Tindak Pidana Penggunaan Identitas Palsu Sebagai Dokter

26 c. Dilarang oleh aturan hukum pidana d. Pelakunya dapat diancam pidana 26 Walaupun pendapat dari rumusan berbeda-beda namun pada hakikatnya ada persamaannya, yaitu tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya pelaku. Perbuatan pidana memiliki beberapa unsur yang tanpa kehadiran unsur tersebut maka perbuatan pidana tidaklah bisa disebut sebagai delik atau perbuatan pidana. Pertama perbuatan pidana merupakan perbuatan manusia. Kedua, bersifat melawan hukum. Kedua unsur inilah yang disepakati oleh hampir seluruh sarjana hukum. Selain itu ada beberapa unsur penting yang meski tidak disepakati oleh seluruh sarjana, namun merupakan bagian penting dari perbuatan pidana. Pertama kesalahan baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian. Kedua, hal ikhwal yang terdapat dalam rumusan KUHP yang tanpa adanya keadaan tersebut sebuah perbuatan pidana tidak dihitung pernah terjadi. 27 Identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Identitas juga merupakan keseluruhan atau totalitas yang menunjukan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati 26 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Grafindo, 2002, hlm. 78. 27 Nis, Miftah Lan, Pengertian dan unsur-unsur Tindak Pidana. 25 November 2013. http:miftahlan.blogspot.com201203pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html . [19:40] 27 diri dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkahlaku individu. Pengertian tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat kita lihat dalam penjabaran pasal dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yaitu diantaranya adalah : a. Pasal 77 menyatakan : Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi danatau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah. b. Pasal 78 menyatakan : Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat 2 di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah. 28 Selain itu yang berkaitan dengan penggunaan identitas palsupemalsuan juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Di dalam KUHP istilah pemalsuan ini dikenal sebagai tindak pidana penipuan dengan catatan bahwa kebohongan itu dibarengi dengan tindakan yang bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP tidak ada yang menjelaskan tentang penggunaan identitas palsu sebagai dokter secara khusus. Namun setelah penulis membaca dan menelaah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, penulis menganalisis bahwa perbuatan penggunaan identitas palsu ini termasuk penipuan. Sebagaimana tercantum dalam pasal 378 KUHP yang berbunyi : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Dalam penjelasan pasal diatas terdapat unsur-unsur, diantaranya sebagai berikut: 28 1. Unsur Barangsiapa 28 http:rangselbudi.wordpress.com20121020tinjauan-yuridis-penanganan-perkara-penipuan- pasal-378-kuhp-dan-atau-penggelapan-pasal-372-kuhp-studi-kasus-perkara-atas-nama-saudi-bin- maksin-pada-kejaksaan-negeri-cilegon 29 Perumusan unsur “barangsiapa” dalam KUHP menunjuk pada subyek hukum sebagai pelaku daripada suatu delik, yaitu “setiap orang” yang dipandang mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya menurut hukum. 2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain secara melawan hukum Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah si pembuatpelaku atau orang lain menikmati hasil perbuatannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan melawan hak atau melawan hukum dalam hal ini yaitu tidak berhak atau bertentangan dengan hukum. Selain itu melawan hukum artinya meskipun perbuatan itu tidak diatur dalam perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. 3. Unsur dengan memakai tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan “Tipu muslihat” merupakan perbuatan-perbuatan yang menyesatkan, yang dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang keliru dan memaksa orang untuk menerimanya.Yang dimaksud dengan “tipu muslihat” adalah suatu tindakan yang dapat disaksikan oleh orang lain baik disertai maupun tidak disertai dengan suatu ucapan, yang dengan tindakan itu siperti menimbulkan suatu kepercayaan akan sesuatu atau pengharapan bagi orang lain sedangkan yang dimaksud dengan “rangkaian kebohongan” adalah beberapa keterangan yang saling mengisi yang seakan-akan benar isi keterangan itu, pada hal tidak lain daripada kebohongan, isi masing-masing keterangan itu tidak harus seluruhnya berisi kebohongan. 30 4. Unsur menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang barang kepadanya Bahwa yang dimaksud dengan “menggerakkan” bewegen disini adalah tergeraknya hati si korban dan mau melakukan suatu perbuatan, disini tiada “permintaan dengan tekanan” kendati menghadapi suatu sikap ragu-ragu dari si korban. Bahwa untuk adanya suatu “penyerahan” itu adalah cukup apabila suatu benda itu telah dilepaskan, tidak tergantung pada masalah berapa lama si pelaku ingin menguasasi benda tersebut dan tidak bergantung pula pada masalah apa yang akan diperbuat oleh si pelaku dengan benda itu. Dengan demikian untuk dapat menyatakan bahwa seseorang sebagai pelaku kejahatan penipuan, Majelis Hakim Pengadilan di sidang Pengadilan harus melakukan pemeriksaan dan membuktikan secara sah dan meyakinkan apakah benar pada diri dan perbuatan orang tersebut telah terbukti unsur-unsur tindak pidana penipuan.

III. METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka diperlukan suatu metodologi yang merupakan suatu usaha untuk menyelidiki dan menemukan serta mengungkap kebenaran suatu pengetahuan secara ilmiah.

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan dengan cara menelaah kaidah-kaidah, norma-norma, aturan-aturan, yang berhubungan dengan masalah yang akan di teliti, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan cara mendapatkan keterangan langsung dari responden di lapangan. 1

B. Jenis dan Sumber Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Maju Mundur., Bandung, 2008. hlm.87 32 1. Data Premier Data premier adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini, terdiri dari: a. Bahan hukum premier Bahan hukum premier bersumber dari: 1 Undang-Undang Nomor29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang melengkapi hukum premier dan peraturan perundang-undangan lain yang sesuai dengan masalah dalam penelitian ini. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teoripendapat para ahli dalam berbagai literaturebuku hukum, dokumentasi, media massa, kamus hukum dan sumber dari internet. 33

C. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber yang menjadi sumber informasi mengenai mengenai permasalahan yang dibahas. Narasumber ini adalah sebagai berikut: 1. Penyidik Polresta Bandar Lampung : 1 orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 orang 3. Ketua IDI Provinsi Lampung : 1 orang Dengan demikian jumlah seluruh narasumber sebanyak : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data Untuk melengkapi data guna pengujian hasil penelitian ini, digunakan prosedur pengumpulan data yang terdiri dari : 1. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan Library Research. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah literatur-literatur yang menunjang peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan bacaan ilmiah lainnya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. 34 2. Data Premier 1 Observasi Yaitu pengumpulan data secara langsung terhadap objek penelitian, untuk memperoleh data yang valid dengan menggunakan metode observasi yang dilaksanakan di Polresta Bandar Lampung. 2 Wawancara Interview Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara Interview secara langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu respondennarasumber yang akan diwawancarai sesuai dengan objek penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Wawancara tersebut dilakukan dengan petugas Polresta Bandar Lampung. 2. Prosedur Pengolahan Data Setelah data terkumpul, selanjutnya adalah pengolahan data, yaitu kegiatan merapikan dan menganalisa data tersebut, kegiatan ini meliputi kegiatan seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya. Klasifikasinya atau pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Editing data, yaitu memeriksa atau meneliti data yang keliru, menambah serta melengkapi data yang kurang lengkap.