Karakteristik Penderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 – 2014

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR

TAHUN 2013 – 2014

SKRIPSI

OLEH

JANNI TOGUMAITO BUTARBUTAR NIM. 111000147

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR

TAHUN 2013 – 2014

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

JANNI TOGUMAITO BUTARBUTAR NIM. 111000147

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya berjudul ―KARAKTERISTIK

PENDERITA HIV/AIDS DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013–2014” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, Oktober 2015


(4)

(5)

ABSTRAK

AIDS (Acquired Imunne Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit (sindrom) spesifik yang disebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh yang berkaitan dengan infeksi HIV (Human Imunnodeficiency Virus). Prevalensi AIDS di Indonesia tahun 2014 sebesar 23,48 dengan CFR 1,67%,. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013-2014.

Penelitian ini bersifat desktiptif dengan desain case series. Populasi dan sampel adalah seluruh penderita HIV/AIDS sebanyak 145 kasus. Jenis data yang dikumpulkan data sekunder yang dianalisis dengan uji Chi-Square.

Hasil penelitan menunjukkan karakteristik berdasarkan sosiodemografi tertinggi adalah kelompok umur 30-39 tahun (49,0%), laki-laki (72,4%), tamat SLTA (55,2%), wiraswasta (53,1%), menikah (66,9%), bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar (57,9%). Transmisi penularan tertinggi heteroseksual (65,5%), keadaan klinis tidak ada IO (54,5%), jenis IO tuberkulosis (48,5%), jumlah CD4 <200 sel/μl (60,0%), tahap terapi ARV stop (64,1%), keadaan terakhir penderita hidup (76,6%). Ditemukan tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan transmisi penularan (p=0,372), jenis kelamin berdasarkan keadaan terakhir (p=0,297), status pekerjaan berdasarkan transmisi penularan (p=0,172), status pernikahan berdasarkan transmisi penularan (p=0,190), serta ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan transmisi penularan (p<0,001) dan keadaan klinis berdasarkan keadaan terakhir (p<0,001).

Kepada masyarakat harus setia pada satu pasangan (be faithful) untuk mencegah penularan melalui heteroseksual berganti-ganti pasangan, kepada tokoh masyarakat, khususnya tokoh agama untuk ikut berperan dalam pendidikan moral masyarakat, kepada petugas Poliklinik HIV/AIDS untuk meningkatkan pelaksanaan pendampingan ODHA, memantau kepatuhan mengonsumsi ARV pasien serta mencatat informasi lebih rinci mengenai jenis infeksi oportunistik yang dimiliki oleh penderita, dan kepada pemerintah setempat untuk menutup lokalisasi di Bukit Maraja.

Kata Kunci: Karakteristik, HIV/AIDS


(6)

ABSTRACT

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) is specific illness (syndrome) collecting caused by damaging immune system which is related to HIV (Human Immunodeficiency Virus). Prevalance rate of AIDS in Indonesia in 2014 was 23,48 with CFR of AIDS was 1,67. The main purpose of this research is to know characteristic of HIV/AIDS patients.

This research is descriptive study with case series design. The population and sample was all HIV/AIDS patients as many as 145 cases. Type of data collected is secondary data which is analyced by chi square-test.

The result of research showed the characteristic based on highest demograhy social with the age 30-39 years (49,0%), male (72,4%), Senior High School passed (55,2%), enterpreuner (53,1%), married (66,9%), Pematangsiantar Living (57,9%), highest infection transmission of heterosexual (65,5%), Clinic with no opportunity Infection (OI) (54,5%), Tuberculosis as OI type (48,5%), number of CD4<200 (60,0%), stop therapy phase (64,1%), alive living (76,6%). It is faound that no significant and different proportion between age and infection transmission (p=0,372), sex and last living (p=0,297), work status and infection transmission (p=0,172), marrige status and infection transmission (p=0,190). There is significant difference proportion between sex and infection transmission (p<0,001), and also clinic and last living (p<0,001).

It is suggested for society to be faithful to one person as living mate to prevent transmission through heterosexual in promiscuity, to public figure especially to public religion to get involved in morality education for education for society. It is suggested for staff of HIV/AIDS Poly clinic to monitor patient obedience in consuming ARV and to record information more detail about type of opportunity infection of patients. It is suggested to local government to close prostitution place in Bukit Maraja.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan karena berkat dan kasih-Nya yang senantiasa berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: “Karakteristik Penderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 – 2014” yang merupakan salah satu prasyarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih terkhusus kepada Ibu dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph. D selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu drh. Hiswani, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penuis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes. selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. M. Makmur Sinaga, M.S. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

5. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Pembantu Dekan 1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Direktur RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dr.Ria Talumbanua, M.Kes., dan Koordinator CST dr. Saiden Saragih, MM dan Koordinator VCT dr. Robby Sebayang beserta seluruh staf Poliklinik HIV/AIDS yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

7. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Epidemiologi.

8. Teristimewa kepada orangtua tercinta Junner M. Butarbutar dan Tiurlena Hasugian yang dengan penuh kasih selalu mendoakan, memberikan semangat serta memberikan didikan dalam menjalani hidup ini.

9. Saudara-saudaraku terkasih , kakak-kakakku (Marlina, SKM, Mardina S.P.) dan adik-adikku (Sihol; Paskah; Alice) atas doa, perhatian, dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat dan saudaraku ―Tujuh‖ (Lamtiur, Elisabeth, Jane, Medis, Riris, dan

Sri Dewi) yang selalu memberikan semangat, serta waktunya untuk sama-sama berjuang dan bertumbuh di dunia mahasiswa, seluruh ipar-ipar (bang Lafandy, Tomcat, Bang Potan, Bang Tomcong, Bang Ario) dan mommy (Desima Hutapea) si perfeksionis beserta Daddy (Fredy Bukit) si cuek berat. 11. PK GMKI Masa Bakti 2012 – 2013 (Bang Hotman, Kak Les, Kak Nancy,

Kak Sikap, Kak Sri, Bang Lucky, Kak Asni, Bang Manda, Lamtiur, Anjela,

Tommy ‗my friend‘, Eboy), PK GMKI Masa Bakti 2013 – 2014 (Ket Ima, Bend. Rahayu, Wadah Bora, Sri Dewi, Riris Sarma, Tiur Nita, Triana,


(9)

Yolela, Yanti, Welsa, Rizky Manggor dan ‗beliaunya‘ Dedy) Kak Rini, Kak

Kristine, Kak Devi, Kak Raisa serta seluruh civitas GMKI FKM USU yang telah memberikan motivasi dan menghabiskan waktu bersama dalam melayani Dia Sang Kepala Gerakan. Serta semua orang yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Oktober 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ………...…………. 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 6

1.3 Tujuan Penelitian ……… 7

1.3.1 Tujuan Umum ……….………... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ………...…… 7

1.4 Manfaat Penelitian ………...………... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Definisi HIVdan AIDS ... 10

2.1.1 Definisi HIV ………..………... 10

2.1.2 Definisi AIDS ... 11

2.2 Etiologi dan Patogenesis HIV/AIDS ... 12

2.3 Transmisi HIV/AIDS ……….…….... 17

2.3.1 Transmisi Seksual ... 18

2.3.2 Transmisi Non Seksual ... 20

2.4 Gejala Klinis HIV/AIDS ... 22

2.4.1 Klasifikasi menurut CDC... 22

2.4.2 Klasifikasi menurut WHO ... 26

2.5 Diagnosis HIV/AIDS ... 28

2.6 Epidemiologi HIV/AIDS ... 32

2.6.1 Distribusi dan Frekuensi HIV/AIDS... 32

2.6.2 Determinan HIV/AIDS ... 38

2.7 Pencegahan HIV/AIDS ... 41

2.7.1 Pencegahan Primer ... 41

2.7.2 Pencegahan Sekunder ... 43

2.7.3 Pencegahan Tersier ... 45

2.8 Kerangka Konsep ... 45

BAB 3 METODE PENELITIAN……… 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46


(11)

3.2.2 Waktu Peneltian ... 46

3.3 Populasi dan Sampel ... 46

3.3.1 Populasi Penelitian ... 46

3.3.2 Sampel Penelitian ... 46

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 47

3.5 Teknik Analisis Data ... 47

3.6 Definisi Operasional ... 47

BAB 4 HASIL ... 52

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52

4.1.1 RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 52

4.1.2 Poliklinik HIV/AIDS RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 54

4.2 Analisis Univariat ... 55

4.2.1 Sosiodemografi Penderita HIV/AIDS ... 56

4.2.2 Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS ... 58

4.2.3 Keadaan Klinis Penderita ... 58

4.2.4 Jenis Infeksi Oportunistik Penderita ... 59

4.2.5 Jumlah CD4 Penderita ... 60

4.2.6 Tahap Terapi Antiretroviral (ARV) ... 60

4.2.7 Keadaan Terakhir Penderita HIV/AIDS ... 61

4.3 Analisis Bivariat ... 61

4.3.1 Umur Berdasarkan Transmisi Penularan ... 61

4.3.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Transmisi Penularan ... 62

4.3.3 Jenis Kelamin Berdasarkan Keadaan Terakhir ... 63

4.3.4 Status Pekerjaan Berdasarkan Transmisi Penularan .. 64

4.3.5 Status Pernikahan Berdasarkan Transmisi Penularan . 65 4.3.6 Jumlah CD4 Berdasarkan Transmisi Penularan ... 66

4.3.7 Keadaan Klinis Berdasarkan Keadaan Terakhir Penderita ... 66

BAB 5 PEMBAHASAN ... 67

5.1 Deskriptif ... 67

5.1.1 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasakan Sosiodemografi ... 67

5.1.2 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasar – kan Transmisi Penularan ... 73

5.1.3 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Keadaan Klinis Penderita ... 74

5.1.4 Distribusi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Jenis Infeksi Oportunistik ... 75

5.1.5 Distribusi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Jumlah CD4 Penderita ... 76

5.1.6 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasar kan Tahap Terapi ARV ... 77

5.1.7 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Keadaan Terakhir Penderita... 79


(12)

5.2.1 Umur Berdasarkan Transmisi Penularan ... 80

5.2.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Transmisi Penularan ... 81

5.2.3 Jenis Kelamin Berdasarkan Keadaan Terakhir Penderita ... 82

5.2.4 Status Pekerjaan Berdasarkan Transmisi Penularan ... 83

5.2.5 Status Pernikahan Berdasarkan Transmisi Penularan ... 84

5.2.6 Jumlah CD4 Penderita Berdasarkan Transmisi Penularan ... 85

5.2.7 Keadaan Klinis Berdasarkan Keadaan Terakhir Penderita ... 86

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

6.1 Kesimpulan ... 88

6.2 Saran ... . 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91 DAFTAR LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Susunan Petugas Poliklinik HIV/AIDS RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar………... 55 Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Sosiodemografi Penderita HIV/AIDS di

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013– 2014 ... 57 Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Berdasarkan Transmisi Penularan

Penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 – 2014 ... 58 Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Keadaan Klinis Penderita di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 – 2014 ... 59 Tabel 4.5 Distribusi Jenis Infeksi Oportunistik Pada Penderita

HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 ... 59 Tabel 4.6 Distribusi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Jumlah CD4

Penderita di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 ... 60 Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Tahap

Terapi Antiretroviral (ARV) di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013 – 2014... 60 Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Keadaan Terakhir Penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 ... 61 Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Umur Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Transmisi Penularan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 ………...…. 62 Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Transmisi Penularan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 …... 63 Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Keadaan Terakhir Penderita di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 ... 63


(14)

Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Status Pekerjaan Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Transmisi Penularan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 …….……... 64 Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Status Pernikahan Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Transmisi Penularan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 .…... 65 Tabel 4.14 Distribusi Proporsi Keadaan Klinis Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Keadaan Terakhir Penderita di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 ... 66


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Umur di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 67 Gambar 5.2 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Jenis Kelamin di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 68 Gambar 5.3 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Tingkat Pendidikan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 69 Gambar 5.4 Diagram Bar Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Pekerjaan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 70 Gambar 5.5 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Status Pernikahan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014... 71 Gambar 5.6 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Daerah Tempat Tinggal di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 72 Gambar 5.7 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Transmisi Penularan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 73 Gambar 5.8 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Keadaan Klinis Penderita di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsinatar Tahun 2013 – 2014 ... 74 Gambar 5.9 Diagram Pie Distribusi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Jenis Infeksi Oportunistik di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 - 2014 ... 75


(16)

Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Jumlah CD4 di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013–2014 ... 76 Gambar 5.11 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Tahap Terapi ARV Tahun 2013-2014 di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 77 Gambar 5.12 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Keadaan Terakhir Penderita di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pemtangsiantar Tahun 2013-2014 ... 79 Gambar 5.13 Diagram Bar Proporsi Umur Berdasarkan Transmisi

Penularan pada Penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 80 Gambar 5.14 Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Transmisi

Penularan Penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Tahun 2013 – 2014... 81 Gambar 5.15 Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Keadaan

Terakhir Penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Tahun 2013 – 2014 ... 82 Gambar 5.16 Diagram Bar Proporsi Status Pekerjaan Berdasarkan

Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 83 Gambar 5.17 Diagram Bar Proporsi Status Pernikahan Berdasarkan

Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 ... 84 Gambar 5.18 Diagram Bar Proporsi Keadaan Klinis Penderita Berdasarkan

Keadaan Terakhir Penderita pada Penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013-2014 ... 86


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ……… 96

Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian ………... 97

Lampiran 3. Master Data ……….………... 98


(18)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Janni Togumaito Butarbutar

Tempat Lahir : Pematangsiantar Tanggal Lahir : 16 Januari 1993

Suku Bangsa : Batak Toba

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : 3 dari 6 bersaudara

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Junner M. Butarbutar Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Tiurlena Hasugian

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamat Tahun : SD Swasta Budi Mulia 1 Pematangsiantar / 2005

2. SMP/ Tamat Tahun : SMP Swasta Budi Mulia Pematangsiantar / 2008

3. SMA/ Tamat Tahun : SMA Negeri 3 Pematangsiantar / 2011 4. Akademi/ Tamat Tahun : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU/ 2015 5. Lama studi di FKM USU : 4 tahun


(19)

ABSTRAK

AIDS (Acquired Imunne Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit (sindrom) spesifik yang disebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh yang berkaitan dengan infeksi HIV (Human Imunnodeficiency Virus). Prevalensi AIDS di Indonesia tahun 2014 sebesar 23,48 dengan CFR 1,67%,. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013-2014.

Penelitian ini bersifat desktiptif dengan desain case series. Populasi dan sampel adalah seluruh penderita HIV/AIDS sebanyak 145 kasus. Jenis data yang dikumpulkan data sekunder yang dianalisis dengan uji Chi-Square.

Hasil penelitan menunjukkan karakteristik berdasarkan sosiodemografi tertinggi adalah kelompok umur 30-39 tahun (49,0%), laki-laki (72,4%), tamat SLTA (55,2%), wiraswasta (53,1%), menikah (66,9%), bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar (57,9%). Transmisi penularan tertinggi heteroseksual (65,5%), keadaan klinis tidak ada IO (54,5%), jenis IO tuberkulosis (48,5%), jumlah CD4 <200 sel/μl (60,0%), tahap terapi ARV stop (64,1%), keadaan terakhir penderita hidup (76,6%). Ditemukan tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan transmisi penularan (p=0,372), jenis kelamin berdasarkan keadaan terakhir (p=0,297), status pekerjaan berdasarkan transmisi penularan (p=0,172), status pernikahan berdasarkan transmisi penularan (p=0,190), serta ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan transmisi penularan (p<0,001) dan keadaan klinis berdasarkan keadaan terakhir (p<0,001).

Kepada masyarakat harus setia pada satu pasangan (be faithful) untuk mencegah penularan melalui heteroseksual berganti-ganti pasangan, kepada tokoh masyarakat, khususnya tokoh agama untuk ikut berperan dalam pendidikan moral masyarakat, kepada petugas Poliklinik HIV/AIDS untuk meningkatkan pelaksanaan pendampingan ODHA, memantau kepatuhan mengonsumsi ARV pasien serta mencatat informasi lebih rinci mengenai jenis infeksi oportunistik yang dimiliki oleh penderita, dan kepada pemerintah setempat untuk menutup lokalisasi di Bukit Maraja.

Kata Kunci: Karakteristik, HIV/AIDS


(20)

ABSTRACT

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) is specific illness (syndrome) collecting caused by damaging immune system which is related to HIV (Human Immunodeficiency Virus). Prevalance rate of AIDS in Indonesia in 2014 was 23,48 with CFR of AIDS was 1,67. The main purpose of this research is to know characteristic of HIV/AIDS patients.

This research is descriptive study with case series design. The population and sample was all HIV/AIDS patients as many as 145 cases. Type of data collected is secondary data which is analyced by chi square-test.

The result of research showed the characteristic based on highest demograhy social with the age 30-39 years (49,0%), male (72,4%), Senior High School passed (55,2%), enterpreuner (53,1%), married (66,9%), Pematangsiantar Living (57,9%), highest infection transmission of heterosexual (65,5%), Clinic with no opportunity Infection (OI) (54,5%), Tuberculosis as OI type (48,5%), number of CD4<200 (60,0%), stop therapy phase (64,1%), alive living (76,6%). It is faound that no significant and different proportion between age and infection transmission (p=0,372), sex and last living (p=0,297), work status and infection transmission (p=0,172), marrige status and infection transmission (p=0,190). There is significant difference proportion between sex and infection transmission (p<0,001), and also clinic and last living (p<0,001).

It is suggested for society to be faithful to one person as living mate to prevent transmission through heterosexual in promiscuity, to public figure especially to public religion to get involved in morality education for education for society. It is suggested for staff of HIV/AIDS Poly clinic to monitor patient obedience in consuming ARV and to record information more detail about type of opportunity infection of patients. It is suggested to local government to close prostitution place in Bukit Maraja.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency Syndrome (AIDS) adalah masalah besar yang mengancam banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari penyakit ini. HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Hal ini menunjukkan bahwa HIV/AIDS menyebabkan krisis multidimensi (Djoerban, 2010).

Penderita AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan sampai saat ini telah berkembang menjadi masalah kesehatan global. Berdasarkan data dari Joint United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2008 terdapat 33,4 juta penderita HIV di dunia dengan proporsi pada anak-anak <15 tahun sebesar 6.29%. Jumlah kasus baru 2,7 juta orang dengan proporsi pada anak-anak <15 tahun 14,81% (430.000 orang), proporsi pada orang dewasa 85,19% (2,3 juta orang). Dengan CFR akibat AIDS sebesar 5,99%, dan dengan proporsi 85% diantaranya adalah orang dewasa (UNAIDS, 2009).

Sub Sahara Afrika merupakan wilayah dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di dunia dengan 22,4 juta orang menderita HIV/AIDS, kasus baru 1,9 juta orang, Prevalens Rate (PR) pada penderita dewasa 5,2%. Sedangkan CFR akibat AIDS 6,25% (1,4 juta orang). Sedangkan di Amerika Utara, Eropa Tengah dan Eropa


(22)

Barat terdapat 2,3 juta penderita HIV/AIDS dengan kasus baru 75.000 orang dan jumlah kematian 38.000 orang dengan CFR 1,65 % (UNAIDS, 2009).

Berdasarkan data WHO (2014), 15 juta orang meninggal karena HIV di dunia pada tahun 2013 (CFR 42,86 %). Diperkirakan 35.000.000 orang hidup dengan HIV sampai dengan akhir tahun 2013 dan 21.000.000 orang di dunia terinfeksi HIV pada tahun 2013. Sub-Sahara Afrika merupakan wilayah dengan kasus tertinggi, yaitu 24.700.000 orang terinfeksi HIV pada tahun 2013. Jumlah kasus ini merupakan 70% dari seluruh kasus baru HIV di dunia pada tahun 2013 (WHO, 2014).

Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2013 terdapat 2.100.000 kasus baru HIV tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 35.000.000 orang hidup dengan HIV dan 12.900.000 orang telah mendapatkan antiretroviral therapy (ARV). Diestimasi 1.500.000 orang meninggal karena AIDS dan 39.000.000 orang dengan AIDS telah meninggal sejak epidemik terjadi pertama kali di seluruh dunia. Sub-Sahara Afrika merupakan bagian dunia dengan kasus HIV/AIDS tertinggi, dengan proporsi 70% dari seluruh kasus baru HIV yang terjadi di dunia. Asia Pasifik, Amerika Latin dan Karibia, serta Eropa Barat dan Asia Tengah merupakan bagian dunia dengan kasus HIV/AIDS yang cukup signifikan (CDC, 2013).

Di Indonesia, kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada 1987, yang terjadi pada seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di berbagai provinsi. Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan (BAPPENAS,2013). Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di


(23)

Indonesia, meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman, dan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA (Narkota, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) melalui suntikan secara simultan telah memperbesar tingkat risiko penyebaran HIV/AIDS. Saat ini Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemis yang terkonsentrasi (consentrated level epidemic) (Depkes RI, 2004).

HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka insiden di atas 5%. Salah satu hal yang ada di Indonesia adalah tingginya variasi spesial tingkat kemunculan kasus ini. Angka tertinggi terjadi di Propinsi Irian Jaya/Papua, Jakarta, Bali, Riau, dan Sulawesi Utara. Kondisi di Propinsi Irian Jaya/Papua merupakan hal yang paling mengganggu dengan tingginya tingkat infeksi yang tercatat di beberapa wilayah di propinsi ini dan pada penduduk berisiko tinggi (Hugo, 2001).

Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es (iceberg phenomena), yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah penderita yang sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sejak tahun 2000 sampai dengan 31 Desember 2004 sebanyak 3.368 kasus. Sedangkan untuk kumulatif kasus AIDS sejak tahun 1998-2004 adalah 2.682 kasus. Terdapat 740 kasus dari seluruh kasus di tahun 2000-2004 telah meninggal dunia (CFR 21,97%). Kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta disusul Papua, Jawa Timur dan Bali. Sesuai data penduduk hasil sensus tahun 2000, kumulatif kasus AIDS per 100.000


(24)

penduduk secara nasional sebesar 1,33. Rate tertinggi terjadi di Papua diikuti DKI Jakarta, Bali, Maluku, dan Sulawesi Utara (Depkes RI, 2004).

Setelah tiga tahun berturut—turut yaitu sejak 2010 – 2012, jumlah kasus HIV positif di Indonesia cukup stabil. Perkembangan jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan secara signifikan, dengan kenaikan mencapai 35% dibanding tahun 2012 yaitu dari 21.511 kasus menjadi 29.037 kasus. Namun sejak tahun 2004 CFR akibat AIDS cenderung menurun. Pada tahun 2013 CFR AIDS di Indonesia sebesar 1,67%, menurun 2,12% dari tahun sebelumnya (Kemenkes RI, 2014).

Lebih dari dua per lima provinsi (14 provinsi) di Indonesia memiliki jumlah kasus HIV>440, meliputi seluruh provinsi di Pulau Papua dan Pulau Jawa Bali serta berbagai provinsi di Sumatera (salah satunya Sumatera Utara), Kalimantan, dan Sulawesi. Jumlah kasus HIV pada kelompok tersebut menyumbang hampir 90% dari seluruh jumlah kasus HIV di Indonesia. Provinsi dengan jumlah HIV tertinggi adalah DKI Jakarta, Papua dan Jawa Timur (Kemenkes RI, 2014).

Menurut Laporan Ditjen PP & PL (2014) bahwa kasus tertinggi HIV dan AIDS berada di provinsi Papua dengan Prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk sebesar 359,43, diikuti Provinsi Papua Barat dengan prevalensi 228,03, Provinsi Bali (prevalensi 109,52), Kalimantan Barat (Prevalensi 38,65). Sedangkan prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk Indonesia pada tahun 2014 adalah sebesar 23,48 (Ditjen PP & PL, 2014).

Di Sumatera Utara pada tahun 2010 terdapat jumlah kasus baru untuk HIV yaitu 238 kasus (prevalensi per 100.000 penduduk 1,82) dan AIDS sebanyak


(25)

546 kasus (prevalensi per 100.000 penduduk 4,17). Penambahan kasus baru pada tahun 2011 menyebabkan peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS secara keseluruhan menjadi 3.237 kasus. Pada tahun 2012, kasus baru HIV sebesar 821 dan kasus baru AIDS sebesar 643. Hal ini mengakibatkan jumlah kasus HIV/AIDS meningkat tajam menjadi 6.430 kasus dengan rincian, 2.189 kasus HIV dan 4.241 kasus kumulatif kasus AIDS. Maka, prevalensi HIV per 100.000 penduduk adalah 6,21 dan prevalensi AIDS sebesar 4,87 (Dinkes Sumut, 2012).

Keadaan ini belum merupakan jumlah keseluruhan kasus. Namun masih banyak kasus yang tidak terlihat. Hal ini dikarenakan oleh fenomena gunung es “ice berg fenomen” yang memperlihatkan jumlah kasus yang ditemukan lebih sedikit dari jumlah sebenarnya di dalam populasi. Kasus baru HIV/AIDS tertinggi di 4 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2012 secara berturut-turut adalah kota Medan yaitu 506 kasus atau sekitar 34,56%, Kabupaten Karo 347 kasus (23,70%), Kabupaten Deli Serdang sebanyak 172 kasus (11,75%) dan Kota Pematangsiantar sebanyak 85 kasus (5,8%) dari total seluruh penderita baru (Dinkes Sumut, 2012).

Berdasarkan karakteristik penderita HIV/AIDS di Sumatera Utara (2012) diketahui penderita terbanyak adalah pria dengan proporsi 75%, sedangkan proporsi pada wanita yaitu 25%. Sumber penularan terbanyak melalui hubungan heteroseksual 65% dan pengguna jarum suntik (IDUs) 26%. Presentase penularan dari ibu ke bayi (prenatal) meningkat dari 0,6% pada tahun 2007 menjadi 1,6% pada tahun 2012. Berdasarkan golongan umur yaitu 84% adalah kelompok usia 20-39 tahun. Berdasarkan kewarganegaraan diketahui 99,2% adalah Warga Negara Indonesia (Dinkes Sumut, 2012).


(26)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Purnama di Puskesmas Tanjung Morawa sejak Agustus 2006 – Mei 2010, dilaporkan bawa jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 97 orang (Sidebang, 2008). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Desima di Klinik VCT Rumah Sakit Umum HKBP Balige tahun 2008 – 2012, dilaporkan bahwa jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 145 orang, yaitu 37 kasus HIV dan 108 kasus AIDS (Hutapea, 2013).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar, diperoleh jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2013-2014 terdapat 145 kasus , 61 kasus dari 543 orang yang melakuan tes pada tahun 2013 dan 84 kasus dari 506 orang yang melakukan tes tahun 2014. Jumlah kasus ini diperoleh dari data pengunjung Poliklinik HIV/AIDS yang melakukan tes HIV. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013 – 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita HIV/AIDS di RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013 – 2014.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS di RSUD Djasamen Saragih tahun 2013 – 2014.


(27)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan daerah tempat tinggal).

b. Mengetahui distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan transmisi penularan.

c. Mengetahui distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan keadaan klinis penderita.

d. Mengetahui distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan jenis infeksi oportunistik.

e. Mengetahui distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan jumlah CD4 penderita.

f. Mengetahui distribusi penderita HIV/AIDS berdasarkan tahap terapi Antiretroviral (ARV) yang diterimanya.

g. Mengetahui distribusi penderita HIV/AIDS berdasarkan keadaan terakhir penderita.

h. Mengetahui distribusi proporsi umur penderita HIV/AIDS berdasarkan transmisi penularan.

i. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita HIV/AIDS berdasarkan transmisi penularan.

j. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita HIV/AIDS berdasarkan keadaan terakhir penderita.

k. Mengetahui distribusi proporsi status pekerjaan penderita HIV/AIDS berdasarkan transmisi penularan.


(28)

l. Mengetahui distribusi proporsi status pernikahan penderita HIV/AIDS berdasarkan transmisi penularan.

m. Mengetahui distribusi proporsi jumlah CD4 penderita berdasarkan transmisi penularan.

n. Mengetahui distribusi proporsi keadaan klinis penderita berdasarkan keadaan terakhir penderita.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Djasamen Saragih Pematangsiantar.

b. Sebagai sarana meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai HIV/AIDS sehingga masyarakat mau dan mampu melakukan perubahan perilaku dalam mencegah penularan HIV/AIDS.

c. Sebagai sarana meningkatkan wawasan penulis mengenai HIV/AIDS dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masayarakat USU Medan.

d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berguna dalam pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya mengenai HIV/AIDS.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi HIV dan AIDS 2.1.1 Definisi HIV

HIV (Human Imunnodeficiency Virus) merupakan oportunis sistem imun yang dapat menggunakan aktivitas sistem imun untuk replikasinya. Virus ini dapat melumpuhkan sebagian besar komponen respons imun penjamu melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung (Alam, 2012). HIV merupakan virus golongan retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4 dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses ini, virus tersebut menghancurkan CD4 dan limfosit (Kurniawati, 2011).

Virus ini pertama kali diisolasi pada tahun 1983 oleh ilmuwan Prancis Montagnier (Institute Pasteur, Paris). Beliau mengisolasi virus dari pasien dengan gejala limfadenopati dan menemukan virus HIV, sehingga virus ini dinamakan lymphadenopathy associated virus (LAV). Pada tahun 1984 Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus human T lymphotropic (HTLV-III) yang juga menyebabkan AIDS. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan beberapa tipe HIV, yaitu HIV-1 yang sering menyerang manusia dan HIV-2 yang ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV termasuk subfamili Lentivirine dan famili Retroviridae (Widoyono, 2008).


(30)

Virion HIV berukuran sekitar 100 nm dan mengandung dua kopi genom RNA single-stranded. Genom RNA ini dilapisi oleh protein nukleokapsid (NC) dan kompleks protein-RNA ini dilapisi oleh kapsid (CA). Sama seperti virus dengan envelope lainnya, membran virus didapatkan selama proses budding dari sel penjamu, tetapi komponen protein permukaan dan glikoprotein transmembran merupakan hasil pengkodean genom virus. Selain protein stuktural ini, virion juga mengandung tiga protein spesifik yang penting untuk proses replikasi, yaitu reverse transcriptase (RT), protase (PR), dan integrase (IN) (Alam, 2012).

2.1.2 Definisi AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Imunne Deficiency Syndrome. Acquired berarti didapat, ditularkan dari satu orang ke orang lain. Bukan penyakit bawaan. Imunne berarti kebal, sistem pertahanan/kekebalan tubuh, yang melindungi tubuh terhadap infeksi. Deficiency berarti kekurangan, menunjukkan adanya kadar atau nilai yang lebih rendah dari normal/biasanya. Dan Syndrome berarti sindrom, suatu kumpulan tanda atau gejala yang bila didapatkan secara bersamaan, menunujukkan bahwa seseorang mengidap suatu penyakit/keadaan tertentu. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit (sindrom) spesifik yang disebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh maupun spektum keseluruhan masalah kesakitan yang berkaitan dengan infeksi HIV (Ditjen PP&PL RI, 1989).

Acquired Imunne Deficiency Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Pada umumnya AIDS disebabkan HIV-1, dan beberapa kasus seperti di Afrika tengah disebabkan HIV-2 (Baratwidjaja,K.G., 2006). Virus ini menyerang dan merusak sel-sel limfosit T CD4 sehingga kekebalan penderita rusak dan rentan terhadap berbagai infeksi. AIDS ini bukan


(31)

suatu penyakit saja, tetapi merupakan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme seperti; infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008).

2.2 Etiologi dan Patogenesis HIV/AIDS

Retrovirus merupakan virus RNA single-stranded dengan envelope. Virus ini akan mengkode reverse transkriptase (RNA-dependent DNA polymerase) yang mengkopi genom virus menjadi DNA double strainded dan akan berintegrasi dengan genom pejamu. Retrovirus sangat sensitif terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tekanan permukaan, sehingga tidak dapat ditransmisikan melalui udara dan debu, tetapi membutuhkan kontak erat dengan sumber infeksi. Secara garis besar, retrovirus terdiri atas dua kelompok besar, yaitu oncovirus dan lentivirus. Virus HIV termasuk dalam kelompok lentivirus. Lentivirus dapat bertahan selama bertahun-tahun dalam keadaan laten tanpa menyebabkan kematian sel dan kemudian akan bersifat sitolik saat sel yang terinfeksi mendapat stimulasi tertentu (Alam, 2012).

Secara sederhana sel HIV terdiri dari:

1. Inti-RNA dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protease, dan integrase.

2. Kapsid – antigen p24.

3. Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41). HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120 sehingga akan terjadi fusi membran HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian masuk ke dalam sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk HIVmembentuk DNA HIV dari RNA


(32)

HIV melalui enzim polimerase. Enzim integrasi kemudian akan membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk (Widoyono, 2008).

DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk, akan membentuk RNA dengan fasilitas sel induk. Sedangkan mRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease menjadi partikel HIV. Partikel ini selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk dilepaskan sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun (imunosupresi) ini akan menyebabkan pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi sel limfosit T (Widoyono, 2008).

HIV menyerang CD4, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebutkan sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4 yang kemudian menghambat aktivitas sel yang mempresentasikan antigen (APC). Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4 dan co-reseptor bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran. Pada bagian ini terdapat enzim reverse transcriptase yang terdiri atas DNA polimerase dan ribonuklease. Pada inti yang mengadung RNA, enzim DNA polimerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuklease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian membentuk kopi DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan (Baratawidjaja, K.G., 2006).

Setelah terbentuk, kode genetik DNA berupa untaian rantai ganda akan masuk ke inti sel. Kemudian enzim integrase, DNA kopi dari virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit CD4 kemudian


(33)

bereplikasi menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami sitolisis. Selain itu, virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel-sel bobfour plasenta, sel-sel dedrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel Langerhans di kulit (Kurniawati, 2011).

Patogenesis infeksi HIV merupakan proses yang kompleks dan multifaktoral yang melibatkan faktor penjamu dan virus. Tingkat replikasi virus in vivo menggambarkan keseimbangan antara faktor positif dan negatif yang mengatur ekspresi virus. Tingkat replikasi virus juga berhubungan erat dengan tingkat depresi sel limfosit CD4 dan kecepatan progresi penyakit (Alam, 2012).

Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan menunjukkan gambaran penyakit kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada 3 tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun (Kurniawati, 2011).

Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga orang yang terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam diare, atau batuk pada 3-6 minggu setelah infeksi. Kondisi ini dikenal dengan infeksi primer (Kurniawati, 2011).


(34)

Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada fase awal proses infeksi (imunokompeten) akan terjadi respon imun berupa peningkatan aktivitas imun, yaitu pada tingkat seluler (HLA-DR; sel T; IL-2R); serum atau humoral (beta-2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R) dan antibodi unpregulation (gp 120, anti p24; IgA). Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya T-helper, sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit dan sel B tidak dapat berfungsi secara baik. Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut (Kurniawati, 2011).

Pada fase infeksi primer ini, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, yang berarti banyak virus lain di dalam darah. Sejumlah virus dalam darah atau plasma per milimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari sindrom retroviral akut ini meliputi: panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, serta timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya terjadi 2 – 4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononukleosis (Kurniawati, 2011).

Selama infeksi akut, jumlah limfosit CD4 dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4 pada nodus limfa dan thymus selama waktu tersebut. Individu yang terinfeksi HIV akan mungkin terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T.


(35)

Tes antibodi HIV menggunakan enzym linked imunoabsorbent away (ELISA) yang akan menunjukkan hasil positif (Kurniawati, 2011).

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok orang yang perjalanan penyakitnya sangat cepat, hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya sangat lambat (Kurniawati, 2011).

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi oportunistik (penurunan berat badan, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain). Fase ini disebut dengan imunodefisiensi. Pada fase ini ditemukan adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap proliferasi sel T di dalam serum pasien yang terinfeksi HIV. Adanya supresif pada proliferasi sel T tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi limfokin, sehingga sel T tidak mampu memberikan respons terhadap mitogen, terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan kadar CD4, sitokin (IFNχ; IL-2; IL-6); antibodi down regulation (gp120; anti p-24); TNF α; antinef (Kurniawati, 2011).

Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkoba. Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi oleh kuman lain akan membuat HIV membelah lebih cepat. Selain itu dapat mengakibatkan reaktivasi virus di dalam limfosit T sehingga perjalanan penyakit bisa lebih progresif (Kurniawati, 2011).


(36)

2.3 Transmisi HIV/AIDS

Pola transmisi yang berhubungan dengan unsur tempat ke luar dan masuknya agen adalah transmisi seksual yang berhubungan dengan semen dan cairan vagina/seviks, serta transmisi non seksual yang berhubungan dengan darah. Hal ini juga terjadi pada transmisi HIV (Ditjen PP&PL, 1989). Proses penularan virus HIV melalui berbagai cara yaitu: secara horizontal melalui hubungan seksual dan melalui darah yang terinfeksi, atau secara vertikal penularan dari ibunya ke bayi yang dikandungnya (Murtiastutik, 2008).

Penularan HIV/AIDS terjadi akibat masuknya cairan tubuh yang mengandung virus HIV melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada penggunaan narkoba, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS adalah pengguna narkotika, pekerja seks komersial dan pelanggannya, serta narapidana (Djoerban, 2010).Penyebaran HIV saat ini masih terkonsentrasi pada populasi kunci dimana penularan terjadi melalui penderita yang berisiko seperti penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada kelompok penasun dan perilaku seks yang tidak aman baik pada hubungan heteroseksual maupun homoseksual (KPA, 2009).

2.3.1 Transmisi Seksual

Penularan utama dari HIV adalah melalui hubungan seksual dengan orang terinfeksi. Virus HIV dapat memasuki tubuh melalui vagina, vulva, penis, rektum atau mulut saat melakukan hubungan seksual. Hal ini karena pada area-area tersebut, kulit sangat tipis dan dapat mudah robek sehingga menjadi pintu masuknya virus HIV (Sonenklar, 2011).


(37)

Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa alat pelindung bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis, dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Kurniawati, 2011).

Hubungan seksual (penetrative sexual intercourse) baik vaginal maupun oral merupakan cara transmisi yang paling sering terutama pada pasangan seksual pasif yang menerima ejakulasi semen pengidap HIV. Diperkirakan ¾ dari jumlah pengidap HIV di dunia mendapatkan infeksi dengan cara ini. HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksaul dari pria-wanita, wanita-pria, dan pria-pria (Irianto, 2014).

Pada hubungan seksual ano-genital, yang dilakukan oleh para homoseks, mukosa rektum mudah mengalami perlukaan karena lapisan mukosa tipis dan tidak diperuntukkan untuk hubungan seksual seperti halnya dinding vagina (Irianto, 2014). Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan risiko tertinggi, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV, karena mukosa rektum sangat tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan saat berhubungan seksual secara ano-genital. Risiko ini bertambah bila terjadi perlukaan dengan tangan (fisting) pada anus/rektum. Tingkat risiko kedua adalah hubungan oro-genital termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV. Dan tingkat risiko ketiga adalah hubungan genito-genito/ heteroseksual (Ditjen PP&PL, 1989).


(38)

Transmisi HIV melalui hubungan heteroseks dapat terjadi dari pria-wanita maupun sebaliknya. Di negara-negara Afrika, kebanyakan pengidap HIV/AIDS mendapat infeksi melalui hubungan heteroseks. Data yang ada menunjukkan bahwa transmisi dari pria pengidap HIV/AIDS kepada wanita pasangannya lebih sering terjadi dibandingkan dari wanita pengidap HIV kepada pria pasangannya. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang melaporkan bahwa 10 wanita pasangan seks telah terinfeksi HIV yang berasal dari 55 pria pengidap HIV dan hanya 2 pasangan seks terinfeksi HIV dari 25 wanita pengidap HIV (Irianto, 2014).

Berbagai aktivitas seksual memberikan risiko penularan HIV yang berbeda-beda. Berdasakan urutan (gradasi) kemungkinan risiko penularan HIV dari yang paling tinggi sampai yang terendah pada berbagai aktivitas seksual adalah sebagai berikut:

1. Hubungan seksual lewat liang dubur (ano-genital). 2. Hubungan seksual lewat liang vagina (genito-gaenital). 3. Kontak dengan menggunakan mulut (oro-genital). 4. Hubungan seksual menggunakan kondom.

5. Ciuman mulut dengan mulut (Irianto, 2014).

2.3.2 Transmisi Non-seksual

Menurut Murtiastutik (2008), penularan virus HIV non seksual terjadi melalui jalur pemidahan darah atau produk darah (seperti; transfusi darah, alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dan melalui luka kecil di kulit), jalur transplantasi alat tubuh, jalur transplasental yaitu penularan dari ibu hamil dengan infeksi HIV kepada janinnya (Murtiastutik, 2008).


(39)

Transmisi melalui transfusi darah/produk darah telah di deteksi di negara-negara barat sebelum tahun 1985 dan di negara-negara-negara-negara berkembang terutama Afrika yang sampai saat ini umumnya belum melakukan pemeriksaan/donor darah terhadap HIV. Penularan HIV melalui produk darah juga terjadi di negara yang mendapatkan produk darah dari negara barat, terutama pada penderita hemofilia (Irianto, 2014).

HIV bisa ditularkan melalui jarum suntik yang terkontaminasi. Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para pengguna narkoba (Injecting Drugs User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Transmisi HIV non seksual lewat jarum suntik banyak terjadi di negara barat pada kelompok penyalah guna obat bius/narkotika (Sonenklar, 2011).

Pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril dan dipakai bersama merupakan salah satu jalur penularan. Penularan dapat berlangsung akibat terjadi perpindahan sejumlah kecil darah yang tertinggi pada jarum/semprit dari satu orang ke orang lain. Irianto (2014) menyebutkan jumlah penderita AIDS di Amerika Serikat pada kelompok penyalah guna obat bius dengan suntikan menempatkan urutan kedua sesudah kelompok homo/biseksual pria. Jumlah penyalah guna obat bius dengan suntikan saja sekitar 16,7%. Bila

disertai dengan ―risk behavior‖ homo/biseksual jumlahnya 7,4% (Irianto, 2014). Pengguna NAPZA suntik berkontibusi terhadap sepertiga penyebab kasus AIDS di Amerika (Sonenklar, 2011).

Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan. Prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0.7%. Bila ibu terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20%


(40)

sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%. Penularan juga bisa terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan, semakin besar risiko penularan. Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI. Risiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Kurniawati, 2011).

Penularan HIV pada neonatus selama proses kelahiran terjadi melalui infeksi membran fetus dan cairan amnion dari vagina atau serviks yang berada di bawahnya melalui masuknya darah ibu penderita HIV pada bayinya saat persalinan serta melalui kontak langsung kulit dan mukosa membran bayi dengan sekresi genital dan darah ibu yang menderita HIV saat persalinan berlangsung (Murtiastutik, 2008).

2.4 Gejala Klinis HIV/AIDS

Ada dua sistem klasifikasi yang biasa digunakan untuk klasifikasi gejala infeksi HIV yaitu menurut WHO (World Health Organization) dan CDC (Centre for Diseases Control and Prevention) (Kurniawati, 2011).

Gejala dari infeksi akut HIV menyerupai mononucleosis infeksiosa, meliputi demam, ruam di kulit, pembengkakan kelenjar getah bening, rasa tidak enak badan yang berlangsung 3-14 hari. Sebagian besar gejala akan menghilang, meskipun pembengkakan kelenjar getah bening masih terjadi. Seiring dengan penurunan imunitas tubuh, penderita akan memperlihatkan gejala-gejala kronis seperti diare lebih dari satu bulan, berat badan menurun hingga 10% dalam satu bulan, demam berkepanjangan selama satu bulan, nafas pendek, serta bercak putih


(41)

pada lidah (kandidiasis oral). Ketika sistem imun sudah semakin buruk, maka muncul penyakit oportunistik berat yang sangat bervariasi atau neoplasma yang tidak umum, terutama sarkoma kaposi. Penderita pada tahap ini sudah dikategorikan ke dalam AIDS (Sonenklar, 2011).

2.4.1 Klasifikasi menurut CDC

CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa) berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4. Sistem ini didasarkan pada tiga kisaran CD4 dan tiga kategori klinis, yaitu:

1. Klasifikasi berdasarkan tiga kisaran CD4 a. Kategori 1 : ≥ 500 sel/μl

b. Kategori 2 : 200-499 sel/μl c. Kategori 3 : ≤ 200 sel/μl

Klasifikasi tersebut didasarkan pada jumlah limfosit CD4 yang terendah dari pasien. (Kurniawati, 2011).

2. Klasifikasi Berdasarkan Kategori Klinis a. Kategori Klinik A (Klinik Laten)

Meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik), limfadenopati generalisata yang menetap, dan infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut (Kurniawati, 2011).

Individu yang terinfeksi HIV tidak akan menunjukkan tanda dan gejala infeksi HIV. Pada orang dewasa yang terinfeksi HIV, fase ini


(42)

berlangsung selama 8-10 tahun. HIV-ELISA dan Western Blot atau Imunofluorescence Assay (IFA) menunjukan hasil positif dengan jumlah limfosit CD4> 500 sel/μl (Kurniawati, 2011).

b. Kategori B (Simptomatik)

Terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut yaitu keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan dengan perantara sel (cell mediated immunity), atau kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV. Termasuk kedalam kategori ini yaitu Angiomatosis basilari, Kandidiasis orofaringeal, Kandidiasis vulvovaginal, Displasia leher rahim, Herpes zoster, Neuropati perifer, penyakit radang panggul, listeriosis, oral hairy leukoplakia,purpura idiopatik trombositopenik, serta demam 38,5ᵒ atau diare lebih dari satu bulan (Kurniawati, 2011).

Individu yang terinfeksi HIV dapat nampak sehat selama beberapa tahun dan tanda dan gejala minor dari infeksi HIV mulai nampak. Jumlah virus dalam darah akan menunjukkan peningkatan, sementara pada saat yang sama jumlah limfosit CD4 menurun hingga mencapai 500 sel/μl. Individu dengan kondisi kategori B, akan tetap dalam kategori B. Tapi keadaan ini bersifat tidak tetap karena dapat berkembang menjadi kategori C apabila terjadi kondisinya semakin parah, dan juga tidak dapat kembali lagi ke kategori A bila bersifat asimptomatik (Kurniawati, 2011).


(43)

c. Kategori C (AIDS)

Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS. Pada tahap ini, individu yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan keganasan yang mengancam kehidupan, meliputi: Kandidiasis bronki, trakea, dan paru, kandidiasis esophagus, kanker leher rahim invasif, Coccidiodomycosis menyebar atau di paru, kriptokokosis di luar paru, retinitis virus stimegalo, ensefalopati yang berhubungan dengan HIV, Herpes simpleks dan ulkus lebih dari sebulan lamanya, bronkitis, esofagitis atau pneumonia, histoplasmosis menyebar atau di luat paru, Isosporiasi intestinal kronis lebih sebulan lamanya, Sarkoma Kaposi, Limfoma Burkitt, Limfoma imunoblastik, Limfoma primer di otak, Mycobacterium avium complex atau M. kansassi tersebar atau di luar paru, Mikobakterium jenis lain atau jenis yang tidak dikenal menyebar atau di luar paru, Pneumonia Pneumocystis carinii, Pneumonia yang berulang, Leukoensefalopati multifokal progresif, Toksoplasmosis di otak, serta Septikemia Salmonella yang berulang (Kurniawati, 2011).

CDC juga membagi kategori C (AIDS) ke dalam 2 tahapan, yaitu; tahap tanda dan gejala lanjut HIV serta tahap akhir penyakit HIV. Tahap Tanda dan Gejala Lanjut HIV, individu yang terinfeksi HIV menunjukkan infeksi dan keganasan yang mengancam kehidupan. Perkembangan pneumonia (Pneumocystis carinii), toxoplasmosis, cyptosporidiosis, dan infeksi oportunistik lainnya yang biasa terjadi. Individu dapat pula mengalami kehilangan atau penurunan berat badan, jumlah virus terus meningkat, jumlah


(44)

limfosit CD4 menurun hingga <200 sel/μl. Pada keadaan ini individu akan dinyatakan sebagai penderita AIDS (Kurniawati, 2011).

Sedangkan pada tahap akhir penyakit HIV, Individu yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi oportunistik baru seperti infeksi sitomegalovirus, kompleks Mycobacterium avium, Meningitis cyptococcal, Leukoencephalophaty multyfocal yang progresif, dan infeksi lain yang biasanya terjadi sekunder terhadap penurunan sistem imun. Jumlah virus sangat meningkat dan jumlah limfosit CD4 < 50 sel/μl. Kematian bisa dikatakan sudah sangat dekat. Sekali kondisi kategori C ini terjadi, maka individu akan tetap pada kategori ini walaupun ada kemungkinan kondisi ini dapat berubah (Kurniawati, 2011).

Klasifikasi CDC juga bisa digunakan untuk surveilans penyakit, penderita yang dikategorikan ke kelas A3, B3, C1-3 dikategorikan AIDS. Sekali dilakukan klasifikasi, maka pasien tidak dilakukan klasifikasi ulang, meskipun terjadi perbaikan status imunologi misalnya peningkatan nilai CD4 karena pengaruh terapi atau faktor fisik (Kurniawati, 2011).

2.4.2 Klasifikasi Menurut WHO

Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4 tidak tersedia, dalam hal ini seseorang dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu berdasarkan tanda dan gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor ditambah dua gejala minor didefinisikan sebagai infeksi HIV simptomatik (Kurniawati, 2011).

Gejala mayor terdiri dari: penurunan berat badan >10%, demam yang panjang atau lebih dari 1 bulan, diare kronis, tuberkulosis. Gejala minor terdiri


(45)

dari: kandidiasis orofaringeal, batuk menetap lebih dari 1 bulan, kelemahan tubuh, berkeringat malam, hilang nafsu makan, infeksi kulit generalisata, limfadenopati generalisata, herpes zoster, infeksi herpes simplex kronis, pneumonia, sarkoma kaposi (Widoyono, 2008).

Klasifikasi klinis HIV pada orang dewasa menurut WHO dibagi menjadi 4 stadium klinis, yaitu :

a. Stadium I

Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP): yakni pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat yang menetap (Kurniawati, 2011).

b. Stadium II

Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun <10%, terdapat kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti Dermatitis seroboik, Prorigo, Onikomikosis, Ulkus yang berulang dan Kheilitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir, adanya infeksi saluran nafas bagian atas seperti Sinusitis bakterialis (Kurniawati, 2011).

c. Stadium III

Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur <50%, berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis orofaringeal, Oral hairy leukoplakin, TB paru dalam 1 tahun terakhir, infeksi bakterial yang berat seperti Pneumonia dan Piomiositis (Kurniawati, 2011).


(46)

d. Stadium IV

Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas di tempat tidur >50%, terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi oportunistik seperti Pneumonia Pneumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare Kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan, Kriptosporidiosis ekstrapulmonal, Retinitis virus sitomegalo, Herpes simpleks mukomutan >1 bulan, Leukoensefalopati multifocal progresif, Mikosis diseminata seperti histopasmosis, Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru, Tuberkulosis di luar paru, Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV (Kurniawati, 2011).

2.5 Diagnosa HIV/AIDS

HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, dan ASI. Penyebaran infeksi HIV sudah bisa terjadi sejak penderita belum menampakkan gejala klinis. Tanda dan gejala pada infeksi HIV awal bisa sangat tidak spesifik dan menyerupai infeksi virus lain yaitu: letargi, malaise, sakit tenggorokan, mialgia (nyeri otot), demam dan berkeringat. Oleh karena itu, diperlukan sistem diagnosis yang baik bagi penderita, sehingga status HIV positif bisa diketahui dan penyebaran infeksi bisa dikendalikan (Kurniawati, 2011).

Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi: 1. ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay)

Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay). Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV, tes ELISA sangat sensitif, tapi tidak selalu spesifik, karena


(47)

penyakit lain bisa juga menunjukkan hasil positif. Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan false positif, antara lain adalah penyakit autoimun, infeksi virus, atau keganasan hematologi. Kehamilan juga bisa menyebabkan false positif (Kurniawati, 2011). Tes ini mempunyai sensitivitas tinggi yaitu sebesar 98,1 %-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Namun ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2 (Widoyono, 2008).

2. Western Blot

Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan, berarti hasil tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan, berarti hasil tes positif. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulang lagi setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika tes Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes Western Blot harus diulang lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV negatif (Kurniawati, 2011). Western Blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6%-100%. Pemerikasaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Widoyono, 2008).

Tes Western Blot merupakan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV. Tes ini dilakukan jika pemeriksaan penyaringan menyatakan hasil yang reaktif. Dengan kata lain, tes ini merupakan tes lanjutan dari pemeriksaan ELISA (Djoerban, 2010).


(48)

Dalam proses ini, protein virus dipisahkan dengan elektoforesis dan kemudian ditransfer ke nitrocellulose paper serta diinkubasikan dengan antisera. Antibodi yang terikat antigen akan dideteksi dengan enzyme-labeled anti-human globulin sera. Serum penderita yang terinfeksi mengandung antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein envelope atau protein inti, atau keduanya. Tes ini untuk medeteksi HIV-1 dapat mendeteksi infeksi HIV-2 dengan tingkat akurasi 60-90% (Alam, 2012).

Interpretasi hasil Western Blot; negatif bila tidak ditemukan adanya band protein, positif bila ditemukan minimal 2 band (dari 3 protein p24, gp41, atau gp120), tiga tau lebih band, dan salah satunya dari gag, pol, env, serta band p24 atau p31 dan p41 atau gp120. Interminate jika ditemukan satu dari 3 band utama. Hasil interminate harus diulang dan bila tidak berubah harus dikonfirmasi dengan tes virulogi (Alam, 2012).

3. PCR (Polymerase chain reaction)

PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas (Kurniawati, 2011). PCR digunakan untuk tes HIV pada bayi. Hal ini dikarenakan zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekebalan itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan membuat hasil pemeriksaaan seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. Selain itu, PCR juga digunakan untuk menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi, tes pada kelompok


(49)

berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi, dan tes konfirmasi untuk HIV-2 (Widoyono, 2008).

a. PCR HIV DNA

Jumlah sel yang terinfeksi dapat diukur dengan deteksi DNA HIV-1 menggunakan PCR. Pemerikasaan PCR DNA dari PBMC memiliki sentitifitas dan spesifitas yang sebading dengan kultur. Pemeriksaan ini bernilai progresif infeksi HIV. Peningkatan 1-2 kali lipat jumlah sel yang terinfeksi dalam darah perifer biasanya terjadi pada penderita yang progresif. Pemerikasaan ini tetap positif pada penderita yang mendapat terapi HAART, walaupun RNA plasma tidak terdeteksi. Spesifisitas pemeriksaan ini mencapai 100%. Walaupun demikian, hasil negatif palsu maungkin terjadi bila penderita terinfeksi virus dengan strain berbeda (Alam, 2012).

b. PCR HIV RNA

Pengukuran sel dengan mRNA HIV dalam darah perifer, walaupun sulit, dapat memprediksi progresi penyakit menjadi HIV, bahkan pada penderita dengan infeksi tahap awal dan jumlah sel CD4 yang relatif tinggi. Tes ini lebih tepat dipergunakan untuk pemantauan progresi penyakit. Penggunaan tes ini untuk penegakan diagnosis masih belum banyak diteliti. Metode pemeriksaan PCR HIV RNA yang ada saat ini antara lain: HIV-1 RNA reverse transcriptase-polymerase chain (RT-PCR), pengukuran kualitatif HIV RNA dengan branched DNA, pengukuran kuantitatif HIV-RNA (nucleic acid


(50)

sequence-based amplification [NASBA] HIV-1 RNA QT assay) (Alam, 2012).

WHO kini merekomendasikan pemeriksaan dengan rapid test (dipstick) sehingga hasilnya bisa segera diketahui. Menurut WHO dalam mendiagnosis AIDS, minimal dua tanda mayor yang berhubungan dengan tanda minor tanpa diketahui kasus imunosupresi lain seperti kanker dan malnutrisi berat, atau bila terdapat salah satu saja dari tanda lain (Widoyono, 2008).

Hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan tes terhadap antibodi HIV yaitu adanya masa jendela. Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat di deteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi. Jadi, jika pada masa ini hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya sudah terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika kecurigaan akan adanya risiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan 3 bulan kemudian (Djoerban, 2010).

2.6 Epidemiologi HIV/AIDS

2.6.1 Distribusi dan Frekuensi HIV/AIDS a. Berdasarkan Orang

Distribusi penderita HIV/AIDS menurut umur di Amerika Serikat, Eropa, Afrika dan ASIA tidak berbeda jauh. Kelompok terbesar adalah golongan umur 30-39 tahun, disusul dengan golongan umur 40-49 tahun dan 20-29 tahun (Irianto, 2014).

Sedangkan distribusi penderita menurut jenis kelamin, penderita AIDS di Afrika dan Amerika Serikat/Eropa menunjukkan pebedaan yang jelas


(51)

sesuai dengan transmisi penularan yang dominan di negara-negara tersebut. Rasio antara pria dan wanita di Afrika hampir sama (1:1), sedangkan di Amerika Serikat/Eropa bervariansi antara 10 sampai 25 kali lebih banyak penderita laki-laki (Irianto, 2014).

Berdasarkan data dari UNAIDS (2008), lebih dari 7.400 orang didiagnosa terinfeksi HIV per hari pada tahun 2008, dan 97% dari mereka yang terinfeksi tinggal di negara miskin dan berkembang. Terdapat 1.200 orang penderita berusia < 15 tahun, dan juga 3.000 orang berusia 15-24 tahun. Serta 48% dari kasus baru tersebut adalah perempuan (Sonenklar, 2011).

Epidemi penyakit ini telah meningkat dengan menampakkan wajah perempuan. Perempuan yang berumur di atas 16 tahun berkontribuasi hampir 50% dalam populasi dengan infeksi HIV/ penyakit AIDS (di wilayah sub-Sahara Afrika jumlahnya mendekati 60%), juga menunjukkan kecenderungan meningkat pula. Kunci demografi yang lain mengarah pada kelompok umur 15-24 tahun, karena orang-orang dalam kelompok umur ini menyumbangkan hampir 1/3 dari jumlah seluruh penderita terinfeksi HIV (Subowo, 2010).

Menurut Kemenkes RI sampai Desember 2013, kasus AIDS tertinggi berada pada kelompok umur 20-29 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin, kasus pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan yaitu sebesar 15.565 orang, dan faktor risiko penularan yang paling banyak adalah heteroseksual sebanyak 32.719 kasus, diikuti IDU (8.407 kasus), transmisi perinatal (1.438 kasus), homoseksual (1.274 kasus) dan transfusi darah (123 kasus) (Kemenkes, 2014).


(52)

Situasi masalah HIV-AIDS Januari-Maret tahun 2014 menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Balitbangkes Kemenkes RI) kasus HIV dari bulan Januari sampai dengan Maret 2014 dilaporkan sebanyak 6.626 kasus yang terinfeksi HIV. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (72,3%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (15%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun (5,8%). Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Sedangkan presentase faktor risiko tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (55,6%), LSL (lelaki seks lelaki) (14,7%), dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (7%) (Balitbangkes RI, 2014).

Untuk kasus AIDS, Balitbangkes RI (2014) melaporkan bahwa persentase tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (33,4%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (31,2%) dan kelompok umur 40-49 tahun (21,4%). Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Dan Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (88%), LSL (lelaki seks lelaki) (5,5%), dan dari ibu positif HIV ke anak (2-6%) dan pengguna jarum suntik tidak steril pada penasun (1,3%) (Balitbangkes RI, 2014).

Dinkes Sumut (2012) menyatakan berdasarkan karakteristik penderita diketahui penderita terbanyak adalah pria sekitar 75% dan wanita yaitu 25%. Sumber penularan terbanyak melalui hubungan heteroseksual 65% dan pengguna jarum suntik (IDU) 26%. Presentase penularan dari ibu ke bayi (perinatal) meningkat dari 0,6% pada tahun 2007 menjadi 1,6% pada tahun


(53)

2012. Berdasarkan golongan umur yaitu 84% adalah kelompok usia 20-39 tahun, dan berdasarkan kewarganegaran diketahui 99,2% adalah Warga Negara Indonesia (Dinkes Sumut, 2012).

b. Berdasarkan Waktu

Lembaga Dunia Penganggulangan HIV-AIDS merilis bahwa selama 2008 terjadi peningkatan 19 kali lipat jumlah kasus penyakit yang disertai lenyapnya daya tahan tubuh. KPA mencatat hanya sebanyak 171.998 orang kasus HIV-AIDS di Indonesia per Maret 2008. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan catatan UNAIDS sebanyak 270.000 kasus HIV/AIDS (Subowo, 2010).

Berdasarkan data WHO terdapat 15 juta orang meninggal karena HIV di dunia pada tahun 2013. Ada sekitar 35.000.000 orang hidup dengan HIV sampai dengan akhir tahun 2013 dan 21.000.000 orang di dunia terinfeksi HIV pada tahun 2013 (WHO, 2014).

Di Indonesia sampai 30 Juni 1991 dilaporkan sebanyak 35 orang mengidap HIV, 16 orang menderita AIDS yang pada akhir tahun 1991 orang mengidap AIDS meningkat menjadi 40 orang. Menurut Depkes RI (1993) penderita AIDS sudah mencapai 85 orang. Berdasarkan laporan triwulan Januari-Maret Depkes RI (2009), ada 114 orang terinfeksi HIV dan 854 orang menderita AIDS. Angka kumulatif dari 1 Januari 1987 sampai 30 Maret 2009 terdapat 23.632 orang dengan perincian 6.608 penyandang infeksi HIV dan 16.964 orang penderita AIDS. Setelah tiga tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil, perkembangan jumlah kasus baru HIV positif di


(1)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1,980a 2 ,372

Likelihood Ratio 1,784 2 ,410

Linear-by-Linear Association ,614 1 ,433

N of Valid Cases 145

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,91.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Kategori Transmisi

Penularan Penderita HIV/AIDS * jenis kelamin penderita

145 100,0% 0 ,0% 145 100,0%

Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS * jenis kelamin penderita Crosstabulation

jenis kelamin penderita

Total Laki-laki Perempuan Kategori Transmisi

Penularan Penderita HIV/AIDS

Seksual Count 64 37 101

% within Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS

63,4% 36,6% 100,0%

% within jenis kelamin penderita

61,0% 92,5% 69,7% % of Total 44,1% 25,5% 69,7% Non

Sek'sual

Count 41 3 44

% within Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS

93,2% 6,8% 100,0%

% within jenis kelamin penderita

39,0% 7,5% 30,3% % of Total 28,3% 2,1% 30,3%

Total Count 105 40 145

% within Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS

72,4% 27,6% 100,0%

% within jenis kelamin penderita

100,0% 100,0% 100,0% % of Total 72,4% 27,6% 100,0%


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 13,639a 1 ,000

Continuity Correctionb 12,187 1 ,000 Likelihood Ratio 16,197 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association

13,545 1 ,000

N of Valid Cases 145

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,14. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Keadaan terakhir

Penderita HIV/AIDS * jenis kelamin penderita

145 100,0% 0 ,0% 145 100,0%

Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS * jenis kelamin penderita Crosstabulation

jenis kelamin penderita

Total Laki-laki Perempuan

Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS

Hidup Count 78 33 111

% within Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS

70,3% 29,7% 100,0%

% within jenis kelamin penderita

74,3% 82,5% 76,6% % of Total 53,8% 22,8% 76,6%

Meninggal Count 27 7 34

% within Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS

79,4% 20,6% 100,0%

% within jenis kelamin penderita

25,7% 17,5% 23,4%

% of Total 18,6% 4,8% 23,4%

Total Count 105 40 145

% within Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS

72,4% 27,6% 100,0%

% within jenis kelamin penderita

100,0% 100,0% 100,0% % of Total 72,4% 27,6% 100,0%


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1,089a 1 ,297

Continuity Correctionb ,679 1 ,410 Likelihood Ratio 1,137 1 ,286

Fisher's Exact Test ,382 ,207

Linear-by-Linear Association

1,081 1 ,298

N of Valid Cases 145

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,38. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Kategori Transmisi

Penularan Penderita HIV/AIDS * Kategori Pekerjaan Penderita HIV/AIDS

145 100,0% 0 ,0% 145 100,0%

Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS * Kategori Pekerjaan Penderita HIV/AIDS Crosstabulation

Kategori Pekerjaan Penderita HIV/AIDS

Total Bekerja

Tidak Bekerja Kategori Transmisi

Penularan Penderita HIV/AIDS

Seksual Count 96 5 101

% within Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS

95,0% 5,0% 100,0%

% within Kategori Pekerjaan Penderita HIV/AIDS

71,1% 50,0% 69,7%

% of Total 66,2% 3,4% 69,7%

Non Sek'sual

Count 39 5 44

% within Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS

88,6% 11,4% 100,0%

% within Kategori Pekerjaan Penderita HIV/AIDS

28,9% 50,0% 30,3%

% of Total 26,9% 3,4% 30,3%


(4)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1,963a 1 ,161

Continuity Correctionb 1,091 1 ,296

Likelihood Ratio 1,815 1 ,178

Fisher's Exact Test ,172 ,148

Linear-by-Linear Association

1,950 1 ,163

N of Valid Cases 145

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,03. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Kategori Transmisi

Penularan Penderita HIV/AIDS * Status perkawinan penderita


(5)

Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS * Status perkawinan penderita Crosstabulation

Status perkawinan penderita

Total Belum

menikah Menikah Janda/Duda Kategori Transmisi

Penularan Penderita HIV/AIDS

Seksual Count 19 70 12 101

% within Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS

18,8% 69,3% 11,9% 100,0%

% within Status perkawinan penderita

57,6% 72,2% 80,0% 69,7%

% of Total 13,1% 48,3% 8,3% 69,7% Non

Sek'sual

Count 14 27 3 44

% within Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS

31,8% 61,4% 6,8% 100,0%

% within Status perkawinan penderita

42,4% 27,8% 20,0% 30,3%

% of Total 9,7% 18,6% 2,1% 30,3%

Total Count 33 97 15 145

% within Kategori Transmisi Penularan Penderita HIV/AIDS

22,8% 66,9% 10,3% 100,0%

% within Status perkawinan penderita

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 22,8% 66,9% 10,3% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3,327a 2 ,190

Likelihood Ratio 3,261 2 ,196

Linear-by-Linear Association 3,149 1 ,076

N of Valid Cases 145

a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,55.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total


(6)

Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS * Ditemukan atau tidaknya infeksi sekunder pada penderita HIV/AIDS Crosstabulation

Ditemukan atau tidaknya infeksi sekunder pada

penderita HIV/AIDS

Total Tidak Ada

IO Ada IO Keadaan terakhir

Penderita HIV/AIDS

Hidup Count 72 39 111

% within Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS

64,9% 35,1% 100,0%

% within Ditemukan atau tidaknya infeksi sekunder pada penderita HIV/AIDS

91,1% 59,1% 76,6%

% of Total 49,7% 26,9% 76,6%

Meninggal Count 7 27 34

% within Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS

20,6% 79,4% 100,0%

% within Ditemukan atau tidaknya infeksi sekunder pada penderita HIV/AIDS

8,9% 40,9% 23,4%

% of Total 4,8% 18,6% 23,4%

Total Count 79 66 145

% within Keadaan terakhir Penderita HIV/AIDS

54,5% 45,5% 100,0%

% within Ditemukan atau tidaknya infeksi sekunder pada penderita HIV/AIDS

100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 54,5% 45,5% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 20,575a 1 ,000

Continuity Correctionb 18,829 1 ,000

Likelihood Ratio 21,353 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association

20,433 1 ,000

N of Valid Cases 145

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,48. b. Computed only for a 2x2 table


Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 – 2014

2 69 130

Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2014

10 131 148

Gambaran Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Adaptasi Fisiologis Selama Kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar Tahun 2012

1 56 105

Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Loyalitas Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar

14 119 208

Karakteristik Penderita Diabetes mellitus Yang Dirawat Inap Di RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2004-2008.

1 40 117

Hubungan Motivasi dengan Kinerja Petugas Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar Tahun 2007

10 72 108

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Berprestasi Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2007

0 25 81

Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2014

0 0 19

Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Loyalitas Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar

0 0 45

Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Loyalitas Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar

0 0 17