HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SDN Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi pada Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo.

(1)

HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI

DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SDN

TELUKAN 03 GROGOL SUKOHARJO

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

FITRIA DAMAYANTI

J 310 120 006

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017


(2)

iii i


(3)

iv ii


(4)

v iii


(5)

1

HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI SDN TELUKAN 03 GROGOL

SUKOHARJO

Abstrak

Higiene personal sering tidak diperhatikan pada anak usia sekolah sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan. Permasalahan tersebut biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun dan kebersihan diri. Anak usia sekolah dasar termasuk kelompok rawan penyakit seperti penyakit infeksi (ISPA dan diare). Status gizi berperan penting dalam pertumbuhan fisik anak. Anak dengan status gizi buruk atau kurang akan mengalami hambatan pertumbuhan fisik, terganggunya sistem pertahanan tubuh, sehingga menjadikan seseorang anak mudah terserang penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan higiene personal dan kejadian infeksi dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dengan jumlah sampel yang sebanyak 44 anak dengan usia antara 8-12 tahun. Pengambilan sampel menggunakan teknik Sistematic Random Sampling. Data higiene personal didapatkan melalui kuesioner dengan jumlah 24 pernyataan sedangkan data kejadian infeksi didapatkan melalui kuesioner dengan jumlah 10 pertanyaan. Analisis ini diuji menggunakan Pearson Product Moment. Siswa yang memiliki status gizi normal cenderung berasal dari siswa yang memiliki kategori higiene personal baik yaitu sebesar (79,4%) dibandingkan siswa dengan kategori higiene personal sedang (70,0%). Siswa dengan status gizi sangat kurus dan kurus yang mengalami infeksi didapatkan hasil yang sama yaitu masing-masing 6,3%. Tidak ada hubungan antara higiene personal dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0,494). Tidak ada hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0,381).

Kata kunci: Higiene Personal, Kejadian Infeksi, Status Gizi Abstracts

Personal hygiene among school children often do not consider that will cause health problems. Problems of health behavior in school-aged children usually associated with personal and environmental hygiene as brushing teeth properly, the habit of washing hands with soap and personal hygiene. Primary school age children including sensitive groups of diseases like infections (ISPA and diarrhea). Nutritional status an important role in physical growth of children. Children with poor nutritional status or less will experience physical growth barriers, disruption of the immune system, and therefore susceptible to infectious diseases.This study aims to determine the relationship of personal hygiene and the incidence of infection with the nutritional status of school-age children in SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Observational study with cross sectional design with a total sample of 44 children between the ages of 8-12 years. Sampling using Systematic Random Sampling. Personal hygiene data obtained through a questionnaire with 24 statements while the number of infection incidence data obtained through the questionnaire with a number of 10 questions. This analysis was tested using Pearson Product Moment. Students with normal nutritional status tends from students who have good personal hygiene category (79,4%) compared to students with personal hygiene category average (70,0%). Students with nutritional status is very thin and thin with infections showed the same results are respectively 6.3%. There is no relationship


(6)

2

between personal hygiene and nutritional status of school-age children at SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0.494). There is no relationship between the incidence of infection with the nutritional status of school-age children in SDN Telukan 03 Grogol, Sukoharjo (p=0,381).


(7)

3

1. PENDAHULUAN

Usia sekolah merupakan masa yang dinamis untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak usia sekolah merupakan kelompok yang rentan akan masalah kesehatan fisik maupun psikologis. Masalah kesehatan psikologis yang biasa dialami oleh anak usia sekolah adalah kesulitan dalam belajar, gangguan emosi, dan masalah perilaku. Masalah kesehatan fisik yang dialami oleh anak usia sekolah misalnya diare, sakit gigi, penyakit kulit dan sebagainya (Ardhiyarini, 2008).

Secara umum keadaan higiene personal pada anak usia sekolah masih belum diperhatikan sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut meliputi perilaku hidup sehat, gangguan infeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar. Permasalahan perilaku sehat pada anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan diri (Diliani, 2011).

Anak usia sekolah mudah mengalami anemia, kekurangan vitamin A dan infeksi parasit yang akan memberi dampak buruk pada status gizi mereka, juga perkembangan dan kinerja di sekolah (Hidayat, 2005). Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak usia sekolah dasar adalah ISPA dan diare. Penyakit infeksi khususnya diare menyebabkan kehilangan nafsu makan, sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman dalam tubuh dan dapat mengakibatkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat menghambat respon imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi. Penyakit infeksi dengan kondisi status gizi seseorang dapat digambarkan sebagai hubungan timbal balik. Defisiensi gizi sering menjadi langkah awal dari gangguan sistem kekebalan tubuh. Penyakit infeksi dan gizi kurang dapat disebabkan oleh kemiskinan dan kebersihan lingkungan yang buruk. Selain itu, infeksi juga menghambat reaksi imunologis yang normal dengan cara menghabiskan sumber-sumber energi di tubuh (Santoso, 2004).

Menurut Daldiyono dkk (2007) menyatakan terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit infeksi antara lain, sanitasi dan higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai. Berdasarkan hasil penelitian Deb (2010), menyatakan anak dengan status gizi kurang memiliki skor personal higiene lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan status gizi baik. Menurut penelitian Tarigan (2003), mengatakan bahwa anak dengan status gizi kurang yang mengalami diare 2,10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak diare sedangkan anak dengan status gizi kurang yang mengalami ISPA 1,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak ISPA.


(8)

4

Menurut hasil Riskesdas (2013), prevalensi ISPA kelompok umur 5-14 tahun di Indonesia masih cukup tinggi, tahun 2013 mengalami peningkatan prevalensi dari tahun 2007 yaitu sebesar 6,2% dan untuk diare juga mengalami kenaikan prevalensi yaitu 4,6%. Prevalensi infeksi lebih banyak di daerah kumuh dibanding perkotaan dan cenderung lebih tinggi pada kelompok yang berpendidikan rendah.

Sekolah Dasar Negeri Telukan 03 Grogol Sukoharjo merupakan sekolah yang terletak berdekatan dengan kebun yang kurang bersih dan tempat pembakaran sampah. Sarana cuci tangan yang kurang memadai karena tidak disediakan sabun cuci tangan. Selain itu, banyak siswa yang tidak menggunakan alas kaki saat bermain di halaman sekolah. Hal ini dapat memicu timbulnya penyakit pada anak sekolah dasar.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka diadakan penelitian dengan judul “Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo”.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2016, lokasi penelitian dilaksanakan di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas tiga sampai dengan kelas enam di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sistem Sistematic Random Sampling. Kriteria inklusi yaitu anak kelas tiga sampai kelas enam yang bersekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo dan siswa tidak sedang menderita penyakit infeksi kronis. Sedangkan kriteria eksklusi anak yang tidak masuk saat pengambilan data dan anak yang pindah sekolah saat pengambilan data.

Data dalam penelitian ini menggunakan data primer yang meliputi, identitas responden, data higiene personal, data infeksi dan data antropometri (BB dan TB). Data higiene personal diperoleh dengan cara pengisian kuesioner yang dikategorikan kurang apabila ≤12, sedang jika skor higiene personal 12-40 dan baik jika skor higiene personal ≥40. Data kejadian infeksi diperoleh dengan kuesioner dan wawancara kepada responden. Sedangkan data antropometri diperoleh dengan cara menimbang berat badan menggunakan timbangan injak dan mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoice.

Pengolahan dan analisis data menggunakan aplikasi SPSS 17. for windows. Mengetahui hubungan higiene personal dan kejadian infeksi dengan status gizi menggunakan uji Pearson Product Moment.


(9)

5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Gambaran Umum

SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo berdiri pada tahun 1982. Sekolah ini beralamat di Telukan RT 02/RW 01 Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo. Jumlah karyawan di SDN Telukan 03 Grogol sebanyak 13 orang yang terdiri dari 11 guru, satu kepala sekolah dan satu penjaga sekolah, sedangkan jumlah siswa pada tahun 2016 adalah 101 siswa. SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo memiliki satu kantin sekolah yang berada di dalam lingkungan sekolah. kantin sekolah selain menjual makanan dan minuman kemasan juga menjual makanan matang contohnya nasi bungkus, es kucir dan gorengan. Pada waktu istirahat para siswa membeli jajanan atau makanan di kantin sekolah. Siswa tidak diperbolehkan keluar lingkungan sekolah pada jam istirahat, sedangkan jika ingin membeli jajanan di luar sekolah harus menunggu jam pulang sekolah atau membeli dari halaman sekolah. Penjual makanan keliling banyak yang berjualan di luar sekolah. Makanan dan minuman yang dijual bermacam-macam contohnya cakwe, bakso, roti bakar, leker, siomay, tela-tela, telur goreng, mie, agar-agar, pop ice, es cincau, es doger, es sirup, dan lain sebagainya (Profil Sekolah).

3.2Analisis Univariat

3.2.1 Karakteristik Responden

Responden adalah siswa kelas tiga sampai kelas enam yang diambil dari populasi secara Sistematic Random Sampling. Jumlah keseluruhan responden adalah 44 siswa, sedangkan jumlah populasi 101 siswa. Pada penelitian ini terdiri dari 25 anak (56,8%) laki-laki dan 19 anak perempuan (43,2%). Rata-rata umur responden adalah 10 tahun. Umur minimal adalah 8 tahun dan maksimal 12 tahun.

3.1.2 Distribusi Status Gizi Berdasarkan IMT/U Tabel 1.

Distribusi Status Gizi Berdasarkan IMT/U

Kategori (n) (%)

Sangat kurus 2 4,5

Kurus 4 9,1

Normal 34 77,3

Gemuk 1 2,3

Sangat gemuk 3 6,8

Pengukuran antropometri pada penelitian ini menggunakan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Indikator IMT/U merupakan indikator yang


(10)

6

paling baik untuk mengukur keadaan status gizi yang menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (WHO, 2007).

Status gizi berdasarkan indeks IMT/U dikategorikan menjadi beberapa kategori yaitu sangat kurus (< -3), kurus (-3 SD s/d < -2 SD), normal (-2 SD s/d 1 SD), gemuk (> 1 SD s/d 2 SD) dan obesitas (> 2 SD) (Depkes, 2010). Statistik deskriptif status gizi berdasarkan nilai IMT/U dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.

Statistik Deskriptif Status Gizi Berdasarkan Nilai IMT/U

Statistik deskriptif Nilai IMT/U

Mean -0,48

Standar Deviasi 1,45

Minimum -3,23

Maksimum 2,53

Responden dalam penelitian ini memiliki mean atau rata-rata nilai IMT/U sebesar -0,48 dengan nilai minimum -3,23 yang berarti tergolong dalam status gizi buruk dan nilai maksimum 2,53 yang berarti tergolong status gizi lebih. Sebagian besar responden memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 77,3%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Seprianty (2015) yang menyatakan penelitian status gizi berdasarkan IMT/U terhadap siswa yang berusia antara 7-10 tahun di SD Negeri 1 Sungaililin didapatkan jumlah siswa yang memiliki gizi baik sebesar 77,0%. Status gizi yang normal dapat terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja mencapai tingkat kesehatan optimal (Lestari, 2016).

Selain status gizi normal, masih ditemukan siswa dengan status gizi sangat kurus dan kurus. Persentase status gizi siswa sangat kurus sebanyak 4,5% dan status gizi kurus sebanyak 9,1%. Persentase status gizi siswa sangat kurus sebanyak 4,5% dan status gizi kurus sebanyak 9,1%. Persentase ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Lestari (2011) yang menyatakan sebanyak 14,6% responden berstatus gizi kurus. Penyebab gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang makan atau ketika kebutuhan tubuh normal terhadap suatu nutrient tidak terpenuhi. Keadaan gizi kurang juga diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor kebersihan diri. Jika seseorang memiliki praktik hygiene


(11)

7

rendah maka dengan mudah penyakit atau patogen menyerang suatu individu (Gibney, 2009).

Responden dengan status gizi gemuk sebesar 2,3% dan sangat gemuk sebanyak 6,8%. Prevalensi pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian Mariza (2012) yang menyatakan prevalensi overweight dan obesitas anak sekolah dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang sebesar 19,7% untuk overweight dan 8% untuk obesitas. Menurut Mariza (2012), obesitas dapat terjadi karena ketika anak melewatkan sarapan dan merasa lebih lapar maka anak tersebut akan mengonsumsi makanan berkalori lebih tinggi yang didapatkan dari makanan jajanan. Pada penelitian tersebut juga dinyatakan responden yang tidak biasa sarapan akan berisiko menjadi biasa jajan sebesar 1,5 kali. Sedangkan kebiasaan jajan memiliki risiko 7 kali lebih besar terhadap terjadinya status gizi lebih.

3.1.3 Distribusi Higiene Personal Responden Tabel 3.

Distribusi Higiene Personal Responden

Kategori (n) (%)

Sedang 10 22,7

Baik 34 77,3

Berdasarkan data higiene personal pada penelitian ini terdapat sebanyak 77,3% responden memiliki higiene personal baik. Menurut Hidayat (2010) personal hygiene dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh, yang dapat dilakukan dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, dan memakai pakaian yang bersih. Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dikarenakan tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik kontak langsung maupun tidak langsung. Riset global juga menunjukkan bahwa kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) tidak hanya mengurangi, tapi mencegah kejadian diare hingga 50% dan ISPA hingga 45% (Purwandari, Ardiana & Wantiyah, 2013). Karakteristik statistik deskriptif higiene personal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.

Statistik Deskriptif Higiene Personal

Statistik deskriptif Skor Higiene Personal

Mean 46,59

Standar Deviasi 7,14

Nilai Minimum 29,50


(12)

8

Mean atau rata-rata higiene personal responden berdasarkan Tabel 4 didapat skor higiene personal sebesar 46,59. Nilai minimum dari higiene personal adalah 29,50 yang berarti dalam kategori sedang dan nilai maksimum sebesar 58,99 yang berarti dalam kategori baik. Higiene personal dapat dikatakan kurang apabila mendapat skor <12, kategori sedang jika skor higiene personal 12 sampai dengan 39,99 dan dikatakan baik apabila mendapat skor ≥40. Berdasarkan penelitian di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo sebagian besar siswa memiliki higiene personal baik yaitu sebanyak 34 siswa (77,3%). Pada penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa sebesar 22,7% responden memiliki higiene personal sedang. Penelitian yang dilakukan oleh Raples (2013) yang dilakukan di SDN 38 Kuala Alam Kota Bengkulu menyatakan responden yang memiliki tingkat personal hygiene baik sebesar 56,8%, sedangkan tingkat personal hygiene sedang sebesar 35,8%. Apabila kedua penelitian dibandingkan, terlihat bahwa persentase personal hygiene pada penelitian Raples lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada penelitian tersebut didapatkan pernyataan bahwa kurangnya fasilitas di SDN 38 Kuala Alam yang mendukung kesehatan, diantaranya tidak ada sumber air bersih di sekolah dan tidak ada tempat cuci tangan khusus sehingga siswa yang tidak menerapkan personal hygiene.

3.1.4 Distribusi Kejadian Infeksi Responden Tabel 5.

Distribusi Kejadian Infeksi Responden

Kategori (n) (%)

Tidak Infeksi 12 27,3

Infeksi 32 72,7

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo menderita infeksi yaitu sebesar 72,7%. Menurut Julia (2011), terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor individu, dan faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian. Faktor individu meliputi umur anak, berat badan, dan status gizi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit ISPA. Penyakit infeksi berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular terutama diare, cacingan dan penyakit pernafasan akut (ISPA). Pada anak usia sekolah dan dewasa, penyebab diare berasal dari makanan dan minuman yang terkontaminasi mikroorganisme. Diare yang disebabkan oleh


(13)

9

bakteri banyak disebabkan oleh bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella, dan Vibrio cholera. Kontaminasi sendiri dapat disebabkan oleh makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, memakan makanan yang mentah, serta penjamah makanan tidak menerapkan kebersihan personal (Junias dan Balelay, 2008).

3.2 Analisis Bivariat

3.2.1 Hubungan Higiene Personal dengan Status Gizi Tabel 6.

Hubungan Higiene Personal dengan Status Gizi Kategori

higiene personal

Status gizi

Total Nilai p* Sgt

Kurus Kurus Normal Gemuk

Sgt Gemuk Sedang 0

(0%) 1 (10,0%) 7 (70,0%) 0 (0%) 2 (20,0%) 10 (100%) 0,494

Baik 2

(5,9%) 3 (8,8%) 27 (79,4%) 1 (2,9%) 1 (2,9%) 34 (100%) *Uji Pearson Product Moment

Tabel 6 menunjukkan bahwa siswa yang memiliki status gizi normal cenderung berasal dari siswa yang memiliki kategori higiene personal baik yaitu sebesar (79,4%) dibandingkan siswa dengan kategori higiene personal sedang (70,0%). Berdasarkan hasil uji data statistik menggunakan Pearson Product Moment diperoleh nilai p=0,494. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara higiene personal dan status gizi.

Penelitian ini sejalan dengan Rusmanto dan Mukono (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku personal higiene dengan status gizi. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa sebenarnya selain jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi, secara langsung status gizi juga dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan sanitasi termasuk sanitasi lingkungan permukiman. Permukiman yang sanitasi lingkungannya tidak baik, seperti tidak tersedianya air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, tidak tersedia saluran pembuangan air kotor memungkinkan seseorang dapat menderita penyakit infeksi yang menyebabkan seseorang menjadi kurang gizi. Menurut Gibney (2009) keadaan gizi kurang diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor kebersihan diri. Jika seseorang memiliki praktik higiene rendah maka dengan mudah penyakit atau patogen menyerang suatu individu (Gibney, 2009).


(14)

10

Tabel 6 menjelaskan bahwa semakin baik higiene personal seseorang maka semakin baik pula status gizi mereka. Menurut Gibney (2009) menyatakan penyebab gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang makan atau ketika kebutuhan tubuh normal terhadap suatu nutrient tidak terpenuhi. Keadaan gizi kurang juga diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor kebersihan diri. Jika seseorang memiliki praktik hygiene rendah maka dengan mudah penyakit atau patogen menyerang suatu individu.

3.2.2 Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Tabel 7.

Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Kejadian

Infeksi

Status gizi

Total Nilai p* Sgt

kurus Kurus Normal Gemuk

Sgt gemuk Tidak infeksi 0 (0%) 2 (16,7%) 9 (75,0%) 0 (0%) 1 (8,3%) 12 (100%) 0,381 Infeksi 2

(6,3%) 2 (6,3%) 25 (78,1%) 1 (3,1%) 2 (6,3%) 32 (100%)

Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa dengan status gizi sangat kurus dan kurus yang mengalami infeksi didapatkan hasil yang sama yaitu masing-masing 6,3%. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan pearson product moment diperoleh nilai p=0,38. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nusantoro (2016) yang menyatakan tidak ada hubungan antara lama kesakitan ISPA dan diare dengan status gizi anak balita di wilayah kerja puskesmas Polokarto Sukoharjo. Pada penelitian tersebut menyatakan bahwa ada faktor lain yang kemungkinan lebih berpengaruh terhadap status gizi yaitu asupan makanan, jumlah pangan khususnya energi dan protein dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan berat badan anak yang bersangkutan akan mengalami perubahan. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa status gizi dipengaruhi oleh banyak hal tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi sehingga bila anak tersebut masih mempunyai asupan makanan yang baik atau juga bila patogen yang menginfeksi tidak parah maka status gizi anak tersebut masih bisa dipertahankan baik.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Jayani (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita di Puskesmas Jambon kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Hasil penelitian tersebut menyatakan sebagian besar responden yang menderita infeksi adalah


(15)

11

responden dengan status gizi kurang. Hal ini berarti semakin baik status gizi seorang balita maka semakin besar kemungkinan seorang balita tidak menderita infeksi.

Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Siswatiningsih (2001) yang menyatakan semakin rendah status gizi seseorang, maka semakin mudah sakit dan meningkatkan morbiditas atau kesakitan. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki status gizi baik belum tentu tidak terkena penyakit infeksi seperti ISPA dan diare. Sebaliknya, seseorang yang mengalami infeksi belum tentu status gizinya kurang. Anak yang menderita infeksi ISPA dan atau diare jika diberikan perawatan yang baik seperti vitamin dan perawatan waktu sakit yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak sehingga penyakit infeksi yang diderita tidak terlalu mempengaruhi status gizi anak (Damanik, 2014).

Tidak adanya hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi karena infeksi bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi status gizi. Asupan zat gizi juga berpengaruh langsung terhadap status gizi. Menurut Muchlisa (2013), menyatakan bahwa asupan energi seimbang akan membantu memelihara status gizi normal dan asupan energi yang kurang dari kebutuhan berpotensi terjadinya penurunan status gizi. Selain itu, Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi atau investasi penyakit parasit. Dalam perhitungannya konsumsi pangan lebih ditekankan pada kebutuhan energi dan protein. Sebab apabila kebutuhan akan energi dan protein sudah terpenuhi maka kebutuhan zat gizi yang lainnya akan lebih mudah dipenuhi.

Tidak adanya hubungan antara kejadian infeksi dan status gizi juga dapat disebabkan karena faktor lingkungan seperti kondisi cuaca. Cuaca yang tidak menentu seiring dengan perubahan cuaca menyebabkan daya tubuh seseorang menjadi rendah sehingga mudah sekali terserang penyakit. Penyakit yang cukup mengganggu dan menjadi persoalan utama sekaligus berpotensi mengakibatkan keadaan bahaya adalah penyakit menular pada anak sekolah. Sekolah merupakan sumber penularan penyakit pada anak sekolah. Sebab, dalam interaksi antar anak, langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan terjadinya penyebaran dan penularan penyakit yang akan berdampak pada status gizi (Budiati, 2013).


(16)

12

Hasil penelitian ini tidak berhubungan juga bisa terjadi karena faktor lingkungan tempat tinggalnya yang tidak higienis dan tidak memenuhi syarat rumah sehat seperti terdapat ventilasi rumah yang mencukupi. Menurut penelitian Marhamah (2012) menyatakan bahwa dari 98 responden yang ventilasi rumah tidak memenuhi syarat kesehatan terdapat 54 (55,1%) yang menderita ISPA.

4. PENUTUP

Sebagian besar responden memiliki skor higiene personal baik yaitu 77,3% dan sebanyak 22,7% responden memiliki skor higiene personal sedang. Responden yang menderita infeksi yaitu sebesar 72,7% dan yang tidak mengalami infeksi sebesar 27,3%. Sebagian besar responden memiliki status gizi normal yaitu sebesar 77,3%. Responden dengan status gizi sangat kurus sebanyak 4,5%, status gizi kurus sebesar 9,1%, status gizi gemuk sebesar 2,3% dan sangat gemuk sebesar 6,8%.

Hasil analisis uji statistik menggunakan pearson product moment higiene personal dengan status gizi diperoleh nilai p=0,494, sedangkan kejadian infeksi dengan status gizi diperoleh p=0,381. Tidak ada hubungan higiene personal terhadap status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Tidak ada hubungan kejadian infeksi terhadap status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo dengan p=0,381.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyarini. 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi personal hygiene anak usia sekolah di SD Negeri Pleret Kecamatan Panjatan kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan. Yogyakarta.

Budiati, A. 2013. Hubungan antara Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Angka Kesakitan Anak di SD Negeri Kartasura 1. Skripsi. Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Damanik, P., Siregar, Mhd., Aritonang., Evawany. 2013. Hubungan Status Gizi, Pemberian Asi Eksklusif, Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Saluran Akut (Ispa) pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kota Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan

Deb, Soumya., Dutta, S., Dasgupta, A., Misra, R. 2010. Relationship of Personal Hygiene with Nutrition and Morbidity Profile: A Study Among Primary School Children in South Kolkata.

Indian J Community Med. 35(2): 280-284.

Dewey, K.G., Mayers, D.R. 2011. Early Child Growth: How Do Nutrition and Infection Interact?. Maternal and Child Nutrition. Vol 7.


(17)

13

Diliani. 2011. Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Metode Role Play terhadap Perilaku Personal Hygiene pada Anak Kelas III di SD Pandak I Bantul. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Aisyiyah. Yogyakarta.

Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC.Jakarta

Hidayat, AA. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba Medika. Jakarta

Jayani, I. 2014. Hubungan antara Penyakit Infeksi dengan Status Gizi pada Balita di Puskesmas Jambon Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo Tahun 2014. Hal 5

Julia, Anita. 2011. Perbandingan Kejadian ISPA Balita pada Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah dengan Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok diluar Rumah di Jorong Saroha Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011. Penelitian Keperawatan Keluarga. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Padang Junias dan Balelay. 2008. Hubungan antara Pembuangan Sampah dengan Kejadian Diare pada

Penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Vol.03

Lestari, D.I., Ernalia, Y., Restuastuti, T. 2016. Gambaran Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar. Artikel Penelitian. 3(2):5

Marhamah, A., Arsin, A., Wahiduddin. 2012. Faktor yang Behubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar

Mariza, Y.Y. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan dan Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.Artikel

penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Semarang

Melda. 2013. Hubungan Tingkat Kebersihan Diri (Personal Hygiene) dengan Status Gizi Siswa SD Negeri 6 Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh

Muchlisa, Citrakesumasari, Indriasari, R. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi pada Remaja Putri di F akultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar

Nusantoro, B. 2016. Hubungan Lama Kesakitan Ispa dan Diare dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Purwandari, R., Ardiana, A., Wantiyah. 2013. Hubungan antara Perilaku Mencuci Tangan dengan Insiden Diare pada Anak Usia Sekolah di Kabupaten Jember. Jurnal Keperawatan. 4(2):128 Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta

Raples. 2013. Hubungan personal hygiene dengan penyakit kulit di SDN 38 Kuala Alam Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu. Artikel Publikasi. Akademi Analis Kesehatan Harapan Bangsa Bengkulu. Bengkulu


(18)

14

Rusmanto, D dan Mukono, J. 2012. Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar dengan Kejadian Kecacingan. The Indonesian Journal of Public Health.8(3) :107

Santoso, S. 2004. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta

Seprianty, V., Tjekyan, R.M.S., Thaha, M.A. 2015. Status Gizi Anak kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Sungaililin. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2(1):132-133

Tarigan. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Umur 6-36 Bulan Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi di Wilayah Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 31(1)


(1)

9

bakteri banyak disebabkan oleh bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella, dan Vibrio cholera. Kontaminasi sendiri dapat disebabkan oleh makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, memakan makanan yang mentah, serta penjamah makanan tidak menerapkan kebersihan personal (Junias dan Balelay, 2008).

3.2 Analisis Bivariat

3.2.1 Hubungan Higiene Personal dengan Status Gizi Tabel 6.

Hubungan Higiene Personal dengan Status Gizi Kategori

higiene personal

Status gizi

Total Nilai p* Sgt

Kurus Kurus Normal Gemuk

Sgt Gemuk Sedang 0

(0%) 1 (10,0%) 7 (70,0%) 0 (0%) 2 (20,0%) 10 (100%) 0,494

Baik 2

(5,9%) 3 (8,8%) 27 (79,4%) 1 (2,9%) 1 (2,9%) 34 (100%) *Uji Pearson Product Moment

Tabel 6 menunjukkan bahwa siswa yang memiliki status gizi normal cenderung berasal dari siswa yang memiliki kategori higiene personal baik yaitu sebesar (79,4%) dibandingkan siswa dengan kategori higiene personal sedang (70,0%). Berdasarkan hasil uji data statistik menggunakan Pearson Product Moment diperoleh nilai p=0,494. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara higiene personal dan status gizi.

Penelitian ini sejalan dengan Rusmanto dan Mukono (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku personal higiene dengan status gizi. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa sebenarnya selain jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi, secara langsung status gizi juga dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan sanitasi termasuk sanitasi lingkungan permukiman. Permukiman yang sanitasi lingkungannya tidak baik, seperti tidak tersedianya air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, tidak tersedia saluran pembuangan air kotor memungkinkan seseorang dapat menderita penyakit infeksi yang menyebabkan seseorang menjadi kurang gizi. Menurut Gibney (2009) keadaan gizi kurang diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor kebersihan diri. Jika seseorang memiliki praktik higiene rendah maka dengan mudah penyakit atau patogen menyerang suatu individu (Gibney, 2009).


(2)

10

Tabel 6 menjelaskan bahwa semakin baik higiene personal seseorang maka semakin baik pula status gizi mereka. Menurut Gibney (2009) menyatakan penyebab gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang makan atau ketika kebutuhan tubuh normal terhadap suatu nutrient tidak terpenuhi. Keadaan gizi kurang juga diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor kebersihan diri. Jika seseorang memiliki praktik hygiene rendah maka dengan mudah penyakit atau patogen menyerang suatu individu.

3.2.2 Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Tabel 7.

Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Kejadian

Infeksi

Status gizi

Total Nilai p* Sgt

kurus Kurus Normal Gemuk

Sgt gemuk Tidak infeksi 0 (0%) 2 (16,7%) 9 (75,0%) 0 (0%) 1 (8,3%) 12 (100%) 0,381 Infeksi 2

(6,3%) 2 (6,3%) 25 (78,1%) 1 (3,1%) 2 (6,3%) 32 (100%)

Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa dengan status gizi sangat kurus dan kurus yang mengalami infeksi didapatkan hasil yang sama yaitu masing-masing 6,3%. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan pearson product moment diperoleh nilai p=0,38. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nusantoro (2016) yang menyatakan tidak ada hubungan antara lama kesakitan ISPA dan diare dengan status gizi anak balita di wilayah kerja puskesmas Polokarto Sukoharjo. Pada penelitian tersebut menyatakan bahwa ada faktor lain yang kemungkinan lebih berpengaruh terhadap status gizi yaitu asupan makanan, jumlah pangan khususnya energi dan protein dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan berat badan anak yang bersangkutan akan mengalami perubahan. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa status gizi dipengaruhi oleh banyak hal tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi sehingga bila anak tersebut masih mempunyai asupan makanan yang baik atau juga bila patogen yang menginfeksi tidak parah maka status gizi anak tersebut masih bisa dipertahankan baik.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Jayani (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita di Puskesmas Jambon kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Hasil penelitian tersebut menyatakan sebagian besar responden yang menderita infeksi adalah


(3)

11

responden dengan status gizi kurang. Hal ini berarti semakin baik status gizi seorang balita maka semakin besar kemungkinan seorang balita tidak menderita infeksi.

Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Siswatiningsih (2001) yang menyatakan semakin rendah status gizi seseorang, maka semakin mudah sakit dan meningkatkan morbiditas atau kesakitan. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki status gizi baik belum tentu tidak terkena penyakit infeksi seperti ISPA dan diare. Sebaliknya, seseorang yang mengalami infeksi belum tentu status gizinya kurang. Anak yang menderita infeksi ISPA dan atau diare jika diberikan perawatan yang baik seperti vitamin dan perawatan waktu sakit yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak sehingga penyakit infeksi yang diderita tidak terlalu mempengaruhi status gizi anak (Damanik, 2014).

Tidak adanya hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi karena infeksi bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi status gizi. Asupan zat gizi juga berpengaruh langsung terhadap status gizi. Menurut Muchlisa (2013), menyatakan bahwa asupan energi seimbang akan membantu memelihara status gizi normal dan asupan energi yang kurang dari kebutuhan berpotensi terjadinya penurunan status gizi. Selain itu, Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi atau investasi penyakit parasit. Dalam perhitungannya konsumsi pangan lebih ditekankan pada kebutuhan energi dan protein. Sebab apabila kebutuhan akan energi dan protein sudah terpenuhi maka kebutuhan zat gizi yang lainnya akan lebih mudah dipenuhi.

Tidak adanya hubungan antara kejadian infeksi dan status gizi juga dapat disebabkan karena faktor lingkungan seperti kondisi cuaca. Cuaca yang tidak menentu seiring dengan perubahan cuaca menyebabkan daya tubuh seseorang menjadi rendah sehingga mudah sekali terserang penyakit. Penyakit yang cukup mengganggu dan menjadi persoalan utama sekaligus berpotensi mengakibatkan keadaan bahaya adalah penyakit menular pada anak sekolah. Sekolah merupakan sumber penularan penyakit pada anak sekolah. Sebab, dalam interaksi antar anak, langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan terjadinya penyebaran dan penularan penyakit yang akan berdampak pada status gizi (Budiati, 2013).


(4)

12

Hasil penelitian ini tidak berhubungan juga bisa terjadi karena faktor lingkungan tempat tinggalnya yang tidak higienis dan tidak memenuhi syarat rumah sehat seperti terdapat ventilasi rumah yang mencukupi. Menurut penelitian Marhamah (2012) menyatakan bahwa dari 98 responden yang ventilasi rumah tidak memenuhi syarat kesehatan terdapat 54 (55,1%) yang menderita ISPA.

4. PENUTUP

Sebagian besar responden memiliki skor higiene personal baik yaitu 77,3% dan sebanyak 22,7% responden memiliki skor higiene personal sedang. Responden yang menderita infeksi yaitu sebesar 72,7% dan yang tidak mengalami infeksi sebesar 27,3%. Sebagian besar responden memiliki status gizi normal yaitu sebesar 77,3%. Responden dengan status gizi sangat kurus sebanyak 4,5%, status gizi kurus sebesar 9,1%, status gizi gemuk sebesar 2,3% dan sangat gemuk sebesar 6,8%.

Hasil analisis uji statistik menggunakan pearson product moment higiene personal dengan status gizi diperoleh nilai p=0,494, sedangkan kejadian infeksi dengan status gizi diperoleh p=0,381. Tidak ada hubungan higiene personal terhadap status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Tidak ada hubungan kejadian infeksi terhadap status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo dengan p=0,381.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyarini. 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi personal hygiene anak usia sekolah di SD Negeri Pleret Kecamatan Panjatan kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan. Yogyakarta.

Budiati, A. 2013. Hubungan antara Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Angka Kesakitan Anak di SD Negeri Kartasura 1. Skripsi. Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Damanik, P., Siregar, Mhd., Aritonang., Evawany. 2013. Hubungan Status Gizi, Pemberian Asi Eksklusif, Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Saluran Akut (Ispa) pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kota Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan

Deb, Soumya., Dutta, S., Dasgupta, A., Misra, R. 2010. Relationship of Personal Hygiene with Nutrition and Morbidity Profile: A Study Among Primary School Children in South Kolkata.

Indian J Community Med. 35(2): 280-284.

Dewey, K.G., Mayers, D.R. 2011. Early Child Growth: How Do Nutrition and Infection Interact?. Maternal and Child Nutrition. Vol 7.


(5)

13

Diliani. 2011. Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Metode Role Play terhadap Perilaku Personal Hygiene pada Anak Kelas III di SD Pandak I Bantul. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Aisyiyah. Yogyakarta.

Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC.Jakarta

Hidayat, AA. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba Medika. Jakarta

Jayani, I. 2014. Hubungan antara Penyakit Infeksi dengan Status Gizi pada Balita di Puskesmas Jambon Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo Tahun 2014. Hal 5

Julia, Anita. 2011. Perbandingan Kejadian ISPA Balita pada Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah dengan Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok diluar Rumah di Jorong Saroha Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011. Penelitian Keperawatan Keluarga. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Padang

Junias dan Balelay. 2008. Hubungan antara Pembuangan Sampah dengan Kejadian Diare pada Penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Vol.03

Lestari, D.I., Ernalia, Y., Restuastuti, T. 2016. Gambaran Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar. Artikel Penelitian. 3(2):5

Marhamah, A., Arsin, A., Wahiduddin. 2012. Faktor yang Behubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar

Mariza, Y.Y. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan dan Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.Artikel

penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Semarang

Melda. 2013. Hubungan Tingkat Kebersihan Diri (Personal Hygiene) dengan Status Gizi Siswa SD Negeri 6 Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh

Muchlisa, Citrakesumasari, Indriasari, R. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi pada Remaja Putri di F akultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar

Nusantoro, B. 2016. Hubungan Lama Kesakitan Ispa dan Diare dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Purwandari, R., Ardiana, A., Wantiyah. 2013. Hubungan antara Perilaku Mencuci Tangan dengan Insiden Diare pada Anak Usia Sekolah di Kabupaten Jember. Jurnal Keperawatan. 4(2):128 Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta

Raples. 2013. Hubungan personal hygiene dengan penyakit kulit di SDN 38 Kuala Alam Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu. Artikel Publikasi. Akademi Analis Kesehatan Harapan Bangsa Bengkulu. Bengkulu


(6)

14

Rusmanto, D dan Mukono, J. 2012. Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar dengan Kejadian Kecacingan. The Indonesian Journal of Public Health.8(3) :107

Santoso, S. 2004. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta

Seprianty, V., Tjekyan, R.M.S., Thaha, M.A. 2015. Status Gizi Anak kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Sungaililin. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2(1):132-133

Tarigan. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Umur 6-36 Bulan Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi di Wilayah Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 31(1)


Dokumen yang terkait

Hubungan antara status nutrisi dengan infeksi malaria pada anak usia sekolah dasar

1 53 64

Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan

6 108 62

HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi pada Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo.

0 3 18

PENDAHULUAN Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi pada Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo.

0 2 5

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi pada Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo.

0 5 5

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Infeksi Respiratorik Akut (IRA) Bagian Bawah ada Anak Usia 1-5 Tahun Di RSUD Sukoharjo.

0 2 15

PENDAHULUAN Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Infeksi Respiratorik Akut (IRA) Bagian Bawah ada Anak Usia 1-5 Tahun Di RSUD Sukoharjo.

0 2 4

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Infeksi Respiratorik Akut (IRA) Bagian Bawah ada Anak Usia 1-5 Tahun Di RSUD Sukoharjo.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH HUBUNGAN ANTARA STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI SD N GODOG I POLOKARTO SUKOHARJO.

0 0 17

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Gizi Dengan Status Gizi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Kabupaten Sukoharjo.

0 0 16