dan pemesanan bahan bangunan, menghitung gaji, pengendalian mutu, penjadwalan, arsitektur.
c Societal konteks umum, berhubungan dengan penggunaan pengetahuan
matematika dalam kehidupan bermasyarakat baik lokal, nasional, maupun global. Konteks ini dapat berupa masalah angkutan umum, pemerintah,
kebijakan publik, demografi, periklanan, statistik nasional.
d Scientific konteks ilmiah, berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang
lebih abstrak dan juga yang berkaitan dengan penerapan matematika di alam, isu-isu dan topik-topik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi, seperti cuaca atau iklim, ekologi, kedokteran, ilmu ruang, genetika, pengukuran, dan dunia matematika itu sendiri.
3 Proses
Dalam kerangka PISA 2012 disebutkan bahwa survei PISA tahun 2012 untuk pertama kalinya melaporkan hasilnya berdasarkan kategori proses matematika
[1]. Kategori ini meliputi kategori merumuskan formulate, menerapkan employ, dan menafsirkan interpret. Soal dikategorikan ke dalam salah satu
dari ketiga kelompok ini bergantung pada dominansi kebutuhan proses tersebut dilibatkan dalam soal. Sebagai contoh, soal yang lebih banyak
melibatkan proses merumuskan masalah kontekstual ke dalam bentuk matematika dikelompokkan dalam kategori proses merumuskanformulate.
4. Metode penelitian
Dalam mengembangkan soal, peneliti menggunakan design research tipe development study. Penekanan dari tipe penelitian ini adalah pada pengembangan
dengan siklus berulang yang menggunakan evaluasi formatif formative evaluation [
6] . Tahap-tahap yang dilakukan peneliti adalah tahap preliminary dan
tahap prototyping formative evaluation yang meliputi self evaluation, expert reviews dan one-to-one, small group, dan field test [7,8]
Gambar 2. Alur Pengembangan Soal Berbasis Literasi Matematika dengan Formative Evaluation
Adopsi dari Tessmer, 1993; Zulkardi, 2002
5. Hasil penelitian
Proses pengembangan soal berawal dari tahap persiapan preliminary yaitu mendesain soal yang didistribusikan ke dalam tiga kategori: konten, konteks, dan
proses, menentukan validator soal yaitu 8 dosen tim PMRI dan 2 ahli PISA Australia Prof. Kaye Stacey dan Dr. Ross Turner, serta menentukan subjek
penelitian yaitu 67 siswa SMAN 1 Palembang kelas X dan XI berusia 15 tahun. Soal pada prototipe 1 yang telah didesain kemudian diserahkan kepada validator
383 Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
expert review dan 6 siswa pada uji one-to-one untuk diberikan komentar dan saran. Berikut ini salah satu contoh perubahan soal akibat dari tahap ini.
Soal ke-1 konteks IMT Sebelum revisi
Tabel 1. Komentar dan Keputusan Revisi Soal Konteks IMT
Uji KomentarRespon
Keputusan Revisi Expert
review
Perlu ada tambahan informasi untuk butir pernyataan 1 tentang tinggi orang yang tetap: I do not think the
answer is yes – I cannot tell, because it also depends on height.
Pada pernyataan 1
ditambahkan asumsi bahwa tinggi orang dibuat tetap,
sedangkan yang berubah adalah berat badan
Memperbaiki deskripsi dan
prediksi level tiap KDM Good range of interesting question
Level KDM perlu diperbaiki: “should be higher but a couple of the others might be lower”
Level KDM penalaran dan argumentasi seharusnya lebih dari 1: “You need to do this separately for each
proposition, which means in total it will be more than 1.”
One-to-one
Berarti tingginya harus dibuat tetap jika ingin mengatakan semakin bertambah berat badan, semakin
bertambah pula nilai IMT-nya Menambah informasi bahwa
tinggi orang diasumsikan tetap
Hasil perubahan ini kemudian menjadi prototipe 2 yang merupakan hasil revisi dari prototipe 1.
Gambar 3. Soal Konteks IMT sebelum revisi
384 Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
Soal ke-1 konteks IMT Sesudah revisi
Pada soal di atas, konteks Indeks Massa Tubuh berhubungan dengan bagaimana seseorang dapat menggunakan formula IMT untuk menentukan
kontrol yang tepat dalam menjaga keseimbangan antara tinggi badan dan berat badan. Oleh karena formula ini berlaku umum bagi masyarakat, maka konteks
pada soal ini digolongkan dalam kategori konteks sosial.
Kebutuhan untuk menafsirkan formula aljabar ke dalam kalimat pernyataan menjadi fokus proses matematika yang paling utama pada soal ini, dimana siswa
dituntut untuk menerjemahkan representasi berbentuk simbolik berupa rumus ke dalam kalimat tertulis dan menguji kebenaran dari informasi numerik: berat badan,
tinggi badan, dan nilai IMT itu sendiri dengan menggunakan formula yang diberikan. Untuk itu, soal ini digolongkan ke dalam soal dengan proses
menafsirkan. Kemampuan merumuskan masalah ke dalam bentuk matematika tidak banyak dibutuhkan karena informasi sudah disajikan dalam bentuk formal
matematika formula IMT, sehingga siswa hanya perlu menerapkan operasi aljabar sederhana untuk menentukan nilai dari variabel tertentu dari formula.
Ditinjau dari KDM yang dilibatkan, kemampuan menalar dan berargumen dibutuhkan dengan mengaitkan informasi rumus IMT dan tabel kategori IMT
untuk menafsirkan hubungan keduanya. Hal ini berarti bahwa matematisasi banyak bekerja pada saat menafsirkan hubungan tersebut ke dalam pernyataan-
pernyataan soal. Dalam hal ini, kemampuan komunikasi diperlukan untuk mengidentifikasi, memilih dan menggabungkan secara langsung unsur-unsur
yang relevan: berat badan, tinggi badan, dan tabel IMT. Untuk mengecek kebenaran dari tiap pernyataan soal, maka perlu dilakukan strategi pemecahan
masalah dengan melakukan operasi aljabar sederhana dengan mensubstitusikan nilai numerik yang diketahui ke dalam formula IMT.
Langkah selanjutnya adalah mengujicobakan prototipe 2 ke uji small group yang melibatkan 12 siswa SMAN 1 Palembang. Untuk itu, peneliti meninjau
ulang setiap butir soal yang dikembangkan tersebut untuk dibuang, dipertahankan dengan revisi, atau dipertahankan tanpa revisi. Keputusan ini didasarkan pada
hasil kegiatan: 1 memberi angket yang menanyakan pendapat siswa terhadap soal, 2 menelaah distribusi jawaban siswa, dan 3 mewawancarai subjek small
group untuk mengetahui apakah siswa memang tidak bisa mengerjakan soal karena tidak adanya skema yang membantu atau karena masalah keterbacaan soal.
Gambar 4. Soal Konteks IMT setelah revisi
385 Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
Pemberikan angket dilaksanakan setelah siswa mengerjakan soal. Isi angket menanyakan ada tidaknya katakalimatgambargrafik yang tidak dipahami dan
kesan secara umum siswa terhadap soal. Dari hasil angket diketahui bahwa sebagian besar subjek 9 dari 12 siswa menyatakan bahwa semua kata dalam soal
bisa dipahami, sedangkan 8 siswa menyatakan semua kalimat bisa dipahami. Selain itu, hasil angket menyajikan kesan umum yang diberikan siswa seperti
yang ditunjukkan tabel berikut ini.
Tabel 2. Komentar Umum Subjek Small group terhadap Prototipe 2
Kode Siswa Komentar Umum
S-1 Menantang, walaupun ada beberapa soal yang susah dimengerti. Akan tetapi, dari
soal tersebut membuat saya berusaha untuk menjawab pertanyaan
S-2
Menantang dan baru. Berbelit-belit. Membutuhkan logika, menciptakan rumus sendiri, lain daripada yang lain.
S-3 Soal ini lebih bervariasi dan lebih sulit dari soal-soal yang biasa saya kerjakan.
Soal ini memiliki wawasan yang lebih luas menyangkut kehidupan sehari-hari
S-4
Kalau soal-soal ini lebih menggunakan nalar daripada soal yang biasa saya kerjakan langsung pada pokoknya jawabnya tinggal pake rumus. Soalnya sangat
bagus untuk melatih otak
S-5
Menurut pendapat saya, soal-soal ini sangat membantu karena dengan adanya soal ini kita dapat mencoba memakai rumus sendiri dan juga kita bisa mengetahui
soal-soal yang baru.
S-6
Berdasarkan soal yang dibuat soalnya bernalar, mengaitkan informasi pada soal dengan pengalaman yang sudah ada
Berdasarkan data tabel di atas, dapat disimpulkan beberapa kesan umum siswa subjek small group terkait soal yang dikembangkan, yaitu 1 soal berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat menambah wawasan, 2 pemecahan soal lebih membutuhkan penalaran daripada langsung menggunakan rumus, 3
soal menuntut kreativitas untuk menyelesaikannya, 4 tipe soal seperti ini jarang ditemui di sekolah, dan 5 beberapa soal rumit dikerjakan karena berbelit-belit.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa poin 1, 2, dan 3 mendukung pernyataan bahwa soal ini dikembangkan berdasarkan konsep literasi matematika,
yaitu untuk menguji kemampuan dasar matematika seperti penalaran dalam memecahkan masalah sehari-hari. Sementara itu, poin 4 menunjukkan bahwa
soal berbasis literasi matematika memang perlu diperkenalkan lebih meluas, sedangkan poin 5 menunjukkan masih ada beberapa soal yang perlu diperbaiki
materi soalnya karena adanya kemungkinan siswa yang tidak mampu menjawab disebabkan oleh susunan kalimatgambar atau sejenisnya yang kurang jelas dalam
soal. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil uji small group revisi soal dilakukan dengan kegiatan yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Perlu ada tambahan keterangan perintah untuk membaca informasi umum
yang digunakan sebagai informasi penting dalam menyelesaiakn soal-soal dalam satu unit konteks.
2. Memperjelas informasi gambar dan grafik serta kalimat perintah soal.
Selanjutnya, perangkat soal prototipe 2 direvisi menjadi prototipe 3 yang digunakan pada saat uji field test. Uji ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
melihat efek potensial soal yang dikembangkan berdasarkan revisi pada tahap small group. Uji ini dilaksanakan pada dengan melibatkan 32 siswa kelas X dan
18 siswa kelas XI berumur maksimal 16 tahun 2 bulan. Setelah siswa selesai mengerjakan soal, peneliti memberi angket kepada seluruh siswa, lalu
mewawancarai 4 orang siswa untuk menggali data efek potensial soal. Untuk
386 Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
membahas efek potensial, peneliti membandingkan hasil angket secara tertulis mengenai respon butir pertanyaan 1 kemampuan matematika, butir pertanyaan 2
ketertarikan dan keseriusan siswa, butir pertanyaan 3 kesan umum, dan hasil wawancara.
Dari angket yang diberikan, diperoleh sebaran data sebagai berikut.
Tabel 3. Pelibatan Kompetensi Dasar Matematis dalam Penyelesaian Soal Berbasis Literasi Matematika
No Kemampuan matematika yang dilibatkan
Persentase Respon Siswa
1 Membuat model matematika sendiri, seperti membuat persamaan
matematika, membuat pola barisan bilangan, dan sejenisnya 56
2 Menuliskan jawaban seperti membuat perhitungan dengan runtut
52
3 Membuatmemanfaatkan model gambar, tabel, grafik, dan sejenisnya untuk
membantu menemukan jawaban 64
4 Memilih dan membandingkan strategi-strategi untuk menemukan jawaban
62
5 Bernalar dengan mengaitkan informasi-informasi pada soal dengan
pengalaman yang sudah ada 80
6 Menggunakan dan memanipulasi rumus-rumus atau prosedur matematika
tertentu untuk memperoleh jawaban 42
Keterangan : Persentase Respon Siswa:
Berdasarkan tabel di atas diketahui 6 dari 7 jenis kemampuan matematika digunakan oleh lebih dari 50 siswa dalam menyelesaikan soal prototipe 3.
Diantara 6 kemampuan tersebut, sebagai contoh kemampuan bernalar dengan mengaitkan informasi pada soal dengan pengalaman yang sudah ada atau yang
dalam KDM disebut sebagai penalaran dan argumentasi, diakui oleh paling banyak siswa 80 digunakan dalam menyelesaikan soal. Pengakuan ini sejalan
dengan beberapa komentar tertulis subjek sebagai berikut.
B-1 : Soal ini memerlukan banyak logika dan tidak terpaku pada rumus-rumus A-31 : Kalau soal-soal di sini lebih menggunakan nalar daripada soal yang biasa saya
kerjakan langsung pada pokoknya jawabnya tinggal pakai rumus. Soalnya sangat bagus untuk melatih otak.
Untuk menunjukkan bagaimana kemampuan dasar matematika diaktivasi siswa ketika menyelesaikan soal prototipe 3, berikut ini disajikan pembahasan
soal ke-2 konteks IMT.
Berdasarkan analisis hasil pekerjaan siswa, diketahui hanya sebanyak 38 siswa menjawab soal ini dengan
benar. Berikut ini adalah dua contoh model penyelesaian siswa yang mewakili sebagian besar
jawaban siswa yang benar. Perbedaan strategi penyelesaian A-31 dan A-20 terletak pada cara
A-31 A-20
387 Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
merepresentasikan jawaban pada saat mengoperasikan bahasa simbolik, dimana A-31 melakukan substitusi langsung nilai t dan IMT ke rumus, untuk dicari berat
badannya dulu, sedangkan A-20 memilih untuk mencari nilai b dengan membuat persamaan yang menyatakan bahwa tinggi Kohar tokoh dalam soal tetap sama.
Perbedaan cara ini mengakibatkan hasil yang sedikit berbeda, karena cara A-20 mengarah pada jawaban hasil pembulatan, sedangkan cara A-31 mengarah pada
jawaban eksak bukan hasil pembulatan.
6. Simpulan dan Saran