sakit, serta alternatif sistem penyaluran air buangan.
3. Penentuan dimensi jaringan pipa dan bangunan pelengkap : berisi perhitungan debit air buangan, dimensi pipa, perletakannya dan
bangunan pelengkap lainnya. 4. Mengevaluasi hasil didapat dari perencanaan dengan sistem pengolahan
air limbah yang telah ada di rumah sakit.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini disampaikan kesimpulan dari hasil peninjauan evaluasi sistem penyaluran air buangan dan pengolahannya pada suatu pemukiman
dilakukan di bab sebelumnya yang dilanjutkan dengan penyusunan rekomendasi, serta saran-saran.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan Air limbah industri farmasi dan rumah sakit merupakan salah satu sumber
pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Oleh karena itu air limbah tersebut perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Masalah
yang sering muncul dalam hal pengelolaan limbah rumah sakit adalah terbatasnya dana yang ada untuk membangun fasilitas pengolahan limbah serta
biaya operasional, khususnya untuk rumah sakit tipe kecil dan menengah. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi
pengolahan air limbah yang murah, mudah pengoperasiannya serta harganya terjangkau, khususnya untuk industri kecil farmasi dan rumah sakit dengan
kapasitas kecil sampai sedang. Makalah ini membahas tentang rancang bangun instalasi pengolahan air limbah IPAL rumah sakit secara biologis yang sesuai
untuk pengolahan air limbah rumah sakit proses biofilter anaerob-aerob. Dengan sistem kombinasi biofilter “Anaerob-Aerob” dapat menurunkan konsentrasi
COD, BOD serta zat padat tersuspensi dengan baik. Selain itu juga dapat menurunkan kandungan amoniak dan deterjen.
2.1. 1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan keputusan Mentreri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor : Kep-58MENLH121995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Rumah Sakit, yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus
Universitas Sumatera Utara
mengolah air limbah sampai standar yang dijinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya
baik perlu dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain
pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolah air limbah tersebut sangat terbatas sekali.
Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya dapat membangun unit alat pengolah air limbahnya sendiri karena mereka mempunyai
dana yang cukup. Tetapi untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang umumnya sampai saat ini masih membuang air limbahnya ke saluran umum tanpa
pengolahan sama sekali. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi
pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang.
Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat kedala yang cukup besar yakni kurangnya tersedianya teknologi pengolahan yang baik dan harganya murah.
Masalah ini menjadi kendala yang cukup besar terutama untuk rumah sakit kecil, yang mana pihak rumah sakit tidakbelum mampu untuk membangun unit alat
pengilahan air limbah sendiri, sehingga sampai saat ini masih banyak sekali rumah sakit yang membuang air limbahnya ke saluran umum.
Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umumnya menggunakan teknlogi pengolahan air limbah “Lumpur Aktif” atau
Activated Sludge Process, tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis karena biaya operasinya cukup besar, kontrol oprasionalnya lebih sulit.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu menyebarluaskan informasi teknologi khususya teknologi pengolahan air limbah rumah sakit berserta aspek pemilihan
teknologi serta keunggulan dan kekurangannya. Dengan adanya informasi yang jelas, maka pihak pengelola rumah sakit
dapat memilih teknologi pengolahan limbah yang sesuai dengan kodisi maupun jumlah air limbah yang akan diolah, yang layak secara teknis, ekonomis dan
memenuhi standar lingkungan. 2.1.2 Tipe-tipe Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan
dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Rumah sakit meliput i pelayanan rawat jalan, rawat-inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik dan pelayanan non medik. Berdasarkan bentuk pelayanannya rumah sakit dapat dibedakan:
a. Rumah Sakit Umum RSU: yaitu Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik.
b. Rumah Sakit Khusus RSK: yaitu Rumah Sakit yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu.
Berdasarkan pemilikan dan penyelenggaraannya, rumah sakit dapat dibedakan atas RS pemerintah dan RS Swasta. Rumah Sakit Pemerintah dimiliki
dan diselenggarakan oleh: Departemen Kesehatan, Pemerintah daerah, ABRI, dan Departemen lain termasuk BUMN. Disamping Rumah Sakit Umum dan Rumah
Universitas Sumatera Utara
Sakit Khusus seperti tersebut diatas, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan jemaah haji Indonesia, telah dibangun 4 buah Rumah Sakit Haji di Ujung
Pandang, Medan, Jakarta, dan Surabaya. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit Umum Pemerintah Departemen Kesehatan dan
Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi: a.
RSU KELAS A, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik yang luas. Terdapat 4
buah RSU Kelas A yaitu RSU Cipto mangunkusumo di Jakarta, RSU Dr. Sutomo di Surabaya, RSUP Adam Malik di Medan, dan RSUP DR.
Wahidin Sudiro Husodo di Ujung Pandang. b.
RSU KELAS B yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas.
c. RSU KELAS C yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya spesialistik 4 dasar lengkap.
d. RSU KELAS D yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar.
2.1.3 Peraturan Perundangan Yang Mengatur Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit
•
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
• Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Universitas Sumatera Utara
• Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 jo PP No. 85 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Rumah Sakit termasuk penghasil limbah B3 dari sumber yang spesifik dengan kode
limbah D.227.
• Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986MenkesPerXI1992 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
• Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 928 tahun 1995 tentang penyusunan
Amdal Bidang Kesehatan
• Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-
58MenLH121995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah
Sakit
• Keputusan Direktur Jenderal PPM PLP No. HK 00.06.6.44 tentang
Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tatacara Penyehatan Lingkungan Rumah
Sakit
• Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air
• Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
• Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
• Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Limbah Rumah Sakit Adanya berbagai sarana pelayanan kesehatan tersebut, akan menghasilkan
limbah baik cair maupun padat. Limbah padat yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu limbah medis dan limbah non medis. Limbah medis adalah
limbah yang dihasilkan langsung dari kegiatan medis. Limbah ini tergolong dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun B-3 sehingga berpotensi
membahayakan komunitas rumah sakit. Jika pembuangan limbah medis tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bahaya terhadap masyarakat di sekitar lokasi
pembuangan. Limbah non-medis adalah limbah domestik yang dihasilkan di RS tersebut. Sebagian besar limbah ini merupakan limbah organik dan bukan
merupakan limbah B-3, sehingga pengelolaannya dapat dilakukan bersama-sama dengan sampah kota yang ada.
Dalam kaitan dengan pengelolaannya, limbah medis dikelompokkan menjadi lima 5, yaitu:
a. Golongan A, terdiri dari; •
Dresing bedah, swab dan semua limbah yang terkontaminasi dari daerah ini.
• Bahan-bahan linen dari kasus penyakit infeksi.
Universitas Sumatera Utara
• Seluruh jaringan tubuh manusia, bangkaijaringan hewan dari
laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dressing.
b. Golongan B terdiri dari; •
Syrenge bekas, jarum, cartride, pecahan gelas dan benda tajam lainnya.
c. Golongan C terdiri dari; •
Limbah dari laboratorium dan post partum, kecuali yang termasuk dalam gol. A
d. Golongan D terdiri dari; •
Limbah bahan kimia dan bahan farmasi tertentu. e. Golongan E terdiri dari;
• Pelapis bed-pan, disposable, urinoir, incontinence-pad dan stamag
bags. Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, oleh Departemen
Kesehatan RI limbah medis telah digolongkan sebagai berikut: a.Limbah benda tajam, yaitu obyek atau alat yang memiliki sudut tajam,
sisi, ujung atau bagian yang menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit, seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas dan pisau bedah. b. Limbah infeksius, yaitu limbah yang berkaitan dengan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular dan limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatanisolasi penyakit menular.
Universitas Sumatera Utara
c. Limbah jaringan tubuh, yang meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh. Biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau autopsi.
d. Limbah sitotoksik, yaitu bahan yang terkontaminasi oleh obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
e. Limbah farmasi, yaitu terdiri dari obat-obatan kedaluwarsa, obat yang terbuang karena karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi, obat yang tidak diperlukan lagi atau limbah dari proses produksi obat.
f. Limbah kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterenary, laboratorium, proses sterilisasi
atau riset. Dalam hal ini dibedakan dengan buangan kimia yang termasuk dalam limbah farmasi dan sitotoksik.
g. Limbah radioaktif, yaitu bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionuklida
Selain limbah medis, R.S juga menghasilkan non-medis. Jenis limbah non medis tersebut antara lain, limbah cair dari kegiatan loundry, limbah domestik cair
dan sampah padat.
2.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi, limbah domistik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis
yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll.; air limbah laboratorium; dan lainya. Air limbah
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit yang berasal dari buangan domistik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengadung senyawa pulutan organik yang cukup tinggi, dan
dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung
logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat menggagu proses
pengolahannya. Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian
diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan
secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit
Dari hasil analisa kimia terhadap berberapa contoh air limbah rumah sakit yang ada di DKI Jakarta menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa pencemar
Universitas Sumatera Utara
sangat bervariasi misalnya, BOD 31,52 - 675,33 mgl, ammoniak 10,79 - 158,73 mgl, deterjen MBAS 1,66 - 9,79 mgl. Hal ini mungkin disebabkan karena
sumber air limbah juga bervarisi sehingga faktor waktu dan metoda pengambilan contoh sangat mempengaruhi besarnya konsentarsi.
2.2.2 Teknologi Pengolahan Air Limbah Untuk mengolah air yang mengandung senyawa organik umumnya
menggunakan teknologi pengolahan air limbah secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologis tersebut
dapat dilakukan pada kondisi aerobik dengan udara, kondisi anaerobik tanpa udara atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses biologis aeorobik biasanya
digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Dalam makalah ini uraian dititik beratkan pada proses pengolahan air limbah secara aerobik.
Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi suspended
culture, proses biologis dengan biakan melekat attached culture dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan
tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro- organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-
organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standarkonvesional standard activated sludge, step aeration, contact
stabilization, extended aeration, oxidation ditch kolam oksidasi sistem parit dan lainnya.
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain, trickling filter atau
biofilter, Rotating Biological Contactor RBC, contact aerationoxidation aerasi kontak dan lainnnya.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu
tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk
mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan
air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi stabilization pond. Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan
sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi. Berdasarkan beberapa macam proses pengolahan air limbah seperti uraian
di atas, untuk proses pengolahan air limbah Rumah Sakit tipe kecil R.S. tipe D dan Puskesmas sampai sedang RS. Tipe C proses pengolahan yang paling
sesuai yakni proses pengolahan dengan Sistem Kombinasi Biofilter Anaerob dan
Universitas Sumatera Utara
Aerob. Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain yakni :
• Pengelolaannya sangat mudah.
• Biaya operasinya rendah.
• Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang
dihasilkan relatif sedikit. •
Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi.
• Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
• Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup
besar. •
Dapat menghilangan padatan tersuspensi SS dengan baik.
2.2.3. Pengolahan air Limbah Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang
berasal dari limbah domestik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan
ke bak kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah,
serta mencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah.
Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai anaerob dibagi menjadi dua buah ruangan yakni bak pengendapan atau
bak pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas Up
Universitas Sumatera Utara
Flow. Air limpasan dari bak pengurai anaerob selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah
ruangan yang berisi media dari bahan PVC bentuk sarang tawon untuk pembiakan mikro-organisme yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalan air
limbah. Setelah melalui unit pengolahan lanjut, air hasil olahan dialirkan ke bak
khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air
limbah sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.
2.2.4. Penguraian Anaerob Air limbah yang dihasilkan dari proses kegiatan rumah sakit atau
puskesmas dikumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan
larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air
limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan dan H2S. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air
limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 400-500 ppm efisiensi pengolahan ± 60-70 . Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan
lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. 2.2.5 Proses Pengolahan Lanjut
Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob- aerob. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob anoxic, biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.
Air limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya.
Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion
pengurai lumpur dan penampung lumpur. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak
kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media plastik berbentuk sarang
tawon. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang
ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan
film mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik
polyethylene, batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada
dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi
dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat
Universitas Sumatera Utara
proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak Contact Aeration. Dari bak aerasi,
air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian
inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan over flow dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam
bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah
proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik
BOD, COD, ammonia, deterjen, padatan tersuspensi SS, phospat dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi BOD dalam air
olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 20-30 ppm.
2.2.6 Pengolahan Limbah Dengan Metode Lumpur Aktif Dewasa ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah
yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai
jenis industry pangan, Perhotelan, rumah tinggal, Sekolah, bahan pabrik dan lain sebagainya.
Dengan menerapakan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi
kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya. Diharapkan pemanfaatan sistem daur ulang air
Universitas Sumatera Utara
limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat akan air.
Air tesebut dapat dipergunakan kembali sebagi sumber air untuk kegiatan industry selanjutunya. Air daur ulang yang diproses dapat dapat dimanfaatkan
dengan aman untuk kebutuhan konsumsi air seperti cooling tower, boiler laundry, toilet flusher, penyiraman tanaman, general cleaning, fish pond car wash dan
kebutuhan air yang lainnya. 2.2.7 Cara Pengolahan Limbah
Limbah yang datang dari segala macam aktifitas akan ditampung kedalam bak penyaring, bak penyaring berfungsi sebagai penyaring kotoran padat dan
sampah yang dapat mengganggu proses peralatan selanjutnya atau peralatan lainnya air yang telah disaring selanjutnya menuju ke bak equalizing, bak
equalizing berfungsi sebagi penampung dalam proses awal agar kualitas air rata dan teratur.
Air kemudian di pompakan ke flow control box untuk selanjutnya masuk ke bak aerasi, bak ini dilengkapi dengan air diffuser yang berfungsi melarutkan
udara kedalam air sehingga bakteri menjadi aktif Di bak ini air limbah akan diproses dengan cara menambahkan atau
melarutkan udara kedalam air dan menambahkan lumpur aktif yang diperoleh dari bak pengendap atau sedimentation tank. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan
lumpur yang datang dari aerasi dengan tujuan mempercepat pengendapan struktur, sehingga dibuat seperti limas segi empat.
Lumpur yang mengendap akan diangkat oleh airlift melalui udara blower kemudian lumpur ditampung ke setiap distributor box untuk di distribusikan ke
Universitas Sumatera Utara
bak aerasi, bak penampungan lumpur dan bak klorinasi atau clorinasi tank. Setelah air diendapkan proses selanjutnya biasanya menambahkan bahan kimia
yang berfungsi untuk membunuh kuman, namun bisa juga tidak menggunakan bahan kimia, hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bakteri aktif pada
saat proses aerasi. Bak penampungan air olahan atau effluent tank adalah bak yang berfungsi sebagai bak penampungan air olahan yang dihasilkan oleh unit
pengolahan limbah untuk disalurkan ke watertank, air yang masuk ke bak ini adalah air yang sudah diproses bebas dari kuman.
Sebelum masuk ke make up water tank, air olahan akan di saring menggunakan pasir dan karbon untuk menghilangkan rasa, warna dan bau
kemudian akan ditampung ke dalam tangki penampungan, air ditangki adalah air olahan atau recycle yang telah siap dipakai kembali sesuai kebutuhan.
2.2.8. Analisa Kualitas Air Hasil Olahan Air limbah yang harus diolah adalah seluruh air limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan industri farmasi atau rumah sakit, yaitu air yang berasal dari dapur, laundry, air limbah dari kegiatan klinis, air limpasan tangki septik dan lainnya.
Pengambilan dan pengujian kualitas air dilakukan setelah IPAL beroperasi selama tiga bulan.
Parameter yang perlu diamati adalah konsentrasi COD, BOD, TSS, kandungan amoniak dan deterjen. Hasilnya dibandingkan dengan baku mutu
limbah cair kegiatan rumah sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-
58MENLH121995. Tabel 2.1. Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara
Parameter Kadar Maksimum mgl
BOD
5
75 COD
100 TSS
100 pH
6 – 9
2.3 Sistem Penyaluran Air Buangan
2.3.1 Sistem Sanitasi Setempat Sistem sanitasi setempat On-site sanitation adalah sistem pembuangan
air limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan
atau badan air penerima, melainkan dibuang di tempat Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000 . Sistem ini di pakai jika syarat-syarat teknis lokasi
dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif rendah. Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.
Kelebihan sistem ini adalah: a Biaya pembuatan relatif murah.
b Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi. c Teknologi dan sistem pembuangannya cukup sederhana.
d Operasi dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah: a Umumnya tidak disediakan untuk limbah dari dapur, mandi dan cuci.
b Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan tidak dilakukan sesuai aturannya.
Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi DPU 1989 antara lain:
• Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa ha.
• Kepadatan penduduk 200-5— jiwaha masih memungkinkan dengan
syarat penduduk tidak menggunakan air tanah. •
Tersedia truk penyedotan tinja.
1. Cubluk pit privy Cubluk merupakan sistem pembuangan tinja yang paling sederhana.
Terdiri atas lubang yang digali secara manual dengan dilengkapi dinding rembes air yang dibuat dari pasangan batu bata berongga, anyaman bambu dan lain lain
Sugiharto 1987. Cubluk biasanya berbentuk bulat atau kotak, dengan potongan melintang sekitar 0.5-1.0 m
2
, dengan kedalaman 1-3 m. Hanya sedikit air yang digunakan untuk menggelontorkan tinja ke dalam cubluk. Cubluk ini biasanya di
desain untuk waktu 5-10 tahun Beberapa jenis cubluk antara lain: •
Cubluk tunggal Cubluk tunggal dapat digunakan untuk daerah yang memiliki tinggi
muka air tanah 1 m dari dasar cubluk. Cocok untuk daerah dengan kepadatan 200 jiwaha. Pemakaian cubluk tunggal dihentikan setelah
terisi 75 •
Cubluk Kembar
Universitas Sumatera Utara
Cubluk kembar dapat digunakan untuk daerah dengan kepadatan penduduk 50 jiwaha dan memiliki tinggi muka air tanah 2 m dari
dasar cubluk . Pemakaian lubang cubluk pertama dihentikan setelah terisi 75 dan selanjutnya lubang cubluk kedua dapat disatukan. Jika lubang
cubluk kedua terisi 75, maka lumpur tinja yang ada di lubang pertama dapat dikosongkan secara manual dan dapat digunakan untuk pupuk
tanaman .Setelah itu lubang cubluk dapat difungsikan kembali. Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Cubluk Kembar 2. Tangki Septik
Tangki septik merupakan suatu ruangan yang terdiri atas beberapa kompartemen yang berfungsi sebagai bangunan pengendap untuk menampung
kotoran padat agar mengalami pengolahan biologis oleh bakteri anaerob dalam
Universitas Sumatera Utara
jangka waktu tertentu. Untuk mendapat proses yang baik, sebuah tangki septik haruslah hampir terisi penuh dengan cairan, oleh karena itu tangki septik haruslah
kedap air Sugiharto 1987. Prinsip operasional tangki septik adalah pemisahan partikel dan cairan partikel yang mengendap lumpur dan juga partikel yang
mengapung scum disisihkan dan diolah dengan proses dekomposisi anaerobik. Pada umumnya bangunan tangki septik dilengkapi dengan sarana pengolahan
effluent berupa bidang resapan sumur resapan. Tangki septik dengan peresapan merupakan jenis fasilitas pengolahan air limbah rumah tangga yang paling banyak
digunakan di Indonesia. Pada umumnya diterapkan di daerah pemukiman yang berpenghasilan menengah ke atas,perkotaan, serta pelayanan umum. Hal-hal yang
perlu dipertimbangkan dalam penggunaan tangki septik Gambar 2.3:
• Kecepatan daya serap tanah 0.0146 cmmenit.
• Cocok diterapkan di daerah yang memiliki kepadatan penduduk 500
jiwaha. •
Dapat dijangkau oleh truk penyedot tinja. •
Tersedia lahan untuk bidang resapan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Tangki septik
3. Beerput Sistem ini merupakan gabungan antara bak septik dan peresapan. Oleh
karena itu bentuknya hampir seperti sumur resapan Sugiharto 1987. Untuk penerapan sistem beerput, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi,
yaitu tinggi air dalam saluran beerput pada musim kemarau tidak kurang dari 1,3 m dari dasar, jarak dengan sumur minimal 8 m, volume diameternya tidak boleh
1m dan apabila dibuat segi empat maka sisi-sisinya harus lebih besar dari 0.9 m Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Beerput
2.3.2 Sistem Sanitasi Terpusat Sistem Sanitasi Terpusat Off site sanitation merupakan sistem
pembuangan air buangan rumah tangga mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran
Universitas Sumatera Utara
pengumpul air buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum dibuang ke badan perairan Ayi Fajarwati,
Penyaluran air buangan domestik 2000.
Gambar 2.5 Sistem Sanitasi Terpusat 2.3.3 Sistem Penyaluran Terpisah
Sistem Penyaluran terpisah atau biasa disebut separate systemfull sewerage adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan
riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar Ayi Fajarwati, Penyaluran air
buangan domestik 2000. Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain: 1.
Periode musim hujan dan kemarau lama. 2.
Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik.
3. Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu,
sedangkan air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.
Universitas Sumatera Utara
4. Fluktuasi debit air buangan domestik dan limpasan air hujan pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar. 5.
Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa polongan conduit atau berupa parit terbuka ditch.
Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi
dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Sistem Saluran Terpisah
2.3.4 Sistem Penyaluran Konvensional Sistem penyaluran konvensional conventional Sewer merupakan suatu
jaringan perpipaan yang membawa air buangan ke suatu tempat berupa bangunan
Universitas Sumatera Utara
pengolahan atau tempat pembuangan akhir seperti badan air penerima. Sistem ini terdiri dari jaringan pipa persil, pipa lateral, dan pipa induk yang melayani
penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang cukup luas Maryam Dewiandratika, Sistem penyaluran air limbah 2002. Setiap jaringan pipa
dilengkapi dengan lubang periksa manhole yang ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu. Apabila kedalaman pipa tersebut mencapai 7 meter, maka air buangan
harus dinaikkan dengan pompa dan selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke lokasi pengolahan dengan mengandalkan kecepatan untuk membersihkan diri Gambar
2.7. Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem penyaluran konvensional:
• Suplai air bersih yang tinggi karena diperlukan untuk menggelontor.
• Diameter pipa minimal 100 mm, karena membawa padatan.
• Aliran dalam pipa harus aliran seragam.
• Slope pipa harus diatur sehingga V cleansing terpenuhi 0.6 mdet. Aliran
dalam saluran harus memiliki tinggi renang agar dapat mengalirkan padatan. •
Kecepatan maksimum pada penyaluran konvnsional 3mdetik. Kelebihan sistem penyaluran konvensional adalah tidak diperlukannya suatu
tempat pengendapan padatan atau tangki septik. Sedangkan kekurangan dari sistem penyaluran konvensional antara lain:
• Biaya konstruksi relatif mahal.
• Peraturan jaringan saluran akan sulit jika dikombinasikan dengan saluran
small bore sewer, karena dua sistem tersebut membawa air buangan dengan karakteristik berbeda sehingga tidak boleh ada cabang dari sistem
konvensional bersambung ke saluran small bore sewer.
Universitas Sumatera Utara
Daerah yang cocok untuk penerapan sistem penyaluran konvensional: •
Daerah yang sudah mempunyai sistem jaringan saluran konvensional atau dekat dengan daerah yang punya sistem ini.
• Daerah yang mempunyai kepekaan lingkungan tinggi, misalnya daerah
perumahan mewah, pariwisata. •
Lokasi pemukiman baru, dimana penduduknya memiliki penghasilan cukup tinggi, dan mampu membayar biaya operasional dan perawatan.
• Di pusat kota yang terdapat gedung-gedung bertingkat yang apabila tidak
dibangun jaringan saluran, akan diperlukan lahan untuk pembuangan dan pengolahan sendiri.
• Di pusat kota, dengan kepadatan penduduk 300 jiwaha dan umumnya
Penduduk menggunakan air tanah, serta lahan untuk pembuatan sistem setempat sangat sulit dan permeabilitas tanah buruk.
Gambar 2.7 Sistem Penyaluran Konvensional
Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Sistem Riol Dangka l shallow Sewer
Shallow sewerage disebut juga Simplified sewerage atau Condominial
Sewerage. Perbedaannya dengan sistem konvensional adalah sistem ini mengangkut air buangan dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan slope lebih
landai Maryam Dewiandratika, Sistem Penyaluran air limbah 2002 . Perletakan saluran ini biasanya diterapkan pada blok-blok rumah. Shallow sewer sangat
tergantung pada pembilasan air buangan untuk mengangkut buangan padat jika dibandingkan dengan cara konvensional yang mengandalkan self clensing.
Sistem ini cocok diterapkan sebagai sewerage di daerah perkampungan dengan kepadatan tinggi, tidak di lewati oleh kendaraan berat dan memiliki
kemiringan tanah sebesar 1 Shallow sewer harus dipertimbangkan untuk daerah perkampungan dengan kepadatan penduduk tinggi dimana sebagian besar
penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan kamar mandi pribadi tanpa pembuangan setempat yang memadai. Sistem ini melayani air buangan dari kamar
mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapi dengan pengolahan mini.
A B
Gambar 2.8 Layout saluran Shallow Sewerage pada perumahan tidak teratur A dan teratur B.
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Sistem Riol Ukuran KecilSmall Bore Sewer Saluran pada sistem riol ukuran kecil small bore sewer ini dirancang,
hanya untuk menerima bagian-bagian cair dari air buangan kamar mandi, cuci, dapur dan limpahan air dari tangki septik, sehingga salurannya harus bebas zat
padat. Saluran tidak dirancang untuk self cleansing, dari segi ekonomis sistem ini lebih murah dibandingkan dengan sistem konvensional Maryam Dewiandratika,
sistem Penyaluran air limbah 2002. Daerah pelayanan relatif lebih kecil, pipa yang dipasang hanya pipa persil
dan servis yang menuju lokasi pembuangan akhir, pipa lateral dan pipa induk tidak diperlukan, kecuali untuk beberapa daerah perencanaan dengan kepadatan
penduduk sangat tinggi dan timbulan air buangan yang sangat besar. Sistem ini dilengkapi dengan instalasi pengolahan sederhana Gambar 2.9.
Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini:
Memerlukan tangki yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan , tangki ini biasanya tangki septik.
Diameter pipa minimal 50 mm karena tidak membawa padatan.
Aliran yang terjadi dapat bervariasi.
Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan self
cleansing karena tidak harus membawa padatan.
Kecepatan maksimum 3mdet.
Gambar 2.9 Skema Small Bore Sewer
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan Sistem Riol Ukuran Kecil:
Cocok untuk daerah dengan kerapatan penduduk sedang sampai tinggi terutama daerah yang telah menggunakan tangki septik tapi tanah sekitarnya
sudah tidak mampu lagi menyerap effluen tangki septik.
Biaya pemeliharaan relatif murah.
Mengurangi kebutuhan air, karena saluran tidak mengalirkan padatan.
Mengurangi kebutuhan pengolahan misalnya screening.
Biasanya dibutuhkan di daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang resapan atau bidang resapannya tidak efektif karena permebilitasnya jelek.
Kekurangan Sistem Riol Ukuran Kecil antara lain:
Memerlukan lahan untuk tangki.
Memungkinkan untuk terjadi clogging karena diameter pipa yang kecil.
2.3.7 Sistem Penyaluran Tercampur Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air
buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan sugiharto 1987. Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas
untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki
kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun Gambar 2.10.
Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih
ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan
Universitas Sumatera Utara
karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu
karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan.
buangan.
Gambar 2.10 Sistem Penyaluran Tercampur
2.3.8 Sistem Kombinasi Pada sistem penyalurannya secara kombinasi dikenal juga dengan
istilah interceptor, dimana air buangan dan air hujan disalurkan bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran terbuka atau tertutup, tetapi sebelum
mencapai lokasi instalasi antara air buangan dan air hujan dipisahkan dengan bangunan regulator Hardjosuprapto 2000.
Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air
Universitas Sumatera Utara
penerima. Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan tidak akan mencemari badan air penerima.
Sistem kombinasi ini cocok diterapkan di daerah yang dilalui sungai yang airnya tidak dimanfaatkan lagi oleh penduduk sekitar, dan di darah yang
untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan saluran secara konvensional, karena itu pada tahap awal dapat dibangun saluran pipa induk yang
untuk sementara dapat dimanfaatkan sebagai saluran air hujan Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Sistem Penyaluran Kombinasi
2.4. Aliran Melalui Pipa Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran, dan
digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh, Fluida yang di alirkan melalui pipa biasanya berupa zat cair atau gas dan tekanannya bisa lebih
besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka. Karena mempunyai
Universitas Sumatera Utara
permukaan bebas, maka fluida yang di alirkan adalah zat cair. Tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer
2.4.1. Hidrolika Pipa Bertekanan Suatu pipa bertekanan adalah pipa yang dialiri dalam keadaan penuh. Pipa
semacam ini seringkali lebih murah daripada saluran atau talang air, karena pada umumnya mengambil lintasan yang lebih pendek. Bila air langka didapat, pipa
bertekanan dapat digunakan untuk menghindari kehilangan air akan rembesan dan penguapan yang dapat terjadi pada saluran terbuka.
Persamaan energi antara penampang A dan B pada gambar 2.8 dibawah dapat ditulis sebagai:
… 2.1
dimana z adalah jarak tegak di atas suatu bidang persamaan mendatar, p γ adalah
tinggi tekanan air, V adalah kecepatan aliran rata-rata, h
p
adalah tinggi tekanan energi yang diberikan oleh pompa kepada air, dan h
L
adalah kehilangan tinggi tekanan keseluruhan antara penampang A dan B.
Gambar 2.12 Bagan penjelasan aliran pipa
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Kehilangan Energi Akibat Gesekan Pipa Apabila pipa mempunyai penampang konstan, maka V
1
= V
2,
dan persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana untuk
kehilangan tenaga akibat gesekan. 2.2
atau 2.3
Kehilangan tenaga sama dengan jumlah dari perubahan tekanan dan tinggi tempat.
Gambar 2.13 Penurunan Rumus Darcy-Weisbach Seperti terlihat pada gambar 2.13 tampang lintang aliran melalui pipa
adalah konstan yaitu A, sehingga percepatan a = 0. Tekanan pada tampang 1 dan 2 adalah p
1
dan p
2
. Jarak antar tampang 1 dan 2 adalah ∆L. Gaya-gaya yang bekerja
pada zat cair adalah gaya tekanan pada kedua tampang, gaya berat dan gaya gesekan.
Dengan menggunakan hukum Newton II untuk gaya-gaya tersebut akan didapat:
F = M a
Universitas Sumatera Utara
p
1
A - p
2
A+ γ A∆L sin α - τ
o
P ∆L =M x 0
Dengan P adalah keliling basah pipa. Oleh karena selisih tekanan adalah ∆p
1
maka : ∆pA +γ A∆L sin α - τ
o
P ∆L = 0
Kedua ruas dibagi dengan A γ, sehingga:
atau 2.4
2.5 dengan
∆z = ∆L sin α, R = AP adalah jari-jari hidrolis dan I = h
f
∆L adalah kemiringan garis energi. Untuk pipa lingkaran:
sehingga persamaan diatas menjadi: 2.6
Persamaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa kehilangan tenaga sebanding dengan V
n
di mana n ≈ 2. Untuk aliran melalui pipa
dengan dimensi dan zat cair tertentu, persamaan 2.6 menunjukan bahwa h
f
sebanding dengan τ
o
. Dengan demikian apabila h
f
= f V
2
berarti juga τ
o
= f V
2
. Dengan anggapan bahwa :
τ
o
= CV
2
2.7 dengan C adalah konstanta, maka persamaan 2.7 menjadi :
Universitas Sumatera Utara
Dengan mendefinisikan f = 8C ρ maka persamaan di atas menjadi:
2.8 Apabila panjang pipa adalah L, maka persamaan 2.8 menjadi :
2.9 Persamaan 2.9 disebut dengan persamaan Darcy-Weisbach untuk aliran
melalui pipa lingkaran. Dalam persamaan tersebut f adalah koefisien gesekan Darcy-Weisbach yang tidak berdimensi. Koefisien f adalah merupakan fungsi
dari angka Reynolds dari kekasaran pipa. Pada tahun 1944 Moody memperkenalkan suatu grafik yang
mempermudahkan dalam penentuan nilai f. Grafik ini kemudian dikenal dengan Moody Diagram gambar 2.14
Gambar 2.14 Diagram Moody untuk memperkirakan nilai f pipa
Universitas Sumatera Utara
Alternatif lain untuk menentukan nilai f dengan menggunakan koefisien manning, Chezy atau Hazen-williams.
58 .
124
3 1
2
d n
f =
2.10
. .
06 .
156
08 .
26 .
2
S d
C f
H
= 2.11
Tabel 2.2 Koefisien manning untuk beberapa jenis pipa Type of pipe
Manning’s n Galvanized iron
Corrugated metal Steel formed concrete
Plastic smooth PVC
0,015 – 0,017 0,023 – 0,029
0,012 – 0,014 0,011 – 0,015
0,009 – 0,010 Sumber: Brater et al. 1996; ASCE 1976
Tabel 2.3: Koefisien Hazen-Williams, C
H
Type of pipe Manning’s n
PVC, glass, or enameled steel pipe Riveted steel pipe
Cast iron pipe Smooth concrete pipe
Rought pipe e.g., rough concrete pipe 130 – 150
100 – 110 95 – 100
120 – 140 60 – 80
Sumber: Brater et al. 1996; ASCE 1976 2.4.3
Kehilangan Tenaga Sekunder Dalam Pipa Di samping adanya kehilangan tenaga akibat gesekan kehilangan tenaga
primer, terjadi pula kehilangan tenaga yang disebabkan oleh perubahan penampang pipa, sambungan, belokan dan katub kehilangan tenaga sekunder.
Pada pipa panjang, kehilangan tenaga primer biasanya jauh lebih besar dari pada kehilangan tenaga sekunder, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan tenaga
Universitas Sumatera Utara
sekunder dapat diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan tenaga sekunder harus diperhitungkan. Apabila kehilangan tenaga sekunder kurang 5 dari kehilangan
tenaga primer maka kehilangan tenaga tersebut bisa diabaikan. a.
Kehilangan energi akibat penyempitan contraction 2.12
dimana : H
c
= tinggi hilang akibat penyempitan K
c
= koefisien kehilangan energi akibat penyempitan V
2
= kecepatan rata-rata aliran dengan diameter D
2
yaitu di hilir dari penyempitan
Nilai dari Kc untuk berbagai nilai D
2
D
1
tercantum pada tabel di bawah Tabel 2.4 Nilai Kc untuk berbagai nilai D
2
D
1
D
2
D
1
0,2 0,4
0,6 0,8
1,0 K
c
0,5 0,45
0,38 0,28
0,14 0,00
b. Kehilangan energi akibat pembesaran tampang expansion
2.13 di mana
2.14 Apabila pipa masuk ke kolam yang besar seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.15, di mana A
2
= ∞ sehingga V
2
= 0 maka :
Universitas Sumatera Utara
Kehilangan tenaga pada perbesaran penampang akan berkurang apabila perbesaran dibuat secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan dalam gambar
2.15, kehilangan tenaga diberikan oleh persamaan berikut: 2.15
Gambar 2.15 Pipa menuju kolam
Gambar 2.16 Perbesaran penampang berangsur-angsur
dengan nilai K’ tergantung pada sudut α yang diberikan pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Nilai K’ untuk berbagai nilai α
α
10
o
20
o
30
o
40
o
50
o
60
o
75
o
K
c
0,078 0,31
0,49 0,60
0,67 0,72
0.72
c. Kehilangan energi akibat belokkan pipa
Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokkan tergantung pada sudut belokkan pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokkan adalah sama dengan
rumus pada perubahan penampang, yaitu : 2.16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Belokkan pada pipa dengan K
b
adalah koefisien kehilangan tenaga pada belokkan, yang diberikan oleh tabel 2.6.
Tabel 2.6 Nilai K
b
untuk berbagai nilai α
α
20
o
40
o
60
o
80
o
90
o
K
c
0,05 0,14
0.36 0,74
0,98
Untuk sudut belokkan 90
o
dan dengan belokkan halus berangsur-angsur, kehilangan tenaga tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokkan dan
diameter pipa. Nilai K
b
untuk berbagai nilai RD diberikan dalam tabel 2.7. Gambar 2.18 Perbandingan nilai RD untuk menentukan nilai K
Tabel 2.7 Nilai K
b
untuk berbagai nilai RD
α
1 2
4 6
10 16
20
K
c
0,35 0,19
0.17 0,22
0,32 0.38
0.42
d. Tinggi energi akibat valve
2.17
Universitas Sumatera Utara
dimana : K
v
adalah koefisien tinggi hilang di valve, Nilai ini sangat bergantung pada jenis valve dan bukaannya.
2.5. Aliran Mantap Melalui Sistem Pipa
Aliran dalam suatu sistem pipa berfungsi untuk mengalirkan zat cair dari satu tempat ke tempat yang lain. Aliran ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
tinggi tekanan di kedua tempat, yang bisa terjadi karena adanya perbedaan elevasi muka air atau karena digunakannya pompa.
2.5.1. Garis Tenaga dan Garis Tekanan Sesuai dengan prinsip Bernoulli, tenaga total di setiap titik pada saluran
pipa adalah jumlah dari tinggi elevasi, tinggi tekanan, dan tinggi kecepatan. Garis yang menghubungkan titik-titik tersebut dinamakan garis tenaga, yang
digambarkan di atas tampang memanjang pipa seperti yang ditunjukan pada gambar 2.18. Perubahan diameter pipa dan tempat-tempat tertentu di mana
kehilangan tenaga sekunder terjadi ditandai dengan penurunan garis tenaga. Apabila kehilangan tenaga sekunder diabaikan, maka kehilangan tenaga hanya
disebabkan oleh gesekan pipa.
Gambar 2.19 Garis tenaga dan tekanan
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Pipa dengan turbin Di dalam pembangkit listrik tenaga listrik, tenaga air digunakan untuk
memutar turbin. Untuk mendapatkan kecepatan yang besar guna memutar turbin, pada ujung di beri curat. Seperti di tunjukan pada gambar 2.19., dengan
menganggap kehilangan tenaga sekunder kecil maka di sepanjang pipa garis tenaga berhimpit dengan garis tekanan.
Gambar 2.20 Pipa dengan curat
Dengan menganggap kehilangan tenaga sekunder diabaikan, tinggi tekanan efektif H adalah sama dengan tinggi statis Hs dikurangi kehilangan tenaga akibat gesekan
h
f
. H = Hs - h
f
Kehilangan tenaga h
f
diberikan oleh persamaan Darcy-Weisbach:
mengingat Dengan demikian tinggi tekanan efektif adalah:
2.16
Universitas Sumatera Utara
Daya yang tersedia pada curat: 2.17
dengan: Q = debit aliran m
3
d H = tinggi tekanan efektif m
γ = berat jenis zat cair kgfm
3
Atau dalam satuan hp horse power, daya kuda maka : hp
2.18 Apabila efisiensi turbin adalah
η, maka daya yang diberikan oleh turbin adalah: hp
2.19 Substitusikan dari persamaan 2.16 ke dalam persamaan 2.19, maka:
2.20 2.5.3. Pipa dengan pompa
Jika pompa menaikkan zat cair dari kolam ataupun sumber air ke suatu kolam atau reservoir dengan selisih elevasi muka air Hs, seperti yang ditunjukan
pada gambar 2.20, maka daya yang digunakan oleh pompa untuk menaikkan zat cair setinggi Hs adalah sama dengan tinggi Hs ditambah dengan kehilangan
tenaga selama pengaliran dalam pipa tersebut. Kehilangan tenaga adalah ekivalen dengan penambahan tinggi elevasi, sehingga efeknya sama dengan jika pompa
menaikkan zat cair setinggi H = Hs + Σh
f
. Dalam gambar tersebut tinggi kecepatan diabaikan sehingga garis tenaga berhimpit dengan garis tekanan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Pipa dengan pompa
Kehilangan tenaga terjadi pada pengaliran pipa 1 dan pipa 2 yaitu sebesar h
f1
dan h
f2
. Pada pipa 1 yang merupakan pipa isap, garis tenaga dan tenaga menurun sampai di bawah pipa. Bagian pipa di mana garis tekanan di bawah
sumbu pipa mempunyai tekanan negatip. Sedang pipa 2 merupakan pipa tekan. daya yang diperlukan pompa untuk menaikkan zat cair:
2.21 atau dalam satuan hp horse power, daya kuda:
2.22 dengan
η adalah efisiensi pompa. Pada pemakian pompa, efisiensi pompa digunakan sebagai pembagi dalam rumus daya pompa.
2.5.4. Pipa hubungan seri Apabila suatu aliran pipa terdiri dari pipa-pipa dengan ukuran yang
berbeda, pipa tersebut adalah dalam hubungan seri. Gambar 2.21 menunjukkan suatu sistem tiga pipa dengan karakteristik berbeda yang dihubungkan dengan
Universitas Sumatera Utara
secara seri. Panjang, diameter dan koefisien gesekan masing-masing pipa adalah L
1
, L
2
, L
3
; D
1
, D
2
, D
3
dan f
1
, f
2
, f
3
.
Gambar 2.22 Pipa dalam hubungan seri
Jika beda tinggi muka air kedua kolam diketahui, akan dicari besar debit aliran Q dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan energi Bernoulli. Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah menggambarkan garis tenaga. Seperti terlihat pada gambar, garis tenaga akan menurun kearah aliran. Kehilangan tenaga
pada masing-masing pipa adalah h
f1
, h
f2
dan h
f3.
Dianggap bahwa kehilangan tenaga sekunder kecil sehingga diabaikan.
Q = Q
1
= Q
2
= Q
3
2.23 Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2 pada garis aliran:
2.24 Pada kedua titik, tinggi tekanan adalah H
1
dan H
2
, dan kecepatan V
1
= V
2
= 0 tampang aliran sangat besar, sehingga persamaan diatas menjadi:
z
1
+ H
1
= z
2
+ H
2
+ h
f1
+ h
f2 +
h
f3
z
1
+ H
1
– z
2
+ H
2
= h
f1
+ h
f2 +
h
f3
Atau H = h
f1
+ h
f2 +
h
f3
2.25
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengunakan persamaan Darcy-Weisbach, persamaan 2.25 menjadi: 2.26
Untuk masing-masing pipa kecepatan aliran:
Substitusikan nilai V
1
, V
2
, dan V
3
ke dalam persamaan 2.26, didapat: 2.27
Debit aliran adalah: 2.28
Kadang-kadang penyelesaian pipa seri dilakukan dengan suatu pipa ekivalen yang mempunyai penampang seragam. Pipa disebut ekivalen apabila
kehilangan tekanan pada pengaliran di dalam pipa ekivalen sama dengan pipa- pipa yang diganti. Sejumlah pipa dengan bermacam-macam nilai f , L, dan D akan
dijadikan suatu pipa ekivalen. Untuk itu diambil diameter D
e
dan koefisien gesekan f
e
dari pipa yang terpanjang atau yang telah ditentukan, dan kemudian ditentukan panjang pipa ekivalen. Kehilangan tenaga dalam pipa ekivalen:
2.29 Substitusikan dari persamaan tersebut ke persamaan 2.27 didapat:
2.30
BAB III
Universitas Sumatera Utara
GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI
3.1 Umum
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar adalah Rumah Sakit Rujukan kelas B di mana semua masyarakat khususnya
golongan menengah ke bawah mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Tarifnya yang murah dan terjangkau , tersedianya tenaga dokter
spesialis yang cukup, fasilitas penunjang diagnostik yang memadai dan letak RS yang strategis ditengah kota menjadi salah satu alasan masyarakat untuk datang
mendapatkan pengobatan di Rumah Sakit Umum baik dari kota Siantar sendiri rnaupun masyarakat dari kabupaten dan kota sekitarnya.
3.2 Gambaran singkat RSUD dr. Djasamen Saragih RSUD dr. Djasamen Saragih pada awalnya bernama RSUD kota Pematang
Siatar yang didirikan pada tahun 1911. Terletak di Jl. Sutomo No. 230 Pematang Siantar, dengan luas area ± 12,28 Ha menjadikan rumah sakit ini salah satu sentral
kesehatan bagi masyarakat kota Pematang Siantar karena lokasinya yang strategis di tengah kota Pematang Siantar dan merupakan daerah lintasan dari kota Medan
menuju daerah parawisata Danau Toba. Seiring berjalannya waktu rumah sakit ini mengalami pergantian
manajemen pengelolaan mulai dari pemerintah pusat, pemerintahan Provinsi Sumatera utara, dan hingga kini dekelola secara penuh oleh Pemerintah Kota
Pematang Siantar. Dalam menjalakan fungsinya sebagai sarana kesehatan masyarakat, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Pematangsiantar telah mengadakan
kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia Medan
Universitas Sumatera Utara
sejak tahun 1974. Rumah Sakit Umum Pematang Siantar dijadikan tempat pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran UMI melaksanakan praktek
Kepaniteraan Klinik Senior Co-Schap di RSUD Pernatang Siantar. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Pematangsiantar juga dijadikan tempat pendidikan
AKPER AKBID, dan lain-lain kejuruan, seperti Radiologi.
Gambar: 3.1 Tampak depan RSUD dr. Djasamen Saragih
3.2.1 Sarana dan Prasarana a. Prasarana
Dengan luas areal rumah sakit ± 12,28 Ha rumah sakit ini terdiri dari 59 unit bangunan yang terdiri dari Sarana gedung, terdiri dari ruang perkantoran,
rawat jalan, rawat inap, ruang pertemuan, penujang medis, kamar bedah umum, kamar bedah obgin, kamar janazah, laundri, ruang rekam medis, asrama
mahasiswa dan mesjid. b. Sarana
Untuk menunjang berjalanannya kegiatan medis, rumah sakit ini dilengkapi dengan berbagai sarana antara lain:
Universitas Sumatera Utara
Air, berasal dari PDAM Tirtauli
Listrik, bersumber dari PLN dan Generator
IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah
Incenerator
Ambulan sebanyak 3 unit
Instalasi
3.2.2 Fasilitas RSUD Dr. Djasamen Saragih Kota Pematang Siantar mempunyai fasilitas
yang terdiri dari : 1.
Instalasi Rawat Jalan atau Polklinik, terdiri 19 poliklinik antara lain, Poliklinik bedah, Poliklinik Ibu dan Anak, Poliklinik Mata dan lain-lain.
2. Instalasi Rawat Inap, terdiri dari 17 ruang dengan 220 tempat tidur yang
dibagi menjadi beberapa kelas ruangan. 3.
Instalasi Penunjang, terdiri dari instalasi Gawat Darurat, Farmasi, Radiologi, Sistem Informasi Rumah Sakit SIRS dan lai-lain.
3.3 Kondisi Existing Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL di RSUD Dr. Djasamen Saragih
Pematang Siantar merupakan pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif. Bangunan instalsi Pengolahan Limbah ini dibangun pada awal tahun 2003 dan
diresmikan pada bulan Desember 2004 yang merupakan bantuan dari pemerintah Korea Selatan. Instalasi ini terdiri dari beberapa unit bangunan yang saling
berangkaian dalam proses pengolahan air buangan rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2 Gedung Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL RSUD Dr. Djasamen Saragih
Untuk limbah padat dari kegiatan rumah sakit seperti alat suntik, tabung infuse, sarung tangan, kasa, kateter, bungkusbotol obat, pot sputum, pot urine,
dan sampah non medis yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis, semuanya dimusnahkan pada Incenerator yang terletak di sebelah gedung IPAL
tersebut. RSUD Djasamen Saragih merupakan satu-satunya rumah sakit di kota Pematang Siantar yang memiliki Incenerator, sehingga rumah sakit ini juga
menerima limbah padat dari rumah sakit disekitar kota Pematang Siantar untuk dimusanahkan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3 Unit Incenarator pada RSUD Dr. Djasamen Saragih
Dengan jumlah rata-rata pengunjungpasien rumah sakit, baik dari rawat inap dan rawat jalan dalam setahun 7000 orang data terlampir, volume limbah
yang dihasilkan dalam sehari ± 20 m
3
hari. Limbah tersebut dihasilkan dari berbagai sumber poliklinik, instalasi UGD. Laboratorium, farmasi, perawatan,
kamar bedah, domestik kamar mandi, WC, wasteful dan lain-lainya. Analisa kualitas air limbah yang dihasilkan ditunjukan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1. Kualitas Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit
Parameter Satuan Kadar
BOD
5
mgl 400
COD mgl
800 TSS
mgl 200
pH mgl
6.8 NH
3
Free mgl
115 Sumber: SIRS dr. Djasamen Saragih
Universitas Sumatera Utara
PTB- Dapur PTB- Laundry
Pump Station Lift Station
Screen Incenarator
Buffer Basin
FBBR Settling Basin
Treated Water Basin
Up Flow Filter Desinfectant
Basin Effluent Basin
Sludge Storage
System Watering
Ke Saluran Kota Air
Pembersih Dari bangsal, Lab, R. Operasi dll
Return Sludge Sludge
Cake Back
Limbah Padat Rumah Sakit
Secara skematik proses pengolahan lima pada IPAL RSUD dr. Djasamen Saragih ditunjukan pada gambar dibawah ini.
Gambar: 3.4 Diagram Alir Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL RSUD Dr. Djasamen Saragih
Universitas Sumatera Utara
3.3.1 Lift Station Basin
Gambar: 3.5 Waste water basin atas dan Lift Station Tank bawah
Limbah cair dari berbagai kegiatan rumah sakit baik medis maupun nonmedis disalurkan melalui jaringan pipa ke tempat penampunagn sementara
waste water basin, gambar 3.4 atas. Dari kolam air limbah baku ini, air limbah di salurakan ke unit instalasi dengan cara pompanisasi, hal ini di karenakan unit
IPAL memiliki elevasi yang lebih tinggi dari elevasi kolam air limbah baku waste water basin dengan 2 buah pompa bertekanan yang memilik daya 0.5
m
3
det. Air limbah yang telah dipompakan kemudian ditempatkan pada Lift
Station Basin gambar 3.4 bawah. Lift station basin ini mememiliki kapasitas 10 m
3
dan di lengkapi dengan dua unit pompa submersimble dengan kapasitas masing-masing 0.43 m
3
det.
Universitas Sumatera Utara
A B
C D
3.3.2 Buffer Basin
Limbah baku yang telah di pompa dari lift station basin selanjutnya di salurkan menuju buffer basin yang yang memilki dimensi
Panjang : 9.5 meter
Lebar : 7 meter
Kedalaman : 4.3 meter Pada buffer basin ini terdapat filter yang berotasi yang berfungsi untuk
menyaring kembali limbah-limbah padat yang ikut terbawa berasama limbah cair yang kemudian dimusnahkan pada incinerator. Di dasar buffer basin ini juga
terdapat pengadukmixer yang berfungsi untuk mencegah terjadinya sedimentasi pada bak ini. Terdapat dua unit pompa masing-masing memiliki daya 0.20 m
3
yang selanjutnya akan mengalirkan air menuju bak reaktor biofilm.
Gambar: 3.6 Screen Filter AB dan Buffer Basin CD 3.3.3
Fluidized Bed Biofilm Reactor Basin
Universitas Sumatera Utara
Limbah cair yang sudah terpisah dari limbah padat selanjutnya di pompa menuju bak reaktor biofilm. Bak ini memilik dimensi :
Panjang : 2.5 meter
Lebar : 7 meter
Kedalaman : 4.3 meter yang dibagi menjadi dua unit dengan masing-masing panjang setiap bak 3.5
meter. Didalam bak ini terdapat media berupa bola-bola jaring berdiameter 200 mm yang berfungsi pengikat partikel partikel padat. Pada bak ini juga terdapat V-
notch basin yang berfungsi sebagai alat pengontrol debit air limbah yang keluar dan juga untuk mengambil sample air.
Gambar: 3.7 V- notch basin dan Fluidized Bed Biofilm Reactor Basin
3.3.4 Settling Basin, Diiffuser dan Upflow filter
Universitas Sumatera Utara
Air limbah dari bak reaktor biofilm selanjutnya dipompa menuju Settling basin atau Clarifier, pada bak ini terjadi pengadukan yang bertujuan
mengakselerasi terjadinyanya koagulasi. Selanjutunya partikel-partikel ini akan turun secara gravitasi menuju dasar settling basin dan membentuk endapan
lumpur. Settling basin ini memilik volume 80 m
3
.
Gambar: 3.8 Settling Basin
Selanjuntya Air kemudian di pompakan ke uplow control tank untuk selanjutnya masuk ke bak aerasi, bak ini dilengkapi dengan air diffuser yang berfungsi
melarutkan udara kedalam air sehingga bakteri menjadi aktif Di bak ini air limbah akan diproses dengan cara menambahkan atau
melarutkan udara kedalam air dan menambahkan lumpur aktif yang diperoleh dari bak pengendap atau sedimentation tank. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan
lumpur yang datang dari aerasi dengan tujuan mempercepat pengendapan struktur, sehingga dibuat seperti limas segi empat.
Universitas Sumatera Utara
Lumpur yang mengendap akan diangkat oleh airlift melalui udara blower kemudian lumpur ditampung ke setiap distributor box untuk di distribusikan ke
bak aerasi, bak penampungan lumpur dan bak klorinasi atau clorinasi tank.
Gambar: 3.9 Upflow Filter Control tank AB, Diffuser Basin C, Bak Kloronasi D
3.3.5 Desinfection Basin dan Sludge Storage Basin
A
C B
D
Universitas Sumatera Utara
C D
B A
Air limbah yang telah bebas dari padatan selanjutnya diendapakan. Setelah air diendapkan proses selanjutnya menambahkan bahan kimia yang
berfungsi untuk membunuh kuman. Untuk penambahan desinfektan ini digunakan pompa pembubuh dosing pump yang memompa desinfektan dari bak
tendon yang berjumlah 2 unit. Selanjutnya air yang dibubuhkan desinfektan akan dipompa ke city water basin dan telah memenuhi kualitas untuk disalurkan ke
saluran pembuangan kota dalam hal ini Sei Bahbolon.
B
Gambar: 3.10 Chemical Dosing Tank A, Chemical Dosing Tank B, Desinfektan basin C dan Sei Bahbolon D
Bak penampungan air olahan atau effluent tank adalah bak yang berfungsi sebagai bak penampungan air olahan yang dihasilkan oleh unit
pengolahan limbah untuk disalurkan ke watertank, air yang masuk ke bak ini adalah air yang sudah diproses bebas dari kuman.
Bak ini memilik dimensi :
Universitas Sumatera Utara
A B
C D
Panjang : 2.5 meter
Lebar : 1.1 meter
Kedalaman : 4.3 meter 3.3.6
Sludge Storage Basin Lumpur yang yang berasal dari Settling Basin di pompakan menuju
Sludge Storage Basin. Di dasar Sludge Storage Basin ini terdapat mixer yang mengaduk agar kandungan lumpur yang mengendap ikut larut di dalam air.
Selanjutnya Air lumpur ini dipompa menuju Dewatering Unit. Pada tahapan ini air lumpur dipadatkan dengan bantuan FeCl
3
yang diteteskan melalui pompa pembubuh dosing pump. Proses selanjutnya lumpur yang telah dipadatkan akan
dibawa ke Incenerator. Selain itu lumpur ini juga dapat dijadikan pupuk organik setelah didiamkan beberapa hari dan dicampur pada media tumbuhan.
Sementara air yang masih memiliki kandungan lumpur dipompa kembali menuju buffer basin untuk diproses kembali.
Gambar: 3.11 Sludge Storage Basin A, Dewatering Panel Control B, Sludge Cake C dan Buffer BasinD
BAB IV
Universitas Sumatera Utara
EVALUASI
Dalam laporan tahunan RSUD dr. Djasamen Saragih kota
Pematangsiantar, peningkatan jumlah pasien rawat inap dalam setahun mencapai rata-rata 19.92. Dengan demikian volume limbah harian juga mengalami
peningkatan. Hingga saat ini jumlah tempat tidur tersedia pada rumah sakit ini adalah 220 tempat tidur, dengan jumlah pemakaian rata-rata perharinya mencapai
197 tempat tidur.
4.1 Evaluasi raw water basin lift station Dengan peningkatan jumlah pasien rawat inap yang mencapai hampir 20
pertahunnya berdampak pula pada peningkatan volume limbah harian, dengan demikian volume limbah harian menjadi:
• Jumlah pemakaian tempat tidur menjadi 258 tempat tidur.
• Asumsi Pemakaian air
= 500 liter bedhari •
Jumlah pemakaian air = 258 x 500 = 129 000 ltrhari
≈ 130 m
3
hari Dimensi buffer basin saat ini :
Panjang : 2 meter
Lebar : 2 meter
Tinggi : 2,5 meter
Volume bak yang ada saat ini adalah sebesar 10 m
3
dengan tambahan pompa berdaya 0,40 m
3
min. Waktu operasional sistem pengolahan limbah rata-rata
Universitas Sumatera Utara
perhari sebesar 4 jam, dengan demikian besar debit yang disalurkan ke buffrer basin adalah :
0,4 m
3
min x 60 x 4 = 96 m
3
Untuk kapasitas limbah 130 m
3
hari dimensi raw water basin yang ada saat ini, tentu tidak mampu menampung limbah, untuk itu perlu perencanaan ulang agar
efektifitas pengolahan dapat berlangsung. KapasitasRencana
: 130 m
3
per hari. ≈ 5,42m
3
jam Waktu tinggal saat ini
x 24 jam = 1,85 jam Standard waktu tinggal menurut JWWA adalah
≥ 2 jam. Maka perlu pendimensiaan ulang terhadap bak.
Q : 130 m
3
V rencana : 2,5mdet
A :
= 52 m
2
Direncanakan bak berbentuk persegi yang dibagi menjadi 2 ruangan dengan dimensi:
Panjang : 7,5 meter
Lebar : 4 meter
Tinggi : 3 meter
Volume : 90 m
3
Cek waktu tinggal = x 24 jam = 16,62 jam
ok…
Universitas Sumatera Utara
4.2 Evaluasi buffer basin dan bar screen Sebelum masuk ke dalam sistem pengolahan, air limbah haruslah bebas
dari limbah padat rumah sakit, untuk itu perlu media penyaring yang berfungsi sebagai filter sebelum air diolah pada buffer basin.
Gambar 4.1 Bar Screen
Dalam pengoperasiannya bar screen digerakkan dengan motor yang memutar screen filter yang berupa kisi-kisi dengan jarak antar kisi ± 2cm. Dengan daya
0,40 m
3
min, untuk kapasitas limbah 130 m
3
hari, screen filter ini masih dapat beroperasi optimal.
Air limbah yang telah bebas dari pada padatan akan ditampung pada buffer basin yang mampu menampung limbah sebanyak 232 m
3
. Spesikasi teknis buffer basin adalah sebagai berikut:
Dimensi: Panjang
: 9,5 meter Lebar
: 7 meter Tinggi
: 4,3 meter Volume
: 232 m
3
Universitas Sumatera Utara
Pompa : 0,19 m
3
min sebanyak 2 unit, 1 standby Mixer
: 15,6 m
3
min 2 unit
Untuk kapasitas limbah 130 m
3
, cek terhadap waktu tinggal detention time: t
r
=
x
24 jam = 42,8 jam Ok….
dengan dimensi yang ada saat ini, buffer basin masih mampu menampung limbah dengan kapasitas 130 m
3
hari. Untuk daya pompa yang saat ini 0,19 m
3
min dengan waktu operasi 4 jamhari, maka volume limbah yang dipompakan dalam
sehari adalah: 0,19 m
3
min x 60 x 4 = 45,6 m
3
Dengan debit yang demikian volume yang disalurkan tidak sesuai dengan kapasitas limbah yang akan diolah dalam seharinya.
Perhitungan rencana buffer basin Kapasitas Rencana
: 130 m
3
per hari. BOD Masuk
: 400 mglt. Efisiensi pengolahan
: 20 BOD keluar
: 320 mglt Volume bak
: 232 m
3
Dimensi bak : Panjang
: 9,5 meter Lebar
: 7 meter Tinggi
: 4,3 meter Tinggi ruang bebas
: 0,5 m
Universitas Sumatera Utara
Pompa Air Limbah: Kapasitas Q : 5,42 m
3
jam ; 0,091m
3
mnt ; 0,00151 m
3
det Head
: 6 meter diambil dari tinggi buffer basin ditambah freeboard
Efisiensi η : 85 Daya pompa =
= 0,142 hp = 106 watt Digunakan dua unit submersible pump pompacelup dengan satu standby.
4.3 Evaluasi FBBR basin Kualitas limbah hasil dari pengolahan dari buffer basin mencapai 80 dari
kualitas BOD awal. Pengolahan selanjutnya terjadi pada fluidized bed biofilm reactor, pada bak ini BOD teruduksi hingga 45. Bangunan ini dilengkapi
dengan media sebagai tempat tumbuh mikroba pengurai zat yang belum sempat terurai pada bak pengendap awal. Media ini berbentuk bola berfilter yang
memiliki diameter Ø 200 mm dan berjumlah 1856. Dengan adanya media biofilm, bak ini hanya mampu menampung limbah dengan volume 61 m
3
. Bak ini memiliki dimensi;
Panjang : 7 meter
Lebar : 2,5 meter
Tinggi : 4,3 meter
Tinggiruangbebas : 0,5 m
Volume : 75,25 m
3
Universitas Sumatera Utara
Pengolahan BOD : Kapasitas Rencana
: 130 m
3
BOD Masuk : 320 mglt
Efisiensi Pengolahan : 70 BOD keluar
: 96 mglt Untuk pengolahan air dengan proses biofilter standar Beban BOD per volume
media 0,4–4,7 kg BOD m
3
hari. Ditetapkan beban BOD yang digunakan 2,5 kg BOD m
3
hari. Beban BOD di dalam air limbah
= 130 m
3
hari x 320 gm
3
= 41.600 ghari = 41,6 kghari ≈ 42 kghari
Jumlah BOD yang dihalangkan = 0,7 x 42 Kghari
= 29,4 Kghari Volume media yang diperlukan
=16,8 m
3
Volume Media = 60 dari total volume reaktor. Volume Reaktor yang diperlukan = 106 x 16,8m
3
= 28 m
3
Dengan demikian perlu penambahan media bola sebanyak: V media bola = 43 π R
3
= 43 x π 0,1
3
= 0,0042 m
3
Jumlah media bola yang digunakan = = 6667 unit
Universitas Sumatera Utara
Waktu Tinggal Reaktor Anaerob yang dibutuhkan x 24 jam = 5,17 jam
Dimensi rencana bak Q
: 130 m
3
V rencana : 2,5mdet
A :
= 52 m
2
Direncanakan bak berbentuk persegi yang dibagi menjadi 2 ruangan dengan dimensi:
Panjang : 7 meter
Lebar : 4 meter
Tinggi : 4,3 meter
Volume : 120,4 m
3
Cek waktu tinggal = x 24 jam = 16,62 jam
ok… Kebutuhan oksigen di dalam reactor biofilter aerob sebanding dengan jumlah
BOD yang dihilangkan. Jadi : kebutuhan teoritis = Jumlah BOD yang dihilangkan
= 29,4 Kghari Faktor keamanan diambil ± 1,4
Kebutuhan Oksigen Teoritis = 1,4, x 29,4 Kghari = 41,16 Kghari Temperatur udara rata-rata = 28
o
C Berat udara pada suhu 28
o
C = 1,1725 kgm
3
Di asumsikan jumlah oksigen didalam udara 25 , Jadi jumlah kebutuhan udara teoritis =
= 140,42 m
3
hari
Universitas Sumatera Utara
Efisiensi difusser = 25 Kebutuhan udara Aktual =
= 5616,8 m
3
hari = 3,9 m
3
mnt Speesifikasi Blower yang ada saat ini :
Kapasitas : 3,31 m
3
menit Head
: 4500 mm Aq Maka perlu pengantian blower dengan spesfikasi:
Kapasitas : ± 4,00 m
3
menit Head
: 5500 mm Aq
4.4 Evaluasi Pada Settling Basin Proses pengolahan limbah selanjuntya terjadi pada settling basin. Air
limbah hasil pengolahan pada FBBR basin diolah kembali untuk mengurangi kualitas BOD hingga mencapai 50. Bak ini memliki Volume ± 80 m
3
dan dilengkapi dengan sludge scrapper yang berfungsi untuk mengikat dan
mengendapkan lumpur dengan pengadukan cepat dan gravitasi. Pengolahan BOD :
Kapasitas Rencana : 130 m
3
BOD Masuk : 96 mglt
Efisiensi Pengolahan : 50 BOD keluar
: 48 mglt Dengan volume limbah 130 m
3
hari, cek waktu tinggal. Waktu Tinggal
x 24 jam = 14.77 jam ok ...
Volume lumpur yang dihasilkan ± 15 dari volume limbah, maka volume limbah yang dihasilkan adalah 15 x 130 = 19,5 m
3
. Pompa lumpur yang ada saat
Universitas Sumatera Utara
ini memiliki kapasitas pompa 0,05 m
3
mnt, waktu operasional sistem rata-rata perhari ± 4 jam, maka besar kapasitas lumpur yang di pompa dalam sehari adalah
: 0,05 m
3
mnt x 60 mnt x 4 jam = 12 m
3
Dengan hasil tersebut kapasitas pompa yang ada saat ini tidak memenuhi untuk mendistribusikan pompa, sehingga perlu adanya pompa baru yang memiliki
spesifikasi yang memenuhi. Pompa lumpur:
Kapasitas Q : 19, 5 m
3
hari ; 0,813 m
3
jam; 0,00023 m
3
det Head
: 6 meter Efisiensi η : 90
Daya pompa = = 0,0204 hp
Sebelum proses pengolahan lumpur menjadi lumpur padat terjadi, lumpur yang berasal dari settling basin di pompa menuju sludge storage basin. Bak ini
memiliki dimensi: Panjang
: 2,5 meter Lebar
: 2,5 meter Tinggi
: 4,3 meter Tinggi ruang bebas
: 0,5 m Cek Waktu Tinggal
x 24 jam = 1,08 jam ok ...
Dengan demikian volume sludge storage basin yang ada saat ini masih efektif untuk digunakan.
4.5 Evaluasi pada Treated Water Basin
Universitas Sumatera Utara
Air limbah yang telah bebas dari kandungan lumpur dialirkan menuju Treated water basin secara gravitasi, hal ini di karenakan letak bak ini berada
lebih rendah dari settling basin. Bak ini memiliki dimensi : Panjang
: 2,5 meter Lebar
: 2,9 meter Tinggi
: 4,3 meter Pengolahan BOD :
Kapasitas Rencana : 130 m
3
BOD Masuk : 48 mglt
Efisiensi Pengolahan : 30 BOD keluar
: 33,6 mglt
volume efektif yang dapat ditampung pada bak ini sebesar 23 m
3
. Untuk mereduksi kandungan BOD yang masih terdapat pada air limbah, air limbah pada
bak ini dipompa menuju uplow filter. Pompa yang digunakan sebanyak 3 unit 1 standby.
Spesifikai pompa yang ada saat ini adalah: Kapasitas
: 0,12 m
3
mnt Total Head
: 9 meter Listrik
: 100 watt Dengan beroperasinya dua pompa, maka volume air limbah yang disalurkan untuk
diolah pada uplow filter adalah: 2 x 0,12 x 60 mnt x 4 jam = 57,6 m
3
total volume limbah setelah dikurangi volume lumpur adalah:
Universitas Sumatera Utara
130 – 19,5 = 110,5 m
3
Cek Waktu Tinggal x 24 jam = 4,99 jam
ok ... Untuk pompa yang digunakan perlu perencanaan ulang,
Kapasitas Q : 110, 5 m
3
hari ; 4,604 m
3
jam; 0,00129 m
3
det Head
: 9 meter Efisiensi η : 85
Daya pompa = = 0,182 hp
Direncanakan menggunakan 2 pompa dengan satu standby.
4.6 Evaluasi pada Disnfectant Basin Setelah melalui proses pada uplow filter, air limbah yang dialirkan menuju
desinfectan basin, sebelum dibuang ke saluran kota air ditambahkan dengan senyawa khlor berupa FeCl
3
. Hal in bertujuan agar mikroorganisme patogen yang masih terdapat di dalam air dapat dimatikan.
Bak ini memiliki dimensi : Panjang
: 1,1 meter Lebar
: 2,9 meter Tinggi
: 4,3 meter Pengolahan BOD :
Kapasitas Rencana : 130 m
3
BOD Masuk : 33,6 mglt
Efisiensi Pengolahan : 20 BOD keluar
: 26,88 mglt
Universitas Sumatera Utara
Volume efektif yang dapat ditampung oleh bak ini adalah 9m
3
, akan tetapi karena ini adalah bak pengolahan terakhir kelebihan volume yang terjadi langsung
salurkan menuju saluran kota dalam hal ini sei bahbolon. Pada bak ini juga terdapat pompa dengan kapasitas 0,85 m
3
mnt yang berfungsi dalam proses pembilasan atau backwash. Pompa ini mengalirkan air
kembali menuju uplowfilter untuk diolah lagi. Kecepatan aliran pada saat backwash adalah:
V
backwash
= = 9,35 mjam
Atau setara dengan 2,59 mmdet.
4.7 Evaluasi Pembubuhan zak kimia FeCl
3
IPAL pada RSUD dr. Djasamen Saragih juga dilengkapi dengan 2 bak tendon yang berisi dengan larutan FeCl
3
dengan kapasitas masing-masing 500 lt. Untuk menginjeksi larutan ini digunakan pompa pembubuh dosing pump dengan
kapasitas 307 ml mnt. Maka untuk menentukan kembali dosis FeCl
3
yang akan digunakan dapat dihitung sebagai berikut.
Debit limbah = 110,5 m
3
hari atau 4604,17 lt jam Debit FeCl
3
= 426 mljam ≈ 18,42 ltjam
Total debit = 4606,17 + 18,42 = 4624,59 ltjam
Dosis FeCl
3
= = 400 mglt
x = 1849836 mg18,42 lt
= 1,85 kg 18,42 = 0,1 kglt
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan larutan FeCl
3
dilakukan pada bak tendon kapasitas 500 liter. Untuk membuat larutan ini diperlukan bubuk FeCl
3
sebanyak: 0,1 kglt x 500 ltr = 50 kg
Pembubuhan yang ada saat ini adalah sebesar 30 kg dengan demikian perlu penambahan lagi sebesar 20 kg.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN