu kemudian memanggil semua anak berru dan sininanya, tetangga yang sudah lama menunggu untuk menyambut tamu itu’.


(14)

Tiba di rumah perempuan, orang tua perempuan kemudian menyiapkan belagen dinding ulu (tikar putih). Dalam pelaksanaan balik ulbas jaman dahulu anak-anak kela (pendamping laki menantu laki-laki) selalu berada di samping anak kela tujuannya anak-anak kelalah yang mempersiapkan keperluan anak kela.

Usai pihak peranak sampai di rumah perberru, nasi yang dibawa oleh peranak tadi kemudian dihidangkan untuk makanan bersama dengan semua keluarga pihak perberru termasuk sinina dan dengan sibeltek, berru, perkaing dan kerabat yang paling dekat terutama tetangganya di kampung itu. Dan pihak peranak kemudian bersama nasi yang telah di bawa oleh pihak peranak diberikan satu oles (kain) yang disebut dengan oles lemlem nakan (kain yang dipergunakan dalam adat Pakpak).

Gambar 1. Merjujung nakan luah (Membawa nasi kepada pihak perberu), foto diabadikan dalam balik ulbas Evie Tinendung dan Aman Tumangger di Pakpak


(15)

Pada saat memberikan nasi kepada orang tua dengan suasa hening dan disaksikan oleh kedua belah pihak serta tetangga. Biasanya kela dan berrunya disaksikan keluarga pihak peranak memberikan makanan kepada orangtuanya.

No Nama Jenis Kewajiban Keterangan

1 Kesukuten Silempoh panas, ayam,

beras, tikar dan sumpit

Disediakan langsung oleh orang tua si perempuan 2 Upah turang Kambing, babi atau ayam,

beras, tikar dan sumpit (kembal dan silampis) pisang, tebu, ndidak dan pinahpah.

Disediakan saudara laki-laki ayah si gadis

3 Togoh-togoh Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, nditak dan pinahpah

Disediakan saudara laki-laki ayah atau keturunannya

4 Penampati Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, nditak dan pinahpah

Disediakan ayah pengantin perempuan (satu kakek)

5 Pertadoen Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, nditak dan

Saudara sepupu pararel dari ayah pengantin perempuan


(16)

pinahpah

6 Persinabuli Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, nditak dan pinahpah

Disediakan oleh keluarga saudara ibu pengantin perempuan (Pemerre)

7 Upah puhun Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, nditak dan pinahpah

Disediakan atau I kewajiban dari saudara laki-laki ibu pengantin perempuan

8 Upah empung Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, nditak dan pinahpah

Disediakan saudara sepupu laki-laki dari ibu si gadis

9 Penelangken mbelen

Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, nditak dan pinahpah

Disediakan oleh pihak berru yang ditunjuk (biasanya tertentu)

10 Penelangken kedek Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, nditak dan pinahpah

Disediakan oleh pihak berru yang ditunjuk

11 Upah mendedah Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis,

Disediakan saudara perempuan ayah atau


(17)

Daftar Tabel 1 Kewajiban Pihak kerabat perempuan

Selanjutnya, perwalilan dari pihak perempuan menyampaikan perumpaan: Ketak-ketik mbelgah palu-paluna, bagen pe I petupa kami dak mbelgah mo pinasuna artinya sesederhanapun makanan yang dihidangkan pihak sigadis agar mendatangkan berkat, lalu dilanjutkan dengan makan bersama, (Berutu, 2006:15).

Dalam acara makan bersama tersebut perkata-kata dalam hal tersebut kemudian mengambil inisiatif untuk membagikan sulang yang dibawa oleh pihak laki-laki yang melakukan balik ulbas. Semua sendihi sudah ada orang-orang tertentu yang menerimanya apalagi ketika pesta ada peran penting dalam pesta.

Berikut pembagian sulang yang disampaikan dalam acara tersebut:

Acara selanjutnya pihak perempuan yang sebelumnya sudah membawa luah (oleh-oleh) yang menurut adat dibagikan kepada pihak perempuan terutama kepada kerbatat yang paling dekat. Segaligus membawa oleh-oleh kepada keluarga dekat perempuan. Oleh-oleh yang dibawa biasanya neur (kelapa), ikan asin (ikan asin) dan napuren (sirih).

pisang, tebu, sejenis kue, nditak dan pinahpah

kakak pengantin perempuan

12 Peroles Ayam, beras, tikar, sumpit (kembal dan silampis, pisang, tebu, sejenis kue, nditak dan pinahpah

Disediakan oleh kerabat si gadis biasanya jumlah orang, jumlah uang dan jenis oles disepakati kedua belah pihak


(18)

4.1.4 Memereken Luah

Kemudian pihak perempuam juga memberikan makanan dan minuman yaitu air tuba (andaliman) yang tujuannya supaya berru dan kela mpergis (kuat) dan sehat dan jauh dari sakit dan bahaya. Usai makan bersama, pihak laki-laki dan pihak perempuan melanjutkan pembicaraan namun sifatnya tidak terlalu formal. Biasanya mempertanyakan bagaimana kondisi di kampung serta musim panen.

Kemudian secara bersamaan pihak laki-laki memberikan oleh-oleh kepada sukut untuk dibagikan kepada kerabat perempuan termasuk perkaing, peroles, upah empung dan semua yang berperan penting dalam pesta sebelumnya. Dalam pelaksanaan balik ulbas oleh-oleh yang diwajibkan adalah garam, ikan asin, pinahpah dan lain sebagainya. Tahapan berikutnya adalah memberikan luah itu kepada kerabat dan keluarga. Biasanya kalau untuk kerabat dekat atau tetangga bisa diberikan inang (orang tua perempuan).


(19)

4.1.5 Peberkaten Mulak

Setelah empat (4) malam peranak (pihak laki-laki) tinggal di rumah perberru (sukut) melaksanakan balik ulbas, maka peranak kemudian akan meminta izin kepada kula-kula bahwa mereka akan pulang karena masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan di kampungnya. Mulai dari mengurus ternak dan pekerjaan lainnya juga dijadikan sebagai alasan. Pihak perberru sebenarnya sudah mempersiapkan segala keperluan dan balasan adat yang sebelumnya dibawa oleh pihak laki-laki. Namun sebelum di izinkan pulang, biasanya pihak perberru

pagi-Gambar 2. Kela dan berru dan semua kerabat pihak laki-laki dan perempuan makan bersama. Gambar ini diabadikan dalam upacara balik ulbas Evi Tinendung dan


(20)

pagi hari telah mempersiapkan makanan dan daging ayam mersendihi (potongan lengkap) yang akan diberikan kepada peranak. Ayam yang mersendihi kemudian dimasukkan kedalam panci atau baka (sumpit besar) untuk dibawa pulang oleh peranak, dengan maksud pihak peranak juga akan membagikan ayam mersendihi itu kepada kerabat dekatnya sebagai tanda bahwa kela sudah melaksanakan balik ulbas.

Persiapan lain adalah pihak perempuan kemudian mempersiapkan oles senjalaken (Perangkat Adat Pakpak Lengkap) termasuk di dalamnya, manuk (ayam), kembal (sumpit), bellagen (tikar yang terbuat dari pandan berwarna putih), pinahpah (padi muda yang di tumbuk), lemmang (nasi yang di masak di dalam bambu) dan nditak (baras yang di tumbuk seperti tepung)

Oles senjalaken ini fungsinya sangat penting, jika tidak ada oles sinjalaken sebagai balasan dari oleh-oleh pihak laki-laki maka pihak perberu tidak beradat. Berikut adalah Peristiwa tuturnya.


(21)

4.2 Peristiwa Tutur yang Terdapat Dalam Upacara Balik Ulbas Di Desa Ulumerah

Dalam kominikasi interaksi linguistik, manusia saling menyampaikan informasi, baik berupa gagasan, maksud, pikiran, perasaaan, maupun emosi secara langsung. Hubungannya dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih melibatkan dua pihak yakni penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan dalam waktu tempat dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 1995:61).

Dalam peristiwa tutur balik ulbas dilakukan dengan pembicaraan yang tidak berganti-ganti. Dalam Aslinda dan Syafyahya, (2007:31-32) mengatakan bahwa pembicaraan yang terjadi di dalam bus kota atau di dalam kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling mengenal, dengan topik pembicaraan yang tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, tidak dapat dikatakan sebuah peristiwa tutur secara sosiolinguistik tanpa tujuan dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja berbicara. Maka dalam hal ini peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara balik ulbas di Desa Ulumerah adalah dianggap sah dan melingkupi SPEAKING karena dalam pembicaraan mempunyai pokok bahasan tertentu dan saling mengenal.

4.2.1 Peristiwa tutur (PT1) mertuptup/mertenggo raja (musyawarah)

Orangtua peranak : Njuah-njuah banta karina, Engo bakune persiapenta sukut, enggo itengoi kene karina dengan sibeltek, berru deket perkaing buari?


(22)

‘Njuah-njuah (Ucapan atau salam pembukaan bagi suku Pakpak setiap pesta baik dan buruk yang artinya sehat-sehat dan jawabannya harus dijawab dengan Njuah-njuah),

Sudah bagaimana persiapan kita, apakah sudah semua di undang dengan sibeltek, berru dan perkaing?’.

Dengan sibeltek : Ue pun/nampuhun ‘Ia paman dan bibi’.

Orangtua peranak : Mula enggo itenggoi deket kalak idi enggo roh, doken mo misapo kita karina!

‘Jikalau mereka sudah di undang dan sudah datang, ajaklah semuanya ke dalam rumah’.

Persinabul :Tuhu, ukum katenami, ulang sanga takuak nola manuk asa tubennai siulanta en.

‘Benar, harapan kami jangan sampai ayam berkokok baru kita mulai acara kita ini’.

Orangtua peranak : Dok atenami enggo boi simulai en, enggo mo isen kita karina bagi ma pe sulang silimata engo ngo roh.

‘Harapan kami juga acara ini sudah bisa kita mulai, apalagi semua keluarga termasuk sulang silima’. Sulang silima adalah Struktur kekerabatan yang terdiri atas lima bagian yaitu perisang-isang, perekur-ekur (bungsu), pertulan tengah (anak tengah), takal peggu (berru) dan tulan tengah (kula-kula). Berutu (2006:58) sudah hadir.


(23)

Persinabul : Situbennai mo katengku runggu ta enda, nai mula ari balik ulbas kene mo sukut mertuptup.

‘Harapan kami musyawarah ini sudah bisa kita mulai, dan mengenai hari pelaksanaan balik ulbas ditentukan oleh sukut (Pelaksana utama pesta)’.

Dengan sibeltek : Mendahi kene sinina nami,berru dengan sada kuta asa kudiloi kami pe kene asa naing balik ulbas ngo anakta deket purmaen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami, tapi oda terpersan kami. Jadi anggiat pengidon nami urupi kene kami memersan kayu Ara idi, ulang termela kami nang nang kita karina.

‘Adapun maksud dan tujuan kami mengundang semua keluarga termasuk sinina, berru dan dengan sada kuta, perkaing bahwa dalam waktu dekat anak atau purmaen kami rencananya akan melaksanakan balik ulbas. Dia telah menebang pohon Ara yang besar dan kami tidak mampu untuk mengangkatnya. Jadi kami mohon dibantu untuk mengangkatnya sehingga tidak dipermalukan’.

Persinabul : Enggo mo sibeggeken pengidon sukut ta ndai, bakune pengaloita karina ibas kuso-kuso sukut ta ndai, siap mango kita?


(24)

‘Kita semua sudah mendengar permintaan dari sukut, bagaimana jawaban kita semua. Apakah kita siap membantu?’. Setelah mendengar penyampaian oleh sukut maka sinina lainnya dan berru dipersilahkan oleh persinabul untuk menanggapi pernyataan sukut. Biasanya semua yang hadir akan menyatakan ‘Kami siap untuk membantu sesuai dengan kemampuan yang kami miliki’.

Apabila pernyataan sukut sudah ditanggapi sinina dan berru maka giliran perkaing menyatakan kesiapannya untuk keperluan dalam pesta. Sama halnya dengan berru perkaing juga juga akan menjawab dengan bersedia.

Orang tua peranak : Lias ate mo tuhu mendahi kene persinabul nami, berru, dengan sibeltek, perkaing dekket dengan sada kuta nami, asa rebakken mo nahan kita mengulaken si perlu ibas pesta idi. Bagendari sinderang mak deng kita mulak mi sapo ta genep asa mangan merorohken pedasna. Njuah-njuah.

‘Terima kasih kami ucapkan kepada persinabul, berru, dengan sibeltek, perkaing dan dengan sada kuta nami, harapan kami semoga kita sama-sama mengerjakan untuk keperluan pesta itu. Sebelum kita pulang ke rumah masing-masing kita makan bersama dengan seadanya. Njuah-njuah’.

Nantinya mengenai jadwal pelaksanaan balik ulbas tanggal tergantung kesiapan oleh sukut peranak, pihak peranak akan memberitahukan kepada kerabat yang sebelumnya ikut merunggu soal pelaksanaan balik ulbas itu.


(25)

Berikut analisis peristiwa tutur (PT1) dalam mertuptup/mertenggoraja (Musyawarah) menurut SPEAKING.

1. Setting dan Scence

Tuturan yang terjadi pada mertuptup/mertenggo raja (Musyawarah) terdapat setting yang dilangsungkan pada malam hari. Dalam percakakan tersebut terlihat jelas persinabul memberitahukan kepada semua orang yang hadir meminta agar pelaksanaan merunggu tersebut jangan sampai dimulai larut malam dan acara berlangsugnya di dalam rumah. Scence mengacu pada situasi tempat tuturan terjadi dari situasi formal dan peristiwa tutur tersebut harus menjadi perhatian serius dari semua pihak termasuk sukut peranak, perkaing, dengan sibeltek, dengan sibeltek dan berru.

2. Participant

Participant yang ada dalam peristiwa tutur adalah: - Sukut Peranak

- Berru - Perkaing

- Dengan Sibeltek - Persinabul - Dengan sakuta - Sinina


(26)

3. Ends

Tujuan pertuturan adalah terdapat komunikasi semua pihak yang hadir dalam mertuptup/mertenggoraja (Musyawarah). Dalam hal ini penutur termasuk sukut peranak dan persinabul menyampaikan harapan kepada kerabat dengan adanya niat dari pihaknya bahwa putra mereka akan melakukan balik ulbas ke rumah mertuanya. Kemudian pihak berru dan dengan sakuta sebagai pembantu jalannya balik ulbas menyatakan kesiapannya untuk menyukseskan acara itu.

4. Act

Dalam peristiwa tutur ini bahasa yang disampaikan oleh sukut peranak kepada semua undangan secara santun.

5. Key

Intonasi yang dipergunakan dalam mertuptup/mertenggoraja (Musyawarah) Ini adalah sukut peranak menyampaikan harapannya secara hormat dan pujian kepada seluruh undangan. Kemudian persinabul dalam ajakannya agar semua undangan masuk ke dalam rumah agar acara itu segera dimulai biasanya suaranya Pada saaat menyampaikan permintaan persinabul biasanya dengan nada tinggi namun tetap tertawa. Dikarenakan apabila persinabul menyampaikan dengan keras maka udangan tidak bersungut-sungut.

6. Instrumentalities

Semua yang terlibat dalam peristiwa tutur ini semuanya menggunakan dengan bahasa yang lisan.


(27)

Dalam peristiwa tutur ini semua dalam acara tersebut menggunakan etika yang sopan dan tetap menggunakan norma yang ada.

8. Genre

Bentuk genre yang terdapat dalam acara mertuptup adalah pihak sukut peranak menyampaikan pernyataan berupa harapan namun mengunakan peribahasa kepada semua yang hadir dalam merunggu tersebut ‘Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami, tapi oda terpersan kami. Jadi anggiat pengidon nami urupi kene kami memersan kayu Ara idi, ulang termela kami nang nang kita karina’. Artinya Dalam merunggu ini maksud adapun maksud dan tujuan kami mengundang keluarga semua sinina, berru dan dengan sada kuta bahwa dalam waktu dekat anak atau purmaen kami rencananya melaksanakan balik ulbas. Artinya: Dia telah menebang pohon Ara yang besar dan kami tidak mampu untuk mengangkatnya. Jadi kami mohon dibantu untuk mengangkatnya sehingga tidak dipermalukan.

4.2.2 Merkua/mendilo

Dalam penelitian ini informan mengemukakan objek penelitiannya di sawah karena dari jaman dulu hingga sekarang masyarakat Desa Ulumerah banyak menanam padi di sawah.

Inang berru : Njuah-njuah, merkade mang pana kene kaka?

‘Njuah-njuah, sedang ngapain kalian kaka’ (sebutan kepada saudara laki-laki).

Sinina : En mo menggogo sabah.


(28)

Inang berru : Kaka, doken kene lebe bana anggi saut ngo roh berunta deket kelanta balik ulbas idi.

‘Kaka, sampaikan pesan kepada anggi (Sebutan kepada laki-laki yang merupakan abang kandung laki-laki adek suami si perempuan/saudara laki-laki atau dengan sibeltek) putri dan menantu akan melaksanakan balik ulbas’.

Sinina : Dahari kin pana nina roh? ‘Kapan mereka datang?’

Inang berru : Enggo jumpa penelangkenta dekket penelangken peranak I onan buari, magahken minggu en roh mo kalak idi.

‘Sudah jumpa penelangken/anak berru kita dan anak berru pihak laki-laki di pajak kemarin bahwa Minggu ini mereka datang’.

Sinina : Mula enggo tuptup kalak idi selloh ngo tuhu i, nai kade ngo pana sipetupaen ta?

‘Kalau sudah seperti itu hasil musyarah mereka itu sudah baik, apa yang harus kita persiapkan?’

Inang berru : Rebakken mengoge mo nahan kita kade luah, menum deket mangan merorohken pedasna sambing.

‘Sama-sama kita membuka apa oleh-oleh mereka, minum dan makan yang hangat saja’.


(29)

‘Sudah bagus itu Kaka, datangpun kami dan kami juga mencari leto-leto’. (Ayam yang akan dibawa diistilahkan dengan burung puyuh yang kecil. Padahal nantinya dibawa ayam yang besar).

Inang berru : Kupema ngo pekiroh ndene da.

Kami sangat menantikan kehadiran kalian. Kaka : Kade kin nemmu kak/oe?

‘Apa kaka?’ (Kaka menanyakan maksud dan tujuan kedatangan sampai ke sawah).

Inangberru : Trenget pekiroh kelanta kin ngo minggu adenang, ning balik ulbas ngo nina berru deket kelanta buari.

‘Maksud kedatangan kelanta (menantu laki-laki) Minggu depan mereka datang untuk balik ulbas berru dan kelanta kemarin’.

Kaka : Enggo selloh idi, rebakken mengadepi mo kita. ‘Sudah bagus itu, mari kita sama-sama menunggu’.

Inangberru : Pokokna roh mo kene duana, jogoh sambing pe isi enggo mparas, asa idah kula-kula ta ndai mang kita meduk.

‘Yang penting kalian (kaka dan anggi) datang hanya duduk disitu sudah bagus ketika dilihat kula-kulanta (pihak laki-laki) kita banyak’. Kaka/anggi : Nda nola, roh pe kami

‘Tidak mungkin kami tidak datang’.

Secara terpisah dalam peristiwa tutur merkua/mendilo yang harus dilaksanakan pihak perberru dan peranak adalah masing-masing menyuruh penelangkeennya soal


(30)

jadwal balik ulbas. Penelangkeen peranak untuk menyampaikan informasi kepada penelangkeen perberru soal jadwal pelaksanaan balik ulbas.

Hal tersebut diperkuat dengan penyampaian narasumber penulis Nik’an Berutu pertemuan antara penelangkeen perberu dan peranak terjadi disebabkan masalah alat komunikasi seperti telepon seluler, surat menyurat serta lokasi yang sangat berjauhan pada jaman dahulu.

Berikut peristiwa tutur pertemuan penelangken perberu dan peranak yang lokasinya berada di pasar (onan).

Penelangken peranak : Njuah-njuah………..bang atau eda (cara panggilannya tergantung penelangken yang diutus. Kalau menantu laki-laki/kela) panggilannya bang dan jika eda (penelangke adalah adalah putri sukut).

‘Njuah-njuah………bang atau eda’. Penelangken perberru : Njuah-njuah bang, eda, kadekin berita?

‘Njuah-njuah, apa berita?’

Penelangken peranak : Menum mo kita lebbe asa pe nahan mersukuten aku.

‘Minum kita dulu, baru kita mulai pembicaraan kita’. (Biasa lokasi perbicangan di warung kecil di pasar).

Penelangken perberru : Berita kade ngo pana simahan bagahenken ndene, nda mang lot merubati beru berru name buari marang pe mengalo mendahi simatuana?

‘Apa berita yang harus disampaikan, apakah putri kemarin ada melawan kepada mertua?’.


(31)

Penelangken peranak : Berita mende ngo sinaing kubagahken, janah ukum berru ndene idi mende ngo pengelakokan janah patuh mersimatua, soh bagendari nda deng mango lot kidah rana kalak.

‘Berita baik yang hendak kami sampaikan, dan berru itu kelakuannya sangat baik kepada mertua, sampai sekarang belum ada bisikan tetangga soal perlakukannya’.

Penelangkeen perberu : Lias ate, enggo toko tuhu idi, imo da ulang mango nemuken berru nami idi njahat.

‘Terima kasih, sudah baik itu, dan kami berharap berru itu tidak jahat’.

Penelangken peranak : Bagen oe, nggo dos tuptup karina pamilinta ndor-ndor en naing balik ulbas mo kami. Sekalian kitedoh mang kalak idi nina.

‘Seperti ini, kami bersama sekeluarga (sukut peranak) sudah bermusyawarah bahwa dalam waktu dekat kami akan melaksanakan balik ulbas, sekalian melepas rasa kangen pengantin’.

Penelangkeen perberu :Bagi mula bagi ngo niat ndene berita kupesoh pe berita en mikuta. Janah dahari nola pekiroh ndene?

‘Kalau sudah seperti itu keinginan keluarga kabar ini akan disampaikan ke kampung. kapan rencana datang?’.

Penelangkeen peranak : Mula tutup nami, enggo ititi ari minggu adenang mo kami roh.


(32)

‘Kalau perencanaan kami, minggu depan kami akan datang’. Penelangkeen perberu : Kade mang pejukuten iembah kene?

‘Apa daging (penjukuten) yang dibawa?’

Penelangkeen peranak : Merorohken pedasna mo janah tong mango merembah luah bagi cemalna merembah gule.

‘Sayur yang hangat dan seperti biasanya kami akan membawa daging’.

Penelangkeen perberru: Mula bagi enggo tuptup ta karina kupesoh pe berita en mi kuta.

‘Kalau seperti itu musyawarah keluaga, kabar ini akan saya sampaikan ke kampung’.

Penelangkeen peranak : Lias ate mo tuhu, nai idi kin ngo kessa berita simahan pesohen name mendahi kene, en pe balik mo kami lebbe.

‘Terima kasih, inilah kabar yang kami sampaikan, dan sekarang saya harus pergi’.

Penelangkeen perberru : Kami ngo mendoken lias ate, kumerna kene ngo sinaing roh. Njuah-njuah.

‘Kami yang seharusnya menyampaikan terima kasih, karena kalianlah yang akan datang. Njuah-njuah. (Penelangkeen peranak kemudian pergi)’.


(33)

Berikut analisis peristiwa tutur (PT2) dalam merkua/mendilo dalam SPEAKING. 1. Setting dan Scence

Tuturan pada merkua/mendilo untuk setting berlangsung pada siang hari karena menurut sumber penulis di Ulumerah merkua/mendilo sebaiknya dilaksanakan pada siang hari. Dalam percakapan ini terlihat jelas inang niberru mendatangi keluarga dekatnya di sawah.

Sementara untuk peristiwa tutur merkua/mendilo dalam tuturan penelangken perberu dan peranak juga berlangsung pada siang hari tepatnya di pasar. Untuk scence tahapan merkua/mendilo dan pertemuan penelangken perberru dan penelangken peranak dan inang niberru dan kerabatnya berlangsung tidak resmi. 2. Participant

Participant yang ada dalam peristiwa tutur adalah: - Inang niberrru

- Kaka - Anggi

- Penelangkeen perberru - Penelangkeen peranak 3. Ends

Tujuan tuturan tersebut adalah inang niberru menyampaikan undangan kepada saudaranya bahwa putri dan menantunya akan datang melaksanakan balik ulbas. Kemudian dalam pertemuan penelangkeen perberru dan penelangkeen peranak menyampaikan informasi bahwa pihak peranak akan melaksanakan balik ulbas dalam waktu dekat.


(34)

4. Act

Dalam peristiwa tutur ini bahasa yang disampaikan oleh sukut peranak kepada semua undangan dengan menggunakan bahasa yang santun. Kemudian tujuannya pembicaraan penelangkeen peranak dan penelangkeen perberru untuk menyampaikan informasi kepada penelangkeen perberru di pasar soal kedatangan pihak peranak untuk melaksanakan balik ulbas juga menggunakan bahasa yang santun.

5. Key

Intonasi yang dipergunakan dalam merkua/mendilo yang dilakukan oleh inang niberru menyampaikan harapan kepada seluruh keluarga dapat hadir dalam pelaksanaan balik ulbas anaknya.

Sementara tuturan penelangkeen perberru dan penelangkeen peranak di pasar bertujuan untuk mengajak dan memberikan informasi kepada pihak perberru agar nantinya datang pada saat pesta.

6. Instrumentalities

Semua yang terlibat dalam peristiwa tutur ini semuanya menggunakan dengan bahasa yang lisan.

7. Norms

Dalam peristiwa tutur ini semua dalam acara tersebut menggunakan etika yang sopan dan tetap menggunakan norma yang ada.


(35)

4.2.3 Pertording (Jalannya) Balik Ulbas

Ketika jadwal yang ditentukan telah tiba peranak (pihak laki-laki) berangkat ke rumah pihak orang tua perempuan untuk melaksanakan pesta balik ulbas. Semua perlengkapan yang akan dibawa seperti nakan luah (oleh-oleh nasi lengkap) dan daging ayam yang mersendihi (potongan ayam secara adat Pakpak) telah dipersiapkan selengkap mungkin. Berikut peristiwa tuturnya.

Peristiwa tutur (PT3) Pertording Balik Ulbas Perberru : Kade berita?

‘Bagaimana kabar?’.

Peranak : Berita njuah-njuah beak gabe ncayur ntua. ‘Kabar baik dan sehat-sehat’.

Perberru : Masuk mo kita misapo, njuah-njuah-njuah-njuah, oang-oang- oang.

: ‘Masuklah kita kedalam rumah’. (Kedua belah pihak mengucapkan Njuah-njuah njuah, Oang- oang-oang dan perberru menaburkan beras tiga kali keatas).

Sesampainya di rumah perempuan, orang tua perempuan kemudian menyiapkan belagen dinding ulu (tikar putih). Dalam pelaksanaan balik ulbas jaman dahulu anak-anak kela (pendamping laki menantu laki-laki) selalu berada di samping anak kela tujuannya anak-anak kelalah yang mempersiapkan keperluan anak kela.

Usai pihak peranak sampai di rumah perberru, nasi yang dibawa oleh peranak tadi kemudian dihidangkan untuk makanan bersama dengan semua keluarga pihak perberru termasuk sinina dan dengan sibeltek, berru, perkaing dan kerabat


(36)

yang paling dekat terutama tetangganya di kampung itu. Dan pihak peranak kemudian bersama nasi yang telah di bawa oleh pihak peranak diberikan satu oles (kain) yang disebut dengan oles lemlem nakan (kain yang dipergunakan dalam adat Pakpak).

Persinabul : Lias ate mo tuhu mendahi raja kula-kula nami enggo merandal

penjaloen ndene I ibas cegen ni ari en. Ibas ni lot ngo ndai tuhu luah sini embah nami merorohken bulung-bulung. Pekiroh nami en, enggo tedoh iakap kami deket berru ndene mendahi nampuhun, puhun deket karina pamili

‘Terima kasih kepada kula-kula (orang tua perempuan) sudah menyambut kedatangan kami dengan baik pagi hari terbit matahari. Dalam hal ini ada oleh-oleh yang kami bawa dengan sayur-sayur. Kedatangan kami ini adalah karena kami sudah kangen kepada paman dan bibi serta semua keluarga’.

Kela : Ue, nampuhun/puhun nda lot kade terberre kami ibas pekiroh nami

en. Teka mo kaduan kenan cinari kami beak gabe njuah-njuah mi juma mi rumah mi joloen nen asa makin ngatina kami roh.

‘Ya, puhun (paman) dan nampuhun (bibi) idak ada yang bisa kami berikan lebih dalam kedatangan kami ini. Semoga kedepan kami akan mendapat rejeki yang berlimpah dan sehat-sehat ke ladang dan ke rumah supaya kedepan kami akan sering datang’.


(37)

Berru : En mo tuhu pa nange pangan kene nakan iembah kami merdengan bulung-bulung nda deng lot kade terberre kami, sodipken kene kami asa kenan cinari mi podin nen. (Kela dan berru menyerahkan nasi dan ayam yang mersendihi kepada orang tuanya).

‘Inilah ayah dan ibu makanlah nasi yang kami bawa dengan sayuran saat ini belum ada sesuatu yang bisa kami berikan’.

Persinabul : Breken kene mo mandar idi asa icabingken pedas iakap deket

saong-saongna.

‘Berikan mandar (kain) itu supaya dipakai hangat dirasakan serta menjadi pelinding kepala’.

Berru dan kela: En mo tuhu nange pa pake kene mo mandar en asa lot mahan cabing ndene asa pedas perukuren ndene. (Bage cemalna berruna memaing mandar I babo bara kalak idi I babo partua namberru idi). ‘Ibu dan ayah pakailah kain ini semoga untuk menjadi pelindung badan dan ketenangan hati ayah dan ibu. (Biasanya putri langsung membuat pakaian di atas pundak kedua orangtuanya)’.

Perberru : Lias ate mo tuh berru deket kela nami, ijalo kami enggo panganen merasa, asa mipodin nen kenan cinari mo kene meranak merberu. Asa mpagit mo darohmu ulang singgaren.

‘Terima kasih anak dan menantu kami, kami terimalah makanan yang enak, supaya kedepan kalian mendapatkan rejeki dan mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Supaya darah kalian pahit (tidak mudah sakit) dan jangan sakit-sakit’.


(38)

Usai menyematkan kain kepada orang tua perempuan, pihak perempuan kemudian mempersilahkan kepada rombongan pihak peranak untuk makan bersama. Biasanya, jaman dahulu pihak perempuan atau sukut juga sudah mempersiapkan makanan yang secukupnya untuk keluarga yang hadir. Berikut percakapannya:

Perberru : Enmo dahke, kene kade-kade nami, bagen mo kessa terpetupa kami, mangan mo kene merorohken pedasna

Hanya ini yang dapat kami sungguhkan dengan harapan tidak mengingat lauk yang enak di rumah bapak-bapak.

Selanjutnya, perwalilan dari pihak perempuan menyampaikan perumpaan:

‘Ketak-ketik mbelgah palu-paluna, bagen pe I petupa kami dak mbelgah mo pinasuna’. Artinya sesederhanapun makanan yang dihidangkan pihak sigadis agar mendatangkan berkat, lalu dilanjutkan dengan makan bersama, (Berutu, 2006:15).

Berikut analisis peristiwa tutur (PT3) dalam pertording (jalannya) balik ulbas menurut SPEAKING.

1. Setting dan Scence

Tuturan yang terjadi pada pertording (jalannya) balik ulbas terdapat setting yang dilangsungkan pada pagi hari. Menurut narasumber kepada penulis bahwa pada jaman dahulu pihak peranak selalu mempertimbangkan waktu tiba di rumah pihak perempuan. Waktu yang paling tepat menurut sumber adalah pagi sampai siang hari. Scence mengacu situasi tempat tuturan terjadi situasi formal karena dalam peristiwa tutur ini sukut perberru, sukur peranak, perkaing, dengan sibeltek, dan berru. 2. Participant


(39)

- Perberru - Berru - Perkaing

- Dengan Sibeltek - Persinabul - Dengan sakuta - Sinina

- Kella 3. Ends

Tujuan pertuturan adalah terdapat komunikasi semua pihak yang hadir dalam pertording (jalannya) balik ulbas. Dalam hal ini penutur termasuk sukut peranak dan persinabul menyampaikan harapan kepada kerabat dengan adanya niat dari pihaknya bahwa putra mereka akan melakukan balik ulbas.

4. Act

Dalam peristiwa tutur ini bahasa yang disampaikan oleh peranak kepada semua pihak yang hadir dalam acara tersebut menyampaikan harapannya secara hormat dan pujian dengan secara santun.

5. Key

Intonasi yang dipergunakan dalam pertording (jalannya) balik ulbas ini perberru menyampaikan harapannya secara hormat kepada seluruh undangan. Selain itu, Kemudian persinabul dalam ajakannya agar semua undangan masuk kedalam rumah agar acara itu segera dimulai biasanya suaranya dengan nada tinggi namun


(40)

tetap tertawa. Dikarenakan apabila persinabul menyampaikan dengan keras maka udangan akan bersungut-sungut.

6. Instrumentalities

Dalam peristiwa tutur ini semua menggunakan etika yang sopan dan tetap menggunakan norma yang baik. Dari keseluruhan percakapan PT3 baik antara sukut dengan persinabul semuanya kompak dan sudah saling mengenal sehingga musyawarah itu berjalan dengan baik.

7. Norms

Dalam peristiwa tutur ini semua dalam acara tersebut menggunakan etika yang sopan dan tetap menggunakan norma yang ada. Dalam norms ini biasanya sukut pernaklah yang memberitahu, memerintah, bertanya, minta maaf, basa-basi, mengkritik, dan sejenisnya. Bentuk genre yang terdapat dalam acara mertuptup adalah pihak sukut peranak menyampaikan berupa pernyataan dengan berupa harapan dengan mengunakan peribahasa.

4.2.4 Memereken Luah

Peristiwa tutur (PT4) memereken luah ini dilaksanakan usai pihak peranak dan pihak perempuan dan kerabat yang hadir makan bersama-sama di rumah sukut perempuan. Kemudian pihak perempuan akan bergegas ditemani putrinya untuk membagikan oleh-oleh kepada kerabat satu kampung. Oleh-oleh yang dibagikan berupa garam dan ikan. Kalau oleh-oleh ini memang harus diberikan kepada kerabat sebagai tanda pelaksanaan balik ulbas.


(41)

Inang berru : Njuah-njuah oe, dike ngo pana kene?

‘Njuah-njuah oe (panggilan akrab), dimananya kalian?’.

Sinina : En I dapur, kade kin pana penting oe? ‘Ini di dapur, apa yang penting oe?’.

Inang berru : Enggo saut berrunta buari balik ulbas nai lot iembah kalak idi luahna. Sudah terlaksana balik ulbas putri kita itu dan ada dibawa mereka oleh-olehnya.

‘Sudah terlaksana putri kita balik ulbas dan mereka ada membawa oleh-oleh’.

Sinina : Enggo tuhu toko idi. Kami menjalo ngo kessa dibetoh deket balas na nda kade.

‘Sudah bagus itu. Kami menerima yang tau dan balasannya tidak ada’.

Inang berru : Pokokna rebakken kita menangiangken kalak idi, asa tekka kenan cinari.

‘Yang penting sama-sama kita mendoakan mereka supaya mudah mendapatkan rejeki’.

Sinina : Imo tuhu. (Jika sebelumnya dengan sakuta ini masih mempunyai hubungan dekat dan ketika waktu pesta dia sebagai peroles kedek


(42)

maka dia juga turut memberikan ayam). Nai breken kene mamo nahan manuk ken da ketek pe idi asa soh kessa boi I roroh berunta deket kelanta ti. Seoalnya semalam kami tidak bisa datang.

‘Semoga terkabul. Berikan nanti ayam kecil ini supaya sampai di rumahnya bisa dimasak berru dan kela kita itu. Soalnya semalam kami tidak bisa datang’.

Inangberru : Lias ate, kupesoh pe.

‘Terima kasih, akan saya sampaikan’.

Berikut analisis peristiwa tutur (PT4) dalam memereken lua dalam SPEAKING. 1. Setting dan Scence

Tuturan yang terjadi pada memereken luah yang menjadi settingnya dilangsungkan pada sore hari karena kebanyakan keluarga satu kampung baru pulang dari ladang. Untuk scence mengacu pada situasi tempat tuturan terjadi dari situasi tidak formal dan tempatnya tidak menentu terkadang di ruang tamu dan juga dapur.

2. Participant

Participant yang ada dalam PT4 memereken luah adalah: - Inang berru/ibu dari putri yang melakukan balik ulbas - Saudara satu kampung

- Kaka - Berru


(43)

3. Ends

Tujuan pertuturan adalah inang berru bermaksud menyampaikan bahwa sukut peranak termasuk putri dan menantunya melaksanakan pesta balik ulbas. Maksud lain adalah orang inang niberru (orang tua perempuan) memberikan oleh-oleh kepada semua kerabat dekat dan satu kampung yang tidak sempat ikut makan bersama. Biasanya oleh-oleh yang dibawa adalah garam, kepala yang dibagikan secara merata.

4. Act

Dalam peristiwa tutur ini bahasa yang disampaikan oleh sukut peranak kepada semua undangan disampaikan dengan secara santun.

5. Key

Intonasi yang dipergunakan dalam memereken luah peran inang niberru dan berru sangat diperlukan sekali dan kaka sakuta. Biasanya inang niberru masuk ke dalam rumah tetangga untuk memberikan oleh-oleh yang dibawa putri untuk balik ulbas. Inang niberru menyampaikan dengan penuh candaan kepada tetangga. Bianya pemberiaan oleh-oleh ini adalah betujuan biar jangan ada dikemudian pertanyaan masyarakat soal jadwal pelaksanaan balik ulbas putrinya.

6. Instrumentalities

Semua yang terlibat dalam peristiwa tutur ini semuanya menggunakan dengan bahasa yang lisan termasuk dalam penyampaian inang niberru kepada kerabat. 7. Norms

Dalam peristiwa tutur ini semua menggunakan etika yang sopan dan tetap menggunakan norma yang ada.


(44)

8. Genre

Bentuk genre yang terdapat dalam peristiwa tutur memereken luah inang niberru menyampaikan harapan dan doa agar putri dan menantunya diberikan rejeki. 4.2.5 Peberkaten Mulak

Peristiwa tutur (PT5) peberkaten mulak

Peranak : Raja nikula-kula nami, naing ngo katenami ndekah tading kami isaponta enda, cuman nda deng terbaing kumerna mbue ngo ulan ma ikuta.

‘Kula-kula kami, kami juga ingin lama tinggal di rumah ini, tetapi saat ini belum bisa karena masih banyak pekerjaan di kampung’.

Perberru : Kate nami pe bagi ngo, nda deng ngo nemmu palum tedoh ndiri mendahi kene karina nda deng ngo pulak. Iasa bakune mo simendena. ‘Keinginan kami juga seperti itu, sepertinya rasa kangen kali belum terobati. Tetapi bagaimana yang terbaik’.

Peranak : Imo tuhu raja nikula-kula nami, iasa kami kenah mulak. Seperti itulah raja nikula-kula kami, kami harus pulang.

Perberru : Bage mangan mo kita lebbe cegen niari en rebakken, asa bage perkeke mataniari en mo pencarinta karina meraduna.

‘Kalau seperti ini makanlah kita bersama-sama, supaya seperti terbitnya mataharilah rejeki kita’.

Usai makanan semua dihidangkan maka pihak perberru kemudian memberikan adat kepada pihak peranak. Berikut peristiwa tuturnya.


(45)

Peranak : Enggo mo tuhu ipangan kami panganen merasa I pehantar kene raja kula-kula nami, nda ngo terbalas kami deng, asa tangiangken kene mo anak deket berru ndene.

‘Kami sudah makan yang lezat telah dihidangkan kula-kula kami, dan itu semua belum bisa kami membalasnya karena itu doakan anak dan putri mudah mendapatkan rejeki’.

Perberru : Imo tuhu, kene pe berru deket kelangku berju kene merorangtua deket mersimatua, asa kenan cinari kene deket tubuhen berru deket tubuhen anak kene.

‘Itulah benar, kalian putri dan menantuku kalian harus baik kepada mertua, supaya mudah mendapatkan rejeki dan segera mendapatkan momongan anak peremuan dan laki-laki’.

Berru : Imo tuhu nange, bapa tagiangken kene kami. Itulah sesungguhnya ibu, ayak diakan kalian kami.

Peberru : En mo oles ibreken kami, nda lot deng pemalas nami kade. Mula manuk en nahan pakani kene asa lot mahan perinan ndene.

‘Inilah oleh kami berikan, belum ada balasan kami. Ayam ini nantinya kalian jadikan menjadi induknya’.

Usai perberru menyerahkan oles senjalaken kepada pihak peranak semua keluarga bersalaman dan langsung berpamitan.

Berikut analisis peristiwa tutur (PT1) dalam perberkaten mulak menurut SPEAKING. 1. Setting dan Scence


(46)

tuturan yang terjadi pada peberkaten mulak terdapat setting dalam peristiwa tutur tersebut dilangsungkan pada pagi hari sesuai dengan pernyataan pihak laki-laki meminta kepada sukut perberru mohon izin pulang. Sedangkan untuk scence dari peristiwa tutur peberkaten mulak itu mengacu pada situasi tempat tuturan terjadi tidak resmi pada saat pihak peranak meminta izin pulang. kemudian situasi tersebut menjadi formal dan semua pihak perempuan dan laki-laki termasuk sinina dan perkaing akan makan bersama sehingga acara tersebut menjadi resmi.

2. Participant

Participant yang ada dalam PT5 adalah: - Peranak

- Berru/sibalik ulbas - Perkaing

- Dengan sakuta - Persinabul - Sinina 3. Ends

Tujuan pertuturan peristiwa tutur peberkaten mulak adalah pihak peranak mmenyampaikan izin kepada perberru bahwa mereka segera pulang kampung karena masih banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan di rumah.

4. Act

Dalam peristiwa tutur ini bahasa yang disampaikan oleh sukut peranak kepada semua undangan disampaikan dengan secara santun. Sementara dalam penyampaian


(47)

berru/sibalik ulbas kepada orang tua saat memberikan pakaian juga menggunakam bahasa yang sopan dan lebut.

5. Key

Intonasi yang dipergunakan dalam peberkaten mulak adalah pihak pernak menyampaikan rasa terima kasih kepada perberru yang telah menghidangkan makanan berhadapan mereka. besar harapan peranak ketika anak dan menantunya berhasil akan membalas kebaikan dari pihak perberru.

6. Instrumentalities

Semua yang terlibat dalam peristiwa tutur peberkaten mulak ini semuanya menggunakan dengan bahasa yang lisan seperti peranak, perberru, berru dan dengan sibeltek/sinina mengguanakan bahasa yang lisan.

7. Norms

Dalam peristiwa tutur ini semua dalam acara tersebut menggunakan etika yang sopan dan tetap menggunakan norma yang ada baik antara peranak dengan perberru. 8. Genre

Bentuk genre yang terdapat dalam acara peristiwa tutur peberkaten mulak adalah pihak peranak menyampaikan harapan dengan menggunakan peribahasa agar anak dan menantunya mendapatkan rejeki yang berlimpah. Sama halnya dengan pihak perberru yang juga menyampaikan harapan besar agar putri dan menantunya berhasil dimanapun berada.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab akhir dari skripsi ini penulis menarik kesimpulan yang di dasarkan pada uraian bab-bab sebelumnya dan memberikan saran sebagai bahan pertimbangan bagi pembaca terutama yang menyangkut peristiwa tutur balik ulbas dalam perwakinan masyarakat Pakpak.

5.1 KESIMPULAN

1. Upacara balik ulbas berasal dari kata balik dan ulbas. Balik artinya pulang sedangkan ulbas artinya jejak. Kata ulbas sering juga diistilahkan untuk jejak hewan buruan. Jadi, balik ulbas artinya menapak jejak. Pada upacara perkawinan Pakpak usai melangsungkan pesta, kela dan berru diwajibkan tinggal di rumah orang tua perempuan selama 2-4 malam agar perkawinan itu dianggap lengkap atau yang disebut dengan balik ulbas.

2. Dalam tahapan pelaksanaan balik ulbas di desa Ulumerah di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu biasanya pelaksanaan balik ulbas secara berurutan mulai mertuptup/mertenggo raja (musyawarah), merkua/mendilo, pertording (jalannya) balik ulbas, memereken nakan luah dan peberkaten mulak sukut peranak. Sebab bila tidak dijalankan dengan benar maka banyak upacara balik ulbas tersebut tidak berjalan baik. Hanya saja sekarang ini tahapan pelaksanaan balik ulbas itu dipersingkat karena kondisi waktu sukut peranak dan sukut perberru.

3. Peristiwa tutur balik ulbas pada dilaksanakan di rumah sukut perberru, sebab pihak peranak yang mengunjungi rumah sukut perberru. Akan tetapi persiapan


(49)

di rumah sukut peranak tetap dilaksanakan yaitu untuk membahas persiapan menuju rumah sukut perberru.

4. Dalam peristiwa tutur balik ulbas inilah adalah kesempatan berru (yang melaksanakan balik ulbas) untuk menyampaikan segala keluhan, persoalan rumahtangga kepada inangniberru (ibu). Sebab mulai pesta perkawinan biasanya berru tidak ada berjumpa dengan ibunya.

5. Pihak-pihak yang terlibat di dalam peristiwa tutur ini adalah sukut peranak, sukut perberru, perkaing, berru, kela, dengan sibeltek, kaka, anggi, anak berru, penelangkeen perberru, penelangkeen peranak dan persinabul. Pada pelaksanaannya semuanya mempunyai peranaan penting dalam melangsungkan balik ulbas pada masyarakat Pakpak.

6. Keperluan adat seperti ayam, oles (kain), kembal (sumpit) dan lain sebagainya, dalam pelaksanaan balik ulbas jika penuhi semuanya maka sangat rumit. Apabila pihak sukut peranak dan dengan sibeltek, perkaing kompak dalam menghadapi perberru maka menyediakan keperluan tersebut akan lebih mudah. Sebab dalam adat Pakpak untuk balasan adat sudah ada ketentuan masing-masing misalnya perkaing peranak akan membalas adat perkaing perberru sehingga jika dijalankan dengan benar akan mudah.

7. Pelaksanaan balik ulbas bertujuan mempererat hubungan pihak perberru dan peranak dan Sulang silima: Struktur kekerabatan yang terdiri atas lima bagian perisang-isang, perekur-ekur (bungsu), pertulan tengah, (anak tengah), takal peggu (berru), tulan tengah (kula-kula).


(50)

5.1 SARAN

Pada akhirnya setelah memperhatikan dan menganalisa tahapan dan peristiwa tutur balik ulbas dalam perkawinan masyarakat Pakpak maka penulis dapat memberi saran:

1. Melihat pentingnya fungsi pelaksanaan balik ulbas dalam upacara perkawinan masyarakat Pakpak maka peran dari tokoh adat untuk memberikan pengajaran kepada kaum muda soal tahapan pelaksanaan balik ulbas sangat diperlukan agar generasi muda tetap mengetatahui tahapan pelakasanaan balik ulbas. Tanpa demikian dikwatirkan, Pakpak akan kehilangan identitas dirinya dan tidak mampu merekayasa budayanya sesuai dengan tuntutan jaman yang disebut dengan “Oda terjujung lupona”, maksunya tidak bisa menunjukkan jati dirinya.

2. Karya tulis tentang kebudayaan Pakpak harus harus diperbanyak tujuannya adalah untuk melestarikan dan merevitalisasi sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan jaman.


(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kajian pustaka dimuat dengan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Penulis harus mencari dan mengumpulkan data-data yang akurat serta buku-buku acuan yang relevan, atau yang ada hubungannya dengan objek yang di teliti.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Buku-buku yang digunakan dalam penelitian adalah buku-buku sosiolinguistik dan adat perkawinan dalam suku Pakpak seperti: Adat dan tata cara perkawinan suku Pakpak oleh Lister Berutu dan Tandak Berutu (2006). Kemudian ada buku yang berjudul Tradisi dan Perubahan Kasus Pakpak Dairi oleh Lister Berutu dan Nurbani Padang (1997), dalam buku Abdul Chaer dan Leoni Agustina (2010) yang berjudul Sosiolinguistik Perkenalan Awal dan buku Pengantar Linguistik oleh Aslinda dan Leni Syafyahya (2007).

Dalam buku Syafyahya dan Leni Syafyahya (2007:31) dalam buku pengantar sosiolinguistik mengatakan terjadinya interaksi linguistik untuk saling menyampaikan informasi antara dua belah pihak tentang satu topik atau pokok pikiran, waktu, tempat dalam situasi itulah yang disebut dengan peristiwa tutur.

Selanjut menurut Vinni Mariana Lubis dalam skripsinya yang berjudul peristiwa tutur mengokal holi (2015) disebutkan bahwa dalam peristiwa tutur mangokal holi terjadi interaksi antara hula-hula, boru dan dongan tubu.


(52)

2.2 Teori Yang Digunakan

Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang akan dibahas, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan terjawab. Berdasarkan judul skripsi ini maka teori yang digunakan untuk mengkaji upacara adat balik ulbas dalam Perkawinan Masyarakat Pakpak Di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu Kabupaten Pakpak Bharat adalah teori Sosiolinguistik yang mencakup tentang perisiwa tutur.

Dalam setiap proses komunikasi terjadilah peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi tutur. Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Seperti yang terjadi dalam keadaan sehari-hari; proses tawar menawar di pasar, rapat di gedung dewan, dsb. Dell Hymes (1972) dalam buku Chaer dan Leony (2010:48) menyebutkan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah:

S (= Setting and scene) P (= Participants)

E (= Ends : purpose and goal) A (= Act sequences)

K (= Key : tone or spirit of act) I (=Instrumentalities)


(53)

N (= Norms of interection and interpretation) G (= Genres)

1. Setting and scene

Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Scene pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Untuk menemukan setting dan scence dalam upacara balik ulbas berikut contoh peristiwa tutur balik ulbas dalam tahap mertuptup/mertenggo Raja (Musyawarah)

Sukut/Orangtua peranak : Engo itengoi kene karina dengan sibeltek, berru deket perkaing buari?

‘Sudah dipanggil semua dengan sibeltek, berru dan perkaing kemarin?’.

Berru mbelen : Ue pun/nampuhun ‘Ia paman dan bibi’.

Sukut/Orangtua peranak : Bage doken mo misapo kita karina! ‘Kalau seperti itu ke rumah kita semua’.

Persinabul : Ulang sanga takuak nola manuk asa tubennai siulanta.

‘Jangan sampai ayam berkokok baru kita mulai pekerjaan kita’.

Dengan sibeltek : Katengku enggo boi simulai en, enggo mo isen kita karina sulang silimata masuk mo kita mi bages.


(54)

‘Menurut saya sudah bisa kita mulai, sudah kita sudah disini semua sulang silima’. (Struktur kekerabatan yang terdiri atas lima bagian yaitu perisang-isang, perekur-ekur (bungsu), pertulan tengah (anak tengah), takal peggu (berru) dan tulan tengah (kula-kula). Berutu (2006:58).

Persinabul : Situbennai mo katengku runggu ta enda, nai mula ari balik ulbas.

‘Mari kita mulai musyawarah ini, jadi mengenai hari pelaksanaan balik ulbas’.

Sukut/orangtua peranak : Mendahi kene senina nami, asa kudiloi kami pe kene asa naing balik ulbas ngo anakta deket purmaen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami, tapi oda terpersan kami. Jadi anggiat pengidon nami urupi kene kami memersan kayu Ara idi, ulang termela kami nang nang kita karina.

‘Kepada kerabat kami sinina dan terutama berru, undangan kami ini tujuannya untuk memberitahukan bahwa anak atau purmaen kami rencananya untuk segera balik ulbas. Dia telah menebang pohon Ara yang besar dan kami tidak mampu untuk


(55)

mengangkatnya. Jadi kami mohon dibantu untuk mengangkatnya sehingga tidak dipermalukan’.

Lalu undangan yang hadir seperti sinina lainnya dan berru dipersilahkan oleh juru bicara untuk menanggapi pernyataan sukut tersebut.

Berru : Mula enggo bagi arih ta karina, enggo tuhu selloh idi. Kami pe berru enggo siap mengurupi idi.

‘Kalau seperti itu musyawarahkan kita bersama, sudah bagus itu. Kami semuanya berru akan siap membantu acara itu’.

Sukut/orang tua peranak : Lias ate mo tuhu. ‘Terima kasih’.

Usai merunggu maka semua yang hadir dalam acara itu dipersilahkan untuk makan sebagai ucapan terima kasih agar pesta balik ulbas nanti bisa berjalan dengan baik.


(56)

Dari hasil percakapan di atas maka percakapan tersebut terjadi di dalam rumah.

Orangtua peranak : Bage doken mo misapo kita karina! ‘Kalau seperti itu ke rumah kita semua’. Kegiatan tersebut dilangsungkan pada malam hari.

Persinabul : Ulang sanga takuak nola manuk asa tubennai si ulanta.

‘Jangan sampai ayam berkokok baru kita mulai pekerjaan kita’.

Sementara scene mengacu pada situasi tempat tidak formal karena peserta runggu belum semua berada di dalam rumah.

2. Participants

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).

- Sukut/Orang tua peranak - Dengan sibeltek

- Persinabul - Berru - Perkaing - Berru mbelen


(57)

3. Ends

Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara namun, para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

Maka dari peristiwa tutur diatas maksud dan tujuan meruggu tersebut disampaikan dengan orang tua peranak kepada keluarga yang hadir soal pelaksanaan balik ulbas itu. Berikut maksud dan tujuannya.

Sukut Orang tua peranak : Mendahi kene senina nami, asa kudiloi kami pe kene asa naing balik ulbas ngo anakta deket purmaen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami, tapi oda terpersan kami. Jadi anggiat pengidon nami urupi kene kami memersan kayu Ara idi, ulang termela kami nang nang kita karina.

‘Kepada kerabat kami sinina dan terutama berru, undangan kami ini tujuannya untuk memberitahukan bahwa anak atau purmaen kami rencananya untuk segera balik ulbas. Dia telah menebang pohon Ara


(58)

yang besar dan kami tidak mampu untuk mengangkatnya. Jadi kami mohon dibantu untuk mengangkatnya’.

4. Act sequence,

Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujuran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan toping pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda.

Orang tua peranak dalam menyampaikan ujaran kepada saudara dan seninanya dengan bahasa yang lembut. Atau dalam bahasa Pakpak mengelek (memohon).

Mendahi kene senina nami, asa kudiloi kami pe kene asa naing balik ulbas ngo anakta deket purmaen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami. Ibaing itabah ngo kayu Ara mbelen mahan embahen nami, tapi oda terpersan kami. Jadi anggiat pengidon nami urupi kene kami memersan kayu Ara idi, ulang termela kami nang nang kita karina.

‘Kepada kerabat kami sinina dan terutama berru, undangan kami ini tujuannya untuk memberitahukan bahwa anak atau purmaen kami rencananya untuk segera balik ulbas. Dia telah menebang pohon Ara yang besar dan kami tidak mampu untuk mengangkatnya. Jadi kami mohon dibantu untuk mengangkatnya sehingga tidak dipermalukan’.


(59)

5. Key

Key mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan sedih, dan sebagainya.

Sukut Peranak : Katengku enggo boi simulai en, enggo mo isen kita karina sulang silimata masuk mo kita mi bages.

Dari peristiwa tutur diatas, sukut/orang tua peranak menyampaikan secara lembut dan serius agar berru, dengan sibeltek dan undangan lainnya tidak merasa tersinggung.

6. Instrumentalities,

Instrumentalities mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek ragam, atau register.

Persinabul : Ulang sanga takuak nola manuk asa tubennai siulanta.

‘Jangan sampai ayam berkokok baru kita mulai pekerjaan kita’.

Dalam pelaksaan pesta maupun acara balik ulbas persinabul sering menggunakan ragam bahasa yang tujuannya mengingatkan orang lain namun memberikan teguran secara halus. Maksudnya pernyataan persinabul jangan sampai ayam berkokok artinya acara tersebut harus dilaksanakan secepat mungkin namun menggunakan bahasa yang lebih santun.


(60)

Norm mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Dari percakapan di atas baik antara sukut dengan persinabul semuanya kompak dan sudah saling mengenal sehingga musyarawah itu berjalan dengan baik. 8. Genre

Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

Ketak-ketik mbelgah palu-paluna, bagen pe I petupa kami dak mbelgah mo pinasuna artinya sesederhanapun makanan yang dihidangkan pihak si gadis agar mendatangkan berkat.


(61)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Secara umum Pakpak digolongkan sebagai bagian dari suku Batak, seperti halnya Toba, Simalungun, Karo dan Mandailing (Pasaribu, 1978; Bangun; Daeng, 1976; Coleman, 1983). Namun kenyataannya, pada umumnya masyarakat Pakpak tidak mau disebut suku Batak Pakpak karena sebutan Pakpak kurang berterima dan dianggap mempunyai arti nama hewan (babi). Oleh karena itu masyarakat Pakpak lebih senang disebut dengan sebutan suku Pakpak.

Berdasarkan wilayah, komunitas marga dari dialek suku Pakpak terdiri dari: 1. Pakpak Simsim, yakni orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di

wilayah Simsim. Misalnya marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin Banurea, Boangmanalu, Cibro, Sitakar, dll. Secara administrasi pemerintahan Republik Indonesia Pakpak Simsim seluruhnya berada di kabupaten Pakpak Bharat. Pada tahun 2003 kabupaten Pakpak dimekarkan menjadi 8 Kecamatan dan 52 desa. 2. Pakpak Keppas, yakni orang Pakpak yang menetap dan berdialek Keppas.

Misalnya marga Ujung, Bintang, Bako, Maha, dll. Dalam administrasi pemerintahan, mencakup wilayah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Parbuluan dan Kecamatan Sidikalang.

3. Pakpak Pegagan, yakni Pakpak yang berasal dan berdialek Pegagan. Misalnya marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik, Siketang, dll. Dalam administrasi pemerintahan, wilayah termasuk dalam kecamatan Sumbul, kecamatan Pegagan Hilir dan Kecamatan Tigalingga.


(62)

4. Pakpak Kelasen, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Klasen. Misalnya marga Tumangger, Siketang, Tinambunen, Anakampun, Kesogihen, Maharaja, Meka, Berasa, dll. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, wilayah ini berada di Kabupaten Tapanulis Utara (Kecamatan Perliliten dan Kecamatan Pakkat) dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Kecamatan Barus).

5. Pakpak Boang, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Boang. Misalnya marga Sambo, Penarik dan Saraan. Dalam administrasi pemerintah Republik Indonesia, wilayah ini berada di wilayah Aceh Selatan khususnya di Kecamatan Simpang Kiri dan Kecamatan Simpang Kanan (Coleman, 1983; Berutu, 1994). Pada umumnya suku Pakpak sendiri tidak terlepas dari kegiatan upacara adat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat dan wajib dilaksanakan. Istilah upacara dalam suku Pakpak disebut dengan kerja (Tandak Berutu 1994). Kerja terbagi atas dua bagian besar yaitu kerja baik/mende dan kerja njahat. Kerja mende/baik artinya jenis upacara yang dilaksanakan dalam situasi bergembira. Contohnnya upacara perkawinan (merbayo), mendeger uruk, menanda tahun, menerbeb, mendomi sapo (memasuki rumah baru), balik ulbas, merre nakan merasa, mesur-mesuri, mengebatken, mergosting dan mengikir atau melentik. Kerja njahat artinya dilaksanakan dalam suasana yang kurang baik seperti upacara mate ncayur ntua, mengokal tulan, menutung tulan dan mengrumbang.

Salah satu upacara penting dalam masyarakat suku Pakpak adalah upacara perkawinan yang disebut dengan istilah merbekkas kom/merbayo. Berasal dari kata bekkas dan kom. Bekkas artinya tempat atau keberadaan, sedangkan kom artinya


(63)

berhenti atau stop. (Berutu, 2006:2). Idealnya dalam merbekaskom/merbayo dalam adat Pakpak diharapkan bisa menikah dengan putri pamannya atau impalna atau yang sering disebut dengan menongketti (menyokong) tujuannya meneruskan kedudukan si ibu dalam keluarga laki-laki. Masyarakat Pakpak mengenal beberapa bentuk perkawinan, yaitu:

1. Sitari-tari (merbayo atau sinima-nima), merupakan bentuk perkawinan yang dianggap paling baik atau ideal karena hak dan kewajiban pengantin laki-laki dan perempuan telah terpenuhi.

2. Sohom-sohom, upacaranya sederhana dan dihadiri keluarga terdekat saja, semua unsur adat terpenuhi tetapi secara ekonomi lebih kecil.

3. Menama, di sini pihak keluarga perempuan tidak setuju, sehingga di cari jalan lain dengan kawin lari, sehingga sebagai tanda rasa bersalah pengantin cukup membawa makanan (nakan sada mbari) sebagai tanda minta maaf dan pada suatu saat nanti mereka akan mengadati.

4. Mengrampas, artinya mengambil paksa istri orang lain, sanksi untuk laki-laki adalah membayar mas kawin yang tidak mempunyai batasan.

5. Mencukung, hampir sama dengan mengrampas.

6. Mengkeke, menikahi janda dari abang atau adik laki-laki.

7. Mengalih, seorang laki-laki mengawini janda baik bekas istri abang atau adiknya maupun istri orang lain. Jadi perbedaannya dengan mengkeke hanya dalam satu keluarga sedangkan mengalih bisa menikahi oranglain.


(64)

Dalam merbekaskom/merbayo Pakpak (Upacara Perkawinan) dikenal beberapa tahapan, yaitu : Mengirit/mengindangi (Meminang), mersiberen tanda burju (Tukar Cincin), mengkata utang (menentukan mas kawin), merbayo (Pesta Peresmian) dan balik ulbas.

Balik ulbas artinya menapak jejak. Kata ulbas sering diistilahkan untuk jejak hewan buruan. Jadi pengantin laki-laki diibaratkan pemburu. Pada upacara perkawinan merbekas kom sinima-nina usai pesta pernikahan diwajibkan tinggal di rumah orang tua perempuan selama 2-4 malam agar perkawinan itu dianggap lengkap atau yang disebut dengan balik ulbas, Lister Berutu (2006).

Tahap ini para pengantin beserta kerabatnya seperti ibu si laki-laki, mewakili sinina, berru dan pendamping pengantin (rading-rading) berangkat sambil membawa perlengkapan adat untuk diserahkan kepada orang tua dan kerabat pengantin perempuan. Selain itu mereka membawa nasi secukupnya beserta lauknya (ayam, babi atau kambing) dan harus mersendihi kemudian garam, ikan asin, neur (kelapa) dan sirih (gatap) secukupnya. Selain itu bilamana pada saat pesta masih ada kewajiban pihak orang tua laki-laki dan telah dijanjikan untuk dibayar pada saat balik ulbas maka hal itu juga harus dibawa. Selanjutnya setelah sampai ke rumah pengantin perempuan, maka orang tua perempuan mengundang para kerabatnya beserta persinabul dan mereka kemudian makan bersama-sama.

Setelah mereka tinggal beberapa hari di rumah orang tua perempuan kemudian mereka pulang. Selama tinggal di rumah orang tua perempuan memotong hewan seperti babi atau kambing. Kemudian pada saat pengantin pulang maka kerabat orang tua perempuan menyerahkan beberapa ekor ayam serta perangkat


(65)

lainnya termasuk pinahpah (padi yang di tumbuk), nditak (makanan tradisional suku Pakpak yang terbuat dari tepung, kelapa yang sudah di parut) dan lemang (nasi yang dimasak di dalam bambu). Pada saat mereka berangkat biasanya pengantin menyalami semua kerabatnya sambil menangis. Adapun isi tangisan tersebut biasanya diceritakan bagaimana sifat, watak atau karakter suaminya. Semua itu dikisahkan secara kiasan dengan bahasa-bahasa puitis atau sering disebut dengan nangen.

Masyarakat Pakpak mengenal hubungan sistem kekerabatan yang hampir sama dengan sistem filosofi orang Batak Toba yaitu Dalihan Natolu. Di Pakpak sendiri sistem keberabatannya yaitu Sulang Silima. Unsur Sulang Silima itu adalah: Sukut, dengan sebeltek si tuaen (Saudara sekandung yang lebih tua), Dengan sebeltek Si kedeken (Saudara sekandung yang lebih muda), kula-kula/ puang (Kelompok pihak pengantin perempuan) dan berru (Kelompok pihak pengantin laki-laki).

Sulang Silima sangat berperan dalam pelaksanaan upacara merbbekas kom/merbayo dan juga balik ulbas. Peranaan Sulang Silima dalam pelaksanaan memiliki fungsi dan peran yang saling berhubungan satu sama lain, ini menjadi landasan interaksi masyarakat dalam menentukan kedudukan, hak dan kewajiban dan saling membantu dalam upacara tersebut.

Dengan meneliti upacara balik ulbas pada masyarakat Pakpak diharapkan menambah pengetahuan tentang balik ulbas serta menambah khasanah pengkajian terhadap budaya yang ada di Indonesia terutama upacara balik ulbas yang hampir punah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang peristiwa


(66)

tutur balik ulbas dalam perkawinan suku Pakpak di Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu kabupaten Pakpak Bharat.

1.2 Perumusan Masalah

Menurut Mahsun (2005:38) bagian rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Perumusan masalah-masalah sangat penting dalam pembuatan skripsi karena dengan adanya perumusan masalah maka deskripsi dan masalah lebih mudah dipahami dan dimengerti pembaca.

Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah tahap-tahap pelaksanaan upacara balik ulbas dalam

perkawinan masyarakat Pakpak?

2. Bagaimanakah peristiwa tutur balik ulbas dalam perkawinan masyarakat Pakpak?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berisi uraian tentang tujuan penelitian secara spesifik yang ingin dicapai dari penelitian yang hendak dilakukan Mahsun (2005:39). Maka berdasarkan yang dikemukakan di atas maka penelitian bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan tahapan pelaksanaan upacara balik ulbas dalam perkawinan masyarakat Pakpak.

2. Mendeskripsikan peristiwa tutur balik ulbas dalam perkawinan masyarakat Pakpak.


(67)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Mengetahui lebih luas upacara dalam perkawinan masyarakat Pakpak.

2. Menambah wawasan tentang balik ulbas dalam perkawinan masyarakat Pakpak.

3. Menambah khasanah pengkajian terhadap budaya yang ada di Indonesia terutama upacara balik ulbas yang hampir punah.

4. Sebagai sumber informasi bagi Mahasiswa Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

5. Menunjang pelaksanaan program pemerintah dalam upaya pelestarian kebudayaan daerah sebagai salah satu sumber pengembangan kebudayaan tradisional.


(1)

5. Ibu Dra.Asriaty R Purba, M.Hum., dosen pembimbing I dan Ibu Dra.Asni Barus, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang juga tidak henti-hentinya memberikan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

6. Seluruh Dosen Departemen Sastra Daerah yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan ilmu selama perkuliahan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

7. Kedua orang tua penulis, Ulem Berutu (Ayah) dan Tersianna Br Padang (Ibu) yang selalu memberikan dukungan baik materil maupun moril kepada penulis agar skripsi ini segera selesai.

8. Seluruh teman-teman yang juga memberikan motivasi kepada penulis, Yulianti Manik, Hanafi Angkat, Jakop Juang Padang, Breken Bancin, Jeki Tumangger, Eva Yeni Banurea agar skripsi cepat selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis berharap saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini.


(2)

Jamalum Berutu, 2016. Judul Skripsi: Peristiwa Tutur Balik Ulbas Pada Masyarakat Pakpak: Kajian Sosiolingistik.

Yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana tahap-tahap pelaksanaan upacara balik ulbas dan peristiwa tutur balik ulbas dalam masyarakat Pakpak. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan pelaksanaan dan peristiwa tutur upacara balik ulbas dalam perkawinan masyarakat Pakpak.

Penelitian ini menggunakan teori Dell Hymes (1972) yang menyebutkan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING: Setting and scene, Participants, Ends, Act sequence, Key, Instrumentalities, Norms dan Genre.

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif mulai dari proses pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengaplikasikan pada pokok permasalahan untuk mendapatkan suatu hasil yang baik. Dari hasil penelitian penulis dapat menjelaskan tahapan balik ulbas mulai dari mertuptup/mertenggo raja (Musyawarah), merkua atau mendilo, pertording (Jalannya) balik ulbas dan memereken luah serta peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara balik ulbas.


(3)

! ab\s\t\rk\

jmlM\beRT2016JdL\s\k\rpi\si:persi\tiwTtR\blik\Ul\bs\pdms \yrkt\pk\pk\:kjian\sosiaoli>Is\tki\

y^dibhs\dlm\penelitian\Iniadlh\bgImnthp\thp\pelk\snan\U pcrblki\Ul\bs\dn\persi\tiwTtR\blki\Ul\bs\dlm\ms\yrkt\pk \pk\

penelian\mne\Gnkn\teaoridle\l\k\y\nse\ (1992)

y^mne\yebT\kn\bk\wpersi\tiwTtR\krS\memeNkidelpn\kmo\pon ne\y^dir^kIkn\mnejdiak\ronmi\s\p\aki^:ste\ti^an\d\s\c\n epr\ticipn\t\s\aen\d\s\ac\t\seHsencekey\In\s\t\Rmne\tli tis\nrx\m\s\ dn\gne\re

metodeds\y^diGnkn\dlm\penelitian\Iniadlh\metodedse\k\rp i\tpi\MlIdrip\ro\sse\pe<M\Pln\dtsm\pIthp\anlisde<n\me<p \liksikn\pdpokko\pre\mslhn\Un\tK\mnedpt\kn\SaT\hsil\pen elitian\peNlsi\dpt\mnejelskn\thpn\blki\Ulbs\MlIdrimre\t P\tP\mre\te^gorjmS\ywrh\mre\KaatUmne\dilopre\tro\di^jln \n\yblik\Ul\bs\dn\memerekne\Lwh\sre\tpersi\tiwTtR\y^tre \dp\dlm\blik\Ul\bs\


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Sejarah Singkat Kabupaten Pakpak Bharat ... 8

1.6 Sejarah Singkat Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kepustakaan yang Relevan ... 12

2.2 Teori yang Digunakan ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Metode Dasar ... 22

3.2 Metode Penelitian ... 23


(5)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.5 Metode Analisis Data ... 24

BAB IV PEMBAHASAN ... 25

4.1 Tahapan Pelaksanaan Upacara Balik Ulbas Di Di Desa Ulumerah Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu ... 25

4.1.1 Mertuptup/mertenggo raja (Musyawarah) ... 26

4.1.2 Merkua/merdilo ... 27

4.1.3 Pertording (Jalannya) Balik Ulbas... 28

4.1.4 Memereken Nakan Luah ... 34

4.1.5 Peberkaten Mulak ... 35

4.2 Peristiwa Tutur yang Terdapat Dalam Upacara Balik Ulbas Di Desa Ulumerah ... 37

4.2.1 Mertuptup/mertenggo raja (Musyawarah) ... 37

4.2.2 Merkua/merdilo ... 43

4.2.3 Pertording (Jalannya) Balik Ulbas ... 51

4.2.4 Memereken Nakan Luah ... 56

4.2.5 Peberkaten Mulak ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65


(6)

2. Data Informan ... 69

3. Surat Izin Penelitian

a. Fakultas

b. Kepala Desa