Literasi Matematika Pengembangan Soal Berbasis Literasi Mate

utama dari kajian PISA bergantian dari kemampuan membaca, matematika, sains, dan pemecahan hingga pada tahun 2012, matematika menjadi domain utama kembali. Kerangka PISA 2012 sedikit berbeda dengan kerangka PISA matematika tahun-tahun sebelumnya. Pada PISA 2012, selain skor keseluruhan dan skor berdasarkan keempat kategori konten, pelaporan juga didasarkan atas skor pada kategori proses matematika yang meliputi kategori merumuskan formulate, menggunakan employ, dan menafsirkan interpret OECD, 2013. Lebih lanjut, Turner 2012; 2013 mengungkapkan bahwa tingkat kesulitan soal tidak hanya didesain untuk melihat tingkat kesulitan secara umum saja level 1 sampai 6, namun juga dilihat dari level kemampuan dasar matematis KDM fundamental mathematical capabilities yang mendasari proses matematis tersebut level 0 sampai 3. Indonesia sendiri berpartisipasi dalam studi PISA matematika sebanyak lima kali selama tahun 2000-2012. Namun, sejak pertama kali keikutsertaan ini, prestasi siswa-siswa Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Dalam kurun waktu 2003-2009 hampir 80 siswa Indonesia hanya mampu mencapai di bawah garis batas level 2 dari enam level soal yang diujikan [10]. Lebih lanjut pada PISA matematika tahun 2009, hampir semua siswa Indonesia hanya mencapai level 3 saja, sedangkan hanya 0,1 siswa Indonesia yang mampu mencapai level 5 dan 6 [4]. Keterpurukan hasil ini semakin diperkuat oleh hasil survei PISA terbaru tahun 2012 yang menempatkan siswa Indonesia pada peringkat 64 dari 65 negara dengan pencapaian level yang masih terbilang rendah dimana hampir seluruh siswa Indonesia 98,5 pada survei ini hanya mampu mencapai level 3[1, 6]. Menyadari kenyataan ini, Indonesia melalui momen berlakunya kurikulum 2013 mulai menggunakan hasil studi PISA sebagai salah satu dasar perbaikan kurikulum pembelajaran. Untuk itu, Kemdikbud [10] menganjurkan perlu adanya perubahan orientasi kurikulum dengan mengutamakan aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan konsep penilaian pada PISA yang mengutamakan kemampuan literasi matematika sebagai kemampuan esensial yang dibutuhkan saat ini. Sebagai bentuk kontribusi terhadap implementasi kurikulum 2013 yang mengintegrasikan konten PISA ke dalam pembelajaran matematika diperlukan upaya-upaya seperti pengembangan soal berbasis literasi matematika. Melalui upaya ini, diharapkan soal yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai tambahan perbendaharaan soal berbasis literasi matematika yang sudah ada dan sebagai bahan kajian dalam mendesain pembelajaran berbasis soal PISA. Dari uraian di atas, peneliti memandang perlu untuk mengembangkan soal berbasis literasi matematika melalui penelitian yang berjudul Pengembangan Soal Berbasis Literasi Matematika dengan Menggunakan Kerangka PISA Tahun 2012. Dengan demikian, tujuan dari artikel ini adalah untuk mendeskripsikan proses dan hasil pengembangan soal berbasis literasi matematika berdasarkan kerangka PISA 2012 yang valid, praktis, dan memiliki efek potensial.

2. Literasi Matematika

PISA dalam studinya menggunakan istilah ‘literasi’ untuk merujuk pada penilaian bukan hanya pada pengetahuan sebagai domain, tetapi juga kemampuan mengaplikasikan pengetahuan tersebut [2]. Secara formal, definisi literasi matematika dalam kerangka PISA matematika 2012 disampaikan oleh OECD [1] 380 Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014 dan Stacey [5] sebagai berikut, “Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts and tools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognise the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective citizens.” Dari definisi ini, setidaknya ada tiga hal utama yang menjadi pokok pikiran dari konsep literasi matematika, yaitu 1 kemampuan merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks yang selanjutnya disebut sebagai proses matematika, 2 pelibatan penalaran matematis dan penggunaan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena, dan 3 manfaat dari kemampuan literasi matematika yaitu dapat membantu seseorang dalam menerapkan matematika ke dalam dunia sehari-hari sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat yang konstruktif dan reflektif. Menurut OECD 2013, seorang pemecah masalah matematika yang aktif adalah seseorang yang mampu menggunakan matematikanya dalam memecahkan masalah kontekstual melalui beberapa tahapan seperti yang diuraikan PISA dalam model literasi matematika pada gambar di bawah ini. Gambar 1. Model Literasi Matematis dalam Praktik Penjelasan model literasi matematika pada gambar di atas dijelaskan sebagai berikut. 1. Untuk memecahkan masalah kontekstual, seseorang harus menerapkan tindakan dan gagasan matematis untuk menyelesaikan masalah ini. Tindakan ini melibatkan kemampuan mengggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika, yang mana hal ini sangat bergantung pada kemampuan yang disebut PISA sebagai kemampuan dasar matematika Fundamental Mathematical Capabilities. 2. Proses literasi matematis berangkat dari mengidentifikasi masalah kontekstual, lalu merumuskan masalah tersebut secara matematis berdasarkan konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang melekat pada 381 Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014 11-14 Juni 2014, ITS, Surabaya masalah. Setelah mengubah masalah kontekstual tersebut ke dalam bentuk matematika, langkah selanjutnya adalah menerapkan prosedur matematika untuk memperoleh ‘hasil matematika’. Tahapan ini biasanya melibatkan aktivitas seperti memanipulasi, bernalar, dan menghitung. Hasil matematika yang diperoleh kemudian ditafsirkan kembali dalam bentuk hasil yang berhubungan dengan masalah awal. 3. Dalam proses merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan, kemampuan dasar matematis KDM akan diaktifkan secara berturut-turut dan bersamaan bergantung pada konten matematika dari topik-topik yang sesuai untuk memperoleh solusi. Bagaimanapun, ketiga proses ini kadang tidak dilibatkan semua dalam memecahkan masalah. Sebagai contoh, pada beberapa kasus, bentuk-bentuk representasi matematis seperti grafik dan persamaan dapat ditafsirkan secara langsung untuk memperoleh suatu solusi. Untuk alasan inilah, banyak dari soal-soal PISA yang hanya melibatkan beberapa tahap dari siklus pemodelan PISA.

3. Kerangka soal PISA matematika tahun 2012