Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap

(1)

REKAYASA PROSES PENYULINGAN MINYAK AKAR WANGI

DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DAN

LAJU ALIR UAP BERTAHAP

TUTI TUTUARIMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap adalah karya saya sendiri atas arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Tuti Tutuarima NRP F351060031


(3)

ii

ABSTRACT

TUTI TUTUARIMA. Process Design of Vetiver Oil Distillation by Increase of Pressure and Steam Flow Rate. Under direction of MEIKA S. RUSLI, ERLIZA NOOR and EDY MULYONO.

Indonesia is one of world wide vetiver oil major producers. The main problem of Indonesian vetiver oil especially the oil from Garut is low yield (about 0.6-0.8%) and poor quality (dark color & scorched odor). This study was aimed to improve distillation process performance of vetiver oil to obtain better oil recovery and quality.

Steam distillation and stainless steel kettle (5 kg capacity of vetiver) with pressure reducing valve (PRV) were used in this study. Raw material used in the study was vetiver root (Vetiveria zizanioides Stapt) in the type of Pulus Wangi collected from vetiver plantation in Garut, West Java. Treatments applied in this study were distillation by gradual increased steam pressure (2, 2.5, and 3 bar) with constant water steam flow rate (1, 1.5, and 2 l/h kg) for each of the steam pressure for 9 hours period. Other two additional treatments were also applied in the study, namely (1) distillation by gradual increased steam pressure without regulated steam flow rate, and (2) distillation by gradual increased steam pressure with gradual steam flow rate. Quality of the vetiver oil was analyzed according to the method of SNI 06-2386-2006 and compared with ISO 4716:2002. Compositions of the vetiver oil were identified through the GC MS analysis.

The use of gradual increased steam pressure (2, 2.5, 3 bar) resulted in 92.58% of recovery performance, which was slightly higher than 90.37% of the constant pressure of 3 bars. Steam flow rate affected the recovery performance of distillation process, significantly. The increased steam flow rate during distillation process was able to improve the recovery performance of distillation. However, in general, the highest constant steam flow rate of 2 l/h kg showed better recovery performance. The use of gradual increased pressure up to 3 bars and steam flow rate of 2 l/h kg material revealed high performance recovery with appropriate quality as the SNI and ISO standards. The use of gradual increased pressure up to 3 bars could produce vetiver oil fraction with appropriate component composition of boiling point. Components of vetiver oil, khusimene and khusimone, were extracted at the pressure of 2 and 2.5 bars; whereas α -vetivone, β-vetivon, and khusenic acid were extracted at the three type of pressures with the greater increased of percentage at 3 bars. The kinetics for vetiver oil distillation could be predicted by the equations of the solvent extraction kinetics model. The obtained equation of kinetics parameters was k = 0840 V0.530.


(4)

iii

RINGKASAN

TUTI TUTUARIMA. Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap. Dibimbing oleh MEIKA S. RUSLI, ERLIZA NOOR dan EDY MULYONO.

Minyak akar wangi bagi Indonesia merupakan salah satu komoditas yang memberikan peranan penting untuk pendapatan devisa negara dari hasil ekspor minyak atsiri secara keseluruhan. Permasalahan utama yang dihadapi minyak akar wangi Indonesia khususnya di Garut adalah rendahnya rendemen (berkisar antara 0,6–0,8%) dan kualitas minyak (warna gelap dan bau gosong). Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses penyulingan minyak akar wangi sehingga dapat menghasilkan recovery dan kualitas tinggi melalui rekayasa disain proses penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju uap secara bertahap.

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan tekanan konstan terhadap recovery minyak akar wangi. Tekanan yang digunakan adalah 1, 2, dan 3 bar. Hasil yang didapat pada penelitian pendahuluan digunakan untuk menentukan disain proses penyulingan dengan pendekatan peningkatan tekanan secara bertahap. Penelitian utama bertujuan untuk melihat pengaruh disain proses penyulingan tekanan bertahap pada laju alir uap yang berbeda terhadap recovery dan mutu minyak akar wangi. Laju alir uap yang digunakan adalah 1, 1.5, dan 2 l/j kg bahan. Selain itu juga dilakukan 2 perlakuan tambahan yaitu penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap tanpa pengaturan laju alir uap dan penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap bertahap seiring peningkatan waktu. Analisa mutu minyak akar wangi berdasarkan SNI 06-2386-2006 dan dibandingkan dengan ISO 4716:2002. Analisa mutu meliputi warna, aroma, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester, bilangan ester setelah asetilasi, kelarutan dalam alkohol, dan total kandungan vetiverol. Komponen penyusun minyak akar wangi dideteksi melalui analisa GC MS.

Hasil penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa penggunaan tekanan yang lebih tinggi memberikan recovery yang lebih besar pada waktu yang sama. Penggunaan tekanan bertingkat untuk penelitian utama ditentukan berdasarkan nilai kemiringan grafik recovery minyak hasil penelitian pendahuluan. Peningkatan tekanan yang digunakan adalah 2, 2.5, dan 3 bar masing-masing setelah jam ke 2, 5, dan 9 operasi.

Penelitian utama memberikan hasil bahwa peningkatan tekanan dan laju alir uap mempengaruhi total recovery minyak yang dihasilkan dan waktu penyulingan. Penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap 2; 2,5; 3 bar, dan penggunaan laju alir uap yang lebih tinggi menaikkan recovery minyak hingga 92.58%. Kondisi proses ini juga dapat mempersingkat waktu penyulingan menjadi 9 jam sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi. Recovery minyak hasil penyulingan tekanan bertahap tanpa pengaturan laju alir uap adalah 92.58%, sedangkan recovery minyak hasil penyulingan tekanan bertahap dengan laju alir uap konstan 2 l/j kg bahan adalah 90.37%. Penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap menghasilkan minyak dengan mutu yang baik ditinjau dari beberapa parameter mutu SNI dan ISO. Sebagian besar komponen minyak akar


(5)

iv wangi terdistribusi sempurna sesuai dengan derajat penguapannya sebagai akibat dari penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap.

Penelitian lanjutan mengenai laju alir uap yang lebih dari 2 liter/jam/kg bahan serta pengaruhnya terhadap jumlah minyak yang dapat direcovery perlu dilakukan. Ini bertujuan untuk mengetahui batas penggunaan laju alir uap maksimum yang dapat meningkatkan recovery.


(6)

v ©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor


(7)

vi

REKAYASA PROSES PENYULINGAN MINYAK AKAR WANGI

DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DAN

LAJU UAP BERTAHAP

TUTI TUTUARIMA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

vii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prayoga Suryadarma, STP. MT.


(9)

viii Judul Tesis : Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi

Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap

Nama : Tuti Tutuarima

NRP : F351060031

Disetujui Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Erliza Noor Anggota

Ir. Edy Mulyono, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Irawadi Djamaran

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(10)

ix

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sholawat dan salam penulis sampaikan kepada qudwah ummah sepanjang masa, Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para shohabat dan orang-orang yang istiqomah menapaki jalan Nya hingga yaumil akhir nanti.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir, Meika Syahbana Rusli, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Dr. Ir. Erliza Noor dan Bapak Ir. Edy Mulyono, MS. selaku anggota komisi pembimbing, serta Bapak Prayoga Suryadarma, STP. MT. selaku penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) dan staf, terutama Pak Dedi, Pak Makmun, Bu Eni serta staf dan teknisi laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu selama penelitian. Terimakasih juga kepada Departemen Pertanian melalui Program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) yang telah mendanai penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada Mak dan Bak, kakak-kakak terutama Dodang, keponakan, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Terima kasih pula buat saudaraku Rahmat, Ria, Mba Tini, Bu Ros, Bu Cut; teman-teman di PCH Uni Fit, Ayuk Desi, Kak Sahara, Ayuk Sherly; teman-teman ngaji Teh Erni, Patma, Mba Tiwi, Siti, Mba Rina; serta rekan-rekan TIP angkatan 2006 yang selalu memberikan dukungan. Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan masukan, baik berupa petunjuk-petunjuk, bimbingan, dan lain-lainnya dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penuliskan satu per satu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan hati yang ikhlas penulis mengharapkan agar kiranya kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini dapat menjadi inspirasi untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT menerima apa yang telah penulis lakukan sebagai wujud syukur kepada-Nya dan Allah mengampuni semua kesalahan kita. Amin.

Bogor, Agustus 2009


(11)

REKAYASA PROSES PENYULINGAN MINYAK AKAR WANGI

DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DAN

LAJU ALIR UAP BERTAHAP

TUTI TUTUARIMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap adalah karya saya sendiri atas arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Tuti Tutuarima NRP F351060031


(13)

ii

ABSTRACT

TUTI TUTUARIMA. Process Design of Vetiver Oil Distillation by Increase of Pressure and Steam Flow Rate. Under direction of MEIKA S. RUSLI, ERLIZA NOOR and EDY MULYONO.

Indonesia is one of world wide vetiver oil major producers. The main problem of Indonesian vetiver oil especially the oil from Garut is low yield (about 0.6-0.8%) and poor quality (dark color & scorched odor). This study was aimed to improve distillation process performance of vetiver oil to obtain better oil recovery and quality.

Steam distillation and stainless steel kettle (5 kg capacity of vetiver) with pressure reducing valve (PRV) were used in this study. Raw material used in the study was vetiver root (Vetiveria zizanioides Stapt) in the type of Pulus Wangi collected from vetiver plantation in Garut, West Java. Treatments applied in this study were distillation by gradual increased steam pressure (2, 2.5, and 3 bar) with constant water steam flow rate (1, 1.5, and 2 l/h kg) for each of the steam pressure for 9 hours period. Other two additional treatments were also applied in the study, namely (1) distillation by gradual increased steam pressure without regulated steam flow rate, and (2) distillation by gradual increased steam pressure with gradual steam flow rate. Quality of the vetiver oil was analyzed according to the method of SNI 06-2386-2006 and compared with ISO 4716:2002. Compositions of the vetiver oil were identified through the GC MS analysis.

The use of gradual increased steam pressure (2, 2.5, 3 bar) resulted in 92.58% of recovery performance, which was slightly higher than 90.37% of the constant pressure of 3 bars. Steam flow rate affected the recovery performance of distillation process, significantly. The increased steam flow rate during distillation process was able to improve the recovery performance of distillation. However, in general, the highest constant steam flow rate of 2 l/h kg showed better recovery performance. The use of gradual increased pressure up to 3 bars and steam flow rate of 2 l/h kg material revealed high performance recovery with appropriate quality as the SNI and ISO standards. The use of gradual increased pressure up to 3 bars could produce vetiver oil fraction with appropriate component composition of boiling point. Components of vetiver oil, khusimene and khusimone, were extracted at the pressure of 2 and 2.5 bars; whereas α -vetivone, β-vetivon, and khusenic acid were extracted at the three type of pressures with the greater increased of percentage at 3 bars. The kinetics for vetiver oil distillation could be predicted by the equations of the solvent extraction kinetics model. The obtained equation of kinetics parameters was k = 0840 V0.530.


(14)

iii

RINGKASAN

TUTI TUTUARIMA. Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap. Dibimbing oleh MEIKA S. RUSLI, ERLIZA NOOR dan EDY MULYONO.

Minyak akar wangi bagi Indonesia merupakan salah satu komoditas yang memberikan peranan penting untuk pendapatan devisa negara dari hasil ekspor minyak atsiri secara keseluruhan. Permasalahan utama yang dihadapi minyak akar wangi Indonesia khususnya di Garut adalah rendahnya rendemen (berkisar antara 0,6–0,8%) dan kualitas minyak (warna gelap dan bau gosong). Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses penyulingan minyak akar wangi sehingga dapat menghasilkan recovery dan kualitas tinggi melalui rekayasa disain proses penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju uap secara bertahap.

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan tekanan konstan terhadap recovery minyak akar wangi. Tekanan yang digunakan adalah 1, 2, dan 3 bar. Hasil yang didapat pada penelitian pendahuluan digunakan untuk menentukan disain proses penyulingan dengan pendekatan peningkatan tekanan secara bertahap. Penelitian utama bertujuan untuk melihat pengaruh disain proses penyulingan tekanan bertahap pada laju alir uap yang berbeda terhadap recovery dan mutu minyak akar wangi. Laju alir uap yang digunakan adalah 1, 1.5, dan 2 l/j kg bahan. Selain itu juga dilakukan 2 perlakuan tambahan yaitu penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap tanpa pengaturan laju alir uap dan penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap bertahap seiring peningkatan waktu. Analisa mutu minyak akar wangi berdasarkan SNI 06-2386-2006 dan dibandingkan dengan ISO 4716:2002. Analisa mutu meliputi warna, aroma, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester, bilangan ester setelah asetilasi, kelarutan dalam alkohol, dan total kandungan vetiverol. Komponen penyusun minyak akar wangi dideteksi melalui analisa GC MS.

Hasil penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa penggunaan tekanan yang lebih tinggi memberikan recovery yang lebih besar pada waktu yang sama. Penggunaan tekanan bertingkat untuk penelitian utama ditentukan berdasarkan nilai kemiringan grafik recovery minyak hasil penelitian pendahuluan. Peningkatan tekanan yang digunakan adalah 2, 2.5, dan 3 bar masing-masing setelah jam ke 2, 5, dan 9 operasi.

Penelitian utama memberikan hasil bahwa peningkatan tekanan dan laju alir uap mempengaruhi total recovery minyak yang dihasilkan dan waktu penyulingan. Penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap 2; 2,5; 3 bar, dan penggunaan laju alir uap yang lebih tinggi menaikkan recovery minyak hingga 92.58%. Kondisi proses ini juga dapat mempersingkat waktu penyulingan menjadi 9 jam sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi. Recovery minyak hasil penyulingan tekanan bertahap tanpa pengaturan laju alir uap adalah 92.58%, sedangkan recovery minyak hasil penyulingan tekanan bertahap dengan laju alir uap konstan 2 l/j kg bahan adalah 90.37%. Penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap menghasilkan minyak dengan mutu yang baik ditinjau dari beberapa parameter mutu SNI dan ISO. Sebagian besar komponen minyak akar


(15)

iv wangi terdistribusi sempurna sesuai dengan derajat penguapannya sebagai akibat dari penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap.

Penelitian lanjutan mengenai laju alir uap yang lebih dari 2 liter/jam/kg bahan serta pengaruhnya terhadap jumlah minyak yang dapat direcovery perlu dilakukan. Ini bertujuan untuk mengetahui batas penggunaan laju alir uap maksimum yang dapat meningkatkan recovery.


(16)

v ©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor


(17)

vi

REKAYASA PROSES PENYULINGAN MINYAK AKAR WANGI

DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DAN

LAJU UAP BERTAHAP

TUTI TUTUARIMA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(18)

vii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prayoga Suryadarma, STP. MT.


(19)

viii Judul Tesis : Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi

Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap

Nama : Tuti Tutuarima

NRP : F351060031

Disetujui Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Erliza Noor Anggota

Ir. Edy Mulyono, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Irawadi Djamaran

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(20)

ix

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sholawat dan salam penulis sampaikan kepada qudwah ummah sepanjang masa, Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para shohabat dan orang-orang yang istiqomah menapaki jalan Nya hingga yaumil akhir nanti.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir, Meika Syahbana Rusli, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Dr. Ir. Erliza Noor dan Bapak Ir. Edy Mulyono, MS. selaku anggota komisi pembimbing, serta Bapak Prayoga Suryadarma, STP. MT. selaku penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) dan staf, terutama Pak Dedi, Pak Makmun, Bu Eni serta staf dan teknisi laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu selama penelitian. Terimakasih juga kepada Departemen Pertanian melalui Program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) yang telah mendanai penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada Mak dan Bak, kakak-kakak terutama Dodang, keponakan, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Terima kasih pula buat saudaraku Rahmat, Ria, Mba Tini, Bu Ros, Bu Cut; teman-teman di PCH Uni Fit, Ayuk Desi, Kak Sahara, Ayuk Sherly; teman-teman ngaji Teh Erni, Patma, Mba Tiwi, Siti, Mba Rina; serta rekan-rekan TIP angkatan 2006 yang selalu memberikan dukungan. Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan masukan, baik berupa petunjuk-petunjuk, bimbingan, dan lain-lainnya dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penuliskan satu per satu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan hati yang ikhlas penulis mengharapkan agar kiranya kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini dapat menjadi inspirasi untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT menerima apa yang telah penulis lakukan sebagai wujud syukur kepada-Nya dan Allah mengampuni semua kesalahan kita. Amin.

Bogor, Agustus 2009


(21)

x RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 11 April 1983 dari ayah H.M.Sabri dan ibu Hj. Ruhana. Penulis merupakan putri bungsu dari tujuh bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bengkulu dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu melalui jalur Penelusuran Potensi Akademik (PPA) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, lulus tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Institut Pertanian Bogor pada program studi yang sama atas tawaran Kakak tercinta Mahyudin Shobri. Biaya penelitian penulis peroleh dari Departemen Pertanian melalui Program KKP3T tahun 2007.


(22)

xi

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 4 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Akar Wangi... 6 2.2 Standar Mutu Minyak Akar Wangi ... 12 2.3 Penyulingan Minyak Akar Wangi... 13 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Minyak Akar Wangi 17 2.5 Model Kinetika Penyulingan Minyak Atsiri ... 21

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat ... 22 3.2 Bahan dan Alat ... 22 3.3 Tahapan Penelitian ... 24 3.4 Pemodelan Kinetika ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Akar Wangi ... 29 4.2 Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Tekanan Konstan ... 29 4.3 Disain Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi ... 32 4.4 Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan Bertahap Tanpa

Pengaturan Laju Alir Uap ... 34 4.5 Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan Bertahap dan

Laju Alir Uap Konstan ... 36 4.6 Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir

Uap Bertahap... 37 4.7 Mutu Minyak Akar Wangi Hasil Penyulingan Tekanan

Bertahap ... 38 4.8 Distribusi Komponen Minyak Akar Wangi ... 44 4.9 Model Kinetika Penyulingan Minyak Akar Wangi... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 53 5.2 Saran... 53


(23)

xii DAFTAR PUSTAKA ... 55


(24)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Perkembangan ekspor impor akar wangi... 1 Tabel 2 Komposisi kimia minyak akar wangi ... 9 Tabel 3 Analisa GC-MS komponen minyak akar wangi ... 10 Tabel 4 Beberapa penelitian minyak akar wangi ... 11 Tabel 5 Sifat fisik dan kimia minyak akar wangi beberapa negara produsen... 12 Tabel 6 Standar mutu minyak akar wangi menurut SNI 06-2386-2006 ... 13 Tabel 7 Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 7416 : 2002 ... 13 Tabel 8 Hasil karakterisasi akar wangi ... 29 Tabel 9 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan konstan... 33 Tabel 10 Perbandingan mutu minyak hasil penelitian dan penyulingan rakyat ... 44 Tabel 11 Distribusi luas area GC-MS minyak akar wangi ... 45 Tabel 12 Nilai koefisien distilasi ... 49 Tabel 13 Model matematis untuk parameter kinetika penyulingan... 50


(25)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kantung minyak akar wangi ... 7 Gambar 2 Mekanisme proses penyulingan minyak atsiri dengan air ... 14 Gambar 3 Skema proses difusi ... 15 Gambar 4 Skema proses osmosis... 16 Gambar 5 Mekanisme proses penyulingan minyak atsiri dengan uap... 17 Gambar 6 Skema sistem penyulingan uap langsung... 23 Gambar 7 Diagram alir tahapan penelitian ... 25 Gambar 8 Akumulasi recoveri minyak terhadap waktu penyulingan... 30 Gambar 9 Laju alir uap terhadap waktu pada penyulingan tekanan konstan... 31 Gambar 10 Recoveri minyak terhadap waktu penyulingan ... 33 Gambar 11 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan bertahap tanpa

pengaturan laju alir uap dan tekanan bertahap laju alir uap

konstan ... 34 Gambar 12 Laju alir uap terhadap waktu pada penyulingan tekanan bertahap

tanpa pengaturan laju ... 35 Gambar 13 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan bertahap dengan laju

alir uap konstan selama 9 jam ... 36 Gambar 14 Recoveri minyak pada tekanan dan laju alir uapbertahap... 38 Gambar 15 Tampilan warna minyak akar wangi ... 40 Gambar 16 Mutu minyak akar wangi pada penyulingan tekanan bertahap... 42 Gambar 17 Hasil Gas Chromathography minyak akar wangi perlakuan hasil

penyulingan dengan penyulingan tekanan bertahap dan laju alir uap 2 l/j/kg ... 46 Gambar 18 Hasil Gas Chromathography minyak akar wangi perlakuan hasil

penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap

bertahap ... 47 Gambar 19 Kinetika penyulingan minyak akar wangi ... 49 Gambar 20 Plot nilai koefisien distilasi terhadap laju alir uap ... 50 Gambar 21 Perbandingan konsentrasi minyak hasil percobaan dan hasil


(26)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Daftar istilah dan simbol ... 61 Lampiran 2 Prosedur analisa kadar air dan kadar minyak ... 62 Lampiran 3 Prosedur analisa sifat fisika kimia minyak akar wangi ... 66 Lampiran 4 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan konstan ... 76 Lampiran 5 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan bertahap tanpa

pengaturan laju alir uap ... 76 Lampiran 6 Recoveri minyak pada penyulingan dengan tekanan bertahap

dan laju alir uapkonstan ... 77 Lampiran 7 Recoveri minyak pada penyulingan dengan tekanan dan laju alir

uap bertahap ... 77 Lampiran 8 Laju alir uap pada tekanan konstan ... 78 Lampiran 9 Laju alir uap pada tekanan bertahap tanpa pengaturan laju alir

uap ... 78 Lampiran 10 Laju alir uap pada tekanan bertahap dan laju alir uapkonstan... 79 Lampiran 11 Laju alir uap pada tekanan dan laju alir uap bertahap ... 79 Lampiran 12 Mutu minyak pada penyulingan tekanan bertahap dan laju alir

uapkonstan... 80 Lampiran 13 Mutu minyak pada penyulingan tekanan dan laju alir uap

bertahap ... 80 Lampiran 14 Hasil Kromatografi Gas Spektrometri Massa Minyak Akar

Wangi pada Penyulingan Menggunakan Tekanan Bertahap dan Laju Alir Uap 2 l/j/kg bahan ... 81 Lampiran 15 Hasil Kromatografi Gas Spektrometri Massa Minyak Akar

Wangi pada Penyulingan Menggunakan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap... 85


(27)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak akar wangi bagi Indonesia merupakan salah satu komoditas yang memberikan peranan penting untuk pendapatan devisa negara dari hasil ekspor minyak atsiri secara keseluruhan. Pada perdagangan internasional, Indonesia merupakan penghasil utama minyak akar wangi terbesar ketiga setelah Haiti dan Bourbon. Perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi sejak tahun 2001– 2005 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan ekspor impor akar wangi

Ekspor Impor

Tahun

Volume (kg) Nilai (US $) Volume (kg) Nilai (US $)

2001 1.583.798 1.759.241 2.312 43.728

2001 79.714 1.973.451 2.572 46.312

2003 45.821 1.428.682 2.465 18.680

2004 58.444 2.445.744 2.231 51.308

2005 74.210 1.544.618 532 22.890

Sumber : BPS 2001-2005

Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Fluktuasi volume ekspor ini terutama disebabkan oleh mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar (tidak seragam dan mutu rendah) (Kardinan 2005). Pasar luar negeri yang menyerap produk minyak akar wangi antara lain negara Jepang, China, Singapura, India, Hongkong, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Belgia, Swiss, dan Italia (BPS 2005).

Sentra budidaya tanaman dan produksi minyak akar wangi di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Produksi minyak akar wangi sebagian besar dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan teknologi yang sederhana/konvensional, sehingga seringkali minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan eksportir maupun konsumen. Mutu minyak akar wangi Indonesia merosot tajam sejak akhir tahun 90an sebagai akibat


(28)

2

terjadinya burning pada proses penyulingan yang menyebabkan adanya aroma gosong, sehingga dalam perdagangannya mendapatkan harga yang rendah (Suryatmi et al. 2006).

Produksi minyak atsiri dilakukan melalui beberapa metode diantaranya distilasi (penyulingan), pengepresan, ekstraksi pelarut, dan ekstraksi dengan lemak padat (Ketaren 1985; Heat dan Reineiccus 1987; Wright 1991). Penyulingan merupakan metode yang umum digunakan untuk mendapatkan minyak dari bahan yang berbentuk buah, biji, daun, dan akar. Menurut Guenther (1990) metode penyulingan dapat dilakukan dengan air (water distillation), air dan uap atau kukus (water and steam distillation), dan uap (steam distillation). Metode penyulingan yang digunakan produsen minyak akar wangi Garut adalah penyulingan uap (steam) dengan tekanan tinggi berkisar 4–5 bar (Suryatmi 2006). Penyulingan ini menghasilkan minyak dengan mutu yang kurang baik, seperti bau gosong dan warna gelap. Pada tekanan uap 4 bar suhu mencapai 150oC, sehingga terbentuk uap kering (superheated steam) yang dapat menghanguskan bahan-bahan organik yang rentan terhadap panas. Metode dan kondisi operasi proses penyulingan merupakan tahapan penting untuk menghasilkan minyak atsiri dengan jumlah dan mutu yang tinggi. Menurut Ketaren (1985) jumlah minyak yang menguap ditentukan oleh tekanan uap, berat molekul komponen-komponen dalam minyak, dan laju penyulingan.

Guenther (1990) berpendapat agar diperoleh minyak yang bermutu tinggi maka penyulingan hendaknya berlangsung pada tekanan rendah. Penyulingan dengan menggunakan tekanan dan suhu rendah mempunyai keuntungan yaitu minyak yang dihasilkan tidak mengalami kerusakan akibat panas. Hasil kajian Suryatmi (2006) memperlihatkan bahwa penyulingan minyak akar wangi menggunakan variasi tekanan konstan hingga 3 bar menghasilkan minyak akar wangi yang lebih baik dibanding hasil minyak akar wangi pada umumnya karena tidak berbau gosong. Penelitian lain menggunakan tekanan 2,5–3 bar menghasilkan minyak akar wangi yang berbau lebih halus dan berwarna lebih jernih (Feryanto 2007). Penggunaan tekanan yang lebih rendah membutuhkan waktu penyulingan yang lebih lama. Pada tekanan tinggi (4–5 bar) hanya dibutuhkan waktu 12 jam, tetapi pada tekanan lebih rendah diperlukan waktu


(29)

3

selama 16–18 jam. Hal ini berdampak pada besarnya biaya bahan bakar (minyak tanah) yang dikeluarkan (rata-rata 22 liter minyak tanah/jam) (Feryanto 2007).

Kondisi yang dihadapi industri minyak akar wangi di Garut tidak hanya berdampak pada penurunan perolehan devisa negara, tetapi juga berdampak pada pendapatan yang dialami sejumlah besar petani dan penyuling akar wangi. Permasalahan ini perlu diatasi dengan upaya-upaya nyata secara tepat. Penyelesaian permasalahan dalam proses penyulingan (distilasi) minyak akar wangi dapat dilakukan melalui inovasi teknologi dengan menggunakan prinsip-prinsip proses distilasi. Berdasarkan Hukum Hidrodestilasi, percepatan proses penyulingan dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan uap air (steam) secara bertahap (Sakiah 2006). Untuk menguapkan komponen-komponen minyak akar wangi yang bertitik didih lebih tinggi diperlukan kalor yang besar, untuk itu laju uap perlu ditingkatkan secara bertahap agar diperoleh rendemen minyak akar wangi yang lebih tinggi. Sakiah (2006) melakukan penyulingan minyak pala selama 10 jam dengan tekanan awal 0 bar selama 4 jam kemudian ditingkatkan menjadi 0,5 bar selama 4 jam berikutnya dan ditingkatkan lagi menjadi 1,5 bar sampai akhir penyulingan. Hal ini dapat meningkatkan rendemen lebih tinggi (15.30% untuk biji pala dan 16.73% untuk fuli pala) dibandingkan dengan penyulingan pada penggunaan tekanan konstan 0 bar selama 10 jam (14.20% untuk biji pala dan 15.41% untuk fuli pala).

Selain tekanan, laju penyulingan berperan penting dalam menghasilkan minyak yang baik. Laju yang tidak sesuai mengakibatkan proses penyulingan tidak berlangsung sempurna. Milojevic (2008) menyimpulkan bahwa penggunaan laju penyulingan yang besar dapat menghasilkan jumlah minyak yang lebih banyak. Pada penggunaan laju penyulingan 0.13, 3.6, 10, dan 11.7 ml/menit dihasilkan minyak 0.65%, 1.30%, 1.40%, dan 1.42%.

Sebagai upaya untuk menghasilkan minyak akar wangi bermutu dan tingkat rendemen yang tinggi maka pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi proses penyulingan metode uap langsung menggunakan variasi peningkatan tekanan dan laju uap. Sebagai alternatif dari proses penyulingan dengan tekanan yang tinggi secara konstan, pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan perolehan minyak akar wangi.


(30)

4

1.2. Perumusan Masalah

Penyulingan akar wangi menggunakan tekanan tinggi menghasilkan minyak bermutu rendah yang ditandai dengan warna gelap dan bau gosong. Mutu minyak akar wangi yang baik, diharapkan mampu meningkatkan harga jual baik untuk pasar dalam dan luar negeri. Permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini adalah :

a. Bagaimana kondisi operasi proses penyulingan untuk menghasilkan recovery minyak yang tinggi?

b. Bagaimana pengaruh kondisi proses tersebut terhadap mutu minyak akar wangi yang dihasilkan?

c. Bagaimana sebaran komponen senyawa penyusun minyak akar wangi hasil penyulingan tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mendapatkan kondisi operasi proses penyulingan untuk memperoleh recovery yang tinggi dan mutu yang sesuai dengan SNI dan ISO;

b. Mengidentifikasi senyawa penyusun minyak akar wangi dari berbagai tahapan penyulingan;

c. Memperkirakan model dan parameter kinetika pada penyulingan minyak akar wangi.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak akar wangi yang memenuhi standar mutu nasional (SNI 06-2386-2006) dan internasional (ISO 4716:2002) sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan petani dan penyuling, serta memberikan manfaat terhadap pengembangan teknologi produksi minyak atsiri.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah :

a. Karakterisasi bahan baku akar wangi meliputi kadar air dan kadar minyak. Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi jenis Pulus Wangi


(31)

5

berumur 12 bulan yang berasal dari Kecamatan Sukahardja Kabupaten Garut.

b. Penyulingan minyak akar wangi menggunakan metode uap langsung yang berasal dari boiler berbahan bakar listrik. Alat penyuling terbuat dari bahan stainles steel kapasitas 5 kg akar wangi kering (volume 90 liter); dilengkapi PRV (Pressure Reducing Valve); kondensor tipe spiral. Penyulingan terdiri dari berbagai perlakuan, antara lain penyulingan dengan tekanan konstan 1-3 bar, penyulingan dengan tekanan meningkat bertahap, penyulingan dengan tekanan meningkat bertahap dan laju alir uap konstan 1-2 l/j kg bahan, penyulingan dengan tekanan dan laju alir uap meningkat bertahap

c. Analisa mutu minyak akar wangi menggunakan metode berdasarkan SNI 06-2386-2006. Parameter yang dianalisa adalah bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam etanol 95%, bilangan asam, bilangan ester dan bilangan ester setelah asetilasi.

d. Identifikasi komponen minyak akar wangi hasil menggunakan GC MS (Gas Chromatohrapy Mass Spectrometry) dan database WILEY275 di Labkesda DKI Jakarta. Identifikasi ini hanya dilakukan pada minyak hasil penyulingan dengan tekanan meningkat bertahap dan laju alir uap konstan 2 l/j kg bahan serta minyak hasil penyulingan dengan tekanan dan laju alir uap meningkat bertahap.

Penelitian ini dilaksanakan bersama-sama dengan kandidat Magister Sains Program Mayor Teknologi Pasca Panen (TPP), Ir. Rosniyati Suwarda, dalam kerangka Proyek Penelitian Departemen Pertanian melalui Program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) tahun 2007.


(32)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Akar Wangi

Akar wangi (Vetiveria zizanoides) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang potensial. Tanaman dari famili Gramineae ini telah lama dikenal di Indonesia dan menjadi salah satu komoditas ekspor nonmigas. Rumpun tanaman akar wangi terdiri dari beberapa anak rumpun yang memiliki sejumlah akar-akar halus, berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai kemerahan (Ketaren 1985 dan Santoso 1993). Tanaman akar wangi dapat menghasilkan minyak yang dikenal dengan minyak akar wangi (vetiver oil) melalui proses penyulingan.

Pada tanaman akar wangi menurut Heyne (1987), hanya bagian akar yang mengandung minyak, sedangkan batang, daun, dan bagian lain tidak mengandung minyak. Akar yang menghasilkan minyak dengan mutu yang baik dipanen pada umur 22 bulan dan rendemen akar yang diperoleh 190 gram per rumpun. Ketaren (1985) menyebutkan bahwa akar yang masih muda bersifat lemah, halus seperti rambut dan jika dicabut dapat putus dan tertinggal dalam tanah. Selain itu akar yang muda menghasilkan minyak dengan berat jenis dan putaran optik yang rendah, berbau seperti daun. Akar yang lebih tua dan cukup baik pertumbuhannya, berupa akar yang lebih tebal dan dapat menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih baik, serta memiliki jenis dan putaran optik yang lebih tinggi, berbau lebih wangi dan lebih tahan lama.

Minyak akar wangi merupakan cairan kental, berwarna kuning kecoklatan hingga coklat gelap, memiliki aroma sweet, earthy, dan woody (Martinez et al. 2004). Minyak akar wangi secara luas digunakan untuk pembuatan parfum, bahan kosmetika, pewangi sabun dan obat-obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga (Kardinan 2005). Minyak akar wangi dapat juga digunakan sebagai aroma terapi dan pangan, yaitu sebagai penambah aroma dalam pengalengan asparagus dan sebagai flavor agent dalam minuman (Martinez et al. 2004). Minyak ini juga berfungsi sebagai pengikat karena mempunyai daya fiksasi (pengikat) yang kuat, sehingga sering digunakan sebagai campuran parfum untuk mempertahankan aroma.


(33)

7

Minyak akar wangi memiliki aroma yang kuat (Luu 2007), oleh karena itu minyak ini banyak digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk wewangian pada parfum, deodorant, lotions, sabun; sebagai bahan aromaterapi (Guenther 1990; Luthony & Yeyet 1999; Luu 2007); sebagai zat fiksatif dan komponen campuran dalam industri kosmetik (Akhila & Rani 2002; Martinez et al. 2004; Kardinan 2005); sebagai pembasmi dan pencegah serangga (Kardinan 2005); dalam obat herbal sebagai carminative, stimulant, dan diaphoretic (Lavania 1988; Akhila & Rani 2002); dalam industri pangan digunakan sebagai flavor agent pada pengalengan asparagus dan berbagai minuman (Martinez et al. 2004).

Minyak akar wangi tersimpan dalam kantung-kantung minyak yang berada diantara lapisan cortex dan endodermis (Gambar 1). Minyak yang terletak dibawah lapisan permukaan disebut sebagai subcutaneous oils (Denny 2001). Pengeluaran minyak dari dalam bahan dilakukan dengan melewatkan uap panas untuk merusak lapisan luar yang menutupi kantung minyak (epidermis dan cortex). Menurut Guenther (1990), suhu tinggi dan pergerakan uap air yang disebabkan oleh kenaikan suhu dalam ketel mempercepat proses difusi. Istilah difusi dalam konteks ini adalah penetrasi dari berbagai komponen secara timbal balik sehingga tercapai keseimbangan.

Gambar 1. Kantong minyak akar wangi (Lavania et al. 2008)

Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang mengandung campuran seskuiterpen alkohol dan hidrokarbon yang sangat kompleks


(34)

8

(Cazaussus 1988; Akhila & Rani 2002), dan jenis minyak atsiri yang sangat kental dengan laju volatilitas yang rendah (Akhila & Rani 2002). Luu (2007) menyebutkan, komponen utama penyusun minyak akar wangi terdiri dari sesquiterpen hidrokarbon (γ-cadinene, clovene, α-amorphine, aromadendrene, junipene, dan turunan alkoholnya), vetiverol (khusimol, epiglobulol, spathulenol, khusinol, serta turunan karbonilnya), dan vetivone (α-vetivone, β-vetivone, khusimone dan turunan esternya). Diantara komponen-komponen tersebut, α -vetivone, β-vetivone, dan khusimone merupakan komponen utama sebagai penentu aroma minyak akar wangi. Ketiga komponen ini disebut sebagai sidik jari (finger print) minyak akar wangi (Demole et al. 1995).

Shibamoto et al. (1981) mengidentifikasi sebelas komponen yang terkandung dalam fraksi fenolik minyak akar wangi asal India menggunakan metode kromatografi gas–spektrometri massa (KG-SM) dan resonansi magnet inti (RMI). Komponen tersebut antara lain : metoksifenol, o-kresol, p-kresol, m-kresol, eugenol, 4-vinilguaikol, cis-isoeugenol, trans-isoeugenol, 4-vinilfenol, vanilin, dan asam zizanoat. Subhas et al. (1982) mengidentifikasi komponen fraksi karbonil minyak akar wangi ( 13%) antara lain : zizanal, epizizanal, α -vetivone, β-vetivone, khusimone dan (+)-(1S,10R)-1,10-dimetilbisiklo[4.4.0]-dec-6-en-3-on. Sementara komponen minyak akar wangi asal Burundi terdiri dari α -muurolene, valensene, β-vetivene, α-vetivone, β-vetivone, khusimole, α-cadinol, vetiselinenol, isosedranol, isokhusimol, dan β-bisabolol (Dethier et al. 1997).

Beberapa hasil identifikasi komponen menunjukkan kandungan senyawa lebih dari 100 komponen (Cazaussus 1988), 28 komponen terutama dari golongan sesquiterpen (Martinez et al. 2004). Hasil analisis terhadap minyak akar wangi yang berasal dari Brazil, Haiti, Bourbon dan Indonesia, komposisi minyak berbeda secara kuantitatif tetapi jenis komponen yang dihasilkan hampir sama (Martinez et al. 2004). Komposisi minyak akar wangi dari beberapa daerah produsen disajikan pada Tabel 2.


(35)

9

Tabel 2. Komposisi kimia minyak akar wangi

Komponen Brazil (%) Haiti (%) Bourbon (%) Indonesia (%)

Pre-zizaene 1.0 0.4 0.4 0.8

Khusimene 1.7 0.9 - 3.0

α-amorphene 1.6 1.8 2.1 4.2

Cis-eudesma—6,11-diene 1.2 1.4 0.8 2.4

α-amorphene 1.4 1.1 1.8 3.5

β-vetispirene 1.0 1.1 1.0 2.7

γ-cadinene 0.6 - 0.3 0.7

γ-vetivenene 1.3 - 0.8 5.1

β-vetivenene 2.0 1.6 1.7 5.2

α-calacorene 0.9 0.8 - 0.7

Cis-eudesm-6-en-11-ol 1.9 2.4 2.1 1.1

Khusimone 3.6 3.5 3.9 2.6

Ziza-6(13)-en-3-one 2.5 1.4 2.8 2.1

Khusinol 3.4 1.9 1.7 2.4

Khusian-2-ol 3.4 3.4 2.8 1.3

Vetiselinenol 1.7 2.3 1.8 1.0

Cyclocopacamphan-12-ol 1.0 1.7 1.3 0.3

2-epi-ziza-6(13)-3 α-ol 1.9 1.6 1.2 1.1

Isovalencenal 1.6 2.5 2.1 1.0

β-vetivone 1.5 5.6 3.9 6.0

Khusimol 7.2 13.3 6.4 9.7

Nootkatone 1.1 0.4 0.4 -

α-vetivone 5.4 4.8 3.3 4.0

Isovalencenol 3.0 15.3 8.9 4.4

Bicyclovetivenol 0.5 1.1 0.8 -

Zizanoic acid 11.8 0.5 0.9 3.3

Hydrocarbons 12.7 9.1 8.9 28.3

Alcohols 24.0 43.0 27.0 21.3

Carbonyl compounds 15.7 18.2 16.4 17.7

Carboxylic acids 11.8 0.5 0.9 3.3

Total identified 64.2 70.8 53.2 70.6

Sumber : Martinez et al. (2004)

Kandungan minyak akar wangi Bone dan Garut menunjukkan adanya 21 dan 20 komponen senyawa minyak akar wangi untuk masing-masing daerah. Jenis komponen disajikan pada Tabel 3.


(36)

10

Tabel 3. Analisa GC-MS komponen minyak akar wangi

Luas Relatif (%)

No. Komponen Formula

Molekul Bone Garut

1. Isokaryophyllen C15H24 0.65 -

2. Karyophyllen C15H24 0.62 1.33

3. Napthallen C15H24 0.58 1.02

4. α- Amorphen C15H24 0.93 1.05

5. α- Karyophyllen C15H24 0.69 0.69

6. Kuparen C15H22 0.75 1.63

7. Kloven C15H24 0.65 0.49

8. 1,3,5-Siklononatrien C15H24 0.63 1.46

9. Dehidroaromadendren C15H22 0.69 0.46

10. 1H-Siklopropa[a] Napthallen C15H22 1.58 3.63

11. β- Kopaen C15H24O 1.78 2.56

12. Santalol C15H24O 1.88 2.70

13. Aromadendren C15H24 1.10 0.93

14. Ledol C15H26O 2.12 1.77

15. Azulenon C15H22O 1.18 1.23

16. Cendrenol C15H24O 1.98 2.10

17. Spathulenol C15H24O 5.82 9.18

18. β- Kopaen-4-α –ol C15H24O 3.28 6.54

19. Trisiklo oktan-5-asam karboksil C15H22O2 5.82 3.93

20. 3,7-Siklodecadien-1-on C15H22O 2.27 3.50

21. 2(3H)-Naphtalenon C15H22O 2.74 5.62

Sumber : Abraham (2002)

Penelitian tentang minyak akar wangi yang telah dilakukan hingga kini mencakup teknik budidaya tanaman, teknologi proses, hingga komponen penyusunnya. Pada Tabel 4 dapat dilihat rangkuman penelitian teknologi proses produksi minyak akar wangi.


(37)

11

Tabel 4. Beberapa penelitian minyak akar wangi Referensi Kondisi

Operasi Metode Parameter proses Hasil

Triharyo et al.

(2007) •

P = 1; 2; dan 3 atm. • V = 17

ml/menit • t = 12; 20;

& 24 jam

Penyulingan uap Pengaruh tekanan dan waktu terhadap rendemen dan mutu minyak akar wangi serta penggunaan energi selama penyulingan.

Penggunaan tekanan 2 bar selama 20 jam memberikan

rendemen 1,92% dengan menggunakan

direct use geothermal.

Suryatmi (2006) • P = 1; 2; dan 3 atm. • V = 0,32 – 0,35 ml/det • t = 16 jam

Penyulingan uap Pengaruh tekanan terhadap rendemen dan mutu minyak akar wangi.

Rendemen terbaik pada tekanan 3 atm sebesar 1,124%

Abraham (2002) • P : 1,2 kg/cm2 • V : 116

ml/mnt • t : 10 jam

Penyulingan uap Identifikasi komponen minyak akar wangi asal Bone dan Garut

Rendemen yang dihasilkan masing-masing 0,62% dan 0,96%. Diidentifikasi komponen yang sama dari kedua asal minyak yaitu α-vetivone, β-α-vetivone, khusimol,

bisiklovetiverol, trisiklovetiverol, dan vetiver alkohol. Rusli dan

Anggraeni (1999)

• P = 0,4; 0,8 dan 1,2 kg/cm2 • t = 8; 10;

dan 12 jam • V = 1,3

l/j/kg bahan

Penyulingan uap Pengaruh tekanan dan lama penyulingan terhadap rendemen dan mutu minyak akar wangi.

Kondisi yang terbaik adalah penggunaan tekanan 1,2 kg/cm2 selama 10 jam yang menghasilkan rendemen sebesar 2,3%.

Aggarwal et al.

(1998)

• t = 12 jam • P =

103-124 kPa • V = 15-20

liter/jam

Penyulingan air dan penyulingan uap

Pengaruh

penyimpanan dan lama penyulingan terhadap

yield

Waktu penyimpanan akar wangi yang lama akan menurunkan recoveri minyak. Waktu 10 jam dibutuhkan untuk menghasilkan minyak, lebih dari 10

jam tidak

meningkatkan recoveri secara signifikan.

Moestafa et al.

(1991)

• V : 500 dan 600 gr uap/jam • t : 12; 16;

20; 24; 28; 32; dan 36 jam

Penyulingan air Pengaruh lama dan kecepatan penyulingan terhadap kadar minyak dan vetiverol akar wangi dengan penyulingan air

Hasil terbaik penyulingan dengan kecepatan 600 gram uap/jam selama 36 jam menghasilkan rendemen 2,47% & kadar vetiverol 63,91%.

Hardjono et al.

(1973)

• M = 0,1 dan 0,07 kg/liter • t = 16, 20,

24 dan 28 jam

Penyulingan air dan uap (kukus)

Pengaruh kepadatan bahan dan lama penyulingan terhadap rendemen dan kualitas minyak akar wangi

Hasil terbaik adalah kepadatan 0,07 kg/liter selama 20 jam dengan rendemen 2,02%.

Keterangan :


(38)

12

2.2. Standar Mutu Minyak Akar Wangi

Senyawa-senyawa penyusun minyak akar wangi berpengaruh besar terhadap sifat fisik dan kimia yang dimilikinya. Sifat ini menentukan mutu dan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti asal daerah, jenis tanaman, umur panen, metode dan peralatan penyulingan yang digunakan. Oleh karena itu, sifat fisik dan kimia minyak akar wangi yang berasal dari beberapa negara produsen berbeda satu sama lainnya. Perbedaan sifat minyak akar wangi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat fisik dan kimia minyak akar wangi beberapa negara produsen Jawa

Karakteristik

Mutu Baik Mutu Ringan Reunion Haiti

Bobot jenis pada 15o 0,9926– 1,0444 0,9852–1,0015 0.99–1.02 0.999–1.014 Putaran optik + 20o 30’ s.d

+ 46o 0’

+14o 25’ s.d + 24o 10’

+14o 0’ s.d + 37o 0’

+22o 0’ s.d + 31o 44’ Indeks bias pada 20o

1,5189–1,5306 1,5223–1,52612 1.515–

1.529 1.5198–1.5250

Bilangan asam 8,4–40,1 7,5–14,9 4.5–17 7.5–16.8

Bilangan ester 5,6–24,6 6,5–14,9 5–20 8.4–52.3

Bilangan ester setelah

asetilasi 103,7–151,2 98–119,5 119–145 124–264

Kelarutan dalam alkohol 80 %

Larut dalam 1– 2 vol. Kadang-kadang berubah warna sampai keruh dengan jumlah alkohol lebih banyak. Tidak seluruhnya larut. Bercampur sempurna dengan alkohol 90%; pada kasus tertentu berubah warna jika diencerkan. Larut dalam 1-2 vol alkohol 80%, dengan warna sedikit suram sampai keruh

Larut dalam 0.5 vol. alkohol 90%, kadang buram (cloudy) jika

pengenceran dilanjutkan. Kadang juga larut dalam 1 vol. alkohol 80%.

Sumber : Guenther (1990)

Tinggi rendahnya mutu minyak akar wangi ditentukan oleh ciri-ciri fisik dan kimianya. Ciri-ciri fisikokimia yang menjadi parameter mutu minyak akar wangi antara lain warna, aroma, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester, bilangan ester setelah asetilasi, kelarutan dalam alkohol, dan total kandungan vetiverol dalam senyawa aromatik.

Minyak akar wangi Indonesia yang akan diperdagangkan harus memenuhi standar mutu dan persyaratan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 06-2386-2006, seperti yang tercantum pada Tabel 6.


(39)

13

Tabel 6. Standar mutu minyak akar wangi menurut SNI 06-2386-2006 No. Jenis Mutu / Satuan Satuan Syarat Mutu

1. Warna

- Kuning muda sampai coklat kemerahan

2. Bau - Khas akar wangi

3. Bobot jenis 20o/20o C - 0,980 – 1,003

4. Indeks bias pada 20o - 1,520 – 1,530

5. Bilangan asam - 10 - 35

6. Kelarutan dalam etanol 95 % - 1:1 jernih, dan seterusnya jernih

7. Bilangan ester - 5 – 26

8. Bilangan ester setelah asetilasi - 100 – 150

9. Vetiverol total % Minimum 50

Sumber : SNI 2006

Untuk perdagangan internasional standar yang diacu adalah ISO (International Organization for Standardization) 4716:2002, seperti tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716:2002 Syarat Mutu No. Jenis Mutu / Satuan

Reunion Haiti

1. Warna Coklat hingga

merah kecoklatan

Coklat hingga merah kecoklatan

2. Bau Khas akar wangi Khas akar wangi

3. Bobot jenis 20o/20o C 0,99 – 1,015 0,986 – 0,998

4. Indeks bias pada 20o 1,5220 – 1,5300 1,521 – 1,526

5. Bilangan asam Maks. 35 Maks. 14

6. Kelarutan dalam etanol 80 % pada 20o C Maks. 1 : 2 Maks. 1 : 2

7. Bilangan ester 5 - 16 5 – 16

8. Putaran optik pada 20o C +19 – +30 +22 – +38

9. Bilangan karbon 44 – 68 23 - 59

Sumber : ISO 2002

2.3. Penyulingan Minyak Akar Wangi

Penyulingan (distilasi) merupakan proses pemisahan komponen berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik uapnya (Ketaren 1985). Proses penyulingan umum digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri dari tanaman.

Guenther (1990) menyebutkan ada tiga cara penyulingan yang umum digunakan, yaitu penyulingan dengan air (water distillation), penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation), dan penyulingan dengan uap (steam distillation). Pada penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Pada penyulingan dengan menggunakan uap dan


(40)

14

air, bahan diletakkan pada rak-rak atau saringan berlubang, sehingga bahan tidak mengalami kontak langsung dengan air yang digunakan untuk menghasilkan uap. Tekanan yang dihasilkan dalam ketel suling untuk kedua cara ini biasanya sekitar 1 atm. Penyulingan dengan menggunakan uap, pada dasarnya hampir sama dengan penyulingan menggunakan uap dan air. Perbedaannya adalah uap panas yang digunakan berasal dari ketel uap yang terpisah dari ketel suling. Tekanan uap dalam ketel suling dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi bahan.

Pemilihan metode penyulingan sangat menentukan keberhasilan dan efisiensi proses penyulingan. Penyulingan dengan uap langsung memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan penyulingan air dan penyulingan air–uap, tetapi membutuhkan peralatan yang lebih komplek dan mahal (Risfaheri & Mulyono 2006). Ketaren (2004) merekomendasikan penyulingan uap untuk bahan yang mengandung minyak bertitik didih tinggi/fraksi berat yang lebih stabil terhadap panas seperti nilam, akar wangi, cendana, dan pala, karena dapat mempersingkat waktu penyulingan.

Proses Penyulingan

Penyulingan menggunakan air (water distillation), air dan uap (kukus), dan uap (steam distillation) umum digunakan untuk mendapatkan minyak akar wangi (Tabel 4). Proses penyulingan tersebut terdiri dari beberapa mekanisme penting yang dapat membantu dalam memahami fenomena yang terjadi selama proses. Mekanisme penyulingan menggunakan air disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme proses penyulingan minyak atsiri dengan air (water distillation) (Azlina 2005)


(41)

15

a. Difusi

Difusi memegang peranan penting pada ekstraksi minyak atsiri dari tanaman. Geankoplis (1983) menyebutkan difusi molekuler didefinisikan sebagai perpindahan molekul dalam fluida secara acak. Gambar 3 memperlihatkan skema proses difusi molekuler. Dari gambar tersebut, terlihat molekul A (dalam hal ini adalah uap) berdifusi secara acak melalui molekul B (minyak dalam tanaman) dari titik 1 ke 2. Hal ini dikarenakan jumlah molekul A yang ada di sekitar titik 1 lebih banyak daripada yang berada disekitar titik 2. Hukum Fick menyebutkan penyebab terjadinya difusi adalah perbedaan konsentrasi komponen. Akibat perbedaan ini komponen akan berpindah ke berbagai arah hingga konsentrasi mencapai kesetimbangan. Arah difusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.

Gambar 3. Skema proses difusi (Geankoplis 1983)

Sel tanaman terdiri dari membran sel. Membran sel merupakan lapisan pelindung tanaman yang memisahkan sel dari lingkungan luar. Minyak atsiri berada dalam kelenjar minyak (oil glands). Molekul-molekul yang berada disekitar sel dapat berpindah masuk atau keluar sel. Membran sel selective permeabel mengatur molekul yang melewatinya. Air dapat melewati membran sel dengan bebas melalui proses difusi dan osmosis.

b. Osmosis

Peristiwa osmosis berperan membawa minyak yang terdapat dalam kelenjar ke permukaan bahan. Osmosis merupakan peristiwa perpindahan partikel dari tempat yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke tempat yang


(42)

16

memiliki konsentrasi yang lebih rendah melewati membran selektif permeabel hingga tercapai keseimbangan dinamis.

Gambar 4. Skema proses osmosis

c. Pemanasan, penguapan dan kondensasi

Pemanasan akan menyebabkan temperatur air meningkat hingga tekanan uap cairan sama dengan tekanan sekitar. Pada kondisi ini tidak terjadi peningkatan suhu dan penambahan energi panas hanya akan membuat cairan menguap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada dalam gerakan yang konstan (keadaaan setimbang). Pada sistem tertutup, keadaan setimbang dipengaruhi oleh suhu. Kondensasi merupakan proses perubahan wujud uap menjadi cairan dengan cara mengalirkan air pendingin pada tabung kondensor. Kondensasi dan penguapan melibatkan fase cairan dengan koefisien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti uap bersentuhan dengan padatan yang suhunya dibawah jenuh sehingga membentuk cairan (Geankoplis 1983).

d. Pemisahan

Pemisahan campuran air dan minyak umumnya dilakukan berdasarkan berat jenis. Secara umum minyak memiliki berat jenis lebih kecil dari berat jenis air (=1), sehingga minyak akan berada di lapisan atas.

Pada proses ekstraksi minyak atsiri dengan menggunakan uap (steam distillation), ada sedikit perbedaan mekanisme yang terjadi. Variasi mekanisme pada proses penyulingan dengan steam distillation disajikan pada Gambar 5.


(43)

17

Gambar 5. Mekanisme proses penyulingan minyak atsiri dengan uap ( steam distillation) (Azlina 2005)

Pertama-tama uap akan berdifusi ke dalam bahan, untuk melepas minyak yang terdapat dalam bahan akan larut. Campuran minyak yang dibawa uap ini ke luar menuju permukaan bahan melalui peristiwa osmosis. Setelah mencapai permukaan, minyak dibawa oleh uap yang melewati bahan. Penambahan jumlah minyak yang larut dalam air dan proses osmosis sangat tergantung pada jumlah air yang masuk ke dalam jaringan tanaman tersebut. Air masuk ke dalam jaringan tanaman melalui proses difusi. Dengan kata lain, peristiwa osmosis dan difusi terjadi dalam waktu yang bersamaan (simultaneously). Proses-proses ini berlangsung terus menerus hingga semua komponen volatil minyak keluar dari jaringan tanaman.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Minyak Akar Wangi a. Perlakuan Pendahuluan Terhadap Akar Wangi

Perlakuan pendahuluan pada bahan sebelum proses penyulingan dapat meningkatkan rendemen dan memperbaiki mutu minyak. Perlakuan pendahuluan terhadap akar wangi sebelum proses penyulingan antara lain pembersihan, pengeringan, dan pengecilan ukuran. Peningkatan rendemen minyak yang diawali perlakuan pendahuluan telah dibuktikan Adams et al. (2008) dengan proses pembersihan, Bacon dalam Jong (1987) dengan proses pengeringan, serta Rusli (1985), Sudibyo (19890, dan Moestafa et al. (1998) dengan proses pengecilan ukuran.

Adams et al. (2008) membandingkan rendemen minyak akar wangi yang dibersihkan dan tidak dibersihkan. Rendemen yang diperoleh dari akar wangi


(44)

18

yang dibersihkan adalah 1.04%, nilai ini lebih tinggi dibandingkan rendemen dari akar wangi yang tidak dibersihkan yaitu 0.66%. Pada proses pengeringan, sebagian besar membran sel akan pecah sehingga cairan sel bebas melakukan penetrasi dari satu sel ke sel yang lain hingga membentuk senyawa-senyawa yang mudah menguap (Sastrohamidjojo 2004). Oleh karenanya Ketaren (1985) dan Thorpe (1947) menyebutkan bahwa pengeringan akan mempercepat proses penyulingan, menaikkan rendemen serta memperbaiki mutu minyak meskipun kemungkinan sebagian minyak akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh oksigen udara. Hasil penelitian Bacon dalam Jong (1987) memperlihatkan bahwa pengeringan memberikan peningkatan rendemen minyak akar wangi. Rendemen dari bahan yang dikeringkan sebesar 1,09 % sedangkan rendemen akar wangi yang tidak dikeringkan hanya 0,45 %. Perajangan bahan sebelum disuling bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan dan mengurangi sifat kamba bahan (Ketaren 1985). Pada perajangan akar wangi tanpa bonggol dengan ukuran 15–20 cm diperoleh rendemen 1.6%-2.1% (Rusli 1985). Untuk ukuran biji jintan yang dihancurkan diperoleh rendemen 2,18–2,43%, dibanding biji jintan yang tidah dihancurkan hanya sebesar 1,90–2,23% (Sudibyo 1989). Perajangan halus ukuran 2-3 mm pada penyulingan jeruk purut juga menghasilkan rendemen yang lebih tinggi yaitu 4.58% dibandingkan dengan jeruk purut yang dirajang kasar 2 cm sebesar 4.18% (Moestafa et al. 1998)

b. Kondisi Penyulingan

Selain metode penyulingan dan perlakuan bahan, kondisi proses penyulingan juga akan mempengaruhi rendemen minyak. Menurut Ketaren (1985) jumlah minyak yang menguap ditentukan oleh tekanan uap, berat molekul komponen-komponen dalam minyak, dan kecepatan minyak dikeluarkan dari bahan.

1. Kepadatan bahan

Kepadatan bahan di dalam ketel sangat berpengaruh pada kemudahan uap berpenetrasi kedalam bahan untuk membawa molekul minyak, sehingga mempengaruhi rendemen dan efisiensi penyulingan (Risfaheri & Mulyono 2006). Guenther (1990) menyebutkan bahwa tingkat kepadatan bahan


(45)

19

berhubungan erat dengan besar ruangan antar bahan. Kepadatan bahan yang terlalu tinggi dan tidak merata menyebabkan terbentuknya jalur uap ”rat holes” yang dapat menurunkan rendemen dan mutu minyak.

Hasil penelitian Hardjono et al. (1973) telah membuktikan bahwa pada kepadatan akar wangi 0,10 kg/liter dihasilkan rendemen lebih kecil yaitu 1,43% dibanding dengan kepadatan 0,07 kg/liter yang menghasilkan rendemen 2,02%.

2. Tekanan uap

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penguapan minyak pada proses penyulingan adalah besarnya tekanan uap yang digunakan (Ketaren 1985). Menurut Guenther (1990), agar diperoleh minyak yang bermutu tinggi maka penyulingan hendaknya berlangsung pada tekanan rendah dan dapat juga pada tekanan tinggi tetapi dalam waktu yang singkat. Proses penyulingan dengan menggunakan tekanan dan suhu rendah mempunyai keuntungan yaitu minyak yang dihasilkan tidak mengalami kerusakan akibat panas. Disamping itu mengurangi penguapan komponen bertitik didih tinggi dan larut di air. Penyulingan dengan tekanan tinggi tidak selalu memghasilkan rendemen dan mutu yang lebih baik. Penggunaan tekanan uap yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan komponen-komponen penyusun minyak. Lestari (1993) membuktikan bahwa pada penyulingan sereh wangi dengan tekanan 228.53 kPa memberikan rendemen 3.51% basis kering dan tingkat mutu bagus. Sedangkan penggunaan tekanan 297.2 kPa dihasilkan rendemen 2.52% dengan tingkat mutu biasa. Penyulingan minyak nilam dengan menggunakan uap langsung selama 4 jam menghasilkan rendemen sebesar 3.21%, 3.11%, 3.44%, dan 3.27% berat kering masing-masing untuk tekanan penyulingan 158.86, 173.57, 190.24, dan 206.96 kPa (Dahlan 1989). Kondisi penyulingan minyak akar wangi menggunakan tekanan 1.2 kg/cm2 menghasilkan rendemen 2.3% (Rusli & Anggraeni 1999).

3. Laju Penyulingan

Laju penyulingan menyatakan jumlah air suling yang dihasilkan per satuan waktu. Pengaturan laju penyulingan disesuaikan dengan diameter ketel dan volume antar ruang bahan (Guenther 1990). Laju penyulingan yang


(46)

20

rendah menyebabkan uap terhenti pada bahan yang padat, sehingga proses ekstraksi minyak tidak berjalan sempurna. Sebaliknya, jika laju penyulingan terlalu cepat maka uap dalam ketel akan keluar melalui bahan dengan membentuk jalur uap serta mengangkut bahan partikel ke dalam kondensor, sehingga menghambat aliran uap di dalam kondensor (Risfaheri & Mulyono 2006).

Laju penyulingan memberi pengaruh nyata terhadap rendemen dan kadar vetiverol pada penyulingan minyak akar wangi. Jumlah minyak sebesar 2.47% pada laju penyulingan 0,6 kg uap/jam dengan kadar vetiverol 63.91% lebih tinggi dibandingkan pada laju penyulingan 0,5 kg uap/jam yang menghasilkan minyak 2.17% dan kadar vetiverol 61.79% (Moestafa, et al. 1991).

4. Pengaruh Lama Penyulingan

Lama penyulingan mempengaruhi kontak air atau uap air dengan bahan. Pada penyulingan yang lebih lama, jumlah minyak yang terbawa oleh uap semakin banyak sehingga rendemen minyak yang diperoleh lebih banyak. Lama penyulingan juga berpengaruh terhadap penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi. Semakin lama penyulingan, penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi akan semakin besar (Guenther 1990).

Hasil penelitian penyulingan pada beberapa minyak atsiri menunjukkan lama waktu penyulingan menghasilkan minyak yang semakin banyak. Penyulingan nilam selama 6 jam menghasilkan rendemen 2.59% dibandingkan penyulingan selama 4 dan 5 jam yaitu 2.28% dan 2.52% (Setiadji & Tamtarini 2006). Biji jintan yang disuling selama 3, 5, dan 7 jam menghasilkan rendemen 1.90%, 2.10%, dan 2.23% (Sudibyo 1989). Begitu pula halnya pada penyulingan minyak jeruk purut (Moestafa, et al. 1998). Penyulingan jeruk purut selama 8 jam menghasilkan rendemen 4.58%, nilai ini lebih tinggi dari rendemen minyak yang disuling selama 6 jam yaitu 3.58%. Rusli & Anggraeni (1999) juga memperoleh rendemen minyak akar wangi lebih tinggi pada penyulingan yang lebih lama yaitu 2.07% selama 12 jam dibandingkan dengan penyulingan 8 jam yang hanya 1.78%. Namun


(47)

21

perpanjangan waktu penyulingan berdampak pada besarnya biaya bahan bakar yang digunakan (Feryanto 2007).

2.5. Model Kinetik Proses Penyulingan Minyak Atsiri

Model matematis untuk kinetika penyulingan minyak atsiri dengan metode hydrodistillation menggunakan pendekatan mekanisme yang sama dengan ekstraksi pelarut untuk tanaman. Mekanisme distilasi minyak atsiri dilakukan melalui dua tahap yaitu :

1. Pelepasan minyak atsiri yang berada di sekitar permukaan luar bahan (disebut juga fast oil distillation). Peristiwa ini terjadi di awal penyulingan (t = 0). Ciri-ciri dari tahap ini adalah jumlah minyak yang dihasilkan meningkat dengan cepat pada awal proses.

t = 0 ; q = qw atau b

q q q

q

o w o

=

= (1)

dimana qw = yield minyak pada t = 0; q = yield minyak pada t = i; qo = konsentrasi minyak awal dalam bahan; b = koefisien fast distillation 2. Pelepasan minyak atsiri dari bagian dalam bahan menuju ke permukaan

luar bahan (disebut juga slow oil distillation). Ciri-ciri dari tahap ini adalah peningkatan jumlah minyak yang dihasilkan berlangsung lambat. Umumnya terjadi di akhir penyulingan.

Persamaan dasar kinetika untuk proses penyulingan minyak atsiri adalah :

(

)

kt

o o

e b q

q

q=

.

1 (2)

Atau

(

b

)

kt q

q q

o

o − = ln 1− −

ln (3)


(48)

22

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan sejak bulan September 2007–Desember 2008 yang dilakukan di Balai Besar Litbang Pascapanen Cimanggu, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu, Laboratorium Teknik Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, dan Laboratorium Kesehatan Daerah DKI Jakarta.

3.2. Bahan dan Alat a. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) yang berasal dari perkebunan akar wangi rakyat di daerah Garut, Jawa Barat. Sebelum digunakan dilakukan persiapan pendahuluan bahan baku untuk penyulingan meliputi proses pengeringan, dan pengecilan ukuran (pencacahan).

Bahan pembantu adalah bahan kimia yang digunakan untuk pengujian sifat fisika kimia minyak akar wangi. Bahan kimia ini terdiri dari etanol, KOH, penophtalein, HCL, asam asetat anhidrit, natrium asetat anhidrat, akuades, NaCl, Na2SO4 anhidrid, Na2CO3, dan toluen.

b. Alat

Penyulingan menggunakan sistem penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dimana uap dibangkitkan dari ketel yang terpisah (boiler). Alat penyulingan terdiri atas boiler, ketel penyuling, alat pendingin (kondensor), alat penampung dan pemisah minyak (separator). Sistem penyulingan uap langsung disajikan pada Gambar 6. Alat-alat ukur dan uji sifat fisika kimia yang digunakan adalah piknometer, refraktometer, polarimeter, termometer, tabung reaksi, gelas ukur, neraca analitik, dan penangas air.

Boiler yang digunakan adalah boiler buatan Jerman menggunakan tenaga listrik daya 9 kWh dan menghasilkan tekanan uap maksimum 7 bar. Air masuk ke


(49)

23

boiler dengan menggunakan pompa. Penambahan air ke boiler dilakukan secara otomatis. Uap yang dihasilkan dari boiler kemudian dialirkan ke dalam ketel dengan terlebih dahulu melewati pressure reducing valve. Besarnya tekanan uap diamati pada indikator tekanan di boiler.

Keterangan :

A = Boiler; B = pressure reducing valve (PRV); C = Ketel suling; D = Kondensor; E = Separator;

a = air boiler keluar; b = indikator tekanan; c = valve ; d = strainer ; e = bahan; f = air ketel keluar; g = air masuk kondensor;

h = spiral kondensor; i = air keluar kondensor

Gambar 6. Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation)

Pressure reducing valve (PRV) yang digunakan adalah tipe BRV2 dengan spring code warna hijau yang mampu mengontrol tekanan keluar antara 1,4–4,0 bar. PRV ini dilengkapi dengan strainer yang terbuat dari bahan stainless steel untuk menyaring uap yang akan masuk ke PRV, indikator tekanan, savety valve dan valve.

Ketel suling terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 40 cm dan tinggi 72 cm. Volume ketel adalah 90 liter dan volume bahan adalah 33,4 liter. Tekanan yang masuk ke ketel diatur dengan memutar handwheel pada PRV. Besarnya tekanan dan suhu dalam ketel suling dapat dideteksi melalui sensor tekanan yang terpasang pada bagian atas (header) ketel suling. Pada ketel suling terdapat saringan yang terbuat dari besi dengan ketinggian 10 cm dari dasar ketel.


(50)

24

Besarnya tekanan uap yang disalurkan ke ketel suling diamati pada indikator tekanan di boiler. Besarnya tekanan dan suhu dalam ketel suling dapat dideteksi melalui sensor tekanan yang terpasang pada bagian atas (header) ketel suling. Untuk pengaturan besarnya tekanan didalam ketel suling digunakan katup yang dapat diatur yang diletakkan dialiran masuk ke kondensor dekat kepala ketel suling, katup ini juga dipasang pada aliran uap (steam) dari boiler (Gambar 6c). Kondensor yang digunakan adalah penukar panas tipe spiral dengan panjang spiral 9 m dan diameter 19 mm. Kondensor terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 26,7 cm dan tinggi 52 cm. Media pendingin menggunakan air. Alat pemisah kondensat terbuat dari bahan gelas dengan tinggi 40 cm dan diameter 20 cm.

Analisa Gas Chromatography–Mass Spectrometry menggunakan agilent technologies 6890 gas chromatograph dan 5972 mass selective detector dan chemstation data system. Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler HP Ultra 2 dengan panjang 17 m, diameter 0,25 mm dan tebal 0,25 m. Kondisi operasi yang digunakan antara lain: suhu injeksi 250 oC, suhu ion source 230 oC, suhu interface 280 oC, suhu quadrupole 140 oC, flow kolom 0,7 l/menit, volume injeksi 2 L.

3.3. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu (1) karakterisasi akar wangi, (2) penyulingan minyak akar wangi dengan tekanan konstan, (3) menentukan disain proses penyulingan minyak akar wangi melalui peningkatan tekanan dan laju alir uap, (4) penyulingan minyak akar wangi dengan tekanan bertahap, (5) menganalisis kualitas minyak akar wangi, (5) menganalisis distribusi komponen penyusun minyak akar wangi. Diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 7.


(51)

25

Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian

a. Karakterisasi bahan baku

Karakterisasi meliputi kadar air dan kadar minyak dari bahan baku akar wangi. Kadar air akar wangi yang masih tinggi perlu dikurangi hingga kadar air mencapai ± 12 %. Pengeringan dilakukan dengan penjemuran selama 1–2 hari. Selain itu, juga dilakukan pengukuran kadar minyak dari akar wangi. Prosedur analisa kadar air dan kadar minyak dimuat pada Lampiran 2.

b. Penyulingan minyak akar wangi dengan tekanan konstan (Penelitian Pendahuluan)

Pada tahap ini terdapat tiga perlakuan penyulingan yaitu penyulingan menggunakan tekanan 1 bar, 2 bar, dan 3 bar konstan sampai akhir penyulingan (9 jam). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali ulangan. Laju alir uap yang masuk ke boiler diasumsikan sama dengan laju destilat yang keluar dari


(52)

26

kondensor. Pada setiap perlakuan dilakukan pengukuran laju destilat dan pengambilan sampel setiap jam selama penyulingan.

Rancangan perlakuan pada tahapan ini adalah sebagai berikut : P1 : Tekanan 1 bar

P2 : Tekanan 2 bar P3 : Tekanan 3 bar

Pada tahap ini, laju alir uap hanya diukur dari jumlah destilat yang keluar dari kondensor per satuan waktu. Laju ini hanya menjadi respon dari masuknya uap dari boiler ke ketel setiap waktu.

c. Menentukan disain proses penyulingan minyak akar wangi melalui peningkatan tekanan dan laju alir uap bertahap

Disain proses penyulingan minyak akar wangi ditentukan oleh trend laju recovery minyak yang tersuling pada penelitian pendahuluan selama 9 jam waktu penyulingan. Gambaran pola recovery minyak inilah yang nantinya menjadi dasar untuk menaikkan tekanan.

Peningkatan tekanan dibagi menjadi 3 tahap, dengan asumsi bahwa minyak akar wangi memiliki komponen dengan titik didih tinggi, sedang, dan rendah. Idealnya tahapan peningkatan tekanan lebih banyak agar data yang diperoleh lebih baik. Namun keterbatasan waktu dan biaya menyebabkan penelitian ini dibuat menjadi lebih sederhana. Kisaran tekanan dan penentuan waktu untuk masing-masing tahap penyulingan yang akan digunakan pada penelitian ini ditentukan berdasarkan trend laju recovery minyak hasil penelitian pendahuluan.

d. Penyulingan minyak akar wangi dengan tekanan dan laju alir uap bertahap (Penelitian Utama)

Data-data kondisi operasi hasil penyulingan konstan pada penelitian pendahuluan dijadikan dasar untuk disain proses penyulingan pada tahap ini. Pada tahap ini dilakukan peningkatan tekanan dan laju alir uap secara bertahap selama 9 jam penyulingan.


(1)

22 11.06 0,38 1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a. 96

23 11.21 0,31 cycloisosativene 93

24 11.24 0,85 alpha muurolene 95

25 11.36 1,53 benzene,1-(2-butenyl)-2,3-dime.. 90

26 11.39 2,28 naphthalene,1,2,3,4-tetrahydro.. 70

27 11.43 5,32 cyclooctane,4-methylene-6-(1-p… 44

28 11.72 0,34

4-methyl-6,7,8,9-tetrahydronaph… 90

29 11.73 0,45 benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hexe… 49

30 11.76 0,60

benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hexe… 83

31 11.83 0,20 para cymenene 55

32 11.85 0,31 delta cadinene 86

33 11.98 1,06

benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hexe… 53 11.95 0,44 benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hexe… 46

34 12.08 0,60 beta guaiene 95

35 12.23 0,27 delta cadinene 98

36 12.33 1,32

4,4-dimethyl-3-(3-methyl-2-bute… 83

37 12.36 0,38 4,5-dehydro isolongifolene 64 12.36 1,00 trans-6,11-dimethyl-3,8-oxometh… 90

38 12.49 0,28 2H-benzocyclohepten-2-one,3,4,… 83

39 12.52 0,81

2H-benzocyclohepten-2-one,3,4,… 95

40 12.66 0,20 naphthalene,1,2-dihydro-1,1-6-.. 64

41 12.69 0,48 calacorene 78

42 12.78 1,33 1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a. 95

43 12.81 1,98 1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a…. 95


(2)

Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi 3 No.

RT %Area Dugaan Komponen Qual RT %Area Dugaan Komponen Qual RT %Area Dugaan Komponen Qual

45 12.95 0,45 methyl-2-methylene-3-(4-methyl.. 93

46 12.98 0,63 4,5,9,10-dehydro isolongifolene 93 12.98 0,60 methyl-2-methylene-3-(4-methylp… 93 47 13.09 1,31 1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a…. 95 13.06 1,18 1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a. 94

48 13.17 2,41 beta eudesmol 84

49 13.28 0,72 cyclohexane,1,2-dibromo-,trans… 35

50 13.31 1,22 4-methyl-endo,exo-te…. 42

51 13.45 0,52 17-octadecen-14-ynoic acid,me… 80

52 13.64 0,79 isospathulenol 44

53 13.67 0,49 (E)-1,4,5,6,7,7a-hexahydro-7a… 38

54 13.73 0,80 delta guaiene 41

55 13.84 0,69 alpha longipinene 91

56 13.85 2,14 khusimone 70

57 13.93 4,83 silane,diazidomethylphenyl 83

58 14.27 1,09 junipene 78

59 14.29 3,78 alloaromadendrene 64 14.30 2,11 allo aromadendrene 86

60 14.51 0,43 cyclooctane,4-methylene-6-(1-p… 45

61 14.56 1,27 junipene 84

62 14.70 2,00 5-isopropenyl-2,3-dimethyl-2-cy.. 38

63 14.73 2,10 2,3-dehydro-alpha isomethylio 25

64 14.77 2,39 agaruspirol 53

65 14.84 0,69 5BH,7B,10A-selina-4(14),11-die.. 76

66 14.87 1,44 (4aS,5R,8S,8aS)-8-isopropyl-5-m… 86

67 14.92 2,47 vulgarol A 48

68 15.03 2,83 alpha costol 45


(3)

69 15.09 1,96 germacra-4(15),5E,10(14)-trien-… 44

70 15.22 2,49 beta patchoulene 90

71 15.29 7,06 beta patchoulene 83

72 15.32 9,87 sinularene 78

73 15.52 3,22 (3E,5E,8Z)-3,7,11-trimethyl-1,3… 52

74 15.62 6,23 vulgarol A 45

75 15.69 7,95 2-naphthalenecarboxylic acid,8… 45

76 15.83 1,02 1-deoxycapsidiol 50

77 15.89 1,22 clovene 44

78 15.94 0,77 tricyclo[4.3.0.0(7,9)]non-3-ene…. 46

79 15.98 0,98 zizanyl acetate 38

80 16.02 1,87 1,5,9-trimethyl-2-oxatricyclo[7… 83

81 16.06 2,55 cadina-1(10),6,8-triene 38

82 16.32 2,08 4,5-dimethyl-11-methylenetricyc.. 74

83 16.38 2,43 1,2,3,4-tetrahydro-2,3-methano… 78

84 16.39 1,03 delta selinene 90

85 16.51 0,32 (3E)-5-isopropylidene-2,7-dimet… 78

86 16.55 1,45 aromadendrenepoxide 46

87 16.62 3,12 dimethyl-1,2-dicyano-3-methyl-1… 90

88 16.65 2,80

dimethyl-1,2-dicyano-3-methyl-1… 90

89 17.01 16,76 cyclopropan emethanol 27

90 17.18 22,84 cyclopropan emethanol 25

91 17.21 16,84 cyclopropan emethanol 91


(4)

Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi 3 No.

RT %Area Dugaan Komponen Qual RT %Area Dugaan Komponen Qual RT %Area Dugaan Komponen Qual

93 17.38 1,83 1-(2'-ethenyl-1'-cyclohexenyl)-… 78

94 17.40 0,67 1-(2'-ethenyl-1'-cyclohexenyl)-… 68

95 17.47 0,67 rishitin 83

96 17.63 0,68 cyclohexanol,1,3,3-trimethyl-2.. 50

97 17.74 3,10 3-methyl-1-benzoxepin-5(2H)-.. 72

98 17.83 2,36 9,10-dehydro isolongifolene 86

99 17.90 1,71 trans-6,11-dimethyl-3,8-oxomet.. 72

100 18.02 3,95 valerenol 87 18.00 4,06 valerenol 86

101 18.19 0,51 valerenol 86

102 18.26 1,59 Nootkatone 78

103 18.33 1,09

(3E)-5-isopropylidene-2,7-dimethyl… 83 18.34 2,19 (3E)-5-isopropylidene-2,7-dimeth… 81

104 18.44 2,43 4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyls 49

105 18.53 1,11 4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyls. 72 18.53 2,45 4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyls. 74

106 18.57 2,40 6,propyltetraline 64

107 18.65 1,89 2,10-dimethyl-7-isopropenyl-bic… 38

108 18.66 0,70 4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyls…. 52

109 18.90 5,92 beta gamma nootkatone 64

110 18.98 2,65 beta gamma nootkatone 76 18.99 5,16 beta gamma nootkatone 89

111 19.22 2,02 isokhusenic acid 70

112 19.38 3,25 khusenic acid 83

113

114 19.61 8,51 khusenic acid 83 19.64 31,15 khusenic acid 90

115 19.98 1,02 1,6-dioxospiro[5.4]decane-2-car… 43

116 20.04 2,50 khusenic acid 60


(5)

117 20.71 0,23 patchoulene 46

118 20.78 0,47 4,hydroxy-2,3-dimethoxy-4-(3-… 41

119 34.13 0,19 longifolenbromid-I 38

120 39.45 0,62 hymenoquinone diacetate 90 39.45 2,06 hymenoquinone diacetate 90


(6)