Peristiwa Tutur Dalam Upacara Mangongkal Holi Pada Masyarakat Batak Toba Di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran : Kajian Sosiolinguistik

(1)

PERISTIWA TUTUR DALAM UPACARA ADAT MANGONGKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA PARSOBURAN

KECAMATAN HABINSARAN : KAJIAN SOSIOLINGUISTIK SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan Oleh :

NAMA : VINNI MARIANA LUBIS NIM : 100703010

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015 SKRIPSI


(2)

PERISTIWA TUTUR DALAM UPACARA MANGONGKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA PARSOBURAN KECAMATAN HABINSARAN : KAJIAN SOSIOLINGUISTIK

DIKERJAKAN OLEH :

NAMA : VINNI MARIANA LUBIS NIM : 100703010

Disetujui Oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum. Dra. Asni Barus, M.Hum. NIP 19590717 198702 1004 NIP 19590427 198702 2001

Disetujui Oleh :

Departemen sastra Daerah, FIB USU Ketua Jurusan,

NIP 196207161988031002 Drs. Warisman siinaga, M.Hum.


(3)

PENGESAHAN Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara untuk melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana dalam bIdang ilmu Bahasa dan Sastra Pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari/Tanggal : ...

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP : 195110131976031001

Panitia Ujiian :

No Nama Tanda Tangan 1. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. ... 2. Dra. Herlina Ginting, M.Hum. ... 3. Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum. ... 4. Dra. Asni Barus, M.Hum. ... 5. Drs. Flansius Tampubolon, M.hum. ...


(4)

DISETUJUI OLEH:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

Medan, Juli 2015 Ketua

Departemen Sastra Daerah

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum NIP 196207161988031002


(5)

ABSTRAK

Judul Skripsi : Peristiwa Tutur dalam Upacara Adat Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran : Kajian Sosiolinguistik

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik yaitu ilmu yang meneliti interaksi antara dua aspek tingkah laku manusia yaitu penggunaan bahasa dan organisasi tingkah laku sosial. Di dalam sosiolingistik tedapat teori peristiwa tutur yang sebagaimana dikemukakan oleh Del Hymes. Peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yakni penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan melakukan penelitian di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tahapan pelaksanaan upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran, sedangkan manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui lebih luas tentang upacara adat adat mangongkal holi pada masyarakat Batat Toba dan kepada masyarakat khususnya perantau muda Batak supaya tetap mengingat dan melestarikan budaya Batak di manapun mereka berada dan terus menerus menjalankan tradisi upacara adat mangongkal holi.


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah kasihnya, kekuatan serta hikma kebijaksanaan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, petunjuk, saran, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU 2. Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III, serta

seluruh staf dan pegawai dijajaran Fakultas Ilmu Budaya.

3. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,

4. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum., selaku sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, dan saran sehingga penulisan skripsi ini selesai.

6. Ibu Dra. Asni Barus, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II penulis yang memberikan banyak masukan-masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

7. Kepada Bapak/Ibu staf pengajar Departemen Sastra Daerah yang telah banyak membantu penulis dalam belajar selama delapan semester di Fakultas Ilmu Budaya.


(7)

8. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis E. Lubis dan ibunda R. Manalu yang telah berusaha membimbing penulis sejak kecil hingga dewasa, dan kepada kakak serta adik-adik penulis Elfrida Wati Lubis, Lusiana Sitria Lubis, dan Natalia Lubis dengan penuh kasih sayang, perhatian, dan doanya telah memberikan dukungan material dan moral sehingga membuat penulis semangat untuk terus berjuang.

9. Buat seseorang yang selama ini selalu mendukung penulis dan selalu baik dengan penulis, terima kasih atas semuanya, penulis akan selalu mengingat kebaikanmu.

10. Teman SMA penulis Pinta Omas Uli Panjaitan, Kristin Manik Helen, Irawati Rezeky Situmorang terima kasih atas dukungan yang tidak henti-hentinya kalian berikan kepada penulis untuk menyemangati dalam penulisan skripsi ini.

11. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan, Desi Junita Simanjuntak dan Hariati Manulang, Fanni Sihombing, Cherly fika, Elpi Riauli Saragi, Panji Pratama, Anwar Harahap, Hanafi Angkat, Breken Sampangare Bancin, Masdaniati Bancin, Faiza Tul Zuhra Zulkarnain, Hendra Nasution, Patra, dan adik-adik stambuk 2011,2012,2013,2014 dan keluarga besar IMSAD Terima Kasih untuk semua nasehat, doa, waktu, dukungan kebersamaan serta hiburan.


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat dan kasih-Nya yang dilimpahkan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “ Peristiwa Tutur dalam Upacara Adat Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran : Kajian Sosiolinguistik”.

Skripsi ini berisi uraian dari penelitian yang akan dilakukan terhadap peristiwa tutur pada upacara adat Mangongkal holi dalam masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat menempuh ujian seminar skripsi dalam bidang linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Skripsi ini terdiri atas tiga bab, kemudian bab-bab tersebut dibagi lagi atas subbab agar uraiannya lebih terperinci dan tampak jelas.

Bab I, merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan letak geografis.

Bab II, merupakan tinjauan pustaka, kajian pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan.

Bab III, merupakan metodologi penelitian yang mencakup metode analisis data, metode pengumpulan data, lokasi, sumber data, instrument, dan metode dasar. Bab IV, merupakan peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Bab V, merupakan kesimpulan dan saran.


(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena ilmu yang penulis miliki sangat minim, karena itu penulis mengharapkan bimbingan dari bapak dan ibu dosen sebagai pembimbing penulis, sehingga nantinya menjadi karya ilmiah yang baik.

Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.

Atas segala bantuannya, penulis ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini berguna bagi pembaca.

Medan, Maret 2015 Penulis,

Vinni Mariana Lubis 100703010


(10)

HATA PATUJOLO

Parjolo panurat mandok mauliate tu Tuhanta pardenggan basa I ala asi dohot ni rohaNa nagodangi do tu panuraton, gabe boi sae skripsi on.

Songon judul ni skripsi on ma “Peristiwa Tutur dalam upacara Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Kajian Sosiolinguistik”

Skripsion marisi bagian sian pamaresoan na naeng diulaon di peristiwa tutur dalam upacara mangongkal holi pada masyarakat batak toba. Songon tujuan ni skripsion ima songon syarat lao ujian seminar skripsi di bidang linguistik di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi on tarbagi tolu bagian, dibagi-bagi do pe muse asa lobih tangkas. Bagian I hata patujolo marisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dohot letak ni geografis. Bagian II songon tinjauan pustaka, kajian pustaka na boi tangkas dohot hatorangan na boi dipakke. Bagian III songon cara manaliti na mancakup analisis data. Bagian IV songon kejadian di acara adat mangongkal holi na adong di masyarakat batak toba di desa parsoburan kecamatan habinsaran. Bagian V songon hata parpudi dohot hatorangan.

Panurat sadar do ala skripsion mansai dao do pe sian na denggan, ala parbinotoan ni namanuraton mansai otik do pe alai ma panuraton mangkaraphon pangajaran sian Bapak dohot Ibu dosen songon na mangajari panuraton, asa anggiat annon gabe boi buku nadenggan.

Hata parpudi sian namanuraton mangkaraphon sungkun-sungkun dohot hatorangan sian sude, asa gabe boi denggan skripsion.

Di sude pangurupion muna, panuraton mandok mauliate godang ma, sai anggiat ma skripsion gabe marguna di angka na manjaha.


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Letak Geografis Kabupaten Samosir ... 6

1.5.1 Kondisi Wilayah... 6

1.5.2 Sejarah Singkat Letak Kecamatan Habinsaran ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan ... 8

2.1.1 Sistem Kekerabatan pada Masyarakat Batak Toba ... 8

2.1.2 Deskripsi Upacara Adat ... 9

2.1.3 Pengertian Sosisolinguistik ... 11

2.1.4 Pengertian Peristiwa Tutur ... 12

2.1.5 Pengertian Mangongkal Holi ... 14

2.2 Teori yang Digunakan ... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Dasar ... 20


(12)

3.3 Sumber Data Penelitian ... 20

3.4 Instrumen Penelitian ... 21

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.6 Metode Analisis Data ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan habinsaran ... 23

4.1.1 Setting and Scene ... 24

4.1.2 Participants ... 25

4.1.3 Ends ... 28

4.1.4 Act Sequences ... 29

4.1.5 Key ... 31

4.1.6 Instrumentalities ... 32

4.1.7 Norm of interaction ... 34

4.1.8 Genre ... 35

4.2 Tahapan Pelaksanaan upacar adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa parsoburan Kecamatan habinsaran ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN : 1. DAFTAR INFORMAN………. 51


(13)

ABSTRAK

Judul Skripsi : Peristiwa Tutur dalam Upacara Adat Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran : Kajian Sosiolinguistik

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik yaitu ilmu yang meneliti interaksi antara dua aspek tingkah laku manusia yaitu penggunaan bahasa dan organisasi tingkah laku sosial. Di dalam sosiolingistik tedapat teori peristiwa tutur yang sebagaimana dikemukakan oleh Del Hymes. Peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yakni penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan melakukan penelitian di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tahapan pelaksanaan upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran, sedangkan manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui lebih luas tentang upacara adat adat mangongkal holi pada masyarakat Batat Toba dan kepada masyarakat khususnya perantau muda Batak supaya tetap mengingat dan melestarikan budaya Batak di manapun mereka berada dan terus menerus menjalankan tradisi upacara adat mangongkal holi.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu Toba, Simalungun, Karo, Angkola/Mandailing dan Pakpak Dairi. Namun sekarang ini sebutan Batak hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja.

Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang wilayahnya meliputi Kecamatan Balige, Porsea, Habinsaran, Laguboti, Ajibata, Uluan, Borbor, Lumban Julu, Sigumpar, Silaen, Siantar Narumonda, Tampahan. Silindung, Samosir, dan Humbang bukanlah Toba, karena 4 ( empat sub atau bagian suku bangsa Batak ) memiliki wilayah dan marga yang berbeda.

Pada 2008, keresidenan Tapanuli disatukan dalam Propinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang ibu kotanya Balige.

Kabupaten Toba Samosir memiliki beberapa kecamatan yaitu : Ajibata, Balige, Bonatua Lunasi, Borbor, Habinsaran, Laguboti, Lumban Julu, Nassau, Parmaksian, Pintu Pohan Meranti, Porsea, Siantar Narumonda, Sigumpar, Silaen, Tampahan, dan Uluan dibentuk berdasarkan undang-undang No.12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.


(15)

Falsafah dalam adat Batak Toba dikenal Dalihan Na Tolu yang terdiri dari :

1. Somba marhula-hula 2. Manat mardongan tubu 3. Elek marboru

Hula-hula/Mora adalah pihak keluarga dari istri. Hula-hula ini menempati

posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hula-hula (somba marhula-hula).

Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga dengan sabutuha adalah saudara

laki-laki satu marga. Arti harafianya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, karena terlalu dekatnya kadang-kadang ada pertikaian di antara mereka. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan manat mardongan tubu.

Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu

marga (keluaga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai ‘parhobas’ atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam setiap upacara adat. Namun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena, melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, distilakan dengan Elek marboru.


(16)

Misalnya pada upacara adat kematian, dalam tradisi Batak, orang yang sudah mati akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklarifikasikan berdasarkan usia dan status orang yang meninggal tersebut. Bagi orang yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate dibortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Tetapi bila mati ketika masih bayi (mate

poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak), mati saat remaja (mate ponggol),

keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenunan) khas masyarakat Batak sebelum dikubur. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangakan untuk

mate dakdanak dan mate bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki ibu) orang

yang telah meninggal.

Bagi orang Batak Toba, roh (jiwa) terbagi atas tiga bagian : tondi, sahala,

dan begu. Tondi merupakan dari penggerak tubuh. Tondi ini didapat dari mulajadi

na bolon baik dari orang yang hidup dan yang sudah mati. Sahala adalah kekuatan

tondi yakni kekuatan untuk mempunyai banyak keturunan, kepintaran, pengetahuan atau talenta. Orang Batak Toba percaya bahwa orang yang hidup dan orang yang sudah mati dapat mengalihkan sahalanya pada orang lain. Begu adalah arwah atau roh orang meninggal yang mendiami suatu tempat.

Upacara adat Mangongkal Holi merupakan upacara yang dilaksanakan sebagai tanda penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal dunia. Upacara adat Mangongkal Holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran merupakan salah satu dari berbagai budaya yang ada pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran yang sangat


(17)

memperhatikan tata krama dan cara berbahasa yang baik di dalam melaksanakan upacara tersebut.

Upacara Mangongkal Holi berlaku hanya untuk leluhur yang dianggap mempunyai kuasa atau pengaruh istimewa dan berhasil mencapai hamoraon (kekayaan), hasangapon (hehormatan) dan hagabean (keturunan yang banyak) yang merupakan tujuan (keutamaan) hidup suku Batak Toba. Roh mereka ini diyakini memberi berkat. Dari pemahaman ini Gereja dapat menjelaskan persekutuan dengan para orang kudus yakni mereka yang telah berhasil mengejar keutamaan para pengikut Kristus. Gereja meyakini para kudus yang telah bersama dengan Tuhan tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita ke hadirat Bapa dan menghubungkan kita dengan Kristus (bdk. KGK 956-957).

Dalam penelitian ini akan dijelaskan peristiwa tutur apa yang terdapat di dalam upacara adat mangongkal holi pada masrarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Penelitian terhadap upacara adat Mangongkal

Holi di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran sangatlah minim. Adapun

beberapa para ahli yang melakukan penelitian ini, itu hanya sekedarnya. Dan tidak banyak juga orang yang mengetahui adanya upacara ini, sebagian orang hanya mengetahui bahwasanya ada upacara lain, setelah dilakukannya upacara kematian ternyata ada lagi upacara pembongkaran tulang-belulang orang yang sudah meninggal, dan memindahkan tulang-belulang yang sudah dibongkar ke dalam sebuah Tugu. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengkaji lebih ke peristiwa tutur apa yang terdapat dalam upacara adat

mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan


(18)

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting dalam pembuatan skripsi, karena dengan adanya perumusan masalah maka deskripsi dan masalah lebih mudah dipahami dan dimengerti pembaca. Adapun rumusan masalah ini adalah :

1. Bagaimana peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran? 2. Bagaimana tahapan pelaksanaan upacara adat mangongkal holi pada

masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui terjadinya peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara adat

mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan

Habinsaran.

2. Untuk mengetahui tahapan pelaksanaan upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui lebih luas tentang upacara adat Mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran.

2. Kepada masyarakat khususnya perantau muda Batak supaya tetap mengingat dan melestarikan budaya Batak di manapun mereka berada dan terus menerus menjalankan upacara adat mangongkal holi.


(19)

3. Bagi penulis sendiri untuk menambah wawasan tentang upacara adat

mangongkal holi di Kecamatan Habinsaran khususnya upacara mangongkal

holi.

4. Menambah khasanah pengkajian terhadap budaya yang ada di Indonesia terutama upacara-upacara adat Batak Toba yaitu mangongkal holi.

1.5 Letak Geografis Kabupaten Samosir 1.5.1 Kondisi Wilayah

Secara geografis kabupaten Samosir terletak pada 20 24’ - 20 25’ Lintang Utara dan 980 21’ - 990 55’ BT. Secara Administratif Wilayah Kabupaten Samosir diapit oleh tujuh Kabupaten, yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun; di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir; di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan; dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat.

1.5.2 Sejarah Singkat Letak Kecamatan Habinsaran

Habinsaran adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Indonesia. Jarak antara Kecamatan ini dengan Kota Medan kira-kira 250 km dengan waktu tempuh antara 7-8 jam. Perkembangan ekonomi, transportasi dan masyarakat sudah cukup maju.

Kecamatan Habinsaran memilik desa/kelurahan yaitu : Batu Nabolon, Hitetano, Lobu Hole, Lumban Balik, Lumban Gaol, Lumban Pea, Lumban Pinasa, Lumban Rau Barat, Lumban Rau Selatan, Lumban Ruhap, Pagar Batu,


(20)

Panamparan, Parsoburan Barat, Sibuntuon, Taon Marisi dan Tornagodang. Jadi di Kecamatan Habinsaran memilik 16 desa/kelurahan.

Berikut adalah gambar peta Kabupaten Toba Samosir yang di mana kita dapat melihat letak Kecamatan Habinsaran.

Gambar di atas dapat kita lihat bahwa yang bergambar hitam itu adalah letak Kecamatan Habinsaran.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

2.1.1 Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Batak Toba

Masyarakat Batak adalah salah satu masyarakat yang secara kontiniu mempertahankan budaya kelestarian dengan mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal). Sistem anggota masyarakat secara sadar mengikuti marga turun-temurun. Anak lelaki dan perempuan dari seorang ayah menggunakan marga ayahnya, dan perkawinan semarga sangat terlarang karena orang semarga masih dianggap saudara kandung. Dan seorang wanita tidak berhak lagi memakai marga ayahnya setelah ia menikah, dan secara otomatis pula ia memakai marga suaminya. Jadi secara umum, bahwa masyarakat Batak itu terdiri dari marga-marga.

Rasa kekeluargaan tetap terpupuk, bukan saja terhadap saudara dekat, tetapi juga terhadap keluarga jauh yang semarga. Edward Brunner, seorang ahli antropologi Amerika dalam bukunya Urbanization and Ethik Identity in North Sumatera menulis bahwa orang Batak yang telah pindah ke kota pun tetap mempertahankan kampungnya secara utuh.

Paul B. Pedersen dalam bukunya The Batak Blood and Protestant Soul mengatakan bahwa mayoritas orang Batak berusaha memelihara hal-hal yang sesensil dari adat itu dan turut serta sepenuhnya dalam pengaturan-pengaturannya.

Tambunan (1982:113) Istilah Dalihan Na Tolu itu sering disingkat dengan DNT. Dari segi arti, kata Dalihan Na Tolu itu diartikan dengan tungku nan tiga.


(22)

Kalau masyarakat Batak itu diumpamakan sebuah kuali, maka Dalihan Na Tolu itulah tungkunya. Dan biasanya tungku yang digunakan tempat kuali untuk memasak sesuatu terdiri dari tiga batu, dan kalau tungku itu terbuat dari besi, tungku itu mempunyai tiga kaki. Dan oleh ketiga kaki itulah tungku itu kuat tempat duduknya periuk atau kuali. Dan karena tungku itu pulalah terjadinya keseimbangan kuali atau periuk yang digunakan menanak nasi di atasnya, dan dari situ pulalah menyala api solidaritas masyarakat.

2.1.2 Deskripsi Upacara Adat

Syamsudin (1985:1) menjelaskan kehidupan berkelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan, sebab kebudayaan ada karena adanya masyarakat pendukungnya. Salah satu dari wujud kebudayaan dapat dilihat dari kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Pelaksanaan upacara tersebut selalu dibayangkan sebagai upacara khikmat dan merasa sebagai sesuatu yang bersifat magic disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis. Berbicara masalah upacara adat, sudah banyak sekali para peneliti yang telah mengkaji maupun menulis tentang hal tersebut. Seperti halnya Siregar (1994) yang mengkaji upacara mebat pada orang Batak Angkola. Kajiannya ingin mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran yang terjadi dalam upacara Mebat-ebat Boru Na marlojong adalah pihak yang melaksanakan kebanyakan sudah kurang memahami rangkaian upacara yang dimaksud seperti yang terdapat di Bona Pasogit, dan juga adanya pengaruh kebudayaan luar yang sifatnya lebih demikian. Sagala (1990) dalam kajiannya tentang upacara Mangongkal Holi (upacara penggali tulang) pada masyarakat


(23)

Batak Toba. Adapun masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam penelitiannya adalah mengapa upacara itu masih dilaksanakan dan bagaimana jalannya upacara. Pada akhirnya ditemukan kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong masyarakat Batak Toba masih melakukan upacara tersebut yaitu faktor raligi, faktor tuntutan adat, faktor ekonomi dan faktor gengsi sosial.

Elisabet (1990) dalam kajiannya tentang upacara Tolak Bala pada Desa Sei Kambah Asahan. Adapun masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam penelitiannya adalah hal-hal yang membuat upacara tersebut bertahan, serta fungsi dari pelaksanaan upacar tersebut. Pada akhirnya ditemukan kesimpulan bahwa upacara Tolak Bala di sampimg memberikan kekuatan spritual, juga dapat membuat dirinya merasa kuat, tetap aman, seakan-akan dirinya dilindungi. Peneliti ini diajukan untuk mengkaji peristiwa tutur dan makna-makna yang terkandung dalam upacara adat Mangongkal Holi. Suatu peristiwa tutur dan makna yang memiliki arti penting bagi masyarakat Parsoburan yang menjadikan upacara tersebut dapat terus bertahan hingga sekarang ini. Salah satu dari wujud kebudayaan dapat dilihat dari upacara adat Mangongkal Holi yang terdapat di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Pelaksanaan upacara tersebut dibayangkan sebagai upacara yang sakral dan juga mistis dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis.

Geertz (1992:149) menjelaskan bahwa simbol adalah segalah objek berupa benda-benda, orang, peristiwa, tingkah laku dan upacara-upacara yang mengandung pengertian tertentu menurut kebudayaan yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, Mangongkal Holi dalam proses pelaksanaannya berdoa, menggali tulang-belulang yang sudah dikubur, membersihkan tulang yang sudah digali,


(24)

bernyayi bersama, dan makan bersama. Kegiatan tersebut dapat ditafsirkan maknanya.

2.1.3 Pengertian Sosiolinguistik

Kata sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada di dalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 1995:3). Linguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat.

Appel (dalam Suwito, 1992:2) mengatakan, sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret. Dengan demikian, dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi/komunikasi di dalam masyarakat.

Di dalam masyarakat, seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah, tetapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu, bahasa dan pemakaiannya tidak diamati secara individual, tetapi dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat atau dipandang secara sosial. Dipandang secara sosial, bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor linguistik dan faktor nonlinguistik.

Faktor linguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari fonologi, morfologi, sistaksis, dan semantik. Di samping itu, faktor


(25)

nonlinguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, dan lain-lain, sedangkan faktor situasional yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, di mana, dan masalah apa Fishman dalam Suwito (1982:3).

2.1.4 Pengertian Peristiwa Tutur

Dalam setiap komunikasi interaksi linguistik, manusia saling menyampaikan informasi, baik berupa gagasan, maksud, pikiran, perasaan, maupun emosi secara langsung. Hubungannya dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yakni penutur dan mitra tutur denga satu pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi tertentu Chaer dan Agustina (1995:61).

Menurut seseorang sosiolinguistik terkenal Hymes (1972), bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen tutur yang diakronimkan menjadi SPEAKING. Kedelapan komponen tersebut adalah Setting and Scene, Participant, Ends, Act Sequences, Key, Instrumentalities, Norms of Interaction and interoretation, dan genres.

Setting berhubungan dengan waktu dan tempat pertuturan berlangsung

sementara scene mengacuh pada situasi, tempat. Dan waktu terjadinya pertuturan. Waktu, tempat, dan situasi yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.


(26)

Participants adalah peseta tutur, atau pihak-pihak yang terlibat dalam

pertuturan, yakni adanya penutur dan mitra tutur. Status sosial partisipan menentukan ragam bahasa yang digunakan, misalnya seorang jaksa dalam persidangan akan berbeda ragam bahasa yang digunakan ketika berbicara dengan anak-anaknya di rumah.

Ends mengacu pada maksud dan tujuan penuturan. Dalam ruang seminar

misalnya, penyaji berusaha menjelaskan maksud yang dibuatnya, sementara pendengar (peserta) sebagai mitra tutur berusaha mempertanyakan makalah yang di sajikan penutur.

Act Sequences berkenaan dengan bentuk ujuran dan isi ujaran. Bentuk

berkaitan dengan kara-kata yang digunakan, sementara isi berkaitan dengan topik pembicaraan.

Key berhubungan dengan nada suara (tone), peristiwa (spirit), sikap atau

cara (manner) saat sebuah tuturan diujarkan, misalnya dengan gembira, santai, dan

serius.

Instrumentalities berkenaan denga saluran (channel) dan bentuk bahasa

(the form of speech) yang digunakan dalam pertuturan. Saluran misalnya, oral, tulisan, isyrat, baik berhadap-hadapan maupun melalui telepon untuk yang saluran oral, tulisan bisa juga dalam telegraf.

Norms Of Interaction and Interpretation adalah norma-norma atau aturan

yang harus dipahami dalam berinteraksi. Norma interaksi dicerminkan oleh tingkat oral atau hubungan sosial dalam sebuah masyarakat bahasa.

Genre mengacu pada bentuk penyampaian, seperti narasi, pepatah, doa,


(27)

Keseluruhan komponen serta peranan komponen-komponen tutur yang dikemukakan Hymes dalam sebuah peristiwa berbahasa itulah yang disebut dengan peristiwa tutur (speech event).

2.1.5 Pengertian Mangongkal Holi

Seperti yang kita ketahui suku Batak merupakan salah satu suku terbesar diIndonesia dan memiliki watak yang keras. Suku Batak juga terkenal sangat menghormati nenek moyang mereka sehingga tetap mempertahankan kebiasaan turun-temurun nenek moyangnya yang terkadang melanggar ajaran agama. Namun itu dahulu, sekarang mereka telah menyesuaikan adat dan ajaran agama. Di daerah ini upacara adat Batak masih sangat ketat dijalankan walau sudah sedikit terkikis akibat pengaruh dari wisatawan mancanegara yang dating ke Danau Toba, Samosir.

Salah satu budaya Batak yang masih dilestarikan oleh sebahagian etnis Batak adalah upacara Mangongkal Holi. Upacara Mangongkal Holi merupakan salah satu upacara adat suku Batak.

Mangongkal Holi dalam Bahasa Indonesia artinya menggali sedangkan

Holi artinya adalah tulang, maka dapat disebut Menggali Tulang RPL Panggabean (2014)

Mangongkal Holi adalah suatu upacara yang yang dilakukan oleh Batak terutama suku Batak Toba dengan menggali kembali kuburan nenek moyangnya dan kemudian mengumpulkan seluruh tulang-tulangnya dan setelah itu dipindahkan ke temapat yang baru atau disebut dengan tugu (Pardosi 2011).


(28)

Tujuan lain dari upacara penghormatan ini keinginan untuk membuat “tugu marga” di mana orang-orang akan mengenal identitas dan nenek moyangnya secara turun-temurun. Kelak setelah meninggal maka mereka akan dikubur bersama dengan keluarga yang lainnya dan disatukan dengan leluhurnya. Upacara ini juga untuk mencegah berserak atau runtuhnya persekutuan kelompok

saompu (keturunan dari satu nenek moyang) dan menjamin kesatuan genealogis,

menambah kemuliaan marga dan memperlihatikan jumlah besar keturunan (mengamankan masa depan klan/marga).

Jadi Upacara mangongkal holi ini dimulai dengan menggali tulang-belulang dari kubur yang sifatnya sementara, tulang-tulang-belulang itu kemudian ditempatkan ke dalam tempat baru yang biasanya terbuat dari semen dan dikenal dengan istilah Tambak atau tugu marga. Pemakaman tulang-belulang ini hanya berlaku bagi orang meninggal, yang rohnya akan diangkat menjadi nenek moyang yang dipuja. Keberhasilan melakukan upacara ini sekaligus menegaskan, bahwa orang yang meninggal tersebut dan keturunannya telah berhasil mencapai tujuan untuk mendapatkan kekayaan, kehormatan dan keturunan yang banyak. Pemberian tugu marga juga akan memudahkan orang untuk mengenali identitas dan nenek moyang mereka secara turun temurun.

2.2 Teori Yang Digunakan

Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam proposal skripsi ini akan terjawab.


(29)

Berdasarkan judul skripsi ini, maka teori yang digunakan untuk mengkaji upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran adalah teori sosiolinguistik yang mencakup tentang perisiwa tutur.

Kridalaksana (1978:94) sosiolinguistik didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan perbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi vasriasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.

J.A. Fishman (1972:4) sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.

Rene Appel, Gerad Hubert, Greus, Meijer (1976:10) sosiolinguistik adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan.

Di dalam buku Abdul Chaer dan Leonie Agustina tentang peristiwa tutur yang di mana menurut Dell Hymes (1972), seorang pakar sosiolinguitik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen ini adalah :

S (= Setting and scene) P (= Participants)

E (= Ends : purpose and goal) A (= Act sequences)


(30)

I (=Instrumentalities)

N (= Norms of interection and interpretation) G (= Genres)

Setting and scene. Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat

tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikolinguistik pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyababkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa

pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang

terjadi diruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara; namun, para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran.bentuk ujuran ini

berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda.

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan sedih, dan sebagainya.


(31)

Instrumentalities, mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti

bahasa, dialek ragam, atau register.

Norm of interaction and interpretation, mengacu pada norma atau aturan

dalam berinteraksi.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, pepatah,

doa, dan sebagainya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori Dell Hymes. Di mana dikatakan oleh Hymes tentang peristiwa tutur dapat terjadi di dalam upacara adat Mangongkal Holi.

Sebagai contoh, setting and scene yang mencakup tempat dan waktu, di mana kita akan mengkaji tentang tempat dan waktu peristiwa tutur itu terjadi, participant adalah orang-orang terlibat di dalam upacara adat mangongkal holi, ends yang merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan di dalam upacara

mangongkal holi, act sequence yang mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran di

dalam upacara mangongkal holi, key mengacu pada nada, cara partuturan itu terjadi, instrumentalities yang mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa atau dialek yang digunakan di dalam upacara mangongkal holi, norm of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam bertutur di dalam upacara mangongkal holi, genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian puisi, pepatah, dan doa di dalam upacara mangongkal holi tersebut.

Dan pengertian dari upacara mangongkal holi tersebut adalah upacara adat menggali kembali tulang belulang leluhur dan memindahkannya ke tano na pir (tanah Batak), yang maksudnya bangunan dari semen. Biasanya tulang-belulang dari beberapa orang leluhur digali sekaligus, dimasukkan ke dalam peti yang


(32)

berukuran kecil dan disemayamkan di tempat tersebut. Kuburan baru yang dibangun megah dari semen tersebut menyatukan kerangka itu dari beberapa lokasi ke dalam satu kuburan.


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengaplikasikan pada pokok permasalahan untuk mendapatkan suatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang diharapkan.

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta tentang interpretasi yang tepat Whitney (1960:160).

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang dijadikan objek penelitian adalah di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Lokasi ini dianggap tepat bagi penulis karena di daerah tersebut masih sangat kental dengan adat istiadat yang berlaku di masyrakat Batak Toba, khususnya dengan masih seringnya upacara adat mangongkal holi dilakukan.

3.3 Sumber Data Penelitian

Adapun sumber data dari penelitian ini adalah :

a. Pengetua adat yang ada di daerah tersebut yang dijadikan penulis sebagai informan dalam melakukan penelitian langsung ke lapangan dan bertanya


(34)

kepada beberapa masyarakat yang ada di sekitar agar penelitian ini lebih kongret.

b. Penelitian kepustakaan adalah cara mencari sumber dari buku-buku yang ada dan sesuai dengan judul skripsi yang dibuat penulis.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Buku catatan yang digunakan untuk mencatat sumber-sumber yang akan dikumpulkan.

b. Alat perekam (tape racorder) yang digunakan untuk mewawancarai informan saat pengumpulan data selesai dengan objek penelitian.

c. Kamera video yang digunakan untuk merekam terjadinya upacara adat mangongkal holi itu berlangsung.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Fase terpenting dari penelitian adalah pengumpulan data, pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data menghasilkan temuan. Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah adalah prosedur yang sistematis untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan melalui setting dari berbagai sumber, dan berbagai cara. Dilihat dari settingnya data dapat dikumpulkan dengan menggunakan prime dan sumber sekunder. Sumber prime adalah data yang langsung memberikan data kepada peneliti, dan sumber sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti.


(35)

Instrumen peneliti kualitatif adalah “human imstrumen” atau manusia sebagai informan ataupun yang mencari data instrumen utama.

3.6 Metode Analisis Data

Adapun metode analisis data merupakan cara dalam pengolahan data, fakta, atau fenomena yang sifatnya belum dianalisis. Metode analisis data juga merupakan proses pengaturan data, kategori dari suatu uraian dasar.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Memilih dan memilah data yang menurut penulis penting untuk dibuat di dalam sebuah skripsi.

2. Menganalisis data yang sudah dikumpulkan dari informan 3. Menarik kesimpulan yang sudah ada.


(36)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan habinsaran.

Sosiolinguistik dapat ditinjau dari dua segi yaitu dari segi etimologinya dan daru segi defenisi atau batasan yang diberikan oleh para pakar atau para ahli sosiolinguistik. Dari segi etimologi, kata sosiolinguistik berasal dari kata “sosiologi” dan “linguistik” dan kata sosiologi artinya masyarakat dan linguistik arinya ilmu bahasa. Jadi dari segi etimologi, sosiolinguistik berarti cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pngaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial.

Peristiwa Tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak atau lebih yakni penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi tertentu.

Upacara mangongkal holi adalah upacara adat menggali kembali tulang belulang leluhur dan memindahkannya tu tano na pir (ke tugu), yang maksudnya bangunan dari semen. Biasanya tulang-belulang dari beberapa orang leluhur digali sekaligus, dimasukkan ke dalam peti yang berukuran kecil dan disemayamkan di tempat tersebut. Kuburan baru yang dibangun megah dari semen tersebut menyatukan kerangka itu dari beberapa lokasi kedalam satu kuburan.


(37)

4.1.1 Setting and scene

Setting berhubungan dengan waktu dan tempat pertuturan berlangsung

sementara scene mengacuh pada situasi, tempat dan waktu terjadinya pertuturan. Waktu, tempat, dan situasi yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.

Misalnya pada saat percakapan yang terjadi dalam upacara mangongkal holi antara Pangulani huria dengan pemain musik.

Contoh :

Konteks : Seorang Penatua Huria meminta gondang atau musik supaya dimainkan oleh pargonsi ( pemain musik).

Huria : Hamu amang pargonsi nami, pande na hot di ulaon na dohot di tona

hamu na so marlaok bota, nahundul di tatuan hot ni bonggar ni ruma,

pasahat-sahat dung dang hombar tu tona ni Debata, asa manat amang unang

tarrobung, nanget unang tarlissir di ruhut ni panggoalon unang adong

namarliat, ala ulaon hadebataon do ulaon on amang dohot gosi-gosi muna

dohot hamu asa unang haramunan. Asa pita songon somba dohot hasangapon

Debata, au mangurasi ho ale pargosi dohot gosi-gosi, asa pita ma ho songon

itak, uli songon baba ni mual, sai badia ma ho songon suru-suruan.

Pasahat-sahat somba tu amanta na martua Debata.

“Kepada pemain musik kami, pemain musik yang bagus yang selalu bersedia di setiap permintaaan, dan yang duduk di tempat yang bagus di dalam rumah. Menyampaikan pesan dari perintah Tuhan “berhati-hati lah supaya tidak jatuh, pelan-pelan supaya jangan tergelicir”. Sesuai dengan aturan acara ini agar kiranya tidak ada yang menyimpang atau penyelewengan. Acara ini dipimpin


(38)

oleh Tuhan, kepada pemain musik, agar jangan melakukan yang tidak diinginkan oleh Tuhan, supaya indah seperti kerajaan Tuhan, oleh karna itu disini kami akan mangurasi pemain musik agar musik yang dimainkan seirama seperti air yang mengalir dan semoga kudus seperti Roh kudus, melalui ini lah persembahan kami kepada Tuhan yang Maha Esa”.

Pargosi : Nauli Suhut nami, mauliate. “kami akan melaksanakannya, terima kasih”

Dan bila diamati Setting atau waktu dan tempat pertuturan yang berlangsung dalam upacara adat mangongkal holi pada masyarakat batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran pada pukul 08.00 Wib atau sekitar jam 8 pagi, dan bertempat di desa parsoburan kota kecamatan habinsaran, pertuturan berlangsung berada di dalam rumah, sedangkan scene atau situasi tempat terjadinya pertuturan sangat lah ramai, disebabkan banyaknya orang yang datang pada saat upacara adat mangongkkal holi tersebut dilaksanakan.

4.1.2 Participants

Participants adalah peserta tutur atau pihak-piihak yang terlibat dalam

pertuturan. Peserta tutur dapat dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak dalam bertutur. Pemilihan kode yang terkait dengan komponen tutur iniakan melibatkan dua dimensi sosial manusia, yakni dimensi horizontal (solidarity) yang menyangkut hubungan penutur dengan mitra tuturyang telah terbangun sebelumnya dan dimensi vertikal (power), yakni yang berkaitan dengan masalah umur, kedudukan, status sosial dan semacamnya dari para peserta tutur itu.


(39)

Participants yang ada di dalam upacara mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba yaitu :

1. Hasuhuton ( yang mengadakan pesta ) atau anak laki-laki, anak perempuan, dan cucu yang ingin digali tulang-belulang.

2. Pangulani Huria (anggota dari pihak gereja ) 3. Hula-hula (undangan)

4. Pargosi (pemain musik) Contoh 1

Konteks : Hasuhuton yang ingin bertanya kepada hula-hula “dihadapan siapakah makanan/jambar ini diletakan”, dan agar kiranya hula-hula menjawab dari pada pertanyaan yang disampaikan oleh hasuhuton.

Suhut : Ba tu jolo ni ise ma angka rajanami peakkonnami tudutudu ni

sipanganon on?

“Kehadapan siapakah diletakkan makanan/jambar ini” Hula-hula : Tu jolo ni tulang ma.

“ke depan tulanglah”. Contoh 2

Konteks : Pangulani Huria meminta kepada pemain musik (pargondang) supaya memainkan gondang, yaitu gondang mula-mula (musik pertama).

Pangulani Huria : Hamu amang pargosi nami, pande na hot di ulaon na dohot

di tona hamu na so marlaok bota, nahundul di tatuan hot ni bonggar ni ruma,

pasahat-sahat dung dang hombar tu tona ni Debata, asa manat amang unang

tarrobung, nanget unang tarlissir di ruhut ni panggoalon unang adong


(40)

dohot hamu asa unang haramunan. Asa pita songon somba dohot hasangapon

Debata, au mangurasi ho ale pargosi dohot gosi-gosi, asa pita ma ho songon

itak, uli songon baba ni mual, sai badia ma ho songon suru-suruan.

Pasahat-sahat somba tu amanta na matua Debata.

“Kepada pemain musik kami, pemain musik yang bagus yang selalu besedia di setiap permintaan yang duduk di tempat yang bagus di dalam rumah. menyampaikan pesan dengan perintah Tuhan, berhati-hatilah supaya tidak jatuh, pelan supaya jangan tergelicir. Sesuai dengan aturan acara ini agar kiranya tidak ada yang menyimpang atau penyelewengan acara ini dipimpin oleh Tuhan, aka pemain musik, agar jangan melakukan yang tidak diinginkan oleh Tuhan, supaya indah seperti kerajaan Tuhan, oleh karena itu disini kami akan mangurasi pemain musik agar musik yang dimainkan seirama seperti ai yang mengalir dan semoga kudus seperti Roh kudus, melalui inilah persembahan kami kepada Tuhan yang Maha Esa”.

Pargonsi : Nauli Suhut nami, mauliate. “kami akan melaksanakannya, terima kasih”

Dari percakapan di atas Pangatua Huria adalah anggota dari gereja, dan Pargosi adalah yang hanya bertugas memainkan musik dalam upacara adat mangongkal holi tersebut.

Hubungan yang terjalin antara Pangulani Huria dengan pargosi (pemain musik) tidak lah terlalu akrab karna Pangulani Huria hanya sekedar ingin meminta pargosi untuk memainkan gondang yaitu gaondang mula-mula yang artinya musik pertama atau pembukaan supaya upacara mangongkal holi ini bisa berlajalan dengan baik.


(41)

4.1.3 Ends

Ends yang mengacu pada maksud dan tujuan pertuturan. Tujuan dari suatu

peristiwa dalam masyarakat pastilah diharapkan sejalan dengan tujuan dari warga masyarakat itu. Sebuah tuturan mungkin sekali dimaksudkan untuk menyampaikan informasi atau buah pikiran. Barangkali pula tuturan itu dipakai untuk merayu, membujuk, mendapatkan kesan, dan sebagainya. Dalam bertutur pastilah seseorang itu berharap agar tuturan nya tidak dianggap menimpang dari tujuan masyarakat. Tujuan yang dimaksud untuk mengubah perilaku seseorang itu sering pula disebut sebagai tujuan “konatif” penutur. Orang bertutur pastilah memiliki tujuan dan sedapat mungkin penutur akan berupaya bertutur sejalan dengan tujuan dari anggota masyarakat tutur itu.

Ends yang terjadi di dalam upacara adat mangngkal holi adalah seperti

berikut :

Contohnya adalah saat Panatua Huria menyampaikan sesuatu kepada para undangan yang hadir di dalam upacara adat mangongkal holi yang memiliki maksud dan tujuan atas apa yang disampaikan panatua huria kepada semua orang yang hadir di dalam upacara adat mangongkal holi tersebut.

Panatua Huria : Titi namarisi aek pangurason songoni nang parbue pir dohot

miak-miak, dohot gondang sitio suara, na mardomu tu adat ta be. taboto do

marhite aek do dipahias Debata nasanarotak, marhite aek do dipangolu

Debata nasa namanggulmit.

“Cawan yang berisi air pangurason, beras, minyak-minyak dan gendang sitio suara ( suara yang bagus bunyinya), menurut adat istiadat, kita tahu bahwa


(42)

melalui air Tuhan membasuh setiap yang kotor, melalui air pula Tuhan menghidupkan segalah sesuatu”.

Panatua huria memercikan air pangurason kepada semua orang yang telah menghadiri upacara termasuk kepada pargosi (pemain musik).

• Maksud dari kata di atas adalah seperti yang kita tahu, jika tanpa air tidak ada manusia yang dapat hidup di dunia ini, baik tumbuh-tumbuhan, manusia dan semua mahkluk hidup yang ada di bumi ini. Seperti itu pula saat Tuhan membabtis manusia supaya manusia bisa memiliki hati dan jiwa yang bersih.

• Tujuan dari kata di atas adalah agar kiranya semua keluarga mempunyai hati yang bersih dan mempunyai hati yang tulus.

4.1.4 Act Sequences

Act Sequences bekenaan dengan bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk

berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, sementara isi berkaitan dengan topik pembicaraan.

Misalnya :

• Huria : Sungkun do mula ni hata Sise mula ni uhum

Saonari manukun ma hami tu hamu

Dia ma bona-bona ni

Dia ma boa-boa ni parbue pir parbue sakti

Naung pinasahat muna nuaeng tu jolo nami


(43)

“Apa arti dan apa maknanya beras di dalam piring yang kalian berikan kepada kami sekarang, Jelaskanlah dengan jelas kepada kami”.

Makna yang disamapaikan oleh Pangulani Huria adalah berbentuk pantun yang artinya bahwa Pangulani Huria ingin bertanya kepada hasuhuton tentang apa yang diberikan hasuhuton kepada Pangulani Huria yang berupa beras di dalam piring.

Hasuhuton : Mauliate ma di hamu pangulani huria nami, ia saring-saring di

oppung nami, asa horas jala gabe hami pinopar na tu jolo an ni ari on,

pangatar ni anak on, pangatar ni boru ttu jolo an ni ari on.

“Terima kasih kepada pangatua gereja, karna kami ingin mengangkat tulang-belulang dari orang tua kami agar kami selamat-selamat dan sampai beranak cucu, kami semua keluarga yang ditinggalkannya di kemudian hari”.

Penggunaan dari kata-kata yang di atas di dalam percakapan tersebut adalah dengan kata-kata yang sopan, sebagaimana yang menyampaikan pertanyaan tersebut adalah anggota gereja ( Pangulani Huria) kepada hasuhuton. Bentuk dari pada penggunaan kalimat diatas adalah kalimat tanya.

Dan isi (berkaitan dengan topik pembicaraan) di atas adalah berkaitan tentang upacara adat mangongkal holi ( menggali tulang belulang).

4.1.5 Key

Key mengacuh pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan : dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan sedih, dan sebagainya.


(44)

Key yang terdapat pada upacara mangongkal holi adalah saat seorang dari

anggota keluarga yang meninggal ( hasuhuton ) menyampaikan sesuatu kepada orang yang sudah meninggal yang akan dilakukan penggalian tulang-belulang.

Hasuhuton : Inang, marpungu hami poparan mu di son nunga sada roha nami

na naeng papindahon Ompun, Inang, Bapak tu inganan na Batu na pir, sai

anggiat ma pasu-pasu mi Ompun, Bapak, Inang sahat tu hami tu poparan mu

sude asa anggiat nang tu sada roha nami pasu-pasu sude angka poparan mu

asa anggiat gabe jolma na bisuk, songon ho Ompun, sai songon ho Bapak,

sada roha nami mangulahon angka ula on nami, sai anggiat ma hami tong

tong dijolo masyarakat na adong di huta on songon i pe nang hami naeng lao

be di tano parserakan, pasupasu mi unang hambat tu hami. Ima dohonon hu,

mauliate.

“Kepada mama ku, kami berkumpul di sini dengan satu hati untuk memindahkan tulang belulang oppung, mama, dan bapak ke tempat batu yang lebih kuat/tugu. Semoga bapak, mama, oppung…kami semua keturunanmu diberkati oleh Tuhan, agar kiranya menjadi, manusia yang bijak seperti orang tua kami, supaya kami juga saling mendukung di dalam melaksanakan pekerjaan yang baik di tengah masyarakat yang ada di kampung ini. Begitu juga kami yang ada di perantauan semoga kami selalu diberkati Tuhan. Hanya itu yang dapat saya sampaikan, terima kasih”.

Dari tuturan yang dikatakan pada kalimat di atas dapat kita tahu bahwa hubungan yang dimiliki adalah antara anak dan orang tuanya, cucu dan oppungnya sehingga anak tersebut menyampaikan kepada orang tuanya dengan sikap ramah dan santun dalam berbicara, karna sebagaimana dia adalah orang tua


(45)

dari pada si anak tersebut. Dia berbicara kepada ibu dan ayahnya yang telah meninggal dunia sehingga nada suara yang terdengar sangat lah netral dan biasa saja, karna yang menyampaikan tuturan tersebut adalah anak laki-laki pertama, sehingga si anak tersebut tidak terlalu merasa sedih. Karena sesunggunya upacara yang dilakukan ini tidak lah lagi untuk bersedih-sedih melainkan harus lebih mengiklaskan, karena ini adalah penghormatan terakhir kepada orang tua dan oppung mereka.

4.1.6 Instrumentalities

Instrumentalities berkenaan dengan saluran (channel) dan bentuk bahasa

(the foem of speech) yang digunakan dalam pertuturan.

Instrumentalities di dalam mangongkal holi yaitu :

Misalnya :

Konteks : hahadoli yang sedang menerengkan arti dari pada makanan (jambar) kepada hasuhuton di dalam sebuah pesta mangongkal holi.

Hahadoli : Songon nidok angka ompunta sijolojolo tubu ;

Sai jolo ninangnang do asa ninungnung

Sai jolo pinangan do asa sibungkun

“seperti kata pepatah : lebih dulu dinangnang baru dinungnung , lebih dulu dimakan baru ditanya”

Yang maksudnya adalah “lebih dahulu dimakan, lalu setelah itu ditanya apa arti makanan dan daging (jambar) ini”.

Suhut : Horas ma hita gabe hahadoli. Taringot di sipanganan na so sadia i,


(46)

sahalamunai dohot tondimuna manuai marhite-hite pasupasu sian Amanta

Debata Pardenggan Basa I, sai gabe ma antong nian na niula jala sai lam

siur na pinahan, asa boi dope antong hami patupahon na tumabo di hamu

angka napinarsangapan tu joloansa on. Ia nunga manungkun hahadoli

taringot tu hata ni sipanganon i, ba panggabean parhorasan do pinaboana.

Boti ma da hahadoli.

“terima kasih buat saudara kami, mengenai arti dari makanan yang sudah kita makan bersama adalah supaya sehat untuk tubuh kita, dan mudah-mudahan doa dan permintaan kita diberkati oleh Tuhan yang Maha Esa. Agar mempunyai anak, penghasilan melimpah supaya dikemudian hari kami dapat melakukan lebih dari pada ini kepada saudara-saudara kami. Hanya itulah yang saya sampaikan hahadoli (saudara yang paling besar)”.

Hahadoli : Ba ianggo I do hape lapatan ni parpunguanta sadari on, silas ni

roha ma i tutu. Taringot di sipanganon na so sadia na nidok ni anggidoli ba

sai asi ma antong roha ni Tuhanta, sai lam ditambai dope asi ni rohaNA di

hamu anggidoli nami tu joloansa on,

Bagot na marhalto ma na tubu di robean.

Ba sai horas ma hami na manganhon, sai lam martamba sinadongan di hamu

na mangalehon.

“terima kasih kepada hasuhuton kami, semoga Tuhan mendengar doa kita, seperti pepata,

“Tetapi kami juga bertanya di samping makanan yang sudah kita makan, apa arti dari perkumpulan kita ini”.


(47)

Karena peristiwa tutur di atas terjadi di desa/kampung-kampung maka dialek yang digunakan adalah dialek berbahasa Batak Toba.

4.1.7 Norm of interaction and interpretation

Norm of interaction and interpretation nengacuh pada norma atau aturan

dalam berinteraksi. Suatu interaksi atau suatu aktivitas berbicara tentunya membutuhkan aturan tertentu.

Misalnya :

Konteks : seorang Suhut yang hanya ingi bertanya kepada hula-hula, kehadapan siapa, makanan/jambar ini diletakan, karena hasuhutan tidak tahu.

Suhut : Bah tu jolo ni ise ma angka rajanami peakkonnami tudutudu ni

sipanganon on?

“kehadapan siapa diletakan makanan/jambar ini?”

Hulahula : Tu jolo ni tulang ma ( ai sude do mangatusi na patut do songoni

ala tulang I do silehon ulos tungkus)

“kehadapan tulanglah ( semua orang tahu siapa yang pantas, karena tulanglah yang memberikan ulos)”.

Maka peristiwa tutur di atas menggambarkan perilaku yang biasa bagi penutur dan mitra tutur yang memiliki hubungan social akrab.

4.1.8 Genre

Genre mengacuh pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, pepatah,

doa, dan sebagainya.


(48)

• Narasi

Narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang di dalamnya terdapat alur cerita, waktu, tokoh dan konflik, tetapi tidak memiliki kalimat utama.

Contoh : manggokkon hulahula i huhut mamboan sipanganon sulangsulang tu

nasida. Di ari na binuhul i ro ma manang piga halak sian suhut na marpesta i (

ama dohot ina ) tu huta ni hulahula i mamboan sipanganon na marsaudara.

Nunga rade sude hulahula i didapot, ala nunga adong hian antong boaboa tu

nasida. Dung sun mangan dipaboa suhut i ma maksud nasida jala dipio ma dohot

resmi hulahula i tu pesta i. molo diida hasuhuton i tar na “hurang gumuon”

(pogos) do hulahula i, pitor dipasahat do ditingki i pisopiso ( hepeng ) tu

hulahulai, asa pintor adong pangkeon ni hulahula i tu angka na patut sibaheonna,

songon na manuhor ulos rupani.

“ mengundang hulahula sambil membawa makanan untuk mereka. Pada hari yang tertentu datanglah beberapa orang suhut laki-laki/perempuan ke kampung hulahula. Sesampainya suhut dikampung hulahula, lalu hulahula pun sudah bersedia menyambut hasuhuton sesuai dengan pemberitahuan mereka. Setelah selesai makan suhut membertitahukan maksud dan tujuan mengundang mereka agar datang ke pesta itu. Dan di situlah hasuhuton menyampaikan uang (piso-piso) pada hulahula untuk dipergunakan membeli ulos dan sebagainya”.

Ciri-ciri narasi yaitu memiliki kejadian, pelaku, dan waktu kejadian. Kejadian yang terjadi dalam narasi di atas adalah di mana hasuhuton mengundang hulahula datang ke rumah hasuhuton pada waktu tertentu dan suhut menjelaskan


(49)

maksud dan tujuan kenapa mereka di undang untuk datang ke rumah mereka sambil memberikan uang kepada hulahula agar membeli ulos.

Tokoh yang terdapat dalam contoh narasi di atas adalah Hulahula dan hasuhuton (orang yang mengadakan pesta ).

• Pepatah

Pepatah merupakan jenis bahasa yang berisi nasihat atau ajaran dari orang tua (biasanya dipakai atau diucapkan untuk memataka lawan bicara.

Misalnya berbalas pantun yang terjadi pada hasuhoton dan hula-hula. Hasuhuton yang ingin menyampaikan puji syukur kepada Tuhan karena mereka masih diberikan karunia yang berlimpah sehingga mereka masih dapat melaksanakan upacara ini, dan hasuhuton juga berterima kasih kepada hula-hula yang telah banyak membantu mereka dalam melaksanakan upacara ini, lalu hula-hula menjawab atas perkataan yang mereka sampaikan.

Hula-hula : mardomu tu hata ni umpasa “seperti kata pepatah”

Balga sungena. Balga do nang dengkena

“Besar Sungainya. Besar pulalah ikannya.

Yang maksudnya adalah “Dari pekerjaan mereka terlihat bahwa mereka adalah orang yang kaya”

Hasuhuton : tutu donian songon na nidokmuna i, ndada porsoon, na mora do

angka ompunami haboruonmuna i, alai ianggo pomparan nasida do ndang na

binoto be mndok manang na songon dia. Pos ma rohamuna, songon hata ni


(50)

Songon pidong na dua, tu dangka ni tadatada,

Na burju jala na basa do hami marhulahula. Silehonon do soada.

“Benar yang kalian katakan, orang tua kami dulu adalah orang kaya, tetapi keturunannya belum tentu juga orang yang kaya, walaupun begitu pasti akan kami berikan seadanya seperti pepatah :

Yang artinya adalah memang kami baik kepada hula-hula, tapi keadaanlah yang tidak memungkinkan”

Hula-hula : Ba na uli, pasahat ma! Alai ingot :

Dolok siguragura harubuan ni ansosoit

Langgo tu hulahula. Tung so jadi do mangkoit

“Gunung siguragura tempat tumbuhnya rumput, Kepada hula-hula tidak bisa pelit-pelit”

Maksud pepatah : tidak boleh pelit/kikir kepada hula-hula”.

• Doa

Doa adalah memohon atau meminta pertolongan kepada Tuhan disertai kerendahan hati untuk mendapat suatu kebaikan yang berada di sisinNya. Contoh : Ale Tuhan, nungga pungu hami dibagas na marampang marhakoaon on,

hatubu on ni anak, di bona, sigonggom dohot nasa isuaon disiala ulaon ni suhut

nami naung hamulai hami ma saonari rap dohot pargonsi nami, pasahaton pujian

dohot somba nami, asa anggiat ma songon parbue pir on, pir ma tondi ni nasida,


(51)

demban tiar, si tio suara asa tiur pinasu ni ulaon. Marhite Jesus Kristus Tuhan

nami. Amen.

“ Ya Tuhan, disini kami telah berkumput, di rumah yang penuh berkat, tempat kami dilahirkan dan segala isinya. Kami bersama hasuhuton dan pargonsi (pemain musik) akan memulai pasta ini. Oleh karena itu kami sampaikan puji dan syukur kepada Tuhan agar apa yang kami lakukan sama seprti beras agar mereka kuat dan dapat bermanfaat, dan apa yang kami lakukan dapat seperti minyak yang dapat meminyaki pekerjaan tangan meraka dan seperti sirih, musik yang nyaring bunyinya. Agar melalui pesta ini apa yang kami lakukan mendapat berkat. Terima kasih Tuhan kami. Amin”.

Doa yang terdapat dalam upacara mangongkal holi di mana Panatua huria berdoa dan memohon agar kiranya pesta yang akan mereka adakan pada hari ini dapat berjalan dengan lancar, baik, mendapat berkat dan dapat berkenan kepada Tuhan.


(52)

4.2 Tahapan Pelaksanaan Upacara Adat Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran.

Suku Batak Toba mengenal konsep kehidupan sesudah kematian. Konsep ini dapat dijelaskan dalam tiga hal: Pertama, banua ginjang (dunia atas/surga) menjadi penting bagi orang Batak Toba sebagai tujuan akhir setelah kehidupan. Kedua, orang Batak Toba percaya bahwa roh orang mati punya kekuatan untuk tetap mempengaruhi kehidupan keturunannya. Ketiga, orang Batak Toba merasa berkewajiban menghormati/menjalankan ritual sesuai perintah nenek moyang agar terberkati hidupnya di dunia.

Kepercayaan ini mendorong suku Batak Toba untuk menjalin hubungan yang erat dengan roh nenek moyangnya. Hal ini diperlihatkan dengan adanya kebiasaan menghormati roh leluhur dengan mempersembahkan sesajen. Orang Batak Toba percaya bahwa roh nenek moyang dapat membantu, menghibur, mengingatkan dan memberi petuah. Tetapi sebaliknya, roh tersebut juga dapat mendatangkan bahaya, kesusahan, bencana, penyakit dan kematian jika keturunannya berbuat tidak baik. Boleh dikatakan bahwa salah satu inti religi Batak Toba adalah penghormatan atau pemujaan terhadap nenek moyang.

Mangongkal Holi (Panangkok Saring-saring) merupakan salah satu

upacara adat suku Batak Toba. “Mangongkal” artinya menggali, sedangkan “Holi” artinya adalah tulang maka dapat disebut “menggali tulang”. “Mangongkal Holi” berasal dari kultur Batak Toba pra-Kristen yang menganggap upacara ini perlu sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada orang tua atau leluhur yakni dengan meninggikan posisi tulang belulang di atas tanah khususnya di bukit yang tinggi dan batu yang keras.


(53)

Tahapan jalannya upacara adat mangongkal holi Menurut titah ke lima : harus menghormati orang tua.

Setelah Hasuhuton ( keluarga ) sepakat untuk mengangkat tulang belulang nenek moyang maupun orang tua, maka tahapan yang dilakukan adalah :

Berikut ini adalah tahapan upacara : 1. Tahapan upacara mangongkal holi.

a. Setelah mendapat kesepakatan dari suhut, mereka harus mengunjungi hula-hula dari orang yang akan digali untuk memberitahu rencana apa yang akan diadakan. Adapun hula-hula yang dikunjungi adalah hula-hula (simatua) dan tulang.

b. Membagi-bagi tugas (tonggo raja)

c. Pada hari akan diadakannya pesta, semua hasuhuton dan keluarga berkumpul di tempat kediaman suhut, sambil meminum kopi sembari menunggu beberapa orang terlambat hadir dalam perkumpulan tersebut. Setelah waktunya tiba, mereka bersiap-siap untuk pergi ke makam orang tua yang akan digali. Sebelum berangkatdiadakan terlebih dahulu doa bersama yang dipimpin salah satu dari pihak hula-hula. Di dalam upacara mangongkal holi ada ketentuan yang berlaku dalam perolehan izin penggalian jenazah dari hula-hula, yaitu tergantung dari jenazah siapa yang akan digali. Apabila tulang-belulang dari laki-laki yang akan digali, suhut harus meminta izin dari tulang, tulang yaitu saudara laki-laki ibu dari orang yang digali, dan jika tulang-belulang


(54)

perempuan yang akan digali, suhut harus meminta izin dari orang tuanya atau saudara laki-lakinya.

d. Aturan-aturan dalam menggali tulang belulang seperti berikut : a) Penatua gereja ( pangula ni huria ) membuat doa pembuka,

kemudian mencangkul 3 (tiga) kali dengan ucapan doa atas nama Bapa, Allah dan Roh Kudus.

b) Mertua dari oppung ( bona ni ari ) lebih dahulu mencangkul kuburan, sebanyak 3 kali.

c) Selanjutnya paman ( tulang ), d) Mertua ( hula-hula)

e) Keluarga laki-laik baik perempuan atau semua orang yang ingin ikut mencangkul.

f) Setelah semuanya siap, barulah diserahkan kepada menantu dari perempuan ( hela ).

g) Setelah siap digali, lalu diberikanlah kepada anak kandung perempuan yang digali tersebut, supaya tulang-belulang diterima dari tempat penggalian.

h) Lalu disambutlah oleh anak laki-laki yang paling besar supaya tulang belulang yang telah digali dapat dibersihkan.

i) Setelah dibersihkan, maka hasuhuton memberitahukan supaya semua yang dikuburan segera dipersiapkan.

j) Suhut menyampaikan kepada paman ( tulang ) bahwa pekerjaan menggali tulang-tulang sudah selesai.


(55)

k) Lalu membawa tulang-belulang tersebut ke tempat yang sudah disediakan yaitu tugu atau batu yang kuat.

l) Sebelum tulang-belulang dimasukan ke tempat yang sudah disediakan terlebih dahulu tulang-belulang dimasukkan ke peti kecil yang sudah disediakan, barulah dimasukkan ke semen (tugu)

m) Berikutnya : hasuhuton berbicara dengan sangat hormat kepada semua yang hadir di tempat ini.

n) Sepatah dua kata dari STM ( dongan sabutuha ) o) Sepatah dua patah kata dari boru dan hula-hula.

p) Hasuhuton menerima berkat dengan sembah sujud dan menyampaikan terima kasih kepada seluruh yang telah hadir ditempat ini.

q) Setelah itu, penatua gereja ( pangulani Huria ) menutup melalui doa dan nyanyian.

r) Setelah itu makan bersama dan di sinilah diadakan makan daging (jambar).

Jambar adalah hak bagian atau hak perolehan dari milik bersama yang dibagi.


(56)

• Pesta Tambak (Tempat Perkumpulan) Tulang Belulang yang Sudah Digali. Di dalam pesta upacara adat seperti ini, ada yang satu atau ada juga yang lebih dari satu (orang) tulang belulang (saring-saring) yang digali dan dalam pesta seperti ini ada yang berbeda-beda, seperti pepatah mengatakan :

Asing rura, asing dahutna;

Asing luat, asing ruhutna.

“Lain lubuk, lain ikannya Lain tempat, lain pula adatnya”

Dalam hal ini saya mengambil sebagai contoh yaitu di dalam uapacara adat

mangongkal holi yang diadakan di desa Parsoburan.

Berikut ini adalah tahapannya :

a. Mengadakan rapat sesama hasuhuton (yang mengadakan pesta) b. Membagi-bagi tugas (tonggo raja)

c. Membagikan undangan kepada orang-orang yang akan diundang ke acara pesta tesebut. Tetapi di antara undangan yang akan dibagikan ada undangan istimewa yang di berikan kepada hula-hula dari oppung yang akan digali tulang belulang tersebut. Undangan tersebut yaitu hasuhuton membawa makanan (jambar) untuk makan bersama di rumah hula-hula. Setelah selesai makan, hasuhuton memberitahukan bahwa mereka ingin mengundang hula-hula agar datang ke pesta tersebut, dan hasuhuton menyampaikan uang (piso-piso) kepada hula-hula, supaya dapat mereka pergunakan untuk keperluan acara pesta tersebut, seperti membeli ulos dan lain-lain.


(57)

d. Pada hari upacara mangongkal holi berlangsung.

Jika pesta yang diadakan pesta besar maka pesta tersebut tidak dapat dilaksanakan hanya sehari melainkan sampai 3 (tiga) atau 4 (empat) hari.

Berikut adalah tahapan pesta pada saat upacara mangongkal holi berlangsung.

a) Acara pertama adalah gondang yang dilakukan untuk hasuhuton. Ada yang mengatakan dengan istilah mambuat tua

ni gondang. Istilah mambuat tua ni gandang biasanya pada

zaman sekarang jarang dipakai, karena kita semua tahu bahwa doalah kepada Tuhanlah jalan satu-satunya agar apa yang kita minta dapat terkabul. Jadi istilah mambuat tua ni gondang dapat kita tinggalkan.

b) Setelah gondang (musik) untuk suhut selesai, pada acara kedua dilaksanakan gondang untuk paidua ni suhut,setelah itu dilanjutkan dengan gondang ni boru (acara musik untuk boru), berikutnya gondang ni ale-ale (acara musik untuk sahabat/teman akrab).

c) Pada acara terakhir diadakan gondang untuk hula-hula. Jika hula-hula tersebut banyak/ramai maka acara dapat dilakukan dengan cara berkumput-kumpul atau kelompok-kelompok termasuk mertua yang meninggal dan mertua dari anaknya. Pada saat ini lah hula-hula menyampaikan ulos dan beras pada


(58)

hasuhuton. Dan pada saat itu pulalah ulos dipakaikan kepada hasuhuton.

d) Suhut mempersiapkan makanan dengan memotong beberapa kerbau tergantung dari jumlah undangan.

e) Setelah suhut mempersiapkan semuanya, lalu diadakan makan bersama dimulai dengan terlebih dahulu berdoa yang dipimpin oleh seorang sintua.

f) Selanjutnya dilakukan pembagian jambar.

g) Setelah itu lalu menyampaikan sepatah dua patah kata dari hula-hula dan undangan secara bergantian.

Adapun sepatah dua patah kata yang disampaikan hula-hula adalah nasehat dan doa sesuai permintaan hasuhuton karena diadakannya pesta ini untuk meminta agar kiranya Tuhan selalu memberkati mereka.

Selanjutnya sepatah dua patah kata yang sampaikan oleh hasuhuton yang mengatakan tentang arti dan makna pesta yang akan diadakan, menggali tulang belulang orang tua mereka dan ditempatkan di tugu agar semua keturunan mendapat berkat dari Tuhan yang Maha Esa.

Lalu kata nasehat sigabegabean dari dongan sabutuha.

h) Setelah selesai menyampaikan sepatah dua patah kata dari hula-hula, hasuhuton dan para undangan. Hasuhuton menyampaikan terima kasih kepada seluruh undangan dan


(59)

mendoakan semoga dengan adanya acara ini mereka menerima berkat yang berlimpah.

i) Setelah itu dilanjutkan dengan bernyanyi rohani dan doa penutup yang dibawakan oleh penatua gereja.


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis, dapat diambil kesimpulan tentang peristiwa tutur dalam upacara adat mangongkal

holi pada masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran

adalah sebagai berikut :

1. Peristiwa tutur yang terjadi di dalam upacara adat mangongkal holi terdapat banyak sekali tuturan-tuturan yang terjadi dan memiliki peristiwa-peristiwa tutur yang berbeda-beda, misalnya cara penyampaian, nada suara, penjiwaan yang terdapat dalam tuturan tersebut dan memiliki maksud dan tujuan pertuturan itu terjadi.

2. Dengan meneliti peristiwa tutur dalam upacara adat mangongkal holi, kita lebih dapat mengerti apa-apa saja tuturan-tuturan yag tedapat dalam upacara adat mangongkal holi tersebut.

3. Mangongkal holi dapat diambil kesimpulan yaitu untuk menghormati orang

tua, yang tidak bertentangan dengan agama karena setiap acara demi acara yang berlangsung hanyalah meminta doa dan restu dari Tuhan yang Maha Esa supaya keturunan yang ditinggalkan orang tua yang telah meninggal dunia deberkati oleh Tuhan agar mempunyai keturunan, memilikiharta, kesehatan dan panjang umur.


(61)

1.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis, penulis memberikan saran yang dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat Batak Toba khususnya perantau muda Batak adalah sebagai berikut :

1. Upacara adat mangongkal holi adalah upacara yang sangat jarang diadakan yaitu hanya 5 tahun sekali bahkan lebih, dan upacara mangongkal holi adalah upacara yang sangat perlu untuk dilestarikan, oleh sebab itu agar kiranya seluruh masyarakat Batak Toba ikut serta dalam mempertahankan kebudayaan yang ada di Indonesia, khususnya upacara adat mangongkal holi, serta mengkaji tuturan-tuturan apa saja yang terdapat di dalam upacara mangongkal holi tersebut.

2. Untuk mengetahui lebih rinci peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara adat

mangongkal holi, masih perlu diadakan penelitian lanjutan karena masih ada

tuturan-tuturan yang perlu kita ketahui di dalam upacara mangongkal holi. 3. Kiranya agar seluruh masyarakat Batak Toba terutama yang ada diperantauan,

agar kiranya tetap mejaga kelestarian budaya yang ada di Indonesia khususnya upacara adat mangongkal holi yang terjadi pada masyarakat Batak Toba.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Aslinda, 2006. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama Appel (dalam Suwito). 1992. Jakarta : Rineka Cipta

Appel, Rene, Gerad Huber, dan Guus Maijer. 1976. Sosiolingustiek. Utrecht-Antwerpen: Het Spectrum.

Brunner, Edward. Urbanization and Ethnik Identity in North Sumatera. Amerika Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta

Chaer, Abdul dan Agustina. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka cipta

Elisabet. 1990. Upacara Tolak Bala. Jakarta: PT Refika Aditama

Fishman, J.A. 1982. The Socioology of Language. Massachussetts: Newbury House Publication

Geertz. 1992. Pengertian Simbol. Bandung: Gramedia

Hymes, Dell. 1972. Direction in Sociolinguistics. New York : Holt, Rinehart, and Winston.

Hasan, Kailani. 2001. Butir-butir Linguistik Umum dan Sosiolinguistik. Pekanbaru : Unri Press

Hymes, Dell (Ed). 1964. Language in Culture and Society. New York: Harper and Row.

Koentjaraningrat. 1992. Kebudayaan. Jakarta

Kridalaksana. 1978. Defenisi Sosiolinguistik. Gramedia.

Panggabean, RPL, 2014. Upacara Mangongkal Holi. http://kumpul-halkit.blogspot.com/2014/02/mangongkal-holi-menggali-tulang.html

Pedersen, P, Paul. The Batak Blood and Protestant Soul. Amerika

Rahardi, Kanjana. 2010. Kajian Sosiolinguistik. Bogor : Ghalia Indonesia

Simanjuntak, Damri. 2003. Tinjauan Sosiologis Terhadap Upacara Mangongkal

Holi Pada Masyarakat Batak Toba. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas


(63)

Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung : PT. Refika Aditama.

Suhardi, Basuki. 2009. Pedoman Penelitian Sosiolinguistik. Jawa Timur: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Suwito. 1982. Sosiolinguistik : Teori dan Problema. Surakarta :Henary offsef Tambunan, E.H, 1982. Sekelimut Mengenai Masyarakat Batak Toba Dan

Kebudayaannya Sebagai Sarana Pembangunan.Bandung: Tarsito.

Tarigan, Girson. 2012. Skripsi: Upacara Adat Cawir Metua Pada Masyarakat

Karo Di Kabupaten Langkat. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera


(1)

hasuhuton. Dan pada saat itu pulalah ulos dipakaikan kepada hasuhuton.

d) Suhut mempersiapkan makanan dengan memotong beberapa kerbau tergantung dari jumlah undangan.

e) Setelah suhut mempersiapkan semuanya, lalu diadakan makan bersama dimulai dengan terlebih dahulu berdoa yang dipimpin oleh seorang sintua.

f) Selanjutnya dilakukan pembagian jambar.

g) Setelah itu lalu menyampaikan sepatah dua patah kata dari hula-hula dan undangan secara bergantian.

Adapun sepatah dua patah kata yang disampaikan hula-hula adalah nasehat dan doa sesuai permintaan hasuhuton karena diadakannya pesta ini untuk meminta agar kiranya Tuhan selalu memberkati mereka.

Selanjutnya sepatah dua patah kata yang sampaikan oleh hasuhuton yang mengatakan tentang arti dan makna pesta yang akan diadakan, menggali tulang belulang orang tua mereka dan ditempatkan di tugu agar semua keturunan mendapat berkat dari Tuhan yang Maha Esa.

Lalu kata nasehat sigabegabean dari dongan sabutuha.

h) Setelah selesai menyampaikan sepatah dua patah kata dari hula-hula, hasuhuton dan para undangan. Hasuhuton menyampaikan terima kasih kepada seluruh undangan dan


(2)

mendoakan semoga dengan adanya acara ini mereka menerima berkat yang berlimpah.

i) Setelah itu dilanjutkan dengan bernyanyi rohani dan doa penutup yang dibawakan oleh penatua gereja.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis, dapat diambil kesimpulan tentang peristiwa tutur dalam upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran adalah sebagai berikut :

1. Peristiwa tutur yang terjadi di dalam upacara adat mangongkal holi terdapat banyak sekali tuturan-tuturan yang terjadi dan memiliki peristiwa-peristiwa tutur yang berbeda-beda, misalnya cara penyampaian, nada suara, penjiwaan yang terdapat dalam tuturan tersebut dan memiliki maksud dan tujuan pertuturan itu terjadi.

2. Dengan meneliti peristiwa tutur dalam upacara adat mangongkal holi, kita lebih dapat mengerti apa-apa saja tuturan-tuturan yag tedapat dalam upacara adat mangongkal holi tersebut.

3. Mangongkal holi dapat diambil kesimpulan yaitu untuk menghormati orang tua, yang tidak bertentangan dengan agama karena setiap acara demi acara yang berlangsung hanyalah meminta doa dan restu dari Tuhan yang Maha Esa supaya keturunan yang ditinggalkan orang tua yang telah meninggal dunia deberkati oleh Tuhan agar mempunyai keturunan, memilikiharta, kesehatan dan panjang umur.


(4)

1.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis, penulis memberikan saran yang dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat Batak Toba khususnya perantau muda Batak adalah sebagai berikut :

1. Upacara adat mangongkal holi adalah upacara yang sangat jarang diadakan yaitu hanya 5 tahun sekali bahkan lebih, dan upacara mangongkal holi adalah upacara yang sangat perlu untuk dilestarikan, oleh sebab itu agar kiranya seluruh masyarakat Batak Toba ikut serta dalam mempertahankan kebudayaan yang ada di Indonesia, khususnya upacara adat mangongkal holi, serta mengkaji tuturan-tuturan apa saja yang terdapat di dalam upacara mangongkal holi tersebut.

2. Untuk mengetahui lebih rinci peristiwa tutur yang terdapat dalam upacara adat mangongkal holi, masih perlu diadakan penelitian lanjutan karena masih ada tuturan-tuturan yang perlu kita ketahui di dalam upacara mangongkal holi. 3. Kiranya agar seluruh masyarakat Batak Toba terutama yang ada diperantauan,

agar kiranya tetap mejaga kelestarian budaya yang ada di Indonesia khususnya upacara adat mangongkal holi yang terjadi pada masyarakat Batak Toba.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aslinda, 2006. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama Appel (dalam Suwito). 1992. Jakarta : Rineka Cipta

Appel, Rene, Gerad Huber, dan Guus Maijer. 1976. Sosiolingustiek. Utrecht-Antwerpen: Het Spectrum.

Brunner, Edward. Urbanization and Ethnik Identity in North Sumatera. Amerika Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta

Chaer, Abdul dan Agustina. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka cipta

Elisabet. 1990. Upacara Tolak Bala. Jakarta: PT Refika Aditama

Fishman, J.A. 1982. The Socioology of Language. Massachussetts: Newbury House Publication

Geertz. 1992. Pengertian Simbol. Bandung: Gramedia

Hymes, Dell. 1972. Direction in Sociolinguistics. New York : Holt, Rinehart, and Winston.

Hasan, Kailani. 2001. Butir-butir Linguistik Umum dan Sosiolinguistik. Pekanbaru : Unri Press

Hymes, Dell (Ed). 1964. Language in Culture and Society. New York: Harper and Row.

Koentjaraningrat. 1992. Kebudayaan. Jakarta

Kridalaksana. 1978. Defenisi Sosiolinguistik. Gramedia.

Panggabean, RPL, 2014. Upacara Mangongkal Holi. http://kumpul-halkit.blogspot.com/2014/02/mangongkal-holi-menggali-tulang.html

Pedersen, P, Paul. The Batak Blood and Protestant Soul. Amerika

Rahardi, Kanjana. 2010. Kajian Sosiolinguistik. Bogor : Ghalia Indonesia

Simanjuntak, Damri. 2003. Tinjauan Sosiologis Terhadap Upacara Mangongkal Holi Pada Masyarakat Batak Toba. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara


(6)

Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung : PT. Refika Aditama.

Suhardi, Basuki. 2009. Pedoman Penelitian Sosiolinguistik. Jawa Timur: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Suwito. 1982. Sosiolinguistik : Teori dan Problema. Surakarta :Henary offsef Tambunan, E.H, 1982. Sekelimut Mengenai Masyarakat Batak Toba Dan

Kebudayaannya Sebagai Sarana Pembangunan.Bandung: Tarsito.

Tarigan, Girson. 2012. Skripsi: Upacara Adat Cawir Metua Pada Masyarakat Karo Di Kabupaten Langkat. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.