Penentuan metode terbaik proses penyulingan minyak atsiri daun sirih [Piper betle linn.] antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap.

(1)

INTISARI

Minyak atsiri daun sirih (Piper betle LINN.) merupakan bahan baku utama yang dibutuhkan dalam industri farmasi, kosmetika, dan parfum, sehingga diperlukan suplai minyak dengan rendemen yang bagus untuk memaksimalkan hasil dan kualitas produksi.

Penelitian ini bersifat non eksperimental. Penelitian ini bertujuan menentukan metode penyulingan terbaik antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap untuk memperoleh hasil minyak atsiri daun sirih dengan kualitas yang terbaik. Proses penentuan metode terbaik dilakukan dengan membandingkan rendemen, bobot jenis, indeks bias, dan kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam minyak atsiri daun sirih antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap.

Hasil penelitian menunjukkan, untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air diketahui rendemen 0,800%, bobot jenis 0,9733±0,0025; indeks bias 1,510±0,0012; kandunganchavicol3,74% dan chavibetol 30,58%; untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air dan uap diketahui rendemen 1,267%, bobot jenis 0,9603±0,0015; indeks bias 1,511±0,0006; kandungan chavicol 0,72% dan chavibetol5,99%. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan standar yang disebutkan menurut Guenther (1952). Untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih secara kuantitas, metode penyulingan dengan air dan uap merupakan metode yang lebih baik untuk digunakan. Untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih secara kualitas metode penyulingan dengan air merupakan metode yang lebih baik untuk digunakan.

Kata kunci : Penyulingan air, penyulingan air dan uap, minyak daun sirih, betel oil, chavicol, chavibetol


(2)

ABSTRACT

Betel oil (Piper betle LINN.) is the first of pharmaceutical, cosmetics, and perfumes compound, so oil supply, with a good yield of oil to maximize qualities and production output, is needed.

The characteristic of this research is none experimental. The aim of this research is to determine the best distilling method between water distillation and water and steam distillation to have the best of essential oil. The process of best method determination is done by compare the yield of oil, specific gravity, refractive index, and chemical compound contents which is contained from essential oil between water distillation and water and steam distillation.

The result of this research shows that essential oil, which is obtained from water distillation, has 0,800% yield of oil, 0,9733±0,0025 specific gravity, 1,510±0,0012 refractive index, 3,74%chavicoland 30,58%chavibetol; afterwards the essential oil which is obtained from water and steam distillation has 1,267% yield of oil, 0,9603±0,0015 specific gravity; 1,511±0,0006 refractive index, 0,72% chavicol and 5,99% chavibetol. All of this result of this research is in appropriate with the standard which is mentioned by Guenther (1952). To obtain essential oil on quantity scale, the good method which is used is water and steam distillation. To obtain the good quality of essential oil, the good method which is used is water distillation.

Key words : water distillation, water and steam distillation, betel oil, chavicol, chavibetol


(3)

PENENTUAN METODE TERBAIK PROSES PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH (Piper betleLINN.) ANTARA PENYULINGAN

DENGAN AIR DAN PENYULINGAN DENGAN AIR DAN UAP

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Andika Marsetyo Negoro NIM : 038114038

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENENTUAN METODE TERBAIK PROSES PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH (Piper betleLINN.) ANTARA PENYULINGAN

DENGAN AIR DAN PENYULINGAN DENGAN AIR DAN UAP

Yang diajukan oleh : Andika Marsetyo Negoro

NIM : 038114038

Skripsi ini telah disetujui oleh :

Pembimbing :

Yohanes Dwiatmaka, M.Si. Tanggal: 7 Februari 2007


(5)

(6)

Masyarakat boleh meramalkan,

Tetapi hanya saya sendirilah yang

dapat

Menentukan takdir saya…..

(Anthony Robbin)

Kupersembahkan Karyaku atas rahmat dan doa

teruntuk..

Eci

-ku,

yang selalu setia menemani

kehidupanku...

Papa-mama dan adek tercinta..


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PENENTUAN METODE TERBAIK PROSES PENYULINGAN MINYAK

ATSIRI DAUN SIRIH (Piper betle LINN.) ANTARA PENYULINGAN

DENGAN AIR DAN PENYULINGAN DENGAN AIR DAN UAP”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma.

Semua kelancaran dan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, dapat terwujud dengan adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaan menguji dan telah memberikan banyak masukan dan arahan.

4. Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaan menguji dan telah memberikan banyak masukan dan arahan.


(8)

5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., yang telah membantu dalam memberikan pengarahan mengenai kepastian melakukan proses determinasi.

6. Pak Domo, Mas Agung, Mas Wagiran dan segenap karyawan Laboratorium Kimia Fakultas MIPA UGM, serta karyawan Laboratorium Farmasi USD yang telah bersedia mendampingi selama melakukan penelitian ini.

7. Papa-Mama, Om Hadi-Bulik Tri, Beni dan Nova, untuk doa, kasih sayang, perhatian, dan materi yang selalu mengiringi perjalananku.

8. Untuk “My Private Angel” Christina Rezy, atas kesetiaannya

mendampingi dan menyertai dalam setiap langkahku. 9. Mita, Vita, dan Nanda, atas bantuan dan dukungannya.

10. Wati, Ratih, Rosa, Ningrum, Nela, Tina, Totok, Bambang, Bangun, Adi dan teman-teman praktikum B”03 yang menjadi teman seperjuangan di Farmasi.

11. Jevi, Marga, Arnie, Lia, Ria, Prita, dan teman-teman kelas A angkatan 2003, atas kebersamaan dalam perjuangan di Farmasi.

12. Bhanu dan Ludi, atas kebersamaan dan keseharian di kos. 13. Ami, atas animasinya yang cukup membantu.

14. “The Bottlehood Society”, atas persaudaraan dan dukungannya.


(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi pada penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.


(10)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan bahwa sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagai layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Januari 2007 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 1

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... 2

HALAMAN PENGESAHAN ... 3

HALAMAN PERSEMBAHAN ... 4

KATA PENGANTAR ... 5

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... 8

DAFTAR ISI... 9

DAFTAR TABEL ... 13

DAFTAR GAMBAR ... 14

DAFTAR LAMPIRAN ... 15

INTISARI ... 16

ABSTRACT ... 17

BAB I. PENDAHULUAN ... 18

A. Latar Belakang ... 18

B. Perumusan Masalah ... 20

C. Keaslian Penelitian ... 20

D. Manfaat Penelitian ... 21

E. Tujuan Penelitian ... 21

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 22

A. Tanaman Sirih ... 22

1. Keterangan botani ... 22


(12)

3. Deskripsi ... 22

4. Keanekaragaman ... 23

5. Kandungan ... 24

6. Ekologi dan penyebaran ... 24

7. Budidaya ... 24

B. Minyak Atsiri ... 25

1. Teori penyulingan ... 26

a. Penyulingan dengan air(water distillation)... 27

b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation) ... 29

c. Penyulingan dengan uap langsung(steam distillation)... 30

2. Pengujian dan analisis minyak atsiri ... 32

3. Minyak atsiri daun sirih ... 32

4. Chavicol ... 33

5. Chavibetol ... 34

C. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa ... 34

1. Kromatografi gas ... 35

a. Gas pembawa ... 36

b. Ruang injeksi ... 36

c. Kolom terbuka (open tubular colomn) ... 36

d. Detektor ... 36

e. Amplifier ... 37


(13)

2. Detektor spektrometri massa ... 37

D. Landasan Teori ... 38

E. Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

B. Definisi Operasional ... 40

1. Penyulingan daun sirih dengan air ... 40

2. Penyulingan daun sirih dengan air dan uap ... 40

3. Penetapan rendemen ... 40

4. Analisis minyak atsiri menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa ... 41

4. Pemeriksaan bobot jenis ... 41

5. Pemeriksaan indeks bias ... 41

C. Bahan dan Alat Penelitian ... 41

1. Bahan ... 41

2. Alat ... 42

D. Tata Cara Penelitian ... 42

1. Penentuan kepastian bahan daun sirih ... 42

2. Pengumpulan bahan ... 43

3. Pengeringan bahan ... 43

4. Isolasi dan penetapan rendemen minyak atsiri ... 43

5. Analisis kandungan minyak atsiri dengan gas kromatografi-spektrometri massa ... 44


(14)

6. Pemeriksaan organoleptik ... 44

7. Pemeriksaan bobot jenis minyak atsiri ... 45

6. Pemeriksaan indeks bias minyak atsiri ... 46

E. Tata Cara Analisis Hasil ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Kepastian bahan daun sirih ... 48

B. Penetapan rendemen minyak atsiri daun sirih ... 48

C. Hasil analisis kandungan senyawa minyak atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa ... 50

D. Pemeriksaan organoleptik ... 57

E. Penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih ... 58

F. Penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih ... 60

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kerapatan air (g/ml) pada beberapa temperatur ... 45 Tabel II. Jarak jangkauan tiap skala pada hand refraktometer ATAGO®. 47 Tabel III. Hasil penetapan rendemen minyak atsiri daun sirih dari

penyulingan air dan penyulingan air dan uap ... 49 Tabel IV. Perbandingan persentase kandungan chavicol dan chavibetol

pada minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap .. 54 Tabel V. Hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih

menggunakan penyulingan dengan air ... 59 Tabel VI. Hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih

menggunakan penyulingan dengan air dan uap ... 59 Tabel VII. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih

menggunakan penyulingan dengan air ... 60 Tabel VIII. Hasil penetapan indeks jenis minyak atsiri daun sirih


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alat penyulingan dengan air ... 28

Gambar 2. Alat penyulingan dengan air dan uap ... 30

Gambar 3. Alat penyulingan dengan uap langsung ... 31

Gambar 4. Struktur kimiachavicol... 33

Gambar 5. Struktur kimiachavibetol... 34

Gambar 6. Diagram blok spektrometri massa ... 35

Gambar 7. Skema dasar spektrometri massa ... 38

Gambar 8. Reaksi desikasi ... 49

Gambar 9. Kromatogram komponen minyak atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa yang dihasilkan dari penyulingan dengan air ... 51

Gambar 10. Kromatogram komponen minyak atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa yang dihasilkan dari penyulingan dengan air dan uap ... 51

Gambar 11. Spektra massa hasil analisis dan spektra pembanding chavibetol menggunakan alat kromatografi gas-spektrometri massa ... 56

Gambar 12. Spektra massa hasil analisis dan spektra pembanding chavibetol menggunakan alat kromatografi gas-spektrometri massa ... 56


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Foto ... 66

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Minyak Atsiri Daun Sirih ... 71

Lampiran 3. Pemeriksaan Organoleptik ... 73

Lampiran 4. Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri Daun Sirih ... 74

Lampiran 5. Penetapan Indeks Bias Minyak Atsiri Daun Sirih ... 81

Lampiran 6. Data Spesifikasi Alat Kromatografi gas-spektrometri massa . 85 Lampiran 7. Kromatogram dan Waktu Retensi Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan dengan Air ... 86

Lampiran 8. Spektra massa Chavibetol (eugenol) Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan Air ... 88

Lampiran 9. Spektra massa Chavicol Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan Air ... 89

Lampiran 10. Kromatogram dan Waktu Retensi Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan dengan Air dan Uap ... 90

Lampiran 11. Spektra massa Chavibetol (eugenol) Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan Air dan Uap ... 92

Lampiran 12. Spektra massa Chavicol Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan Air dan Uap ... 93


(18)

INTISARI

Minyak atsiri daun sirih (Piper betle LINN.) merupakan bahan baku utama yang dibutuhkan dalam industri farmasi, kosmetika, dan parfum, sehingga diperlukan suplai minyak dengan rendemen yang bagus untuk memaksimalkan hasil dan kualitas produksi.

Penelitian ini bersifat non eksperimental. Penelitian ini bertujuan menentukan metode penyulingan terbaik antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap untuk memperoleh hasil minyak atsiri daun sirih dengan kualitas yang terbaik. Proses penentuan metode terbaik dilakukan dengan membandingkan rendemen, bobot jenis, indeks bias, dan kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam minyak atsiri daun sirih antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap.

Hasil penelitian menunjukkan, untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air diketahui rendemen 0,800%, bobot jenis 0,9733±0,0025; indeks bias 1,510±0,0012; kandunganchavicol3,74% dan chavibetol 30,58%; untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air dan uap diketahui rendemen 1,267%, bobot jenis 0,9603±0,0015; indeks bias 1,511±0,0006; kandungan chavicol 0,72% dan

chavibetol5,99%. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan standar yang disebutkan menurut Guenther (1952). Untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih secara kuantitas, metode penyulingan dengan air dan uap merupakan metode yang lebih baik untuk digunakan. Untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih secara kualitas metode penyulingan dengan air merupakan metode yang lebih baik untuk digunakan.

Kata kunci : Penyulingan air, penyulingan air dan uap, minyak daun sirih, betel oil, chavicol, chavibetol


(19)

ABSTRACT

Betel oil (Piper betle LINN.) is the first of pharmaceutical, cosmetics, and perfumes compound, so oil supply, with a good yield of oil to maximize qualities and production output, is needed.

The characteristic of this research is none experimental. The aim of this research is to determine the best distilling method between water distillation and water and steam distillation to have the best of essential oil. The process of best method determination is done by compare the yield of oil, specific gravity, refractive index, and chemical compound contents which is contained from essential oil between water distillation and water and steam distillation.

The result of this research shows that essential oil, which is obtained from water distillation, has 0,800% yield of oil, 0,9733±0,0025 specific gravity, 1,510±0,0012 refractive index, 3,74%chavicoland 30,58%chavibetol; afterwards the essential oil which is obtained from water and steam distillation has 1,267% yield of oil, 0,9603±0,0015 specific gravity; 1,511±0,0006 refractive index, 0,72% chavicol and 5,99% chavibetol. All of this result of this research is in appropriate with the standard which is mentioned by Guenther (1952). To obtain essential oil on quantity scale, the good method which is used is water and steam distillation. To obtain the good quality of essential oil, the good method which is used is water distillation.

Key words : water distillation, water and steam distillation, betel oil, chavicol, chavibetol


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak atsiri merupakan bahan baku utama industri farmasi, kosmetika, dan parfum. Di era globalisasi yang semakin berkembang saat ini, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk farmasi, kosmetika, dan parfum semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap barang-barang tersebut, semakin meningkat pula jumlah permintaan terhadap bahan baku produksi, termasuk permintaan terhadap minyak atsiri. Dengan demikian, prospek perdagangan minyak atsiri beberapa waktu kedepan dapat dikatakan memiliki prospek yang cukup cerah (Agusta, 2000).

Di Indonesia sendiri, masyarakat secara umum belum banyak mengetahui apa dan bagaimana minyak atsiri tersebut. Oleh karena hal itulah proses produksi dan perdagangan minyak atsiri hanya beredar pada kalangan-kalangan terbatas saja. Padahal jika dilihat dari letak geografisnya, negara Indonesia yang merupakan negara tropis memiliki bahan baku yang melimpah untuk dapat menghasilkan minyak atsiri, sehingga hal ini merupakan peluang yang cukup baik pada era ini (Lutony dan Rahmayati, 2000).

Minyak atsiri memiliki nama dagang yang berbeda-beda sesuai dengan bagian tanaman yang menghasilkannya, salah satunya ialah minyak atsiri yang berasal dari tanaman sirih terutama berasal dari bagian daunnya yang disebut dengan minyak daun sirih. Minyak atsiri daun sirih memiliki arti penting dalam


(21)

perkembangan industri farmasi dan kosmetika. Dari beberapa penelitian diketahui minyak atsiri daun sirih memiliki daya anti bakteri yang kuat. Dengan berkembangnya penggunaan terhadap obat-obat anti bakteri saat ini. Kebutuhan akan bahan baku obat-obat tersebut juga semakin meningkat. Sehingga kebutuhan akan minyak atsiri daun sirih sebagai bahan baku obat-obat anti bakteri juga ikut meningkat.

Menurut Grieve konstituen utama penentu kualitas pada minyak atsiri daun sirih yaitu chavicol dan chavibetol, kedua senyawa tersebut merupakan

komponen fenol yang berdaya antiseptik kuat (Ikmo, 2006). Menurut Eykman, Gorter, dan Schimmel kedua jenis komponen fenol tersebut memiliki daya antibakteri 5 kali lebih besar dibandingkan dengan fenol biasa (Heyne, 1987).

Dalam praktek, terdapat tiga jenis metode penyulingan, yaitu metode penyulingan dengan air, metode penyulingan dengan air dan uap, dan metode penyulingan dengan uap. Pada instalasi berskala kecil, penggunaan metode penyulingan air serta metode penyulingan air dan uap lebih menguntungkan, karena peralatannya sederhana, dan unitnya mudah untuk dipindah-pindahkan. Kedua jenis metode tersebut banyak dipergunakan pada negara-negara berkembang (Guenther, 1987).

Di Indonesia, hampir seluruh kegiatan usaha produksi minyak atsiri dalam bentuk industri skala kecil. Sebagian besar pengusaha komoditi ini tampak masih berjalan sendiri, sehingga banyak keterbatasan yang dimiliki oleh para petani penyuling, diantaranya kurangnya modal, informasi dan penyuluhan dalam


(22)

rangka perbaikan harga, peningkatan mutu, serta sistem penyulingan yang memadai (Sinar Harapan, 2003).

Metode penyulingan dengan air dan metode penyulingan dengan air dan uap merupakan metode yang populer dikalangan petani penyuling kelas menengah ke bawah disamping metode penyulingan yang lain, yaitu metode penyulingan dengan uap. Hal ini disebabkan kerena sebagian besar petani penyuling berjalan sendiri-sendiri dengan modal, kemampuan, serta informasi yang terbatas (Lutony dan Rahmayati, 2000).

B. Perumusan Masalah

Manakah proses penyulingan yang memberikan hasil terbaik berdasarkan jumlah rendemen yang dihasilkan, bobot jenis, indeks bias, serta komponen senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri hasil penyulingan dengan air atau penyulingan dengan air dan uap?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai minyak atsiri daun sirih telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Effendi, “Daya Anti Bakteri Rebusan Daun Sirih (Piper betle L.)

Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli”, 2000), tetapi penelitian

tentang penentuan metode terbaik proses penyulingan minyak atsiri daun sirih antara metode penyulingan dengan air dan metode penyulingan dengan air dan uap, sejauh penelusuran peneliti belum pernah dilakukan.


(23)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan suatu informasi mengenai perbandingan rendemen, bobot jenis, indeks bias, serta komponen dari minyak atsiri daun sirih yang dihasilkan melalui penyulingan dengan air dan penyulingan air dan uap. Manfaat praktis yang diharapkan, yaitu bermanfaat dalam pemilihan metode penyulingan dalam memproduksi minyak atsiri daun sirih sehingga memperoleh hasil rendemen dan kualitas minyak yang lebih baik.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menentukan metode penyulingan terbaik untuk memperoleh hasil minyak atsiri daun sirih yang memiliki kualitas yang maksimal.

2. Tujuan khusus

Menentukan metode penyulingan yang memberikan hasil terbaik berdasarkan perbandingan rendemen, bobot jenis, indeks bias, serta jumlah kandunganchavicoldanchavibetolyang terdapat dalam minyak atsiri hasil isolasi


(24)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Sirih

1. Keterangan botani

Tanaman sirih (Piper betle LINN.) merupakan anggota suku

Piperaceae. Tanaman ini memiliki sinonimChavica auriculataMiq; C.betleMiq.

Sirih merupakan nama umum/dagang dari tanaman ini (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

2. Nama daerah

Sumatra: furu kuwe, porokuwo (Enggano), runub (Aceh), blo, sereh

(Gayo), blo (Alas), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba), burangir (Angkola), tawuo (Nias), cabai (Mentawai), sireh, sirih, suruh (Palembang, Minangkabau), jabai (Lampung). Kalimantan: uwit (Dayak), sirih (Sampit). Jawa: seureuh

(Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura). Bali: base, sedah. Nusa Tenggara:

kuta (Sumba), mota (Flores), orengi (Ende), malu (Solor), mokeh (Alor).

Sulawesi: ganjang, gapura (Bugis), bolu (Parigi), lalama, sangi (Talaud). Maluku:

kakina (Waru), kamu (Piru, Sapalewa), amu (Ambon), garmo (Buru).Irian: leman

(Wendebi), namuera (Saberi), mera (Sewan), wangi (Sawe), dedami (Marind).

Indonesia: sirih (Anonim, 1980).

3. Deskripsi


(25)

b. Daun: helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong,

pada bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau berambut sangat pendek, tebal, warna putih, panjang 5 cm sampai 18 cm, lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm (Anonim 1980).

c. Bunga : berbentuk bulir, berdiri sendiri di ujung cabang dan

berhadapan dengan daun. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur terbalik atau lonjong, panjang kira-kira 1 mm. Bulir jantan, panjang gagang 1,5 cm sampai 3 cm, benang sari sangat pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5 cm sampai 6 cm. Kepala putik 3 sampai 5 (Anonim, 1980).

d. Buah: buah buni, bulat, dengan ujung gundul. Bulir masak berambut

kelabu, rapat, tebal 1 cm sampai 1,5 cm. Biji membentuk lingkaran (Anonim, 1980).

4. Keanekaragaman

Dikenal berbagai macam sirih :

a. Daun sirih yang berwarna hijau tua dengan rasa pedas merangsang. Terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

b. Daun sirih yang berwarna kuning, terdapat di Sumatera dan Jawa Barat.

c. Sirih kaki merpati, daunnya berwarna kuning dengan tulang daun berwarna merah.


(26)

5. Kandungan

Daun sirih mengadung minyak atsiri yang terdiri atas betlephenol,

kavikol, sesquiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan

karvakrol. Beberapa penelitian ilmiah menyatakan bahwa daun sirih juga

mengandung enzim diastase, gula, dan tanin. Biasanya, daun sirih muda

mengandung enzim diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan dengan daun sirih tua. Sementara itu kandungan taninnya tetap (Damayanti dan Mulyono, 2005)

6. Ekologi dan penyebaran

Sirih diketemukan di bagian timur pantai Afrika, di sekitar pulau Zanzibar, daerah sekitar sungai Indus ke timur menelusuri sungai Yang Tse Kiang, kepulauan Bonin, kepulauan Fiji dan kepulauan Indonesia. Sirih tersebar di Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa tumbuh liar di hutan jati atau hutan hujan sampai ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan tanah yang kaya akan humus, subur dan pengairan yang baik (Anonim, 1980).

7. Budidaya

Untuk memperbanyak tanaman digunakan stek sulur. Stek diambil dari sulur yang tumbuh bari bagian ujung atas sepanjang 40 cm sampai 50 cm.Untuk

pertumbuhannya sirih memerlukan sandaran pohon hidup seperti dadap, kapok randu, kelor, waru atau gamal. Sandaran ditanam dengan jarak 1,5 m dengan panjang stek atau stump 3 m atau 4 m. Tiap selang dua baris dibuat selokan untuk mengalirkan air karena sirih tidak tahan terhadap tanah yang terlalu basah.


(27)

Selokan ini juga digunakan untuk mengairi sirih di musim kemarau, karena dalam keadaan kering pembentukan daunnya akan berkurang atau berhenti sama sekali. Dari ketiak daun akan tumbuh cabang dan ranting yang menggantung dan bagian inilah yang akan dipanen. Bila tanaman telah berumur satu tahun, panen dapat dimulai (Anonim, 1980).

B. Minyak Atsiri

Minyak atsiri disebut juga minyak eteris, minyak esensial atau minyak menguap, merupakan zat berbau yang terdapat dalam berbagai bagian tanaman. Minyak atsiri tidak berwarna, tersimpan dalam keadaan segar pada tempat yang gelap dan tertutup rapat, tetapi dalam penyimpanan yang lama dapat teroksidasi sehingga warnanya dapat berubah menjadi hitam. Pada umumnya, minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air tetapi larut dalam eter, alkohol dan kebanyakan pelarut organik (Guenther, 1987).

Minyak atsiri dalam tanaman aromatik dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantung minyak atau rambut glanduler. Untuk dapat meningkatkan proses difusi uap air kedalam jaringan tanaman dan mendesak minyak atsiri untuk keluar ke permukaan, biasanya sebelum diproses dilakukan perajangan pada bahan tanaman penyulingan, yang bertujuan untuk membuka sebanyak mungkin kelenjar minyak yang terdapat pada jaringan tanaman. Pada bahan baku berupa daun, penyulingan dilakukan tanpa dirajang terlebih dahulu. Dinding sel daun sangat tipis dan bersifat permeabel sehingga peristiwa hidrodifusi dapat berlangsung dengan sangat mudah (Guenther, 1987).


(28)

1. Teori Penyulingan

Penyulingan didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut (MialcitGuenther, 1987).

Penyulingan menggunakan air atau menggunakan uap air, merupakan tipe penyulingan dari campuran cairan yang saling tidak melarut dan selanjutnya membentuk dua fase. Penyulingan tersebut dilakukan untuk memurnikan dan memisahkan minyak asiri dengan cara penguapan, dan proses penguapan tersebut juga dimaksud untuk mengekstraksi minyak atsiri dari tanaman penghasil minyak atsiri dengan bantuan uap air (Guenther, 1987).

Titik didih adalah nilai suhu pada tekanan atmosfir atau pada tekanan tertentu lainnya, dimana cairan akan berubah menjadi uap, atau suhu pada saat tekanan uap dari cairan tersebut sama dengan tekanan gas atau uap yang berada disekitarnya (Hackh cit Guenther, 1987). Cairan heterogen (tidak saling campur)

memiliki titik didih yang berbeda. Dengan penguapan komponen yang bertitik didih rendah, maka titik didih cairan yang tinggal akan meningkat secara bertahap dan akhirnya mendekati komponen yang bertitik didih tertinggi (Guenther, 1987).

Proses penyulingan cairan heterogen berlaku menurut Hukum Dalton, yaitu :

Ptotal= P +Ao o B

P

dimana PAodanPBo adalah tekanan uap murni senyawa A dan tekanan uap murni


(29)

Campuran air dan minyak atsiri membentuk cairan dua fase. Cairan dua fase dalam keadaan seimbang, jumlah molekul yang terdapat dalam fase uap lebih besar daripada jumlah molekul uap cairan murni pada suhu yang sama. Oleh karena itu, tekanan yang dihasilkan oleh campuran uap akan lebih besar daripada tekanan yang dihasilkan oleh uap murni itu sendiri. Maka, apabila minyak atsiri bersama-sama dengan air di dalam alat penyulingan; tekanan dalam ruang uap akan lebih besar dari 1 atmosfir. Tetapi karena ruang uap berhubungan dengan udara luar, maka tekanan akan turun kembali mencapai tekanan atmosfir. Keadaan ini dapat berlangsung jika suhu turun secara otomatis. Dengan demikian titik didih dari setiap cairan dua fase akan selalu lebih rendah dari titik didih masing-masing cairan murni pada tekanan yang sama (Guenther, 1987).

Penyulingan dapat dilakukan dengan cara :

a. Penyulingan dengan air (water distillation). Pada metode ini, bahan

yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Pada metode penyulingan air, seluruh ruang antar simplisia daun yang terisi oleh air, dapat dipenetrasi secara kontinyu. Proses pengisian simplisia daun tidak boleh terlalu penuh (harus ada ruang kosong), untuk menghindari simplisia jangan sampai meluap dan masuk ke dalam kondensor. Proses pemanasan yang digunakan jangan terlalu panas. Karena akibat penguapan air dan minyak, sebagian dari tumpukan bahan tidak terendam lagi dalam air, sehingga bahan tidak dapat terlindung dari panas yang terlalu tinggi (Guenther, 1987).

Dalam penyulingan dengan air, kecepatan penyulingan perlu dipertahankan, karena dengan mengatur kecepatan penyulingan, maka tumpukan


(30)

simplisia daun dalam ketel dapat dipertahankan dalam keadaan cukup longgar, sehingga menjamin kelangsungan penetrasi uap ke dalam bahan dan dapat menguapkan minyak atsiri.

Pada metode penyulingan air, seluruh bagian tumpukan simplisia daun digerakkan oleh air mendidih. Simplisia yang diisi longgar dan terendam dalam air mendidih, sehingga partikel uap dapat kontak dengan semua partikel bahan dan menguapkan minyak atsiri. Minyak atsiri akan berdifusi menuju epidermis.

Penyulingan dengan air memiliki beberapa kelemahan, ekstraksi tidak dapat berlangsung dengan sempurna walaupun simplisia dirajang, selain itu beberapa jenis ester, misalnya linalil asetat akan terhidrolisis; persenyawaan yang peka seperti aldehida, mengalami polimerisasi karena pengaruh air mendidih. Selain itu, komponen minyak yang bertitik didih tinggi (misalnya sinnamil alkohol, benzil alkohol) dan senyawa yang bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen tidak lengkap sehingga mengakibatkan kehilangan sejumlah minyak atsiri (Guenther, 1987).


(31)

b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation). Pada

metode penyulingan ini, simplisia daun diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi air sampai permukaan air berada tidak jauh dibawah saringan. Ciri khas dari metode ini, adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas; serta simplisia yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Guenther, 1987).

Keuntungan penyulingan air dan uap dibandingkan dengan penyulingan air, adalah karena simplisia yang disuling tidak dapat menjadi gosong. Timbulnya gosong dapat dicegah karena suhu tidak akan melebihi suhu uap jenuh pada tekanan 1 atmosfir, hal ini karena penyulingan dengan air dan uap merupakan metode penyulingan dengan tekanan uap jenuh yang rendah, sehingga kerusakan minyak kecil.

Pada metode penyulingan dengan air dan uap, perlu diusahakan agar proses penetrasi uap merata di dalam simplisia, sehingga rendemen minyak yang dihasilkan dapat menjadi lebih tinggi. Proses penataan simplisia sangat menentukan dalam perolehan rendemen minyak yang dihasilkan, misalnya apabila simplisia daun hanya menumpuk pada satu tempat tertentu saja dan jarak antar simplisia dalam ketel menjadi renggang, hal tersebut menyebabkan terbentuknya jalur uap sehingga uap akan langsung lolos tanpa menimbulkan pengaruh pada simplisia tersebut dan sebagian besar simplisia tidak pernah kontak dengan uap. Masalah lain yang timbul, pada awal penyulingan bahan olah keadaannya masih dingin, sehingga uap yang mula-mula terbentuk akan mengembun dan membasahi simplisia yang disuling. Pembasahan ini akan berlangsung terus menerus sampai


(32)

suhu pada seluruh bahan sama dengan titik didih air pada tekanan tertentu (Guenther, 1987).

Dalam sistem penyulingan dengan air dan uap proses dekomposisi minyak lebih kecil (hidrolisa ester, polimerisasi, resinifikasi, dll). Metode penyulingan dengan air dan uap lebih efisien daripada metode penyulingan dengan air karena jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih kecil dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih besar (Guenther, 1987).

Gambar 2. Alat penyulingan dengan air dan uap

c. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation). Pada

penyulingan ini, air tidak diisikan dalam ketel bersama simplisia daun. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfir, dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah, dan kemudian dialirkan ke dalam tumpukan bahan di dalam ketel (Guenther, 1987).

Pada penyulingan dengan uap, dengan penurunan tekanan uap di dalam ketel (dari tekanan tinggi ke tekanan rendah), maka uap tersebut cenderung berubah menjadi uap kelewat panas. Dalam hal ini terdapat dua faktor penting,


(33)

yaitu 1) suhu simplisia tidak tetap pada titik didih air, tetapi meningkat hingga mencapai suhu uap kelewat panas; 2) uap kelewat panas cenderung mengeringkan simplisia dan mengurangi kecepatan penguapan minyak atsiri. Minyak atsiri hanya akan menguap setelah terjadi difusi cairan minyak, dan akan berhenti sama sekali atau menurun aktifitasnya jika simplisia tersebut menjadi kering. Dalam kasus penyulingan uap langsung, jika keluarnya minyak atsiri berhenti sebelum waktunya, maka penyulingan perlu dilanjutkan dengan uap jenuh atau uap basah, sehingga keluarnya minyak atsiri berlangsung kembali. Setelah minyak keluar, maka uap kelewat panas dapat digunakan kembali (Guenther, 1987).

Karena tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi, maka penyulingan lebih baik dimulai pada tekanan rendah, kemudian tekanan meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses, yaitu ketika minyak yang tertinggal dalam bahan relatif kecil, dan hanya komponen minyak yang bertitik didih tinggi saja yang masih tertinggal di dalam bahan (Guenther, 1987).

Gambar 3. Alat penyulingan dengan uap langsung


(34)

untuk meneruskan panas ke seluruh bagian tanaman. Energi panas ditransmisikan melalui air mendidih kedalam simplisia dengan cara perendaman simplisia, atau dengan mengalirkan uap air panas diantara simplisia tanaman tersebut (Guenther, 1987).

2. Pengujian dan Analisis Minyak Atsiri

Pengujian dan analisis minyak atsiri sangat penting dilakukan untuk mengetahui kemurnian minyak atsiri. Uji organoleptik disertai dengan analisis sifat fisika-kimia, merupakan cara yang penting dilakukan dalam menilai kualitas minyak yang tidak dipalsukan (Guenther, 1987).

Pengujian yang penting adalah penentuan sifat fisika-kimia dari minyak yang dihasilkan. Penentuan bobot jenis, putaran optik, kelarutan dalam alkohol, dan indeks bias ditentukan secara rutin untuk semua jenis minyak atsiri. Uji khusus (misalnya: rendemen ester, titik beku, penetapan aldehid, residu penguapan) hanya dilakukan tergantung pada jenis bahan (Guenther, 1987).

Dengan cara membandingkan hasil analisis dan data dari pustaka, maka ahli kimia dapat memperoleh gambaran tentang kemurnian dan kualitas minyak atsiri (Guenther, 1987).

3. Minyak Atsiri Daun Sirih

Minyak atsiri daun sirih biasanya banyak digunakan untuk pengobatan tradisional oleh penduduk asli India, Malaya, Indonesia, dan beberapa daerah tropis lain di Asia (Guenther, 1952).

Menurut Grieve, konstituen utama yang terkandung dalam daun sirih adalah minyak yang mudah menguap yang dikenal dengan minyak atsiri daun


(35)

sirih. Dalam minyak atsiri daun sirih mengandung fenol yang dikenal dengan nama chavicol dan chavibetol. Nadkarni menyebutkan kedua fenol tersebut

merupakan antiseptik kuat, 5 kali lebih kuat dibandingkan dengan fenol biasa. Kedua jenis fenol ini memberikan pengaruh yang kuat terhadap karakteristik bau pada daun dan minyak atsiri. Gildemeister menyatakan spesifikasi dari minyak atsiri daun sirih adalah : cairan berwarna kuning terang hingga coklat gelap, berbau khas, dan memiliki rasa pedas seperti terbakar (Ikmo, 2006). Rentang rendemen minyak atsiri yang diperoleh dari daun sirih antara 0,6 – 1,8 persen. Bobot jenis minyak atsiri daun sirih berkisar antara 0,958 – 1,057 (Guenther, 1963).

Grieve dan Christy menyatakan daun dan minyak atsiri daun sirih dapat berfungsi sebagai antiseptik, astringen, karminatif, dan aprodisiaka (Ikmo, 2006).

4. Chavicol

OH

H2C CH CH2

Keterangan :

Bobot Molekul (BM) : 134,17 Rumus Molekul : C9H10O


(36)

Sinonim : p-Allylphenol; 1-Hydroxy-4-allylbenzene;

p-Hydroxyallylbenzene

Gambar 4. Struktur kimiachavicol

Chavicol merupakan komponen penting yang terdapat dalam minyak

atsiri daun sirih. Chavicol sedikit larut dalam air dan sangat larut dalam pelarut

organik. Chavicol sangat berguna dalam pengobatan, karena daya antiseptiknya

yang begitu kuat (Guenther, 1952). 5. Chavibetol

OCH3

H2C CH CH2 OH

Keterangan :

Bobot Molekul (BM) : 164,20 Rumus Molekul : C10H12O2

Sinonim : 1-Methoxy-2-hydroxy-4-allylbenzene; “Betel phenol”

Gambar 5. Struktur kimiachavibetol

Chavibetol terdapat dalam minyak atsiri daun sirih. Dalam industri

chavibetolbanyak digunakan sebagai antiseptik (Guenther, 1952).

C. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa

Seperangkat alat kromatografi gas dengan menggunakan detektor spektrometer massa. Mekanisme kerja detektor spektrometri massa yaitu


(37)

menyambung keluaran kromatografi gas, dimana keluaran gas solut dari kolom kromatografi gas dalam bentuk molekul saat masuk ke dalam detektor akan terionisasi akibat dibombardir oleh eletron berenergi tinggi, sehingga ion-ion yang terpisah pada spektrometer saat melalui alat pemisah massa dapat terdeteksi berdasarkan massanya yang digambarkan sebagi spektra massa. Setiap komponen campuran yang terpisahkan dengan kromatografi gas akan tergambar dalam satu spektra massa (Christian, 2003).

Gambar 6. Diagram blok spektrometri massa

1. Kromatografi Gas

Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan komponen-komponen minyak atsiri dengan meneruskan arus gas melalui fase diam. Komponen yang akan dipisahkan dibawa oleh gas pembawa melalui kolom. Campuran cuplikan terbagi diantara gas pembawa dan fase diam yang terdapat pada zat padat dengan ukuran partikel tertentu (penyangga padat). Pelarut akan menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya sehingga terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas pembawa. Pita komponen ini meninggalkan kolom bersama aliran gas pembawa dan dicatat melalui detektor (Mc Nair & Bonelli, 1988).

Puncak yang akan muncul akan dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung luas puncak. Gas solute dari

kromatografi gas Sumber Ionisasi Pemisah massa Detektor Ion Read out


(38)

dengan melakukan teknik spiking yaitu dengan cara pencampuran bahan dan baku dalam jumlah yang sama kemudian diinjeksikan. Jika puncak yang muncul satu berarti sampel tersebut sama dengan baku (Harborne, 1987).

Bagian-bagian utama dari kromatografi gas adalah :

a. Gas pembawa. Gas yang biasa dipakai ialah hidrogen, helium, dan nitrogen. Syarat yang harus dipenuhi adalah : lembam untuk mencegah antraksi dengan cuplikan atau pelarut (fase diam), dapat meminimumkan difusi gas, mudah didapat dan murni, cocok untuk detektor yang digunakan.

b. Ruang injeksi. Selalu dipanaskan dan suhu sekitar 50oC lebih tinggi dari titik didih campuran cuplikan yang mempunyai titik didih paling tinggi.

c. Kolom Terbuka (open tubular colomn). Disebut dengan kolom

kapiler, panjang antara 15 – 100 meter, diameter antara 0,1 – 0,7 mm. Bagian dalam kolom tidak terhalang fasa diam. Kolom terbuka tidak dapat menampung volume cuplikan yang banyak. Penggunaan kolom terbuka akan meningkatkan selektivitas karena dengan panjangnya kolom maka perbedaan waktu retensi senyawa satu dengan yang lainnya akan bertambah, dan waktu analisis yang dibutuhkan menjadi lebih pendek karena fasa gerak tidak mengalami hambatan ketika melewati kolom (Hendayana, 1996).

d. Detektor. Mendeteksi adanya komponen dalam cuplikan yang telah terpisah dan mengukur kuantitasnya. Detektor harus mempunyai kepekaan tinggi, tingkat deraunya rendah, peka terhadap semua jenis senyawa, tanggapan linier pada rentang rendemen rendah, tidak peka terhadap perubahan aliran dan suhu serta murah harganya (Mc Nair & Bonelli, 1988). Jenis detektor meliputi :


(39)

detektor daya hantar panas (thermal conductivity detector), detektor ionisasi nyala

(flame ionization detector), detektor penangkap elektron (electron cupture

detector), detektor fotometri nyala (flame photometric detector), dan detektor

nyala alkali (alkali flame detector) (Hendayana, 1996).

e. Amplifier. Gunanya untuk memperbesar sinyal dari detektor agar

dapat direkam dengan jelas oleh pencatat.

f. Pencatat. Alat ini digunakan untuk mencatat sinyal berupa puncak-puncak kromatogram (Mc Nair & Bonelli, 1988).

Ada tiga suhu dalam kromatografi yang harus dikontrol suhunya. Pertama, suhu ruang injeksi yang akan menentukan kecepatan cuplikan yang diuapkan. Kedua, detektor harus cukup panas sehingga penyusun cuplikan tidak mengembun. Tetapi kepekaan detektor penghantar panas akan menurun sesuai dengan penurunan panas, sehingga suhu optimum dipilih sedikit di atas suhu kolom. Ketiga, suhu tinggi pada kolom maka senyawa yang terpisahkan akan cenderung ke fase gas sehingga senyawa tersebut akan cepat keluar dan berhimpit akibat resolusi yang jelek (Mc Nair & Bonelli, 1988).

2. Detektor Spektrometri Massa

Pada kromatografi gas-spektrometri massa, senyawa yang muncul dalam bentuk kromatogram akan melalui detektor spektrometri massa. Di dalam detektor spektrometri massa, senyawa akan melalui ruang pengionan. Dalam ruang pengionan, sampel dibombardir dengan arus elektron berenergi tinggi sehingga terbentuk ion molekul, dan kemudian terpecah lagi menjadi ion-ion yang lebih kecil. Ion yang terbentuk dalam ruang pengionan akan dipercepat ke dalam


(40)

lempeng medan magnet. Pada medan magnet, ion tersebut dibelokkan sesuai dengan besarnya ion berdasarkan perbandingan massa/muatan. Masing-masing komponen ion akan melewati celah pengumpul dan akan menumbuk lempengan pengumpul. Arus yang timbul pada sistem pengumpul akan diperkuat dan akan terekam pada alat perekam dalam bentuk grafik spektra massa yang merupakan rekaman kelimpahan ion terhadap massa (m/z) (Agusta, 2000).

Gambar 7. Skema dasar spektrometri massa

Setiap kromatogram yang muncul menggunakan kromatografi gas mewakili satu senyawa, dengan menggunakan detektor spektrometri massa setiap kromatogram yang muncul memiliki spektra massa tertentu (Christian, 2003).

D. Landasan Teori

Setiap jenis metode penyulingan memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam penyulingan dengan air, proses penyulingan dapat berlangsung dengan cepat karena seluruh ruang antar partikel bahan terisi oleh air, maka partikel bahan dapat dipenetrasi secara kontinyu. Selain itu, komponen minyak yang bertitik


(41)

didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen yang tidak lengkap.

Metode penyulingan dengan air dan uap merupakan metode penyulingan dengan tekanan uap jenuh yang rendah, sehingga kerusakan minyak kecil. Di samping itu, dalam metode penyulingan ini, proses dekomposisi minyak lebih kecil, sehingga minyak yang tersuling akan mengandung komponen yang lengkap. Dua jenis metode penyulingan tersebut merupakan metode penyulingan yang paling banyak dipergunakan diantara para petani penyuling yang terdapat di Indonesia.

Metode penyulingan dipergunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari tanaman tertentu menggunakan uap air, salah satunya adalah minyak atsiri yang berasal dari tanaman sirih terutama bagian daunnya yang disebut dengan minyak atsiri daun sirih, dengan perkembangan pengobatan modern yang mulai mengurangi penggunaan bahan sintetik dan beralih kembali mempergunakan bahan alami, tingkat kebutuhan minyak atsiri daun sirih pada jangka waktu kedepan dapat diperkirakan akan meningkat.

E. Hipotesis

Proses penyulingan dengan menggunakan air dan uap merupakan proses penyulingan yang lebih baik dibandingkan dengan proses penyulingan dengan air.


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat non eksperimental, karena dalam penelitian ini tidak dilakukan manipulasi atau intervensi terhadap subjek uji.

B. Definisi Operasional

1. Penyulingan daun sirih dengan air

Penyulingan daun sirih yang telah kering, di dalam ketel suling, menggunakan air secukupnya hingga daun terendam, dipanaskan, dan uap yang dihasilkan didinginkan, sehingga diperoleh cairan minyak yang dipisahkan dari air.

2. Penyulingan daun sirih dengan air dan uap

Penyulingan daun sirih yang telah kering, diletakkan diatas rak saringan berlubang dalam ketel suling, bagian bawah rak diisi air ± 5 liter, dipanaskan, uap yang dihasilkan didinginkan, sehingga diperoleh cairan minyak yang dipisahkan dari air.

3. Penetapan rendemen

Penentuan jumlah minyak atsiri yang diperoleh, dengan menentukan persentase perbandingan volume minyak atsiri yang diperoleh terhadap berat bahan yang disuling.


(43)

4. Analisis minyak atsiri menggunakan kromatografi gas-spektrometri

massa

Analisis kandungan senyawa yang terdapat pada minyak atsiri, yang diperoleh berdasarkan pembacaan kromatogram dan spektra massa yang terbentuk.

5. Pemeriksaan bobot jenis

Pemeriksaan perbandingan kerapatan minyak atsiri daun sirih dengan kerapatan air. Bertujuan untuk mengetahui kemurnian minyak atsiri daun sirih dengan cara membandingkan nilai bobot jenis minyak atsiri yang diperoleh dengan nilai bobot jenis pembanding yang telah ditentukan sebagai nilai standar. 6. Pemeriksaan indeks bias

Pemeriksaan perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa udara dengan kecepatan cahaya dalam minyak atsiri. Dipergunakan untuk mengetahui kemurnian minyak atsiri daun sirih, dengan membandingkan nilai indeks bias yang diperoleh terhadap nilai indeks bias yang telah ditentukan sebagai nilai standar.

C. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Bahan

a. Bahan utama adalah daun sirih yang diperoleh dari desa Kaliori,


(44)

b. Aquades, yang dipergunakan sebagai bahan pembanding kerapatan

pada suhu yang dipergunakan dalam pengujian berat jenis.

c. Gas helium sebagai fase gerak dalam analisis menggunakan

kromatografi gas-spektrometri massa. 2. Alat

Instrumen atau alat yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Alat destilasi

b. Piknometer (PYREX)

c. Hand Refraktometer ATAGO®

d. Timbangan analitik

e. Seperangkat alat kromatografi gas-spektrometri massa

(GCMS-QP2010S SHIMADZU)

f. Alat-alat pendukung, seperti : Pipet tetes, gelas ukur, corong, beker

glass, tabung reaksi, erlenmeyer, kompor listrik, hair dryer, dan lampu sebagai sumber cahaya dalam hand refraktometer.

D. Tata Cara Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap : 1. Penentuan kepastian bahan daun sirih

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih yang dikumpulkan dari desa Kaliori, Banyumas, Jawa Tengah, pada bulan Oktober tahun 2006. Daun yang diambil dalam keadaan segar, berasal dari tanaman sirih yang tidak terserang hama penyakit, dan subur.


(45)

Pertelaan tanaman sirih yang akan digunakan dalam penelitian, diperbandingan dengan pertelaan tanaman sirih yang terdapat pada buku acuan yaitu Material Medika jilid IV untuk memberikan kepastian daun sirih yang dipergunakan pada penelitian telah sesuai dengan daun sirih yang berasal dari tanaman sirih yang telah dikenal masyarakat umum.

2. Pengumpulan bahan

Proses pengambilan daun sirih dilakukan pada pagi hari, pemetikan dilakukan pada tanaman sirih yang memiliki umur lebih dari satu tahun, daun yang dipetik berasal dari ruas ke satu hingga ruas ke lima yang merupakan percabangan dari batang utama (bonggol). Ukuran daun yang dipetik memiliki diameter kurang lebih antara 6 – 11 sentimeter. Warna daun hasil pemetikan hijau tua.

3. Pengeringan bahan

Daun setelah dipanen dilakukan pemilihan daun yang baik dan memenuhi kriteria, dicuci bersih dengan air mengalir dan dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan dikeringkan di bawah sinar matahari tak langsung dengan ditutup kain hitam. Pengeringan dilakukan sampai bahan mudah diremukkan. Jumlah bahan yang akan dikeringkan sebesar 10 kg.

4. Isolasi dan penetapan rendemen minyak atsiri

Isolasi minyak atsiri dari daun sirih dilakukan dengan cara penyulingan dengan air serta penyulingan dengan air dan uap. Proses penetapan rendemen minyak atsiri dilakukan dengan mempergunakan alat penyulingan dengan air dan


(46)

alat penyulingan dengan air dan uap. Daun kering utuh sebanyak 750 gram disuling selama kurang lebih 6 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung, kemudian tapak-tapak air dihilangkan dengan natrium sulfat anhidrat. Minyak atsiri disimpan dalam wadah tertutup rapat dan kedap cahaya. Rendemen minyak atsiri dihitung dalam %v/b.

Rendemen minyak atsiri = jumlahminyakatsiri x100%

bahan n penimbanga berat

5. Analisis minyak atsiri dengan kromatografi gas-spektrometri massa

Analisis dengan kromatografi gas-spektrometri massa untuk minyak daun sirih dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Langkah-langkah analisis dilakukan dengan cara pemeriksaan instrumen sebelum dipergunakan, untuk memastikan apakah rangkaian alat kromatografi gas-spektrometri massa siap digunakan. Kemudian dilakukan proses optimasi alat agar siap dipergunakan untuk proses analisis. Penyuntikan cuplikan minyak atsiri daun sirih sebesar 0,1L ke dalam alat kromatografi gas-spektrometri massa menggunakan injektor secara hati-hati menembus septum. Kemudian injektor dicabut dengan cepat dan dibersihkan dengan pelarut. Proses pembacaan puncak dan penentuan spektra massa dilakukan pada kromatogram yang tampak pada alat kromatografi gas-spektrometri massa. 6. Pemeriksaan organoleptik

Minyak atsiri yang dihasilkan diperiksa secara organoleptik yang meliputi bau, rasa, dan warna. Pemeriksaan warna dilakukan secara visual. Untuk pemeriksaan bau, pada kertas saring ditetesi beberapa tetes minyak atsiri


(47)

kemudian dikipas-kipaskan sambil dicium baunya. Sedangkan untuk pemeriksaan rasa, setetes minyak atsiri dicecap rasanya.

7. Pemeriksaan bobot jenis minyak atsiri

Proses kerja pemeriksaan bobot jenis minyak atsiri dilakukan dengan cara menimbang piknometer yang bersih dan kering dengan seksama. Setelah ditimbang piknometer kemudian diisi dengan menggunakan aquades hingga penuh, rendam piknometer di dalam air es dengan tujuan menurunkan suhunya menjadi ± 2oC di bawah suhu percobaan. Tutup piknometer, tetapi pipa kapiler tetap dibiarkan terbuka dan baru ditutup setelah suhu aquades naik mencapai suhu percobaan. Kemudian, piknometer didiamkan hingga suhu aquades dalam piknometer mencapai suhu kamar. Usap air yang menempel pada dinding luar piknometer dan timbang piknometer yang berisi aquades dengan seksama. Untuk menghitung volume aquades sama dengan volume piknometer digunakan nilai kerapatan aquades pada suhu percobaan yang terdapat pada Tabel I.

Tabel I. Kerapatan aquades (g/ml) pada beberapa suhu

toC 0 3,98 10 15 20 25

t

4 0,99987 1,0000 0,99973 0,99913 0,99823 0,99707

toC 30 40 50 60 70 80

t

4 0,99569 0,99224 0,98807 0,98324 0,97781 0,97183

Penghitungan volume piknometer dilakukan dengan rumus :

Bobot piknometer + aquades = a + b gram

Bobot piknometer kosong = a gram

Bobot aquades = b gram

Diketahui kerapatan aquades = aquades (dapat dilihat dalam tabel)

Volume piknometer = volume aquades = Vp = b(g)


(48)

Proses penghitungan bobot jenis minyak atsiri dilakukan dengan menghitung kerapatan sampel minyak atsiri dengan membandingkan bobot sampel dengan volume piknometer. Proses penghitungan bobot sampel minyak atsiri dilakukan dengan langkah yang sama seperti pada proses penghitungan bobot aquades.

Bobot jenis minyak atsiri dihitung dengan cara membandingkan kerapatan () sampel minyak atsiri dengan kerapatan () aquades pada suhu standar yang sama. Bobot jenis minyak atsiri dapat dihitung dengan rumus :

Bobot piknometer + sampel = a + d gram

Bobot piknometer kosong = a gram

Bobot sampel = d gram

Diketahui kerapatan sampel = sampel =

) ( ) ( ml c g d

Bobot jenis( (25) ) 25 ( taquades tsampel

D ) =

aquades sampel

8. Pemeriksaan indeks bias minyak atsiri

Proses kerja pemeriksaan indeks bias minyak atsiri dilakukan dengan cara membuka penutup prisma pada hand refraktometer, kemudian sebelum digunakan bersihkan prisma utama menggunakan alkohol 70% dan usap menggunakan kertas lensa secara hati-hati agar tidak menimbulkan goresan pada prisma utama. Sampel minyak atsiri diteteskan pada prisma utama menggunakan pipet tetes sebanyak 1 atau 2 tetes. Tutup penutup prisma utama dengan lembut hingga menyentuh prisma utama. Setelah itu, atur skala indeks bias yang terdapat pada hand refraktometer dengan cara memutar knob sampai tanda “฀” menempati skala “1”, “2”, atau “3” tergantung pada jarak jangkauan konsentrasi sampel yang


(49)

diuji. Rentang jarak jangkauan yang dimiliki oleh tiap skala pada hand refraktometer dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Jarak jangkauan tiap skala pada hand refraktometer ATAGO®

No Skala (Letak) Jarak Jangkauan

1. “1” (skala sebelah kiri) 1,333 – 1,404

2. “2” (skala tengah) 1,404 – 1,468

3. “3” (skala sebelah kanan) 1,468 – 1,520

Arahkan ujung hand refraktometer pada cahaya terang, lihat melalui lensa sambil memutar knob pada hand refraktometer hingga skala terlihat dengan jelas, dari dalam lensa akan tampak garis batas yang memisahkan sisi terang dan gelap pada bagian atas dan bawah, jika garis batas berwarna atau tidak jelas, putarlah ring untuk menghilangkan warna hingga garis batas tersebut menjadi jelas (atur knob pada posisi “1”, “2”, atau “3” cari posisi yang menunjukkan perbedaan jelas antara bagian terang dan bagian gelap). Setelah garis batas terlihat dengan jelas membedakan bagian terang dan bagian gelap, kemudian baca indeks biasnya.

E. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan komparatif, dengan membandingkan rendemen, bobot jenis, indeks bias, serta kandungan chavicol

dan chavibetol pada minyak daun sirih antara hasil penyulingan dengan air dan

minyak daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap dengan pustaka menurut Guenther (1987).


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kepastian Bahan Daun Sirih

Tanaman sirih merupakan tanaman yang secara umum telah banyak diketahui dan diperdagangkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan Jawa pada khususnya. Oleh karena masyarakat telah sangat mengenal tanaman sirih, maka proses determinasi tidak dilakukan. Untuk memberikan kepastian daun sirih yang dipergunakan pada penelitian telah sesuai dengan daun sirih yang berasal dari tanaman sirih yang dikenal masyarakat umum, dilakukan perbandingan pertelaan tanaman sirih yang dipergunakan pada penelitian dengan pertelaan tanaman sirih yang terdapat pada buku acuan (Anonim, 1980).

Berdasarkan pengamatan pertelaan tanaman sirih yang dipergunakan sebagai bahan penelitian, diketahui bahwa pertelaan tanaman sirih yang digunakan sebagai bahan penelitian sesuai dengan pertelaan tanaman sirih yang tertulis pada buku acuan Materia Medika Jilid IV (Anonim, 1980).

B. Penetapan Rendemen Minyak Atsiri Daun Sirih

Minyak atsiri diperoleh dengan mempergunakan alat penyulingan air serta alat penyulingan air dan uap. Proses penyulingan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu menggunakan metode penyulingan dengan air dan metode penyulingan dengan air dan uap. Daun sirih kering utuh yang dipergunakan sebanyak 750 gram, proses penyulingan berlangsung hingga semua minyak atsiri habis tersari


(51)

yang ditandai dengan tidak menetesnya minyak dari dalam kondensat. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung, kemudian tapak-tapak air dihilangkan dengan natrium sulfat anhidrat (Gambar 8).

Na2SO4 + 10H2O Na2SO4.10H2O

Gambar 8. Reaksi desikasi

Penghilangan tapak-tapak air merupakan suatu reaksi desikasi yaitu suatu reaksi penyerapan air oleh desikan yang dalam hal ini ialah natrium sulfat anhidrat dimana tingkat penyerap air berbeda-beda tergantung pada jumlah air yang terdapat pada minyak atsiri. Minyak atsiri disimpan dalam wadah tertutup rapat dan kedap cahaya. Rendemen minyak atsiri dihitung dalam %v/b.

Tabel III. Hasil penetapan rendemen minyak atsiri daun sirih dari penyulingan air dan penyulingan air dan uap

No Metode Rendemen (%v/b)

Replikasi 1 Replikasi 2 X ± SD

1. Penyulingan dengan air 0,800 0,786 0,793±0,0099

2. Penyulingan dengan air dan uap 1,267 1,063 1,165±0,1178

Dari tabel III, terlihat bahwa pada metode penyulingan dengan air dan uap menunjukkan rendemen minyak atsiri daun sirih yang dihasilkan lebih besar daripada hasil penyulingan dengan air. Hasil rendemen dari kedua metode tersebut dianggap baik menurut kriteria Guenther (1952) karena standar rentang rendemen minyak atsiri daun sirih yaitu 0,6 – 1,8%. Diperoleh hasil rendemen yang lebih besar pada penyulingan minyak daun sirih dengan air dan uap (1,165±0,1178); dibandingkan pada penyulingan minyak daun sirih dengan air (0,793±0,0099); sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk dapat memperoleh hasil yang baik


(52)

C. Hasil Analisis Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Daun Sirih

Menggunakan Kromatografi gas-spektrometri massa

Analisis menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa bertujuan untuk mengetahui persentase dan jumlah kandungan senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri daun sirih, baik yang berasal dari penyulingan dengan air maupun yang berasal dari penyulingan dengan air dan uap. Minyak atsiri sebanyak 0,1L diinjeksikan kedalam kolom pada suhu 280oC yang telah dialiri gas helium, minyak atsiri tersebut dalam bentuk gas bergerak bersama gas helium (fase gerak) melalui kolom kapiler sepanjang 30 meter (Rtx-5 berisi fase diam 5% phenyl

polysiloxane, 95% dimethyl polysiloxane). Komponen minyak atsiri daun sirih

yang memiliki afinitas rendah terhadap fase diam, akan keluar pertama dari kolom karena interaksi komponen minyak atsiri daun sirih tersebut kecil terhadap fase diam, sehingga waktu retensi yang dimiliki kecil, sebaliknya komponen minyak atsiri daun sirih yang memiliki afinitas besar, akan keluar dari kolom dengan waktu retensi yang besar, hal ini dikarenakan interaksi komponen minyak atsiri daun sirih tersebut terhadap fase diam besar. Puncak-puncak kromatogram yang merupakan hasil pemisahan komponen-komponen minyak atsiri daun sirih akan diterima oleh detektor spektrometri massa dalam bentuk molekul. Molekul-molekul senyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri daun sirih tersebut dalam detektor spektrometri massa kemudian terionisasi, hal tersebut dapat terjadi karena molekul-molekul senyawa tersebut dibombardir oleh elektron berenergi tinggi yang berasal dari sumber elektron tegangan tinggi pada detektor spektrometri massa. Ion-ion tersebut kemudian terdeteksi berdasarkan massanya


(53)

yang digambarkan seba minyak atsiri daun si penyulingan dengan ai dapat dilihat pada Gam

Gambar 9. Kromatogram spektrometri

Gambar 10. Kromatogram

n sebagai spektra massa. Hasil pemisahan kompone daun sirih yang diperoleh dari penyulingan de

gan air dan uap secara kromatografi gas-spektrofot da Gambar 9,10, Tabel IV, dan Lampiran 6 – 12.

togram komponen minyak atsiri daun sirih menggunakan metri massa yang dihasilkan dari penyulingan dengan air

togram komponen minyak atsiri daun sirih menggunakan

komponen-komponen ngan dengan air dan spektrofotometri massa

akan kromatografi


(54)

gas-Data kromatogram komponen minyak atsiri daun sirih yang dihasilkan dari penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap menunjukkan waktu retensi setiap pemisahan komponen senyawa minyak atsiri daun sirih, luas area, tinggi dari setiap puncak kromatogram, konsentrasi relatif setiap komponen senyawa minyak atsiri daun sirih dan data spektra massa dari setiap komponen minyak atsiri daun sirih meliputi berat molekul, struktur komponen dan nama komponen senyawa penyusun minyak atsiri daun sirih.

Dari data kromatografi gas-spektrometri massa dapat diketahui adanya perbedaan pola puncak kromatogram berdasarkan terjadinya waktu retensi yang bervariasi dari setiap puncak kromatogram yang dimunculkan akibat proses pemisahan komponen minyak atsiri daun sirih baik yang berasal dari penyulingan dengan air maupun yang berasal dari penyulingan dengan air dan uap.

Pada pemisahan minyak atsiri daun sirih yang berasal dari penyulingan dengan air secara kromatografi gas-spektrometri massa terdapat 56 puncak pada kromatogram. Sedangkan, pada pemisahan minyak atsiri daun sirih yang berasal dari penyulingan dengan air dan uap secara kromatografi gas-spektrometri massa terdapat 64 puncak pada kromatogram. Setiap puncak yang muncul pada kromatogram mewakili senyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri daun sirih yang dianalisis menggunakan kromatogarfi gas-spektrometri massa. Dapat diketahui bahwa minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap memiliki jumlah senyawa penyusun yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah senyawa penyusun yang dimiliki minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air, hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah puncak yang


(55)

muncul pada masing-masing kromatogram hasil analisis minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa.

Secara organoleptis dapat diamati bahwa minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap yang memiliki senyawa penyusun yang lebih banyak dibandingkan dengan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air, memiliki warna yang lebih gelap yaitu berwarna kuning kecoklatan dibanding warna minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air yang berwarna kuning bening.

Berdasarkan data-data yang diperoleh pada kromatogram dan spektra massa dari komponen minyak atsiri daun sirih dapat dilakukan perbandingan persentase kandungan senyawa yang sama antara minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap.

Menurut Guenther (Essential Oil, halaman 160); Eykman, Gorter, dan Schimmel (Heyne, 1987); Mann dkk (Grieve cit Hernani dan Yuliani, 1991), kandungan utama penentu kualitas minyak atsiri daun sirih terdapat pada komponen fenol yang terkandung di dalam minyak atsiri daun sirih dalam bentuk

chavicoldanchavibetol. Komponen-komponen utama tersebut memiliki daya anti

bakteri 5 kali lebih bisar dibandingkan dengan fenol biasa.

Oleh karena hal tersebut untuk menentukan kualitas terbaik minyak atsiri daun sirih dilakukan perbandingan persentase komponen chavicol danchavibetol


(56)

yang terdapat dalam minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap.

Tabel IV. Perbandingan persentase kandunganchavicoldanchavibetol pada minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap

No Senyawa Persentase Kandungan

(Metode Penyulingan Air)

Persentase Kandungan (Metode Penyulingan Air

dan Uap)

1. Chavibetol (eugenol) 30,58 5,99

2. Chavicol (4-alilfenol) 3,74 0,72

Berdasarkan persentase kandungan senyawa minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa, diketahui bahwa persentase komponenchavicoldanchavibetolyang terdapat dalam minyak

atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air lebih besar bila dibandingakan dengan persentase komponen chavicol dan chavibetol yang terdapat dalam

minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap. Persentasechavicol

danchavibetol pada komponen minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan

air sebesar 3,74% dan 30,58%, sedangkan persentase chavicol dan chavibetol

pada komponen minyak atsiri hasil penyulingan dengan air dan uap sebesar 0,72% dan 5,99%.

Selain kromatogram, pada analisis menggunakan alat kromatografi gas-spektometri massa juga diperoleh data keluaran berupa spektra massa, setiap kromatogram yang muncul pada analisis menggunakan alat kromatografi gas-spektrometri massa mewakili komponen senyawa tertentu yang terkandung di dalam minyak atsiri daun sirih, sehingga pada tiap kromatogram yang muncul memiliki spektra massa tertentu yang berbeda.


(57)

Untuk dapat mengetahui nama senyawa yang menjadi komponen minyak atsiri daun sirih, pada spektra massa yang muncul dari analisis minyak atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa, dilakukan pencarian nama senyawa berdasarkan spektra massa yang muncul menggunakan sumber data yang terdapat komputer yang terhubung dengan alat kromatografi gas-spektrometri massa.

Berdasarkan perbandingan menggunakan perpustakaan data wiley dan

nisti terhadap spektra massa yang diperoleh dari hasil analisis, maka persentase

nilai SI (spectra identification) pada spektra pembanding menunjukkan kepastian

nama dan spesifikasi senyawa yang diperoleh.

Gambar spektra massa dan spektra pembanding dari chavicol dan


(58)

Gambar 11. Spektra mass kromatografi

Gambar 12. Spektra mass kromatografi

Pada Gambar (spektra atas) merupak sirih hasil analisis men gambar spektra massa

a massa hasil analisis dan spektra pembandingchavibetol

tografi gas-spektrometri massa

a massa hasil analisis dan spektra pembandingchavibetol

tografi gas-spektrometri massa

ambar 11 dan 12, dapat dilihat gambar spektra m erupakan gambar spektra massa komponen miny sis menggunakan kromatografi gas-spektrometri mass

massa kedua (spektra bawah) merupakan hasil pen

tolmenggunakan alat

tolmenggunakan alat

spektra massa pertama minyak atsiri daun tri massa. Sedangkan l pencarian spektra


(59)

massa pembanding yang sesuai atau menyerupai berdasarkan perpustakaan data yang terdapat dalam komputer analisis yang terhubung dengan alat kromatografi gas-spektrometri massa, sehingga dengan melihat besarnya nilai SI (spectra

identification) yang terdapat pada spektra pembanding dapat menunjukkan

persentase kesesuaian spektra yang dianalisis dengan spektra pembanding.

Pada Gambar 11 diketahui nilai SI (spectra identification) pada spektra

pembanding sebesar 96%, dapat disimpulkan bahwa spektra hasil anlisis minyak atsiri daun sirih yang diperoleh, merupakan spektra massachavicolsesuai dengan

spesifikasi yang disebutkan pada spektra pembanding menggunakan perpustakaan dataWiley.

Pada Gambar 12 diketahui nilai SI (spectra identification) pada spektra

pembanding sebesar 95%, dapat disimpulkan bahwa spektra hasil anlisis minyak atsiri daun sirih yang diperoleh, merupakan spektra massa chavibetol sesuai

dengan spesifikasi yang disebutkan pada spektra pembanding menggunakan perpustakaan dataWiley.

D. Pemeriksaan Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik minyak atsiri daun sirih merupakan proses identifikasi umum. Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau, rasa dan warna. Hasil identifikasi diketahui minyak atsiri daun sirih memiliki bau khas tanaman sirih, memiliki rasa pedas-pahit, dan berwarna kuning bening pada minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air, serta berwarna kuning kecoklatan pada minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap.


(60)

Perbedaan warna tersebut terjadi dikarenakan pada analisis minyak atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa diperoleh hasil bahwa minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap memiliki kandungan senyawa penyusun yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan senyawa penyusun yang terdapat pada minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air, yang masing-masing diwakili oleh jumlah puncak yang muncul pada tiap kromatogram, yaitu pada minyak atsiri hasil penyulingan dengan air dan uap memiliki 64 puncak dan pada minyak atsiri hasil penyulingan dengan air memiliki 56 puncak. Sehingga dari pengamatan dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah senyawa yang terdapat di dalam minyak atsiri daun sirih, menimbulkan warna yang semakin gelap bila dibandingkan dengan minyak atsiri daun sirih yang memiliki senyawa penyusun lebih sedikit.

E. Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri Daun Sirih

Penetapan bobot jenis penting untuk dilakukan dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Karena dengan membandingkan nilai bobot jenis minyak atsiri tertentu dengan standar nilai bobot jenis minyak tersebut. Maka kita dapat menentukan kualitas dari minyak atsiri yang diteliti.

Bobot jenis merupakan nilai perbandingan antara kerapatan minyak atsiri (minyak atsiri) dengan kerapatan aquades (aquades) dalam penelitian dipergunakan


(61)

Proses penetapan bobot jenis dilakukan dengan cara membandingkan kerapatan minyak atsiri daun sirih dengan kerapatan aquades, dimana volume piknometer sama dengan volume aquades pada suhu standar 25oC.

Proses penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan hasil penyulingan dengan air dan uap masing-masing dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali. Data hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan hasil penyulingan dengan air dan uap dapat dilihat pada Tabel V dan Tabel VI.

Tabel V. Hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih menggunakan penyulingan dengan air

No. Sampel Bobot Jenis (Dtt) X ± SD

1. Replikasi 1 0,9756

0,9733±0,0025

2. Replikasi 2 0,9706

3. Replikasi 3 0,9737

Tabel VI. Hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih menggunakan penyulingan dengan air dan uap

No. Sampel Bobot Jenis (Dtt) X ± SD

1. Replikasi 1 0,9619

0,9603±0,0015

2. Replikasi 2 0.9589

3. Replikasi 3 0.9602

Dari tabel V dan VI, menurut rentang bobot jenis standar yang ditetapkan yaitu 0,958 – 1,057 (Gildemeister dan Hoffmann cit Guenther, 1952). Diketahui bahwa hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih baik yang berasal dari penyulingan dengan air maupun yang berasal dari penyulingan dengan air dan uap, masuk ke dalam rentang bobot jenis standar yang ditetapkan.


(62)

F. Penetapan Indeks Bias Minyak Atsiri Daun Sirih

Penetapan indeks bias dilakukan untuk mengetahui kemurnian dari minyak atsiri daun sirih.

Proses penetapan indeks bias dilakukan dengan meletakkan 1 atau 2 tetes minyak atsiri daun sirih pada prisma utama yang terdapat dalam hand refraktometer. Kemudian, pembacaan nilai indeks bias dilakukan dengan cara memutar knob dan ring yang terdapat pada hand refraktometer pada skala “1”, “2”, atau “3” hingga garis batas yang membedakan antara bagian terang dan bagian gelap dapat terlihat dengan jelas. Nilai indeks bias dapat dibaca pada skala dimana garis batas antara bagian gelap dan bagian terang dapat terlihat dengan jelas.

Proses penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan hasil penyulingan dengan air dan uap masing-masing dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali. Data hasil penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan hasil penyulingan dengan air dan uap dapat dilihat pada Tabel VII dan Tabel VIII.

Tabel VII. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih menggunakan penyulingan dengan air

No. Sampel Indeks bias (ns) X ± SD

1. Replikasi 1 1,511

1,510±0,0012

2. Replikasi 2 1,509


(63)

Tabel VIII. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih menggunakan penyulingan dengan air dan uap

No. Sampel Indeks bias (ns) X ± SD

1. Replikasi 1 1,511

1,511±0,0006

2. Replikasi 2 1,512

3. Replikasi 3 1,511

Dari tabel VII dan VIII, menurut rentang indeks bias standar untuk tanaman familiPiperaceaeyang ditetapkan yaitu 1,496 – 1,529 (Gildemeister dan

Hoffmann cit Guenther, 1952). Diketahui bahwa hasil penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih baik yang berasal dari penyulingan dengan air maupun yang berasal dari penyulingan dengan air dan uap, masuk ke dalam rentang indeks bias standar yang ditetapkan.


(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil penelitian minyak atsiri daun sirih menggunakan penyulingan dengan air diketahui rendemen 0,800%, bobot jenis 0,9733±0,0025; dan indeks bias 1,510±0,0012; untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air dan uap diketahui rendemen 1,267%, bobot jenis 0,9603±0,0015; dan indeks bias 1,511±0,0006.

2. Pada minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air diketahui kandungan chavicol3,74 % dan chavibetol 30,58 %, sedangkan pada minyak

atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap kandungan chavicol

0,72 % danchavibetol5,99 %.

3. Penyulingan minyak atsiri daun sirih dengan menggunakan air dan uap merupakan metode penyulingan yang lebih baik untuk menghasilkan minyak atsiri daun sirih secara kuantitas.

4. Penyulingan minyak minyak atsiri daun sirih dengan menggunakan air merupakan metode penyulingan yang lebih baik untuk menghasilkan minyak atsiri daun sirih secara kualitas.


(65)

B. Saran

1. Dilakukan penelitian lanjutan mengenai perbandingan penetapan rendemen minyak atsiri daun sirih dengan melakukan replikasi pada tiap metode penyulingan yang dipergunakan.

2. Dilakukan perbandingan hasil penelitian penentuan metode terbaik penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap terhadap metode penyulingan dengan uap.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, Andria, 2000, Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia, 1-5, 29-37, 86, Penerbit ITB, Bandung

Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, 92-95, 98, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dirjen POM, Jakarta

Christian, Gary, 2003,Analytical Chemistry, 6th edition, 593-599, John Wiley and Sons INC., New Jersey

Damayanti, Rini, dan Mulyono, 2005, Khasiat dan Manfaat Daun Sirih Obat Mujarab dari Masa ke Masa, 7-18, Agromedia Pustaka, Jakarta

Effendi, Hendri, 2000, Daya Anti Bakteri Rebusan Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Guenther, E., 1952, The Essential Oils, Volume Two, Fourth Printing, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 504-515

___________, 1963,The Essential Oils,Volume Five, D. Van Nostrand Reinhold Company. INC, New York, 158-161

___________, 1987, The Essential Oils,diterjemahkan oleh S. Ketaren, Jilid I, 3-10, 171-183, 286-292, 296-299, UI Press, Jakarta

Harborne, J.B., 1987, Phytochemical Methods, diterjemahkan oleh Kosasih Padamawinata, terbitan II, ITB, Bandung

Hendayana, Sumar, 1996, Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforensis, 31-41, 49, PT Remaja, Bandung

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II, diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan, cetakan ke-1, 622-627, Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan, Jakarta Pusat

Lutony, T.L dan Rahmayati, Yeyet, 2000, Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri, 1-9, 32-44, Penebar Swadaya, Jakarta

Mc. Nair & Bonelli, 1988, Dasar Kromatografi Gas, 27-37, Penerbit ITB, Bandung


(67)

Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid I, Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta

Siagian, Naomi, 2003, Ekspor Minyak Atsiri Diharapkan Capai US$ 500 Juta,

Sinar Harapan, September 2006, http// www.sinar harapan.com/ekonomi&bisnis/ Ekspor Minyak Atsiri Diharapkan Capai US$ 500 Juta.htm, Diakses pada 10 Februari 2007.

www. Ikmo.org/herb/piperaceae/piperbetlelinn.pdf, Diakses pada 5 Januari 2007 Yuliani, Sri., dan Hernani, 1991, Peranan Sirih Sebagai Obat Tradisional,

Prosiding Seminar Sirih 1991, Volume 1, 13-14, Warta Tumbuhan Obat Indonesia, Yogyakarta


(68)

Lampiran 1. Daftar Foto

Foto 1. Tanaman Sirih


(69)

Foto 3. Daun Sirih Kering


(70)

Foto 5. Alat Penyulingan


(71)

Foto 8. Sep

Foto 7. Piknometer 10 mL


(72)

Foto 9. Min

Foto 10. Minyak

9. Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan dengan Air

inyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan dengan Air d gan Air


(73)

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Minyak Atsiri Daun Sirih

1. Metode Penyulingan dengan Air a. Replikasi 1

Berat daun sirih kering : 750 gram

Jumlah minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan : 6,00 mL Rendemen (v/b) = jumlahminyakatsiri x100%

bahan n penimbanga berat

= 100%

750 6,00

x

= 0,800% b. Replikasi 2

Berat daun sirih kering : 700 gram

Jumlah minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan : 5,50 mL Rendemen (v/b) = jumlahminyakatsiri x100%

bahan n penimbanga berat

= 100%

700 5,50

x

= 0,786%

2. Metode Penyulingan dengan Air dan Uap a. Replikasi 1

Berat daun sirih kering : 750 gram

Jumlah minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan : 9,50 mL Rendemen (v/b) = jumlahminyakatsiri x100%

bahan n penimbanga berat


(74)

= 100% 750

9,50

x

= 1,267% b. Replikasi 2

Berat daun sirih kering : 400 gram

Jumlah minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan : 4,25 mL Rendemen (v/b) = jumlahminyakatsiri x100%

bahan n penimbanga berat

= 100%

400 4,25

x


(75)

Lampiran 3. Pemeriksaan Organoleptik

Bau : Khas tanaman sirih Rasa : Pedas-pahit

Warna : 1. Kuning bening (minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air)

2. Kuning kecoklatan (minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap)


(76)

Lampiran 4. Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri Daun Sirih

2. Metode Penyulingan dengan Air

Tanggal : 24 November 2006 Bobot Jenis

No : 1

Alat : Piknometer 10 mL Suhu Percobaan : 27oC

Sampel : Minyak daun sirih air Suhu Standart : 25oC

Kerapatan aquades (air) : 0,99707Bobot Piknometer Kosong(a):24,007 g

Besar Bobot Jenis Terukur

Replikasi

Bobot Pikno + aquades

(a + b)

Bobot aquades (b)

Volume Piknometer (c)

1 34,078 g 10,071 g 10,1006 mL

2 34,085 g 10,078 g 10,1076 mL

3 34,075 g 10,068 g 10,0976 mL

Replikasi Bobot Pikno + sampel (a + d)

Bobot sampel (d)

Kerapatan sampel ()

Bobot Jenis (Dtt)

1 33,832 g 9,825 g 0,9727 0,9756

2 33,789 g 9,782 g 0,9678 0,9706

3 33,810 g 9,803 g 0,9708 0,9737

Bobot jenis rata-rata : 0,9733

Peneliti,


(77)

Perhitungan Data a. Replikasi 1

Bobot piknometer + aquades = 34,078 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot aquades = 10,071 g

Diketahui kerapatan aquades (air) pada suhu 25oC = 0,99707

Volume piknometer = volume aquades = Vp =

ml g g / 99707 , 0 071 , 10

= 10,1006 mL Bobot jenis minyak atsiri :

Bobot piknometer + sampel = 33,832 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot sampel = 9,825 g

Diketahui kerapatan sampel =

mL 10,1006

g 9,825

= 0,9727 g/mL

Bobot jenis( (25) ) 25 ( tair tsampel

D ) =

0,99707 0,9727

= 0,9756

b. Replikasi 2

Bobot piknometer + aquades = 33,789 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot aquades = 10,078 g


(78)

Volume piknometer = volume aquades = Vp = ml g/ 99707 , 0 g 10,078

= 10,1076 mL Bobot jenis minyak atsiri :

Bobot piknometer + sampel = 33,832 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot sampel = 9,782 g

Diketahui kerapatan sampel =

mL 10,1076

g 9,782

= 0,9678 g/mL

Bobot jenis( (25) ) 25 ( tair tsampel

D ) =

0,99707 0,9678

= 0,9706

c. Replikasi 3

Bobot piknometer + aquades = 34,075 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot aquades = 10,068 g

Diketahui kerapatan aquades (air) pada suhu 25oC = 0,99707

Volume piknometer = volume aquades = Vp =

ml g/ 99707 , 0 g 10,068

= 10,0976 mL Bobot jenis minyak atsiri :

Bobot piknometer + sampel = 33,810 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot sampel = 9,803 g


(79)

Bobot jenis( (25) ) 25 ( tair tsampel

D ) =

0,99707 0,9708

= 0,9737

3. Metode Penyulingan dengan Air dan Uap

Tanggal : 24 November 2006 Bobot Jenis

No : 2

Alat : Piknometer 10 mL Suhu Percobaan : 27oC

Sampel : Minyak daun sirih air dan uapSuhu Standart : 25oC

Kerapatan air (air) : 0,99707 Bobot Piknometer Kosong (a):24,007 g

Besar Bobot Jenis Terukur

Replikasi

Bobot Pikno + aquades

(a + b)

Bobot aquades (b)

Volume Piknometer (c)

1 34,065 g 10,058 g 10,0876 mL

2 34,095 g 10,088 g 10,1176 mL

3 34,065 g 10,058 g 10,0876 mL

Replikasi Bobot Pikno + sampel (a + d)

Bobot sampel (d)

Kerapatan sampel ()

Bobot Jenis (Dtt)

1 33,682 g 9,675 g 0,9591 0,9619

2 33,680 g 9,673 g 0,9561 0,9589

3 33,665 g 9,658 g 0,9574 0,9602

Bobot jenis rata-rata : 0,9603

Peneliti,


(80)

Perhitungan Data a. Replikasi 1

Bobot piknometer + aquades = 34,065 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot aquades = 10,058 g

Diketahui kerapatan aquades (air) pada suhu 25oC = 0,99707

Volume piknometer = volume aquades = Vp =

ml g/ 99707 , 0 g 10,058

= 10,0876 mL Bobot jenis minyak atsiri :

Bobot piknometer + sampel = 33,682 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot sampel = 9,675 g

Diketahui kerapatan sampel =

mL 10,0876

g 9,675

= 0,9591 g/mL

Bobot jenis( (25) ) 25 ( tair tsampel

D ) =

0,99707 0,9591

= 0,9619

b. Replikasi 2

Bobot piknometer + aquades = 34,095 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot aquades = 10,088 g


(81)

Volume piknometer = volume aquades = Vp = ml g/ 99707 , 0 g 10,088

= 10,1176 mL Bobot jenis minyak atsiri :

Bobot piknometer + sampel = 33,680 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot sampel = 9,673 g

Diketahui kerapatan sampel =

mL 10,1176

g 9,673

= 0,9561 g/mL

Bobot jenis( (25) ) 25 ( tair tsampel

D ) =

0,99707 0,9561

= 0,9589

c. Replikasi 3

Bobot piknometer + aquades = 34,065 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot aquades = 10,058 g

Diketahui kerapatan aquades (air) pada suhu 25oC = 0,99707

Volume piknometer = volume aquades = Vp =

ml g/ 99707 , 0 g 10,058

= 10,0876 mL Bobot jenis minyak atsiri :

Bobot piknometer + sampel = 33,665 g

Bobot piknometer kosong = 24,007 g

Bobot sampel = 9,658 g


(1)

Lampiran 9. Spektra Penyuli

89

ektra massa Chavicol Minyak Atsiri Daun enyulingan Air


(2)

Lampiran 10. Kroma Daun S

90

romatogram dan Waktu Retensi Komponen M aun Sirih Hasil Penyulingan dengan Air dan U

onen Minyak Atsiri dan Uap


(3)

(4)

Lampiran 11. Spektr Hasil

92

pektra massa Chavibetol (eugenol) Minyak Atsi asil Penyulingan Air dan Uap


(5)

Lampiran 12. Spekt Penyu

93

Spektra massa Chavicol Minyak Atsiri Dau Penyulingan Air dan Uap


(6)

94

BIOGRAFI PENULIS

Andika Marsetyo Negoro dilahirkan pada tahun 1985 di Banyumas, Jawa Tengah. Setelah menamatkan di SD Negeri Purwosari I dan SLTP Negeri I di Purwokerto, ia hengkang untuk melanjutkan sekolah berasrama SMU Van Lith di kota kecil Muntilan. Setelah tamat pada tahun 2003, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sejak 2001 sampai sekarang penulis bekerja secara independen di bidang perdagangan minyak atsiri. Karya ilmiah ini merupakan hasil karya keduanya setelah Penyulingan Minyak Atsiri Daun Cengkeh dan Kegunaannyayang ditulis pada tahun 2002.