Saran Latar Belakang KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Herbisida fluroksipir mampu meracuni gulma di gawangan tanaman kelapa sawit pada 2, 4, dan 6 minggu setelah aplikasi MSA, tingkat keracunan gulma tertinggi dicapai pada dosis 112 gha. 2. Herbisida fluroksipir pada dosis 112 gha efektif mengendalikan gulma di gawangan tanaman kelapa sawit pada 4 MSA. 3. Herbisida fluroksipir pada semua taraf dosis mampu mengendalikan gulma golongan rumput dan gulma Mikania micrantha pada 4 MSA. 4. Herbisida fluroksipir pada semua taraf dosis menyebabkan terjadinya perubahan komunitas gulma pada 4 MSA, sedangkan herbisida metil metsulfuron menyebabkan terjadinya perubahan komunitas gulma pada 4, 8, dan 12 MSA.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan peningkatan dosis herbisida fluroksipir untuk mendapatkan dosis yang efektif dalam mengendalikan gulma. I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit Elais guineensis Jacq. merupakan tanaman introduksi yang berasal dari Afrika Barat yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit CPO – crude palm oil dan inti kelapa sawit PKO – palm kernel oil merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Industri kelapa sawit Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam empat puluh tahun terakhir. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia menguasai hampir 90 produksi minyak sawit dunia. Indonesia bukan merupakan tempat asal mula tanaman kelapa sawit, namun memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah perkelapasawitan. Dimulai dengan penanaman empat tanaman kelapa sawit di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848, tanaman kelapa sawit unggul menyebar ke seluruh dunia dan menjadi tanaman komersial sejak tahun 1911 Mangoensoekarjo et al., 2005 dalam Arianto, 2008. 2 Industri minyak sawit telah menjadi salah satu industri primadona bagi Indonesia. Dengan jumlah ekspor tahunan yang saat ini mencapai lebih dari 14 juta ton CPO pertahun, maka dalam setahun ekspor CPO telah menghasilkan devisa lebih dari US10 Milyar rata-rata harga CPO US750 per MT di tahun 2008. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terutama dibangun di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Irian Jaya. Pada tahun 2006, Indonesia telah mengungguli Malaysia sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan industri pemproses CPO dalam negeri maka dilakukan berbagai cara untuk meningkatkan produksi kelapa sawit. Salah satunya adalah menekan kompetisi tanaman kelapa sawit dengan gulma. Dalam budidaya tanaman kelapa sawit, salah satu masalah penting yang dihadapi adalah gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu kepentingan manusia sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian. Keberadaan gulma di sekitar tanaman dapat menimbulkan kerugian yang besar walaupun berlangsung secara perlahan-lahan. Persaingan antara tanaman dan gulma yang terjadi baik di atas permukaan tanah yang berupa persaingan dalam mendapatkan cahaya matahari, CO 2 dan ruang tumbuh maupun yang terjadi di dalam tanah dalam persaingan mendapatkan air dan unsur hara dan faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan lainnya dapat menekan jumlah produksi tanaman budidaya Tjitrosoedirdjo et al., 1984. Oleh karena itu perlu adanya tindakan pengendalian untuk menekan perkembangannya di areal pertanaman. Upaya untuk mengendalikan gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan menggunakan herbisida atau lebih dikenal dengan 3 pengendalian secara kimiawi. Efektivitas herbisida dalam penggunaan tenaga kerja dan biaya yang cenderung lebih ekonomis menyebabkan penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma di areal perkebunan sangat dominan. Selain itu keuntungan herbisida lainnya adalah mampu menekan pertumbuhan gulma tanpa mengganggu tanaman pokok Sukman dan Yakup, 1995. Konsumsi herbisida semakin tinggi seiring dengan semakin majunya teknologi budidaya tanaman. Maka upaya-upaya untuk mencari senyawa-senyawa kimia baru yang berpotensi untuk menjadi salah satu herbisida komersial atau memperoleh formulasi baru dari bahan aktif yang sudah ada atau juga hanya sekedar melakukan tindakan regulasi terus dilakukan. Fluroksipir merupakan salah satu jenis herbisida yang terus dikembangkan dalam upaya mengendalikan gulma di areal perkebunan kelapa sawit. Herbisida fluroksipir merupakan herbisida yang bersifat sistemik dan purna tumbuh yang berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan serta efektif dalam mengendalikan gulma terutama gulma daun lebar seperti Ageratum conyzoides, Borreria latifolia , Mikania micrantha serta jenis kacang-kacangan seperti Pueraria javanica Dowagro, 2007.

1.2 Perumusan Masalah