Peran Asia Tenggara dalam strategi Amerika Serikat terhadap Cina

Kebangkitan pengaruh Cina di Asia Tenggara terus menguat baik secara ekonomi, politik, maupun militer. Setelah perang dingin berakhir,kekuatan serta pengaruh AS terus berkurang dan sebaliknya Cina justru semakin memperlihatkan pengaruhnya di Asia Tenggara. Cina memberikan tantangan yang signifikan secara ekonomi, militer dan politik tidak hanya bagi Asia Tenggara, tetapi secara tidak langsung merupakan ancaman bagi AS. Yang terdekat adalah tantangan ekonomi yang dihadapi ASEAN, dimana tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi Cina membuat Cina terdorong utnuk melakukan investasi di negara-negara berkembang seperti kawasan ASEAN. Hal ini tentu saja menjadi persaingan, dimana AS juga merupakan patner penting perdagangan dan investasi ASEAN. Kebangkitan Cina sebagai sebuah kekuatan regional selama 10hingga 15 tahun kedepan tentu saja dapat meningkatkan intensitas kompetisi Cina – AS termasuk meningkatkan potensi konflik bersenjata. Masa depan keamanan kawasan Asia Tenggara akan terbentuk oleh beberapa faktor politik danekonomi yang saling mempengaruhi. Fator-faktor utamanya antara lain: evolusi ekonomi Asia Tenggara, pembangunan ekonomi dan politik Cina dan interaksinya dengan Asia Tenggara, perlawanan dan mempertahankan keutuhan negara, masalah integrasi regional dan kerjasama, aktor-aktor eksternal, terutama AS, Jepang, dan Australia untuk mempengaruhi kawasan. Tantangan lebih besar yang datang dari Cina adalah munculnya Cina sebagai aktor politik- militer. Cina terus memoderenisasi militernya dan merubah fokusnya ke kawasan Selatan, dimana secara khusus Cina sangat meningkatkan kekuatan Angkatan Lautnya, yang pada akhirnya dalam rangka fokus di Laut Cina Selatan: wilayah yang di klaim Cina sebagai teritorinya. Bagi AS diplomasi ekonomi-politik Cina telah meningkat menjadi sangat tidak terlihat dan cerdik. Disaat Cina mempertahankan klaimnya atas pulau Spartly dan paracel yang melingkar di Laut Cina Selatan, dan menolak panggilan untuk pembicaraan multilateral mengenai konflik Spartly, Cina justru melakukan negosiasi satu per satu ke masing-masing negara yang terlibat konflik tersebut. Adanya persaingan eksistensi antara AS dan Cina di kawasan ini, secara tidak langsung membawa Asia Tenggara kedalam politik strategi AS dalam menghadapi Cina. Ada dua ancaman militer Cina terhadap Asia Tenggara yang secara tidak langsung memberikan keuntungan bagi AS dalam strateginya terhadap Cina. Dua ancaman militer konvensional dari Cina membutuhkan respon AS tersebut adalah: 16 Pertama, hegemoni Cina yang agresif di Asia Tenggara mengancam kebebasan pelayaran di Laut Cina Selatan, sehingga membuat AS, Jepang, bahkan negara-negara Asia Tenggara masuk dalam politik Cina tersebut. Dengan demikian AS dapat memanfaatkan kondisi tersebut dengan akan menacari dukungan dari negara-negara ASEAN untuk menjada keamanan jalur laut atau 16 Sokolsky., Op.Cit. justru sebaliknya, ada kemungkinan negara-negara ASEAN sendiri yang akan meminta bantuan Angkatan Laut AS. Jika demikian maka AS dapat membawa serta Angkatan Udaranya dengan dalih untuk mrlindungi pasukan AL-nya, serta mengamankan fasilitas teritori ASEAN dari serangan militer Cina. Situasi kedua adalah adalah Cina dapat saja mencoba membangun dan mempertahankan kontrol fisik atas hampir keseluruhan kepulauan Spartly, yang di klaim sebagai wilayahnya. Ketidakpastian di perairan Laut Cina Selatan ini tentu saja menciptakan ketegangan keamanan. Dalam kondisi tertekan seperti ini akan mendorong negara-negara ASEAN untuk mencari dukungan dari kekuatan yang dapat mengimbangi Cina. Sehingga sangat mungkin bagi ASEAN untuk meminta kehadiran militer AS yang lebih tampak dan substansial. Pada akhirnya, kepentingan-kepentingan AS di Asia Tenggara akan terus meningkat. Mulai dari kepentingan ekonomi: Asia Tenggara sebagai patner ekspor dan impor, pasar produk dan industri jasa, dan investasi. AS juga tidak punya pilihan lain bahwa jalur Asia Tenggara akan menjadi prioritas utama untuk kelancaran perekonomiannya dan juga merupakan kawasan kunci dalam pergerakan militer AS. Secara politis Asia Tenggara akan memberikan pengaruh yang besar dalam negara-negara kawasan ini terhadap kampanye AS tersebut akan memiliki arti yang sangat penting bagi AS. Pada akhirnya ada keharusan bagi AS untuk menghadirkan militernya di kawasan ini dalam konteks pengamanan terhadap kepentingan tersebut. PERAN POLITIK PERDAGANGAN AMERIKA SERIKAT DALAM EKONOMI GLOBAL Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Perkembangan ekonomi global telah menimbulkan perubahan pada struktur perdagangan ekonomiinternasional. Perubahan struktural yang terpenting ialah menurunnya posisi relatif Amerika Serikat terhadap negara-negara lain. Pada akhir PD II dan praktis selama dasawarsa 1960 AS merupakan satu-satunya raksasa ekonomi dunia. Sistem ekonomi dunia adalah unipolar. Tetapi didorong oleh bantuan ekonomi AS kepada dunia, terutama sekali dalam membangun kembali ekonomi negara-negara industri yang sudah hancur karena perang, ekonomi AS sendiri meningkat secara substansial selama dan sesudah PD II, tetapi perkembangan ekonomi negara-negara lain, khususnya daya saing mereka , meningkat lebih cepat. Ekonomi negara-negara Eropa barat, khususnya Jerman, kemudian Jepang, kedua-duanya bekas musuh utamanya dalam PD II, melejit dengan cepatnya dan memperkecil GAP ekonomi mereka dengan AS. Indikator-indikator berikut memberikan gambar yang meyakinkan: 1 Pada tahun 1950 GNP AS adalah 12 dari seluruh GNP dunia,tatapi menurun menjadi sekitar 13 pada tahun 1070 dan hanya ¼ pada tahun 1980. Selama paruh kedua dasawarsa 1960, investasi swasta langsung AS setiap tahunnya rata-rata berjumlah lebih dari 65 dari jumlah total investasi langsung dunia; dalam paruh waktu pertama dasawarsa 1980 jumlah itu menurun menjadi 25. Pada tahun 1970 pangsa AS dalam stok dunia mengenai investasi swasta langsung lebih dari 23, tetapi dalam dasawarsa 1980 pangsa ini menurun hingga kurang dari ½. Pada tahun 1950 pangsa ekspor produk manufaktur AS 27,3 dari ekspor dunia, tetapi turun menjadi 16,6 pada tahun 1980. Perkembangan ekonomi global seperti dijelaskan diatas telah mempengaruhi posisi Amerika Serikat yang relatif menurun, sehingga secara bertahap telah 1 Theodore Geiger, The Future of the international system:The United States and the world Poltical economy and the worl political economy Boston: Unwin hyman, 1988, 28-29. BAB VIII menimbulkan rasa khawatir negara adidaya itu. Dari raksasa ekonomi tunggal selamadan sesudah PD II, Amerika menjadi sebuah negara yang pertumbuhan dan pengaruhnya relatif menurun. Bersamaan dengan itu negara-negara lain, terutama sekali Jepang, Cina dan Jerman kekuatan dan pengaruh ekonominya semakin membumbung naik, yang menimbulkan rasa was-was dan kurang percaya diri pada AS. Keadaan ini tercermin dari politik perdagangannya yang secara pelan tapi pasti, dapat mengancam ekonomi global pada umumnya, yaitu pelaksanaan secara murni dari keputusan-keputusan Putaran Uruguay Uruguay Round GATT yang lalu. Politik perdagangannya itu secara bersamaan mengandung unsur-unsur unilateralisme, bilateralisme, regionalisme dan globalisme. Keempat unsur itu tidak selalu kompatible satu sama lain. Oleh karena itu, ia sering membingungkan ”mitra-mitra” dagang negara adikuasa itu. AS cenderung pada sistem ekonomi dunia yang terbuka dan bebas globalisme. Putaran Uruguay, seperti juga halnya dengan putaran-putaran sebelumnya putaran Kenedy dan Putaran Tokyo adalah gagasan dan prakarsa AS. Putaran Uruguay merupakan negosiasi perdagangan internasional yang paling komprehensif yang tidak pernah ada sebelumnya. Ia meliputi selain masalah tarif, yang selalu masuk agenda putaran-putaran sebelumnya; juga banyak isu-isu lain, seperti proteksi agrikultur, pedagangan trade related investment, perlindungan kepemilikan intelektual intellectual property, penghapusan MFA yang menghambat perdangan tekstil dan aparel, subsidi dan bea masuk ”kompensatoris” countervailing duties, penyelesaian sengketa yang lebih cepat, mekanisme pengamanan atau escape clause, mengganti atau meningkatkan lembaga GATT itu sendiri menjadi organisasi perdagangan dunia Wolrd Trade Organization dan masalah-masalah lain. Banyak dari isu-isu itu yang belum pernah dibicarakan sebelumnya, seperti sevices, investasi, kepemilikan intelektual dan masalah-masalah lainnya yang tidak pernah berhasil dipecahkan dalam putaran-putaran sebelumnya, seperti agrikultur, subsidi dan pengamanan. Tetapi kegandrungan akan ekonomi dunia yang terbuka dan bebas itu dirongrong oleh tiga unsur politik perdagangannya yang lain, unilateralisme, bilateralisme dan regionalsime. Namun, intensitas ketiga unsur itu dapat diperkirakan akan berkurang. Struktur GATT, paling tidak dalam bentuknya yang ideal, mencerminkan kehendak membangun sistem perdagangan dunia yang tidak diskriminatif. Suatu sistem yang mengatur permasalahan pengamanan dan sengketa diselesaikan dengan mencapai kompromi atau melalui cara ”kuasi-yudisial”. Struktur itu memberikan peraturan-peraturan. Arti penting dari peraturan-peraturan itu ialah melindungi yang lemah dari tindakan- tindakan keserakahan dan semena-mena dari yang kuat. Itulah sebabnya, mengapa negara-negara kecil dan lemah mendahulukan GATT ketimbang regionalisme; sedangkan regionalisme merupakan pilihan alternatif. Tetapi tidak jelas apa preferensi Amerika Serikat yang sebenarnya. Mengapa? Salah satu sebabnya ialah tidak dapat diketahui dengan pasti, siapa yang menentukan kebijakan perdagangan AS, apakah pemerintah cabang ekskutif atau kongres cabang legislatif. Pemerintah dalam hal ini USTR US Trade Representatif, mendahulukan GATT. Negosiasi dengan Meksiko yang diusulkannya ditunda-tunda. USTR ingin menyelesaikan putaran Uruguay terlebih dahulu. Tetapi, setelah jelas, bahwa putaran itu tidak mungkin selesai dalam waktu singkat, barulah USTR dengan enggan memulai perundingan dengan Meksiko. Sebaliknya, kongres cenderung melecehkan ketentuan-ketentuan GATT. Preferensi lembaga legislatif itu jelas adalah pendekatan unilateral, mendorong pemerinah melakukan hambatan-hambatan nontarif, seperti memaksakan VER voluntary export restraint mengenai berbagai industri mulai dari otomotif samapai besi baja, dan melakukan tindakan-tindakan sesuai bab 301 yang kemudian menjadi super 301 dari UU perdagangan AS. 2 Kebijakan perdagangan bilateralisme dapat dilihat jelas dari perjanjian perdagangan bebas kanada-AS free trade AreaFTA, menyusul FTA dengan Israel. FTA dengan Kanada sebetulnya merupakan penyimpangan dari kebijakan AS. Kendati pasal XXIV dari GATT membenarkan dilakukannya perdagangan preferensi antara negara- negara, jika memenuhi beberapa syarat, berbeda dengan banyak negara lain, AS sebelumnya tidak menyukai PT preferential trade, dan selalu berpegang pada prinsip MFN most-favorated-nation dari GATT. Jadi dengan mengadakan FTA dengan kanada, AS telah melepaskan perdagangan non-deskriminatif sebagai satu-satunya prinsip dalampolitik perdagangannya. Dari bilateralisme ke regionalisme tinggal selangkah. Regionalisme adalah perdagangan preferensial antara sejumlah negara dalam suatu wilayah geografis yang sama. Satu kali prinsip murni dati GATT ditinggalkan, adalah logis untuk meningkat ke regionalisme. Maka berlangsunglah perundingan dengan Meksiko, suatu negara berkembang, yang akhirnya melahirkan NAFTA, yang sesunggunya merupakan penggabungan FTA dengan Kanada dengan FTA dengan Meksiko dengan alasan bahwa itu akan dapat merusak daya saing AS dalam sektor-sektor dimana upah merupakan proporsi yang signifikan dari biaya total satuan total unit cost. Jadi, oposisi terhadap FTA dengan Meksiko, pada dasarnya adalah proteksionis. Dengan diterimanya NAFTA, maka terbuka peluang untuk memperluas wilayahnya ke sisi belahan barat keseluruhan western Hemisphere. Bahkan mungkin 2 Menurut UU itu, AS secara sepihak atau unilateral menentukan sendiri mengenai apakah suatu negara melakukan tindakan-tindakan tidak jujur terhadap perdagangan AS. juga tidak akan berhenti sampai disana. Sudah ada himbauan untuk mempertimbangkan masuknya Australia, Selandia Baru atau Singapura ke dalam NAFTA. 3 Kongres AS belum menerima gagasan perluasan wilayah NAFTA itu, tetapi itu merupakan kebijakan atau rencana pemerintah eksekutif AS. Mantan Presiden Bush dalam pidatonya tanggal 27 Juni 1990 telah menyerukan perdagangan bebas ”dari Alaska sampai Tierra del Fuego”, suatu pulau di ujung paling selatan dari Chile. 4 Kesimpulannya adalah: 1 pemerintah eksekutif lebih menyukai multilateralisme; tetapi tidak sedemikian gandrung, sehingga bersedia meniadakan bilateralisme yang preferensial dan regionalisme; 2 kongres memberi lip service kepada multilateralisme, tetapi tidak bersedia untuk melepaskan kecenderungan kepada unilateralisme. PENOLAKAN TEORI IMPERIALISME EKONOMI AMERIKA Selama berlangsungnya Perang Dunia II, salah satu rintangan bagi perbaikan hubungan antara AS dengan pihak komunis ialah kecurigaan pihak komunis bahwa AS sedang merancang hegemoni dan imperialisme ekonomi dunia. Meskipun lebih sering terdengar Uni Soviet pasca-detente ketimbang dari Cina pasca-Mao, inilah perbedaan ideologi dasar antara Yimur dan Barat yang menjadi pangkal tolak persepsi masing-masing pihak dan merintangi hubungan yang di antara mereka. Menurut kritik neo-leninis, tahap kedewasaan kapitalisme ditandai dengan kejenuhan pasar domestik menyerap surplus modal dan kelebihan produksi. Pemeliharaan struktur keuntungan, tergantung pada penetrasi pasar luar negeri untuk mendapatkan kesempatan investasi yang menjanjikan tingkat keuntungan yang tinggi, tempat pelemparan ekspor, dan sumber-sumber bahn mentah termurah. Bagi AS, keharusan ekspansi dilancarkan dengan kedok antikomunis dan pertahanan dunia bebas. Hal ini dilontarkan untukmenjelaskan dinamika dasar kebijakan Perang Dingin AS dan dominasinya atas sebagian besar negara Dunia Ketiga. Analisis neo-leninis, telah diuraikan secara panjang lebar, ditolak oleh teoritisi ortodoks atas dasar beberapa alasan faktual, sebagai berikut: 1. keuntungan investasi luar negeri tidak lebih tinggi. Selama dua puluh tahun lalu, investasi manufaktur Amerika di dalam negeri telah menghasilkan keuntungan sedikit lebih tinggi daripada investasi di luar negeri. Oleh karena itu adalah salah bila dikatakan bahwa modal Amerika dialihkan dari pasar dalam negeri ke pasar luar negeri untuk mengejar keuntungan yang lebih tinggi. 3 Thomas J. Duesterberg, “Trade, Investment, and Engagement in the US-East Asian Relationship”, The Washington Quarterly, Winter 1994, hal. 85. 4 Sydney Wentraub, “Western Hemisphere Free Trade Probability or Pipe Dream?” The Annals of the American Academy, AAPS, 528 March 1993, hal.10-13. 2. Kapitalisme AS tidak tergantung pada pasar luar negeri. Benar bahwa jumlah keseluruhan investasi luar negeri AS bernilai lebih dari perekonomian-perekonomian negara lain kecuali Amerika sendiri, Jepang dan Uni Soviet. Tetapi aset-aset luar engeri ini hanya sebagian dari nilai nominal perusahaan-perusahaan AS. Di kebanyakan negara industri, jumlah ekpor kurang dari 10 total angka penjualan, meskipun ada beberapa sektor industri yang sangat bergantung pada penjualan luar engeri: komputer, teknologi ruang angkasa, dan terutama mesin-mesin pertanian. 3. Kapitalisme AS tidak tergantung pada eksploitasi dunia ketiga. Negara-negara berkembang hanya sebagian kecil pasar bagi investasi dan ekspor luar negeri AS, dan mereka lambat laun makin berkurang arti pentingnya kecuali untuk industri persenjataan. Modal AS semakin menguntungkan diinvestasikan di sesama negara maju daripada di negara-negara berkembang, mengingat lebih mantapnya stabilitas politik sehingga menjamin keamanan investasi. Sehingga sulit dipercaya bila dikatakan kapitalisme AS harus mendominir negara-negara kecil atau menghambat pertumbuhan ekonomi. 4. Vietnam tidak bisa dijelaskan sebagai imperialisme ekonomi . Sumber-sumber daya alam dan nilai pasar vietnam atau seluruh Asia Tenggara tidak sebanding biaya perang: 150 milyar dolar, sepuluh tahun perang, dan 50.000 nyawa orang Amerika, padi, kayu dan sedikit simpanan minyak Indocina secara relatif terlalu kecil nilainya. Kebijakan AS di Vietnam tidak dapat dijelaskan dengan motif kapitalisme. Nilai rata- rata pasar saham, yang diramalkan oleh kaum leninis akan naik dengan adanya perang, malahan jatuh drastis, menandakan bahwa vietnam tidak baik untuk bisnis. 5. Tidak ada kelas penguasa kapitalis yang baku di Amerika. Teori neo-leninis menganggap bahwa perusahaan multinasionalis raksasa memiliki dan dikelola oleh sekelompok kecil kelas tertentu yang sangat berpengaruh terhadap proses politik AS. Pada kenyataannya, saran aproduksi dimiliki secara luas, termasuk jutaan usaha kecil yang berhasil. Bahkan industri-industri besar dimilki secara terpencar melalui kepemilikan saham. 6 orang Amerika atau sekitar 140 juta jiwa tahun 1990 memilki saham secara langsung atau tidak langsung melalui dana-dana pensiun, perusahaan-perusahaan asuransi,dan investor-investor institusional kolektif lainnya. Kurang lebih 35 juta orang Amerika memiliki saham secara langsung di pasar saham. Memang ada pemegang-pemegang saham yang sangat besar, namun secara umum Amerika telah mencapai suatu tingkat ”kapitalisme rakyat”. Tidak ada satu garis yng tajam antara yang kaya dan yang miskin. Lebih lagi, pembedaan kayamiskin hanya merupakan salah satu unsur dalam demokrasi pluralistik. Orang-orang katolik kadang kala bertentangan dengan orang- orang protestan, pria dengan wanita, orang kulit putih dengan orang kulit hitam, orang Irlandia dengan orang Italia, petani dengan buruh, yang muda dengan yang tua, kota dengan desa, Utara dengan Selatan, dan elang dengan merpati elang: aliran keras di AS, nasionalistik dan tidak sedang berperang, Merpati: aliran lunak yang selalu mengutamakan perdamaian, dan sebagainya. Setiap konflik saling berkait-kaitan dan tidak ada kelas-kelas permanen yang saling senantiasa berlawanan. Pluralisme menawarkan perubahan koalisi dan pengelompokan. Pemerintah bukan merupakan agen permanen dari satu kelas, melainkan wasit yang berdiri diatas berbagai perbedaan itu, dan menentukan yang terbaik. 6. kepentingan-kepentingan ekonomi tidak menentukan kebijakan luar negeri amerika. Sekalipun kaum neo-leninis dapat menunjukan keuntunan –keuntungan yang didapat amerika dari pasar luar negeri, itu tidakberarti bahwa kebijakan luar negerinya ditentukan oleh imbalan materi secara keseluruhan kepentingan keamanan dan prinsip-prinsip idealogi cenderung menggunguli sedikit imbalan ekonomi dalam menentukan kebijakanluar negeri,menurut pandangan ortodox. Apabila, seperti dilakukan oleh kaum neo-leninis, ketika memperhitungkan imprealisme soviet sebagai suatu mitoloi resmi cipta propaganda amerika, kita harus bersandar pada penjelasan eksotik seperti detirminisi ekonomi untuk menjelaskan kebijakan amerika menjadi nampak.teori imperialismeamerika, dalam pandangan amerika yangdominan adalah rangkaian semboyan menjemukan tanpa alasan dari para pembuat pidato resmi soviet. Abad 20 menyaksikan perubahan radikal dalam posisi dunia AS yang memasuki jaman isolasi tetapi 2 kali dalam 25 tahun terpaksa turun tangan dalm konflik-konflik eropa yang mengancam stabilitas dunia. Setelah tahun 45, amerika menerima kewajiban untuk memerankan peran internsional yang permanen. Amerika 2 kali berperang dalam penyebaran komunisme, sekali di korea dan sekali di vietnam,konflik di vietnam berakhir dalam lingkungan global yang menjanjikan harapan akan membaiknya antara dunia komununis dan non komunis. Sementara itu, hubungan dengan cina membaik seiring dengan meningkatnya komunikasi ekonomi politik dan militer. Kini cina dipandang sebagi suatu kekuatan berkembang yang ”bersahabat” sekaligus ”mengancam” dimana pertumbuhan ekonomi prioritas pertamanya. Resesi ekonomi yang memukul dunia barat selama dua setengah tahun pertama tahun 1980-an telah membuat hubungan amerika serikat dengan dunia ketiga semakin sulit,walaupun tingkat suku bunga tinggi, kegaglan usaha, inflasi dan simptom lainnya sebagian diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan domestiknta, AS cenderung mengalihkan frustasinya pada tata ekonomi internasional baru, kebijakan harga dan produksi OPEC, dan permintaan-permintaan yang tidak pernah berhenti dari dunia ketiga bagi bantuan ekonomi dan perlakuan preferensial dalam perdagangan global. Kontradiksi antara permintaan keuangan dan penolakan kebijakan luar negeri AS, termasuk dari negara- negara benua Amerika, menguji kesabaran orang Amerika, termasuk presiden Reagan pada saat itu. Pelanggaran hak hidup manusia di dunia ketiga seperti genoside atau pemusnahan massal bangsa di perang saudara nigeria, pembantaian orang-orang sipil di libanon, pembunuhan biarawati di El savador, kebengisan pasukan berani mati sayap kanan El savador, dan pembunuhan yang diduga diatur pemerintah terhadap pemimpin oposisi di Filipina ketika pulang dari pengasingan di AS dengan jaminan keselamatan, menambah rasa frustasi Amerika: ketika membangun dunia ketiga, tetapi untuk apa? POLITIK KEMANAN AMERIKA PASCA SERANGAN 11 SEPTEMBER 2001

A. Serangan 11 September 2001 dan perubahan kepentingan serta tujuan

kebijakan pertahanan Amerika Serikat. Serangan 11 September 2001 yang lalu telah terbukti memberikan efek yang luar biasa tidak hanya bagi Amerika Serikat AS, tetapi juga terhadap perkembangan keamanan secara global. Tantangan keamanan dunia pasca perang dingin yang selalu didengungkan selama ini adalah munculnya AS sebagai negara dengan kekuatan unipolar. Dan sejak perang dingin berakhir, hegemoni AS di berbagai belahan dunia semakin terlihat. Terminologi terorisme sendiri sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan jauh sebelum peristiwa 119 terjadi, Dick Cheney yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan AS dibawah Administratif Clinton 1993, telah membahas terorisme serta isu-isu lain seperti perdagangan narkotika dan obat bius, dan proliferasi senjata- senjata pemusnah massal dalam strategi pertahanan regional-nya. Artinya, meskipun terorisme telah lama dikenal sebagai sebuah ancaman terhadap keamanan dan kepentingan nasional, tidak membuat AS siap menghadapi serangan terorisme. Hal ini diperkuat dengan reaksi nyata baik pemerintah maupun publik AS yang terkejut dalam peristiwa 11 September 2001, yang meruntuhkan gedung menara kembar WTC di jantung kota dan pusat finansial New York. BAB X Sebuah pelajaran yang luar biasa besar dari peristiwa 119 adalah bahwa negara lemah weak states seperti Afganistan, mampu menjadi ancaman besar bagi kepentingan nasional negara yang kuat, seperti AS. 1 Apalagi ancaman yang kini dihadapi adalah kelompok-kelompok teroris internasional, sehingga AS harus memperkuat hubungan kerjasama dengan setiap negara terutama negara-negara yang masuk dalam kategori weak states. Karena kemiskinan, institusi yang lemah, dan korupsi dapat menyebabkan negara- negara lemah rentan terhadap jaringan teroris termasuk juga peredaran obat-obat terlarang. 2 Memperkuat aliansi dan kerjasama dengan setiap negara untuk mengalahkan teroris internasional adalah sangat penting. Namun upaya itu juga harus didukung dengan reformasi strategi keamanan negara serta maksimalisasi setiap kekuatan yang dimiliki. Kekuatan militer, pertahanan nasional, penegakan hukum, intelegen, dan upaya-upaya untuk mematahkan jalan dari pembiyaan operasi terorisme merupakan sebuah kesatuan yang harus dilakukan. Untuk itu AS Peristiwa 911 telah memberikan guncangan psikologis bagi AS, sehingga perhatian AS akan keamanan negara homeland security secara total mengalami penyesuaian. Pemerintahan Bush saat ini sedang membangun kebijakan-kebijan baru dan strategi pertahanan nasional, berupaya menciptakan institusi keamanan baru, dan berusaha memenuhi sumber-sumber dana yang dibutuhkan untuk menanggulangi ancaman-ancaman terorisme. Hebatnya serangan teroris pada 11 September, dipadukan dengan karakter pemerintahan Bush yang neokonservatif menyebabkan kebijakan AS 1 The National Security Strategy of The United States of America, 2002, hal.1 2 Ibid.