PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI POLISI (Studi Putusan No. 1287Pid.B2014PN-Tjk) (Jurnal)

  PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI POLISI (Studi Putusan No. 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk) (Jurnal) Oleh Devanda FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PENIPUAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS

PALSU SEBAGAI POLISI

(Studi Putusan No. 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk)

Oleh

  

Devanda, Erna Dewi, Firganefi

Email : devanda12355@gmail.com

  Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu, dan keadaaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Salah satu contoh pelaku berinisial MCA yang melakukan tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tersebut. Pendekatan permasalahan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer didapat dari narasumber yakni Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam putusan perkara nomor : 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk yaitu terdakwa dalam hal ini mampu bertanggungjawab atas kesalahannya sesuai Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan, terdakwa juga sudah cukup dewasa, tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa karena terdakwa dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan jiwa, tidak ada alasan pembenar yaitu terdakwa tidak dalam perintah jabatan. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dikaitkan antara 3 aspek yaitu pertimbangan yuridis, pertimbangan filosofis dan pertimbangan sosiologis. Hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan keyakinan harus mempunyai dasar yaitu Pasal 183 KUHAP dan Pasal 39 KUHAP terpenuhinya alat bukti dan barang bukti yang digunakan oleh terdakwa, hakim juga harus teliti dalam mengambil suatu keputusan yang tegas dan tidak hanya merugikan salah satu pihak. Saran dalam penelitian ini adalah agar mendapat hukuman yang maksimal agar menimbulkan efek jera bagi pelaku serta harus melaksanakan pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan.

  Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Penipuan, Indentitas Polisi.

  

ABSTRACT

THE CRIMINAL LIABILITY OF PERPETRATOR OF A FRAUD CRIME

USING FALSE IDENTITY OF POLICE OFFICER

(A Study on Verdict No. 1287 / Pid.B / 2014 / PN-Tjk)

By

  

Devanda, Erna Dewi, Firganefi

Email : devanda12355@gmail.com

  Fraud is a criminal action of tricks, a series of lies, false identity, and false circumstances with the intention of benefiting oneself with no rights. One example of the crime was a perpetrator with initial MCA who commited a fraud crime using a false identity as a police officer. The problems in this research are formulated as follows: how is the criminal liability of a fraud crime using false identity as police officer? and what are the basis of judges' consideration in the court judgement? The approaches used in this research were normative and empirical approaches. The primary data were obtained from a Judge of the District Court of Tanjung Karang and a Lecturer at Criminal Law Faculty of Lampung University. While the secondary data were collected from library research. Based on the result and discussions of the research, based on the verdict number 1287 / Pid.B / 2014 / PN-Tjk, the defendant was able to call for account for his mistake according to Article 378 of the Book of Criminal Code with imprisonment for 9 (nine) months, the defendant also seemed mature that there was no excuse for apology because the defendant was in a good health and never experience any mental disorder, there was no excuse for justification because the defendant was not under the order of office. The basis of judges' considerations in the court judgement was related with 3 aspects, namely juridical considerations, philosophical considerations and sociological considerations. The judges shall not decide the case merely based on beliefs, they must refer to a basis as stipulated in Article 183 of The Book of Criminal Procedure Code and Article 39 of The Book of Criminal Procedure Code regarding fulfillment of means of proof and real evidence used by the defendant, the judges must also be careful in taking a decisive decision and not to harm one party. It is suggested that the perpetrator must receive the maximum punishment in order to cause deterrent effect and must carry out criminal liability for the crime he committed.

  Keywords: Liability, Fraud, Police's Identity.

I. PENDAHULUAN

  Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang- undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan memper- tanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menujukan pandangan normative mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut.

1 Penipuan berasal dari kata tipu yang

  berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari keuntungan. Tindakan penipuan merupakan suatu tindakan yang merugikan orang lain sehingga termasuk dalam tindakan yang dapat dikenakan hukum.

2 Tindak pidana penipuan sangatlah

  sering terjadi dilingkungan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan atau keuntungan seseorang dapat melakukan suatu tindak pidana penipuan. Di Indonesia seringnya terjadi tindak pidana penipuan dikarenakan banyak faktor-faktor yang mendukung terjadinya suatu tindakan penipuan, misalnya karena kemajuan teknologi sehingga dengan mudah melakukan tindakan penipuan, keadaan ekonomi yang kurang sehingga memaksa 1 Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana

  Indonesia .Sinar Baru.bandung. 1984. hlm.1 2 Suduthukum.com , Pengertian tindak pidana penipuan , www.suduthukum.com/2017/04/pengertian-

  seseorang untuk melakukan penipuan, terlibat suatu utang dan lain sebagainya. Kejahatan penipuan di dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya, atau memberikan hutang atau menghapus piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Hukum pidana positif di Indonesia saat ini bersumber/berinduk pada KUHP buatan belanda (WvS), tetapi dalam penegakan hukum harusnya berbeda dengan penegakan hukum pidana seperti zaman belanda. Hal ini wajar karena kndisi lingkungan atau kerangka hukum nasional (national legal

  framework ) sebagai tempat dioperasi-

  onalisasikannya WvS (tempat dijalankanya mobil) sudah berubah. Menjalankan mobil (WvS) di belanda atau di jaman belanda tentunya berbeda dengan di zaman republik indonesia. Penegakan hukum pidana positif harus berada dalam konteks ke Indonesia-an (dalam konteks sistem hukum nasional/

  national legal framework ) dan bahkan

  dalam konteks bangnas dan bangkumnas.

  3 Kitab Undang-Undang Hukum pidana

  (KUHP) saat ini berlaku merupakan warisan pemerintah kolonial belanda. Pertimbangan praktis pemberlakuan KUHP semula berasal dari Wetboek van 3 Barda nawawi Arief, Beberapa Aspek

  Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya

  Starftrecht (WvS) hanya didasarkan

  usaha untuk mencegah kekosongan hukum (rechtsvacuum) dengan beberapa perubahan dan penyesuaian.

  4 Pasal 378 Kitab Undang-Undang

  Hukum Pidana, dan untuk mengetahui sesuatu upaya yang dipergunakan oleh si pelaku itu dapat menimbulkan perbuatan penipuan atau tindak pidana penipuan, haruslah diselidiki apakah orang yang melakukan atau pelaku tersebut mengetahui bahwa upaya yang dilakukannya bertentangan dengan kebenaran atau tidak

  5

  . Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana penipuan biasanya melakukan beberapa cara antara lain dengan identitas palsu, penulis mengangkat beberapa kasus yang ada di media elektronik sebagai berikut: Contoh kasus: Polisi gadungan bernama Muhammad Cahya Aditya Ramadhan mengaku sudah 11 kali melakukan penipuan, hampir semua aksinya ia lakukan di depan kantor polisi dan markas tentara. Cahya mengaku sudah lima kali menipu di Markas Polresta Bandar Lampung, empat kali di depan Polsek Tanjung Karang Barat, satu di depan markas kodim dan satu kali di depan kampus Teknokrat. seiap beraksi Cahya selalu mengenakan kaos polisi, ia mengaku memakai baju polisi untuk meyakinkan korban-korbannya yang telah ia tipu.

  pengadilan negeri tanjung karang dengan nomor perkara: 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk. 4 M Ali Zaidan. Menuju Pembaharuan Hukum

  Pidana . Sinar Grafika. Jakarta. 2015.hlm.7. 5 http://saifudiendjsh.blogspot.co.id/2014/02 /pengertian-tindak-pidana-penipuan.html 6 Lampung.tribunnews.com,Dengan modal kaus polisi cahya sukses dalam aksi tipu-tipu , http://lampung-tribunnes.com/2014/09/04/ dengan-modal-kaus-polisi-cahya-sukses-dalam-

  Mungkin selain kasus di atas masih banyak lagi orang yang menggunakan identitas palsu sebagai polisi dengan menggunakan atribut seperti kartu tanda anggota, pakaian dinas harian/lapangan, baret, sepatu pdh/pdl maupun kaos seragam polisi dan menyerupai ciri-ciri anggota polisi dengan tindak pidana yang berbeda-beda. Penulis tertarik pada kasus yang kedua karena pelaku bertujuan membeli kaos polisi adalah untuk bergaya, dan ketika menggunakan kaos polisi agar orang percaya bahwa pelaku adalah polisi sehingga orang percaya lalu pelaku melakukan penipuan, pelaku melakukan tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi sekitar 11 (sebelas) kali dengan modus yang sama dengan mengaku sebagai anggota polisi.

  Maksud dari kronologis pada kasus tersebut adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, serta serangkaian kebohongan dan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang dengan segala bujuk rayu. Dalam studi kasus perkara ini terdakwa terjerat Pasal 378 KUHP sehingga hakim memutuskan sanksi pidana penjara selama

6 Kasus ini sudah diputus oleh hakim

  9 (sembilan) bulan terhadap pelaku. Berdasarkan latar belakang di atas, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Indentitas Palsu Sebagai Polisi”. Berdasarkan uraian latar belakang

  merumuskan permasalahan sebagai berikut : a.

  Bagaimanakah Pertanggung- jawaban Pidana Terhadap Pelaku

  Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi? b. Apakah yang menjadi Dasar

  Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi?

  Pendekatan permasalahan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer didapat dari narasumber yakni Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini didapat dari studi kepustakaan dan studi lapangan untuk mendapatkan data secara real. Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian bersifat khusus.

  Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan. Tindak pidana adalah aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melarang larangan tersebut.

  7 Pertanggungjawaban pidana diterapkan

  dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat; menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana; memulihkan keseimbangan; mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

  Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi dilakukan dengan terpenuhi syarat-syarat dalam unsur kesalahan, yaitu pelaku melakukan tindak pidana, pelaku telah cakap atau dewasa menurut undang-undang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan mampu bertanggungjawab, adanya kesengajaan atau kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf, dan juga pembuktian dibutuhkan setelah terpenuhinya seluruh unsur kesalahan terhadap pelaku tindak pidana dengan dibutuhkannya alat bukti minimum yaitu dua alat bukti dan keyakinan hakim terhadap alat bukti tersebut.

II. PEMBAHASAN A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi.

  Biasanya seseorang yang melakukan penipuan adalah menerangkan sesuatu yang seolah-olah betul atau terjadi, tetapi sesungguhnya perkataannya itu adalah tidak sesuai dengan kenyataannya, karena tujuannya hanya untuk meyakinkan orang yang menjadi 7 Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana . Angkasa. Jakarta. sasaran agar diikuti keinginannya, sedangkan menggunakan nama palsu atau identitas palsu supaya yang bersangkutan tidak diketahui identitasnya. Berdasarkan keterangan Rakhmad Febriyadi,SE selaku korban penipuan yang dilakukan oleh terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan, berawal dari korban yang memasang iklan menjual 1 (satu) unit handphone di OLX.Com dengan memasang nomor handphonenya, terdakwa mengirim sms kepada korban yang menyatakan terdakwa berminat dengan harga yang ditawarkan tanpa tawar menawar lagi dan janjian keesokan harinya untuk melakukan transaksi. Terdakwa mengaku sebagai Anggota Kepolisian untuk menipu korban dan menemuinya di kantor Polresta Bandar Lampung, dan terdakwa meminta korban unuk menemuinya di parkiran sepeda motor. Saat sampai di parkiran sepeda motor Polresta Bandar Lampung terdakwa datang dengan mengendarai sepeda motor dan memakai baju kaos dan celana panjang seragam polisi menghampiri korban dan kakak korban. Terdakwa meminta diperlihatkan handphone tersebut lalu kakak korban turun membawa handpone milik korban, setelah handphone tersebut di pegang dan dilihat oleh terdakwa kemudian mengajak kakak korban ke depan ruangan Waka Polresta Bandar Lampung dengan alasan handphone tersebut akan ditunjukan kepada atasannya karena yang mau beli tersebut adalah atasan terdakwa, setelah sampai di depan ruangan Waka Polresta, handphone yang sudah dipegang terdakwa langsung dibawa kabur. Akibat perbuatan tersebut korban mengalami kerugian sebesar Rp.

  4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah). Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas 1ATanjung Karang. Menurut Nirmala Dewita selaku Hakim di Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung karang mengatakan bahwa pertanggungjawaban pidana bagi seorang yang melakukan tindak pidana dilakukan melalui proses peradilan pidana dengan diajukannya seseorang dimuka pengadilan untuk bisa mempertanggungjawabkan perbuatan- nya yang kemungkinan akan berakhir dengan putusan pidana, lepas dari segala tuntutan hukum ataupun pembebasan adalah karena adanya indikasi atau petunjuk bahwa seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

  8 Hakim berpendapat dengan kenyataan

  yang ada bahwa pelaku yang melakukan tindak pidana penipuan yang merugikan orang lain ini dipandang sebagai pelaku tindak pidana secara yuridis ancaman atau pertanggungjawabannya adalah sama. Hakim harus lebih teliti lagi dalam kasus penipuan yang merugikan orang lain apakah murni unsur tindak pidana penipuan berdasarkan pasal 378 KUHP. Apakah pelaku benar-benar melakukan tindak pidana penipuan yang dapat merugikan orang lain berdasarkan Pasal 378 KUHP.

  9 Hakim melihat kemampuan

  bertanggungjawab dari terdakwa bahwa, terdakwa dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan jiwa atau terganggu karena penyakit sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 KUHP. Alasan pembenar dari terdakwa yaitu terdakwa tidak dalam perintah jabatan atau 8 Nirmala Dewita. Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang 04/10/2017. perintah instansi terkait dalam melakukan suatu tindak pidana. Tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh terdakwa tidak dapat dibenarkan karena hanya menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang berupa perbuatan yang dengan maksud untuk mencari keuntungan diri sendiri dari orang lain, sehingga bersifat melawan hukum dan dapat dipidana. Secara keadilan seorang hakim harus memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menjatuhkan putusan sesuai dengan apa yang dilakukannya atau kapasitas dari pelaku dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pidana tersebut. Menurut Sanusi Husin sebagai Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, pertanggungjawaban harus memenuhi unsur tindaki pidana. Ada perbuatan manusia, diancam dengan pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, orang yang mampu bertanggungjawab. Dalam kasus ini pelaku tersebut termasuk melawan hukum karena melakukan tindak pidana penipuan yang mengakibatkan ruginya orang lain. Tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh pelaku tidak dapat dibenarkan karena telah merugikan korban secara materil dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi sehingga pelaku dapat dipidana dengan dakwaan penipuan. Berdasarkan

  Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun.

  10

  Sanusi Husin juga menambahkan bahwa didalam pertanggungjawaban orang yang melakukan tindak pidana penipuan dalam kasus ini juga telah memenuhi unsur-unsur didalam Pasal 378 KUHP yaitu, perbuatan mengakibatkan ruginya orang lain baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan- karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuam, dengan hukuman penjara selama- lamanya empat tahun. Dan oleh sebab itu pelaku tersebut dinyatakan sudah dapat diminta pertanggung- jawabannya.

  11 Menurut pendapat penulis dalam hal ini

  terdakwa tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi mampu bertanggungjawab karena dari perbuatan terdakwa melanggar ketentuan Pasal 378 KUHP dan terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana tersebut, kemudian terdakwa melawan hukum artinya unsur mutlak dari tiap- tiap perbuatan pidana yang telah dilakukan terdakwa. Kemampuan bertanggungjawab pelaku yaitu terdakwa sudah cukup dewasa dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa karena terdakwa dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan jiwa, tidak ada alasan pembenar yaitu terdakwa tidak dalam perintah jabatan. Dari aspek pertanggungjawaban pidana diatas terdakwa memenuhi unsur-unsurnya, sehingga layak dipertanggungjawabkan perbuatannya.

  Berdasarkan uraian, maka dalam hal pertanggungjawaban pidana terdakwa

10 Sanusi Husin. Fakultas Hukum Universitas

  terbukti melakukan tindak pidana yaitu penipuan yang mengakibatkan kerugian terhadap Rakhmad Febriyadi,SE Bin Hidayat Azhar. Hal ini dilihat dari alat bukti dari keterangan saksi dan barang bukti berupa 1 unit sepeda motor yamaha xeon putih BE 3424 BU, 1 unit STNK sepeda motor yamaha xeon warna putih dengan nomor STNK 0265404 dengan nomor BE 3072 BV an Mustain Sondakh, 1 potong kaos polisi warna coklat, 1 pasang sepatu pantopel warna hitam merk nava. Berdasarkan pemeriksaan didalam persidangan tidak terungkap adanya alasan pembenar dan pemaaf berdasarkan yang ditentukan Undang-Undang. Maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana berdasarkan kesalahannya.

  Pertimbangan hakim atau pengadilan adalah “gebonden vrijheid”, yaitu kebebasan terikat/terbatas karena diberi batas oleh undang-undang yang berlaku dalam batas tertentu. Hakim memiliki kebebasan dalam menetapkan menentukan jenis pidana (straafsoort), ukuran pidana atau berat ringannya pidana, cara pelaksanaan pidana, dan kebebasan untuk menemukan hukum.

  dijatuhkan oleh hakim, terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan terbukti bersalah dipersidangan dan juga hal yang memberatkan terdakwa ini dapat dilihat dari masa proses penyelidikan, pemeriksaan hingga 12 Kanter,E.Y. dan S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya . proses persidangan. Alasan pemberatan hakim dalam hal menjatuhkan pidana selama 9 (sembilan) bulan terhadap terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan dapat dilihat dari terdakwa sepanjang masa persidangan, keadaan yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan keadaan meringankan terdakwa mengakui terus terang perbuataannya dan tidak mempersulit jalannya persidangan. Demikian syarat bagi hakim untuk menjatuhkan putusan pidana terhadap suatu perkara pidana adalah: 1)

  Adanya alat bukti yang cukup dan sah. 2) Adanya keyakinan hakim. Berdasarkan aspek yuridis Penuntut Umum menyampaikan tuntutan pidana yang pada pokoknya terdakwa di ancam pidana Pasal 378 KUHP. Penuntut Umum menjatuhkan tuntutan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan. Hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa pelaku tindak pidana penipuan dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan.

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan dengan menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi.

  Berdasarkan aspek sosiologis hakim telah menimbang berdasarkan aspek sosiologis lain yang berkaitan dengan perkara dengan menimbang fakta-fakta yang ada di persidangan dengan yaitu keterangan saksi, petunjuk dan keterangan terdakwa. Berasarkan aspek filosofis atau keadilan bagi semua pihak dalam putusan ini digunakan untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana yang dijatuhkan. Putusan hakim yang mempertimbang- kan karna telah mengakui dan menyesali perbuatannya, telah bersikap sopan dipersidangan dan tidak

12 Alasan pemberatan pidana yang

  Terdakwa dikenakan pidana penjara yang dikaitkan berdasarkan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis. Putusan tersebut mempertimbangkan keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Hakim tidak boleh memutus perkara semata- mata hanya karena atas dasar teori intuisi dan instink, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wewenang keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang diputus dalam persidangan.

  Penulis berpendapat, majelis hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa semestinya harus dengan keyakinan bahwa dengan pidana yang dijatuhkan akan efektif memberikan efek jera kepada terdakwa dan sesuai atas perbuatan yang telah dibuat terdakwa yang merupakan suatu perbuatan berlanjut. jika dibandingkan dengan ancaman maksimal pidana yang ada pada Pasal 378 KUHP yaitu pidana penjara paling lama 4 tahun.

  Pidana yang ringan kurang menimbulkan efek jera kepada terdakwa mengingat perbuatan terdakwa dalam hal ini sudah berulang kali melakukan tindak pidana penipuan. Serta dampak dari tindak pidana penipuan sangat meresahkan masyarakat banyak, hakim juga seharusnya menitik beratkan pada perbuatan terdakwa yang merupakan perbuatan yang berulang kali.

  Hukum pidana menarik untuk dijadikan contoh, justru karena dalam hubungan antara pemerintah (penegak hukum) dan warga negara (obyek hukum), kepastian hukum menjadi penting untuk memastikan perlindungan hak-hak warga negara. Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yang juga dapat ditemukan dasarnya dalam aturan

  Pasal 1 Ayat 1 KUHP : Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.

  Pasal 281 Ayat 1 UUD 1945 : Hak untuk hidup, hak untuk disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

  Ketentuan-ketentuan pidana yang kemudian dianggap berlaku itu pun pada dasarnya masih bersifat abstrak. Ketentuan pidana mengatur bentuk perbuatan secara umum, sedangkan bagaimana ketentuan tersebut diterapkan, akan sangat bergantung pada bagaimana penilaian hakim. Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Berdasarkan karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Apabila penegak hukum menitik beratkan kepada nilai keadilan sedangkan nilai kemanfaatan kepastian hukum dikesampingkan, maka hukum itu tidak dapat bejalan dengan baik. Demikian pula sebaliknya jika menitik beratkan kepada nilai kemanfaatan sedangkan kepastian hukum dan keadilan dikesampingkan, maka hukum itu tidak jalan. Idealnya dalam menegakan hukum itu nilai-nilai dasar keadilan yang merupakan nilai dasar filsafat dan nilai-nilai kemanfaatan merupakan suatu kesatuan berlaku secara sosiologis, serta nilai dasar kepastian hukum yang merupakan kesatuan yang secara yuridis harus diterapkan secara seimbang dalam penegakan hukum. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat pasal- pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk menggali, kaedah hukum yang hidup dimasyarakat, Putusan pengadilan merupakan tanggungjawab hakim dalam melaksanakan tugasnya, untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya dimana pertanggungjawaban tersebut tidak hanya dijatuhkan kepada hukum, dirinya sendiri ataupun masyarakat luas, tetapi yang lebih penting bagi keputusan itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang dalam hal perkara yang tertuang dalam putusan nomor : 1287/Pid.B/2014/PN-TK. Menurut Nirmala Dewita selaku hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang bahwa dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum adalah dakwaan tunggal artinya dakwaan ini merupakan hanya satu tindak pidana saja yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, maka hakim harus mempertimbangkan kesalahan yang dapat dipertanggung- jawabkan oleh terdakwa dimuka persidangan. Hakim menitik beratkan pada teori tentang unsur-unsur perbuatan pidana, yaitu : 1.

  Perbuatan manusia.

  3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil).

  13 Terdakwa meminta diperlihatkan

  handphone tersebut lalu kakak korban turun membawa handpone milik korban, setelah handphone tersebut di pegang dan dilihat oleh terdakwa kemudian mengajak kakak korban ke depan ruangan Waka Polresta Bandar Lampung dengan alasan handphone tersebut akan ditunjukan kepada atasannya karena yang mau beli tersebut adalah atasan terdakwa, setelah sampai di depan ruangan Waka Polresta, handphone yang sudah dipegang terdakwa langsung dibawa kabur. Akibat perbuatan tersebut korban mengalami kerugian sebesar Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah). Dengan demikian terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan terbukti secara sah melakukan tindak penipuan sehingga bersifat melawan hukum dan dapat dipidana.

  Perbuatan penipuan yang mengakibatkan ruginya orang lain merujuk pada subjek hukum berupa manusia yang sehat dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatan- nya tanpa adanya alasan pembenar dan pemaaf baginya pada perkara ini adalah terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan Bin Mustain Sondak Allyoen berdasarkan keterangan saksi-saksi, petunjuk, keterangan terdakwa dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan melawan hukum sehingga dapat diberi sanksi pidana.

  Menurut Nirmala Dewita dalam kasus ini dilihat dari alat bukti berupa saksi- 13 Nirmala Dewita. Pengadilan Negeri Kelas IA

2. Yang memenuhi dalam rumusan undang-undang ini (syarat formil).

  saksi dan keyakinan hakim. Berdasarkan keterangan saksi-saksi bahwa terdakwa telah melakukan penipuan yang mengakibatkan ruginya orang lain dengan barang bukti berupa 1 (satu) unit sepeda motor yamaha xeon warna putih BE 3424 BU, 1(satu) unit lembar STNK sepeda motor xen warna putih dengan STNK 0265404 dengan nomor plat BE 3072 BV an Mustain Sondak, 1 (satu) potong kaos polisi warna coklat, 1 (satu) pasang sepayu pantopal warna hitam merk Nava. Berdasarkan pemeriksaan didalam persidangan tidak terungkap adanya alasan pembenar dan pemaaf berdasarkan yang ditentukan undang- undang. Maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana berdasarkan kesalahannya.

  dalam menjatuhkan pidana terdakwa tesebut dalam perkara ini. Sudah tepat dalam menganalisa setiap unsur sehingga unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP dapat terpenuhi. Dengan demikian dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa sudah memenuhi unsur Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

  Sanusi Husin menambahkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pidana dalam kasus ini sudah tepat karena sesuai dengan dasar hukumnya dan sesuai dengan teori hukum pidana. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa hakim harus cerdas dan teliti dalam menganalisis setiap unsur dalam suatu perkara, sehingga nantinya putusan yang dijatuhkan sesuai dengan dasar hukumnya, dan dalam hal ini putusan tersebut tidak merugikan salah satu pihak, baik itu pihak korbann atupun terdakwa.

  15 Berdasarkan mengenai pendapat para

  narasumber, penulis berpendapat bahwa hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan keyakinan harus mempunyai dasar yaitu Pasal 183 KUHAP dan Pasal

  39 KUHAP terpenuhinya alat bukti dan barang bukti yang digunakan oleh terdakwa, hakim juga harus teliti dalam mengambil suatu keputusan yang tegas dan tidak hanya merugikan salah satu pihak.

  Berdasarkan dasar pertimbangan hakim yang pertama melihat dari unsur yang terdapat dalam dakwaan jaksa penunut umum, yang pertama unsur setiap orang yaitu terdakwa adalah subjek hukum yang dapat dipersalahkan dan dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya, yang kedua unsur dengan sengaja yaitu terdakwa jelas menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain, yang ketiga unsur melakukan tindak pidana penipuan yaitu cukup salah satu unsur terpenuhi maka terdakwa dapat dikenai sanksi penipuan tersebut.

14 Mengenai dasar pertimbangan hakim

  Hakim dalam hal ini sudah tepat dalam menetapkan Pasal 378 KUHP karena setiap unsur yang terdapat dalam pasal tersebut sudah terbukti berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Bahwa terdakwa dikenai pasal 378 KUHP. Terdakwa telah melakukan tindak pidana penipuan yang menimbulkan kerugian materil terhadap korban. Unsur tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP yang dilakukan terdakwa tidak dapat dibenarkan karena terdakwa telah melakukan dengan martabat palsu dan tipu muslihat menggerakan orang lain untuk 15 Sanusi Husin, Fakultas Hukum Universitas menyerahkan sesuatu kepadanya sehingga korban mengalami kerugian secara materil dengan demikian penjelasan itulah menjadi alasan penulis jika terdakwa tersebut dikenai Pasal 378 KUHP.

  Berdasarkan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi pada putusan perkara no. 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk. Hakim dalam menjatuhkan pidana tidak terletak pada unsur-unsur yang didakwakan tetapi juga hakim mengkaitkan dengan 3 aspek yaitu pertama pertimbangan yuridis artinya hakim berpatokan kepada undang-undang yang berlaku dengan mencari undang-undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi, selanjutnya yang kedua pertimbangan filosofis artinya hakim dalam menjatuhkan pidana harus berkeadilan bagi semua pihak yaitu bagi terdakwa itu sendiri dan bagi korban yang dirugikan. Pertimbangan sosiologis artinya hakim dalam menimbang berdasarkan fakta- fakta yang ada dipersidangan yaitu mendengar keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, dan melihat petunjuk yang didapat dipersidangan serta mendengarkan keterangan terdakwa yang ada dipersidangan, dari ketiga aspek yang sudah disebutkan diatas maka hakim mempertimbangkan perbuatan terdakwa dan memutus berat atau ringannya sanksi yang akan didapat oleh terdakwa. Hakim dalam memutuskan pidana terhadap terdakwa harus melihat peristiwa yang terungkap di dalam persidangan dan mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan hakim dalam memutuskan pidana terhadap terdakwa harus berdasarkan kesalahannya. Dan hakim memperhatikan rasa keadilan yang lebih lagi terhadap korban. Jadi walaupun terdapat hal-hal yang meringakan dalam penjatuhan putusan, hal-hal yang memberatkan harus lebih diutamakan yaitu hal tersebut menimbulkan trauma mendalam terhadap korban. Dalam hal ini menjatuhkan putusan terhadap terdakwa, hakim juga sudah tepat karena terdakwa dihukum dengan pidana penjara 9 (sembilan) bulan.

  V. PENUTUP

  A. Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

  1. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi berdasarkan perkara nomor : 1287/Pid.B/2014/PN.Tjk. Terdakwa dalam hal ini mampu bertanggungjawab atas kesalahannya terdakwa bisa dipertanggungjawabkan sesuai Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan, terdakwa juga sudah cukup dewasa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa karena terdakwa dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan jiwa, tidak ada alasan pembenar yaitu terdakwa tidak dalam perintah jabatan.

  2. Dasar pertimbangan hakim dalam pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan sebagai polisi berdasarkan perkara perbuatan tindak pidana penipuan nomor : 1287/Pid.B/2014/PN.Tjk. lebih dari 1 (satu) kali. Hakim dalam menjatuhkan pidana 2.

  Melihat alat bukti dan barang bukti tidak terletak pada unsur-unsur yang yang ada dalam persidangan, maka didakwakan tetapi juga hakim hakim dalam hal memutus harus mengkaitkan dengan 3 aspek yaitu mempertimbangkan akibat perbuatan pertama pertimbangan yuridis artinya yang ditimbulkan oleh terdakwa hakim berpatokan kepada undang- terhadap korban dalam menjatuhkan undang yang berlaku dengan mencari pidana terhadap terdakwa tidak undang-undang yang berkaitan hanya mempertimbangkan hal-hal dengan perkara yang sedang yang meringankan dan memberatkan dihadapi, selanjutnya yang kedua terdakwa, namun juga akibat pertimbangan filosofis artinya hakim perbuatan terdakwa dapat dalam menjatuhkan pidana harus meresahkan masyarakat banyak. berkeadilan bagi semua pihak yaitu bagi terdakwa itu sendiri dan bagi DAFTAR PUSTAKA korban yang dirugikan.

  Ali, Zaidan M. 2015. Menuju Pertimbangan sosiologis artinya Pembaharuan Hukum Pidana . hakim dalam menimbang

  Jakarta. Sinar Grafika berdasarkan fakta-fakta yang ada dipersidangan.

  Lamintang. 1984. Dasar-Dasar Hukum Pidana . Bandung. Sinar Baru. Hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan keyakinan harus

  Nawawi Arief, Barda. 2005. Beberapa mempunyai dasar yaitu Pasal 183

  Aspek kebijakan Penegakan dan

  KUHAP dan Pasal 39 KUHAP Pengembangan Hukum Pidana . terpenuhinya alat bukti dan barang Bandung. PT Citra Aditya Bakti. bukti yang digunakan oleh terdakwa, hakim juga harus teliti dalam

  Roeslan, Saleh. 1981. Perbuatan mengambil suatu keputusan yang

  Pidana dan Pertanggungjawaban

  tegas dan tidak hanya merugikan Pidana . Jakarta. Angkasa. salah satu pihak.

  S.R. Sianturi dan Kanter E.Y. 1982.

B. Saran

  Asas-Asas Hukum Pidana di

  Adapun saran yang diberikan penulis Indonesia dan Penerapannya . berkaitan dengan Pertanggungjawaban Jakarta. Alumni. Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi (Studi

   Putusan Nomor :1287/Pid.B/2014/PN- Tjk).

  1. Hakim dalam memutus perkara http://lampung.tribunnews.com/2017/01 pertanggungjawaban pelaku tindak

  /03/peras-pengendara-bermotor-di- pidana penipuan dalam menentukan jalan-raya-polisi-gadungan- pemidanaannya harus sesuai dengan ditangkap?page=all perbuatan dan kesalahannya, selain itu terdakwa harus dihukum www.suduthukum.com/2017/04/pengert

Dokumen yang terkait

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENIPUAN MELALUI TELEPON GENGGAM YANG DILAKUKAN OLEH NARAPIDANA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Bandar Lampung)

0 0 19

URGENSI PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA NARKOTIKA YANG BERTENTANGAN DENGAN SYARAT PP NO. 99 TAHUN 2012

0 1 12

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI SMS (Short Message Service) (Analisis Putusan No : 59Pid.B2015PN.Sdn) (Jurnal)

0 0 17

ABSTRAK PERAN PENYIDIK DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL UMUM DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN CARA MUTILASI (STUDI KASUS DI POLDA LAMPUNG)

0 0 16

MEDIASI PENAL OLEH LEMBAGA KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN DALAM MEWUJUDKAN PRINSIP RESTORATIVE JUCTICE (Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

0 0 14

KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) BEA DAN CUKAI DENGAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANAEKSPOR ILEGAL PASIR TIMAH (Studi di Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung)

0 1 15

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK (Putusan Perkara Nomor 548Pid.Sus2016PN.Tjk) (Jurnal)

0 0 12

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENAMBANGAN BATU ILEGAL DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Studi Pada Polres Lampung Utara) Jurnal Penelitian

0 0 13

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG

0 0 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK JALANAN

0 0 10