Tindakan Kolektif Collective engagement vs tindakan unilateral unilateral action:

AMERIKA SERIKAT DAN TIMUR TENGAH Presiden-presiden Amerika Serikat AS seperti Jimmy Carter, Ronald Reagen, dan George Bush sampai masa kepemimpinan anaknya: George Walker Bush, tidak ada yang pernah luput dari permasalahan kawasan Timur Tengah. Tercatat bahwa Carter sukses besar ketika berhasil menciptakan perdamaian antara Israel dan Mesir, yang menghasilkan kesepakatan “Camp David Peace Accord”. Akan tetapi pada saat yang sama, Carter juga dianggap gagal dalam menghadapi revolusi di Iran. Presiden Reagan juga dicatat pernah memainkan peran sebagai “peace keeping ” di wilayah Libanon pada awal 1980-an. Hal ini dilakukan untuk menemukan pasukan AS yang terseret, diserang dan terbunuh di barak mereka pada perang sipil, yang berakhir dengan harus ditariknya pasukan AS dari Libanon. Sementara itu George Bush berusaha untuk mendorong proses perdamaian Arab-Israel setelah 1989 dan justru terjebak dalam perang melawan Irak pada 1991. Sementara Clinton, datang sebagai presiden yang menentukan konsentrasi pemerintahan lebih kepada masalah-masalah kerjasama domestik. Akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Ia harus menghadapi kelanjutan konfrontasi AS dengan Sadam Hussen di kawasan Teluk, kebangkitan Iran serta kebangkitan rasa kebersamaan yang tinggi pada masyarakat Muslim di dunia Arab, termasuk proses perdamaian Arab-Israel yang meninggalkan banyak persoalan seperti isu-isu fundamentalisme. Perang AS dengan Irak yang “tidak tuntas” ini kemudian dilanjutkan oleh George W. Bush pada tahun 2002, dengan berhasil memporak-porandakan Irak dan menangkap pemimpinnya: Sadam Hussein, dan berakhir dengan dihukum gantungnya orang nomer satu di Timur Tengah tersebut 2006. Namun permasalahan dengan Timur Tengah tidak berakhir sampai disitu saja. Meskipun pemimpin gerakan anti-Amerika di Timur Tengah tersebut telah dihukum gantung, namun kini lahir pemimpin-pemimpin muda masa depan seperti Ahmad dinejad, presiden Irak yang juga sangat keras menentang kebijakan-kebijakan AS di Timur Tengah, bahkan di seluruh dunia. Hubungan AS dengan Timur Tengah sepertinya akan terus penuh konflik, meskipun AS mulai membangun ”dinastinya” di kawasan ini, seperti negara Kuwait yang kini menjadi patner setia AS dalam berbagai bidang kerjasama. Karena selama persoalan Arab – Israel kini lebih sering disebut Palestina – Israel belum usai, BAB V maka keterlibatan AS dalam persoalan keamanan di Timur Tengah pun tidak akan berakhir. Mengapa AS harus tetap terlibat dalam politik di Timur Tengah ? Padahal jika kita lihat, Timur Tengah terletak ribuan mil jaraknya dari AS. Negara- negara di kawasan ini. Bahkan dilihat dari kapabilitas militer rata-rata negara di kawasan ini tidak mampu mengancam kekuatan militer AS. Lebih dari itu, meskipun AS telah mengeluarkan biaya yang sangat besar, melewati waktu yang tidak sebentar, bahkan mengorbankan begitu banyak jiwa, Washington tetap tidak mampu menemukan jalan perdamaian atas konflik Israel – Palestina, atau sekedar memberikan stabilitas politik bagi keamanan di kawasan Teluk Persia ini. Gambaran ini memperlihatkan secara jelas betapa AS memiliki kepentingan yang besar di kawasan ini. Bahkan dengan berbagai upaya untuk mempertahankan eksistensi keterlibatannya di Timur Tengah. Kepentingan-kepentingan apa saja yang sesungguhnya dimiliki AS atas wilayah ini, dan ancaman apa saja yang dihadapi AS atas kepentingan-kepentingan tersebut, akan dibahas dibawah ini. KEPENTINGAN-KEPENTINGAN AS Secara umum ada dua kepentingan utama AS di kawasan ini yang terancam oleh kehadiran Soviet Kini Rusia, yaitu: Minyak dan Keamanan Israel. Kepentingan- kepentingan inilah yang memotivasi AS untuk menahan komunisme, menjaga akses minyak untuk AS dan menghambat perubahan politik kawasan tersebut. Bahkan ketika perang dingin berakhir pun, kepentingan AS yang hakiki tersebut tetap tidak berubah. Yang berubah adalah ancaman terhadap kepentingan tersebut. Ancaman akan Hegemoni Soviet di wilayah Teluk sebelumnya memang memberikan kekhawatiran khusus bagi dunia Barat. Bukan karena Soviet dapat menaikkan harga minyak, tetapi karena Soviet dapat membuat aliran minyak terputus dan menyandera ekonomi negara Barat atas kemampuannya mengintimidasi sebagian kawasan Eropa. Negara-negara di Timur Tengah memang berada dalam situasi yang sangat berbeda dengan kawasan lain. Mereka memiliki ketergantungan yang tinggi atas pendapatan dari minyaknya untuk memperkuat perlengkapan militernya. Timur Tengah memang mampu mengancam harga minyak. Akan tetapi kerapuhan ekonomi kawasan ini dihadapkan dengan ketergantungan perdagangan dengan negara- negara industri maju, sehingga ancaman harga minyak dapat diatasi oleh AS. Eksistensi Israel yang harus dipertahankan adalah kepentingan kedua pemerintah AS. Komitmen AS atas hal ini meliputi alasan-alasan moral, emosional, dan politik. Ketika Perang Teluk berakhir Maret 1991, Presiden Bush kembali menegaskan kepentingannya akan keamanan Israel, tetapi juga menegaskan keyakinannya bahwa kepentingan AS di sana seluruhnya untuk perdamaian. Pada saat perang teluk masih berlangsung, Bush juga pernah menegaskan bahwa keterlibatan AS dalam perang tersebut dimotivasi oleh 3 hal. Yang pertama berhubungan dengan hukum internasional dan norma-norma yang berlaku dalam perilaku antar negara. Yang kedua berhubungan dengan hak asasi manusia HAM dan tanggung jawab negara atas cita-cita warga negaranya. Sedangkan yang ketiga adalah komitmen penuh untuk memegang teguh prinsip tersebut. Meskipun prinsip-prinsip ini membawa pengaruh kepada kebijakan AS akan tetapi tidak mampu menjadikan pengambilan keputusan dapat konsisten dalam mempertahankan prinsip tersebut. Misalnya saja dalam perang teluk, Iraq mencoba memperlihatkan bagaimana AS tidak konsisten atas komitmennya untuk mensukseskan resolusi PBB. Kebijakan AS ini dipandang sebagai ”double standard” oleh sebagian bangsa Arab. AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA 1 Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Berakhirnya Perang Dingin dan hancurnya Uni Soviet, tidak serta merta merubah nilai negara Dunia Ketiga 2 bagi Kepentingan Amerika Serikat dan juga bagi stabilitas dunia secara umum. Pemerintah AS sepertinya harus berkonsentrasi terhadap perkembangan negara dunia ketiga karena mereka lebih mudah mengalami konflik dan perang dibandingkan negara-negara lainnya. Dan sebagian besar negara dunia ketiga ini merupakan kawasan yang penting bagi ekonomi negara-negara Barat seperti Teluk Persia, negara sekutu AS dan bagi AS Sendiri. Apalagi, kemungkinan terjadinya perang di negara dunia ketiga sangat tinggi karena memiliki karakter wilayah yang tidak stabil. Hal ini dapat memancing terjadinya konflik internal dan kemudian meluas menjadi konflik internasional. Secara umum, inilah yang menjadi perhatian AS, agar tidak sampai berdampak negatif bagi kepentingan-kepentingan nasionalnya. Perningkatan Kapabilitas Negara Dunia Ketiga: Ancaman bagi Kepentingan AS. Kecenderungan negara dunia ketiga yang tidak stabil dan rentan konflik, sesungguhnya tidak menjadi perhatian utama AS. Akan tetapi, kecenderungan tersebut juga diiringi dengan peningkatan ancaman terhadap kepentingan AS dan sekutunya. 3 Hal ini dapat dilihat dari: 1 Saran Bacaan: 1. Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy, Second Edition New York: St. Matin’s Press, 1992. 2. George W. Breslaver dan Philip E. Tetlock, Learning in U.S. and Soviet foreign Policy, Colorado, Westview Press, 1991. 2 Negara Dunia Ketiga Third World, terdiri dari negara-negara berkembang dan terbelakang. Negara- negara di dunia ketiga berbeda dengan negara dunia pertama Amerika Serikat dan sekutunya serta negara industrial lainnya serta negara kedua Uni Soviet bersama negara Eropa Timur. PBB saat ini mengidentifikasi adanya dunia keempat yang terdiri dari negara-negara industri baru new industrialist countries yang memiliki income per kapita cukup tinggi setiap tahunnya. 3 Steven R. David, The United States and the Third World, dalam Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy , second edition New York: St. Martin’s Press, 1992, 237. BAB VI Pertama, ketergantungan AS akan impor minyak yang telah sampai pada tahap dimana untuk pertamakalinya suplai minyak dari luar negeri memenuhi setengah atau 50 kebutuhan industri-nya. Sekutu AS, Eropa Barat, bahkan lebih parah karena membutuhkan lebih dari 60 impor minyak. Hal ini, nilainya setara dengan nilai keseluruhan kebutuhan minyak Jepang. Permintaan demand atas minyak ini akan terus meningkat seperti juga tumbuhnya negara- negara industri baru, terutama di kawasan Asia. Sementara itu, supply minyak tidak mungkin dapat mengimbangi demand yang terus meningkat. Kedua, kondisi yang membuat negara dunia ketiga dapat membahayakan kepentingan AS adalah dalam hal kemampuan mereka menberikan ancaman secara militer kepada AS dan negara-negara lainnya. Sekitar hampir selusin negara dunia ketiga memiliki atau berusaha untuk mengembangkan senjata nuklir. Yang termasuk kelompok ini diantaranya adalah Libya, Irak, Iran, dan Korea Utara, yang kini dinyatakan sebagai musuh bersama AS dan sekutunya. Sementara di Asia Barat, Pakistan disebut-sebut sebagai pemain baru di dunia senjata nuklir. Senjata kimia dan senjata biologis biological weapons, dan roket Ballistic Missiles juga sama mengancamnya dengan senjata nuklir. Kurang lebih 24 negara kebanyakan di negara dunia ketiga di dunia yang memilikinya atau setidaknya mengupayakan untuk memilikinya. SIPRI Stockholm International Peace Research Institute mengungkapkan bahwa kurang lebih 25 negara di dunia terutama kategori dunia ketiga, memiliki atau mengembangkan senjata Balistik. Kebanyakan negara dunia ketiga juga memproduksi senjata mereka sendiri. Argentina, India, Brasil, Israel, dan Korea Selatan, masing-masing memiliki pabrik senjata dengan 4 jenis senjata : pesawat tempur aircraft, tank baja armor, pelurusenjata missiles, dan Kapal Induklaut naval Vessels. Yang juga penting adalah, meningkatnya kemampuan negara dunia ketiga memproduksi amunisi dasar bagi persenjataan mereka. Seperti Yunani, Pakistan, China, dan Singapura. Meskipun persenjataaan ini tidak memilki profil atau kelas teknologi tingkat atas, namun cukup dapat membunuh dan menyebabkan kerusakan yang besar dalam konflik-konflik di linggungannya dunia ketiga. Bagaimanakah Instabilitas serta Peningkatan Kekuatan Negara Dunia Ketiga dapat Mengancam Kepentingan Amerika Serikat ? Prediksi masa depan negara dunia ketiga adalah ditandai dengan banyaknya negara-negara yang tidak stabil sehingga menciptakan banyak konflik internal maupun internasional. Faktor-faktor yang menjadi kontibutor bagi perdamaian abadi di negara-negara maju tidak ditemukan di negara dunia ketiga. Sebaliknya, Tingginya tingkat kekerasan di negara dunia ketiga, ditambah dengan pertumbuhan kekuatan negara-negara dunia ketiga, akan menciptakan ancaman bagi AS dan bagi perdamaian global. Hal ini tidak lantas menjadikan negara-negara dunia ketiga sebagai ancaman terhadap kepentingan AS. Ada banyak negara terutama di Afrika terlalu lemah untuk mampu memberikan ancaman bagi AS. Sementara dunia ketiga lainnya seperti negara-negara industri baru di Asia Timur, membutuhkan kondisi tidak stabil tersebut. Apa sesungguhnya makna dari instabilitas negara dunia ketiga bagi kebijakan AS ? Pertama, AS harus melipatgandakan usahanya untuk mengurangi ketergantungannya terhadap Minyak dari Teluk Persia. Kedua, secara militer, AS harus mempertahankan intervensinya yang besar di kawasan Teluk Persia, untuk melindungi negara-negara disana dari agresi inter-negara contoh: Pedudukan Iraq terhadap Kuwait sekaligus untuk menekan tingkat konflik sipil yang besar. Ketiga, AS juga harus bersiap untuk mengontol segala aspek persenjataan yang sekiranya akan mengancam keamanan kepentingan AS. Kebijakan Baru AS terhadap Negara Dunia Ketiga: Pasca Perundingan Rio de Janerio. Terlepas apakah Amerika Serikat AS siap atau tidak, berbagai peristiwa dunia telah menghadang didepan dengan sejumlah perubahan yang besar. Pada Juni 1992, pertemuan dunia di Rio de Janerio memberikan arah masa depan dunia menjadi lebih jelas. Pada pertemuan ini, Presiden George Bush mengutarakan visinya yang menekankan kerjasama keamanan yang saling menguntungkan sebagai tujuan yang paling penting. Namun Forum Rio saat itu menyarankan, nilai-nilai baru, sumber-sumber kekuaatan internasional baru, dan wilayah baru untuk kepemimpinan dunia, adalah hal-hal yang harus diciptakan kedepannya. Pertama, konferensi Rio lebih berkonsentrasi pada persoalan keamanan Lingkungan, dan kebutuhan untuk menghentikan gap antara pembangunan tingkat tinggi dan tingkat bawah di negara-negara miskin. Kedua, Rio menyarankan bahwa dengan berakhirnya Perang Dingin, tujuan dari diplomasi bergeser dari manajemen konflik menjadi usaha bersama. Pertemuan dunia hanya sedikit menyinggung tentang konflik super-power; sebaliknya pertemuan ini fokus pada pembangunan sebuah sistem tanggungjawab bersama internasional melalui perjanjian- perjanjian inklusif multilateral. Ketiga, Pertemuan Rio menangkap adanya pertumbuhan kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan besar poowerful dalam diplomasi internasional, yaitu Organisasi Interrnasional non-pemerintah Non Governmental Organizations NGOs. Terakhir, pertemuan ini menyarankan, bahwa poros hubungan internasional saat ini bukanlah antara Timur-Barat, tetapi Utara-Selatan. Para perwakilan dari Jepang dan Eropa menyadari bagaimana isu Utara-Selatan ini meningkat setelah era perang dingin. AS gagal melihat kepentingan jangka panjangnya dalam kesuksesan negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin . kebijakan AS dalam anggaran agenda abad 21 dan menandatangani konvensi biodeversity akan menjadi kebijakan yang cukup berbeda dengan apa yang selama ini oleh pemerintahan George Bush lakukan. AS harus mengatur kembali orientasi kebijakannya dan aksi politiknya yang sudah ketinggalan zaman. Tiga perubahan menonjol yaitu: 1 AS harus membuat formulasi ulang kebijakannya terhadap energi dan lingkungan agar tercipta lingkungan ekonomi yang berkelanjutan, 2 AS harus memperkuat institusi lingkungan internasional, komit akan upaya untuk menyelamatkan lapisan ozon,iklim, hutan-hutan, menyelesaikan limbah berbahaya, dan berbagai persoalan lingkungan lainnya, 3 dan yang terpenting untuk menyuskseskan semua ini adalah, AS harus kembali memikirkan hubungannya dengan negara-negara berkembang. KEPENTINGAN AMERIKA SERIKAT Kepentingan ekonomi AS di negara-negara berkembangan semakin intensif dengan adanya pasar global tunggal. Negara berkembang adalah pasar besar yang potensial bagi AS. Lebih dari 13 ekspor AS saat ini ada pada negara berkembang, dan hampir 60 impor negara- negara Amerika Latin berasal dari AS. Pada tahun 1990,ekspor AS ke negara berkembang berjumlah lebih dari 127 juta dolar AS. Jutaan pekerjaan AS bergantung pada kesehatan ekonomi dari negera berkembang. Jika perekonomian negara berkembang mengalami stagnansi, maka pasar produk AS juga akan merasakan akibatnya. Singkatnya, inisiatif AS untuk membantu negara-negara miskin dan berkembang akan menciptakan pasar luar negeri yang baru, memberikan pekerjaan serta peluang-peluang ekonomi bagi AS, meskipun hal ini tidak selalu mudah untuk dilakukan dan tidak selalu memberikan efek keuntungan secara langsung. Ada alasan ekonomis lain yang mendorong AS untuk mengupayakan pembangunan dan stabilitas di negara berkembang. ¼ dari seluruh investasi pribadi AS di luar negeri berada di negara kawasan selatan. Lebih dari 110 milyar dolar nilai investasi di negara berkembang dimilki oleh pemerintah AS dan bank-bank komersial AS. Ditambah lagi, setengah dari jumlah konsumsi minyak AS diimpor dari negara-negara berkembang diluar kawasan Teluk Persia. Kepentingan politik dan keamanan AS juga bergantung pada persahabatan dan perkembangan negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin. AS membutuhkan kerjasama dengan skala keuntungan yang besar : seperti Proliferasi senjata nuklir dan mempeerlambat produksi senjata konvensional, mengontrol imigrasi ilegal dan perdagangan narkotika, memberantas penyebran AIDS secara gelobal dan menghambat penyebaran wabah penyakit lainnya, memerangi terorisme internasional, termasuk berpartisifasi didalm mengatur keamanan regional seta penegakan keamanan. Dalamsetiap wilayah trans nasional tersebut, AS akan mendapatkan fatner yang lebih kooferatif dinegara mana AS memberikan bantuan bagi pembangunannya. Kepentingan fundmental AS dalam perdamaian dan HAM juga ada dalam hubugannya dengan negara-negara berkembang. Jika pertumbuhan populasi di iringi dengan kelangkaan penciptaan pekerjaan pekerjaan baru, jika konflik sosial dan etnik meningkat makadampaknya akan dirasakan i berbagai wilayah : mulai dari jatuhnya pemerintahan, gelombang pengungsi, termasuk juga ancaman terhdap masyarakat sipil dan konflik regional. Berahirnya komunisme maka ancaman keamanan secara langsung bagi AS juga berakhir. Artinya ancaman bagi keamanan dunia tidak lagi pada perang dua ideologi tersebut, tetapi ancaman datang darikonflik-konfilk bersenjata negara berkembang. 125 perang internal telah terjadi di negara berkembang sejak PD-2 . sebagian ada yang perpanjangan dari aktifitas negara super power, namun sebagian besar berakar dari ketegangan nasional dan regional frekuensi konflik semacam ini akan terus meningkat dengan menurunnya kehadiran super power. Terakhir, menyeleasaikan masalah-masalah lingkungan global akan membutuhkan partisipasi yang utuh negara-negara berkembang tanpa mereka tidak ada solusi bagi masalah seperti penggundulan hutan pemanasan global, dan kelebihan populasi. Dalam bahasa yang sederhana AS membutuhkan kerjasama dengan negara berkembang untuk melindungi lingkungannya sendiri. Ada tujuh elemen yang harus menjadi bagian program baru AS yang merefleksikan kebutuhan AS akan negara duia ke-3 dalam rangka mencapai kepentingan jangka panjangnya ; 1. tujuan utama harus menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Karena kebanyakan pembangunan di negara duni ke-3 tidak berhasil akibat tidak memenuhi persoalan lingkungan karenanya pembangunan ntersebut tidak berkelanjutan 2. program bantuan pembangunan seperti AID Agency For Internationl Development dan beberapa agen-agen bantuan bilateral lainnya, tidak akan cukup membantu dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan ternasuk juga untuk menghadapi tantangan lingkungan global. Program bantuan harus diperluas ke wilayah yang lebih kritis dan memberikan prospek bagi negara berkembang. 3. porsi bantuan bilateral yang baru ini harus berkonsentrasi terhadap kebutuhan-kebutuhan AS kedepan; membangun kapasitas manusia dan institusi yang dibutuhkan oleh negara- negara berkembang 4. AS harus meningkatkan bantuan keuangannya secara tajam, bahkan menggandakannya. Program bantuan AS yang baru harus memberikan bantuan kepada negara yang memperlihatkan komitmen politik yang baik. 5. program AS harus di tujukan secara langsung untuk mennyelesaikan ancaman lingkungan global yang memberikan dampak bagi semua negara di dunia. Agar program ini menjadi efektif,bantuan amerika tidak hanya terbatas pada negara berkembang tetapi harus diperluas kepada negara dengan penghasiln menengah seperti Brazil dan Meksiko. 6. upaya untuk mensukseskan investasi akan menemui kegagalan kecuali jika masing- masing pihak meregulasi kebijakan internalnya. 7. program AS yang baru harus mengupayakan pendekatan-pendekatan multirateral. AS harus berupya memperkuat kapabilitas dari agen-agen dalam sistem PBB, Bank dunia, dan bank-bank pembangunan regionl lainnya. AS juga harus ikut dalam aliansi eropa. ASIA TENGGARA DALAM KEPENTINGAN AMERIKA SERIKAT Oleh: Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si Perkembangan hubungan internasional yang dinamis mempengaruhi arah kepentingan politik luar negeri Amerika Serikat AS. Dari beberapa aspek, kawasan Asia Tenggara mungkin kehilangan signifikansi nilai strategisnya dibandingkan dengan kawasan Asia Timur. Meskipun demikian, AS tetap memiliki kepentingan yang sangat luas dibidang ekonomi, politik serta keamanan yang membutuhkan perhatian khusus. Sebagai sebuah kawasan yang dengan penduduk sekitar 525 juta dan Gross National Product GNP yang mencapai hingga 700 milyar dolar, letak geografis yang strategis, serta kekayaan sumber-sumber alam yang dimilikinya, Asia Tenggara sering mendapat perhatian yang kurang intensif dalam politik luar negeri AS. Padahal dengan jumlah penduduk yang sangat besar, secara otomatis kawasan ini menjadi pasar yang luas bagi produk-produk AS, termasuk industri jasa dan investasi lainnya. Selama masa perang dingin, kawasan Asia Timur sepertinya lebih menyita perhatian pemerintah AS dengan isu perlombaan senjata nuklir-nya.akan tetapi perkembangan saat ini memperlihatkan bagaimana Cina tiba-tiba muncul sebagai sebuah kekuatan ekonomi dan politik yang berpengaruh khususnya di Asia Pasifik. Bahkan secara ekonomi Cina mampu menguasai pasar Asia Tenggara. Fenomena kekuatan Cina ini kemudian menjadi salah satu faktor yang mendorong AS untuk kembali meningkatkan perannya di Asia Tenggara. Apa saja kepentingan AS di kawasan Asia Tenggara serta sejauh apakah signifikansi kepentingan tersebut akan diuraikan secara rinci dalam pembahasan dibawah ini.

A. Kepentingan ekonomi Amerika Serikat di Asia Tenggara

Asia Tenggara merupakan kawasan yang sangat diuntungkan oleh letaknya yang strategis. Posisi Asia Tenggara tepat di persimpangan antara konsentrasi industri, teknologi dan kekuatan militer di Asia Timur laut ke utara, sub-kontinental dan sumber-sumber minyak di Timur Tengah ke Timur, dan Australia ke selatan. Secara ekonomi Asia Tenggara merupakan bagian perdagangan dengan volume yang tinggi dari negara Jepang, Korea, Taiwan, dan Australia, termasuk impor minyak, transit Sea-lanes of BAB VII Communications SLOCs 1 negara-negara tersebut di Asia Tenggara. Sedangkan dalam perspektif militer, jalur laut Asia Tenggara sangat penting untuk pergerakan Angkatan Bersenjata AS dari Pasifik Barat ke Samudra Hindia dan Teluk Persia. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar secara otomatis Asia Tenggara merupakan pasar yang luas tidak hanya untuk produk tetapi juga bagi industri jasa AS. Asia Tenggara adalah patner ekspor sekaligus patner impor AS. Selain itu, Asia Tenggara juga merupakan kawasan tujuan bagi investasi tidak juga untuk ketidakstabilan kawasan ini akan menciptakan konsekuensi yang sangat besar terhadap Asia Timur secara menyeluruh dan pada akhirnya dapat mengancam kepentingan vital AS.

1. Patner Ekspor Impor

Asia Tenggara merupakan patner perdangangan lima terbesar bagi AS. Meskipun Asia Tenggara mengalami stagnansi ekonomi sejak 1997-1998, AS melihat Asia Tenggara masih dapat terus bertahan dan menyelesaikan krisis tersebut. Sehingga Asia Tenggara diyakini sebagai kawasan yang memiliki prospek jangka panjang bagi kepentingan ekonomi AS ke depan. Sekitar tahun 1993-1997, Asia Tenggara merupakan tujuan ekspor AS yang cukup penting setelah Cina dan Jepang di kawasan Pasifik. 2 Namun ekspor AS ke Asia Tenggara turun sekitar 20 pada saat kawasan ini mengalami krisis finansial, akan tetapi perdagangan kembali diperhitungkan ketika Asia Tenggara mulai bangkit dari krisis.Asia Tenggara juga sebagai kawasan tujuan investasi langsung AS, bahkan melebihi Jepang dan Brazil pada tahun 1997. 3 Perkembangan kawasan Asia Tenggara mengalami krisis ekonomi sejak 1998 sangat mempengaruhi kemampuan impor dari AS. Bahkan pada pertengahan 2002, ekspor AS ke ASEAN turun sebanyak 7 dibandingkan satu tahun sebelumnya. Diantara negara-negara ASEAN, hanya Laos, Malaysia dan Vietnam yang menigkatkan pembelian produk AS di tahun 2002. Sementara Malaysia memperlihatkan peningkatan ekspor dari AS sebesar 12 , negara-negara ASEAN 1 Sea-lanes Communications SLOCs adalah jalur komunikasi yang luas untuk transportasi pelayaran. Hubungan komunikasi yang luas terjalin antara terminal peluhan dengan kapal-kapal yang melewati rute pelayaran internasional maupun antar kapal. Ramainya jalur pelayaran suatu perairan dapat dilihat melalui sibuknya komunikasi yang terjadi dengan menggunakn radiograph atau radiophone antar kapal, maupun antar terminal pelabuhan dengan kapal. Lihat Sumhiko Kawawura , “The International Conference on System Compliance: Maritime Transit Issues Revisited ”, Manila 17-18 November 1999, hal.1., pada http:www.glocommet.or.jp , diakses 10 Juni 2004. 2 U.S. Department of Commerce, “Statistic Abstract of the U.S.”, No.1323, 1998, hal.801. 3 U.S. Department of Commerce, Bureau of economic Analysis, “Survey Current Bussiness”, Juli 1998.