Analisis energi proses penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap

(1)

ANALISIS ENERGI PROSES PENYULINGAN

MINYAK AKAR WANGI DENGAN PENINGKATAN

TEKANAN DAN LAJU ALIR UAP AIR SECARA BERTAHAP

ROSNIYATI SUWARDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air Secara Bertahap adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

Rosniyati Suwarda


(3)

ABSTRACT

ROSNIYATI SUWARDA. Energy Analysis of Vetiver Oil Distillation Process with Gradual Increase of Steam Pressure and Flow Rate. Under direction of I WAYAN BUDIASTRA, MEIKA S. RUSLI and RISFAHERI.

Vetiver oil is one of export commodities of Indonesia. In the world main producer of vetiver oil are Indonesia (Java), the Reunion Islands and Haiti with yearly production estimated as 140 ton. The major problems found in Indonesian vetiver oil distillation are low quality of the oil (smoky notes), long time of distillation process and high energy consumption. The experiment was aimed to analyze energy use in several distillation process design and to improve the good quality of oil recovery. Specifically, the purpose of the experiment were: 1) to determine the effect of condition and process steps on the energy use, 2) to analyze the energy use in each sub-systems, and 3) to analyze the efficiency of distillation equipments.

The treatment applied in this experiment were a combination of gradual increase of steam pressures (2, 2.5, and 3 bar) and flow rates (1, 1.5, 2 l h-1 kg-1). Material used in this experiment was vetiver root (Vetiveria zizanioides Stapt), type of Pulus Wangi. Number of raw material in each distillation experiments was 3 kg of dried vetiver root. The capacity of retort used in the experiment was 90.50 liter, however it was filled only by 33 to 40 liter of the raw material with its density of 0.09 kg/liter. Distillation was done for 9 hours.

The results of the experiment showed that the use of higher pressure (until 3 bars) and the use high steam flow rate caused higher energy consumption. Gradual increased of pressure and constant steam flow rate of 2 l/hr/kg of raw matrial result in high recovery rate (90.42%) with good quality of oil. This design could reduced the duration of distillation process so that decrease energy consumption. Steam flow rate had an effect on oil extraction rate and also related to energy consumption. In the process design in this experiment, the efficiency and performance of retort was quite good. This is showed by high recovery and high efficiency of retort. The effect of energy loss in the retort (wall, cover, and base) and in the connector pipe of retort - condenser was not significant on the total energy consumption as they were isolated. Condenser efficiency was influenced by steam flow rate and cooling water flow rate. Condenser efficiency was relatively lower than retort efficiency because of ability of the condenser in absorbing condensation heat of oil and steam. Specific energy was in the range of 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg of vetiver oil. It was lower than the average scale provided by Small to Medium Industries (SMI) which of 2 677.43 MJ/kg of vetiver oil. Distillation by gradual increased of pressure and water steam flow rate was 30 to 33% saver in energy compare to the SMI scale of vetiver oil in Garut Province.


(4)

RINGKASAN

ROSNIYATI SUWARDA. Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap. Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA, MEIKA S. RUSLI dan RISFAHERI. Minyak akar wangi adalah salah satu komoditas ekspor non migas Indonesia. Indonesia merupakan eksportir minyak akar wangi ketiga terbesar dunia setelah Haiti dan Bourbon. Masalah utama yang dijumpai pada produksi minyak akar wangi Indonesia adalah mutu rendah, waktu penyulingan yang lama dan kebutuhan bahan bakar yang tinggi. Hal ini memerlukan perbaikan disain proses distilasi yang menjamin tercapainya mutu produk yang lebih baik dan

recovery minyak yang tinggi, tapi dengan konsumsi energi yang efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan energi selama proses penyulingan pada beberapa disain proses penyulingan untuk menghasilkan minyak dengan mutu yang baik. Secara khusus penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kondisi dan tahapan proses terhadap penggunaan energi dan menganalisis penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan serta menganalisis efisiensi peralatan penyulingan.

Metode penyulingan yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi proses distilasi yang didasarkan pada perbedaan titik didih komponen-komponen minyak akar wangi. Uji coba yang dilakukan adalah peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan dan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air secara bertahap. Tekanan uap yang digunakan adalah 2 bar, 2.5 bar dan 3 bar, sedangkan laju alir uap air yang digunakan yaitu 1, 1.5 dan 2 l/jam/kg bahan. Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) jenis Pulus Wangi, jumlah bahan baku untuk setiap percobaan penyulingan adalah 3 kg akar wangi kering. Ketel suling yang digunakan memiliki volume 90.50 liter, namun pada pelaksanaan penelitian ini bahan diisi berkisar antara 33 - 40 liter dengan kepadatan bahan 0.09 kg/liter. Penyulingan dilakukan selama 9 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan tekanan yang lebih tinggi sampai dengan 3 bar dan laju alir uap air tinggi menyebabkan makin besar konsumsi energi. Peningkatan tekanan secara bertahap dan laju alir uap air konstan 2 l/jam/kg bahan menghasilkan tingkat recovery minyak yang tinggi

(90.42%) dengan mutu yang tetap baik. Disain tersebut dapat mengurangi waktu proses penyulingan sehingga mengurangi jumlah konsumsi energi. Laju alir uap air berpengaruh terhadap laju ekstraksi minyak tapi juga berhubungan dengan konsumsi energi. Pada disain proses yang direkayasa pada penelitian ini kinerja dan efisiensi ketel suling cukup baik, hal ini ditandai dengan tingkat recovery

yang tinggi dan efisiensi ketel yang tinggi. Loss energi pada ketel suling (dinding,

tutup, dasar) dan pipa penghubung ketel-kondensor tidak signifikan terhadap keseluruhan konsumsi energi karena telah diberi isolator. Efisiensi kondensor dipengaruhi oleh laju alir uap air dan laju alir air pendingin. Efisiensi kondensor relatif rendah dibandingkan dengan ketel suling disebabkan keterbatasan kondensor dalam menangkap panas kondensasi minyak dan uap air. Energi spesifik berkisar antara 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg minyak akar wangi lebih


(5)

rendah dari skala IKM rata-rata sebesar 2 677.43 MJ/kg minyak akar wangi. Penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap lebih hemat energi 30%-33% jika dibandingkan dengan skala IKM akar wangi di Kabupaten Garut.

Kata kunci: minyak akar wangi, tekanan dan laju alir uap air, energi dan recovery


(6)

Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

ANALISIS ENERGI PROSES PENYULINGAN

MINYAK AKAR WANGI DENGAN PENINGKATAN

TEKANAN DAN LAJU ALIR UAP AIR SECARA BERTAHAP

ROSNIYATI SUWARDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr.


(9)

Judul Tesis : Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap Nama : Rosniyati Suwarda

NRP : F051060051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Meika S. Rusli, MSc. Dr. Ir. Risfaheri, MSi.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melim-pahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap”

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr (alm.), bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr, bapak Dr. Ir. Meika. S. Rusli, M.Sc dan bapak Dr. Ir. Risfaheri, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukannya dalam penulisan tesis ini. Disamping itu, penghargaan disampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr sebagai penguji luar komisi.

Terima kasih penulis sampaikan kapada kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, atas kesempatan yang diberikan untuk meneruskan pendidikan magister sains (S2). Penghargaan yang tulus disampaikan kepada bapak Dr. Ir. Meika. S. Rusli, M.Sc yang telah memberikan kepercayaan dan bantuan dalam melaksanakan penelitian melalui Proyek KKP3T T.A. 2007 (Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian yang dilakukan bersama dengan Tuti Tutuarima kandidat S2 Program Studi Teknologi Industri, IPB. Terimakasih penulis sampaikan juga kepada staf Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Balai Tanaman Obat dan aromatik, serta Teknologi Industri Pertanian, IPB yang telah membantu selama penelitian.

Ungkapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada mama dan suami tercinta Rawiyah Sairen dan Drs. Rais Taufiq Ollong, beserta adik-adikku Diah, Ningsih, Baya, dan anak-anakku tersayang Aifan Atrah, Rahmat Ghalih, Akmal Ikhsan dan Niqmah Fatmasari, atas doa dan kasih sayangnya.

Sahabatku ibu Nadiarti terima kasih atas bantuan, perhartian dan pengertiannya. Sahabat-sahabatku di program studi Teknologi Pascapanen angkatan 2006 Darmayanti (Almh.), Nona, Deva, Etha, Venti dan angkatan 2007 serta Tuti, Ria dan Ibu Cut Meurah dari program studi Teknologi Industri Pertanian semangat kebersamaan membuat kita menjadi saudara.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Semoga Allah SWT menerima apa yang telah penulis lakukan sebagai wujud syukur kepada-Nya.

Bogor, Juli 2009


(11)

ANALISIS ENERGI PROSES PENYULINGAN

MINYAK AKAR WANGI DENGAN PENINGKATAN

TEKANAN DAN LAJU ALIR UAP AIR SECARA BERTAHAP

ROSNIYATI SUWARDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air Secara Bertahap adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

Rosniyati Suwarda


(13)

ABSTRACT

ROSNIYATI SUWARDA. Energy Analysis of Vetiver Oil Distillation Process with Gradual Increase of Steam Pressure and Flow Rate. Under direction of I WAYAN BUDIASTRA, MEIKA S. RUSLI and RISFAHERI.

Vetiver oil is one of export commodities of Indonesia. In the world main producer of vetiver oil are Indonesia (Java), the Reunion Islands and Haiti with yearly production estimated as 140 ton. The major problems found in Indonesian vetiver oil distillation are low quality of the oil (smoky notes), long time of distillation process and high energy consumption. The experiment was aimed to analyze energy use in several distillation process design and to improve the good quality of oil recovery. Specifically, the purpose of the experiment were: 1) to determine the effect of condition and process steps on the energy use, 2) to analyze the energy use in each sub-systems, and 3) to analyze the efficiency of distillation equipments.

The treatment applied in this experiment were a combination of gradual increase of steam pressures (2, 2.5, and 3 bar) and flow rates (1, 1.5, 2 l h-1 kg-1). Material used in this experiment was vetiver root (Vetiveria zizanioides Stapt), type of Pulus Wangi. Number of raw material in each distillation experiments was 3 kg of dried vetiver root. The capacity of retort used in the experiment was 90.50 liter, however it was filled only by 33 to 40 liter of the raw material with its density of 0.09 kg/liter. Distillation was done for 9 hours.

The results of the experiment showed that the use of higher pressure (until 3 bars) and the use high steam flow rate caused higher energy consumption. Gradual increased of pressure and constant steam flow rate of 2 l/hr/kg of raw matrial result in high recovery rate (90.42%) with good quality of oil. This design could reduced the duration of distillation process so that decrease energy consumption. Steam flow rate had an effect on oil extraction rate and also related to energy consumption. In the process design in this experiment, the efficiency and performance of retort was quite good. This is showed by high recovery and high efficiency of retort. The effect of energy loss in the retort (wall, cover, and base) and in the connector pipe of retort - condenser was not significant on the total energy consumption as they were isolated. Condenser efficiency was influenced by steam flow rate and cooling water flow rate. Condenser efficiency was relatively lower than retort efficiency because of ability of the condenser in absorbing condensation heat of oil and steam. Specific energy was in the range of 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg of vetiver oil. It was lower than the average scale provided by Small to Medium Industries (SMI) which of 2 677.43 MJ/kg of vetiver oil. Distillation by gradual increased of pressure and water steam flow rate was 30 to 33% saver in energy compare to the SMI scale of vetiver oil in Garut Province.


(14)

RINGKASAN

ROSNIYATI SUWARDA. Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap. Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA, MEIKA S. RUSLI dan RISFAHERI. Minyak akar wangi adalah salah satu komoditas ekspor non migas Indonesia. Indonesia merupakan eksportir minyak akar wangi ketiga terbesar dunia setelah Haiti dan Bourbon. Masalah utama yang dijumpai pada produksi minyak akar wangi Indonesia adalah mutu rendah, waktu penyulingan yang lama dan kebutuhan bahan bakar yang tinggi. Hal ini memerlukan perbaikan disain proses distilasi yang menjamin tercapainya mutu produk yang lebih baik dan

recovery minyak yang tinggi, tapi dengan konsumsi energi yang efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan energi selama proses penyulingan pada beberapa disain proses penyulingan untuk menghasilkan minyak dengan mutu yang baik. Secara khusus penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kondisi dan tahapan proses terhadap penggunaan energi dan menganalisis penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan serta menganalisis efisiensi peralatan penyulingan.

Metode penyulingan yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi proses distilasi yang didasarkan pada perbedaan titik didih komponen-komponen minyak akar wangi. Uji coba yang dilakukan adalah peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan dan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air secara bertahap. Tekanan uap yang digunakan adalah 2 bar, 2.5 bar dan 3 bar, sedangkan laju alir uap air yang digunakan yaitu 1, 1.5 dan 2 l/jam/kg bahan. Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) jenis Pulus Wangi, jumlah bahan baku untuk setiap percobaan penyulingan adalah 3 kg akar wangi kering. Ketel suling yang digunakan memiliki volume 90.50 liter, namun pada pelaksanaan penelitian ini bahan diisi berkisar antara 33 - 40 liter dengan kepadatan bahan 0.09 kg/liter. Penyulingan dilakukan selama 9 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan tekanan yang lebih tinggi sampai dengan 3 bar dan laju alir uap air tinggi menyebabkan makin besar konsumsi energi. Peningkatan tekanan secara bertahap dan laju alir uap air konstan 2 l/jam/kg bahan menghasilkan tingkat recovery minyak yang tinggi

(90.42%) dengan mutu yang tetap baik. Disain tersebut dapat mengurangi waktu proses penyulingan sehingga mengurangi jumlah konsumsi energi. Laju alir uap air berpengaruh terhadap laju ekstraksi minyak tapi juga berhubungan dengan konsumsi energi. Pada disain proses yang direkayasa pada penelitian ini kinerja dan efisiensi ketel suling cukup baik, hal ini ditandai dengan tingkat recovery

yang tinggi dan efisiensi ketel yang tinggi. Loss energi pada ketel suling (dinding,

tutup, dasar) dan pipa penghubung ketel-kondensor tidak signifikan terhadap keseluruhan konsumsi energi karena telah diberi isolator. Efisiensi kondensor dipengaruhi oleh laju alir uap air dan laju alir air pendingin. Efisiensi kondensor relatif rendah dibandingkan dengan ketel suling disebabkan keterbatasan kondensor dalam menangkap panas kondensasi minyak dan uap air. Energi spesifik berkisar antara 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg minyak akar wangi lebih


(15)

rendah dari skala IKM rata-rata sebesar 2 677.43 MJ/kg minyak akar wangi. Penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap lebih hemat energi 30%-33% jika dibandingkan dengan skala IKM akar wangi di Kabupaten Garut.

Kata kunci: minyak akar wangi, tekanan dan laju alir uap air, energi dan recovery


(16)

Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(17)

ANALISIS ENERGI PROSES PENYULINGAN

MINYAK AKAR WANGI DENGAN PENINGKATAN

TEKANAN DAN LAJU ALIR UAP AIR SECARA BERTAHAP

ROSNIYATI SUWARDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(18)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr.


(19)

Judul Tesis : Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap Nama : Rosniyati Suwarda

NRP : F051060051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Meika S. Rusli, MSc. Dr. Ir. Risfaheri, MSi.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(20)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melim-pahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap”

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr (alm.), bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr, bapak Dr. Ir. Meika. S. Rusli, M.Sc dan bapak Dr. Ir. Risfaheri, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukannya dalam penulisan tesis ini. Disamping itu, penghargaan disampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr sebagai penguji luar komisi.

Terima kasih penulis sampaikan kapada kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, atas kesempatan yang diberikan untuk meneruskan pendidikan magister sains (S2). Penghargaan yang tulus disampaikan kepada bapak Dr. Ir. Meika. S. Rusli, M.Sc yang telah memberikan kepercayaan dan bantuan dalam melaksanakan penelitian melalui Proyek KKP3T T.A. 2007 (Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian yang dilakukan bersama dengan Tuti Tutuarima kandidat S2 Program Studi Teknologi Industri, IPB. Terimakasih penulis sampaikan juga kepada staf Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Balai Tanaman Obat dan aromatik, serta Teknologi Industri Pertanian, IPB yang telah membantu selama penelitian.

Ungkapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada mama dan suami tercinta Rawiyah Sairen dan Drs. Rais Taufiq Ollong, beserta adik-adikku Diah, Ningsih, Baya, dan anak-anakku tersayang Aifan Atrah, Rahmat Ghalih, Akmal Ikhsan dan Niqmah Fatmasari, atas doa dan kasih sayangnya.

Sahabatku ibu Nadiarti terima kasih atas bantuan, perhartian dan pengertiannya. Sahabat-sahabatku di program studi Teknologi Pascapanen angkatan 2006 Darmayanti (Almh.), Nona, Deva, Etha, Venti dan angkatan 2007 serta Tuti, Ria dan Ibu Cut Meurah dari program studi Teknologi Industri Pertanian semangat kebersamaan membuat kita menjadi saudara.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Semoga Allah SWT menerima apa yang telah penulis lakukan sebagai wujud syukur kepada-Nya.

Bogor, Juli 2009


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 10 April 1967 dari ayah M.K Suwarda (Alm.) dan ibu Rawiyah Sairen. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Tahun 1986 penulis tamat dari SMA Negeri 2 Ambon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Pattimura melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih program studi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan lulus pada tahun 1992. Tahun 1993 penulis menjadi staf honorer pada Sub Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Laut dan tahun 1999 diangkat menjadi PNS pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku sebagai staf peneliti bidang pascapanen. Tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan magister sains (S2) program studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian.


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR LAMPIRAN ... xv PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Ruang Lingkup Penelitian ... 3 Kerangka Pemikiran ... 4 Manfaat Penelitian ... 5 TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Akar Wangi ... . 6 • Manfaat Minyak Akar Wangi ... . 7 • Syarat Mutu Minyak Akar Wangi ... . 7 Kergaan Industri Kecil Menengah (IKM) Penyulingan Minyak

Akar Wangi Garut ... 8 Sistem Penyulingan (Distilasi) Minyak Atsiri ... 10

• Teori Dasar Penyulingan ... 10 • Metode Penyulingan ... 12 • Alat Penyulingan Minyak Atsiri ... 12 • Proses Penyulingan Minyak Atsiri ... 13 Pindah Panas ... 20 METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat ... 22 Tempat dan Waktu ... 26 Tahapan Penelitian ... 26 Prosedur Penelitian ... 27 Parameter Pengukuran ... 29 Analisis Pindah Panas dan Analisis Energi... 33 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Akar Wangi ... 40 Kinerja Proses Penyulingan pada tekanan konstan ... 41 Volume dan Recovery Minyak Akar Wangi pada Penyulingan

Tekanan Konstan ... 42 Efiensi Peralatan Penyulingan pada tekanan konstan ... 43 Kinerja Proses Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan

dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap ... 44 Pengaruh Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap

Air terhadap Laju Keluar Minyak dan Recovery Minyak ... 45 Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi ... 47 Perhitungan Kooefisien Perpindahan Panas Menyuluruh (U) ... 57


(23)

Hubungan Antara Peningkatan Tekanan dan Laju alir uap air

Terhadap Konsumsi Energi dan Recovery Minyak ... 58

Analisa Mutu Minyak Akar Wangi ... 59 KESIMPULAN DAN SARAN ... 62 DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN ... 67


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Standar mutu minyak akar wangi menurut

Standar Nasional Indonesia 06-2386-2006 ... 7 2. Standar mutu minyak akar wangi menurut

ISO 4716 : 2002 ... 8 3. Penyulingan minyak akar wangi kabupaten Garut ... 9 4. Kadar air dan kadar minyak bahan baku

akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) ... 41 5. Kondisi operasi penyulingan dengan tekanan konstan ... 42 6. Pengaruh tekanan uap terhadap volume dan recovery minyak ... 42

7. Hasil perhitungan efisiensi peralatan dan energi spesifik

pada penyulingan minyak akar wangi dengan tekanan konstan ... 43 8. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap suhu ketel suling ... 45 9. Produksi steam dan energi steam pada sistim penyulingan

akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap

air secara bertahap ... 48 10. Hasil perhitungan energi yang dimanfaatkan untuk mengekstrak

minyak (QD) dan nilai efisiensi ketel suling ... 50

11. Pengaruh peningkatan tekanan dan laju alir uap airsecara bertahap

terhadap kinerja dan efisiensi kondensor ... 53 12. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap

energi yang digunakan untuk menguapakan air di boiler ... 55 13. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap energi

yang dimanfaatkan ketel suling (QD) dan efisiensi ketel suling ... 55

14.Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) bertahap terhadap energi yang diserap air pendingin (QL) dan

efisiensi kondensor ... 56 15.Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap

kinerja kondensor ... 56 16. Koefisien perpindahan kalor dari kondensor jenis spiral ... 57 17. Perbandingan konsumsi energi penyulingan minyak akar wangi ... 63 18. Perbandingan mutu minyak akar wangi ... 59


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Grafik perubahan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan

(countercurrent flow) ... 14

2. Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation)... 23

3. Diagram alir proses penyulingan minyak akar wangi ... 28 4. Diagram alir aliran energi pada proses penyulingan

minyak akar wangi ... 39 5. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan

tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan ... 45 6. Recovery minyak akar wangi pada tekanan bertahap

dan laju alir uap air konstan ... 46 7. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan

tekanan dan laju alir uap air bertahap. ... 47 8. Proses pembentukan uap air dalam boiler ... 47 9. Grafik kehilangan energi pada pipa penghubung

boiler ke ketel suling (pipa uap) ... 49 10. Perbandingan energi yang masuk ke ketel suling (QB)

dengan energi yang dimanfaatkan oleh ketel suling (QD). ... 51

11.Kehilangan energi pada ketel suling selama proses

penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan (a), dan laju alir uap air

bertahap (b). ... 52 12.Perbandingan energi yang masuk ke kondensor (QD)

dengan energi yang diserap air pendingin (QL). ... 54

13.Hubungan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan terhadap pemakaian energi dan recovery

minyak akar wangi. ... 58 14.Pengaruh peningkatana tekanan dan laju alir uap air terhadap

warna minyak akar wangi ... 60


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data hasil penelitian penyulingan akar wangi dengan peningkatan

tekanan dan laju alir uap air secara bertahap ... 67 2. Perhitungan Kehilangan Panas ... 71 3. Analisis Penggunaan Energi dan Efisiensi Peralatan ... 88 4. Prosedur Pengujian Minyak Akar Wangi ... 99


(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak akar wangi merupakan minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) melalui proses penyulingan (distilasi). Minyak

akar wangi memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai bahan baku pada pembuatan parfum dan bahan pewangi serta dapat digunakan dalam aromaterapi. Minyak akar wangi berfungsi sebagai pengikat (fixative) dan pemberi bau dasar (flavor agent) (Martinez et al., 2004).

Produksi minyak akar wangi di Indonesia 89% dihasilkan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lokasi penghasil tanaman akar wangi tersebar di empat Kecamatan, yaitu Kecamatan Samarang seluas 1 100 ha, Kecamatan Bayongbong seluas 210 ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 ha, dan Kecamatan Leles seluas 750 ha (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2007).

Dalam perdagangan dunia minyak akar wangi dari Indonesia dikenal dengan nama “Java vetiver oil”. Sebelum Perang Dunia II, minyak akar wangi Indonesia sangat disukai dipasaran dunia karena mutunya tinggi. Dewasa ini di pasar dunia, Haiti dan Bourbon menggantikan posisi Indonesia. Harga minyak akar wangi Indonesia lebih rendah (US$ 58-65/kg) dibandingkan dengan minyak akar wangi dari Bourbon (US$ 137/kg) dan Haiti (US$ 93/kg) (Chemical Market Reporter, 2000 dalam Leupin, 2001 dan Uhe, 2006).

Perkembangan ekspor minyak akar wangi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia tahun 2003-2006 masing-masing adalah 45.821, 56.444, 74.210 dan 75.199 ton. Fluktuasi minyak akar wangi terutama disebabkan oleh mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar (tidak seragam dan mutu rendah). Pasar luar negeri yang menyerap produk ini adalah negara Jepang, Cina, Singapura, India, Hongkong, Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Belgia, Swiss dan Italia (BPS, 2007).

Masalah utama yang dihadapi industri minyak akar wangi di Garut adalah rendahnya mutu minyak yang dihasilkan dengan indikasi bau gosong dan berwarna gelap. Hal ini berdampak terhadap penerimaan produk minyak akar


(28)

2 wangi di pasar ekspor. Selain itu rendemen yang dihasilkan rendah, hanya sekitar 1.2% dari potensi minyak 2-3% dan kadar vetiverolnya dibawah 50% (Anonimous, 2006 dan Triharyo, 2007). Faktor yang menjadi penyebab rendahnya mutu minyak akar wangi adalah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman atsiri yang rendah dan tidak seragam, penggunaan alat dan teknologi proses yang tidak tepat atau belum terstandar serta kurangnya insentif harga bagi minyak atsiri yang bermutu baik (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006). Penelitian temtang rendahnya efisiensi energi secara kuantitatif dan sistematis belum dilkukan.

Teknik penyulingan akar wangi yang umum digunakan oleh IKM (Industri Kecil Menengah) adalah penyulingan menggunakan uap air dengan tekanan 5-6 bar dan waktu penyulingan 10-12 jam, yang menghasilkan mutu yang rendah seperti bau gosong. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghemat bahan bakar sejak kenaikan harga BBM tahun 1998. Sebelumnya proses penyulingan menggunakan tekanan 3 bar dengan waktu penyulingan 20-40 jam menghasilkan mutu minyak yang sesuai dengan standar ekspor.

Penyulingan dengan menggunakan tekanan yang tinggi secara konstan akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan berbau gosong (mutu rendah). Sedangkan bila menggunakan tekanan rendah secara konstan dapat menghasilkan minyak yang bermutu tinggi akan tetapi memerlukan waktu yang lama dan energi yang besar. Karena tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi, maka penyulingan lebih baik dimulai dari tekanan rendah, kemudian tekanan meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses, yaitu ketika minyak yang tertinggal dalam bahan relatif kecil dan hanya komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang masih tertinggal di dalam bahan (Guenther, 1947).

Berdasarkan masalah tersebut, maka dilakukan penelitian analisis penggunaan energi pada proses penyulingan metode uap lansung (steam distillation) dengan menggunakan variasi peningkatan tekanan dan laju alir uap

air secara bertahap. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan minyak akar wangi bermutu tinggi dan dapat mengurangi konsumsi energi.


(29)

3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis penggunaan energi selama proses penyulingan minyak akar wangi pada beberapa disain proses untuk menghasilkan minyak dengan mutu yang baik.

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh kondisi dan tahapan proses terhadap penggunaan energi 2. Menganalisis penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan. 3. Menganalisis efisiensi peralatan penyulingan.

Ruang Lingkup Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) yang berasal dari perkebunan akar wangi rakyat di

daerah Garut, Jawa Barat. Karakterisasi bahan meliputi pengukuran kadar air dan kadar minyak atsiri dilakukan sebelum digunakan, kemudian bahan baku dibersihkan, dikeringkan, dan dirajang (pengecilan ukuran). Penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan berupa percobaan penyulingan menggunakan tekanan konstan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi penyulingan pada tekanan konstan yang akan menjadi acuan pada percobaan penelitian utama. Pada penelitian utama tekanan uap dalam ketel dinaikan secara bertahap. Tekanan yang akan digunakan adalah 2 bar 2.5 bar dan 3 bar. Percobaan penyulingan dengan peningkatan tekanan ketel secara berthap mula-mula dilakukan dengan menggunakan tiga variasi laju alir uap air konstan masing-masing 1 liter/jam/kg bahan, 1.5 liter/jam/kg bahan, dan 2 liter/jam/kg bahan. Waktu yang digunakan untuk setiap tahap ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan.

Paremeter operasi yang dilihat adalah pengaruh variasi tekanan dan laju alir uap secara berhatap terhadap penggunaan energi dan menganalisis penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan, mengetahui laju aliran keluarnya minyak dan mengetahui hubungan antara jumlah energi, tekanan, dan recovery minyak akar wangi yang dihasilkan. Data hasil percobaan dibandingkan dengan mutu minyak akar wangi dari IKM (Industri Kecil Menengah) Kabupaten Garut.


(30)

4 Percobaan proses penyulingan minyak akar wangi dilakukan secara bersama dengan penelitian “Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Melalui Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap” oleh Tuti Tutuarima kandidat S2 Program Studi Teknologi Industri, IPB. Penelitian ini dibiayai oleh Proyek KKP3T T.A. 2007 (Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian

Kerangka Pemikiran

Untuk mengembalikan citra minyak akar wangi Indonesia di pasaran ekspor dan penyelesaian masalah yang dihadapi industri penyulingan minyak akar wangi di Garut maka dilakukan upaya perbaikan disain proses penyulingan dengan melakukan modifikasi proses penyulingan metode uap langsung (steam distillation) dengan menggunakan variasi tekanan dan laju alir uap air secara bertahap. Penyulingan dimulai dengan uap bertekanan rendah (2 bar) kemudian

secara berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan sampai 3 bar.

Peningkatan tekanan uap secara bertahap dilakukan berdasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Minyak akar wangi terdiri dari berbagai komponen senyawa yang memiliki ttitk didih yang berbeda, yaitu komponen senyawa yang bertitik rendah, sedang dan tinggi. Pada awal penyulingan komponen-komponen yang bertitik didih lebih rendah akan tersuling lebih dahulu, kemudian disusul komponen yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1947).

Penyulingan dengan tekanan uap yang tinggi secara konstan menyebabkan dekomposisi karena panas. Pada tekanan uap 5 bar, suhu dalam ketel dapat mencapai lebih dari 150oC sehingga mengakibatkan terjadinya dekomposisi komponen yang bertitik didih rendah sejak awal dan menyebabkan penguraian dari kandungan bahan, baik yang masih berada pada bahan maupun yang telah teruapkan. Minyak yang dihasilkan setelah proses kondensasi berbau gosong dan berwarna gelap. Sedangkan bila menggunakan tekanan rendah secara konstan dapat menghasilkan minyak yang bermutu tinggi akan tetapi mem-butuhkan waktu yang lama dan energi yang besar. Kombinasi penggunaan tekanan yang rendah dan tinggi dengan metode peningkatan tekanan secara


(31)

5 bertahap diharapkan dapat mengurangi konsumsi energi dan meningkatkan

recovery penyulingan serta dapat memperbaiki mutu minyak akar wangi.

Pemakaian uap bertekanan tinggi akan menaikkan tekanan parsial minyak atsiri sehingga perbandingan minyak dan air dalam kondensat menjadi lebih besar, dengan demikian waktu penyulingan lebih singkat (Guenther, 1947). Percepatan proses penyulingan dilakukan berdasarkan pada rumus hidrodestilasi, yaitu dengan meningkatkan secara bertahap tekanan parsial uap air (steam).

Perbandingan air dengan minyak dalam hasil kondensasi dapat diubah dengan mengatur tekanan uap yang digunakan. Untuk menguapkan komponen-komponen minyak akar wangi yang bertitik didih tinggi dibutuhkan kalor laten yang lebih besar, maka laju alir uap air yang kontak dengan bahan untuk memasok kalor dan menaikkan suhu perlu ditingkatkan secara bertahap untuk mendapatkan laju distilasi minyak akar wangi yang lebih tinggi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. IKM akar wangi agar mendapatkan minyak akar wangi bermutu baik dengan penyulingan yang singkat.

2. Meningkatkan daya saing minyak akar wangi di pasaran ekspor.


(32)

6 TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Akar Wangi

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) ditemukan tumbuh

secara liar, setengah liar dan sengaja ditanam diberbagai negara beriklim tropis dan subtropis. Akar wangi asli dari India Selatan, Indonesia, Sri Lanka dan Reuni. Minyak Akar wangi sebagian besar diproduksi di pulau Jawa, Haiti dan Reuni. Tanaman akar wangi termasuk keluarga Graminae, berumpun lebat, akar tinggal

bercabang banyak dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua berukuran panjang, wangi, daunnya sedikit kaku, berwarna hijau, berumbai-rumbai dan karakteristik dari tumbuhan keluarga ini adalah sisitim akar kompleks, kuat, bercampur dengan tanah dan kering (Marie, 1997 dan Santoso, 1993). Menurut Dalton et al. (1996) tanaman akar wangi mempunyai sifat

morpologi dan fisiologi yang baik untuk digunakan dalam mencegah erosi tanah dan konservasi air.

Minyak akar wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang dapat dihasilkan dari tanaman akar wangi. Minyak akar wangi adalah minyak yang diperoleh dengan penyulingan dari akar. Proses penyulingan membutuhkan waktu yang panjang, sebelum diproses akar dicuci, dikeringkan dan rajang. Umur panen akan mempengaruhi mutu dari minyak akar wangi, tanaman yang dipanen masih muda menghasilkan minyak yang berkualitas rendah, umur panen sedikitnya dua tahun (Marie, 1997).

Setelah akar dikeringkan dan disuling akan menghasilkan minyak yang mengandung beberapa komponen dan memiliki sifat kimia- fisika. Komponen utama minyak akar wangi adalah vetivone yang terdiri dari alpha dan beta vetivone, dan bau minyak akar wangi terutama disebabkan persenyawaan ini (keton). Komponen penting lainnya adalah vetiverol, senyawa ini sangat mempengaruhi bilangan ester setelah asetilasi. Peningkatan vetiverol didalam minyak akar wangi sekaligus meningkatkan mutu minyak akar wangi. Minyak akar wangi yang berkadar vetiverol rendah dapat ditingkatkan dengan deterpenasi cara penyulingan bertingkat (Moestafa, 1988).


(33)

7 • Manfaat Minyak Akar wangi

Minyak akar wangi merupakan salah satu bahan pewangi yang potensial. Biasanya dipakai secara meluas pada pembuatan parfum, bahan kosmetika dan sebagai bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi selain berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif), juga memberikan bau wangi yang menyenangkan, tahan lama dan keras. Pemakaian harus memperhatikan dosis karena bau yang keras, jika dosisnya berlebihan justru memberikan kesan bau yang tidak enak (woody).

Penggunaan minyak akar wangi ini biasanya dicampur dengan minyak nilam, dan minyak “sandalwood”. Nilai ekonomis tanaman akar wangi terdapat pada akarnya.

Syarat Mutu Minyak Akar Wangi

Standar mutu minyak akar wangi dalam perdagangan internasional belum seragam, masing-masing negara penghasil dan pengimpor menentukan standar minyak akar wangi menurut kebutuhan sendiri. Standar mutu minyak akar wangi Indonesia ditentukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar mutu minyak akar wangi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2386-2006.

No Jenis Uji Persyaratan

1 Keadaan :

• Warna Kuning muda - coklat kemerahan

• Bau Khas akar wangi

2 Bobot Jenis20ºC/20ºC 0.980 – 1.003

3 Indeks Bias 20ºC 1.520 – 1.530

4 Kelarutan dalam etanol 95 % 1:1 jernih, seterusnya jernih

5 Bilangan asam 10 – 35

6 Bilangan ester 5 – 26

7 Bilangan ester setelah asetilasi 100 – 50

8 Vetiverol total, % Minimum 50

Sumber : Standar Nasional Indonesia 06-2386- 2006

Sementara untuk perdagangan internasional mengacu pada ISO (Interna-tional Organization for Standarization) 4716 (2002), yang disajikan pada Tabel 2.


(34)

8 Tabel 2. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716 : 2002

Persyaratan

No Jenis Uji

Reunion Haiti

1 Keadaan :

• Warna

Coklat hingga merah kecoklatan

Coklat hingga merah kecoklatan

• Bau Khas akar wangi Khas akar wangi

2 Bobot Jenis20ºC/20ºC 0.99 – 1.015 0.986 – 0.998 3 Indeks Bias 20ºC 1.5220 – 1.5300 1.521 – 1.526 4 Kelarutan dalam etanol 80 % Maks. 1 : 2 Maks. 1 : 2

5 Bilangan asam Maks. 35 Maks. 14

6 Bilangan ester 5 – 16 5 – 16

7 Bilangan karbon 44 – 68 23 – 59

8 Putaran optik pada 20ºC + 19 – +30 +22 - +38 Sumber : ISO (International Organization for Standarization) 4716, 2002.

Keragaan IKM Penyulingan Minyak Akar Wangi

Tanaman akar wangi telah diusahakan dan dibudidayakan di kabupaten Garut sejak tahun 1960-an. Pengolahan akar wangi untuk dijadikan minyak atsiri banyak dilakukan di daerah-daerah sekitar gunung Cikurai, daerah Samarang dan Leles. Saat ini terdapat 29 unit pengolahan minyak atsiri yang berlokasi di kecamatan Cilawu (5 unit, 1 bekerja penuh dan 4 unit tidak bekerja penuh), kecamatan Leles 7 unit (5 unit bekerja penuh dan 2 bekerja tidak penuh) dan kecamatan Samarang 13 unit ( 6 unit bekerja penuh dan 7 unit tidak bekerja penuh) (Lembaga Pengembangan Ekonomi, 2006).

Untuk memproses akar sehingga dihasilkan minyak atsiri dilakukan dengan cara penyulingan. Proses penyulingan dimulai dengan cara membersihkan akar kemudian dijemur dan selanjutnya dimasukkan ke dalam ketel yang telah berisi air. Selanjutnya ketel dipanaskan dengan menggunakan pemanas. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah. Kapasitas ketel yang dimliki saat ini oleh sebagian penyuling adalah berkisar antara 1.2 - 1.5 ton akar wangi. Dengan kapasitas tersebut dapat menghasilkan antara 5 - 7 kg minyak atsiri per penyulingan, sehingga dapat dihasilkan 10 – 14 kg minyak atsiri per hari. Penyulingan dilakukan 12 jam, namun minyak yang dihasilkan berbau gosong sehingga waktu diperpanjang hingga 24 jam dengan pemakain bahan bakar 210 – 450 liter (Bachtiar, 2007)


(35)

9 Pada saat pemasakan seringkali suhu dan tekanan yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Adakalanya suhu terlalu tinggi dan tekanan terlalu tinggi (5 – 6 bar). Beberapa ketel yang digunakan terbuat dari besi yang berumur telah lebih dari setahun, serta hanya memiliki petunjuk tekanan. Penggunaan ketel besi sangat mempengaruhi mutu minyak dan waktu proses menjadi lebih lama. Mutu minyak rendah yaitu, minyak berwarna gelap dan berbau gosong. Akibatnya adalah adanya penambahan biaya produksi dan harga jual produk yang rendah (Lembaga Pengembangan Ekonomi, 2006).

Untuk proses pendinginan atau kondensasi digunakan kolam air. Saluran pipa yang mengangkut air dan minyak melalui kolam air tersebut. Bak pendingin yang berisi air tidak menghasilkan pendinginan yang optimal karena adanya keterbasan ketersediaan air sehingga air dan minyak hasil penyulingan keluar dalam keadaan masih panas, hal ini tentu saja berpengaruh pada rendemen. Rendemen yang dihasilkan sekitar 1.2% dari potensi minyak 2-3% (Triharyo, 2007). Kinerja penyulingan minyak akar wangi di kabuten Garut dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada awalnya penyulingan di masyarakat dilakukan pada tekanan rendah (2 – 4 bar) dan waktu penyulingan 24 jam, tetapi karena kenaikan bahan bakar minyak (BBM) terutama minyak tanah, masyarakat memotong waktu operasi penyulingan dengan cara menaikkan tekanan padahal dengan menaikkan tekanan, kualitas minyak yang dihasilkan kurang baik.

Tabel 3. Penyulingan minyak akar wangi Kabupaten Garut

Sumber : Dewan Atsiri Indonesia (2008).

Komponen Nilai Keterangan

Penyuling 16 Unit

Rendemen Rata-rata 0.51 %

Kapasitas 11.31 Kg/suling

Kukus 15 Unit

Uap 0 Unit

Teknologi

Rebus 1 Unit

Stainless 16 Unit

Alat Suling Non-stainless 0 Unit

Minyak Tanah 16 Unit


(36)

10 Sistem Penyulingan (Distilasi) Minyak Atsiri

Teori Penyulingan

Penyulingan (distilasi) adalah suatu proses yang melibatkan campuran cairan atau uap yang terdiri dari dua atau lebih komponen dipisahkan menjadi fraksi komponen yang diinginkan, dengan memasukan dan mengeluarkan panas. Pemisahan komponen dari campuran cairan dengan distilasi tergantung pada titik didih masing-masing komponen dan juga tergantung pada konsentrasi, karena masing-masing mempunyai karakteristik titik didih, sehingga proses distilasi ter-gantung pada karakteristik tekanan uap campuran cairan (http://process engi-neers.blogspot.com/2008/01/distillation-basic-theory-part-1.html.[05April 2008]).

Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983).

Produksi minyak atsiri umum dilakukan dengan penyulingan sistim uap (direct steam distillation). Uap yang digunakan adalah uap air aktif yang biasanya

bertekanan lebih besar dari 1 atmosfir, dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah dan kemudian dialirkan kedalam tumpukan bahan didalam ketel. Dengan bantuan uap air, minyak atsiri dapat diekstrak (Guenther, 1947).

Pada penyulingan minyak atsiri dengan sistem uap air atau air mendidih (hydrodistillation), tekanan dalan ruang uap akan tetap konstan, karena uap berhubungan dengan atmosfir atau ditentukan oleh alat kontrol yang dapat menurunkan atau menaikkan tekanan. Tekanan yang dihasilkan oleh uap murni pada suhu yang sama, merupakan tekanan uap dari komponen murni, sedang jumlah tekanan uap dari campuran larutan sama dengan jumlah tekanan parsial.

Sistim campuran air dan minyak atsiri membentuk cairan dua fase. Pada cairan dua fase dalam keadaan kesetimbangan jumlah molekul yang terdapat pada fase uap lebih besar dari pada jumlah molekul cairan murni, karena tekanan tergantung pada konsentrasi molekul atau konsentrasi uap. Tekanan yang dihasilkan oleh uap yang terdiri dari dua macam molekul atau lebih merupakan manifestasi dari benturan secara terus menerus antara molekul uap yang bergerak cepat pada dinding pembatas uap tersebut. Tekanan yang disebabkan oleh uap, dihasilkan akibat benturan molekul-molekul uap pada dinding ketel. Besarnya tekanan yang terjadi akan sama dengan jumlah tekanan yang ditimbulkan oleh


(37)

11 satu molekul dikalikan dengan jumlah molekul yang membentur dinding per satuan luas dalam satuan waktu tertentu.

Menurut Bernasconi et al., (1995), pada campuran dua cairan yang tidak

saling larut, tekanan uap total adalah penjumlahan tekanan uap dari masing-masing komponen dalam keadaan murni. Tekanan total tersebut tidak tergantung pada perbandingan masa atau komponen. Tekanan uap total dari campuran itu dapat menyamai tekanan udara sekelilingnya pada suhu yang lebih rendah dari pada yang dicapai oleh komponen tunggal yang murni. Oleh karena itu titik didih campuran selalu lebih rendah dari komponen yang membentuknya.

Minyak atsiri termasuk minyak akar wangi merupakan campuran yang terdiri dari berbagai komponen senyawa yang memiliki titik didih yang berkisar antara 1500C-3000C pada tekanan 1 atm. Pada awal penyulingan komponen-komponen yang bertitik didih lebih rendah akan tersuling lebih dahulu, kemudian disusul komponen yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1947).

Pada penyulingan minyak atsiri dengan sistem distilasi uap, perbandingan air dengan minyak dalam hasil kondensasi dapat diubah yaitu dengan mengatur tekanan parsial uap yang digunakan. Perbandingan ini ditentukan oleh persamaan sebagai berikut:

Moil O 2 MH Poil

O 2 PH Woil

O 2 WH

x

= Dimana :

WH2O : berat air di dalam kondensat, g

W

oil : berat minyak di dalam kondensat, g

PH2O : tekanan uap air pada suhu yang ditetapkan (suhu ketel), mmHg

Poil : tekanan uap minyak pada suhu yang ditetapkan (suhu ketel), mmHg

M

H2O : berat molekul air (=18), g

Moil : berat molekul minyak (dengan asumsi bahwa nilai ini ditetapkan

sebagai nilai rata-rata), g

Pada penyulingan dengan menggunakan uap jenuh, jumlah Poil akan sama

dengan tekanan yang digunakan dan suhu dalam ketel secara otomatis akan berubah pula sampai pada tekanan yang diinginkan. Jika tekanan operasional diturunkan sampai lebih rendah dari tekanan atmosfir, maka suhu penyulingan akan menurun. Turunnya tekanan uap air yang diakibatkan oleh penurunan suhu , lebih lambat dari pada tekanan uap minyak atsiri sehingga perbandingan berat air


(38)

12 terhadap minyak dalam kondensat akan bertambah. Sebaliknya perbandingan ini akan menurun jika suhu bertambah tinggi.

Metode Penyulingan.

Penyulingan minyak akar wangi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Penyulingan dengan uap dan air atau water and steam distilation

2. Penyulingan dengan uap atau steam distilation

Pada penyulingan uap dan air serta penyulingan dengan uap, bahan diletakkan pada rak-rak atau saringan berlubang sehingga bahan tidak kontak lansung dengan air yang digunakan untuk menghasilkan uap. Perbedaannya pada penyulingan dengan uap langsung, uap berasal dari boiler yang terpisah. Penyulingan dengan uap langsung lebih baik dari pada penyulingan dengan air dan uap ditinjau dari segi biaya, kecepatan penyulingan dan kapasitas produksi minyak.

Alat Penyulingan Minyak

Peralatan dasar yang digunakan untuk penyulingan minyak akar wangi yaitu ketel uap (Boiler), ketel suling (retort), pendingin (condensor), dan

penampung hasil (receiver).

a. Ketel Uap (Boiler)

Ketel uap merupakan alat penghasil uap, alat ini diperlukan pada penyulingan dengan uap langsung, atau kadang-kadang diperlukan sejumlah

superheated steam, dan ini hanya dapat dihasilkan dari ketel uap yang letaknya

terpisah (Guenther, 1947).

Terdapat dua macam ketel uap, yaitu ketel uap bertekanan rendah (2 – 3.5 bar) dan ketel uap bertekanan tinggi (7 bar) atau lebih. Uap bertekanan

rendah dan bersuhu rendah akan terkondensasi kembali menjadi air pada tumpukan bahan, sedangkan uap yang bertekanan tinggi akan berpenetrasi kedalam bahan secara lebih efektif, dan peristiwa kondensasi dalam ketel suling akan berkurang. Ketel uap bertekanan tinggi akan bekerja lebih efisien karena akan mempersingkat waktu penyulingan.

b. Ketel Suling (Retort)

Ketel suling yang paling sederhana berbentuk silinder (tangki), yang mempunyai diameter kurang lebih sama dengan ukuran tingginya (Ketaren, 1985). Silinder tersebut dilengkapi dengan tutup yang dapat dibuka pada bagian


(39)

13 atas silinder. Pada tutup bagian atas silinder dipasang pipa untuk mengalirkan uap ke kondensor.

Pada penyulingan uap langsung ukuran tinggi ketel harus lebih tinggi dari ukuran diameternya dengan harapan bahan yang disuling akan lebih lama kontak dengan uap sehingga meningkatkan rendemen minyak (Guenther, 1947).

Kondisi bahan dalam ketel penyuling harus diperhatikan, misalnya pengisian bahan dalam ketel suling yang harus diatur supaya merata. Kepadatan bahan dalam ketel berhubungan dengan penetrasi uap, kapasitas ketel dan efisiensi uap (Sukirman dan Aiman, 1979).

c. Kondensor (Condensor)

Kondensor adalah alat penukar panas yang berupa tabung silinder dan didalamnya terdapat pipa-pipa lurus atau spiral yang berfungsi mengubah uap menjadi cair. Menurut McCabe et al., (1993), kondensor didefinisikan sebagai peralatan pindah panas yang digunakan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair dengan menghilangkan panas laten yang dipunyai oleh uap. Panas laten ini dihilangkan dengan mengabsorbsikannya pada cairan yang disebut coolant.

Selanjutnya menurut Guenter (1947), kondensor berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan minyak menjadi fase cair. Jumlah panas yang dikeluarkan pada peristiwa kondensasi sebanding dengan panas yang diperlukan untuk penguapan uap minyak dan uap air serta sejumlah kecil panas tambahan dikelurakan untuk mendinginkan hasil kondensasi yang berguna untuk menjaga suhunya dibawah titik didih. Besarnya panas yang dapat dibebaskan oleh uap sewaktu mengembun dapat dinyatakan sebagai berikut :

Q = UA T (1)

dimana :

Q = jumlah panas yang dibebaskan persatuan waktu, W A = luas areal yang dipakai untuk membebaskan panas, m2 U = koefisien pindah panas menyeluruh, W/m2 0C

∆T = perbedaan suhu antara uap panas dan medium pendingin (air

pendingin),0C

Faktor yang mempengaruhi nilai U pada proses kondensasi adalah kecepatan aliran pendingin (air dingin) yang melewati permukaan kondensor,


(40)

14 kecepatan aliran uap dan jenis bahan kondensor. Nilai U bertambah besar jika nilai dari faktor-faktor tersebut bertambah dan faktor ini selalu diperhitungkan dalam membuat kondensor.

Kondensor yang paling umum digunakan adalah kondensor berpilin (coil condenser) yang dimasukkan kedalam tangki berisi air dingin yang mengalir.

Arah aliran pendingin berlawanan dengan tangki yang berisi air dingin yang mengalir. Arah aliran air pendingin berlawanan dengan arah uap air dan uap minyak. Umumnya penggunaan air pendingin lebih efektif dengan menyisipkan 2 pipa yang berpilin pada tangki kondensor.

Disain kondensor yang juga efektif adalah tipe shell and tube. Kondensor

tipe ini, berupa sekumpulan tabung brerbentuk pipa yang berada dalam sebuah silinder, biasanya terbuat dari tembaga yang dilapisi kaleng, aluminium atau yang lebih baik lagi menggunakan stainless steel sehingga perubahan minyak dari besi

dapat dihindarkan.Tetapi aluminium tidak dapat digunakan pada minyak yang mengandung fenol. Pada kondensor ini, uap dan coolant dipisahkan oleh tabung-tabung yang digunakan sebagai media pindah panasnya.

Dalam penanganan kondensor yang lebih baik, maka aliran air pendingin yang lebih cepat menyebabkan pendingin lebih efisien. Aliran air pendingin harus berlawanan arah dengan aliran air dan uap minyak sehingga distilat yang akan keluar dari kondensor mempunyai suhu yang mendekati suhu air pendingin yang masuk kedalam kondensor (Ketaren, 1985).

Menurut Pherys (1999), skema perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik perubahan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow)

T1’’ Suhu

T1’ T2’’

T2’


(41)

15 Aliran T1’- T2’ merupakan aliran fluida yang akan didinginkan, sedangkan

aliran T1’’- T2’’ merupakan aliran fluida (air) pendingin. Persamaan perbedaan

suhu logaritmik countercurrent adalahseperti berikut : ) " T '-/(T ) '' Τ ' ln(Τ ) " T '-(T ) '' Τ ' (Τ T 1 2 2 1 1 2 2 1 LMTD − − −

= (2)

dimana :

T1’ = suhu uap masuk kondensor (ºC)

T2’ = suhu destilat yang keluar kondensor (ºC)

T1’’ = suhu air yang masuk kondensor (ºC)

T2’’ = suhu air keluar kondensor (ºC)

d. Penampung dan Pemisah Minyak (receiver)

Penampung hasil kondensasi atau receiver adalah alat untuk menampung

distilat yang keluar dari kondensor kemudian memisahkan minyak dari air suling (condensat water). Jumlah air suling selalu lebih banyak dibandingkan jumlah minyak dan secara pasti pemisahan akan terjadi karena minyak atsiri dan air suling memilikit perbedaan berat jenis (Lutony dan Rahmawati, 1994).

Proses Penyulingan Minyak Atsiri.

Untuk memisahkan minyak atsiri dari tanaman aromatik, dalam prakteknya bahan tersebut dimasukkan kedalam ketel penyuling, kemudian ditambahkan sejumlah air dan didihkan atau uap panas dipompakan kedalam ketel penyuling tersebut. Dengan pemanasan dengan air air atau uap, minyak atsiri akan dibebaskan dari kelenjar minyak dalam jaringan tanaman. Alat penyuling akan berisi dua macam cairan yaitu air panas dan minyak yang tidak saling melarutkan atau hanya sebagian kecil saja melarut. Secara perlahan-lahan cairan dalam alat penyuling didihkan sehingga campuran uap terdiri dari uap air dan uap minyak. Campuran uap tersebut mengalir dari pipa menuju kondensor sehingga uap tersebut dicairkan kembali dengan sistim pendinginan dari luar, yaitu biasanya dengan air dingin. Dari kondensor, kondensat tersebut ditampung dalam tabung pemisah (receiver), dalam tabung tersebut minyak atsiri akan

terpisah dari air suling (Guenther, 1947).

Selama proses penyulingan adanya penggantian air yang telah diuapkan atau pemasukan jumlah uap yang cukup sangat penting untuk menguapkan


(42)

16 seluruh minyak atsiri yang terdapat dalam bahan atau dalam ketel penyuling. Jika seluruh minyak atsiri telah terekstrak, maka hanya air murni yang keluar, dan ini berarti penyulingan telah selesai.

Mutu minyak atsiri yang dihasilkan dipengaruhi oleh mutu bahan baku, penanganan bahan sebelum penyulingan, kondisi proses penyulingan dan peralatan yang digunakan. Dalam merekomendasikan standar proses produksi minyak atsiri, keseluruhan komponen tersebut harus diperhatikan (Risfaheri dan Mulyono, 2006).

Mutu bahan baku di pengaruhi oleh kualitas pertanaman meliputi persyaratan agroklimat, jenis varietas yang tepat, teknologi budidaya yang diterapkan dan umur panen yang tepat. Untuk minyak akar wangi, minyak yang disuling dari akar muda mempunyai bobot jenis dan putaran optik yang rendah, sukar larut dalam alkohol, sebagian besar terdiri terpen dan seskuiterpen. Akar yang telah tua menghasilkan minyak dengan bobot jenis dan putaran optik yang lebih tinggi, bersifat mudah larut dalam alkohol serta beraroma lebih wangi (Tasma, et al., 1999).

Menurut Ketaren (1985), perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri umumnya dapat dilakukan dengan pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Proses pengeringan bahan baku bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Minyak atsiri dalam tanaman aromatik dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantung minyak atau rambut gradular. Minyak atsiri hanya dapat diekstrak apabila uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya kepermukaan. Proses ini dapat terjadi hanya karena peristiwa hidrodifusi, suatu fenomena yang penting artinya dalam proses penyulingan. Kecepatan minyak terekstrak ditentukan oleh kecepatan proses difusi.

Proses perajangan bertujuan agar supaya kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin dan memperpendek ukuran agar mudah ditangani. Besar ukuran hasil rajangan bervariasi tergantung dari jenis bahan itu sendiri. Apabila bahan tidak kompak dan merata, penggunaan uap air menjadi tidak efisien karena banyak uap yang lolos. Penyulingan dengan suhu tinggi akan menghasilkan minyak yang bermutu kurang baik. Pada penyulingan dengan uap, perajangan


(43)

17 bahan yang dirajang terlalu halus akan membentuk saluran uap diantara bahan dalam ketel, sehingga mengurangi efisiensi penyulingan, karena kurang sempurnanya kontak antara uap dengan bahan dalam ketel.

Selama proses penyulingan, kondisi proses penyulingan harus diperhatikan y ang meliputi :

a. Pengisian Bahan kedalam Ketel.

Menurut Guenther (1947), pengisian bahan kedalam ketel harus diatur sedemikian rupa, agar uap dapat berpenetrasi secara merata ke dalam bahan, sehingga rendemen yang dihasilkan lebih tinggi. Pengisian bahan kedalam ketel sehomogen mungkin, merata dan tidak terlalu padat. Jika tumpukan bahan terlalu renggang, maka uap akan langsung lolos tanpa menimbulkan pengaruh terhadap bahan yang disuling. Untuk ukuran ketel yang besar/tinggi, masalah kepadatan bahan diatas dengan cara menyusun bahan secara bertingkat (diberi space).

Menurut penelitian Rusli dan Nurjanah (1977), semakin padat bahan (bulk density) dalam ketel menyebabkan semakin rendah rendemen yang diperoleh. Hal ini disebabkan semakin tinggi bahan dalam ketel, akan semakin besar jarak yang ditempuh dan halangan yang dialami uap air akan mengakibatkan semakin lambat kecepatan penyulingan. Guenter (1947) mengatakan, kepadatan bahan berhu-bungan dengan besar bahan, jika terlalu padat uap tertahan sehingga dapat mendorong bahan ke atas ketel suling, hal ini sering terjadi pada penyulingan uap. Lama penyulingan mempengaruhi kontak air dengan bahan, atau uap air dengan bahan dan berpengaruh terhadap fraksi berat atau yang bertitik didih tinggi makin besar.

b. Pengaruh Tekanan dan suhu pada penyulingan

Pengaruh suhu terhadap minyak atsiri sangat penting. Tekanan pada penyulingan (tekanan atmosfir, diatas atau dibawah tekanan atmosfir) dapat diatasi, tetapi suhu uap atau campuran uap yang menerobos bahan dalam ketel ketel penyuling dapat berfluktuasi (turu-naik) tergantung dari fluktuasi tekanan. Pada awal pemanasan (suhu rendah), persenyawaan dalam minyak yang bertitik didih lebih rendah akan dibebaskan akibat perajangan dan akan menguap lebih dahulu, suhu uap akan naik secara bertahap sampai mencapai suhu uap jenuh pada tekanan operasional (Guenther, 1947)


(44)

18 Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi dan mutu minyak atsiri yang baik diusahakn agar : suhu penyulingan dipertahankan serendah mungkin atau juga pada suhu tinggi dengan waktu sesingkat mungkin, dan pada penyulingan dengan uap, jumlah air yang kontak lansung dengan bahan yang disuling diusahakan sedikit mungkin tetapi harus diingat air harus ada untuk membantu kelancaran difusi (Guenther, 1947).

Sampai saat ini telah banyak penelitian dilakukan terhadap kondisi proses distilasi minyak atsiri yang berkaitan dengan peningkatan tekanan uap dengan hasil yang cukup memuaskan. Menurut Sakiah (2006), penyulingan minyak pala dengan tekanan awal 0 bar selama 4 jam kemudian ditingkatkan menjadi 0.5 bar selama 4 jam berikutnya dan ditingkatkan lagi menjadi 1.5 bar sampai akhir penyulingan menghasilkan rendemen lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan dengan menggunakan tekanan konstan.

Suryatmi (2006) melakukan penyulingan minyak akar wangi dengan menggunakan variasi tekanan uap konstan 1, 2 dan 3 atm, menghasilkan rendemen minyak akar wangi yang semakin meningkat (1%, 1,06% dan 1,14%) dengan mutu yang cukup baik (tidak berbau gosong).

Lestari (1993) melaporkan hasil kajian penyulingan sereh wangi dengan metoda uap langsung, memperlihatkan bahwa semakin besar tekanan yang digunakan menghasilkan efisiensi energi yang rendah berkisar antara 47.84% - 76.16% dan mutu yang semakin rendah. Penelitian Azlina (2005) mendapatkan efisiensi energi pada penyulingan minyak jahe dengan metoda uap langsung pada 1.3 bar sampai 2.2 bar berkisar antara 37% - 44%.

c. Laju Penyulingan

Laju penyulingan adalah nilai perbandingan antara jumlah air suling yang dihasilkan persatuan waktu. Kecepatan ini harus diatur sesuai dengan diameter ketel dan volume antar ruang bahan. Jika laju penyulingan terlalu rendah maka uap akan terhenti pada bagian bahan yang padat, sehingga proses ekstraksi minyak tidak dapat berlangsung secara sempurna. Sebaliknya jika laju penyulingan terlalu cepat maka uap dalam ketel akan keluar melalui bahan dengan membentuk jalur uap (rat holes) dan akan mengangkut partikel kedalam kondensor, sehingga menghambat aliran uap didalam kondensor.


(45)

19 Pada penyulingan dengan uap, kecepatan penyulingan dapat diatur dengan mengatur tekanan uap. Pengguanaan tekanan uap yang tinggi menyebabkan bahan didalam ketel semakin kering. Minyak hanya akan menguap setelah terjadi difusi dan akan berhenti atau menurun aktivitasnya jika bahan tersebut menjadi kering (Guenther, 1947).

Moestafa et al. (1991) melaporkan bahwa laju penyulingan memberikan

pengaruh yang nyata terhadap rendemen dan kadar vetiverol minyak akar wangi. Jumlah minyak dan kadar vetiverol minyak akar wangi pada laju penyulingan 0.6 kg uap/jam lebih tinggi dari laju penyulingan 0.5 kg uap/jam.

d. Penentuan Akhir Penyulingan

Penetuan akhir proses penyulingan sangat penting, karena berhubungan dengan mutu minyak, rendemen dan biaya produksi. Proses penyulingan harus dihentikan bila tambahan minyak yang diperoleh sudah tidak sebanding dengan biaya produksi (bahan bakar), dengan catatan minyak tersebut telah memenuhi persyaratan mutu. Penyulingan minyak atsiri tertentu seperti minyak akar wangi, akan menghasilkan komponen berfraksi titik didih tinggi menjelang akhir penyulingan, dimana komponen tersebuit sangat menentukan mutu minyaknya. Oleh sebab itu proses penyulingan tersebut harus diperpanjang beberapa jam, walaupun kelihatan hampir tidak ada lagi minyak yang tersuling (Risfaheri dan Mulyono, 2006).

Menurut Guenther (1947), penyulingan akar wangi membutuhkan waktu selama 12-36 jam tergantung pada tekanan dan jumlah uap yang dibutuhkan. Hasil penelitian Harjono (1973), memperlihatkan perpanjangan waktu setelah 20 jam tidak memberikan hasil yang berarti dari segi rendemen. Rendemen yang diper-oleh 2.02% dengan kepadatan bahan 0.07 kg/l dan lama penyulingan 4 - 5 jam.

Setelah penyulingan, minyak harus segera dipisahkan dari air untuk mencegah terjadinya proses hidrolisa pada senyawa-senyawa ester dan eter. Air yang masih tersisa dalam minyak dapat diserap dengan menggunakan Na2SO4

anhidrat atau Mg2SO4 (Ketaren, 1985).

Minyak Atsiri mudah menguap pada suhu kamar, dapt rusak karena pengaruh cahaya, oksigen, air panas dan katalisator. Untuk mencegah kerusakan tersebut, maka minyak atsiri harus disimpan dengan baik.


(46)

20 Pindah Panas

Air murni dapat terjadi dalam tiga keadaan yaitu padat, cair dan uap. Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi suhu dan tekanan. Uap adalah bagian cairan yang diuapkan dan terdiri dari gas sejati yang masih mengandung partikel-partikel cairan di dalamnya. Dengan pemanasan, partikel cairan ini akan teruapkan. Uap super panas atau uap panas lanjut (superheated steam) menpunyai sifat-sifat seperti suatu gas di bawah suhu kritisnya.

Tekanan uap air tergantung pada suhu. Apabila suhu mulai meningkat, tekanan uap jenuh meningkat. Dengan sendirinya apabila suhu contoh udara ditingkatkan dan tidak ada air yang ditambahkan atau dikurangi, maka kelembaban relatif terus menurun. Demikian pula apabila suhu sangat menurun maka udara akan jenuh dan apabila menurun terus, air akan mengembun. Pada setiap kelembaban absolut dan tekanan tertentu, suhu saat air mengembun disebut suhu titik pengembunan (Early, 1983).

Kondensasi atau proses pengembunan uap menjadi cairan, dan penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan dengan kooefesien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam

bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya dibawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air (Geankoplis, 1983).

Ilmu perpindahan panas adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana energi dalam bentuk panas berpindah dari suatu benda ke benda lain yang suhunya lebih rendah (Kamil dan Pawito, 1983). Perbedaan suhu merupakan syarat terjadinya perpindahan panas. Panas mengalir dari tempat dengan suhu lebih tinggi ke tempat dengan suhu lebih rendah. Hal ini terus berlangsung hingga tidak terdapat lagi perbaedaan suhu diantaranya (Bernasconi

et al., 1995).

Ada tiga modus perpindahan panas yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi. Ketiga tipe ini dapat terjadi secara bersamaan dan disarankan untuk menghitung transfer panas per tipe untuk setiap kasus. Konduksi adalah pindah panas dari satu bagian objek ke bagian yang lain, atau dari satu objek ke yang lainnya melalui kontak fisik tanpa perpindahan partikel didalam objek (Perry, 1995). Konduksi panas terjadi didalam bahan padat, cair atau gas. Dalam hal ini getaran-getaran yang timbul karena panas dipindahkan oleh molekul-molekul ketika saling bertumbukan. Dengan bertambahnya waktu perpindahan ini mencapai seluruh


(47)

21 bagian bahan. Konduksi panas murni praktis hanya terjadi pada benda-benda padat. Baik buruknya konduksi panas tergantung pada struktur bahan (Bernasconi

et al., 1995).

Perpindahan panas secara konveksi adalah transfer energi yang disebabkan oleh adanya pergerakan fluida panas. Dalam cara ini, energi dipindahkan dengan kombinasi antara konduksi panas, penyimpanan panas dan adanya pencampuran bahan. Suatu contoh konveksi yaitu pindah panas ke produk didalam alat penukar panas tabung dimana panas dipindahkan dari dinding ke cairan secara konduksi, penyimpanan panas dan kejadian pencampuran produk (Singh dan Helman, 1984). Menurut Toledo (1991), mekanisme perpindahan panas terjadi pada saat molekul-molekul berpindah dari satu titik ke titik lain pada lokasi yang lain pula. Gerakan molekul ini ini ditimbulkan oleh perubahan-perubahan densitas yang terjadi dalam fluida yang dipacu oleh adanya perbedaan suhu pada titik-titik yang berbeda dalam fluida. Berdasarkan gerakan fluida ada dua cara konveksi, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Dalam konveksi alamiah gerakan fluida disebabkan beda densiti antara beberapa tempat, karena adanya selisih temperatur antara tempat-tempat itu (Utomo, 1984).

Pindah panas konveksi dinyatakan oleh Singh dan Heldman (1984) sebagai laju dari panas yang berubah pada interfase antara fluida dan bahan pada tempat dimana panas akan dialirkan. Laju pindah panas konveksi sebanding dengan perbedaan suhu seperti pada persamaan berikut :

Q’ = h A (Tm – Tx) = h A (∆T) (3)

h adalah koefesien pindah panas konveksi, A adalah luas permukaan interfase fluida dan bahan padat tempat panas dialirkan dan ∆T adalah perbedaan

suhu atau selisih antara suhu fluida (Tm) dengan suhu pada TX. Perhitungan

perpindahan panas pada pipa harus ditetapkan terlebih dahulu luas permukaan yang diambil sebagai dasar perhitungan.


(48)

22 METODOLOGI

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) jenis Pulus Wangi yang berasal dari perkebunan akar wangi rakyat di Kecamatan Sukahardja Kabupaten Garut, Jawa Barat dalam keadaan telah bersih dari tanah dan telah kering. Sebelum digunakan dilakukan persiapan

pendahuluan bahan baku untuk penyulingan meliputi proses pembersihan ( melepaskan tanah yang menempel pada akar), pengeringan ulang sampai

diperoleh kadar air yang sesuai standar penyulingan, dan pengecilan ukuran (perajangan).

Bahan pembantu adalah bahan kimia yang digunakan untuk pengujian sifat fisika kimia minyak akar wangi. Bahan kimia ini terdiri dari etanol, KOH, penophtalein, HCL, asam asetat anhidrit, natrium asetat anhidrat, akuades, NaCl, Na2SO4 anhidrid, Na2CO3, dan toluen.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Termometer ruang

Alat ini berbentuk batang yang menggunakan prinsip pengembangan volume alkohol sebagai parameter pengukuran suhu dengan ketelitian 10C.

2. Chino recorder

Alat ini menampilkan suhu yang diukur oleh sensor yang berupa termokoppel dengan suhu minimum yang dapat diukur – 500C dan suhu maksimum 1500C. Ketelitian alat ini adalah 20C.

3. pencatat waktu (stop watch)

4. Alat-alat gelas : gelas ukur 100 ml dan 1 liter, gelas piala 100 ml dan 1 liter, botol penampung, corong, labu distilasi, penampung distilat, pendingin tegak, tabung pengering yang berisi silika gel atau kalsium klorida kering.

5. Peralatan yang digunakan dalam percobaan penyulingan dengan sistem penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) terdiri dari boiler, pressure ruducing valve (PRV), ketel penyuling (retort), alat pendingin

(kondensor),alat penampung dan pemisah minyak (separator). Skema sistem


(49)

23 Keterangan :

a, b, c : Indikator tekanan ; h : strainer

i : Pressure Reducing Valve (PRV) k, j : indikator suhu

d, f, g : katup pengatur tekanan/valve

Gambar 2. Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation)

1. Ketel Uap (Boiler)

Boiler yang digunakan adalah ketel dengan pemanas listrik dengan daya 9 KW, menghasilkan tekanan uap maksimum 8 bar dengan aliran uap rata-rata sekitar 9,08 kg/jam. Pengaturan tekanan kerja boiler menggunakan pengatur tekanan (pressure gauge), sedangkan pengumpan air menggunakan pompa yang

bekerja otomatis atas dasar ketinggian air didalam boiler. Uap yang dihasilkan dari boiler ini dialirkan ke dalam ketel suling melalui pipa uap dari sebuah katup

berputar. Jumlah aliran uap air dengan besar kecilnya pembukaan katup ini.

Safety valve (katup pengaman) merupakan alat yang berguna untuk

mengeluarkan uap yang berlebihan yang berada dalam boiler. Uap yang berlebihan apabila tidak dikeluarkan akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam boiler sehingga mengakibatkan dinding boiler pecah. Katup akan membuka pada saat tekanan dalam boiler melabihi tekanan yang telah ditentukan.

Alat penduga tinggi air berguna untuk mengetahui seberapa banyak air yang terdapat dalam boiler. Air dalam boiler harus dijaga agar tidak kekurangan. Pengisian air dalam boiler dilakukan secara otomatis oleh pompa air. Jika air

g

Separator c

k

Air Minyak

kondensor

e

j Boiler

Ketel Suling

b

h i f

Kondenso d


(1)

dimana :

= pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan = indeks bias pada suhu 20o;

= suhu yang dilakukan pada suhu pengerjaan; = suhu referensi (20oC);

= faktor koreksi untuk indeks bias.

5. Penentuan kelarutan dalam etanol (SNI 06-2386-2006) Prinsip

Kelarutan minyak akar wangi dalam etanol absolut atau etanol 95 % membentuk larutan yang bening dan cerah dalam perbandingan-perbandingan seperti yang dinyatakan.

a). Cara kerja :

Tempatkan 1 ml contoh minyak dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml atau 25 ml. Tambahkan etanol 95 %, setetes demi setetes. Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin pada suhu 20 oC. Bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembanding, melalui cairan yang sama tebalnya, bila larutan tersebut tidak bening.

b). Penyajian hasil uji :

Hasil uji dinyatakan sebagai berikut:

Akan membentuk larutan jernih atau opalesensi ringan, apabila ditambahkan etanol sebanyak maksimum sepuluh kali volume contoh

6. Penentuan bilangan asam (SNI 06-2386-2006) Prinsip

Asam-asam bebas dinetralkan dengan larutan terstandar kalium hidroksida etanol.

a). Cara kerja :

Timbang 4g ± 0,05 g contoh minyak, larutkan dalam 5 ml etanol netral pada labu saponifikasi penyabunan, tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein sebagai indicator. Titrasi larutan tersebut dengan kalium hidroksida 0,1 N sampai warna


(2)

b). Penyajian hasil uji :

dimana:

56,1 = adalah bobot setara KOH;

V = adalah volume larutan KOH yang diperlukan (ml); N = adalah normalitet larutan KOH (N);

m = adalah massa contoh yang diuji (g).

7. Penentuan bilangan ester (SNI 06-2386-2006) Prinsip

Penyabunan ester-ester dengan larutan KOH alkohol berlebihan. KOH dititrasi kembali dengan asam klorida (HCl). Ester-ester dihidrolisis dengan larutan standar kalium hidroksida berlebih pada kondisi panas. Kelebihan alkali ditetapkan dengan titrasi kembali dengan asam klorida.

Cara kerja

a). Pengujian blanko :

Isi labu penyabunan dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu tambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida 0,5 N dalam alcohol. Refluks dengan hati-hati di atas penangas air mendidih selama 1 (satu) jam setelah larutan mendidih. Diamkan larutan hingga menjadi dingin. Lepaskan kondensor refluks dan tambah 5 tetes larutan fenolftalein dan kemudian titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna.

b). Pengujian contoh :

Timbang contoh 4 g ± 0,05 g dan masukkan ke dalam labu, tambahkan 25 ml kalium hidroksida 0,5 N dan batu didih. Refluks diatas penangas air selama 1 jam. Lepaskan kondensor refluks, tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein, dan titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna


(3)

c). Penyajian hasil uji :

Bilangan ester (E) dihitung dengan rumus:

dimana :

56,1 = adalah bobot setara KOH;

V1 = adalah volum HCl yang digunakan dalam penentuan blanko (ml); Vo = adalah volume HCl yang digunakan untuk contoh (ml);

M = adalah massa dari contoh yang diuji (g); N = adalah normalitet HCl (N).

8. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi (SNI 06-2386-2006) Prinsip

Asetilasi minyak atsiri oleh anhidrida asetat dengan adanya natrium asetat. Isolasi dan pengeringan minyak atsiri yang terasetilasi tersebut. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi. Perhitungan kadar alkohol bebas, dengan memperhatikan bilangan ester minyak sebelum asetilasi

a). Cara Kerja

1. Campurkan kira-kira 10 ml contoh minyak, 10 ml asam asetat anhidrat dan 2 g natrium asetat anhidrat dalam labu asetilasi. Tambahkan potongan-otongan kecil batu apung atau porselen dan lengkapilah labu tersebut dengan pendingin reflaksinya.

2. Panaskan labu dengan alat pemanas dan refluks cairan dengan hati-hati selama 2 jam. Biarkan menjadi dingin.

3. Tambahkan 50 ml air suling dan panaskan pada suhu antara 40°C-50°C selama 15 menit, menggunakan alat pemanas dan sering dikocok. Dinginkan sampai suhu kamar.


(4)

5. pencucian ini ke dalam isi corong pemisah. Tunggu sampai cairan memisah dengan sempurna, kemudian buanglah lapisan airnya.

6. Cuci lapisan minyak dengan jalan menggosok berurut-turut dengan 50 ml larutan natrium khlorida, 50 ml larutan natrium karbonat/natrium khlorida, 50 ml larutan natrium khlorida, 20 ml air suling.

7. Kocok dengan baik minyak atsiri yang terasetilasi ini dengan larutan larutan jenuh tersebut kemudian hati-hati dengan air suling sedemikian rupa sehingga bila pencucian telah dilakukan dengan baik minyak itu netral terhadap kertas lakmus (pH7).

8. Pindahkan lapisan minyak ke dalam sebuah tabung yang kering dan kocoklah beberapa kali selama 15 min dengan sedikitnya 3 g magnesium sulfat anhidrat. Saringlah minyak yang sudah dikeringkan itu. Ulangi pengocokan dengan 3 g magnesium sulfat berikutnya sampai minyak yang reasetilasi ini bebas dari air. 9. Timbanglah sampai ketelitian 0,5 mg minyak atsiri yang terasetilasi sebanyak

2 g dan tambahkan 2 ml air suling dan 0,5 ml larutan fenolptalein.

10. Tambahkan 25 ml larutan etanol kalium hidroksida 0,5 N. Didihkan campuran tersebut dalam pendingin refluks diatas penangas air selama 1 jam, kemudian dinginkan dengan cepat, dengan menambhkan 20 ml air suling dan titrasi kelebihan alkali dengan larutan asam khlorida 0,5 N.

b). Penyajian hasil uji

Pertama-tama hitunglah bilangan ester dari minyak atsiri

dimana :

a = volume dalam ml dari larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menitrasi blanko;

b = volume dalam ml larutan dari larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menetralisasi penentuan contoh;


(5)

9. Penentuan alkohol bebas sebagai vetiverol

Senyawa-senyawa alkohol bebas sebagai vetiverol dihitung dari bilangan ester setelah asetilasi dan sebelum asetilasi

Lampiran 7 (lanjutan)

dimana :

M adalah bobot molekul vetiverol E1 adalah bilangan ester setelah asetilasi


(6)