Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Keadaan ekonomi dan politik global yang tidak stabil juga berperan menambah kompleksitas kejahatan lintas negara. Salah satu masalah yang memerlukan perhatian, baik dari masyarakat nasional maupun masyarakat internasional adalah masalah kejahatan lintas batas teritorial. Masalah kejahatan lintas batas teritorial ini terutama pada abad ke-20 sudah dipandang oleh masyarakat internasional sebagai musuh umat manusia hostis humanis generis. United Nations Office on Drugs and Crime UNODC sebagai wali dari Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 39 berikut Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Orang 40 selanjutnya disebut Protokol Perdagangan OrangTrafficking In Persons Protocol, pen. membantu negara-negara dalam melaksanakan Protokol Perdagangan Orang. Tindak pidana transnasional yang terorganisasi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang mengancam kehidupan sosial, ekonomi, politik, keamanan, dan perdamaian dunia. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping memudahkan lalu lintas manusia dari suatu tempat ke tempat lain, dari satu negara ke negara lain, juga menimbulkan dampak negatif berupa tumbuh, 39 Diratifikasi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi. 40 Diratifikasi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime Protokol Untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi. meningkat, beragam, dan maraknya tindak pidana. Tindak pidana tersebut pada saat ini telah berkembang menjadi tindak pidana yang terorganisasi yang dapat dilihat dari lingkup, karakter, modus operandi, dan pelakunya. Kerja sama antarnegara yang efektif dan pembentukan suatu kerangka hukum merupakan hal yang sangat penting dalam menanggulangi tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih mudah memperoleh akses dan kerja sama internasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Upaya pencegahan dalam rangka meningkatkan kerja sama internasional dan pemberantasan tindak pidana transnasional yang terorganisasi, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah membentuk United Nations Convention Against Transnational Organized Crime Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi melalui Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 5525 sebagai instrumen hukum dalam menanggulangi tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, turut menandatangani United Nations Convention Against Transnational Organized Crime Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia, sebagai perwujudan komitmen memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi melalui kerangka kerja sama bilateral, regional, ataupun internasional. Walaupun Indonesia ikut serta menandatangani Konvensi tersebut, Indonesia menyatakan Pensyaratan Reservation terhadap Pasal 35 ayat 2 yang mengatur mengenai pilihan Negara Pihak dalam penyelesaian perselisihan apabila terjadi perbedaan penafsiran atau penerapan Konvensi. Perkembangan TPPO sebagai kejahatan lintas negara transnational crimes yang demikian pesat 41 menjadikan kejahatan lintas negara dipandang sebagai salah satu ancaman serius terhadap keamanan global dewasa ini. Pada lingkup multilateral, kejahatan ini lebih sering disebut transnational organized crimes TOC. Kejahatan lintas negara memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Beberapa faktor yang menunjang kompleksitas perkembangan kejahatan lintas batas negara antara lain adalah globalisasi, migrasi atau pergerakan manusia, serta perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang pesat. Keadaan ekonomi dan politik global yang tidak stabil juga berperan menambah kompleksitas kejahatan lintas negara. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang UU PTPPO diberlakukan untuk merespon semakin meningkatnya TPPO yang telah bertransformasi dari kejahatan di lingkup suatu negara domestik menjadi kejahatan lintas batas negara transnasional. Perkembangan TPPO sebagai kejahatan lintas batas itu direspon dengan dikeluarkannya UU PTPPO yang menyatakan bahwa untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Undang-undang ini mengamanatkan kepada Pemerintah Republik Indonesia wajib melaksanakan kerja sama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral. Kerja sama internasional dapat dilakukan 41 http:www.kemlu.go.idPagesIIssuesDisplay.aspx?IDP=201=Rabu, 12 Oktober 2011 pukul 09.18 Wib. dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana danatau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perkembangan TPPO terkait pula dengan perubahan dalam bidang ekonomi global, yang telah memberikan keuntungan bagi penjahat tingkat dunia, yaitu dengan memanfaatkan peningkatan arus barang, uang, dan orang secara lintas batas negara. Organisasi kejahatan internasional telah memperluas jangkauan wilayah dan hubungan mereka dengan kekuasaan pemerintahan setempat. 42 Oleh karena itu, TPPO sebagai bagian dari kejahatan terorganisasi, pada dasarnya termasuk salah satu kejahatan terhadap pembangunan dan kesejahteraan sosial yang menjadi pusat perhatian dan keprihatinan nasional dan internasional mengingat ruang lingkup dan dimensinya sangat luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime 43 , white collar crime, corporate crime, dan transnational crime. Bahkan, dengan menggunakan sarana teknologi dapat menjadi salah satu bentuk cyber crime. 44 42 Muladi, Demokratisasi..., op.cit., hlm. 121. 43 Untuk memahami kejahatan terorganisasi dikemukakan dalam Article 2 ayat 1 Proposal and Contributions Received from Governments, dinyatakan General Assembly, AAC.2545 19 December 1998, bahwa organized crime berarti kegiatan-kegiatan yang bertujuan melakukan perbuatan dalam rangka dalam kaitannya dengan sebuah organisasi kejahatan. Selanjutnya, ayat 2 dinyatakan bahwa sebuah organisasi kejahatan a criminal organization berarti suatu kelompok tiga atau lebih orang dengan hubungan hierarki atau hubungan personal yang dapat bertahan lama untuk tujuan memperkaya diri atau pengawasan wilayah-wilayah atau pasar- pasar, baik di dalam maupun di luar negeri internal or foreign dengan cara melawan hukum seperti kekerasan, ancaman atau korupsi, dan dalam memajukan aktivitas kejahatan itu juga masuk ke dalam ekonomi yang sah, dikutip oleh M. Arief Amrullah, op.cit., hlm. 122. 44 Bela Bonita Chatterjee menyatakan eksploitasi seks terhadap wanita dan anak-anak merupakan krisis hak-hak asasikemanusiaan global a global human rights crisis yang semakin meningkat dengan penggunaan teknologi baru. Teknologi informasi dan komunikasi information and communication technologies ICTs telah digunakan sebagai fasilitator untuk perdagangan dan eksploitasi seksual para wanita dan anak-anak dengan berbagai cara. Lihat Bela Bonita Chatterjee, Human Rights and the Cyber Sex Trade, bahan internet, dalam Barda Nawawi Arief, Pornografi Pornoaksi dan Cybersex-Cyberporn, Pustaka Magister, Semarang, 2011, hlm. 14.