PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER

Oleh

INDRA SUKMA

Pada hakikatnya semua pelayanan kesehatan itu harus didasari oleh ilmu yang di dapat dari pendidikan dibidang kesehatan. Tidak semua orang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa adanya ilmu dibidang kesehatan. Dokter adalah suatu profesi yang sangat mulia, sehingga banyak orang yang ingin menjadi seorang dokter. Namun untuk menjadi seorang dokter tidaklah mudah karena untuk menjadi dokter harus menjalani pendidikan yang menghabiskan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit, sehingga saat ini ada oknum-oknum yang berani menggunakan identitas palsu sebagai dokter dan bertindak sebagaimana layaknya seorang dokter yang professional.

Kasus penggunaan identitas palsu sebagai dokter di Indonesia mungkin tidak hanya terjadi disatu tempat, bahkan bisa terjadi dibanyak tempat. Seperti halnya kasus penggunaan identitas palsu di Bandar Lampung yang dilakukan oleh Mahar Mardiyanto dimana ia memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat seolah-olah dirinya adalah dokter. Tapi dalam kenyataannya Mahar Mardiyanto bukanlah seorang dokter dan tidak memiliki pendidikan dibidang kesehatan khususnya kedokteran. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap orang menggunakan identitas palsu sebagai dokter dan (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yurudis normatif dan yuridis empiris. Metode pemgumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data yang dilakukan melalui proses editing, sistematis, dan klasifikasi. Metode penelitian data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif dan menarik kesimpulan secara deduktif.


(2)

Berdasarkan penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter pada terdakwa Mahar Mardiyanto sudah berjalan dilaksanakan dengan baik sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dimana aparat penegak hukum sudah melakukan tugasnya dengan baik sehingga kasus tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat ditanggulangi dan diselesaikan melalui proses hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan hukuman yang diberikan kepada terdakwa sudah sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya dan disertai oleh pertimbangan hakim. Faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter yang paling dominan adalah faktor masyarakat dan kebudayaan.

Adapun saran yang diberikan dalam penulisan ini adalah penegakan hukum terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter maupun tindak pidana lainnya diharapkan dapat berjalan lebih baik lagi, dengan adanya peran aktif, kejujuran dan ketelitian dari aparat penegak hukum. Karena jika tercapai keberhasilan dalam penegakan hukum pidana kepada para pelaku tindak pidana tentunya akan membawa ketentraman dan kesejahteraan bagi masyarakat.


(3)

(4)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER

(Skripsi)

Oleh

INDRA SUKMA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitiian... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 7

E. Sistematika Penulisan... 11

II TINJAUAN PUSTAKA... 13

A. Penegakan Hukum Pidana... 13

B. Dokter... 20

C. Tindak Pidana Penggunaan Identitas Palsu sebagai Dokter... 26

III METODE PENELITIAN... 31

A. Pendekatan Masalah... 31

B. Jenis dan Sumber Data... 31

C. Penentuan Narasumber………... 32

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 33


(6)

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 36

A. Karakteristik Narasumber dan Gambaran Umum Perkara Tindak Pidana Penggunaan Identitas Palsu Sebagai Dokter... 36

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Orang Yang Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Dokter... 41

C. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap Orang Yang Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Dokter... 48

V PENUTUP... 54

A. Simpulan... 54

B. Saran... 55


(7)

(8)

(9)

MOTO

“Percayalah kepada Tuhan seakan-akan Seluruhnya tergantung

kepadamu, dan kerjakanlah sekuat tenagamu seakan-akan seluruhnya

tergantung pada Tuhan”

(St.Ign. De Loyola)

“Tidak ada yang tidak mungkin selagi masih ada niat dan usaha” (Penulis)

“Hari ini harus lebih baik dari hari kamarin”


(10)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan

hidayatnya maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap

perjuangan dan jerih payahku aku persembahkan sebuah karya ini

kepada:

Kedua Orang Tua (Ismet Yadi, S.H. dan Yusni) yang kuhormati,

kusayangi dan kucintai. Terima kasih untuk semua pengorbanan,

kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’anya demi keberhasilan

dan kesuksesanku.

Uni dan Adik-adikku Yendri Zahara, Ikhsan Kamil, dan M. Aulia Rizki

yang senantiasa menemaniku dengan kecerian dan kasih sayang.

Almamaterku Tercinta


(11)

RIWAYAT HIDUP

Indra Sukma dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Februari 1992, yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ismet Yadi, S.H. dan Ibu Yusni.

Penulis mengawali jenjang pendidikan pada tahun 1996 di Taman Kanak-Kanak Aisyiah di Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 Pelita Bandar Lampung yang di selesaikan pada tahun 2003. Penulis masuk ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Bandar Lampung di selesaikan pada tahun 2006, setelah itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 2 Bandar Lampung dan Lulus pada tahun 2009.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai salah satu mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), dan untuk mematangkan ilmu hukum yang di peroleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada bagian Hukum Pidana. Pada Bulan Januari tahun 2013 penulis mengikuti Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diselenggarakan pada tanggal 17 Januari – 24 Februari 2013 di desa Kedaton 2 Kecamatan Batang Hari Nuban Kabupaten Lampung Timur bersama 10 orang peserta yang berasal dari berbagai Fakultas di Universitas Lampung bersama 10 orang peserta yang berasal dari berbagai Fakultas di Universitas Lampu


(12)

SANWACANA

Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT, seluruh alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung dengan judul: PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Depri Lieber Sonata, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik penulis atas kesediannya membantu, mengarahkan dan memberi masukan selama penulis menempuh pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Bapak Prof. Dr. Sunarto. DM, S.H., M.H., selaku Pembimbing I dan Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan


(13)

waktu serta banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Pembahas I dan Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Ahmad Yani, S.H., selaku responden Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung berserta para staf yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data.

7. Bapak dr. Hi. Hernowo Anggoro Wasono, M.Kes, selaku responden dari Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Lampung yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

8. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.Hum., selaku responden akademisi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan demi penelitian skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan ilmu penegtahuan dan pembelajaran berharga selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

10.Seluruh Staf Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan dan atas bantuannya selama penyusunan skripsi.

11.Papa dan Mama (Ismet Yadi, S.H. dan Yusni) Tercinta yang telah merawat dan membesarkan aku sampai sekarang, uniku (Yendri Zahara) yang selalu


(14)

memberikan semangat dan motivasi dan Adik-adikku (Ikhsan Kamil dan M.Aulia Riski) yang selalu mendoakanku.

12.Yeli Susanti yang selalu menemani dan mengisi hari-hariku dengan canda, tawa dan kebahagiaan serta selalu memberikan semangat, dorongan dan motivasi sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

13.Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Doddy Irwansyah, Alfian Bayhaqi, Hady Waskhita Aldo, Dani Aji, Indra Saputra, Agung, Rama, Beni, Chandra, Elly, Wida, serta teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih banyak sudah saling membantu selama kuliah, merasakan sama-sama susahnya kuliah, semangat terus kawan raih mimpi kita.

14.Teman-teman KKN Desa Kedaton 2, Reni, Ade, dina, Afrian, Yogis, Debby, Lailatusifa, Dinda, Ceen, terima kasih untuk segala hal selama penulis melaksanakan KKN.

15.Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini yang tidak disebutkan satu persatu, semoga kebaikan, kasih dan sayang menyertai mereka.

16.Almamaterku tercinta yang sudah memberikan banyak wawasan dan pengalaman berharga.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, agama, bangsa, dan Negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang


(15)

membutuhkan terutama bagi penulis. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua, amin.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal . Semua petugas kesehatan mengakui bahwa pendidikan kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini banyak sekali bentuk pelayanan kesehatan dalam menanggulangi masalah kesehatan yang di alami oleh masayarakat. Pada dasarnya pelayanan kesehatan ini bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang di alami oleh masyarakat.Namun, bukan berarti semua orang bisa memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang mengalami masalah kesehatan.

Pada hakikatnya semua pelayanan kesehatan itu harus didasari oleh ilmu yang di dapat dari pendidikan di bidang kesehatan. Selayaknya tujuan pendidikan kesehatan yaitu pendidikan kesehatan yang paling pokok adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan masyarakat, dan ketersediaan waktu dari masyarakat. Menurut Drs.


(17)

2

Nasrul Effendy dalam bukunya mengutip dari Stewardpendidikan kesehatan adalah unsur program kesehatan dan kedokteran yang di dalamnya terkandung rencana untuk merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dengan tujuan untuk membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.1

Misalnya seorang dokter, apabila iya ingin berpraktik untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat guna membantu memecahkan masalah kesehatan yang di alami oleh masyarakat maka ia harus memiliki ilmu yang berkaitan dengan dunia kedokteran, dimana ilmu itu dapat diperoleh dari pendidikan di sebuah universitas kedokteran. Begitu pula dengan para tenaga kesehatan yang lainnya.

Wood juga memberikan definisi mengenai pendidikan kesehatan yang dikutip oleh Drs. Nasrul Effendy dalam bukunya menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan, masyarakat dan bangsa. Kesemuanya ini dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimanya dengan sukarela perilaku yang akan meningkatkan atau memelihara kesehatan.2

1

Nasrul Effendy, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998, hlm. 233


(18)

3

Dilihat dari pengertian tentang pendidikan kesehatan diatas maka tujuan pendidikan yang paling pokok adalah:3

1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

3. Menurut WHO tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan :

Pasal 1 ayat (6) yaitu :

“Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.

Dalam undang-undang diatas telah jelas diterangkan bahwa setiap tenaga kesehatan harus memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan. Namun, saat ini masih ada orang yang berani membuka praktik dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat umum tanpa memiliki surat keterangan berprofesi dalam bidang kesehatan dan keterampilan dalam bidang kesehatan. Penulis


(19)

4

mengangkat sebuah kasus yang tertera dalam surat kabar Radar Lampung, Kamis 12 Juni 2014. Tersangka yang berinisial MY telah membuka praktik kedokteran ilegal selama 2 tahun dan menurut Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Derry Agung Wijaya yang menjelaskan dalam surat kabar Radar Lampung bahwa dalam buku pasien terdapat 200 orang lebih yang berobat di klinik tersangka. Tersangka dilaporkan oleh salah seorang pasien yang merasa dilecehkan pada saat ingin berobat. Dari laporan korban maka pihak kepolisian melakukan penyelidikan lalu diketahui bahwa tersangka bukanlah orang memiliki ilmu di bidang kesehatan.

Tersangka juga tidak memiliki izin untuk membuka praktik kedokteran yang dilakukannya selama ini di sebuah klinik miliknya. Surat izin yang di temukan oleh pihak kepolisian adalah surat izin milik orang tua dari tersangka. Jadi yang selama ini dilakukan oleh tersangka adalah sebuah praktik ilegal yang tidak didasari dengan ilmu pengetahuan kesehatan dan izin praktik yang sah dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dalam hal ini tersangka beranggapan bahwa ia adalah seorang dokter yang memiliki pengetahuan dibidang kesehatan. Dalam peraturan hukum yang berlaku perbuatan yang dilakukan oleh tersangka sudah melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi sebagaimana telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 78 :

“setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode dan cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah – olah yang bersangkutan dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda


(20)

5

registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus

lima puluh juta rupiah)”

Mungkin selain dari kasus diatas masih banyak lagi orang-orang yang melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh tersangka namun belum banyak yang tertangkap oleh pihak kepolisian. Dalam hal ini para aparat penegak hukum sudah melakukan tindakan yang sangat baik dengan memberikan sanksi kepada para doktergadungan yang tertangkap. Dimana para pelaku dapat dikenakan sanksi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diatas.

Berdasarkan latar balakang masalah yang saya tulis di atas saya tertarik untuk membuat penetian skripsi dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Orang yang Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Dokter”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Untuk menguraikan dan menganalisis lebih lanjut dalam bentuk pembahasan yang bertititk tolak dari latar belakang, makayang menjadi permasalahan dalam permasalahan ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter?


(21)

6

b. Apakahyang menjadi faktor penghambat dalam Penegakan Hukum Pidanaterhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian dalam skripsi ini adalah kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimanakah penegakan hukum terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.

b. Untuk mengetahui faktor-faktorpenghambat dalam Penegakan Hukum terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.

2. Kegunaan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :

a. Secara teoritis, untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan memperluas wawasan keilmuan penulis agar dapat dipakai sebagai kajian penegakan hukum pidana dalam menentukan langkah


(22)

7

kebijaksanaan guna menanggulangi masalah penggunaan identitas palsu sebagai dokter.

b. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pikiran bagi aparat penegak hukum, khususnya dalam kasuspraktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teroritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4 Kerangka teoritis dapat disebut juga suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Setiap penelitian itu akan ada suatu kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.5

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Pembicaraan mengenai proses penegakan hukum ini menjangkau pula sampai kepada

4

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan ke 3, jakarta:Universitas Indonesia Pers, 2007, hlm. 125

5Ibid,


(23)

8

pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat undang-undang (hukum) yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu di jalankan.6

Penegakan hukum pidana adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang menetapkan dan mengejawantah serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai social engineering) memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup.7

Ada 3 tahap dalam penegakan hukum pidana, yaitu : a. Tahap Formulasi

b. Tahap Aplikasi c. Tahap Eksekusi

Penegakan hukum bukanlah semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, melainkan terdapat faktor-faktor penghambat yang dapat mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor penghambat penegakan hukum yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja, mengenai berlakunya undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain undang-undang tidak berlaku surut, undang-undang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

6

Satjipta Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta; 1983, hal 24.

7

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Bandung: PT. Rajawali, 1983, hlm.13


(24)

9

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat.

3. Faktor sarana atau fasilitas, tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan lancar, sarana atau fasilitas itu antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan mencapai kedamaian dalam masyarakat.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup, kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku.8

Selain itu apabila berbicara tentang penegakan hukum pidana berarti membicarakan usaha menanggulangi kejahatan di dalam masyarakat. Upaya penanggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Penal (hukum pidana), yaitu lebih menitik beratkan pada sifat repressive

(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi; 2. Non penal (di luar hukum pidana), yaitu lebih menitikberatkan pada sifat

preventive (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.9

8

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Op.Cit, hlm.34-35,40.


(25)

10

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau yang diteliti. 10

Berikut ini dibahas mengenai konsep atau arti dari beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi:

a. Penegakan hukum pidana adalah upaya untuk menerjemahkan dan mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu hukum pidana menurut Van Hammel adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh Negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (on recht) dan mengenakan nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.11

b. Identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Identitas juga merupakan keseluruhan atau totalitas yang menunjukan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkahlaku individu.12

9

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.42

10

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Rajawali Pers, 1986, hlm. 132. 11

Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, 1986, hlm. 60 12


(26)

11

c. Palsu memiliki arti tidak tulen; tidak sah; tiruan; gadungan; curang; tidak jujur; sumbang.13

d. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran:

Pasal 1 ayat (2) yaitu :

Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis menguraikan secara garis besar materi yang dibahas dalam skripsi ini dalam sistematika sebagai berikut: I. Pendahuluan

Berisi pendahuluan penyusunan proposal skripsi yang terdidi dari latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. Tinjauan Pustaka

Berisi tinjuan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi yaitu penegakan hukum pidana terhadap seseorang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter, serta sanksi hukum dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

13


(27)

12

III. Metode Penelitian

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, yang terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat dalam penelitian, terdiri dari deskripsi Penegakan Hukum Pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter berdasarkan Undang—Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

V. Penutup

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang diajukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum pidana adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control), kedamaian pergaulan.1

Pengertian penegakan hukum juga diartikan penyelenggalaan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku. Sedangkan penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Para penegak hukum harus mampu berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu membawa atau menjalankan sesuai yang menjadi perannya.

Pada prakteknya penyelenggaraan penegakan hukum dilapangan, seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal itu dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan

1

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Bandung: PT. Rajawali, 1983, hlm.13


(29)

14

kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normative. Oleh karena itu suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Penegakan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai usaha atau sebagai proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang tidak termasuk dari nilai-niali dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.

Adapun tahap-tahap dalam penegakan hukum pidana, yaitu : a. Tahap Formulasi

Yaitu tahap penegakan hukum in abstracto oleh pembuat Undang-Undang tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan legislative.

b. Tahap Aplikasi

Yaitu penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, TNI sampai pengadilan. Tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang.

c. Tahap Eksekusi

Tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan


(30)

15

dalam keputusan pengadilan. Tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan eksekutif atau administratif.2

Semua komponen bangsa dan hukum hanya boleh ditegakkan oleh golongan-golongan tertentu saja, seperti aparatur Negara, polisi, pengacara, para eksekutif maupun masyarakat. Menurut M. Friedmann dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu terdapat 3 (tiga) elemen penting yang mempengaruhi, yaitu : a. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana

pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;

b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya;

c. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materinya maupun hukum acaranya.

Upaya penegakan hukum secara sistematis haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

Menurut Sudarto system peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana dalam bentuk yang bersifat :

1. Penegakan hukum preventif, usaha pencegahan kejahatan agar pelaku kejahatan tidak melakukan kejahatan

2. Penegakan hukum represif, suatu tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam menangani suatu kejahatan

2


(31)

16

3. Penegakan hukum kuratif, suatu penanggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada pencegahan tindakan terhadap orang yang melakukan kejahatan.3

Menurut G.P Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan:

a. Penerapan hukum pidana (criminal law application) b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment/media massa)

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social defence policy).4

Upaya penanggulangan kejahatan, dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

a. Penal (hukum pidana), yaitu lebih menitikberatkan pada sifat repressive

(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi; b. Non penal (di luar hukum pidana), yaitu lebih menitikberatkan pada sifat

preventive (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.5

3

Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Fakultas Hukum UNDIP, 1990, hlm. 35 4

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan kejahatan, Jakarta; Kencana, 2008, hlm. 77

5

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.42


(32)

17

Ada beberapa alasan penggunaan penal (hukum pidana) sebagai sarana penanggulangan kejahatan, dikemukakan oleh :

a. Roeslan Saleh :

1) Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan; persoalannya bukan terletak pada hasil yang akan dicapai, tetapi dalam pertimbangan antara nilai dari hasil dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing. 2) Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti samasekali bagi si terhukum dan di samping itu harus ada reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukan itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja

3) Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata ditujukan kepada si penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang yang tidak jahat, yaitu warga masyarakat yang mentaati norma-norma masyarakat.

b. H.L. Packer :

1) Sanksi pidana sangatlah diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang maupun dimasa yang akan datang tanpa pidana

2) Sanksi pidana merupakan alat atau sarana yang terbaik yang tersedia yang kita miliki untuk menghadapi bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya itu

3) Sanksi pidana suatu ketika merupakan “penjamin yang utama atau terbaik”


(33)

18

manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat-hemat dan digunakan secara manusiawi. Sebaliknya ia merupakan pengancam apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa.

Dengan demikian, sekiranya kebijakan penanggulangan kejahatan (politik kriminal) dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana (penal policy), khususnya pada tahap kebijakan yudikatif/aplikatif (penegakan hukum pidana in concreto) harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa social walfare dan social defence.6

Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan integral; ada keseimbangan sarana penal dan nonpenal. Dilihat dari sudut politik kriminal kebijakan paling strategis melalui sarana nonpenal, karena lebih bersifat preventif dan karena kebijakan penal mempunyai keterbatasan/kelemahan (yaitu bersifat fragmentaris/simplistis/tidak struktural fungsional; simptomatik/tidak kausatif/tidak eliminatif; individualistik atau offender-oriented/tidak victim-oriented; lebih bersifat represif/tidak preventif; harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi).7

Menurut Joseph Golstein penegakan hukum dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kerangka konsep, yaitu:

1. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut

6Ibid

7Ibid,


(34)

19

ditegakkan tanpa terkecuali. Penegakan hukum secara total ini tidak mungkin dilakukan, sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana maupun peraturan yang lainnya;

2. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individu;

3. Konsep penegakan hukum yang bersifat actual (actual enforcement concept) muncul setelah diyakini adanya deskripsi dalam penegakan hukum, karena kepastian baik yang terkait dengan sarana-prasarana, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas perundang-undangan dan kurangnya partisipasi masyarakat.8

B. Dokter

Dokter (dari bahasa Latin yang berarti "guru") adalah seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran.9

Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan (dokter)

yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan

8

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm. 157

9


(35)

20

prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.10

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran: Pasal 1 ayat (2) yaitu :

“Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai dokter dan mempunyai fungsi dan peran sebagai dokter manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah menyelesaikan pendidikan dokter baik diluar maupun didalam negeri yang biasanya dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain orang disebut sebagai dokter bukan dari keahlian turun temurun, melainkan melalui jenjang pendidikan dokter.

Selain dengan pendidikan diperlukan juga sumpah/janji sebagai dokter. Dari sumpah yang diucapkan seseorang untuk menjadi dokter, jelas disana bahwa profesi kedokteran adalah profesi kemanusiaan, yang tidak mendahulukan motif untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan tugasnya. Dan perlu diketahui, seseorang belum bisa disebut dan diakui sebagai dokter bila belum mengucapkan

10


(36)

21

sumpah atau janji dokter yang telah dibuat 2500 tahun yang lalu oleh Hipokrates itu. Sumpah yang hanya diucapkan dan ditandatangani sekali seumur hidup selama karirnya sebagai dokter pada saat pelantikan dokter itu, tidak hanya secara simbolis dan formal, tetapi juga mengikat seorang dokter ketika bekerja /berpraktik sebagai dokter. Tanpa sumpah/janji dokter, seseorang yang sudah dinyatakan lulus pendidikan dokter tidak akan bisa berpraktik sebagai dokter secara legal, karena sumpah dokter dibutuhkan dalam persyaratan memperoleh Surat Tanda Regitrasi (STR) sebagai dokter.11

Diatas telah dijelaskan bahwa dokter adalah sebuah pekerjaan profesi. Pada umunya pekerjaan profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pendidikan sesuai standar internasional 2. Mengutamakan panggilan kemanusiaan

3. Berlandaskan etik profesi, mengikat seumur hidup 4. Legal melalui perizinan

5. Belajar sepanjang hayat

6. Anggota bergabung dalam suatu organisasi profesi12

Di masyarakat, dokter sangatlah besar pengaruhnya untuk meningkatkan kualitas kesehatan terutama dalam penyembuhan sebuah penyakit. Berhasilnya upaya kesehatan menyebabkan munculnya pola penyakit yang berbeda sehingga peran dokter dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan pun berubah. Dalam upaya kuratif,dokter masa kini harus siap untuk menolong pasien, bukan saja yang berpenyakit akut tetapi juga yang berpenyakit kronis,penyakit degeneratif dan harus siap membantu kliennya agar dapat hidup sehat dalam kondisi lingkungan

11

Triharnoto, The Doctor, Yogyakarta: Pustaka Angrek, 2009, hlm.33 12

M. Jusuf Hanifah dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta: EGC, 2008, hlm.2


(37)

22

yang lebih rumit masa sekarang ini. Untuk itu ia harus mengenal kepribadian dan lingkungan pasiennya.

Kompetensi yang harus dicapai seorang dokter meliputi tujuh area kompetensi atau kompetensi utama, yaitu:

1. Keterampilan komunikasi efektif

2. Keterampilan klinik dasar

3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktik kedokteran

4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga ataupun masyarakat denga cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinasi dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer.

5. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi

6.

Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat

7.

Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik.13

Ketujuh area kompetentsi itu sebenarnya adalah kemampuan dasar seorang dokter yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut basic medical doctor.Dokter berfungsi untuk menyelenggarakan upaya pemeliharaan kesehatan dasar paripurna dengan menggunakan pendekatan menyeluruh untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh individu dalam keluarga dan oleh setiapanggota keluarga dalam kelompok masyarakat yang memilihnya sebagai mitra utama pemeliharaan kesehatan.14

Selain itu dokter juga memiliki tugas. Tugas yang di embankan kepada seorang dokter, antara lain:

1. Menangani masalah kesehatan perorangan atau individu, misalnya memeriksa pasien, mendiagnosis penyakit, melakukan konsultasi memberikan pengobatan

13 http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter-dan-tugas-dokter/ 14 http://www.medpp.com/artikel/software-praktek-dokter/49/peran-dan-fungsi-dokter-di-masyarakat.html


(38)

23

yang tepat, melakukan pencatatan (rekam medis), memberikan surat berbadan sehat, dan memberikan surat keterangan sakit.

2. Memberikan pelayanan kedokteran kepada pasien baik ketika dalam keadaan sehat maupun sakit.

3. Memberikan tindakan awal atau kegawatdaruratan pada pasien tertentu sebelum dikirim ke rumah sakit

4. Melakukan rujukan kepada dokter spesialis untuk pasien yang membutuhkan, termasuk pengiriman kerumah sakit.

5. Melakukan pembinaan terhadap keluarga pasien.

6. Berperan dalam pengelolaan kesehatan keluarga dan masyarakat.15

C. Tindak Pidana Penggunaan Identitas Palsu Sebagai Dokter

Strafbaar feitmerupakan istilah dari bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata

strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.16

Tindak pidana merupakan suatu pengertian yang yuridis, lain halnya dengan kejahatan yang biasa diartikan secara yuridis ataupun kriminologis. Istilah tindak pidana adalah terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit atau

Delict.17Beberapa sarjana memberikan pengertian perbuatan pidana, tindak pidana ataupun strafbaar feit, diantaranya menurut R. Soesilo mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan undang-undang

15

Nur Farida, Medical Professional, Jakarta: Grasindo, 2009, hlm.36 16

Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag I, Jakarta: Grafindo, 2002, hlm. 69. 17

R.Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Bogor: Politae,1984, hlm. 4


(39)

24

yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana.18 Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.

Menurut Soedjono kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hukum, tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan kaidah hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.19 Sedangkan Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.20 Lalu Simons dalam bukunya merumuskan

Strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya yang dinyatakan dapat dihukum.21

Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya.22 Duet Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan. Selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling

(perbuatan manusia), Strafbaar gesteld (diancam dengan

18Ibid

. hlm.5 19

Soedjono.D, Ilmu Kejiwaan Kejahatan, Bandung: Karya Nusantara, 1977, hlm. 15. 20

Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco, 1986, hlm. 50. 21

Simons, Pelajaran Hukum Pidana, Bandung: Pioner Jaya, 1992, hlm. 127. 22


(40)

25

pidana),toerekeningvatbaar (dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab), dan adanya schuld (terjadi karena kesalahan).23

Moeljatno menyebutkan bahwa perbuatan pidana terdiri dari lima elemen. Yaitu kelakuan dan akibat (perbuatan), hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang subjektif, dan unsur melawan hukum yang objektif.24 Moeljatno membedakan unsur tindak pidana berdasarkan perbuatan dan pelaku dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:

1. Unsur Subjektif berupa : a. Perbuatan manusia

b. Mengandung unsur kesalahan

2. Unsur Objektif berupa : a. Bersifat melawan hukum b. Ada aturannya25

Menurut M. Bassar Sudrajad unsur-unsur yang terkandung dalam suatu delik adalah terdiri dari :

a. Unsur melawan hukum b. Unsur merugikan masyarakat

23

Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007, hlm. 38.

24

Ibid, hlm. 69. 25Ibid


(41)

26

c. Dilarang oleh aturan hukum pidana d. Pelakunya dapat diancam pidana26

Walaupun pendapat dari rumusan berbeda-beda namun pada hakikatnya ada persamaannya, yaitu tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya (pelaku). Perbuatan pidana memiliki beberapa unsur yang tanpa kehadiran unsur tersebut maka perbuatan pidana tidaklah bisa disebut sebagai delik atau perbuatan pidana. Pertama perbuatan pidana merupakan perbuatan manusia. Kedua, bersifat melawan hukum.

Kedua unsur inilah yang disepakati oleh hampir seluruh sarjana hukum. Selain itu ada beberapa unsur penting yang meski tidak disepakati oleh seluruh sarjana, namun merupakan bagian penting dari perbuatan pidana. Pertama kesalahan baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian. Kedua, hal ikhwal yang terdapat dalam rumusan KUHP yang tanpa adanya keadaan tersebut sebuah perbuatan pidana tidak dihitung pernah terjadi.27

Identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Identitas juga merupakan keseluruhan atau totalitas yang menunjukan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati

26

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Grafindo, 2002, hlm. 78. 27

Nis, Miftah Lan, Pengertian dan unsur-unsur Tindak Pidana. 25 November 2013.


(42)

27

diri dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkahlaku individu.

Pengertian tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat kita lihat dalam penjabaran pasal dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yaitu diantaranya adalah :

a. Pasal 77 menyatakan :

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

b. Pasal 78 menyatakan :

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).


(43)

28

Selain itu yang berkaitan dengan penggunaan identitas palsu/pemalsuan juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Di dalam KUHP istilah pemalsuan ini dikenal sebagai tindak pidana penipuan dengan catatan bahwa kebohongan itu dibarengi dengan tindakan yang bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada yang menjelaskan tentang penggunaan identitas palsu sebagai dokter secara khusus. Namun setelah penulis membaca dan menelaah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penulis menganalisis bahwa perbuatan penggunaan identitas palsu ini termasuk penipuan. Sebagaimana tercantum dalam pasal 378 KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam

karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Dalam penjelasan pasal diatas terdapat unsur-unsur, diantaranya sebagai berikut:28 1. Unsur Barangsiapa

28

http://rangselbudi.wordpress.com/2012/10/20/tinjauan-yuridis-penanganan-perkara-penipuan- pasal-378-kuhp-dan-atau-penggelapan-pasal-372-kuhp-studi-kasus-perkara-atas-nama-saudi-bin-maksin-pada-kejaksaan-negeri-cilegon/


(44)

29

Perumusan unsur “barangsiapa” dalam KUHP menunjuk pada subyek hukum

sebagai pelaku daripada suatu delik, yaitu “setiap orang” yang dipandang

mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya menurut hukum. 2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain secara

melawan hukum

Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah si pembuat/pelaku atau orang lain menikmati hasil perbuatannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan melawan hak atau melawan hukum dalam hal ini yaitu tidak berhak atau bertentangan dengan hukum. Selain itu melawan hukum artinya meskipun perbuatan itu tidak diatur dalam perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

3. Unsur dengan memakai tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan

“Tipu muslihat” merupakan perbuatan-perbuatan yang menyesatkan, yang dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang

keliru dan memaksa orang untuk menerimanya.Yang dimaksud dengan “tipu muslihat” adalah suatu tindakan yang dapat disaksikan oleh orang lain baik

disertai maupun tidak disertai dengan suatu ucapan, yang dengan tindakan itu siperti menimbulkan suatu kepercayaan akan sesuatu atau pengharapan bagi

orang lain sedangkan yang dimaksud dengan “rangkaian kebohongan” adalah

beberapa keterangan yang saling mengisi yang seakan-akan benar isi keterangan itu, pada hal tidak lain daripada kebohongan, isi masing-masing keterangan itu tidak harus seluruhnya berisi kebohongan.


(45)

30

4. Unsur menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang barang kepadanya

Bahwa yang dimaksud dengan “menggerakkan” (bewegen) disini adalah

tergeraknya hati si korban dan mau melakukan suatu perbuatan, disini tiada

“permintaan dengan tekanan” kendati menghadapi suatu sikap ragu-ragu dari si korban.

Bahwa untuk adanya suatu “penyerahan” itu adalah cukup apabila suatu benda itu telah dilepaskan, tidak tergantung pada masalah berapa lama si pelaku ingin menguasasi benda tersebut dan tidak bergantung pula pada masalah apa yang akan diperbuat oleh si pelaku dengan benda itu.

Dengan demikian untuk dapat menyatakan bahwa seseorang sebagai pelaku kejahatan penipuan, Majelis Hakim Pengadilan di sidang Pengadilan harus melakukan pemeriksaan dan membuktikan secara sah dan meyakinkan apakah benar pada diri dan perbuatan orang tersebut telah terbukti unsur-unsur tindak pidana penipuan.


(46)

III. METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka diperlukan suatu metodologi yang merupakan suatu usaha untuk menyelidiki dan menemukan serta mengungkap kebenaran suatu pengetahuan secara ilmiah.

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan dengan cara menelaah kaidah-kaidah, norma-norma, aturan-aturan, yang berhubungan dengan masalah yang akan di teliti, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan cara mendapatkan keterangan langsung dari responden di lapangan.1

B. Jenis dan Sumber Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1


(47)

32

1. Data Premier

Data premier adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Bahan hukum premier

Bahan hukum premier bersumber dari:

(1) Undang-Undang Nomor29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

(3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang melengkapi hukum premier dan peraturan perundang-undangan lain yang sesuai dengan masalah dalam penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teori/pendapat para ahli dalam berbagai literature/buku hukum, dokumentasi, media massa, kamus hukum dan sumber dari internet.


(48)

33

C. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber yang menjadi sumber informasi mengenai mengenai permasalahan yang dibahas. Narasumber ini adalah sebagai berikut:

1. Penyidik Polresta Bandar Lampung : 1 orang

2. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lampung : 1 orang

3. Ketua IDI Provinsi Lampung : 1 orang

Dengan demikian jumlah seluruh narasumber sebanyak : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk melengkapi data guna pengujian hasil penelitian ini, digunakan prosedur pengumpulan data yang terdiri dari :

1. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah literatur-literatur yang menunjang peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan bacaan ilmiah lainnya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.


(49)

34

2. Data Premier 1) Observasi

Yaitu pengumpulan data secara langsung terhadap objek penelitian, untuk memperoleh data yang valid dengan menggunakan metode observasi yang dilaksanakan di Polresta Bandar Lampung.

2) Wawancara (Interview)

Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara (Interview) secara langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu responden/narasumber yang akan diwawancarai sesuai dengan objek penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.

Wawancara tersebut dilakukan dengan petugas Polresta Bandar Lampung.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya adalah pengolahan data, yaitu kegiatan merapikan dan menganalisa data tersebut, kegiatan ini meliputi kegiatan seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya. Klasifikasinya atau pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Editing data, yaitu memeriksa atau meneliti data yang keliru, menambah serta melengkapi data yang kurang lengkap.


(50)

35

2. Klasifikasi data, yaitu penggolongan atau pengelompokan data menurut pokok bahasan yang telah ditentukan.

3. Sistematis data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis hingga memudahkan interpretasi data.

E. Analisis Data

Proses analisa data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mengenai perihal di dalam rumusan masalah serta hal-hal yang diperoleh dari sesuatu penelitian pendahuluan. Dalam proses analisa data ini, rangkaian data yang telah tersusun secara sistematis menurut klasifikasinya kemudian diuraikan dan dianalisis secara analisis kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian terhadap data yang dimaksud menurut kenyataan yang diperoleh di lapangan dan disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat per kalimat. Kemudian dari hasil analisa data tersebut di interpretasikan ke dalam bentuk kesimpulan yang bersifat induktif yang berupa jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian.


(51)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter dilakukan oleh aparat penegak hukum. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran telah meletakan kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter atupun orang yang bertindak memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat seolah-olah dirinya adalah dokter yang telah memiliki tanda registrasi dokter dan surat izin praktik, dan menetapkan sanksi terhadap tersangka. Upaya penegakan hukum terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter yang dilakukan dimulai dari adanya laporan dari korban kepada pihak kepolisian, yang kemudian dilanjutkan dengan proses pemeriksaan dan penyidikan. Setelah pemeriksaan dan penyidikan dilakukan, proses dilanjutkan kepada pihak Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang melakukan tuntuan terhadap tersangka. Sampai saat ini aparat penegak hukum sudah melakukan tugasnya dengan baik sehingga kasus tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat ditanggulangi dan diselesaikan melalui proses hukum sesuai dengan Undang-undang yang


(52)

57

berlaku dan hukuman yang diterima oleh terdakwa sudah di sesuaikan dengan tindak pidana yang dilakukan dengan pertimbangan oleh hakim .

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum antara lain faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat dan faktor budaya. Faktor masyarakat merupakan faktor dominan yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter. Dimana masyarakat memegang peran penting dalam membantu aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mengungkap kejahatan khususnya terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter, sehingga dapat terwujudnya ketertiban dan kesejahteraan bagi masyarakat.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter maupun tindak pidana lainnya diharapkan bisa berjalan lebih baik lagi. Dengan adanya peran aktif, kejujuran dan ketelitian dari aparat penegak hukum. Keberhasilan dalam penegakan hukum yang dilakukan kepada para pelaku tindak pidana tentunya akan membawa ketentraman dan kesejahteraan bagi masyarakat.


(53)

58

2. Masyarakat diharapkan memiliki kesadaranakan pentingnya memberikan informasi kepada aparat penegak hukum apabila mengetahui adanya sebuah tindak pidana yang sedang terjadi, sehingga upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan yang berlaku.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku/Literatur

Amir, Amri dan M. Jusuf Hanifah. 2008 Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta: EGC

Arief,Barda Nawawi. 2008Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan kejahatan, Jakarta; Kencana.

_________________. 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Chazawi, Adami. 2002.Pengantar Hukum Pidana Bag I, Jakarta: Grafindo. Cristhine Cansil dan Cansil, 2007.Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya

Paramita.

Effendy Nasrul, 1998.Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Budi RizkiHusindanKadirHusin, 2012. BukuAjaranSistenPeradilanPidana, Bandar Lampung: Universitas Lampung

Moeljatno. 2008.Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Muladi dan Barda NawawiArief. 1984. Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung. Alumni.

___________________________. 1992.Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum,., Bandung,. Maju Mundur.

Projodikoro, Wirjono. 1986.Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco.


(55)

Rahardjo, Satjipta., 1983.MasalahPenegakanHukumSuatuTinjauanSosiologis, Jakarta; BadanPembinaanHukumNasionalDepartemenKehakiman.

Simons. 1992.Pelajaran Hukum Pidana, Bandung: Pioner Jaya.

Soedjono, D. 1977.Ilmu Kejiwaan Kejahatan, Bandung: Karya Nusantara.

Soekanto, Soerjono. 1983..Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT. Rajawali. Bandung.

_________________. 2007 . Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Cetakan ke 3

Soesilo. R. 1984.Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Bogor: Politae.

Sudarto, 1990. Hukum Pidana I .Fakultas Hukum UNDIP, Semarang. Triharnoto, 2009.The Doctor, Yogyakarta: Pustaka Angrek.

B.Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

C.Sumber lain

http://id.wikipedia.org/wiki/Dokter. Diakses Kamis 3 Juli 2014

http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter/. Diakses kamis 3 Juli 2014

http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter-dan-tugas-dokter/. Diakses Kamis 3 Juli 2014

http://www.medpp.com/artikel/software-praktek-dokter/49/peran-dan-fungsi-dokter-di-masyarakat.html. Diakses Sabtu 5 juli 2014

http://miftahlan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html. [19:40]. diakses Senin 7 juli 2014


(1)

35

2. Klasifikasi data, yaitu penggolongan atau pengelompokan data menurut pokok bahasan yang telah ditentukan.

3. Sistematis data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis hingga memudahkan interpretasi data.

E. Analisis Data

Proses analisa data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mengenai perihal di dalam rumusan masalah serta hal-hal yang diperoleh dari sesuatu penelitian pendahuluan. Dalam proses analisa data ini, rangkaian data yang telah tersusun secara sistematis menurut klasifikasinya kemudian diuraikan dan dianalisis secara analisis kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian terhadap data yang dimaksud menurut kenyataan yang diperoleh di lapangan dan disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat per kalimat. Kemudian dari hasil analisa data tersebut di interpretasikan ke dalam bentuk kesimpulan yang bersifat induktif yang berupa jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter dilakukan oleh aparat penegak hukum. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran telah meletakan kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter atupun orang yang bertindak memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat seolah-olah dirinya adalah dokter yang telah memiliki tanda registrasi dokter dan surat izin praktik, dan menetapkan sanksi terhadap tersangka. Upaya penegakan hukum terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter yang dilakukan dimulai dari adanya laporan dari korban kepada pihak kepolisian, yang kemudian dilanjutkan dengan proses pemeriksaan dan penyidikan. Setelah pemeriksaan dan penyidikan dilakukan, proses dilanjutkan kepada pihak Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang melakukan tuntuan terhadap tersangka. Sampai saat ini aparat penegak hukum sudah melakukan tugasnya dengan baik sehingga kasus tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat ditanggulangi dan diselesaikan melalui proses hukum sesuai dengan Undang-undang yang


(3)

57

berlaku dan hukuman yang diterima oleh terdakwa sudah di sesuaikan dengan tindak pidana yang dilakukan dengan pertimbangan oleh hakim .

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum antara lain faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat dan faktor budaya. Faktor masyarakat merupakan faktor dominan yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter. Dimana masyarakat memegang peran penting dalam membantu aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mengungkap kejahatan khususnya terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter, sehingga dapat terwujudnya ketertiban dan kesejahteraan bagi masyarakat.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter maupun tindak pidana lainnya diharapkan bisa berjalan lebih baik lagi. Dengan adanya peran aktif, kejujuran dan ketelitian dari aparat penegak hukum. Keberhasilan dalam penegakan hukum yang dilakukan kepada para pelaku tindak pidana tentunya akan membawa ketentraman dan kesejahteraan bagi masyarakat.


(4)

58

2. Masyarakat diharapkan memiliki kesadaranakan pentingnya memberikan informasi kepada aparat penegak hukum apabila mengetahui adanya sebuah tindak pidana yang sedang terjadi, sehingga upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan yang berlaku.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku/Literatur

Amir, Amri dan M. Jusuf Hanifah. 2008 Etika Kedokteran dan Hukum

Kesehatan, Jakarta: EGC

Arief,Barda Nawawi. 2008Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan kejahatan, Jakarta; Kencana.

_________________. 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Chazawi, Adami. 2002.Pengantar Hukum Pidana Bag I, Jakarta: Grafindo. Cristhine Cansil dan Cansil, 2007.Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya

Paramita.

Effendy Nasrul, 1998.Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Budi RizkiHusindanKadirHusin, 2012. BukuAjaranSistenPeradilanPidana, Bandar Lampung: Universitas Lampung

Moeljatno. 2008.Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Muladi dan Barda NawawiArief. 1984. Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung. Alumni.

___________________________. 1992.Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum,., Bandung,. Maju Mundur.

Projodikoro, Wirjono. 1986.Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco.


(6)

Rahardjo, Satjipta., 1983.MasalahPenegakanHukumSuatuTinjauanSosiologis, Jakarta; BadanPembinaanHukumNasionalDepartemenKehakiman.

Simons. 1992.Pelajaran Hukum Pidana, Bandung: Pioner Jaya.

Soedjono, D. 1977.Ilmu Kejiwaan Kejahatan, Bandung: Karya Nusantara.

Soekanto, Soerjono. 1983..Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT. Rajawali. Bandung.

_________________. 2007 . Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Cetakan ke 3

Soesilo. R. 1984.Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Bogor: Politae.

Sudarto, 1990. Hukum Pidana I .Fakultas Hukum UNDIP, Semarang. Triharnoto, 2009.The Doctor, Yogyakarta: Pustaka Angrek.

B.Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

C.Sumber lain

http://id.wikipedia.org/wiki/Dokter. Diakses Kamis 3 Juli 2014

http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter/. Diakses kamis 3 Juli 2014

http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter-dan-tugas-dokter/. Diakses Kamis 3 Juli 2014

http://www.medpp.com/artikel/software-praktek-dokter/49/peran-dan-fungsi-dokter-di-masyarakat.html. Diakses Sabtu 5 juli 2014

http://miftahlan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html. [19:40]. diakses Senin 7 juli 2014